Anda di halaman 1dari 4

Lemahnya Pengawasan BPOM adalah

Bukti Ketidaklayakan Sistem Kapitalis

Badan Pengawas Obat dan Makanan atau biasa dipanggil BPOM adalah lembaga pemerintah
non kementrian yang bertanggung jawab terhadap keamanan peredaran Obat dan Makanan
di masyarakat. Obat dan Makanan yang dimaksudkan adalah obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan
pangan olahan (.:selanjutnya kita sebut dengan Obat dan Makanan), kosmetik adalah semua
kebutuhan kebersihan badan termasuk sabun dan kawan-kawannya. Semua obat dan
makanan seharusnya telah melewati BPOM sebelum beredar di masyarakat, sehingga
produk yang beredar setelah melewati BPOM harapannya sudah aman untuk digunakan
oleh masyarakat sesuai tujuan penggunaannya. Tugas utama dari BPOM sebetulnya
menjamin keamanan semua obat dan makanan dalam rangka menjamin keamanan
masyarakat. Selama ini prosedur ini berjalan untuk semua lini termasuk semua produk yang
masuk dari luar negeri. Namun ada hal yang mungkin terlewat, yaitu mengembangkan
setiap hal keamanan pangan dan obat. Membuat list bahan-bahan mana yang boleh atau
aman, mana yang mutlak tidak boleh atau berbahaya, dan mana yang boleh dengan tingkat
prosentase tertentu masih dapat ditoleransi oleh tubuh. Semua bahan yang memungkinkan
adanya cemaran, tanpa kecuali. Melakukan evaluasi atau sampling tahunan seharusnya
lebih digerakkan lagi, karena kemungkinan perubahan formulasi di dalam suatu industri
sangat mungkin terjadi pada industri-industri nakal yang memanfaatkan masa registrasi
ulang 5 tahun, demi meraih keuntungan yang lebih banyak. Karena jika terlewat, maka
untuk mengatasi hal tersebut akan lebih sulit seperti memerintahkan industri tertentu untuk
melakukan penarikan produknya apabila terbukti oleh BPOM didapati cemaran yang bisa
membahayakan kesehatan masyarakat. Penarikan produk yang telah beredar di masyarakat
nyatanya sangat sulit untuk mendapatkan nilai sampai kepada titik 0 penyebaran, karena
sebagian produk yang masuk ke pedesaan dan minimnya informasi sampai ke pedesaan
akan menghambat proses penarikan produk tersebut.

Contoh saja penarikan beberapa produk obat yang saat ini sedang ramai dibicarakan.
Beberapa sediaan obat yang dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi sulit dilakukan
penarikan sampai titik 0. Karena minimnya pengawasan penyebaran obat yang dilakukan
oleh BPOM juga merupakan salah satu hal yang menghambat dilakukannya penarikan obat
hingga titik zero, seharusnya semua jenis obat jadi hanya terdistribusi ke tempat resmi
seperti Toko Obat, Apotek, Rumah Sakit, dan Puskesmas. Namun, pada kenyataannya BPOM
lengah dalam pengawasannya, sehingga obat bisa sampai ada di warung sembako, rumah
praktik bidan dan mantri/perawat, serta dokter. Padahal obat secara hukum dan undang-
undang tidak diizinkan berada di tempat-tempat tersebut, sedangkan PBF atau Pedagang
Besar Farmasi hanya melakukan penarikan obat dari tempat resmi yang telah disebutkan
tadi. Bahaya bukan? Obat yang dinyatakan berbahaya masih beredar di masyarakat awam,
salah siapa kalau sudah begini?
Adanya obat pada tempat-tempat yang tidak seharusnya juga terjadi karena kurangnya
fasilitas kesehatan di pelosok negeri, sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh otak
kapitalistik untuk meraup keuntungan tanpa peduli bahaya yang bisa ditimbulkan. Juga
terjadi karena BPOM kurang tegas dan kurang sigap dalam mengawasi pendistribusian obat-
obatan, pengawasan terhadap apotek yang menjual obat kepada warung, bidan,
mantri/perawat, dan dokter. Pengawasan kepada PBF yang bekerjasama dengan dokter juga
kurang ter-aplikasikan dengan baik sehingga penggunaan obat sembarangan tanpa
dampingan para ahli obat juga menyebar tanpa kendali. Sehingga masyarakat yang tidak
mengerti yang menjadi korban para otak kapitalistik. Akhirnya masyarakat yang menjadi
sasaran efek tidak diinginkan dari obat-obatan yang muncul baik dalam waktu dekat atau
jangka panjang yang membuat pasien harus bergantung pada obat selama hidupnya
(penyakit baru akibat penggunaan obat tidak tepat yang tidak bisa disembuhkan, bahkan
menjadi sebab kematian paling banyak).

Bicara soal obat sediaan cair oral yang masih hangat di ruang publik, penelitian untuk
produk terkait membutuhkan waktu yang tidak sebentar sedangkan produk yang beredar
ada banyak merek dan batch produksi. Setiap merek yang sama dengan batch produksi yang
berbeda juga harus diteliti, maka akan menambah keranjang penelitian. Bantuan
laboratorium yang memadai dan universitas-universitas sangat diperlukan untuk saat ini,
juga termasuk peran semua industri farmasi untuk melakukan pengujian secara jujur
terhadap produk mereka sendiri. Sebagian BPOM juga perlu mengawasi penelitian yang
dilakukan di industri farmasi, selain mereka melakukan penelitian sendiri terhadap sejumlah
merek yang lain. Karena ini merupakan kasus darurat yang membutuhkan penanganan
segera, jika setiap industri farmasi melakukan pengujian terhadap produk mereka sendiri
dengan diawasi secara langsung oleh BPOM dalam pengujian di tempat mereka sendiri,
maka akan dapat mempersingkat waktu. Obat yang telah beredar harus cepat mendapatkan
keputusan yang pasti terkait penarikan ataukah diperbolehkan untuk tetap beredar, karena
sebagian masyarakat membutuhkan pengobatan yang cepat pula dan segera menghilangkan
ketakutan mereka dalam tindakan mengobati rasa sakit. Selain mengutamakan atau
mendahulukan penelitian terhadap obat-obat dengan tingkat urgensi tinggi, menghilangkan
ketakutan masyarakat juga penting supaya masyarakat mau kembali semangat berobat
untuk mendapatkan kesehatannya kembali dari penyakit dan tidak pasrah terhadap
penyakit yang diderita karena takut mengkonsumsi obat. Merubah stigma masyarakat jauh
lebih sulit dibandingkan merubah merek dagang obat. Memang seharusnya tindakan
pemberitaan tidak dilakukan gegabah hanya untuk kepentingan kelompok, perlu
dipahamkan kepada masyarakat dengan baik supaya tidak ada stigma negatif di tengah
masyarakat, bukan malah membuat takut dan keributan yang tidak jelas asalnya. Penting
untuk tabayyun atau mencari sumber penyebabnya terlebih dulu baru menyebarkan berita
dengan jelas dan benar.

Jadi kerja BPOM selama ini ngapain? Ketika mereka mengakui tidak pernah melakukan
pengujian terhadap cemaran dua bahan berbahaya yaitu EG dan DEG yang padahal
seharusnya dapat diprediksi kemungkinan kontaminasi dalam bahan baku, dengan alasan
karena dunia internasional tidak melakukan hal tersebut. Padahal tim pengawas seharusnya
melakukan tindakan preventif, sedangkan WHO yang menjadi acuan kesehatan dunia
menyebutkan bahwa EG dan DEG tidak boleh ada dalam sediaan obat oral. Seharusnya ada
inisiatif oleh tim pengawas untuk melakukan pengecekan kontaminasi setiap bahan yang
telah disebutkan tidak boleh ada, semua daftar bahan kimia yang kemungkinan bisa menjadi
kontaminan seharusnya sudah ada didalam daftar WHO sebagai acuan kesehatan setiap
negara, setiap bahan kimia yang boleh ataupun yang tidak boleh perlu dilakukan
pengecekan sebelum produk diberikan izin untuk beredar di tengah masyarakat.

Pengawasan terhadap pendistribusian obat pun lengah sampai obat keras masuk ke ruang
warung sembako, beredarnya produk-produk kosmetik illegal masih banyak, obat-obat
tradisional/jamu yang mengandung BKO atau Bahan Kimia Obat pun masih beredar, obat-
obat china tidak berlisensi BPOM pun masih merebak dimana-mana. Bukan hanya itu,
makanan pun sama, makanan dibawah standar kesehatan pun masih beredar, makanan
mengandung barang haram tanpa label masih perlu ditanyakan. Padahal tujuan utama
adanya BPOM adalah untuk menjamin keamanan segala yang dikonsumsi oleh tubuh
manusia.

Kurangnya SDM BPOM juga bisa dijadikan referensi apakah kurangnya kinerja BPOM karena
kurangnya SDM? Seharusnya di setiap kabupaten/kota bahkan jika perlu kecamatan, ada
anak BPOM, sehingga mempermudah pengawasan. Jika hanya ada di pusat/provinsi maka
akan semakin sulit pengawasan untuk wilayah yang luas.

Bicara soal tim pengawas pasar seperti ini, Islam punya. Pengawas pasar namanya, di dalam
islam pengawas pasar atau yang kita kenal BPOM ini akan berjalan setiap hari di pasar-pasar
untuk menjamin yang diterima masyarakat itu aman. Contoh yang pernah diterapkan pada
masa kekhalifahan Umar ibn Al-Khathab, beliau menunjuk seorang untuk menjadi pengawas
di pasar yaitu Asy-Syifa binti Abdullah, Amirul Mukminin memilih beliau karena kemampuan
beliau yang dianggap mampu menjadi pengawas pasar, penunjukan ini dilakukan dihadapan
masyarakat sehingga mereka mengetahui bahwa Amirul Mukminin telah menetapkan
sebuah keputusan. Suatu ketika terjadi kecurangan yang dilakukan oleh seorang pedagang
susu yang menjual susunya dicampur dengan air, hal tersebut diketahui oleh Asy-Syifa binti
Abdullah, kemudian beliau meminta pembeli untuk membuang susu tersebut dan
menghentikan pedagang susu tersebut menjual susu. Hal tersebut diadukan kepada sang
khalifah, kemudian sang khalifah menyetujui keputusan Asy-Syifa binti Abdullah karena
beliau yaitu Amirul Mukminin telah memberikan keputusan terhadap perkara yang terjadi di
pasar kepada Asy-Syifa binti Abdullah. Jadi jika diaplikasikan di wilayah negara yang luas,
bisa dengan adanya anak BPOM di setiap kecamatan atau kabupaten yang melakukan
pengawasan setiap hari untuk meminimalisir adanya peredaran obat dan makanan yang
tidak sesuai dengan peraturan, meminimalisir adanya tindak kecurangan oleh oknum-
oknum tertentu. Jika pun ada yang melanggar maka diberikan sanksi tegas yang akan
membuat pelaku tidak melakukan kesalahan di waktu mendatang, seperti menghentikan
kegiatan dalam jangka waktu tertentu hingga pembekuan permanen terhadap kegiatan
yang bersangkutan, sehingga akan jera dan tidak ditiru oleh yang lainnya. Dengan demikian,
keamanan pada masyarakat bisa lebih terjamin selain keamanan dalam konsumtif juga
termasuk keamanan jiwa atau ketenangan.

_Apt. Syiria Sholikhah, S.Farm_Sintang_

Anda mungkin juga menyukai