Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MINGGU KE 5

BIODIVERSITAS AGRO-MARITIM
DAN SISTEM PANGAN BERKELANJUTAN

IKAN ENDEMIK DAN INVASIF


DI PERAIRAN AIR TAWAR INDONESIA

Disusun Oleh :

Mutmainah Woretma (P0502231005)


Rizky Oktavian (P0502231014)

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Mala Nurlimala, S.Pi, M.Si

ILMU PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN


LINGKUNGAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
BAB I.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia, dengan wilayah perairan yang meliputi lebih dari 17 ribu pulau,
menjadi rumah bagi sejumlah besar spesies ikan yang menghuni perairannya.
Keanekaragaman hayati laut Indonesia menjadi salah satu yang terkaya di dunia,
dengan ribuan spesies ikan yang hidup di perairan yang tersebar mulai dari Laut
Arafura hingga Laut Natuna. Di antara kekayaan tersebut, terdapat dua kategori
penting yang menjadi fokus perhatian para ilmuwan, peneliti, dan pelestari
lingkungan: ikan endemik dan ikan invasif.
Ikan endemik adalah spesies ikan yang hanya dapat ditemukan di wilayah
tertentu dan tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Mereka merupakan bagian
penting dari ekosistem lokal dan seringkali menjadi simbol keunikan dan keindahan
ekosistem perairan yang mereka huni. Di Indonesia, keberadaan ikan endemik
mencerminkan kekayaan alam yang luar biasa dan menjadi bukti bahwa negara ini
adalah salah satu tempat paling istimewa untuk studi ekologi laut.
Perairan Indonesia adalah rumah bagi berbagai ikan endemik yang tidak dapat
ditemukan di tempat lain di dunia. Ini termasuk spesies-spesies yang telah
berevolusi dan beradaptasi dengan lingkungan unik perairan Indonesia. Salah satu
contoh paling terkenal adalah ikan gurita dari perairan Sulawesi. Ikan gurita ini
memiliki kemampuan berenang yang unik dan berkembang biak dengan cara yang
aneh. Keberadaannya di Sulawesi adalah bukti kekayaan biologis wilayah tersebut.
Selain itu, perairan Indonesia juga menjadi rumah bagi spesies ikan endemik
lainnya seperti ikan gobi batu yang hidup di perairan Bali, ikan clown dari perairan
Raja Ampat, dan banyak lagi. Keanekaragaman ikan endemik ini merupakan aset
berharga yang harus dijaga dengan baik. Banyak dari spesies-spesies ini juga
menjadi daya tarik bagi para penyelam dan penggemar alam bawah laut yang datang
ke Indonesia untuk melihat keindahan bawah lautnya.
Ikan invasif adalah spesies ikan yang tidak berasal dari ekosistem setempat
dan memasuki perairan Indonesia dengan cara yang tidak alami. Mereka seringkali
membawa dampak negatif terhadap ekosistem perairan dan spesies-spesies ikan
asli. Invasi ikan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, merusak habitat asli,
dan bersaing dengan ikan lokal untuk sumber daya seperti makanan dan tempat
berlindung.
Di sisi lain, ikan invasif adalah spesies-spesies ikan yang dapat mengancam
ekosistem perairan setempat ketika mereka memasuki wilayah baru. Hal ini dapat
terjadi melalui berbagai cara, seperti akibat kegiatan manusia seperti perdagangan
ikan internasional atau pengenalan ikan invasif ke perairan yang tidak mereka asli.
Salah satu contoh yang paling menonjol di Indonesia adalah ikan lionfish (Pterois
volitans). Ikan ini berasal dari perairan Samudra Hindia dan Pasifik Barat, tetapi
telah menjadi invasif di perairan Karibia dan Atlantik Barat. Ketika ikan ini masuk
ke perairan yang tidak alami bagi mereka, mereka bisa menjadi pemangsa yang
agresif terhadap ikan-ikan asli dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Selain ikan lionfish, ada juga spesies lain seperti ikan nila (Oreochromis spp.)
yang telah menjadi ikan invasif di beberapa perairan Indonesia. Ikan ini, yang
sebenarnya berasal dari benua Afrika, telah menyebar secara luas di seluruh
Indonesia dan dapat mengganggu ekosistem setempat dengan bersaing langsung
dengan ikan asli dan mengubah habitat mereka.
Kehadiran ikan invasif dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada
ekosistem perairan Indonesia. Beberapa dampak tersebut antara lain; Kompetisi
dengan Ikan Asli: Ikan invasif seringkali bersaing dengan ikan asli untuk sumber
daya seperti makanan dan tempat berlindung. Ini dapat menyebabkan penurunan
populasi ikan asli dan mengganggu rantai makanan lokal. Predasi Terhadap Ikan
Asli: Beberapa ikan invasif, seperti ikan lionfish, adalah pemangsa yang agresif
terhadap ikan asli. Hal ini dapat mengurangi populasi ikan asli yang penting bagi
ekosistem setempat. Perubahan Ekosistem: Kehadiran ikan invasif dapat mengubah
struktur ekosistem perairan. Mereka dapat merusak terumbu karang, lamun, atau
habitat lainnya, yang berdampak negatif pada keanekaragaman hayati dan fungsi
ekosistem. Penyakit dan Parasit: Beberapa ikan invasif dapat membawa penyakit.0
Pentingnya memahami dan menjaga keseimbangan antara ikan endemik dan
invasif di perairan Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
populasi manusia dan aktivitas ekonomi yang berdampak pada lingkungan laut.
Para ilmuwan dan pelestari lingkungan berusaha keras untuk mengidentifikasi,
memahami, dan mengelola kedua kategori ikan ini agar dapat meminimalkan
dampak negatif dan memaksimalkan manfaat yang dapat diberikan kepada
masyarakat Indonesia.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1. Mengetahui perbedaan Ikan Endemik dan Ikan Invasif yang berada di
perairan Indonesia.
2. Mengetahui persebaran Ikan Endemik dan Ikan Invasif di perairan
Indonesia
3. Mengetahui ancaman dari Ikan invasid terhadap Ikan Endemik

1.3. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini agar dapat menjadi bahan
pembelajaran kepada Mahasiswa terkait persebaran dan ancaman Ikan
endemik dan Ikan Invasif.
BAB II.
HASIL PEMBAHASAN
2.1. Definisi Dan Karakteristik Ikan Endemik
2.1.1 Penjelasan Ikan Endemik
Ikan endemik merupakan ikan yang keberadaannya secara alami dengan
sebaran geografis yang terbatas (hanya pada suatu wilayah tertentu) (de Silva et
al. 2007). Ikan asli (ikan dan sumber daya ikan dari Indonesia yang diketahui
berasal dari Indonesia atau hidup di wilayah tertentu dan/atau berbeda
lingkungan dan ekosistemnya namun masih terdapat di perairan Indonesia
(Dirjen Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan 2015). Wilayah geografis ini dapat
berupa danau, sungai, sistem pulau, atau bahkan suatu kawasan laut yang
spesifik. Keberadaan ikan endemik sangat erat kaitannya dengan faktor
lingkungan dan sejarah evolusi. Spesies ini biasanya memiliki adaptasi khusus
terhadap lingkungannya yang unik, dan seringkali mereka menjadi ciri khas
penting dalam ekosistem lokal.
Ikan endemik memiliki ciri khas yang membedakannya dengan ikan yang
berasal dari wilayah lain. Ciri khas tersebut dapat berupa bentuk tubuh, warna,
atau perilaku. Ikan endemik juga memiliki adaptasi yang khusus terhadap
lingkungan hidupnya. Hal ini membuat ikan endemik menjadi sangat penting
dalam menjaga keseimbangan ekosistem air tawar.
Ikan endemik memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem air tawar. Ikan endemik dapat menjadi indikator kesehatan ekosistem
air tawar karena keberadaannya sangat tergantung pada kondisi lingkungan
yang ada di wilayah tersebut. Jika lingkungan tersebut mengalami kerusakan,
maka ikan endemik yang ada di wilayah tersebut juga akan terancam punah.
Indonesia memiliki kurang lebih sekitar 440 spesies ikan endemik air
tawar yang hanya dapat ditemukan di Indonesia. Hal ini menjadikan Indonesia
sebagai negara dengan jumlah spesies ikan endemik air tawar terbanyak
keempat di dunia. Beberapa contoh ikan endemik air tawar yang dapat
ditemukan di Indonesia antara lain Ikan Wader Cakul, Ikan Baung, Ikan Tawes,
dan Ikan Betok.
Keberadaan ikan endemik tidak terjadi begitu saja. Beberapa faktor yang
berperan dalam pembentukan ikan endemik adalah isolasi geografis, perubahan
lingkungan, dan evolusi cepat. Isolasi geografis adalah faktor utama yang
memungkinkan ikan endemik berkembang. Spesies ikan tertentu dapat terjebak
di dalam suatu wilayah tertentu, seperti danau terisolasi atau sungai yang
terputus, dan karena itu, mereka mengalami perubahan genetik yang seiring
waktu menghasilkan spesies yang berbeda. Perubahan lingkungan, seperti
perubahan suhu, salinitas, atau kondisi habitat lainnya, dapat mendorong ikan
untuk mengembangkan adaptasi khusus untuk bertahan hidup dalam kondisi
tersebut. Hal ini dapat mengarah pada evolusi spesies ikan endemik yang unik.
Dalam beberapa kasus, ikan endemik dapat mengalami proses evolusi yang
lebih cepat daripada ikan yang tersebar luas di berbagai wilayah. Ini dapat
terjadi karena tekanan seleksi yang lebih kuat dalam lingkungan yang terbatas.
Ikan endemik memainkan peran penting dalam ekosistem tempat mereka
ditemukan. Mereka sering menjadi pemangsa atau mangsa dalam rantai
makanan lokal, dan ketidakmampuan untuk menemukan pengganti di luar
wilayah endemik mereka dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Ikan
endemik memiliki nilai ekologis, ilmiah, dan konservasi yang tinggi. Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan melindungi ikan endemik.
Ikan endemik sering kali merupakan indikator penting tentang kesehatan
ekosistem lokal. Ketika ikan endemik menghadapi ancaman atau mengalami
penurunan populasi, ini bisa menjadi tanda bahwa ada masalah serius dalam
ekosistem tersebut. Ikan endemik juga dapat menjadi subjek penelitian ilmiah
yang sangat penting. Mempelajari adaptasi mereka terhadap lingkungan yang
unik dapat memberikan wawasan yang berharga tentang evolusi dan ekologi.
Melindungi ikan endemik juga memiliki nilai konservasi yang tinggi.
Kehilangan spesies endemik bisa menjadi kehilangan yang tak tergantikan
dalam warisan alam kita.
Meskipun ikan endemik memiliki nilai ekologis yang tinggi, banyak di
antaranya menghadapi ancaman serius seperti perubahan iklim, hilangnya
habitat, polusi, dan overfishing. Oleh karena itu, kita harus melakukan upaya
perlindungan dan pelestarian ikan endemik dengan cara menjaga kelestarian
habitat alami ikan endemik, mengurangi pencemaran air, mengendalikan
spesies invasif, dan mengembangkan budidaya ikan endemik secara
berkelanjutan. Selain itu, peran masyarakat juga sangat penting dalam menjaga
kelestarian habitat alami ikan endemik dengan cara tidak melakukan aktivitas
yang merusak lingkungan hidup.

2.1.2 Persebaran Geografis Ikan Air Tawar Di Indonesia

Ditinjau dari sudut iktiogeografis, ikan air tawar di Indonesia mendiami


tiga daerah sebaran geografis (Paparan Sunda, Daerah Wallace, dan Paparan
Sahul) yang dibatasi oleh dua garis maya: Garis Wallace dan Garis Weber
.Masing-masing daerah sebaran tersebut dihuni oleh berbagai spesies yang
berbeda satu dari yang lain.

A. Paparan Sunda
Paparan Sunda mencakup pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya. Pada masa lampau Paparan Sunda merupakan
bagian dari benua Asia, yang kemudian terpisah pada zaman es sehingga
terbentuk kondisi geografis seperti sekarang. Terdapat suatu teori yang
menganggap bahwa ketika masa silam sungai-sungai yang mengalir ke timur
pantai Sumatera, sungai yang mengalir ke selatan dari Vietnam,Muangthai, dan
Birma, serta sungai yang mengalir kearah barat Kalimantan merupakan anak
sungai dari suatu sungai raksasa yang pernah mengalirdi antara Kalimantan dan
India menuju ke Laut Cina Selatan. Oleh karena itu ikan-ikan yang terdapat di
pulau-pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan sangat mirip dengan ikan-ikan di
daratan Asia. Ikan yang tinggal di sungai-sungai Sumatera yang mengalir ke
pantai timur dan ikan yang tinggal di sungai-sungai Kalimantan yang mengalir
ke pantai barat mempunyai banyak kesamaan. Sebaliknya, antara ikan-ikan
penghuni Sungai Mahakam yang mengalir ke pantai timur dan ikan-ikan
penghuni Sungai Kapuas yang mengalir ke pantai barat, terdapat perbedaan
yang sangat besar; walaupun dua sungai tersebut terletak di pulau Kalimantan.
Sumatera dicirikan oleh perairan danau, sungai, dan rawa banjiran. Pada
beberapa danau di Sumatera masih ditemukan ikan endemik, yang sebagian
besar belum ada catatan aspek ekobiologisnya. Beberapa contoh ikan endemik
misalnya: keperas (Poropuntius tawarensis) dan depik (Rasbora tawarensis)
yang hidup di Danau Laut Tawar. Ihan atau dikenal sebagai ikan batak
(Neolissochilus thienemanni) adalah ikan endemik di Danau Toba yang
sekarang keberadaannya diragukan karena tidak pernah ditemukan lagi.
Tiga sungai besar mengalir di Kalimantan yaitu Kapuas, Barito dan
Mahakam. Sekurang-kurangnya dua spesies ikan endemik ditemukan di Sungai
Kapuas yaitu kelajang (Osteochilus kappenii) dan seluang (Rasbora subtilis).
Berbeda dengan pulau Sumatera dan Kalimantan yang keanekaragaman
ikannya masih cukup besar, di Pulau Jawa ikan sudah banyak yang punah atau
menipis populasinya.

B. Daerah Wallacea
Daerah Wallacea meliputi daerah Nusa tenggara dan Sulawesi. Di daerah
ini tidak begitu banyak terdapat spesies ikan air tawar. Ikan famili Cyprinidae
dan Siluridae tidak menyebar di daerah ini. Ikan famili Cyprinidae yang
ditemukan adalah hasil introduksi manusia, misal ikan tawes di Danau Tempe.
Sebagian besar spesies penghuni daerah ini termasuk dalam kelompok
ikan endemik. Beberapa contoh dapat dikemukakan antara lain Telmatherina
antoniae, T. prognatha, dan T. opudi yang menghuni Danau Matano (Hadiaty
& Wirjoatmodjo, 2002). Kelompok ikan endemik selain ditemukan di danau
ini, juga ditemukan di danau sekitarnya yang secara bersama-sama disebut
Malili complex (Matano, Mahalona, Towuti, Masapi dan Wawantoa). Ikan-ikan
yang ditemukan di sini mempunyai warna tubuh dan corak yang indah sehingga
mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ikan hias.

C. Paparan Sahul
Paparan Sahul yang bagian terluasnya adalah Papua, merupakan wilayah
yang ikan-ikannya belum banyak diketahui karena kurangnya penelitian ke arah
itu. Peneliti yang memberikan banyak kontribusi dalam mendeskripsikan ikan
di Papua adalah Allen (1991, 1998, dan 2001) dan rekan (Allen et al. 2000). Di
Paparan Sahul tidak ditemukan ikan-ikan dari Ordo Cypriniformes.
Beberapa jenis ikan yang hanya dapat dijumpai di sini ialah Glossolepis
incisusdan hilatherina sentaniensis yang menghuni di Danau Sentani. Di Danau
Ayamaru ditemukan ikan-ikan Melanotaenia ajamaruensis, Melanotaenia
boesmani, Glossogobius hoesei, dan Pseudomugil reticulatus. Sama halnya
dengan ikan-ikan di Daerah Wallacea, ikan-ikan di sini mempunyai potensi
dikembangkan sebagai ikan hias yang dapat menyejahterakan penduduk
setempat

2.1.3 Ikan Endemik Yang Ada Di Perairan Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan spesies ikan air
tawar. Indonesia berada pada posisi ke-3 sebagai negara dengan spesies ikan air
tawar terbanyak di dunia, dengan total spesies mencapai 1155 spesies.
Berdasarkan data dari Fishbase, Indonesia memiliki total 440 spesies ikan air
tawar endemik, berada di posisi ke-4, setelah Brazil (1716 spesies), China (888)
dan Amerika Serikat (593 spesies). Beberapa jenis ikan yang terdapat dari
masing-masing wilayah yaitu sebgaia berikut ;
Ikan endemik yang terdapat di Pulau Sumatera, tercatat antara lain: di
Provinsi Nanggro Aceh Darussalam (NAD) terdapat ikan keperas (Poropuntius
tawarensis) dan depik (Rasbora tawarensis) yang hidup di Danau Laut Tawar
yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh
(Muchlisin et al. 2010; Giacalone et al. 2010). Tampilan kedua ikan endemik
Danau Laut Tawar, Aceh dapat dilihat pada Gambar 1. Ikan endemik dari
Provinsi Sumatera Utara, salah satunya adalah ikan batak (Neolissochilus
thienemanni) yang hanya mampu hidup dan berkembang di Danau Toba,
Sumatera Utara dan sejumlah anak sungai yang bermuara ke Danau Toba.
Untuk Provinsi Jambi, Sukmono et.al. (2017), mencatat tiga spesies
hampir terancam punah, yaitu: ikan lais kaca (Kryptoperus minor), ikan parang-
parang bengkok (Macrochirichtys marcrochirus), dan ikan sepat mutiara
(Trichopodus leerii) 3. Serta satu spesies tergolong genting, yaitu: ikan
ridiangus (Balantiocheilos melanop-terus) yang terdapat di perairan Hutan
Harapan di Jambi dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)
Gambar 1. Ikan endemik dari Danau Laut Tawar, Aceh: (a) Puntius tawarensis
(b) Rasbora tawarensis (sumber foto; Muchlisin 2010)

Gambar 2. Ikan endemik dari Danau Toba, Sumatera Utara Ikan Batak,
Neolissochilus thienemanni (sumber foto; Thomas 1990 dalam Froese &
Pauly 2018)
Gambar 3. Ikan tergolong genting dari perairan Hutan Harapan Jambi Ikan
Ridiangus (Balantiocheilos melanopterus) (sumber foto; Sukmono 2013)

Ikan endemik yang terdapat di Pulau Kalimantan, antara lain di Provinsi


Kalimantan Barat terdapat spesies Osteochilus borneensis yang ditemukan oleh
Robert (1976 dalam Froese & Pauly 2018) di Sungai Kapuas, yang dapat dilihat
pada Gambar 4. Sedangkan dari Kalimantan Timur, seperti dilaporkan oleh
Jusmaldi et. al.. (2017) terdapat spesies endemik, yaitu ikan lais lempok
(Ompok miostoma) dari perairan Sungai Mahakam, sebagaimana terlihat pada
Gambar 5.

Gambar 4. Ikan endemik dari perairan Sungai Kapuas, Kalimantan Barat


Osteochilus borneensis (sumber foto: Robert 1967 dalam Froese &Pauly2018)

Gambar 5. Ikan endemik dari perairan Sungai Mahakam, Kalimantan Timur


Ikan Lais Lempok (Ompok miostoma) (sumber foto: Jusmaldi et. al.. 2017)

Ikan endemik yang terdapat di Pulau Sulawesi, antara lain ikan butini
(Glossogobius matanensis) dari perairan Danau Towuti, sebagaimana hasil
penelitian Mamangkay & Nasution (2012) yang terlihat pada Gambar 6. Catatan
pelengkap kehadiran ikan endemik di perairan Danau Towuti yang tercatat
sebagai danau terdalam nomor tujuh di dunia ini, dikemukakan pada tahun 1993
masih terdapar 52 spesies ikan endemik di peraiaran Danau Towuti (Kottelat et
al. 1993); dan berkurang hampir setengahnya pada 10 tahun kemudian, yaitu
pada tahun 2003 tercatat kurang dari 28 spesies ikan endemik yang tersisa
(Wirjoatmojo et al. 2003). Salah satunya adalah ikan bontibonti (Paratherina
striata Aurich) yang dapat dilihat pada Gambar 7.
Masih di Pulau Sulawesi, tepatnyadi perairan Danau Poso, Provinsi
Sulawesi Tengah; Rahardjo (2016) mencatat ikan rono (Xenopoecilus
oophorus) sebagai salah satu ikan endemik di perairan Danau Poso yang dapat
dilihat pada Gambar 8. Lebih lanjut dijelaskan Rahardjo (2016) bahwa pada
tahun 2016 masih tercatat sembilan spesies ikan endemik penghuni Danau Poso,
sedangkan satu spesies ikan endemik Danau Poso telah dinyatakan punah, yaitu:
Adrianichthys kruyti Weber 1913. Selain itu, Neilsen et al. (2009) melaporkan
ditemukannya spesies baru di perairan payau pada gua-gua di Pulau Muna,
Sulawesi Tenggara, yaitu ikan buta dari Pulau Muna (Diancistrus typhlops),
seperti terlihat pada Gambar 9.

Gambar 6. Ikan endemik dari perairan Danau Towuti Sulawesi Selatan Ikan
Butini (Glossogobius matanensis) (sumber foto: Mamangkey & Nasution
2012).

Gambar 7. Ikan endemik dari perairan Danau Towuti, Sulawesi Selatan Ikan
Bonti-bonti Paratherina striata Aurich) (sumber foto: Nasution 2008).

Gambar 8. Ikan endemik dari perairan Danau Poso, Sulawesi Tengah Ikan
Rono (Xenopoecilus oophorus) (sumber foto: Rahardjo 2016)
Gambar 9. Ikan endemik spesies baru dari perairan gua-gua payau Pulau
Muna, Sulawesi Tenggara: Ikan Buta dari Muna (Diancistrus typhlops)
(sumber foto: Nielsen et al. 2009)

Ikan endemik yang terdapat di Pulau Papua antara lain ikan pelangi arfak
(Melanotaenia arfakensis Allen 1990) yang terdapat di sepanjang Sungai Prafi,
Manokwari, di bagian timur laut Kepala Burung (Vogelkop), Pulau Papua.
Tampilan ikan pelangi arfak, atau nama lokal setempat disebut ikan “Anggicak”
dalam Bahasa Suku Arfak, dapat dilihar pada Gambar 10, yang merupakan
dokumentasi pribadi Manangkalangi. Selain itu, ditemukan ikan endemik
pelangi korumoi (Melanotaenia parva) dari perairan Danau Kurumoi Kabupaten
Sorong, Provinsi papua Barat (Allen et al. 2008), sebagaimana terlihat pada
Gambar 11.

Gambar 10. Ikan endemik dari perairan Sungai Prafi, Manokwari, Papua Ikan
Pelangi Arfak (Melanotaenia arfakensis) (sumber foto: dokumentasi pribadi E.
Manangkalangi)

Gambar 11. Ikan endemik dari perairan Danau Karamoi, Papua Barat Ikan
Pelangi Karamoi (Melanotaenia parva) (sumber foto:Allen et al. 2008)

Ikan endemik yang terdapat di Kepulauan Maluku, antara lain ikan hiu
berjalan Halmahera (Hemiscyllium halmahera Allen & Erdmann 2013) yang
terdapat perairan bagian selatan Ternate, Halmahera Utara, Provinsi Maluku
Utara (Allen et al. 2013). Morfologi iakn hiu berjalan halmahera ini dapat
dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Ikan endemik dari perairan laut bagian selatan Ternate, Halmahera
Ikan Hiu Berjalan (Hemiscyllium halmahera) (sumber foto:Allen et al. 2013)

2.2. Definisi Dan Karakteristik Ikan Invasif


Ikan asing atau ikan introduksi adalah suatu jenis ikan yang bukan berasal
dari habitat asli atau daerah sebaran zoogeografisnya. Ikan introduksi tersebut
bersifat invasif manakala memberikan dampak negatif terhadap komunitas di
perairan. Keberadaan ikan invasif disuatu wilayah dapat diakibatkan oleh campur
tangan manusia secara sengaja atau pun tidak sengaja. Kehadiran jenis-jenis ikan
invasif di perairan umum di wilayah Indonesia sangat dikhawatirkan dapat
mengancam keberadaan ikan asli yang telah ada sebelumnya dan menyebabkan
perubahan komposisi jenis ikan asli disuatu perairan.
Tujuan awal introduksi ikan di beberapa negara antara lain untuk budidaya
ikan unggulan, memperbaiki komunitas ikan di perairan umu, dan lomba atau
fishing game (Elvira 2001 et al, 2010). Jenis-jenis ikan introduksi didatangkan ke
Indonesia sebagai komoditas perdagangan ikan hias, konsumsi, atau tujuan lain,
seperti pemberantasan nyamuk atau peningktan mutu dan produksi ikan budidaya.
Beberapa jenis ikan introduksi bersifat invasif diduga masuk secara illegal.
Beberapa jenis didatangkan dengan peranan khusus, seperti pembasmi jentik
nyamuk malaria, yaitu Guppy dan Lebistes, juga sapu-sapu sebagai pembersih kaca
akuarium. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan jika ikan asli atau
endemikc Indonesia akan bergeser oleh kehadiran ikan introduksi apabila
kehadirannya tidak dipantau dengan baik.

2.3. Persebaran geografis ikan invasif


Ikan introduksi telah tersebar di perairan umum, seperti di sungai, parit, danau
dan waduk. Jenis-jenis tersebut umumnya telah memiliki nama local berdasarkan
Bahasa setempat, misalnya guppy (Poecilia reticulata) yang di daerah sekitar
Banten memiliki nama bungkreng atau tampele, tetapi di DKI Jakarta disebut ikan
seribu. Guppy dimasukkan ke Indonesia sebagai ikan hias akuarium sekitar tahun
1920. Ikan ini semula diharapkan dapat membasmi berbagai jenis larva nyamuk di
alam untuk mengendalikan penyakit malaria, tetapi tidak berhasil.
Pada tahun 1951, ikan mujair diintroduksi ke danau di Sulawesi dan menjadi
invasif yang mengakibatkan kepunahan ikan local yaitu ikan moncong bebek
(Adrianichtys kruyit) dan Poptas’s bunting (Xenopoecilus poptae). Kedua jenis ini
merupakan jenis edemik dari Poso. Selanjutnya, kasus hilangnya Xenopoecilus
sarasinorum dari Danau Lindu (Whitten 1987).
Kasus lain yang terjadi adalah di Danau Ayamaru, Papua, Yakni keberadaan
ikan mas dikhawatirkan mengancam ikan Pelangi (Melanotaenia ayamaruensis)
yang merupakan jenis endemik.
Jenis ikan introduksi lain yang hadir ke Indonesia pada akhir tahun 1990
adalah red devil (Amphilophus labiatus). Ternyata jenis ini mampu bertahan dan
berkembang pesat. Saat ini dilaporkan red devil telah menjadi hama di Waduk
Kedungombo dan Waduk Sermo, Kulom Progo. Sejak red devil masuk ke waduk
tersebut, tangkapan nelayan setempat menurun dan hasil tangkapannya 75% adalah
red devil. DIkabarkan, jenis red devil telah menyebar pula ke Waduk Cirata dan
Jatiluhur (Haryani 2013).
Jenis alligator dan piranha merupakan jenis invasif yang sekarang menjadi
ancaman serius di beberapa perairan umum seperti yang dilaporkan di Waduk
Jatiluhur dan Cirata. Jenis alligator ini di duga telah terlepas di beberapa perairan
umum dan waduk di Jawa. DI Waduk Jatiluhur, Purwakata, Jawa Barat, dilaporkan
ikan alligator dan beberapa ikan invasif lainnya telah berkembang, seperti
Atractosteus spatula beberapa kali terlihat di daerah Bogor.
Selain itu, tersebar pula ikan introduksi maupun yang berpotensi invasid, yaitu
bawal (C. macropomum), nila (O. niloticus), dan ikan seribu (P. reticulata).
Kehadiran jenis-jenis ikan tersebut membuat beberapa jenis ikan asli Sungai
Ciliwung diduga telah hilang karena kalah bersaing dalam memperebutkan pakan
dan habitat. Hal yang sama juga terjadi di Sungai Bratas, Jawa Timur, yang telah
didominasi oleh ikan asing (hampir mencapai 85%), mengalahkan ikan lokal
(Haryani 2013).

2.4. Dampak Ikan Invasif di Indonesia


Ikan introduksi yang bersifat invasif mempunyai kemampuan adaptasi yang
tinggi, mampu berkembang dan bereproduksi secara cepat walaupun terkadang
masih dengan kawin suntik. Karakter lain, mereka mampu hidup dengan jenis-jenis
makanan yang ada di sekitarnya, terkadang tidak ada pesaing sehingga menjadi top
predator. Namun, yang mengkhawatirkan adalah mereka ikut membawa jenis
penyakit yang dapat menyerang ikan budi daya ataupun ikan di perairan umum.
Allan dan Flecker (1993) menyatakan bahwa dari 31 studi kasus ikan
introduksi ke daerah aliran sungai, sebanyak 77% mengakibatkan turunnya
populasi ikan asli. Kepunahan suatu jenis biasanya diawali dengan penurunan
jumlah populasinya. Wargasasmita (2005) menegaskan bahwa penurunan populasi
dan sampai punahnya jenis ikan asli akan memberikan peluang ikan introduksi
untuk berkembang dan dominan, yang selanjutnya menjadikan komunitas ikan
tersebut menjadi homogen. Sementara itu, kekhawatiran yang sangat mendasar dari
masuknya ikan introduksi sampai terlepas ke alam liar dengan sengaja atau tidak
adalah tidak terkontrolnya perkembangan populasi yang dapat menggeser atau
bahkan memusnahkan jenis ikan lokal daerah tersebut.
Lembaga pemantau kehidupan liar internasional seperti International Union
for Conservation of Nature (IUCN) tahun 2003 mencatat bahwa dari 87 jenis ikan
asli Indonesia, 57 jenis diantaranya terancam punah karena berbagai factor. Faktor-
faktor yang menyebabkan penurunan keanekaragaman ikan air tawar ini adalah
terjadinya suatu perubahan atau bahkan hilangnya habitat, eksploitasi sumberdaya
yang berlebihan, pencemaran di habitat ataupun disekitarnya, persaingan habitat,
dan masuknya ikan introduksi (Dudgeon et al, 2006).
2.5. Kebijakan Pemerintah
Pemerintah Indonesia telah menyadari bahanya yang ditimbulkan akibat
masuknnya jenis-jenis ikan introduksi. Aturan yang dibuat oleh Mentri
Pertanian yaitu SK Mentan 179/Kpts/Um/3/1982 tentang larangan terhadap
masukknya jenis-jenis ikan berbahaya dari luar negeri. Jenis-jenis tersebut
adalah piranha (Serrasalmus spp), vampire catfish (Vandelia spp), alligator gar
(Lepisosteus spp), sheat fish (Silurus glanis), muskellunge (Esox
masquinongry), belut listrik (Electrophorus electicus), dan puppers (Tetraodon
spp).
Surat keputusan tersebut keudian direvisi pada 2009 menjadi Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Inonesia No. 17/MEN/2009, yang
didalamnya berisi tentang larangan terhadap 30 jenis ikan berbahaya untuk
masuk ke Indonesia. Jenis-jenis berbahaya tersebut adalah terdiri dari lima
kelompok jenis ikan terdiri dari Tetraodontidae (Puffer Fishes),
Trichomycteridae (Parasitic Catfishes), Characidae (Piranha), Esocidae (Pike
and Pickerel), dan Electrophoridae.

2.6. Upaya pelestarian Ikan Endemik dapat dilakukan secara in- situ dan ex-
situ

A. In-situ

Upaya in-situ merupakan upaya pelestarian pada habitat alami spesies tersebut.
Kegiatan yang dapat dilakukan adalah melalui:

1. Suaka perikanan: bertujuan untuk melindungi habitat ikan asli dan endemik, agar
terhindar dari upaya penangkapan (pembatasan) sehingga mampu
berkembangbiak secara alami. Seperti yang dilakukan masyarakat Kuningan
untuk melakukan upaya konservasi ikan tor dengan pendekatan kearifal lokal
dan kesadaran lingkungan sebagai prioritas (Mukhlis Kamal & Wardiatno,n.d.).

2. Modifikasi habitat dan rehabilitasi lingkungan: upaya ini dapat dilakukan pada
ikan yang mengalami penurunan komposisi (jumlah). Seperti adanya Peraturan
Desa No. 06 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan Ikan dengan Setrum
dan Obat Kimia di Desa Jatimalang Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen.

3. Pengendalian ikan introduksi (introduksi spesies): upaya dalam pengendalian


introduksi spesies asing dilakukan karena potensi jenis ikan invasif dapat
menggeser jenis ikan asli perairan tersebut, sehingga ikan asli dan endemik akan
punah, maka hal tersebut perlu diperhatikan.

4. Menyusun regulasi penangkapan ikan: eksploitasi berlebihan dalam jangka


panjang (long term) dapat mengakibatkan kelangkaan dan penurunan bahkan
punahnya spesies ikan. Untuk melindungi dan mengaturnya perlu menyusun
regulasi/peraturan penangkapan ikan.
B. Ex-situ

Upaya ex-situ merupakan upaya pelestarian di luar habitat alami spesies tersebut.
Kegiatan yang dapat dilakukan adalah:

1. Domestikasi: upaya pelestarikan dan peningkatkan stok ikan yang terindikasi


mengalami penurunan jumlah drastis dan hampir punah. Upaya ini dapat
dilakukan melalui kegiatan budidaya ikan. Benih hasil dari budidaya
(aquaculture) selanjutnya ditebar kembali kedalam habitat aslinya (restocking)
sehingga keberadaannya tetap terjaga (lestari). Domestikasi ikan dari alam
memerlukan teknologi yang mendukung untuk ikan dapat beradaptasi di tempat
terkontrol dan terbatas agar dirancang seperti kondisi alaminya.

2. Pelestarian melalui budidaya ikan: untuk menjaga sumber daya plasma nutfah
ikan khususnya biodiversitas ikan yaitu melalui konservasi jenis di tingkat
pembudidaya (on farm conservation) dengan cara domestikasi dan budidaya. Di
Pulau Jawa, saat ini ada dua unit pelaksana teknis (UPT) KKP di antaranya
adalah (1) Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi,
Jawa Barat. Fokus pengembangan ikan baung (Mystus nemurus), dan tawes
(Barbonymus gonionotus); (2) Pengembangan Budidaya Air Tawar (PBAT)
Umbulan, yang telah mengembangkan kegiatan domestikasi, teknologi
pembenihan, dan pembesaran beberapa komoditas ikan lokal seperti ikan tawes
(Barbonymus gonionotus), dan sengkaring (Tor douronensis). Berikut adalah
beberapa ikan asli dan endemik yang sudah dan belum bisa di budidayakan.

3. Dukungan seluruh Stakeholder. Upaya pelestarian sumber daya ikan


merupakan tanggung jawab bersama. Maka perlu adanya dukungan dan
penguatan seluruh stakeholder yang terlibat. Pemberdayaan dan penyuluhan
kepada masyarakat dalam menjaga, mengelola dan melestarikan sumber daya
ikan perlu dilakukan. Pengawas dari kelompok masyarakat perlu didukung serta
dibutuhkan keterlibatan para peneliti dan perekayasa budidaya ikan asli dan
endemik untuk mengembangkan teknologi domestikasi dan budidaya.
Jenis-jenis Ikan Invasif
Tabel 1. Daftar jenis ikan invasif yang ada di perairan Indonesia.

No Kelompok Bangsa Penyebaran Alami Keterangan Foto


dan Suku
1 Bangsa : Amerika Utara, meliputi S. Mississipi dari barat daya Ohio dan
Lepisosteiformes Illinois Selatan di Amerika Serikat sampai T. Meksiko; Pesisir
Suku: Lepisosteidae T. Meksiko dari S. Enconfina Florida sampai Veracruz
Atractosteus spatula (Meksiko) Atractosteus spatula (Lacepede, 1803) (Alligator
Gar)

Gambar 13. Atractosteus spatula


(Sumber foto : iNaturalis –
ProjectManhattan)
2 Bangsa : Amerika Utara dan Tengah, sepanjang pantai dan pedalaman
Lepisosteiformes dari Quebec ke utara Meksiko
Suku: Lepisosteidae
Lepisosteus osseus

Gambar 14. Lepisosteus osseus


(Sumber foto : iNaturalis – Elizabeth
Sellers)
3 Bangsa : Amerika Utara, meliputi Danau Erie dan sebelah selatan D.
Lepisosteiformes Michigan melalui S. Mississippi sampai teluk yang berasal dari
Suku: Lepisosteidae S. Apalachicola di Florida, S. Nueces di Texas (AS).
Lepisosteus oculatus

Gambar 15. Lepisosteus oculatus


(Sumber foto : iNaturalis – Phil's 1stPix)
4 Bangsa Amerika Selatan, meliputi S. Amazon, S. Parana Paraguay dan
Characiformes pesisir Timur laut sungai-sungai di Brasil dan lembah
Suku: Characidae S.Essequibo
Pygocentrus
nattereri

Gambar 16. Pygocentrus nattereri


(Sumber foto : iNaturalis – Marco Verch)
5 Bangsa Siluriformes Amerika Selatan, yaitu S. Amazon; telah diintroduksi
Suku: Loricariidae keberbagai negara. Di Indonesia jenis ini lebih dikenal sebagai
Pterygoplichthys ikan sapu-sapu karena fungsinya sebagai pembersih kaca
pardalis akuarium.

Gambar 17. Pterygoplichthys pardalis


(Sumber foto : iNaturalis – Felipe Campos)
6 Bangsa Amerika Utara dan Tengah, meliputi S. Mississippi dari
Cyprinodontiformes Indiana dan Illinois di Amerika Serikat bagian selatan ke Teluk
Suku: Poeciliidae Meksiko
Gambussia affinis

Gambar 18. Gambussia affinis


(Sumber foto : iNaturalis – NOZO)
7 Bangsa Perciformes Amerika Tengah dan Selatan, yaitu Trinidad dan Tobago,
Suku: Cichlidae Kolombia, Venezuela
Aequidens pulcher

Gambar 19. Aequidens pulcher


(Sumber foto : iNaturalis – Martin Laco)
8 Bangsa Perciformes Amerika Tengah, yaitu Honduras dan Kosta Rika
Suku: Cichlidae
Amphilophus alfari

Gambar 20. Amphilophus alfari


(Sumber foto : iNaturalis – Michael
Tobler)
9 Bangsa Perciformes Amerika Tengah, yaitu paparan Atlantik Nikaragua, di danau-
Suku: Cichlidae danau Nikaragua dan Managua
Amphilophus
labiatus

Gambar 21. Amphilophus labiatus


(Sumber foto : iNaturalis – faridmuzaki)
10 Bangsa Perciformes Amerika Selatan, yaitu lembah S. Amazon di Peru,
Suku: Cichlidae Kolombia, dan Brasil; Guyana Prancis
Astronotus ocellatus

Gambar 22. Astronotus ocellatus


(Sumber foto : iNaturalis – Daniella
Vereeken)
11 Bangsa Perciformes Afrika, yaitu Kamerun dan Republik Kongo
Suku: Cichlidae
Hemichromis
elongatus

Gambar 23. Hemichromis elongatus


(Sumber foto : iNaturalis – Carol W
Taylor)
12 Bangsa Perciformes Amerika Tengah, meliputi Honduras sampai Kosta Rika
Suku: Cichlidae
Parachromis
managuensis

Gambar 24. Parachromis managuensis


(Sumber foto : iNaturalis – Eric van den
Berghe)
BAB III.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Ikan endemik merupakan ikan yang keberadaannya secara alami dengan
sebaran geografis yang terbatas (hanya pada suatu wilayah tertentu)
sedangkan Ikan asing atau ikan introduksi adalah suatu jenis ikan yang
bukan berasal dari habitat asli atau daerah sebaran zoogeografisnya. Ikan
introduksi tersebut bersifat invasif manakala memberikan dampak negatif
terhadap komunitas di perairan.
2. Ikan Endemik di Indonesia mendiami tiga daerah sebaran geografis
(Paparan Sunda, Daerah Wallace, dan Paparan Sahul) yang dibatasi oleh
dua garis maya: Garis Wallace dan Garis Weber .Masing-masing daerah
sebaran tersebut dihuni oleh berbagai spesies yang berbeda satu dari yang
lain. Sedangkan Ikan Invasif tersebar di berbagai pullau di Indonesia antara
lain di waduk dan sungai DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawsi,
hingga Papua.
3. Ancaman yang disebabkan masuknya Ikan Invasif dapat menyebabkan
penurunan keanekaragaman ikan air tawar bahkan dapat menyebabkan
suatu perubahan atau bahkan hilangnya habitat, eksploitasi sumberdaya
yang berlebihan, pencemaran di habitat ataupun disekitarnya, persaingan
habitat, dan masuknya ikan introduksi yang bersifat Invasif.

3.2 SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan Ikan Endemik dan Ikan Invasif di perairan
Indonesia serta berbagai macam ancaman maka, perlu adanya pembahasan lanjutan
terkait manajemen risiko dan atas dampak keberadaan ikan invasif di perairan
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Allen GR. 1991. Field guide to the freshwater fishes of New Guinea. Christensen
Research Institute, Madang – Papua New Guinea. 268 p.

Allen GR. 1998. A new genus and species of Rainbowfish (Melanotaeniidae) from
freshwaters of Irian Jaya, Indonesia. Revue Française d'Aquariologie 25 (1-
2): 11-16

Allen GR. 2001. A New Species of Rainbowfish (Glossolepis: Melanotaeniidae)


from Irian Jaya, Indonesia. Fishes of Sahul, 15(3): 766-775

Allen GR, Hortle KG, Renyaan SJ. 2000. Freshwater fishes of the Timika region
New Guinea. PT Freeport Indonesian Company, Timika. 175 p.

Dewantoro, G. W., & Rachmatika, I. (2016). Jenis Ikan Invasif Asing di Indonesia
(M. Kadapi, Ed.). LIPI Press.

de Silva, S. S., Abery, N. W., Nguyen, T. T. T. 2007. Endemic freshwater finfish


of Asia: distribution and conservation status. Diversity and
Distributions.13(2):172–184.

Direktorat Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan. 2015. Ikan Air Tawar Langka
Indonesia.

Fish Base. 2022. FishBase (2022) A global information system on fishes.


Https://www.Fishbase.de/Home.Html. https://www.fishbase.se/search.php

Hadiaty RK & Wirjoatmodjo S. 2002. Studi pendahuluan biodiversitas dan


distribusi ikan di Danau Matano, Sulawesi Selatan. Jurnal Iktiologi Indonesia
2 (2): 23 – 29

Jusmaldi, Solihin DD, Affandi R, Rahardjo MF, Gustiano R. 2017. Kematangan


gonad dan tipe pemijahan ikan lais, Ompok miostoma (Vaillant, 1902) di
Sungai Mahakan Kalimantan Timur. Jurnal Iktologi Indonesia, 17(2):201-
213

Kottelat M, AJ Whitten, SN Katikasari, S Wirjoatmojdjo. 1993. Ikan air tawar


Indonesia bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd bekerjasama
dengan Proyek EMDI, Kantor Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta. 293 hal

Mamangkey JJ, SH Nasution. 2012. Reproduksi ikan endemik butini (Glossogobius


matanensis Weber 1913) berdasarkan kedalaman dan waktu di Danau Towuti,
Sulawesi Selatan. Jurnal Biologi Indonesia, 8(1):31-43

Muchlisin ZA, M Musman, MN Siti Azizah. 2010. Length-weight relationships and


contion factors of two threatened fishes, Rasbosa tawarensis and Poropuntius
tawarensis, endemic to Lake Laut Tawar, Aceh. Journal of Applied
Ichthiology, 26(6): 949-953
Nasution SH. 2008. Ekobiologi dan dinamika stok sebagai dasar pengelolaan ikan
endemik bontibonti (Paratherina striata Aurich) di Danau Towuti, Suawesi
Selatan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 152 hal

Nielsen JG, W Schwarzhans, RH Hadiaty. 2009. A blind, new spesies of


Diancistrus (Teleostei, Bythitidae) from three caves on Muna Island
Southeast of Sulawesi Indonesia.Cybium, 33(3):241-245

Rahardjo MF. 2016. Ikan endemik Danau Poso. Masyarakat Iktiologi Indonesia,
http://iktiologiindonesia.org

Sukmono T, DS Solihin, MF Rahardjo, R Affandi. 2013. Iktiofauna di perairan


hutan tropis dataran rendah, Hutan Harapan Jambi. Jurnal Iktiologi Indonesia,
13(2):161-174

Wirjoatmodjo S. Sulistiono, MF Rahardjo, IS Suwelo, RK Hadiati. 2003.


Ecological distribution of endemic fish spesies in spesies Lake Poso and
Malili Complex, Sulawesi Island. Funded by Asean Regional Center of
Biodeversity Conservation and the European Comission. 30 p.

Anda mungkin juga menyukai