Anda di halaman 1dari 2

Rasa kaget saya berubah menjadi rasa kagum.

Kagum terhadap tindakan yang diambil si


induk yang begitu tepat sesuai dengan kondisi anaknya. Anaknya basah dan kedinginan,
oleh sebab itu dekapan tubuh induk yang hangat akan sangat membantu memulihkan
kondisi anaknya.

Saya masih penasaran benarkah si induk tidak marah kepada saya? Saya julurkan tangan
kearah sang induk, ternyata si induk diam saja. Akhirnya juluran tangan yang saya
maksudkan untuk menguji emosi si induk, beralih ke belaian pada kepala dan punggung
si induk yang tetap diam seakan mengerti betul bahwa saya tidak akan menyakitinya.

Saat membelai tubuh induk ayam yang tengah mendekap anak-anaknya dengan penuh
kasih itu, tanpa saya sadari sudut-sudut mata saya telah basah. Basah oleh air mata haru.

***********************

Di tengah kekaguman penuh keharuan itu saya tersenyum sendiri, geli dan malu (malu
kepada induk ayam) mana kala mengingat cara istri saya memperlakukan anak kami
ketika si anak mengalami kejadian yang kurang lebih sama dengan anak-anak ayam
tersebut.

Suatu sore putri kami yang baru berusia 4 tahun pulang dari bermain sambil menangis
dengan pakaian kotor berlumpur dan kakinya lecet, akibat terjatuh saat berlari-lari di
tanggul sawah di belakang komplek pemukiman kami. Apa yang didapat gadis kecil saya
itu dari ibunya, istri saya?

”Dasar anak bandel, sudah ibu bilang jangan main dekat sawah” bentak istri saya. Tak
puas dengan bentakan itu, jari tangannya pun refleks mencubit lengan mungil puri
bungsu kami tersebut. Karuan saja si anak menjerit kesakitan.

Geli dan malu, bahwa binatang yang hanya berbekal naluri mampu memberi perlakuan
tepat terhadap permasalahan anaknya, sementara istri saya (manusia, berakal, dan
terdidik) justru menerapkan perlakuan yang membuat trauma sang anak.

BL, 13 Maret 2019


_Gajah, Kuda Nil dan Kura-kura_

Seekor gajah terkikik geli ketika kura kura yang nyaris jadi bubur kena injak berani
menantangnya adu tarik tambang.

Dia gagah perkasa. Sedangkan kura kura itu, jalannya aja selambat keong. Salahnya
sendiri nggak menyadari gajah mau lewat.

Tapi, baiklah, pikir gajah yang lagi gabut, mari kita lihat nanti.

Kura kura yang harga dirinya terluka itu punya teman lain di sebuah kubangan, di sisi
sebelah gundukan bukit kecil. Ya, seekor kuda nil dewasa. Itu teman akrabnya sejak dulu.
Seutas tambang tebal nan liat ia hantarkan kepada sobatnya, seraya berkata; "Wahai
kuda nil sobatku, yuk kita adu tarik tambang?"

"You lost your mind?. Ente udah miring ya? Mana bisa ente menang lawan ane. Geserin
kuping ane aja kagak sanggup deh ente kayaknya."

"Jangan sombong, kawan. Jangan menilai buku dari sampul doang."

(entah sejak kapan para hewan baca buku)

Singkat cerita kuda nil setuju.

Kata kura kura; "Kalo saya teriak Tariiiik...! Itu tandanya lomba dimulai."

Kura kura cepat berlari ke sebelah bukit menemui gajah yang sudah bosan menunggu.
Dia mengajukan ujung tambang satunya lagi kepada gajah seraya berkata sama seperti
kepada kuda nil.

Setengah jam kemudian, dengan susah payah dia memanjat ke puncak gundukan,
bersembunyi di lubang, dan berteriak keras keras;

"Tariiiiiiik..!!!

Anda mungkin juga menyukai