Anda di halaman 1dari 4

Kesehatan mental merupakan kondisi di mana individu memiliki

kesejahteraan yang tampak dari dirinya yang mampu menyadari potensinya


sendiri, memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup normal pada
berbagai situasi dalam kehidupan, mampu bekerja secara produktif dan
menghasilkan, serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya
(Kemenkes RI, 2022).
Pada tahun 2020, sekitar 375.000 orang di AS meninggal karena penyakit
virus corona 2019 (COVID-19). Pandemi COVID-19 menyebabkan gangguan
signifikan dalam kehidupan sehari-hari dan peningkatan tajam pemicu stres bagi
sebagian besar masyarakat. Penyebab stres terkait pandemi telah dikaitkan dengan
kesehatan mental yang lebih buruk selama pandemi. Misalnya, sebuah penelitian
menemukan bahwa orang dewasa pada bulan-bulan awal pandemi memiliki
kemungkinan tiga kali lebih besar untuk dinyatakan positif depresi dan kecemasan
dibandingkan pada tahun 2019. Karantina dan lockdown adalah keadaan isolasi
yang secara psikologis menyusahkan dan tidak menyenangkan bagi siapa pun
yang mengalaminya. Kaum muda, yang berisiko lebih tinggi terkena masalah
kesehatan mental dibandingkan orang dewasa, mungkin sangat rentan terhadap
dampak buruk dari isolasi, termasuk penutupan sekolah, karena gangguan yang
disebabkan oleh lockdown terhadap aktivitas fisik dan interaksi sosial mereka
(Thomeer et al., 2023)
Pada bulan Januari 2020, WHO pertama kali mengidentifikasi virus corona
baru (COVID-19), kemudian menyatakan penyebaran COVID-19 sebagai
pandemi global pada bulan Maret 2020. Selanjutnya, banyak negara
memberlakukan lockdown nasional, menutup sekolah dan tempat kerja,
membiarkan masyarakat belajar secara virtual, menerapkan langkah-langkah
pembatasan sosial, dan menerapkan langkah-langkah pembatasan yang mencegah
individu pergi ke tempat-tempat umum atau bertemu dengan orang-orang dari
rumah tangga lain. Keseharian anak-anak dan remaja secara signifikan terganggu
dengan adanya pandemi COVID-19, yang akhirnya dapat memicu stres Hal ini
dibuktikan dengan meningkatnya laporan tentang memburuknya kesehatan mental
anak. Sebuah penelitian di AS terhadap 1000 orang tua dengan setidaknya 1 anak
di bawah usia 18 tahun menemukan bahwa 14,3% orang tua melaporkan
mengamati memburuknya kesehatan perilaku anak. Berdasarkan skrining yang
dilakukan Hill dan rekannya di sebuah departemen gawat darurat rumah sakit
besar US, persentase keinginan dan percobaan bunuh diri pada bulan Maret
hingga Juli pada tahun 2020 terjadi peningkatan, dibandingkan dengan bulan yang
sama pada tahun 2019. Selain itu, kunjungan layanan kesehatan mental pada anak
usia 5-11 tahun juga meningkat (Panchal et al., 2023).
Sejumlah faktor berkontribusi terhadap masalah kesehatan mental
termasuk stres emosional, fisiologis, dan perilaku. Hal ini disebabkan oleh faktor-
faktor seperti isolasi sosial, penutupan sekolah, stres orang tua terhadap virus dan
pekerjaan, meningkatnya kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi,
meningkatnya cyberbullying, karena lebih banyak aktivitas online, dan trauma
kehilangan anggota keluarga. Selain itu, pandemi COVID-19 mungkin mengalami
peningkatan kesepian, depresi dan kecemasan serta penurunan kepuasan hidup.
Peningkatan bunuh diri dan upaya bunuh diri oleh remaja selama pandemi juga
telah dilaporkan. Lockdown dan penjarakan fisik mungkin mempunyai dampak
yang berbeda pada beberapa anak dan remaja, tergantung pada usia, jenis kelamin,
etnis, keadaan keluarga, situasi sosial ekonomi dan masalah kesehatan mental
yang sudah ada sebelumnya (Muskan, 2023).
kelelahan digital juga dapat mempengaruhi kesehatan mental, gangguan
tidur, emosional seperti kemarahan dan mood berubah-ubah bahkan dapat
menyebabkan depresi, psikosis, dan gangguan kecemasan. Saat menatap layar
dalam durasi yang sangat lama mata akan terasa lelah jika mata di paksa terus-
menerus untuk menatap layar tanpa di refresh akibatnya dapat menyebabkan
seseorang mudah lelah, stress bahkan depresi. Seseorang lebih rentan mengalami
perubahaan mood saat merasa lelah dan jenuh dengan kegiatan yang diakibatkan
karena terus mengakses dunia virtual. Tidak heran jika mood setiap hari bisa
sangat bervariasi. Misalnya, menyenangkan, menyebalkan, menyedihkan, dan
lain-lain. Hal tersebut dapat berimbas pada kualitas interaksi seseorang dengan
lingkungan sekitarnya yang semula baik dan dinamis menjadi kurang baik dan
tidak bersemangat. Keharusan menatap layar komputer atau gadget secara terus
menerus disebabkan karena tuntutan tugas. Karena stay at home menyebabkan
tidak adanya batasan antara bekerja, bermedsos, mengakses berita online dan
acara-acara hiburan, sehingga mengaburkan antara bekerja dan istirahat.
Perubahan mood saat stay at home terutama saat work from home kerap dirasakan
oleh banyak orang. Kondisi tersebut dapat menyebabkan mereka menjadi sulit
konsentrasi, lebih mudah marah, cemas bahkan depresi, apalagi jika ada kendala
teknis seperti sinyal yang terputus-putus mereka sering mengalami perubahan
mood (menyenangkan, menyebalkan, menyedihkan, dan lain-lain)
Referensi
Garg, M. (2023) Mental Health Analysis in Social Media Posts: A Survey.
Archives of Computational Methods in Engineering, 301819–1842.
Kauhanen, L., Wan Mohd Yunus, W. M. A., Lempinen, L., Peltonen, K.,
Gyllenberg, D., Mishina, K., Gilbert, S., Bastola, K., Brown, J. S. &
Sourander, A. (2023) A systematic review of the mental health changes of
children and young people before and during the COVID-19 pandemic.
European child & adolescent psychiatry, 32(6): 995-1013.
Kemenkes RI (2022) Mengenal Pentingnya Kesehatan Mental pada Remaja.
Muskan, G. (2023) Mental health analysis in social media posts: a survey.
Archives of Computational Methods in Engineering, 30(3): 1819-1842.
Panchal, U., Salazar de Pablo, G., Franco, M., Moreno, C., Parellada, M., Arango,
C. & Fusar-Poli, P. (2023) The impact of COVID-19 lockdown on child
and adolescent mental health: systematic review. European child &
adolescent psychiatry, 32(7): 1151-1177.
Thomeer, M. B., Moody, M. D. & Yahirun, J. (2023) Racial and ethnic disparities
in mental health and mental health care during the COVID-19 pandemic.
Journal of racial and ethnic health disparities, 10(2): 961-976.
Tyas Nur Aulia, M. A. (2023) Bahaya Digital Fatigue pada Kesehatan Mental:
Analisis Singkat Perspektif Rhenald Kasali. Jurnal Manajemen
Pendidikan, 01.

Anda mungkin juga menyukai