Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN AKHIR

KAJIAN SINERGITAS PENGUATAN MODAL EKONOMI, MODAL


SOSIAL, DAN MODAL MANUSIA DALAM TARAF RESILIENSI
MASYARAKAT
DI TENGAH PANDEMI COVID-19 DI PROVINSI KALIMANTAN UTARA

KERJASAMA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN


DAERAH
PENELITIAN PENGEMBANGAN
PROVINSI KALIMANTAN UTARA

DENGAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN


PENGABDIAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS BORENO TARAKAN

TAHUN 2022
1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada
kami untuk dapat menyelesaikan laporan Akhir ”Kajian Sinergitas Penguatan Modal
Ekonomi, Modal Sosial, Dan Modal Manusia Dalam Taraf Resiliensi Masyarakat
Di Tengah Pandemi Covid-19 Di Provinsi Kalimantan Utara”
Laporan Akhir kajian sinergitas penguatan modal ekonomi, modal sosial, modal manusia
dalam taraf sinergiats penguatan modal ekonomi, modal manusia dalam taraf resiliensi
masyarakat memiliki tujuan untuk Menyediakan buku kabupaten sehat yang dapat menjadi
pedoman bagi instansi dan masyarakat dalam upaya peningkatan derajat Kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Tana Tidung, Memiliki konsep pengembangan
Kabupaten sehat di Kabupaten Tana Tidung, Analisis persiapan pelaksanaan penilaian kabupaten
sehat untuk Kabupaten Tana Tidung Tahun 2023. Sistematika laporan ini meliputi Bab I
Pendahuluan, Bab II Gambaran Umum dan Tinjauan Pustaka, Bab III Metode Penelitan metode
penelitian , Bab IV Pembahasan, Bab V Kesimpulan.

Penelitian Kajian ini terselenggara atas kerjasama antara Badan Perencanaan


Pembangunan Daerah Kabupaten Tana Tidung dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Borneo Tarakan. Dukungan seluruh pihak yang terkait atas
keberhasilan kajian ini tentunya layak untuk di apresiasi.

Akhir kata, kami berharap hasil kajian ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan
bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Kabupaten Tana Tidung,


Juli 2022

Penyusun
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................ ii
DAFTAR TABEL............................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 6
1. Latar Belakang.................................................................................. 6
2. Dasar Hukum.................................................................................... 9
3. Maksud dan Tujuan Kajian .............................................................. 10
BAB II PROFIL PROVINSI KALIMANTAN UTARA................. 12
1. Profil Pemerintah Kabupaten Kalimantan Utara ...................... 12
A. Sejarah Singkat Provinsi Kalimantan Utara..................................... 12
B. Visi dan Misi ................................................................................... 13
C. Kependudukan.................................................................................. 15
D. Kesehatan......................................................................................... 17
E. Ekonomi........................................................................................... 18
F. Sosial................................................................................................ 21
G. Sumber Daya Manusia .................................................................... 22
BAB III MODAL EKONOMI, MODAL SOSIAL,
MODAL MANUSIA .......................................................................... 26
1. Modal Ekonomi................................................................................ 26
2. Modal Sosial..................................................................................... 29
3. Modal Manusia................................................................................. 34
4. Metode Penelitian............................................................................. 27
BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN......................... 39
A. Mengidentifikasi Penguatan Modal Ekonomi .............................. 39
B. Mengidentifikasi Penguatan Modal Sosial.................................... 49
C. Mengidentifikasi Penguatan Modal Manusi.................................. 60
BAB V KESIMPULAN .....................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan jenis Kelamin Menurut


Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Utara, 2022............15
Tabel 2.2 Kepadatan Penduduk Provinsi Kalimantan Utara, 2020.........16
Tabel 2.3 Kasus Konfirmasi (Positif) COVID-19 Provinsi
Kalimantan Utara.....................................................................17
Tabel 2.4 Kasus Meninggal Konfirmasi (Positif) COVID-19
Provinsi Kalimantan Utara......................................................17
Tabel 2.5 PDRB Kalimantan Utara Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Lapangan Usaha, 2016–2020 (Miliar Rupiah).........18
Tabel 2.6 Pertumbuhan PDRB Kalimantan Utara ADHK 2010
Menurut Pengeluaran, 2016–2020 (Persen)............................19
Tabel 2.7 Produk Domestik Regional Bruto dan PDRB PerKapita
Kalimantan Utara 2016–2020..................................................20
Tabel 2.8 Inflasi Bulanan (Persen) menurut Wilayah Inflasi, 2020........21
Tabel 2.9 Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja di Provinsi
Kalimantan Utara 2021............................................................24
Tabel 2.10 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi,
Kalimantan Utara menurut Komponen, 2017-2021................25
Tabel 4.1 Data UMKM berdasarkan Kabupaten/Kota 2017-2021..........44
Tabel 4.2 Daftar Penerima Bantuan Usaha Mikro/Kecil
Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2020..................................46
Tabel 4.3 Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar
dalam 3 Bulan Terakhir di Provinsi Kalimantan Utara, 2021.49
Tabel 4.4 Penilaian Responden Terhadap Beberapa Aspek Kegiatan
Bulan Juli 2021………………………………………………52
Tabel 4.5 Data Pelatihan Kewirausahaan UKM Di
Kalimantan Utara 2020............................................................63
Grafik 4.1 Tingkat Kepatuhan Responden Dalam Melaksanakan
Protokol Kesehatan..................................................................54
Grafik 4.2 Persentase responden yang mengikuti respon pemerintah
dan mengikuti perkembangan kasus Covid-19.........................58

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rasio Jenis Kelamin Provinsi Kalimantan Utara 2020........16


Gambar 2.2 Persentase Penduduk Miskin (Persen) Kabupaten/
Kota di Provinsi Kalimantan Utara, Maret 2019-2021........22
Gambar 4.1 Media Penyampaian Informasi Covid-19............................58
Gambar 4.2 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Kabupaten Bulungan............................................................59
Gambar 4.3 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Kabupaten Malinau..............................................................60
Gambar 4.4 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Kabupaten Nunukan............................................................61
Gambar 4.5 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Kabupaten Tana Tidung......................................................61
Gambar 4.6 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Kabupaten Tarakan..............................................................62

xz

5
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Covid-19 yang dinyatakan sebagai pandemi oleh World Health
Organization (WHO) pada 11 Maret 2020 telah menyebabkan tekanan yang
sangat besar terhadap perekonomian baik global maupun nasional, dengan
penularan kepada lebih dari 40 juta orang di lebih dari 200 negara serta
kematian pada lebih dari 1 juta orang. International Monetary Fund (IMF) dan
World Bank (WB) dalam publikasinya pada Oktober 2020 menyampaikan
prakiraan terbaru bahwa perekonomian global akan mengalami resesi yang
dalam dan memprakirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 akan
terkontraksi sekitar 5 persen. Sementara itu, kebijakan ekonomi yang massif
termasuk pemberian stimulus ekonomi yang sangat besar oleh otoritas fiskal
dan moneter ternyata belum cukup mampu menahan kejatuhan ekonomi di
berbagai negara. Pada akhirnya, Covid-19 yang telah menyebar cepat secara
global merupakan contoh jelas bagaimana perubahan suatu sistem terjadi dan
bagaimana eksistensi faktor institusi dan budaya di suatu masyarakat akan
mempengaruhi tindakan dalam menghadapi pandemi.
Dalam merespons dampak pandemi Covid-19, yang merupakan
extraordinary circumtances, otoritas di berbagai negara telah menempuh
berbagai kebijakan yang bersifat luar biasa (extraordinary measures). Respons
kebijakan Indonesia dalam mengatasi pandemi ini serupa dengan kebijakan
banyak negara lain di dunia. Kebijakan ekspansi fiskal dan moneter dilakukan
secara terukur guna menyelamatkan negeri dari krisis kesehatan maupun dari
krisis ekonomi. Bank Indonesia melalui bauran kebijakannya; tidak hanya
melalui kebijakan moneter tetapi juga melalui kebijakan makroprudensial dan
kebijakan sistem pembayaran, bersinergi erat dengan Pemerintah serta
otoritas kebijakan lainnya, berperan aktif dalam upaya penyelamatan ini.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diprakirakan akan terkontraksi sekitar
6
1,5 hingga 2 persen, suatu keadaan kontraksi namun masih berada di bawah
angka proyeksi kontraksi untuk perekonomian global. Pemerintah, Bank
Indonesia, serta otoritas kebijakan terkait sangat proaktif dalam upaya
mengawal pemulihan ekonomi nasional, baik melalui pelaksanaan bauran
kebijakan ekonomi maupun program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Peran tersebut dituangkan dalam berbagai instrumen bauran kebijakan yang
diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, di samping untuk
menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, dengan berkoordinasi
erat bersama Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Dalam mengawal pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi, serta
sekaligus mengarungi era kenormalan baru (new normal). Kebijakan ekonomi
di tingkat nasional sangat diperlukan dengan fokus strategi, yaitu (Warjiyo,
2020): (i) pembukaan sektor-sektor produktif dan aman, (ii) percepatan
realisasi APBN dan APBD, (iii) pelaksanaan program restrukturisasi kredit dan
dunia usaha, (iv) penguatan stimulus moneter dan makroprudensial, serta (v)
percepatan digitalisasi ekonomi keuangan, khususnya UMKM. Strategi
kebijakan nasional juga difokuskan pada penciptaan sumber-sumber baru
pertumbuhan ekonomi berbasis pada endowment nasional dan melibatkan
peran masyarakat luas, seperti pemberdayaan ekonomi UMKM dan ekonomi
syariah serta ekonomi kreatif dan inovatif, terutama dalam bentuk inovasi.
Beberapa perspektif kebijakan mengenai model pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang menekankan pada upaya untuk faktor produksi seperti
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan memperbanyak
peran infrastruktur, serta memperluas penguasaan teknologi digital dan
inovasi.
Hasil observasi cepat menunjukkan, perubahan-perubahan yang terjadi
akibat COVID-19 terlihat di berbagai aspek kehidupan; perilaku individu,
respons komunitas, penyelenggaraan bisnis dan ekonomi, tata kelola negara,
dan relasi global. Perubahan yang berlangsung dan yang mengarah ke new
normal ini merupakan implikasi dari pengaturan selama masa tanggap darurat

7
COVID-19 seperti diberlakukannya lockdown dan isolasi level komunitas,
social distancing, mekanisme work from home, distance learning, efisiensi, dan
refocusing sumber daya, serta penyesuaian lainnya yang kemudian menjadi
kebiasaan baru. Di tingkat global, salah satu perubahan mendasar ditandai
dengan menguatnya berbagai bentuk restriksi yang dilakukan oleh banyak
negara, baik yang menyangkut pergerakan manusia maupun barang. Di satu
sisi, restriksi ini sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus, namun di
sisi lain memaksa redefinisi hubungan antarbangsa di abad ke-21 yang
ditandai dengan interkonektivitas dan saling ketergantungan yang sangat
tinggi (Mas’udi dan Winanti, 2020).
Model pertumbuhan didukung oleh penguatan kelembagaan serta
peningkatan ketahanan pangan dan energi sebagai elemen pendukung
kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Adapun respons untuk memperkuat
model pertumbuhan ekonomi juga didukung penajaman strategi kebijakan di
lima area strategis, yaitu pengelolaan kebijakan makroekonomi yang disiplin
dan sehat, pengembangan sektor unggulan, kebijakan memperkuat UMKM,
kebijakan meningkatkan potensi ekonomi dan keuangan syariah, serta
kebijakan lainnya untuk memperkuat sumber pembiayaan.
Dari berbagai pengamatan empiris (Baldwin, 2020), umumnya terdapat
dilema antara langkah penanganan kesehatan dengan penanganan tekanan
ekonomi. Dalam kaitan ini, jika penanganan kesehatan, misalnya dalam
bentuk pembatasan fisik, dilakukan secara longgar, maka hal ini akan
membantu mengurangi tekanan ekonomi. Namun demikian, pengorbanan di
sisi kesehatan sangat fatal karena akan banyak korban jiwa. Sebaliknya, jika
penanganan kesehatan dilakukan secara ketat dan menyebabkan sedikitnya
korban jiwa, tekanan ekonomi yang terjadi lebih dalam. Untuk membantu
mengatasi tekanan ekonomi maka diperlukan intervensi berupa stimulus
kebijakan ekonomi yang signifikan.
Modal sosial berasal dari interaksi dari berbagai faktor, yang masing-
masing memerlukan hubungan sosial yang membentuk bagaimana agen

8
bereaksi dan reaksi ini dibentuk oleh adanya modal sosial. Modal sosial adalah
jaringan, norma dan kepercayaan yang memfasilitasi kerjasama dan
koordinasi (Putnam, 1998; Coleman, 2000). Oleh karena itu, Modal sosial
dipercaya sebagai ujung tombak dalam mengatasi penyakit yang ada di
masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2014 dalam statistik modal
sosial menjelaskan bagaimana modal sosial diukur. Instrumen pengukuran
merujuk pada instrumen Bank Dunia (Grootaert, Narayan, Jones, & Woolcock,
2004) masih relevan untuk menggerakkan energi sosial mengatasi bencana
corona. Berikut implementasi modal sosial dalam konteks mengatasi bencana
corona, i. sikap percaya dan solidaritas, ii. Penguatan kelompok dan jejaring,
iii. Gotong royong dan kerjasama, iv. Informasi dan komunikasi, dan v.
keeratan sosial dan kebersamaan. Sesuai instruksi presiden dalam
penanganan dan penanggulangan wabah Covid-19 di Kalimanatan Utara,
maka dibentuk Tim Gugus Tugas Percepatan Pencegahan dan Penanganan
COVID-19 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kaltara Nomor
188.44/K.-/2020 tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 Provinsi Kaltara.

2. Dasar Hukum
Dasar hukum dalam pelaksanaan kajian Sinergitas Penguatan Modal
Ekonomi, Modal Sosial dan Modal Manusia dalam Taraf Resiliensi Masyarakat
di Tengah Pandemi COVID-19 di Provinsi Kalimantan Utara adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012 tanggal 16 November 2012
tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintah Daerah.
3. Pencegahan Penyebaran COVID-19 di lingkungan PEMDA-SE No.
440/2436/SJ tanggal 17 Maret 2020

9
4. Penghentian sementara kegiatan perkantoran lingkup Kementerian
Koperasi UKM – SE No. Tahun 2020 tanggal 21 Maret 2020
5. Permintaan Data Kebutuhan Penanganan COVID-19 Surat
No.40/2627/SJ tanggal 30 Maret 2020
6. Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Kepres No. 11 Taun
2020 tanggal 31 Maret 2020
7. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) PP No. 21 Tahun 2020 tanggal
31 Maret 2020
8. Perppu No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19

3. Maksud, Tujuan dan Sasaran Kajian


Maksud, tujuan dan sasaran dalam pelaksanaan kajian Sinergitas
Penguatan Modal Ekonomi, Modal Sosial dan Modal Manusia dalam Taraf
Resiliensi Masyarakat di Tengah Pandemi COVID-19 di Provinsi Kalimantan
Utara adalah sebagai berikut:
1. Maksud Kajian
Maksud pelaksanaan kajian Sinergitas Penguatan Modal Ekonomi,
Modal Sosial dan Modal Manusia dalam Taraf Resiliensi Masyarakat di
Tengah Pandemi COVID-19 di Provinsi Kalimantan Utara adalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana strategi kebijakan untuk menumbuhkan ekonomi yang
melibatkan peran masyarakat luas, seperti pemberdayaan ekonomi
UMKM dan ekonomi syariah serta ekonomi kreatif dan inovatif di tengah
pandemi COVID-19 di provinsi Kalimantan Utara?
b. Bagaimana hubungan sosial yang membentuk agen bereaksi di tengah
pandemi COVID-19 di provinsi Kalimantan Utara?
c. Bagaimana kebijakan model pertumbuhan ekonomi yang menekankan
pada upaya untuk faktor produksi seperti meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) dan memperbanyak peran infrastruktur,

10
serta memperluas penguasaan teknologi digital dan inovasi di tengah
pandemi COVID-19 di provinsi Kalimantan Utara?

2. Tujuan Kajian
Tujuan kajian Sinergitas Penguatan Modal Ekonomi, Modal Sosial dan
Modal Manusia dalam Taraf Resiliensi Masyarakat di Tengah Pandemi
COVID-19 di Provinsi Kalimantan Utara ini adalah :
a. Untuk mengidentifikasi penguatan modal ekonomi dalam taraf
resiliensi masyarakat di tengah pandemi COVID-19 di provinsi
Kalimantan Utara.
b. Untuk mengidentifikasi penguatan modal sosial dalam taraf resiliensi
masyarakat di tengah pandemi COVID-19 di provinsi Kalimantan
Utara.
c. Untuk mengidentifikasi penguatan modal manusia dalam taraf
resiliensi masyarakat di tengah pandemi COVID-19 di provinsi
Kalimantan Utara
3. Sasaran Kajian
Sasaran yang dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan kajian
Sinergitas Penguatan Modal Ekonomi, Modal Sosial dan Modal Manusia
dalam Taraf Resiliensi Masyarakat di Tengah Pandemi COVID-19 di
Provinsi Kalimantan Utara adalah sebagai berikut.
a. Rekomendasi kebijakan untuk menumbuhkan ekonomi yang
melibatkan peran masyarakat luas, seperti pemberdayaan ekonomi
UMKM dan ekonomi syariah serta ekonomi kreatif dan inovatif di
tengah pandemi COVID-19 di provinsi Kalimantan Utara.
b. Sebagai sumber informasi bagi pemerintah provinsi Kalimantan
Utara dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan
Sinergitas Penguatan Modal Ekonomi, Modal Sosial dan Modal
Manusia dalam Taraf Resiliensi Masyarakat di Tengah Pandemi
COVID-19.

11
BAB II
PROFIL PROVINSI KALIMANTAN UTARA

I. Profil Provinsi Kalimantan Utara


A. Sejarah Singkat Provinsi Kalimantan Utara
Provinsi Kalimantan Utara terbentuk sebagai Daerah Otonom Baru
(DOB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012 tanggal 16
November 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara, yang
sebelumnya disahkan menjadi provinsi baru dalam rapat paripurna DPR
pada tanggal 25 Oktober 2012.
Sebagai Provinsi baru yang ke 34 di Indonesia, Provinsi Kalimanta Utara
diresmikan pada tanggal 22 April 2013 seiring dengan dilantiknya Penjabat
Gubernur Kalimantan Utara yaitu Dr. H. Irianto Lambrie oleh Menteri
Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di Jakarta.
Pelantikan Penjabat Gubernur Kalimantan Utara tersebut ditetapkan
berdasarkan Keputusan Presiden RI No.48/P Tahun 2013 tanggal 20 April
2013.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Utara dibentuk
melalui hasil Pemilihan Umum Tahun 2014 yang penetapan
keanggotaannya dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi
Kalimantan Timur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Provinsi
Kalimantan Utara berasal dari sebagian wilayah Provinsi Kalimantan
Timur, yang cakupan wilayahnya terdiri dari
1. Kabupaten Bulungan
2. Kota Tarakan

12
3. Kabupaten Malinau
4. Kabupaten Nunukan
5. Kabupaten Tana Tidung
Provinsi Kalimantan Utara terletak pada posisi antara 114035’22”–
118003’00” Bujur Timur dan antara 1021’36” – 4024’55”. Provinsi
Kalimantan Utara yang memiliki luas ± 75.467,70 km2 dengan luas lautan
seluas 11.579 Km2 (13% dari luas wilayah total). Secara administratif
Provinsi Kalimantan Utara berbatasan dengan negara Malaysia tepatnya
dengan negara bagian Sabah dan Serawak, Malaysia. Batas daerah daratan
terdapat sekitar 1.038 km garis perbatasan antara Provinsi Kalimantan
Utara dengan Negara Malaysia.
Sebelah Utara : Negara Sabah (Malaysia)
Sebelah Timur : Laut Sulawesi
Sebelah Selatan : Provinsi Kalimantan Timur
Sebelah Barat : Negara Sarawak (Malaysia)

B. Visi dan Misi


Visi Provinsi Kalimantan Utara
“Terwujudnya Provinsi Kalimantan Utara yang Berubah, Maju dan
Sejahtera”
Dalam rangka mewujudkan visi yang telah ditetapkan maka dirumuskan
misi yang akan dilaksanakan lima tahun ke depan yaitu:
1. Mewujudkan Kalimantan Utara, yang aman, nyaman dan damai melalui
penyelenggaraan pemerintahan yang baik;
2. Mewujudkan sistem Pemerintahan provinsi yang di topang oleh Tata
Kelola Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pilar utama secara
profesional, efisian, efektif, dan fokus pada sistem penganggaran yang
berbasiskan kinerja;
3. Mewujudkan pembangunan Sumber Daya Manusia yang sehat, cerdas,
kreatif, inovatif, berakhlak mulia, produktifitas dan berdaya saing

13
dengan berbasiskan Pendidikan wajib belajar 16 Tahun dan
berwawasan;
4. Mewujudkan pemanfaatan dan pengelolaan Sumber Daya Alam dengan
nilai tambah tinggi dan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan,
secara efisien, terencana, menyeluruh, terarah, terpadu, dan bertahap
dengan berbasiskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
5. Mewujudkan peningkatan pembangunan infrastruktur pedesaan,
pedalaman, perkotaan, pesisir dan perbatasan untuk meningkatkan
mobilisasi dan produktifitas daerah dalam rangka pemerataan
pembangunan;
6. Mewujudkan peningkatan ekonomi yang berdaya saing, dan mengurangi
kesenjangan antar wilayah serta meningkatkan ketahanan pangan
dengan berorientasi pada kepentingan rakyat melalui sektor
perdagangan, jasa, industri, pariwisata, dan pertanian dalam arti luas
dengan pengembangan infrastruktur yang berkualitas dan merata serta
meningkatkan konektivitas antar kabupaten/kota;
7. Mewujudkan kualitas kerukunan kehidupan beragama dan etnis dengan
berbagai latar belakang budaya dalam kerangka semangat Kebhinekaan
di Provinsi Kalimantan Utara;
8. Mewujudkan ketahanan Energi dan pengembangan PLTA serta energi
terbarukan dengan pemanfaatan potensi daerah;
9. Mewujudkan peningkatan kualitas kesetaraan gender dan Melinial
dalam pembangunan;
10. Mewujudkan perlindungan dan pemberdayaan Koperasi dan UMKM;
11. Meningkatkan kinerja Pembangunan dan Investasi Daerah dengan
melibatkan Pengusaha dan investor Lokal serta Nasional.
12. Memberi bantuan pengembangan sektor produktif dan potensi strategis
di setiap desa dan kelurahan melalui Pengembangan Produk lokal
masing-masing Kabupaten/Kota;

14
13. Mewujudkan pembangunan yang berbasiskan RT/Komunitas dalam
upaya gerakan membangun desa menata kota, serta memberi Bantuan
Keuangan kepada Kabupaten/Kota sebagai pilar provinsi sesuai
kemampaun APBD setiap Tahun.
14. Mewujudkan Tanjung Selor menjadi DOB sebagai Ibu Kota Provinsi
Kalimantan Utara serta beberapa DOB yang telah diusulkan yaitu; Kota
Sebatik, Kabupaten Kabudaya, Kabupaten Krayan, Kabupaten Apo
Kayan.

C. Kependudukan
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah teritorial
selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6
bulan tetapi bertujuan menetap. Penduduk Provinsi Kalimantan Utara
tahun 2020 berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 sebanyak 701,8
ribu penduduk yang terdiri 370,7 ribu penduduk laki-laki dan 331,2
penduduk perempuan. Sebesar 34,59 persen penduduk di Provinsi
Kalimantan Utara berada di Kota Tarakan dan hanya 3,65 persen
penduduk di Provinsi Kalimantan Utara berada di Kabupaten Tana Tidung.
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Kalimantan Utara 2022
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah
Laki-laki Perempuan
Kabupaten Bulungan 80.859 72.699 153.558
Kabupaten Malinau 43.151 38.774 81.925
Kabupaten Nunukan 101.867 92.252 194.119
Kabupaten Tana 13.943 12.565 26.508
Tidung
Kota Tarakan 125.183 116.705 241.893
Total 365.008 332.995 698.003
Sumber: Data Disdukcapil 2022

Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per kilometer


persegi. Kepadatan penduduk di Provinsi Kalimantan adalah 9 penduduk

15
per kilometer persegi. Kota Tarakan memiliki angka kepadatan penduduk
tertinggi yaitu 968 penduduk per kilometer persegi.

Tabel 2.2 Kepadatan Penduduk Provinsi


Kalimantan Utara, 2020
Kabupaten/Kota dan Kepadatan Penduduk
Provinsi (Penduduk/km2)
Malinau 2
Bulungan 11
Tana Tidung 5
Nunukan 14
Tarakan 968
Kalimantan Utara 9
Sumber: Badan Pusat Statistik Sensus Penduduk 2020

Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara banyaknya


penduduk laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan pada suatu
daerah dan waktu tertentu. Rasio jenis kelamin biasanya dinyatakan
dengan banyaknya penduduk laki-laki untuk 100 penduduk perempuan.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, rasio jenis kelamin di Provinsi
Kalimantan Utara sebesar 111,9 sehingga jumlah penduduk laki-laki lebih
banyak dibanding jumlah penduduk perempuan.
Gambar 2.1
Rasio Jenis Kelamin Provinsi Kalimantan Utara 2020

16
Sumber: Badan Pusat Statistik Sensus Penduduk 2020

D. Kesehatan
Laporan kasus terkonfirmasi (positif) COVID-19 di Provinsi Kalimantan
Utara sampai dengan bulan Nopember 2022 masih ada penambahan kasus
secara keseluruhan sejumlah 16 orang. Dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut

Tabel 2.3 Kasus Konfirmasi (Positif) COVID-19


Provinsi Kalimantan Utara
Baru Lama
Kab/Kota Jumlah
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Tarakan 9.110 8.220 4 2 17.336
Malinau 2.020 2.284 0 1 4.305
Nunukan 4.048 3.154 0 0 7.212
Tana Tidung 1.214 1.140 0 0 23.544
Bulungan 7.442 7.030 4 5 14.481
Kaltara 23.844 21.828 8 8 45.688
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara 2022

Sedangkan laporan kasus meninggal terkonfirmasi positif COVID-19 di


Provinsi Kalimantan Utara sampai dengan bulan Nopember 2022 ada
kejadian 2 orang, pasien di Tarakan dan Bulungan masing-masing 1 orang.
Untuk daftar laporan kasus meninggal terkonfirmasi positif COVID-19 dari

17
tahun 2020-2022 secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut
Tabel 2.4 Kasus Meninggal Konfirmasi (Positif) COVID-19
Provinsi Kalimantan Utara
Baru Lama
Kab/Kota Jumlah
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Tarakan 184 191 1 0 376
Malinau 56 40 0 0 96
Nunukan 70 74 0 0 144
Tana Tidung 18 12 0 0 30
Bulungan 121 103 1 0 225
Kaltara 449 420 2 0 871
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara 2022

E. Ekonomi
Berdasarkan harga konstan 2010, angka PDRB Kalimantan Utara
mengalami penurunan dari 61,42 triliun rupiah pada tahun 2019 menjadi
60,74 triliun rupiah pada tahun 2020. Hal ini menunjukkan selama tahun
2020 Provinsi Kalimantan Utara mengalami pertumbuhan negatif
(kontraksi) sebesar 1,11 persen. Penurunan PDRB ini murni disebabkan
oleh menurunnya produksi barang dan jasa pada kategori tertentu, tidak
dipengaruhi inflasi. Dan penurunan ini disebabkan oleh adanya pandemi
Covid-19.

Tabel 2.5 PDRB Kalimantan Utara Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Lapangan Usaha, 2016–2020 (Miliar Rupiah)
Lapangan Usaha 2016 2017 2018 2019* 2020**

A. Pertanian,
Kehutanan, 9 021,7 9 422,8 9 941,2 10 475,6 10 922,8
dan Perikanan
B. Pertambangan
dan Penggalian 14 415,6 15 443,9 15 987,5 16 809,3 15 664,2
C. Industri 5 029,6 5 308,1 5 371,0 5 629,9 5 413,4
Pengolahan
D. Pengadaan
Listrik dan Gas 31,2 33,9 37,7 39,8 44,3
E. Pengadaan Air,
Pengelolaan
18
Lapangan Usaha 2016 2017 2018 2019* 2020**

Sampah, Limbah 34,5 37,0 39,5 40,6 42,9


dan Daur Ulang
F. Konstruksi 6 190,8 6 570,6 7 039,5 7 885,3 7 905,2
G. Perdagangan Besar
dan Eceran; Reparasi 5 290,7 5 736,8 6 213,5 6 768,3 6 796,6
Mobil dan Sepeda
Motor
H. Transportasi
dan 3 091,1 3 425,9 3 705,1 3 963,8 3 824,8
Pergudangan
I. Penyediaan
Akomodasi dan 660,7 746,5 831,4 897,2 857,3
Makan Minum
J. Informasi dan
Komunikasi 1 412,7 1 548,0 1 679,9 1 817,7 1 937,7
K. Jasa Keuangan dan
Asuransi 584,8 608,3 657,5 692,8 696,3
L. Real Estate 488,9 512,2 541,4 570,9 575,2
M,N. Jasa Perusahaan 134,5 139,2 143,7 147,0 145,9
O. Administrasi
Pemerintahan, 2 603,8 2 780,6 2 934,4 3 130,4 3 163,8
Pertahanan
dan Jaminan Sosial
Wajib
P. Jasa Pendidikan 1 214,7 1 306,1 1 371,3 1 504,0 1 597,2
Q. Jasa
Kesehatan dan 564,2 599,7 627,8 684,7 753,5
Kegiatan Sosial
R,S,T,U. Jasa lainnya 295,5 317,8 336,8 365,4 401,8
PDRB 51 064,7 54 537,3 57 459,3 61 422,6 60 743,2
PDRB Tanpa Migas 48 842,1 52 324,4 55 328,1 59 389,0 58 849,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara
**) Angka Sangat Sementara

Tabel 2.6 Pertumbuhan PDRB Kalimantan Utara ADHK 2010


Menurut Pengeluaran, 2016–2020 (Persen)
Komponen 2016 2017 2018 2019 2020**
*
1. Konsumsi 2,75 2,91 3,56 5,31 -0,60
Rumah Tangga
2. Konsumsi -0,04 10,18 0,94 10,73 0,56
LNPRT
3. Konsumsi -6,49 -9,51 4,66 3,48 -1,87
Pemerintah
4. PMTB 7,03 3,99 5,13 6,89 -3,04

19
Komponen 2016 2017 2018 2019 2020**
*
5. Perubahan - - - - -
Inventori
6. Net Ekspor - - - - -
PDRB 3,55 6,80 5,36 6,90 -1,11
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara
**) Angka Sangat Sementara

Tabel 2.7 Produk Domestik Regional Bruto dan


PDRB Per Kapita Kalimantan Utara 2016–2020
Uraian 2016 2017 2018 2019* 2020**

Nilai PDRB (Miliar Rp)

- ADHB 66 041,81 76 927,57 85 548,94 96 541,55 100 544,34

- ADHK 2010 51 064,74 54 537,31 57 459,31 61 422,64 60 743,20

PDRB per kapita (Ribu


Rp)
- ADHB 99 112,33 111 318,54 119 413,88 130 066,96 130 831,08

- ADHK 2010 76 635,46 78 918,57 80 204,84 82 752,52 79 040,73

Pertumbuhan PDRB
per kapita ADHK 3,55 6,80 5,36 6,90 -1,11
2010 (Persen)

Pertumbuhan PDRB
per kapita ADHK -1,01 -0,77 -0,10 1,65 -4,00
2010 (Persen)

Sumber: Badan Pusat Statistik


*) Angka sementara
**) Angka Sangat Sementara

Inflasi adalah persentase tingkat kenaikan harga sejumlah barang


dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga atau dapat juga
dikatakan rata-rata tertimbang dari perubahan harga barang dan jasa,
pada suatu selang waktu tertentu, disebut inflasi apabila naik, dan
deflasi apabila turun. Misalkan, indeks 110 berarti telah terjadi inflasi
10 persen dalam harga sejak periode tahun dasar. Demikian pula halnya
dengan angka indeks 90 berarti terjadi deflasi sebesar 10 persen
dibandingkan dengan rata-rata harga pada tahun dasar. Di tahun 2020,
Provinsi Kalimantan Utara mengalami inflasi sebesar 1,32 persen. Angka
ini masih dibawah inflasi Indonesia yang sebesar 1,68 persen. Dirinci
20
berdasarkan wilayah, Kota Tanjung Selor mengalami inflasi sebesar 1,96
persen dan Kota Tarakan mengalami inflasi sebesar 1,15 persen.
Tabel 2.8 Inflasi Bulanan (Persen) menurut Wilayah Inflasi, 2020
Wilayah Inflasi
Bulan Kalimantan
Tanjung Indonesia
Tarakan Selor Utara (Nasional)
(Provinsi)
(1) (2) (3) (4) (5)
Januari
-0,07 0,35 0,01 0,39
Februari
-0,25 1,04 0,00 0,28
Maret -0,46 -0,45 -0,46 0,10
April 0,20 -0,17 0,13 0,08
Mei -0,27 0,56 -0,10 0,07
Juni 0,99 0,45 0,88 0,18
Juli 0,24 -0,28 0,13 -0,10
Agustus
0,35 -0,53 0,17 -0,05
September 0,63 0,19 0,54 -0,05
Oktober -0,28 0,07 -0,21 0,07
November -0,05 0,68 0,09 0,28
Desember 0,13 0,05 0,12 0,45
Tahunan
1,15 1,96 1,32 1,68
Sumber: BPS Survei Harga Konsumsi

F. Sosial
Garis Kemiskinan (GK) adalah penjumlahan Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). GKM
merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang
disetarakan dengan 2100 kkal per kapita perhari. Sedangkan GKNM
adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan,
Kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Selama September 2020 – Maret
2021, Garis Kemiskinan di Kalimantan Utara naik sebesar 2,31 persen,
yakni sebesar Rp 694.964,- per kapita per bulan pada September 2020
menjadi sebesar Rp 710.994,- per kapita per bulan pada Maret 2021.
Penduduk yang dikategorikan sebagai penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
21
bawah garis kemiskinan. Persentase penduduk miskin di Kalimantan
Utara pada Maret 2021 sebesar 7,36 persen (52,86 ribu jiwa). Jika
dibandingkan dengan persentase penduduk miskin pada September 2020
sebesar 7,41 persen (52,70 ribu jiwa), persentase penduduk miskin
mengalami penurunan sebesar 0,05 persen poin, namun secara absolut
jumlah penduduk miskin bertambah 160 jiwa.

Gambar 2.2 Persentase Penduduk Miskin (Persen) Kabupaten/


Kota di Provinsi Kalimantan Utara, Maret 2019-2021

10,03
9,06
8,78
7,30
6,79 6,71
6,966,63 6,36 6,24
6,11 6,00
5,15
4,724,81

Malinau Bulungan Tana Tidung Nunukan Kota Tarakan

2019 2020 2021

Sumber: Badan Pusat Statistik

G. Sumber Daya Manusia


Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke
atas. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang
bekerja, punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan
pengangguran. Penduduk usia kerja di Provinsi Kalimantan Utara pada
Februari 2021 berjumlah 528.804 orang, yang terdiri dari 349.904 orang
angkatan kerja dan 178.900 orang bukan angkatan kerja. Sementara itu,

22
penduduk usia kerja pada Agustus 2021 berjumlah 535.007 orang, yang
terdiri dari 354.376 orang angkatan kerja dan 180.631 orang bukan
angkatan kerja.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah persentase
banyaknya angkatan kerja terhadap banyaknya penduduk usia kerja.
TPAK mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang
aktif secara ekonomi di suatu wilayah. TPAK di Provinsi Kalimantan Utara
pada Februari 2021 mencapai angka 66,17 persen, sementara pada
Agustus 2021 mencapai angka 66,24 persen.
Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan
atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus
menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa
upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi). Untuk
melihat struktur penduduk bekerja maka perlu diperhatika
karakteristiknya, yaitu lapangan pekerjaan utama, status pekerjaan
utama, pendidikan tertinggi yang ditamatkan, dan jumlah jam kerja
selama seminggu yang lalu.
Komposisi penduduk bekerja berdasarkan lapangan pekerjaan utama
dapat menggambarkan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor.
Tiga lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga kerja paling banyak di
Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2021 yaitu Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan (Februari 2021 : 31,59%, Agustus : 30,46%); Perdagangan
Besar dan Eceran (Februari 2021 : 16,27%, Agustus 2021 : 16,41%); dan
Administrasi Pemerintahan (Februari 2021 : 8,47%, Agustus 2021 :
10,09%).
Komposisi penduduk bekerja berdasarkan status pekerjaan utama
dapat dikategorikan menjadi kegiatan formal dan informal. Penduduk yang
bekerja di kegiatan formal mencakup mereka yang berusaha dengan
dibantu buruh tetap/dibayar dan buruh/ karyawan/pegawai, sedangkan

23
sisanya dikategorikan sebagai kegiatan informal (berusaha sendiri,
berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, pekerja bebas,
dan pekerja keluarga/tak dibayar). Pada 2021, penduduk yang bekerja di
kegiatan formal lebih besar daripada kegiatan informal, dimana sebagian
besarnya merupakan pekerja dengan status pekerjaan utama
buruh/karyawan/ pegawai (46,10%).
Tingkat pendidikan dapat mengindikasikan kualitas dan produktivitas
tenaga kerja. Pada 2021, penduduk bekerja didominasi oleh mereka yang
berpendidikan SD ke Bawah yaitu sebesar 31,29 persen pada Februari
2021 dan 31,63 pada Agustus 2021. Jumlah jam kerja seluruhnya adalah
jumlah jam kerja yang digunakan untuk bekerja (tidak termasuk jam kerja
istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal di luar
pekerjaan). Pada 2021, di Provinsi Kalimantan Utara sebagian besar
penduduk bekerja merupakan pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam
per minggu) yaitu sebesar 68,86 persen pada Februari dan 66,38 persen
pada Agustus 2021.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator yang
digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar
kerja dan menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga
kerja. TPT di Provinsi Kalimantan Utara pada Februari 2021 mencapai
angka 4,67 persen, sementara pada Agustus 2021 mengalami penurunan
sebesar -0,09 persen sehingga mencapai angka 4,58 persen.

Tabel 2.9 Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja


di Provinsi Kalimantan Utara 2021
Status Keadaan Perubahan
Februari Agustus 2021
Ketenagakerjaan Feb 2021-Ags 2021
2021
Orang Orang persen
Penduduk
Usia Kerja 528.804 535.007 1,17

Angkatan Kerja 349.904 354.376 1,28

- Bekerja 333.561 338.152 1,38


- Pengangguran 16.343 16.224 -0,73

24
Status Keadaan Perubahan
Februari Agustus 2021
Ketenagakerjaan Feb 2021-Ags 2021
2021
Orang Orang persen
Bukan Angkatan
Kerja 178.900 180.631 0,97
Persen Persen Persen
Tingkat
Pengangguran 4,67 4,58 -0,09
Terbuka (TPT)
- Perkotaan 5,77 5,28 -0,49

- Perdesaan 3,11 3,44 0,03


Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja 66,17 66,24 0,07
(TPAK)
- Laki-laki 80,55 81,75 1,20
- Perempuan 49,65 48,44 -1,21
Sumber: BPS, Berita Resmi Statistik Keadaan Ketenagakerjaan Kaltara

Pembangunan manusia di Kalimantan Utara dari tahun 2013 hingga


2021 terus meningkat. Walaupun sempat menurun akibat dampak
pandemi COVID-19 pada 2020, angka IPM kembali meningkat hingga
71,19 pada 2021. Saat ini, status IPM Provinsi Kalimantan Utara masih
bertahan pada level “tinggi”. IPM disusun dari tiga dimensi dasar, yaitu
umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.
Indikator yang digunakan sebagai proksi dimensi umur panjang dan hidup
sehat adalah umur harapan hidup saat lahir (UHH). UHH Provinsi
Kalimantan Utara pada tahun 2021 mencapai 72,65 tahun, artinya
penduduk Provinsi Kalimantan Utara yang lahir pada tahun 2021 memiliki
peluang hidup hingga usia 72 tahun 7 bulan.
Dimensi pengetahuan pada IPM dibentuk oleh dua indikator, yaitu
harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Pada tahun
2021, harapan lama sekolah di Provinsi Kalimantan Utara telah mencapai
12,94 tahun yang berarti bahwa anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang
untuk menamatkan pendidikan mereka hingga lulus SMA/SMK/Sederajat.

Tabel 2.10 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi


Kalimantan Utara menurut Komponen, 2017-2021

25
Komponen Satuan 2017 2018 2019 2020 2021
Umur Harapan
Hidup Saat Lahir
(UHH) Tahun 72,47 72,50 72,54 72,59 72,65

Harapan Lama
Sekolah (HLS) Tahun 12,79 12,82 12,84 12,93 12,94
Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS) Tahun 8,62 8,87 8,94 9,00 9,11
Pengeluaran per
kapita Rp 000 8 643 8 943 9 343 8 756 9 075
disesuaikan
IPM 69,84 70,56 71,15 70,63 71,19
Pertumbuhan IPM
Persen 0,92 1,03 0,84 -0,73 0,79
Sumber: Badan Pusat Statistik

BAB III
MODAL EKONOMI, MODAL SOSIAL DAN MODAL MANUSIA

1. Modal Ekonomi
COVID-19, meskipun diprediksi masih jauh dari berakhir, juga telah
melahirkan goncangan dahsyat. Di sektor ekonomi, laporan berbagai
lembaga internasional menunjukkan kontraksi ekonomi yang bisa memicu
terjadinya resesi global (Inman, 2020). Banyak negara, bahkan sudah
mengumumkan antisipasi menuju resesi, misalnya Singapura dan Filipina
(Lim, 2020; Venzon, 2020). Di Indonesia, adopsi new normal mengemuka
pada pertengahan Juni 2020, diawali dengan pernyataan Presiden Jokowi
untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan COVID-19

26
(kompas.com, 15 Mei 2020). Sebagaimana halnya gagasan WHO, new
normal dalam kacamata pemerintah merupakan mekanisme transisi untuk
mendorong kembali bergulirnya aktivitas ekonomi dan sosial.
Dalam struktur ekonomi nasional, sektor informal (termasuk di
dalamnya UMKM dan pasar tradisional) menempati porsi penting dan
menjadi tumpuan ekonomi rakyat. Boyke R. Purnomo dalam bab resiliensi
sektor ekonomi rakyat menjelaskan tekanan yang dihadapi pelaku ekonomi
informal dan UMKM, sekaligus peluang yang terbuka untuk pengembangan
sektor ini. Aspek kunci untuk penguatan sektor ekonomi rakyat adalah
pengembangan inovasi (termasuk skills dan adaptasi teknologi digital) dan
kelembagaan ekonomi (termasuk modal dan akses pasar). Pandemi dan new
normal memberikan peluang bagi sektor ekonomi rakyat untuk masuk ke
dalam alur supply chain dan menempatkannya tidak lagi dalam posisi
pinggiran sistem ekonomi. Sektor lainnya yang mengalami guncangan
adalah transportasi, seiring dengan pembatasan mobilitas orang dan barang,
serta adanya kecenderungan perangkat transportasi yang dipandang lebih
aman dari kemungkinan penyebaran COVID-19. Prayoga Permana dkk.
secara menarik menjelaskan pandemi telah mendorong kebiasaan baru
masyarakat untuk menggunakan moda transportasi yang lebih ramah
lingkungan, seperti sepeda. Semakin populernya sepeda sebagai alternatif
transportasi jarak pendek menjadi sinyal tumbuhnya transportasi hijau,
sekaligus juga menghadirkan tantangan pengelolaan manajemen lalu lintas
dan transportasi secara keseluruhan yang lebih aman.
Kondisi darurat kesehatan dan ekonomi yang belum pernah terjadi
sebelumnya (unprecendented) memaksa pemerintah untuk melakukan
banyak perubahan pada kerangka kebijakan ekonomi makro. Perppu No.1
tahun 2020 yang kemudian dikuatkan menjadi UU No.2 tahun 2020 antara
lain dimaksudkan untuk mengubah plafon defisit anggaran pemerintah dari
ketentuan selama ini yang maksimal 3 persen diubah menjadi hingga 6,4
persen pada APBN perubahan di bulan Juni 2020. Relaksasi kebijakan

27
defisit anggaran ini diperkirakan akan tetap berada di kisaran rerata
sebesar 4,5 persen hingga tahun 2023 (Anonim, 2020). Situasi krisis yang
dihadapi memang menempatkan otoritas keuangan dalam situasi yang
dilematis. Dari sisi pendapatan, diperkirakan bahwa akan terjadi
penurunan hingga sebesar 10% karena perolehan dari pajak yang
berkurang serta anjloknya harga minyak. Sebaliknya, di sisi belanja,
kebutuhan untuk menolong ekonomi agar tidak terjerumus ke dalam resesi
mengharuskan pemerintah untuk membuat komitmen subsidi dan
pengeluaran yang relatif besar. Kementerian Keuangan telah
mengisyaratkan bahwa pemerintah akan membelanjakan sekitar 25% APBN
(atau sekitar Rp2.540,4 triliun) pada tahun 2020 guna mitigasi dampak
wabah COVID-19.
Perubahan struktur belanja dari APBD tampaknya juga sangat
tergantung kepada komitmen para Gubernur, Bupati atau Walikota serta
tingkat keseriusan wabah yang terjadi di masing-masing daerah. Akan
tetapi dapat dijelaskan melalui kasus di beberapa daerah bahwa sebagian
besar struktur APBD masih belum mengalami perubahan radikal atau
peningkatan belanja yang cukup signifikan. Bahkan meskipun sektor
pembangunan yang paling terpengaruh oleh wabah COVID-19 di sebuah
daerah dapat diidentifikasi dengan jelas, otoritas anggaran tidak segera
melakukan perubahan atas APBD yang sedang berjalan. Prediksi secara
internasional, misalnya, menunjukkan bahwa dengan banyaknya lockdown
dan larangan kegiatan yang mengakibatkan kerumunan dan penularan
virus, maka sektor pariwisata adalah yang paling terpuruk selama pandemi
(Gossling, S., Scott, D., & Hall, M., 2020).
Pola perubahan ini menunjukkan betapa masih lemahnya sense of
crisis dari otoritas anggaran di daerah dan sekaligus tidak adanya upaya
untuk melakukan perubahan anggaran yang bisa mengatasi dampak wabah
bagi masyarakat. Jika pemotongan anggaran tersebut berlaku sama bagi
setiap OPD, dinas-dinas yang sangat ditunggu peranannya oleh masyarakat

28
seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Tanaman Pangan, serta Dinas
Tenaga Kerja yang semestinya mendapatkan tambahan alokasi belanja,
ternyata justru dikurangi anggarannya akibat sistem pemotongan anggaran
yang dilakukan oleh Pemda. Jika pola realokasi atau refocusing belanja
daerah ini yang banyak terjadi, dapat segera disimpulkan bahwa perubahan
itu belum benar-benar sesuai dengan misi untuk menangkal dampak negatif
wabah COVID-19 baik bagi kesehatan masyarakat maupun bagi kegiatan
ekonominya.
Recofussing anggaran Pemprov Kaltara, mengalokasikan anggaran lewat
realokasi dan refocusing anggaran APBD. Nilainya sebesar Rp 39 miliar
lebih. Dan akan ditambah menjadi Rp 60,9 miliar. Tanggal 30 Maret:
Pemberitahuan Nomor 900/0443/BPKAD/GUB tentang Perubahan Pergub
Kaltara Nomor 48 Tahun 2019 tentang Perubahan Penjabaran APBD TA
2020
Penggunaan anggaran, untuk tiga prioritas. Yaitu penanganan kesehatan
(pengadaan alkes, obat, penanganan pasien, penyiapan ruang isolasi, APD),
penanganan dampak sosial dan ekonomi (bntuan untuk penumbuha
ekonomi), serta untuk jaringan pengaman sosial bagi warga terdampak
(bantuan sosial). Di samping itu alokasi anggaran untuk pencegahan dan
pengamanan, termasuk biaya warga yang diisolasi

2. Modal Sosial
Masa pembatasan sosial sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-
19, komunitas agama menjadi salah satu yang paling terdampak, terutama
adanya seruan untuk pembatasan ritual secara berkelompok. Abdul Gaffar
Karim mengulas tentang dampak pandemi yang yang telah memaksa
terjadinya jeda berbagai ritual keagamaan yang melibatkan kerumunan.
Dengan menggunakan analisis big data media sosial, jeda yang berlangsung
mendapatkan dukungan, namun tidak akan menghadirkan perubahan yang
bersifat jangka panjang. Jika pandemi berlalu, semua ritual keagamaan yang

29
melibatkan banyak orang akan kembali menjadi normalitas. Bagi kelompok
yang selama ini berada di posisi marginal dalam relasi kekuasaan, pandemi
tampaknya akan memperburuk situasi ketidaksetaraan. Mengkaji posisi
kelompok perempuan (khususnya Ibu Rumah Tangga) Wahyu Kustiningsih
menunjukkan struktur ketidakadilan yang semakin dalam, mengingat
semakin besarnya beban yang harus ditanggung ketika anak belajar dari
rumah dan tekanan ekonomi keluarga yang ditimbulkan oleh pandemi.
Pendalaman ketidaksetaraan ini berlawanan dengan harapan ideal berbagai
kalangan yang melihat adanya peluang untuk membangun kesetaraan di
tengah situasi pandemi.
Istilah new normal merujuk suatu situasi yang sebelumnya tidak
dikenal atau tidak biasa terjadi, tetapi sekarang menjadi standar,
kelaziman, atau yang diharapkan. Secara perlahan ukuran-ukuran normal
bergeser kepada suatu hal yang sebelumnya tidak pernah ada, misalnya:
perilaku daring, model bertransaksi, cara interaksi sosial, cara menjalankan
bisnis, dan sebagainya.
Walaupun perubahan norma dan perilaku disetir oleh disrupsi besar-
besaran inovasi teknologi, perubahan norma dan perilaku tersebut
mengikuti pola tidak terelakkan (inevitable), bersifat sukarela (voluntaristis)
serta bersifat tidak bisa balik ke keadaan semula (irreversible). Respons
perilaku terhadap hal ini dianggap sebagai suatu yang “normal”.
Namun berbeda dalam konteks pandemi COVID-19, disrupsi walaupun
telah terjadi, dan berimplikasi serius secara multidimensi (kesehatan,
ekonomi, sosial-budaya dan psikologis), respons perilaku terhadap kondisi
pandemi ini lebih bersifat reaktif dan adaptasi terpaksa (forced adaptation)
daripada bersifat sukarela (voluntaristiks). Respons perilaku selain bersifat
adaptif, sejatinya adalah bersifat mengatasi (coping). Jika saja masalah
pandemi ini teratasi maka perilaku mengatasi (coping behavior) seperti
memakai masker, kewaspadaan yang tinggi dengan jarak fisik tidak lagi
menjadi perilaku adaptif.

30
Perubahan perilaku (belajar, bekerja, olahraga, beribadah dan aktivitas
sosial lainnya yang dipindah ke dunia daring) walaupun sulit sebenarnya
untuk dimaknai oleh kognisi manusia sebagai sesuatu yang “normal”.
Mungkin ini bisa dipahami sebagai “normal sementara”. Memakai masker ke
mana-mana, mencuci tangan atau membilas tangan dengan penyanitasi
tangan (hand sanitiser), menjaga jarak fisik dengan orang lain adalah
perilaku adaptif sementara yang tidak nyaman secara psikologis. Ini berbeda
dengan normal baru dalam konteks disrupsi digital, yang kerena
menawarkan efisiensi dan kenyamanan mudah diadopsi menjadi norma
baru (new norms).
Selain itu, situasi darurat semasa pandemi ini tentu tidak diharapkan
bersifat permanen. Saat wabah ini sudah bisa dikendalikan: apakah karena
ditemukan obat penyembuh atau ditemukan vaksin yang efektif, serta
menurunnya penyebaran virus secara drastis, maka situasi bisa dianggap
normal kembali. Dengan kata lain kondisi ini bersifat reversible (kembali ke
kebiasaan lama). Jadi norma dan perilaku yang terbentuk dalam merespons
pandemi berpotensi kembali ke perilaku “normal” seperti sebelum ada
pandemi. Dengan begitu pemakaian istilah Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)
tampaknya lebih tepat dibandingkan new normal.
Instrumen pengukuran merujuk pada instrumen Bank Dunia
(Grootaert, Narayan, Jones, & Woolcock, 2004) masih relevan untuk
menggerakkan energi sosial mengatasi bencana corona. Berikut
implementasi modal sosial dalam konteks mengatasi bencana corona:
a. Sikap Percaya dan Solidaritas
Sikap saling percaya diperlukan untuk mengatasi bencana corona. Saling
percaya diperlukan baik antar masyarakat maupun dengan pengambil
kebijakan. Masyarakat harus percaya dengan skema kebijakan
penanggulangan bencana corona pemerintah, dengan tetap berpikir kritis.
Percaya ketika diminta untuk tetap di rumah, bekerja di rumah,

31
meniadakan kegiatan ramai, tidak berkerumun, dan sebagainya untuk
mencegah penyebaran virus secara masif.
Tanpa kepercayaan publik, upaya pemerintah mengatasi bencana corona
akan sia-sia. Begitu juga sebaliknya, pemerintah mesti percaya bahwa
masyarakat juga tidak tinggal diam. Masyarakat ikut membantu, baik
sekadar mengikuti anjuran pemerintah, maupun membantu mengatasi
kekurangan perlengkapan dan kebutuhan yang belum mampu dicukupi
pemerintah. Misalnya kebutuhan tenaga medis, masker, hand sanitizer,
bahan makanan, dan lainnya.
Pemerintah seharusnya menjaga kepercayaan ini dengan mengoptimalkan
upaya penanggulangan bencana corona. Kepercayaan akan
menumbuhkan solidaritas, baik individu maupun kolektif. Solidaritas
merupakan energi sosial untuk menghadapi bencana corona. Solidaritas
antar warga dapat membangun kekuatan di tingkat masyarakat dan
bersatu dalam solidaritas nasional.
b. Penguatan Kelompok dan Jejaring
Masyarakat Indonesia terbiasa hidup komunal baik formal maupun
informal. Kelompok merupakan salahsatu modal sosial penting di
Indonesia. Kekuatan kelompok dapat mendorong kebersamaan untuk
pemecahan masalah, termasuk bencana corona. Partisipasi kelompok
diperlukan untuk membangun kekuatan kolektif melawan wabah
tersebut.
Membangun kesadaran individu dalam kelompok-kelompok masyarakat
penting untuk memutus rantai penyebaran corona. Di sini, perlu peran
opinion leader untuk membangun kesadaran dan perubahan perilaku
untuk mendukung penanggulangan bencana corona. Misalnya saling
mengingatkan untuk mematuhi protokol pencegahan penyebaran virus
sampai lingkungan terkecil RT.
Selanjutnya, jejaring antar kelompok harus diperkuat untuk membangun
kekuatan lebih besar. Kekuatan besar akan terbangun dengan bertopang

32
pada budaya, agama dan sosial. Jejaring yang terbentuk akan
membangun solidaritas kolektif.
c. Gotong Royong dan Kerja Sama
Gotong-royong adalah modal sosial yang sudah mengakar, warisan
leluhur bangsa Indonesia. Gotong royong ini tercermin dalam budaya
saling tolong menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam suasana
merebaknya virus corona, pentingnya saling tolong menolong bagi warga
yang terkena dampak corona. Masyarakat yang memiliki kemampuan
finansial lebih membantu masyarakat yang finansialnya menurun
terutama yang terkena imbas corona secara langsung.
Kerja sama juga diperlukan dari pelaku usaha untuk tidak
memanfaatkan situasi dengan menaikkan harga tidak wajar dan
menimbun barang. Dunia usaha seharusnya cepat tanggap
mengalokasikan dana CSR untuk penanggulangan bencana corona.
Dalam kondisi demikian, semua bisa menjadi korban. Jika dunia usaha
tidak mau ambil bagian, bisnisnya ke depan pasti akan terganggu. Sebab
dunia usaha berhubungan dengan SDM dan pasar. Keduanya digerakkan
oleh manusia. Dan, wabah corona mengincar manusia, siapa saja, di
mana saja.
d. Informasi dan Komunikasi
Subdimensi ini memiliki peranan penting untuk mengatasi infodemik
yang mewabah di berbagai media sosial. Hoaks salah satunya. Masifnya
penyebaran hoaks terkait corona akan memicu kepanikan publik dan
mengganggu sistem sosial ekonomi secara nasional. Hoaks juga memicu
panic buying di pasar tradisional. Menghadapi ini, aparat pemerintah di
daerah sampai level desa maupun kelurahan mestinya bisa menjadi
komunikator bagi masyarakat. Dalam kondisi krisis, warga butuh
komunikator yang sumbernya dapat dipercaya.
Di sisi lain, pemerintah sebaiknya lebih terbuka terhadap data
infrastruktur dan sumber daya untuk mengatasi bencana corona. Adanya

33
gap antara informasi pemerintah dan realitas lapangan menyebabkan
ketidakpercayaan publik. Selain itu, publik membutuhkan informasi
akurat tentang individu dan lokasi Orang Dalam Pemantauan (ODP),
Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan pasien positif corona, dengan tetap
menjaga kerahasiaan identitas pribadi pasien.
Informasi tertutup, simpang-siur, dan samar hanya akan menciptakan
kepanikan atau ketidakpedulian. Banyak masyarakat masih cuek dan
santai karena merasa di kawasan tempat tinggal dan aktivitasnya aman
dari wabah corona. Akhirnya, imbauan pemerintah untuk tetap di rumah
diabaikan.
e. Keeratan Sosial dan Kebersamaan
Subdimensi ini berkaitan dengan keeratan sosial, upaya meredam konflik
sebagai akibat dari berbagai macam perbedaan antar anggota
masyarakat, serta ada tidaknya diskriminasi terhadap akses layanan
publik. Keeratan sosial diperlukan agar bencana corona tidak memicu
konflik, baik konflik SARA, konflik identitas, maupun konflik ekonomi.
Tidak dipungkiri, bencana corona berdampak terhadap perekonomian
masyarakat, terutama sektor informal dan UMKM. Permasalahan ekonomi
biasanya memiliki efek domino terhadap permasalahan sosial. Keeratan
sosial diperlukan untuk meredam efek domino tersebut. Dalam konteks
ini, keeratan sosial akan berkaitan dengan keeratan ekonomi. Keeratan
ekonomi akan menjaga masyarakat dari potensi konflik ekonomi.
Keeratan sosial ekonomi juga bermakna pihak yang tidak terdampak
secara ekonomi membantu tetangganya yang terdampak. Pemerintah,
tokoh masyarakat, tokoh publik, dan siapa pun, mestinya dapat
mendorong keeratan sosial ekonomi di lingkungannya. Dana kas/infak
rumah-rumah ibadah mestinya dapat dialokasikan untuk kebutuhan
makanan masyarakat terdampak langsung, sampai pandemik ini
berakhir. Keeratan sosial dan ekonomi ini akan memperkuat
kebersamaan warga dan negara dalam menanggulangi bencana corona.

34
Bersama-sama, Provinsi Kalimantan Utara menghadapi tantangan global
yang berat ini.
Ketika pemerintah memutuskan kebijakan kerja di rumah, larangan
berkumpul, larangan membuka usaha, seharusnya diikuti dengan
insentif bagi dunia usaha dan pekerja informal terdampak.

3. Modal Manusia
Menjalani penghidupan dan tatanan baru (new normal) pascapandemi
adalah tantangan menarik, yang menjadi keharusan kita membangun sistem,
pola dan kultur adaptif demi kelangsungan survive masyarakat. Belajar dari
pengalaman dan kemampuan masyarakat sejauh ini, nilai-nilai yang
dianggap baru seperti menjaga kesehatan diri, menaati segala perangkat
aturan dengan menyesuaikan protokol untuk maksud pencegahan risiko
sakit, serta menjaga jarak fisik saat interaksi sosial, pemanfaatan teknologi
informasi, dan seterusnya tentu membutuhkan fase transisi dan adaptasi.
Apa yang perlu kita siapkan pada masa transisi? Bagaimana penguatan
kapasitas sosial warga menuju pelembagaan dan keberlanjutan? Apa
tantangan kedepan yang perlu dijawab?
Dari konseptualisasi dan gambaran di atas sekaligus untuk menjawab
beberapa pertanyaan tersebut, tantangannya adalah bagaimana menyiapkan
masyarakat dalam jangka panjang agar menjadi warga negara yang aktif,
yang di masa transisi new normal bukan dengan cara memperkuat tindakan
represi dan disiplin agar warga patuh aturan menciptakan tertib karena
kepentingan, namun, meminjam istilah Mouffe (1992) memilih untuk
menggunakan ikatan perhatian bersama (public concern, common bond,
mutual bond).
Perubahan berlangsung tidak linier, dengan segala konsekuensi yang
perlu diprediksi, diantisipasi dengan menyiapkan berbagai kemungkinan.
Dengan demikian, new normal juga dilandasi asumsi kita bisa bergerak
berubah dengan menyiapkan diri, baik dari sisi kultural maupun kebijakan

35
strategis. Ketangguhan masyarakat saat menghadapi bencana, merupakan
bukti daya resiliensi warga, dengan berbagai cara merespons kondisi, tidak
lain dapat dimanfaatkan sebagai modal merancang pola transisi tatanan
baru. Dapat dikatakan, sekalipun kita menyiapkan masa transisi tatanan
baru, tidak berarti memulai dari nol. Ragam pengetahuan dan keterampilan
dalam pengelolaan sumber daya, modal sosial, ekonomi, kelembagaan,
mentalitas dan pembiasaan diri menjadi kultur dengan lebih digerakkan oleh
mesin partisipasi warga, dapat dijadikan sebagai titik tumpuan membangun
cara dan siasat adaptasi pada tatanan baru tersebut.
Jika selama ini titik tumpuan gerak solidaritas sosial adalah partisipasi
warga, maka mentransformasikan partisipasi komunitas menjadi kultur dan
pembiasaan (habitus) dengan daya gerak menumbuhkan kerja kolektif
sebagai warga negara yang aktif (active citizen) menjadi pilihan penting dalam
menghadapi fase transisi new normal ini. Dalam gerak partisipasi tidak
sebatas tindakan parokial yang dalam beberapa kasus sekadar diikat oleh
identitas kelompoknya dengan rawan tergelincir menjadi sentimen yang
eksklusif. Namun justru perlu diorientasikan membangun kultur kewargaan,
sebagai bentuk transformasi masyarakat baru yang lebih emansipatif.
Dalam kaitan inilah, strategi membangun partisipasi warga sebagai
kekuatan utama solidaritas sosial menuju masyarakat tangguh hendaknya
memperhatikan beberapa aspek; pertama, memperkuat nilai-nilai kesadaran
warga yang terlibat dalam aktivitas sosial, ekonomi, pembangunan dengan
berbagai bentuk dan sektor yang berproses pada arena-arena di mana
masyarakat menjangkaunya. Penyemaian kesadaran ini, misalnya di level
terdekat yakni komunitas, akan mampu untuk saling menolong, saling
menopang. Karena itu jika pada saatnya masyarakat berkepentingan
mengatasi risiko atas bencana, kesadaran itu akan berkembang tanpa harus
bergantung dari kekuatan luar. Keterancaman diri akibat COVID-19
misalnya, menjadi konteks dan isu di mana masyarakat tanpa diinstruksi

36
dan dikomando, gerak pelibatan diri pasti akan tumbuh dengan sendirinya.
Nilai inilah yang membedakan partisipasi dengan mobilisasi atau instruksi.
Kedua, penempatan diri warga sebagai subjek, yang berarti masyarakat
memiliki akses yang relatif sepadan dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam hal pengalaman situasi mengatasi bencana, jika warga ditempatkan
sebagai subjek, dan bukan sebagai objek maka partisipasi warga akan
mudah digerakkan. Biasanya, jika warga diakui atau dihargai, keaktifan
dalam berinisiasi, menggerakkan energi kolektif akan dilakukan, bahkan
pada derajat tertentu melahirkan inovasi-inovasi dengan cara-cara mandiri.
Ketiga, membangun kultur kebersamaan dan sikap-sikap adil, yang di
dalamnya telah tertanam nilai-nilai inklusivitas. Praktik nyata dalam
bersikap dan bertindak sebagaimana gotong royong, merupakan kerja kolektif
yang bermakna diyakini sebagai ekspresi nyata dalam solidaritas sosial.
Sebagaimana diulas di muka, menumbuhkan karakter antidiskriminasi
dalam membantu para korban, atau siapapun yang membutuhkan tidak lagi
disekat oleh identitas etnis, agama, parpol, atau afiliasi organisasi apapun,
namun lebih didasarkan pada semangat kemanusiaan.
Memperkuat inisiasi dan partisipasi agar terus menumbuhkan
kepekaan, peduli serta tanggung jawab pada kolektivitas sebagai ikatan
perhatian bersama, di antaranya memfasilitasi tumbuh dan terbangunnya
arena di mana aktualisasi sosial warga dimungkinkan dilakukan. Jika tema
kesehatan (sebagaimana protokol COVID-19) dimaknai sebagai isu bersama,
masyarakat memberi makna sebagai kebutuhan hidup sehari-hari, maka
perbincangannya secara terus-menerus pada berbagai forum bahkan
diskursus informal dengan berbagai bentuk artikulasi dan bahasa.
Karenanya, merevitalisasi forum kewargaan (formal dan informal)
sebagai media komunikasi dan berprosesnya solidaritas sosial sangat relevan
dilakukan, apakah di kegiatan keagamaan, forum rapat RT, pertemuan desa,
pertemuan PKK, komunitas kelompok petani, nelayan, atau karang taruna, di
mana komunitas inilah dapat agen-agen berproses mentransformasi

37
pengetahuan dalam praktik budaya keseharian. Pemanfaatan teknologi
informasi sebagai instrumen penopang dalam rangka membangun jaringan
masyarakat akan dapat mengakselerasi gerak kolektif tersebut.

4. Metode Penelitian
a. Metode penelitian
Metode penelitian dalam kajian ini adalah menggunakan jenis penelitian
kualitatif, yaitu berusaha menggambarkan, melukiskan dan
mendeskripsikan keadaan dan berupa gambar, kata-kata dan bukan
angka dan yang ada berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya dengan
realita dan informasi yang ada dilokasi penelitian. Adapun jenis
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara yaitu,
observasi, wawancara, dokumentasi, menggunakan tiga komponen
analisis yaitu, pengumpulan data, penilaian data dan penafsiran data dan
memilah-milahnya hingga menjadi data yang dapat diolah.
b. Lokasi Kajian
Kajian dilakukan di Provinsi Kalimantan Utara .
c. Teknik Pengumpulan Data
Wawancara : teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
wawancara secara mendalam dengan semua informan.
Dokumentasi : mengumpulkan dan menganalisa data melalui data yang
sudah ada di 4 Kabupaten dan 1 Kota serta dokumen lainnya.
Observasi : melakukan pengamatan langsung.
d. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
analisis. Analisis data yang dapat digunakan adalah pendekatan kualitatif
terhadap data primer dan sekunder, dengan menggunakan pola pikir
deduktif yang menganalisis Kajian sinergitas penguatan modal ekonomi,
modal sosial dan modal manusia dalam taraf resiliensi masyarakat di
tengah pandemi COVID-19 di Kalimantan Utara. Peran dan Fungsi

38
Dinas/Instansi Lembaga dan OPD di 4 kabupaten dan 1 kota akan sangat
membantu kedalaman hasil kajian. Setelah pengumpulan data kemudian
data tersebut di analisis agar diperoleh data yang matang dan akurat.
Untuk menganalisisnya dilakukan secara interpretatif menggunakan teori
maupun hukum positif yang telah dituangkan kemudian secara induktif
ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada (Romy,
Suemitro, 1990).
2. Jangka Waktu Pelaksanaan
Jangka waktu pelaksanaan kegiatan penyusunan Kajian sinergitas
penguatan modal ekonomi, modal sosial dan modal manusia dalam taraf
resiliensi masyarakat di tengah pandemi COVID-19 di Kalimantan Utara
ini memerlukan waktu 2 (Dua) bulan sebagaimana terlihat pada tabel
berikut:

BAB IV
HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Mengidentifikasi Penguatan Modal Ekonomi

39
COVID-19 tidak hanya merupakan masalah kesehatan. Pandemi yang
diakibatkan oleh virus corona ini juga memberikan dampak serius
terhadap sektor ekonomi. Dalam konteks Indonesia, paling tidak terdapat
tiga masalah perekonomian yang diakibatkan oleh pandemi ini. Pertama,
UMKM dan sektor informal yang menjadi bantalan ekonomi nasional begitu
terpukul. Kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19
melalui pembatasan interaksi fisik masyarakat mengakibatkan berbagai
aktivitas ekonomi informal terpukul, kecuali para pelaku yang berpindah
ke platform daring yang terbukti dapat bertahan. Kondisi ini menyebabkan
konsumsi masyarakat turun drastis, padahal konsumsi masyarakat
memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian, yaitu hampir 59%.
Kedua, ketidakpastian pada saat pandemi ini menyebabkan tingkat
investasi juga ikut melemah, karena orang atau perusahaan yang akan
melakukan atau sedang dalam posisi menjalankan investasi, terhenti
akibat COVID-19. Ketiga, karena ekonomi di seluruh dunia mengalami
pelemahan, maka kinerja ekspor juga ikut terpukul. Hal ini tercermin dari
penurunan harga komoditas, minyak, batu bara dan crude palm oil (CPO).
Penurunan ini tentu berpengaruh pada basis perekonomian Indonesia
yang berorientasi ekspor. Sektor-sektor industri seperti pemanufakturan
yang membutuhkan impor juga mengalami penurunan karena adanya
disrupsi dari pandemi.
Adaptasi UMKM atas perubahan perilaku konsumen akibat
diberlakukannya pembatasan mobilitas dan protokol kesehatan. Konsep
resiliensi bisnis akan digunakan sebagai rangka dalam mengembangkan
pola adaptasi sektor ekonomi informal menuju UMKM yang lebih resilien,
tidak hanya sebagai langkah reaktif merespons pandemi, namun lebih dari
itu sebagai momentum untuk menata ulang UMKM di Kalimantan Utara
yang lebih tangguh, kompetitif, dan mandiri.
Data terakhir pada 2018, terdapat 64,2 juta unit usaha UMKM yang
beroperasi di Indonesia yang merepresentasikan 99,99% dari usaha yang

40
ada di negeri ini. Dominasi jumlah unit usaha tersebut juga sejalan dengan
kemampuan serapan tenaga kerja sektor ekonomi informal ini, yaitu
sebesar 116 juta orang atau 97% dari total angkatan kerja. Meskipun
jumlah unit usaha dan serapan tenaga kerjanya mendominasi, namun
masalah produktivitas menjadi persoalan klasik usaha UMKM. Secara
agregat, isu klasik ini terlihat dari besaran kontribusi UMKM terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang hanya kurang dari 58 persen.
Lepas dari kelemahan yang ada tersebut, UMKM dan sektor ekonomi
informal ini terbukti tahan banting dengan deraan ketidakpastian akibat
krisis ekonomi yang pernah melanda negeri ini. Sektor ekonomi informal
memiliki imunitas yang lebih baik dibanding perusahan- perusahaan besar
karena tidak memiliki eksposur risiko terhadap nilai tukar rupiah.
Upaya mengembangkan adaptasi kenormalan baru menghadirkan
peluang sekaligus tantangan. Persistensi dalam mengelola dan mencari
solusi atas tantangan-tantangan yang ada menjadi dasar dalam penguatan
resiliensi UMKM, sementara kecerdasan dalam menangkap dan
mengeksploitasi peluang menjadi dimensi lain untuk mendorong resiliensi
dan mengakselerasi bisnis di era pandemi. Bagi pelaku usaha yang dapat
membaca dan menyesuaikan diri terhadap perubahan perilaku konsumen
dan pola pembeliannya, maka beberapa peluang dapat dimanfaatkan.
Pertama, masuk ke dalam ekosistem digital. Ekosistem digital
menawarkan jangkauan pemasaran yang lebih luas bagi para UMKM.
Tidak hanya karena kemudahan akses, lintas waktu dan lintas lokasi,
ekosistem digital menjanjikan pertumbuhan yang extraordinary.
Pertumbuhan penjualan lewat media elektronik di Indonesia mencapai
300% per tahun. Sementara itu penjualan bulanan di pasar digital naik
26% dibandingkan rata-rata transaksi bulanan di kuartal kedua tahun
lalu. Begitu juga dengan transaksi harian yang naik menjadi 4,8 juta
transaksi dari rata-rata 3,1 juta transaksi. Bahkan tingkat kenaikan
akuisisi konsumen baru mencapai 51%.

41
UMKM yang “go digital” juga memiliki peluang lebih besar terhadap
akses pembiayaan. Beberapa lembaga pembiayaan sudah mulai melihat
digital records sebagai salah satu instrumen mengukur kesehatan usaha
sekaligus dapat berfungsi sebagai pengganti collateral. Hal ini dapat
menjadi solusi masalah klasik yang dihadapi UMKM yang sulit
mendapatkan pembiayaan dari perbankan dan lembaga keuangan karena
terbatasnya aset yang dimiliki untuk dijadikan sebagai jaminan.
Kedua, ekstensifikasi moda dan teknologi digital. Saat sekarang,
perusahaan yang mulai melakukan transformasi digital mungkin masih
berfokus pada aspek penjualan. Namun kedepannya lingkup transformasi
digital dapat diperluas ke aspek-aspek bisnis yang lain misalnya
penggunaan digital order processing untuk meningkatkan efisiensi proses
produksi melalui proses automasi, adopsi machine learning, dan
kecerdasan buatan untuk mengoptimalkan kinerja rantai pasokan, dan
penggunaan big data dan kecerdasan buatan untuk memaksimalkan
customer experiences.
Ketiga, masuk ke sektor-sektor usaha yang memberikan prospek
usaha positif. Tidak semua sektor bisnis menerima dampak negatif dari
pandemi. Beberapa sektor usaha seperti produksi alat-alat kesehatan
(masker, APD, face shield), produksi bahan-bahan penunjang imunitas
tubuh (madu, suplemen kesehatan, jamu, dsb.), produk olahan makanan,
dan produk-produk pertanian justru memiliki peluang pertumbuhan lebih
besar dalam era pandemi ini. Pelaku usaha tentu harus proaktif dan
responsif memanfaatkan peluang tersebut, sehingga dapat menavigasi
bisnis yang dijalankan agar tidak tenggelam dalam kondisi krisis.
Keempat, membangun kembali koperasi sebagai sokoguru
perekonomian nasional. Upaya mewujudkan kenormalan baru
menyiratkan konkruennya urusan ekonomi, urusan kesehatan, dan
kemaslahatan masyarakat. Semangat itu sangat relevan dengan spirit
perkumpulan koperasi yang menghadirkan mutual benefit antaranggota

42
yang didasarkan kepentingan bersama. Gerakan-gerakan yang bertumpu
pada menghidupkan konektivitas sosial akan lebih dahsyat perannya
manakala diorkestrasi dalam wadah kewirausahaan koperasi yang modern
dan profesional. Cooperative entrepreneurship dapat terwujud melalui tiga
pilar utama yaitu adanya sikap kewirausahaan anggota dan pengurus,
adanya keinginan kuat dan upaya nyata dalam menginisiasi dan
menghasilkan produk dan layanan baru, dan adanya upaya serius untuk
saling melengkapi atas kelemahan dan kelebihan yang dimiliki
antaranggota, baik pada aspek kemampuan, sumber daya, produk, pasar,
dan teknologi (Rezazadeh dan Nobari, 2018).
Di sisi yang lain desain adaptasi kenormalan baru juga menghadapi
beberapa tantangan, di antaranya:
Pertama, tingkat konektivitas ekosistem digital yang masih terbatas.
Data terakhir dari Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan bahwa
saat ini UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital baru berkisar
13% atau sekitar 8 juta pelaku usaha. Salah satu penyebab utama
rendahnya tingkat konektivitas pada ekosistem digital adalah infrastruktur
digitalisasi yang ada di Indonesia, baik pada sebaran akses maupun
kualitas akses. Sebaran akses terkendala dengan kondisi geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan, sementara kualitas akses terkendala
dengan teknologi yang diadopsi.
Kedua, terkoneksi pada ekosistem digital tidak otomatis pelaku usaha
mendapatkan kesuksesan. Setelah UMKM tersebut terkoneksi pada
ekosistem digital, mereka harus berkompetisi dengan pelaku bisnis digital
yang telah ada. Pada titik ini, tidak semua UMKM punya kemampuan
bersaing dalam ekosistem digital. Sedangkan dengan budaya baru
konsumen digital, maka UMKM Indonesia tersebut akan bersaing dengan
produsen lain dari luar negeri, khususnya China yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata dan lebih berpengalaman dalam digitalisasi.

43
Ketiga, salah satu karakteristik dari bisnis di pasar digital adalah
butuh respons cepat dan reliabel. UMKM Indonesia yang kental dengan
budaya informalitas dan relatif belum mengenal manajemen modern gagap
menghadapi karakteristik pasar tersebut. Ketidakmampuan menunjukkan
respons cepat dan reliabel atas permintaan informasi atau pembelian
barang yang dijajakan justru akan kontra produktif terhadap upaya “go
digital” yang mereka lakukan.
Keempat, isu lain yang tidak kalah serius pada UMKM adalah literasi
digital yang terbatas. Pengetahuan dan kecakapan usaha sektor informal
untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi dan jaringan yang
tersedia dalam dengan menemukan, mengevaluasi, membuat dan
menggunakan informasi terkait dengan usaha yang digeluti masih sangat
terbatas. Salah satu contoh perlunya penguasaan literasi digital adalah
terkait materi penjualan. Berbeda dengan bisnis yang dijalankan dengan
cara konvensional, berbisnis menggunakan platform digital membutuhkan
katalog produk guna memudahkan pencarian konsumen. Tentu saja
katalog produk tidak bisa dibuat sembarangan, karena dalam bisnis
berbasis digital konsumen sangat mudah melakukan skip. Katalog dibuat
sesuai dengan kategori, ukuran, warna, bahkan stok produk yang masih
tersedia. Dengan begitu, apapun bentuk pencarian yang dilakukan,
konsumen akan menemukan jawaban terbaik di katalog produk kita.
Kelima, selain literasi digital, literasi UMKM terhadap aspek
pengelolaan keuangan juga masih menjadi isu yang harus diselesaikan,
terutama dalam konteks respons dari situasi krisis. Hal ini menjadi sangat
relevan karena kajian terkini menunjukkan, literasi keuangan terbukti
memiliki pengaruh positif pada kinerja usaha UMKM (Purnomo, 2019).
Kreativitas pengelolaan keuangan diperlukan oleh pelaku usaha pada
situasi terbatasnya sumber daya keuangan yang dimiliki dan
ketidakpastian arus kas bisnis.

44
Proses adaptasi dan penguatan resiliensi bermakna ganda bagi
UMKM. Dalam jangka pendek proses ini diharapkan mampu
meminimalkan failure rate pelaku usaha informal pada periode pandemi,
sementara dampak ikutannya dalam jangka panjang proses adaptasi
berkelanjutan dapat menghadirkan UMKM yang lebih kompetitif, mandiri,
resilien dan menjadi pemain utama dalam struktur perekonomian
nasional. Dengan infrastruktur yang mendukung, UMKM dengan literasi
digital akan cukup kompetitif masuk ke pasar digital yang lintas batas dan
lintas waktu. Selanjutnya, UMKM lebih mandiri karena tumbuh dan
mengakar pada koneksi sosial, dan lebih resilien karena siap, terbiasa dan
lentur merespons perubahan melalui strategi emergent. Tiga kekuatan
tersebut yang akan menjadi pengisi ruang kosong kelemahan UMKM
Indonesia selama ini. Pandemi menjadi blessing in disguise bagi UMKM
yang resilien dan adaptif.

Tabel 4.1 Data UMKM berdasarkan Kabupaten/Kota


2017-2021
No Kabupaten/Kota 2017 2018 2019 2020 2021
1 Tarakan 2.659 4.451 13.537 6.578 9.021
2 Bulungan 3.480 3.480 3.480 3.480 8.779
3 Nunukan 2.441 2.535 2.756 2.756 13.903
4 Malinau 1.482 1.144 919 919 2.542
5 Tana Tidung 535 613 652 652 1.151
Total 10.597 12.223 21.344 14.385 35.396
Sumber: Data Disperindagkop dan UKM 2022

Perkembangan UMKM di Kalimantan Utara dalam lima tahun


terakhir. Dapat dilihat pada tabel 41 terjadi perubahan sebelum masa
pandemi dan saat masa pandemi hingga di masa kebiasaan baru. UMKM
yang tersebar di 4 kabupaten dan 1 kota saat sebelum masa pandemi
mengalami kenaikan hingga 43%. Di saat masa pandemi tahun 2020

45
mengalami penurunan jumlah UMKM sebesar 33%. Tahun 2021 pelaku
UMKM dapat beradaptasi dan penguatan resiliensi berusaha kembali
sehingga mengalami kenaikan 43% dari 14.385 menjadi 35.396 UMKM.
Untuk mewujudkan resiliensi UMKM dalam adaptasi kenormalan
baru diperlukan kesiapan dari pemangku kepentingan yang terlibat. Dari
sisi pelaku usaha, beberapa hal yang perlu disiapkan di antaranya adalah:
Pertama, perlunya pelaku usaha menggunakan pola pikir (mindset)
positif dan produktif. Ketangguhan UMKM sangat ditentukan pada pola
pikir yang dimiliki oleh owner-manager-nya. Pola pikir optimis, tidak
berlarut-larut meratapi kegagalan atau kesulitan, dan meyakini selalu ada
peluang meskipun pada saat pandemi akan memberikan energi positif bagi
bisnis dan para karyawan yang bekerja di bawahnya. Sikap dan energi
positif ini akan memudahkan proses survival dan menjadi modal dasar
terciptanya resiliensi UMKM.
Kedua, pelaku usaha perlu mengembangkan kapabilitas
kewirausahaan yang dimilikinya. Entrepreneurial capabilities mencakup
kemampuan untuk mengidentifikasi dan membaca perubahan lingkungan
dan dampaknya pada bisnis, mencari dan membaca data yang relevan bagi
bisnis, literasi terhadap aspek keuangan, dan literasi pada isu digitalisasi.
Ketiga, adopsi pendekatan entrepreneurial bricolage dengan
memanfaatkan sumber daya terbatas yang dimiliki. Dalam situasi pandemi
pelaku usaha dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, baik modal,
material, waktu, basis konsumen, basis mitra bisnis, koneksi sosial, dan
teknologi. Oleh karenanya penting bagi mereka untuk secara kreatif
mendayagunakan sumber daya yang ada di tangan melalui upaya
membangun kombinasi antar sumber daya yang ada tersebut agar muncul
keunggulan baru.
Keempat, disiplin dan pantang menyerah. Jika kreativitas dan
adaptabilitas merupakan atribut-atribut yang diperlukan agar bisnis dapat
memuaskan keinginan konsumen dan mendapatkan keunggulan

46
kompetitif di pasar (sebagai sufficient condition), maka sikap disiplin dan
pantang menyerah menjadi karakter wajib yang harus dimiliki oleh pelaku
usaha agar muncul ketahanan bisnis sehingga usaha yang dilakukan
dapat berkelanjutan dan kokoh menghadapi setiap rintangan, kesulitan
dan krisis (sebagai necessary condition).

Tabel 4.2 Daftar Penerima Bantuan Usaha Mikro/Kecil


Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2020
NO Kabupaten/Kota Jumlah Penerima Jumlah Bantuan
1 Bulungan 298 Rp 745.000.000
2 Tarakan 123 Rp 307.500.000
3 Nunukan 150 Rp 375.000.000
4 Malinau 10 Rp 25.000.000
5 Tana Tidung 19 Rp 47.500.000
Total 600 Rp 1.500.000.000
Sumber: Data Disperindagkop dan UKM 2022

Tabel 4.2 menunjukan pemerintah memiliki peran krusial dalam


mendorong resiliensi UMKM pada situasi pandemi. Pemerintah provinsi
Kalimantan Utara memberikan bantuan usaha mikro dan kecil sebanyak 600
UMKM penerima. Bantuan finansial untuk keberlangsungan usaha mikro dan
kecil total berjumlah Rp 1.500.000.000. Inisiatif yang perlu didorong untuk
mewujudkan peran pemerintah sebagai regulator, orkestrator dan akselerator
ketahanan ekonomi informal antara lain: Pertama, pemerintah perlu
mengawasi dan memastikan protokol kesehatan, baik protokol COVID-19
maupun protokol kesehatan masing-masing sektor usaha untuk dipatuhi dan
dijalankan. Kemampuan pemerintah untuk mengawal implementasi
internalisasi protokol kesehatan pada bisnis akan mempengaruhi cepat
tidaknya sektor ekonomi untuk bangkit kembali. Pengabaian dan pembiaran
atas pelanggaran terhadap protokol kesehatan akan semakin memperdalam
jurang krisis ekonomi. Kedua, penguatan infrastruktur digital untuk

47
menurunkan biaya digitalisasi. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan
penyediaan gawai murah untuk keperluan transaksi e-commerce bagi pelaku
usaha. Selanjutnya, pemerintah juga perlu untuk terus meningkatkan sebaran
dan kualitas akses infrastruktur digital sehingga terjadi pemerataan
infrastruktur di 4 kabupaten dan 1 kota.
Dengan kualitas dan sebaran akses yang memadai dan dikombinasikan
dengan biaya digitalisasi yang terjangkau maka UMKM di provinsi Kalimantan
Utara akan memiliki keunggulan kompetitif di pasar e-commerce. Ketiga,
pemerintah tidak hanya perlu mendorong efisiensi dan produktivitas pelaku
usaha UMKM lewat perbaikan infrastruktur namun juga perlu untuk terus
mendorong klusivitas bisnis digital. Literasi digital mutlak dimiliki oleh para
pelaku usaha informal agar mereka memiliki kemampuan untuk masuk dan
sukses di pasar digital. Oleh karenanya, pendampingan dan pelatihan secara
berkelanjutan dibutuhkan agar UMKM dapat bertahan dan berkembang dalam
ekosistem digital. Keempat, pemerintah juga perlu untuk memberikan insentif
langsung pada para pelaku ekosistem digital. Sebagai upaya kampanye untuk
menggairahkan pasar digital di Kalimantan Utara, pemerintah bisa
memberikan cashback untuk pembelian produk UMKM, atau memberikan
subsidi gratis ongkos kirim untuk produk-produk yang dijual oleh UMKM
lokal.
Kelima, dalam jangka pendek pemerintah perlu mengalokasikan dana
penyelamatan dan pemulihan UMKM terdampak krisis COVID-19, baik dalam
bentuk dana restrukturisasi kredit, subsidi bunga pinjaman, insentif
keringanan pajak, maupun untuk penjamin modal kerja dan pembiayaan
investasi pada koperasi. Keenam, pemerintah juga perlu untuk melakukan
integrasi ragam program pemberdayaan masyarakat dengan program
revitalisasi koperasi untuk mewujudkan resiliensi masyarakat berbasis
kewirausahaan koperasi.
Asosiasi industri dan lembaga keuangan juga berperan penting. Alih-alih
menempatkan UMKM sebagai kompetitor, pelaku industri dapat berkolaborasi

48
dengan pelaku usaha informal ini untuk memperkuat rantai pasokan
produksinya. Dengan pola ini, pelaku industri dapat meminimalkan eksposur
risiko bisnis sekaligus mampu fokus pada pengembangan dan eksploitasi
kompetensi inti. Selanjutnya, lembaga keuangan dan perbankan juga berperan
dalam mewujudkan resiliensi usaha sektor informal. Resiliensi dan
keberlanjutan bisnis UMKM tidak hanya penting bagi pelaku bisnis informal
namun juga menentukan hidup matinya lembaga keuangan, mengingat porsi
pembiayaan sektor mikro dan kecil yang sangat besar dalam industri jasa
keuangan Indonesia. Untuk itu, lembaga keuangan perlu lebih kreatif dalam
memberikan fasilitasi pada UMKM, misalkan dengan memberikan fasilitas
pembiayaan yang di-bundling dengan fasilitas pendampingan. Dengan cara ini,
hubungan saling menguntungkan antara UMKM dan lembaga keuangan dapat
terwujud. Bagi UMKM fasilitasi pembiayaan dan pendampingan
memungkinkan untuk meningkatkan kapabilitas usaha dan mengembangkan
bisnis, sementara bagi lembaga keuangan adanya pendampingan tersebut
memungkinkan untuk menekan risiko potensi gagal bayar.
Kementerian Keuangan telah mengisyaratkan bahwa pemerintah akan
membelanjakan sekitar 25% APBN pada tahun 2020 guna mitigasi dampak
wabah COVID-19. Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara melakukan
perubahan anggaran APBD terkait mitigasi dan bantuan bagi masyarakat di 4
kabupaten dan 1 kota yang terdampak COVID-19. Perubahan struktur belanja
APBD menunjukan komitmen Gubernur dalam mitigasi dampak COVID-19.
Berikut ringkasan perubahan APBD belanja bantuan sosial pada tahun 2019,
2020 dan 2021. Anggaran belanja bantuan sosial pada tahun 2019 tidak
mengalami perubahan, sedangkan pada tahun 2020 anggaran belanja
bantuan sosial mengalami perubahan yang signifikan hingga 433%. Kebijakan
kementerian keuangan telah dilaksanakan oleh gubernur sebagai bentuk
resiliensi penguatan modal ekonomi, modal sosial dan modal manusia yang
terdampak COVID-19.

49
Tabel 4.3 Ringkasan Perubahan APBD Belanja Bantuan Sosial
Setelah Perubahan
Tahun Sebelum Perubahan Perubahan
2019 Rp 3.000.000.000 Rp 3.000.000.000 0
2020 Rp 3.000.000.000 Rp 16.000.000.000 Rp13.000.000.000
2021 Rp 2.007.600.000 Rp 1.290.000.000 (Rp 717.200.000)
Sumber: Bappedalitbang Prov Kalimantan Utara, 2022

B. Mengidentifikasi Penguatan Modal Sosial


Dampak pandemi menyebar cepat, membuat semua resolusi 2020
tidak ada yang bisa dijalankan secara maksimal, bahkan untuk sekadar
hidup normal saja, tidak bisa dijalankan secara sempurna. Tata ekonomi
sosial tidak bisa dihindari. Tragedi ini bukan hanya menerpa negara
berkembang seperti Indonesia, tetapi negara-negara maju juga mengalami
kemerosotan ekonomi demikian tajam (lihat Mas’udi dan Winanti, 2020).
Berita kematian dan rontoknya keyakinan kapitalisme yang ditandai oleh
serangan COVID-19, menjadi penanda bahwa terbukti pasar gagal menjaga
kesimbangan karena goncangan krisis. Pandemi COVID-19 telah
mengubah banyak aspek dalam kehidupan masyarakat.
Berkenaan dengan itu, negara-negara di dunia harus menghentikan
sementara waktu aktivitas publik di luar rumah (social distancing dan
physical distancing), meliburkan kerja-kerja di kantor, di pabrik-pabrik dan
semua kebijakan penghentian aktivitas sosial, sekolah, ekonomi, seni-
budaya, olahraga, tourism dan entertainment (work from home, school from
home, concert from studio). Kelesuan ekonomi berdampak menurunnya
angka pertumbuhan, berkurangnya pendapatan rumah tangga dan pada
akhirnya mendatangkan ancaman bagi ketahanan hidup dan pangan.
Goncangan sosial, berupa kepanikan besar diakibatkan oleh kekhawatiran
potensi bahaya kelaparan yang mengancam, kecemasan akan ganasnya

50
penularan virus, kekhawatiran dan kepanikan sosial, yang berdimensi
negatif, membuka peluang tercetusnya konflik dan kerusuhan sosial.
Perluasan risiko atas krisis bidang politik, kelembagaan birokrasi,
kesehatan, dan tata ekonomi nasional maupun rangkaian lainnya dengan
segala akibat di berbagai bidang. Fokus pada seberapa besar kemampuan
masyarakat dalam menghadapi era baru tatanan kehidupan (new normal)
sejak pandemi COVID-19 terjadi, terutama berkenaan dengan kapasitas
beradaptasi multisektor sebagai strategi survive, dengan mengaitkan aspek
solidaritas sosial. Karena dari aspek ini akan dapat mengukur dan
memproyeksikan, kemampuan adaptasi itu hanyalah bersifat sementara
atau permanen. Atas kondisi itu, dampak yang ditimbulkan dengan segala
konsekuensinya, untuk selanjutnya relevan merumuskan apa agenda
penting yang perlu dilakukan.
Krisis ini direspons oleh masyarakat, dan apa saja fenomena
menarik di komunitas selama pandemi dan terutama tantangan yang akan
dijawab dimasa new normal. Interpretasi atas situasi demikian paling tidak
dapat membantu kita menemukan pola dan strategi adaptif dan survive di
masa yang akan datang. Karena fenomena yang terjadi di masyarakat,
terutama dalam rentang awal merespons krisis menunjukkan tumbuh
kembangnya nilai-nilai solidaritas yang kuat, berfungsi bukan saja
memproteksi diri, tetapi juga menjadi pilar kehidupan kolektif, yang
bahkan dalam beberapa hal membentuk kultur mandiri, tidak bergantung
pada negara semata. Jikalau modalitas masyarakat seperti nilai,
kelembagaan dan mekanisme sosial yang telah mengakar teruji secara
praksis, terutama kemampuan adaptasi saat merespons bencana, dan
menjadi kultur kehidupan sehari-hari, maka hal itulah pada akhirnya
menjadi kekuatan organik penopang ketangguhan masyarakat di masa
yang akan datang yakni fase dan tahapan new normal.
Pengertian new normal disini tentu tidak diartikan sekadar
mengembalikan situasi lama dalam kondisi darurat pandemi, karenanya

51
disebut new (baru). Namun secara substansial adalah transformasi sosial,
perlunya adaptasi berkaitan dengan perubahan perilaku, relasi sosial dan
tata kelola hidup warga yang berorientasi membangun masyarakat sehat
dan tangguh secara sosial ekonomi, dan produktif dalam berkarya
membangun keberadaban. Dalam kalimat lain, itulah cerminan nilai-nilai
humanis dan berkeadilan sebagai penanda masyarakat kewargaan (civil
society). Dalam menghadapi bencana non alam (pandemic Covid-19)
dibutuhkan sinergitas masyarakat yang kuat. Untuk meningkatkan dan
memperkuat rasa solidaritas yang tinggi maka sangat dibutuhkan modal
sosial. Modal sosial merupakan jaringan, norma dan rasa percaya yang
akan membentuk jaringan kerjasam dan koordinasi (Coleman, 2000).
Salah satu bentuk pencegahan penularan Covid-19 sesuai dengan
himbauan pemerintah yang dilaksanakan dimasyarakat yaitu; Penerapan
Sistem Belajar dari Rumah dan WFH (Work From Home). Pemprov melalui
Gubernur mengeluarkan kebijakan, sebagai turunan kebijakan pemerintah
(pusat), yakni menerapkan kegiatan belajar dari rumah dengan sistem
online bagi siswa SMA/SMK/SLB mulai 20 Maret. Juga penerapan
kebijakan bekerja dari rumah bagi para pegawai.
1. Tanggal 19 Maret: Surat Edaran Nomor 045.4/0366.4/GUB tentang
Peningkatan Kewaspadaan terhadap Resiko Penularan Infeksi
COVID-19 pada Satuan Pendidikan SMA/SMK/SLB Provinsi Kaltara
2. Tanggal 24 Maret: Surat Edaran Nomor 045.4/0422/GUB tentang
Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan pada SMA/SMK/SLB Provinsi
Kaltara dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19
3. Tanggal 24 Maret: Imbauan Gubernur kepada Masyarakat Nomor
360/004/GT-Covid-19/III/2020
4. Tanggal 30 Maret: Surat Edaran Gubernur Nomor
800/144/BO/GUB tentang Penyesuaian Sistem Kerja ASN dan Non-
ASN dalam Upaya Pencegahan COVID-19 di Lingkungan Pemprov
Kaltara.

52
Tabel 4.4 Bantuan Sosial Masa Pandemi COVID-19
Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2020

No. Bantuan Tarakan Bulungan Nunukan Malinau Tana


Tidung
1. Bantuan 4551 KPM 3.244 KPM 7845 KPM 4201 KPM 3.144 KPM
Langsung Tunai
2. Bantuan 2524 KPM 871 KPM 157 KPM 94 KPM 901 KPM
Sembako
3. Bantuan 1750 KPM 1450 KPM 1000 KPM 575 KPM 170 KPM
Pemprov Kaltara
Dampak Covid-
19 Tahap 1
4. Bantuan PKH II 3011 KPM 2734 KPM 5298 KPM 1241 KPM 544 KPM
Prov Kaltara
Sumber: Data Corona Info Kaltara, 2020

Adapun implementasi modal sosial dalam konteks pandemi Covid-19


yang dapat meningkatkan solidaritas energi sosial dalam menghadapi
pandemic Covid-19 di masyarakat ,yaitu;
a. Sikap percaya dan solidaritas
Adanya sikap saling percaya antara masyarakat dan pengambil
kebijakan menjadi hal penting dalam penanggulangan Covid-19.
Masyarakat harus percaya atas skema pelaksanaan penanggulangan
bencana yang dikeluarkan pemerintah dan juga masyarakat harus
tetap berpikir kritis dalam menanngapi hal tersebut. Masyarakat
harus percaya bahwa denagan dialaksanakannya kebijkaan yang
dikeluarakan pemerintah seperti; dalam pembatasaan sosial, tetap
dirumah untuk mencegah penyebaran virus akan mampu mengatasi
masalah pandemic Covid-19. Begitu juga pemerintah percaya bahwa
masyarakat juga memberikan kontribusi dalam penanggulangan
Covid-19 , contohnya mengikuti anjuran pemerintah, mengatasi
masalah kekurangan APD, dan lainnya.
53
Sikap solidaritas dimasyarakt tumbuh sesuai dengan kearifan lokal
masing-masing wilayah. Tumbuhnya rasa percaya dan solidaritas
berkaitan erat dengan karakter masyarakat lokal. Untuk mendukung
solidaritas tetap berlangsung panjang maka peran pemerintah sangat
diperlukan. Salah satu bentuk solidaritas yang telah di tunjukan
masyarakat dalam bentuk komunitas pada masa pandemic Covid-19
yaitu dengan mengikuti arahan kebijakan pemerintah dalam
pembatasan sosial berskla besar (PSBB), penyemprotas disenfektan
dilingkungan, membagikan masker dan hand sanitizer, melakukan
kampanye stay at home, isolasi mandiri keluarga, serta beberapa
kegiatan charity berupa bantuan makanan yang dimana seluruh
bentuk kegitan tersebut merupakan wujud solidaritas dari
masyarakat yang diakomodir oleh tiap-tiap kelopmok/komunitas.
Rasa percaya dan solidaritas untuk memberikan dampak positif agar
pandemic segera berlalu juga ditunujkan oleh rasa pecaya masyarakat
terhadap kebijakan dan arahan pemerintah agar masyarakat dapat
secara patuh untuk melaksanakan instruksi tersebut. Hal ini
tercermin dalam tingkat kepatuhan masyarakat Kalimantan Utara
yang menjadi responden terhadap instruksi pemerintah dalam
melaksanakan secara bersama-sama protocol kesehatan. Modal sosial
dalam bentuk solidaritas dan saling percaya merupakan nilai/norma
yang berkembang dan menjadi kunci intervensi dalam
penanggulangan Pandemi Covid-19 Nonfarmasi.

54
Grafik 4.1 Tingkat Kepatuhan Responden Dalam Melaksanakan
Protokol Kesehatan

Tingkat Kepatuhan Responden Dalam


Melaksanakan Protokol Kesehatan
patuh jarang jarang sekali
82.7

72.7

68.3

65.8
63.6

29.2

27.7
25.1
22.4
14

7.2

6.6

6.5
5.4
3.4

Mem ak ai m ask er m en c u c i t an gan m en j aga j ar ak m en gh i n d ar i m en gu r an gi


k er u m u n an m o b i l i t as

Sumber; BPS Kalimantan Utara,2022

b. Penguatan kelompok dan jejaring


Kekuatan kelompok dapat mendorong kolaborasi untuk memecahkan
masalah. Partispasi secara inklusif akan memberikan kekuatan dalam
menyelesaiakan masalah pandemic Covid-19. Peran pemimpin dalam
sebuah kelompok menajdi penting untuk membangun kesadaran dan
perubahan perilaku untuk membantu pemerintah dalam
penanggulangan Covid-19. Hal ini dapat dilakukan dari kelompok
kecil dimasyarakat misalnya RT/RW. penguatan kelompok dan
jejaring dalam realisasi kebijakan pemerintah dalam penanganan
pandemic Covid-19 menajdi sangat penting. Peran krusial kelompok
dan organisasi memberikan banyak sumbangsih dan inisiatif yang

55
lebih terlokalisisr dan memebrikan peran penting dalam memberikan
manfaat public selama masa pandemic. Tidak dapat dipungkiri
kelompok dan jejaring memberikan respon lebih cepat dan efisiensi
dalam merespon krisis yang dilandasi semangat gotong royong dan
sukarela dan tidak berorientasi kepada keuntungan. Menurut data
dari dinas komunikasi , informasi, statistic dan persandian jumlah
data organisasi kemasyarakatan di Provinisi Kalimanatan Utara yang
masih aktif pada tahun 2022 yaitu terdapat 85 organisasi. Beberapa
kelompok sosioal di Kalimantan Utara yang ikut berkontribusi dalam
penanganan dan penanggulangan Covid-19, Yaitu; Karang taruna,
organisasi kepemudaan dan kedaerahaan, Lembaga ketahanan
masyarakat desa (LKMD), RT/RW, Posyandu, PKK, Forum kemitraan
polisi dan masyarakat (FKPM), dan beberapa oraganisasi lainnya.
c. Gotong royong dan Kerjasama
Gotong royong merupakan warisan leluhur bangsa Indonesia yang
telah mengakar dan telah menjadi budaya. Hal ini terlihat dari
masyarakat yang memiliki kemampuan finansial lebih akan
membnatu masyarakat yang memiliki kemampuan finansial yang
rendah yang terdampak Covid-19. Tidak memanfaatakan situasi
dengan menaikan harga yang tidak normal, serta responsive dunia
usaha untuk mengalokasikan dana CSR. Kegiatan Kerjasama dan
gotong royong yang paling nyata terlihat dimasyarakat adalah pada
kelompok RT/Desa kelompok ini berkumpul bersama untuk bersama-
sama melakukan gotong royong dalam menyelesaikan masalah sosial
dilingkungan mereka. Kegiatan gotong royong dimasyarakat
Kalimantan Utara secara rutin dab berkelanjutan. Di masa pandemi
Covid-19, banyak kegiatan rapat yang seharusnya diselenggarakan
secara rutin di lingkungan sekitar tidak dapat diselenggarakan untuk
menghindari terjadinya kerumunan. Dalam setahun terakhir, hanya

56
0,93 persen penduduk berusia 10 tahun ke atas yang pernah
mengikuti kegiatan pertemuan (rapat) di lingkungan sekitar (RT/desa).
Berikut adalah data Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas
yang Pernah Mengikuti Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di
Lingkungan Sekitar dalam 3 Bulan Terakhir di Provinsi Kalimantan
Utara, 2021.

Tabel 4.3 Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar


dalam 3 Bulan Terakhir di Provinsi Kalimantan Utara, 2021
Jenis Kelamin Pernah Mengikuti Tidak Pernah
kegiatan sosial di Mengikuti Kegiatan
Masyarakat Sosial
Kemasyarakatan
Laki-laki 80,90% 19,10%
Perempuan 76,97% 23,03%
Total 79,05% 20,95%
Sumber: Susenas MSBP 2021
Dari data diatas terlihat bahwa antusias masyarakat Kalimantan
Utara untuk gotong royong dan kerjsama dalam penanganan Covid-19
dengan mengikuti kegiatan sosial cukup tinggi dengan persentase
79,05%. Beragam kegiatan sosial tersebut, menunjukkan bahwa
pelaksanaan gotong royong di masyarakat Kalimantan Utara
didasarkan pada semangat kerelaan, kebersamaan, toleransi dan
kepercayaan. Selain itu, sebagai modal sosial kegiatan gotong royong
juga bisa berguna untuk mobilisasi sumber daya yang ada di
masyarakat. Kegiatan gotong royong, selain dapat memberikan
bantuan berupa barang yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-
19, juga mampu membuat koordinasi dan kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah Provinsi menjadi lebih efektif dan efisien.
Berkat kerjasama ini kegiatan penyemprotan cairan disinfektan di
tingkat kampung (RT/Desa) bisa terealisasi dengan baik.

57
d. Informasi dan komunikasi
Adanya informasi yang tidak benar atau HOAKS akan menimbulakn
kekhawatiran/kepanikan dan berpotensi menimbulkan konflik
dimasyarakat. Dalam hal ini pemerintah sebaiknya lebih terbuka
dalam menginformasikan data yang kredibel sehingga tidak ada gap
atas informasi dari pemerintah dan fakta yang ada dilapangan.
Pemberian informasi yang diberikan kepada masyarakat disebrkan
secara massif melalui berbagai platform sehingga diharapakan
masyarakat dengan sadr dapat tergerak untuk disiplin terhadap
aturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait
penanaganan Covid-19. Beberapa informasi yang telah disampaiakn
dari pemerintah provinsi melalui instansi terkait dan
Lembaga/organisasi dalam menyampaiakn penerapan protocol
kesehatan 5M sebagai upaya pencegahan, dan juga pelaksanaan
3T(testing, tracing, treatment), status data pantauan Covid-19 , dan
Edukasi Kesehatan serta beberapa informasi terkait. sebagai upaya.
Kebutuhan akan adanya keterbukaan dan kecepatan informasi
tersebut sangat dibutuhakan di masa pandemi saat ini di mana
masyarakat mencari informasi mengenai upaya pencegahan
penularan virus hingga langkah-langkah pemerintah dalam
menangani pandemi. Keterbukaan informasi juga lah yang menjadi
salah satu faktor penting dalam kesuksesan penanganan pandemic.
Di Provinisi Kalimantan Utara dan Kabupaten Kota telah
memanfaatan teknologi informasi di tengah pandemi Covid-19 melalui
media sosial, website, video conference dan lainnya. Berikut adalah
beberapa data terkait akses informasi tentang Covid-19.

58
Grafik 4.2 Persentase responden yang mengikuti respon pemerintah
dan mengikuti perkembangan kasus Covid-19

62.50%
58.90%
mengikuti respon pemerintah

mengikuti perkembangan kasus


Covid-19

17.90%
14.90% 15.30%
12.80%

5.70% 6.40%
2.70% 2.90%
Tidak pernah kadang-kadang sering sangat sering Selalu

Sumber; BPS Kalimantan Utara,2022

Gambar 4.1 Media Penyampaian Informasi Covid-19

1,9%
11,1%

2,7% media sosial


televisi
1,9% 2,4% website
whatsapp
tempat ibadah
8,3%
53,8% tokoh masyarakat
4,3% poster /spanduk
pengumumna pemerintah setempat
13,5% Lainnya

59
Sumber;BPS Kalimantan Utara,2022

e. Keeraratan sosial dan kebersamaan


Keeratan sosial, upaya meredam konflik sebagai akibat dari berbagai
macam perbedaan antar anggota masyarakat, serta ada tidaknya
diskriminasi terhadap akses layanan publik. Keeratan sosial
diperlukan agar bencana corona tidak memicu konflik, baik konflik
SARA, konflik identitas, maupun konflik ekonomi. Bencana corona
berdampak terhadap perekonomian masyarakat, terutama sektor
informal dan UMKM. Permasalahan ekonomi biasanya memiliki efek
domino terhadap permasalahan sosial. Keeratan sosial diperlukan
untuk meredam efek domino tersebut. Dalam konteks ini, keeratan
sosial akan berkaitan dengan keeratan ekonomi. Keeratan ekonomi
akan menjaga masyarakat dari potensi konflik ekonomi. Keeratan
sosial dan ekonomi ini akan memperkuat kebersamaan warga dan
negara dalam menanggulangi bencana corona. Bersama-sama, bangsa
Indonesia menghadapi tantangan global yang berat ini. Berikut adalah
kegiatan bersama yang dilakukan dalam mencegah penularan Covid-
19.

Tabel 4.4 Penilaian Responden Terhadap Beberapa Aspek Kegiatan


Bulan Juli 202

60
Penilaian Responden Terhadap Beberapa Aspek
Kegiatan Bulan Juli 2021
64.90% 63.50%
39.20% 45.60%
38.00%
23.30%

Sumber;BPS, Kalimantan Utara 2022

C. Mengidentifikasi Penguatan Modal Manusia


Kekuatan modal manusia merupakan modal utama sebagai penggerak
modal ekonomi dan modal sosial. Peran manusia sangat penting dalam
resiliensi di masa pandemi. Kualitas sumber daya manusia merupakan
penentu keberhasilan dalam menggerakan modal ekonomi dan modal
sosial. Berikut sebaran penduduk berdasarkan tingkat Pendidikan di 4
kabupaten dan 1 kota di provinsi Kalimantan Utara.
Gambar 4.2 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Kabupaten Bulungan

Sumber: Data diolah Disdukcapil Prov Kaltara 2022


Gambar 4.3 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan
61
Kabupaten Malinau

Sumber: Data diolah Disdukcapil Prov Kaltara 2022

Gambar 4.4 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan


Kabupaten Nunukan

Sumber: Data diolah Disdukcapil Prov Kaltara 2022

Gambar 4.5 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan


Kabupaten Tana Tidung

62
Sumber: Data diolah Disdukcapil Prov Kaltara 2022

Gambar 4.6 Sebaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan


Kabupaten Tarakan

Sumber: Data diolah Disdukcapil Prov Kaltara 2022

63
Gambar sebaran penduduk di 4 kabupaten dan 1 kota berdasarkan
tingkat Pendidikan menunjukan bahwa kualitas pengetahuan dan
kemampuan masyarakat provinsi Kalimantan Utara berada di Pendidikan
dasar 12 tahun. Maknanya modal manusia yang dimiliki oleh provinsi
Kalimantan Utara memenuhi persyaratan minimal yaitu telah menempuh
Pendidikan wajib belajar 12 tahun sebagai program pemerintah pusat.
Kapasitas manusia yang baik memudahkan dalam menggerakan modal
ekonomi dan modal sosial. Pendidikan yang dimiliki merupakan modal
untuk dapat bertahan atau melakukan resiliensi masyarakat di tengah
pandemi COVID-19 di provinsi Kalimantan Utara.
Selain pemangku kepentingan utama di atas, perguruan tinggi juga
dapat memainkan peran sebagai lembaga think tank yang melakukan
advokasi dan layanan riset untuk mendorong percepatan resiliensi UMKM
tersebut. Perguruan tinggi dapat memberikan analisis kebijakan
berdasarkan hasil riset empiris yang dilakukan. Selain itu, universitas juga
dapat berperan dalam penyelenggaraan kegiatan pelatihan dan
pendampingan untuk meningkatkan kompetensi dan kapabilitas pelaku
usaha, misalnya untuk meningkatkan literasi digital dan literasi keuangan
UMKM.
Tabel 4.5 Data Pelatihan Kewirausahaan UKM
Di Kalimantan Utara 2020
Pelatihan
No Kabupaten/Kota Narasumber
Pelatihan Teknik dan Shopee
Pengembangan Pemasaran secara
Online (E-Commerce)
Pelatihan Pembuatan Makanan Sentra IKM Olahan
1 Bulungan Berbahan Dasar Sumber Daya Alam Ikan Pulau Bunyu
(SDA) Lokal
Pelatihan Teknik Pengembangan Rumah Kemasan
Strategi Desain Kemasan dan Bandung
Branding Produk UKM
2 Tana Tidung Pelatihan Teknik dan Shopee
Pengembangan Pemasaran secara
Online (E-Commerce)
Pelatihan Pembuatan Makanan Sentra IKM Olahan
Berbahan Dasar Sumber Daya Alam Ikan Pulau Bunyu
64
Pelatihan
No Kabupaten/Kota Narasumber
(SDA) Lokal
Pelatihan Teknik Pengembangan Rumah Kemasan
Strategi Desain Kemasan dan Bandung
Branding Produk UKM
Pelatihan Teknik dan Shopee
Pengembangan Pemasaran secara
Online (E-Commerce)
Pelatihan Teknik Pengembangan Rumah Kemasan
Strategi Desain Kemasan dan Bandung
Nunukan dan Branding Produk UKM
3
Sebatik Pelatihan Kewirausahaan Berbasis LKP Robby
UKM Salon bagi Wirausaha Pemuka Perbatasan
(WP) di Lumbis Ogong Nunukan
Pelatihan Kewirausahaan Berbasis LKP Robby
Salon bagi Wirausaha Pemula di Perbatasan
Seimenggaris Nunukan
Pelatihan Kewirausahaan Berbasis UKM Amplang
4 Tarakan UKM Olahan Pangan bagi Lily/ UKM Sambal
Wirausaha Pemula (WP) Dayak Tarakan
Sumber: Data diolah Disperindagkop Prov Kaltara, 2020

Upaya penguatan modal manusia dalam mengelola UKM maka


pemerintah provinsi Kalimantan Utara melaksanakan kegiatan pelatihan.
Pelatihan yang diikuti sebanyak 388 UKM di 3 kabupaten dan 1 kota.
Pelatihan yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam
mengelola hasil produk UKM. Pelatihan e-commerce yang dibawakan oleh
shopee untuk memberikan ketrampilan pelaku UKM dalam menjalankan
usaha secara digital dan bisa memanfaatkan semua fitur dan fasilitas yang
tersedia dalam bentuk digital. Baik dalam mengenalkan produknya sampai
mencapai pasar yang sangat luas. Bentuk pelatihan juga diberikan bukan
hanya yang meghasilkan produk tetapi terkait usaha jasa yang bisa
dikembangkan. Pelatihan Teknik Pengembangan Strategi Desain Kemasan dan
Branding Produk UKM akan memberikan ketrampilan baru terkait pentingnya
desain kemasan dan branding produk.
Tabel 4.6 Data Pelatihan Kewirausahaan Koperasi
Di Kalimantan Utara 2020
No Kabupaten/Kota Pelatihan Narasumber
65
Pelatihan Managemen LSP KJK
1 Bulungan Koperasi dan Pembukuan Samarinda
Koperasi
Pelatihan Managemen LSP KJK
2 Tana Tidung Koperasi dan Pembukuan Samarinda
Koperasi
Pelatihan Managemen LSP KJK
Nunukan dan
3 Koperasi dan Pembukuan Samarinda
Sebatik
Koperasi
Pelatihan Penyusunann Lembaga Jasa
Laporan RAT bagi Pengurus Profesi Keuangan
dan Badan Pengawas Koperasi Syariah
Samarinda
4 Tarakan Pelatihan Penyusunann Fakultas
Laporan RAT bagi Pengurus Ekonomi
dan Badan Pengawas Koperasi Universitas
Borneo Kota
Tarakan
Sumber: Data diolah Disperindagkop Prov Kaltara, 2020

Kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi


Kalimantan Utara dalam upaya resiliensi modal manusia untuk
membangkitkan kembali UKM dan koperasi yang terdampak pada masa
pandemi. Pelatihan yang diikuti sebanyak 296 koperasi di 3 kabupaten dan 1
kota. Dapat dilihat upaya pemerintah dalam memberikan pelatihan dapat
meningkatkan pertumbuhan UKM di tahun 2021.

66

Anda mungkin juga menyukai