Anda di halaman 1dari 15

ABSTRAK

Episiotomi dalam artian sempit adalah insisi pudenda. Periniotomi adalah


insisi pada perineum. Akan tetapi , dalam bahasa biasa episiotomi sering sama
digunakan dengan episiotomi. Dengan kata lain episiotomi adalah insisi pada
perineum untuk memperbesar mulut vagina. Pengguntingan mulut rahim sebagai
jalan untuk kelahiran janin pada saat persalinan kadangkala perlu dilakaukan.
Melahirkan tanpa pengguntingan bisa mengakibatkan robekan ke mana-mana.
Saat bayi dilahirkan, terutama kala kepala atau pantat bayi mulai “nongol”,
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Episiotomi adalah pengguntingan mulut rahim sebagai jalan lahir pada
saat proses persalinan. Bila persalinan dilakukan dengan tindakan episiotomi,
maka sebaiknya jika habis ke buang air kecil atau besar, bekas luka
dikompres dengan obat antiseptik. Hal ini untuk menghindari terjadinya
infeksi. Selain kompres, bisa juga dilakukan dengan mengolesinya dengan
salep antibiotik. Salep ini biasanya sekaligus juga menyembuhkan wasir
ibunya yang kerap keluar saat persalinan.
Jika robekan tersebut hingga mengenai anus, maka sesudah anusnya
dibenahi, pasien harus diet sampai luka di anusnya sembuh, kira-kira 5-7 hari.
Ibu harus mengatur makanannya agar buang air besarnya menjadi lembek
atau encer, kalau perlu dibantu dengan obat pencahar. Kalau robekannya
banyak, maka sebaiknya di minggu pertama sesudah persalinan, ibu jangan
banyak bergerak dulu. Terutama yang membuat gerakan di daerah
perineumnya. Misalnya, berjalan-jalan, karena berjalan-jalan akan membuat
pergeseran di daerah perineum. Jadi, lakukan kegiatan yang tidak banyak
menggerakkan daerah perineum tersebut. Misalnya, dengan duduk atau
berbaring.
Pengguntingan mulut rahim sebagai jalan untuk kelahiran janin pada
saat persalinan kadangkala perlu dilakaukan. Melahirkan tanpa
pengguntingan bisa mengakibatkan robekan ke mana-mana. Saat bayi
dilahirkan, terutama kala kepala atau pantat bayi mulai “nongol”, maka bisa
jadi membuat robek leher rahim, vagina, labia, hingga perineum sang ibu.
Terlebih lagi pada kelahiran dengan bayi besar atau proses kelahirannya
terlalu cepat. Perobekan itu bisa melebar ke mana-mana dengan bentuk yang
tak beraturan, sehingga proses penjahitan kembali akan mengalami kesulitan.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan episotomi ?
2. Apa indikasi dilakukan episiotomi ?
3. Apa jenis-jenis episiotomi?
4. Bagaimana prosedur episiotomi ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan episiotomi.
2. Untuk mengetahui apa indikasi dilakukan episiotomi.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis episiotomi.
4. Untuk mengetahui bagaimana prosedur episiotomi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Episiotomi dalam artian sempit adalah insisi pudenda. Periniotomi
adalah insisi pada perineum. Akan tetapi , dalam bahasa biasa episiotomi
sering sama digunakan dengan episiotomi. Dengan kata lain episiotomi
adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina. Pengertian
lain dari episiotomi adalah insisi dari perineum untuk memudahkan
persalinan dan mencegah ruptur perineum totalis. Pada masa lalu dianjurkan
untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya untuk mencegah
ruptur yang secara berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata agar
memudahkan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan
infeksi, tetapi hal itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup.
Sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak
diperbolehkan, karena ada indikasi tertentu untuk dilakukan episiotomi . para
penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena
hal itulah yang dianjurkan, bukan episiotominya.
Alasan mengapa episotomi bukan merupakan tindakan rutin adalah
sebagai berikut:
1. Perineum dapat dipersiapkan melalui latihan keagel dan periode pada
masa pranatal. Latihan keagel pada peiode post partum dapat memperbaiki
tonus otot-otot perineum.
2. Robekan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan episiotomi.
3. Nyeri dan tidak nyaman akibat episotomi dapat menghambat interaksi ibu
anak dan dimulai kembalinya hubungan seksual orang tua.
4. Kejadian laserasi derajat tiga dan empat lebih banyak terjadi pada
episiotomi rutin daripada tanpa episiotomi.
5. Meningkatnya resiko infeksi ( terutama jika prosedur PI ).

B. Indikasi Episiotomi
1. Gawat janin.
2. Penyulit persalinan pervaginam ( sunsang, distosia bahu, ekstraksi forcep
dan vakum, bayi besar, presentasi muka, dll ).
3. Pada persalinan prematur.
4. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan.

C. Tujuan episotomi
Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang
tidak teratur dan robekan pada muskulus sfinter ani (ruptura perineum totalis)
yang tidak bisa dijahit dan dirawat dengan baik jika terjadi akan
mengakibatkan beser berak (inkontinensia alvi). Selain itu tujuan lain
dilakukannya episiotomi adalah sebagai berikut:
1. Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak.
2. Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan jahitan.
3. Menghindari robekan perineum spontan.
4. Memperlebar jalan laahir pada persalinan pervaginam dengan tindakan.

D. Manfaat episiotomi
1. Mencegah robekan perineum derajat tiga, terutama sekali dimana
sebelumnya ada laserasi yang luas didasar panggul. Insisi yang bersih dan
dilakukan pada posisi yang benar akan lebih cepat sembuh daripada luka
yang tidak teratur.
2. Menjaga uretra dan klitoris dari trauma yang luas. Kemungkinan
mengurangi regangan otot penyangga kandung kemih atau rektum yang
terlalu kuat dan berkepanjangan, yang dikemudian hari akan menyebabkan
inkonensia urin daan prolaps vagina.
3. Mengurangi lama kala II yang mungkin penting terhadap kondisi ibu atau
keadaan janin ( fetal distress ).
4. Memperlebar vagina jika diperlukan menipulasi untuk melahirkan bayi,
contohnya pada presentasi bokong atau pada persalinan dengan tindakan.
5. Mengurangi resiko luka intrakranial pada baayi prematur.
Pada saat tindakan episiotomi diperlukan pada keadaan yang pasti.
Beberapa kerugian yang harus diingat adalah sebagai berikut :
1. Dapat menyebabkan nyeri pada masa nifas yang tidak perlu, sering
membutuhkan penggunaan analgesik.
2. Menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri kerena insisi episiotomi juga
penjahitan saat berbaring dan duduk di tempat tidur, bisa menyebabkan
imsomnia dan mengganggu kemmpuan ibu untuk berinteraksi dengan
bayinya pada minggu pertama dan mengganggu ibu untuk menyusui
bayinya. Banyak wanita juga mengalami nyeri pada saat duduk di kursi
dan pada saat berjalan. Nyeri bisa menyebabkan kesulitan pada saat BAK.
3. Nyeri atau ketidaknyaman dapat berlangsung lama sampai beberapa
minggu atau satu bulan postpartum.
4. Terjadi perdarahan, perdarahan hebat jarang terjadi.
5. Insisi dapat bertambah paanjang jika persalinan tidak terkontrol atau jika
insisi tidak adekuat/ tidak dilakukan dengan baik.
6. Selalu ada resiko infeksi, terutama bila berdekatan dengan anus.
7. Dipauruneria dan ketakutan untuk memulai hubungan seksual. Mungkin
berlanjut sampai beberapa bulan setelaah melahirkan.

Pertimbangan-pertimbangan dalam melakukan tindakan episiotomi:

1. Waktu yang tepat melakukan episiotomi, yaitu:


- Pada waktu puncak his dan saat pasien meneran.
- Perineum sudah tipis.
- Lingkar kepala pada perineum sekitar 5 cm.
- Indikasi melakukan episiotomi
2. Hampir pada mayoritas primigravida, tapi evidanced based menyatakan
hal ini dapat dihindari dengan mempertimbangkan elastisitas perineum.
3. Pada multigravida dengan perineum kaku.
4. Pada persalinan prematur atau letak sungsang.
5. Teknik pelaksanana episiotomi.

E. Jenis-jenis Episiotomi
1. Episiotomi mediolateralis
Merupakan insisi perineum kearah bawah, tetapi menjauhi rektum,
selain itu dapat juga kearah kanan atau kiri tergantung tangan dominan
yaang digunakan oleh penolong. Episotomi mediolateralis memotong
sampai titik tendineus pusat perineum, melewati bulbokavernosus dan
otot-otot tranversus perinei supervisialis dan profunda, kemudian
kedalam otot pubokoksigeus ( levator ani ). Banyaknya otot
pubokosigeus yang dipotong tergantung pada panjang dan kedalaman
insisi. Pada epsiotomi medialateralis penolong diharapkan agar berhati-
hati untuk memulai potongan pada aspek lateral fourchete atau
mengarahkan potongan terlalu jauh ke sisi lateraal sebagai upaya
menghindari kelenjar bartholin di sisi tersebut.
Episiotomi mediolateral paling sering digunakan karena relatif
lebih aman untuk mencegah perluasan ruptur perineum ke arah derajat
tiga dan empat. Pada episiotomi ini kehilangan darah akan lebih banyak
dan perbaikan lebih sulit, serta lebih nyeri dibandingkan episiotomi
median.
Pengguntingan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani
untuk mencegah ruptur perineum tingkat tiga. Perdarahan luka lebih
banyak karena melibatkan daerah yang lebih banyak pembuluh darahnya.
Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar.
Penjahitan dilakukan sedekimikian rupa sehingga setelah penjahitan
selesai hasilnya harus simetris.
2. Episiotomi Medialis
Pengguntingan yang dimulai pada garis tengah komisura posterior
lurus kebawah, tetapi tidak sampai mengebai serabut sfingter ani.
Episiotomi medialis merupakan insisi pada garis tengah perineum kearah
rektum, yaitu ke arah titik tendensius perineum, memisahkan dua sisi otot
perineum bulbokavernosus. Otot transversus perinei profunda juga dapat
dipisahkan, bergantung pada kedalaman insisi.
Episiotomi ini efekti, lebih mudah diperbaiki, dan biasanya nyeri
timbul lebih ringan. Terkadang juga dapat terjadi perluasan ruptur
perineum derajat tiga dan empat, namun penyembuhan primer dan
perbaikan ( jahitan ) yang baik akan memulihkan tonus otot sfingter.
Keuntungan dari episiotomi jenis ini adalah:
a) Perdarahan yang timbul dari luka lebih sedikit karena merupakan
daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
b) Pengguntiangan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan
kemabali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan.

3. Episiotomi Lateralis
Pengguntingan yang dilakukan kearah lateral mulai dari kira-kira
jam tiga atau sembilan menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini
sekarang tidak dilakukan lagi karena banyak menimbulkan komplikasi.
Luka sayatan dapat menyebar kearah dimana terdapat pembuluh darah
pudendal interna sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
Selain itu bparut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang
mengganggu penderita.
4. Insisi Schuchardt
Jenis ini merupakan variasi dari episotomi mediolateralis, tetapi
pengguntingannya melengkung kearah bawah lateral, melingkari rektum
dan sayatannya lebih lebar.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Episotomi


diantaranya yaitu:
1. Jelaskan pada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan serta
tujuannya.
2. Sebelum melakukan episiotomi, berikan anastesi pada perineum terlebih
dahulu karena ini merupakan salah satu dari asuhan sayang ibu.
3. Jangan melakukan episotomi terlalu dini karena ini akan menyebabkan
perdarahan. Tunda sampai perineum menipis dan pucat, serta diameter
kepala bayi nampak di vulva 5-6 cm.
4. Arah guntingan adalah mediolateral untuk menghindari ruptur perineum
totalis.
5. Jangan menggunting perineum sedikit demi sedikit karena akan luka tidak
rata dan sulit untuk dijahit.
6. Perikasa selalu gunting yang digunakan, pastikan selalu dalam keadan
tajam dan steril.

Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam melakukan episotomi adalah


sebagai berikut:
1. Mempertimbangkan indikasi-indikasi untuk melakukan episotomi dan
pastikan bahwa episiotomi itu penting dilakukan untuk keselamatan dan
kenyamanan ibu dan bayi.
2. Pastikan semua bahan dan perlengkapan sudah tersedia dan dalam keadaan
desinfektan tingkat tinggi atau steril.
3. Gunakan teknik aseptik tiap saat. Gunakan sarung tangan DTT atau steril.
4. Jelaskan pada ibu tindakan yang akan dilakukan , serta jelaskan secara
rasional alasan diperlukannya tindakan episiotomi dilakukan.
Dalam melaksanakan episotomi, berikan anestesi lokal secara dini agar
obat tersebut mempunyai tepat waktu untuk memberikan efek sebelum
dilakukan episotomi. Pada episiotomi diberikan anastesi karena tindakaan ini
menimbulkan rasa sakit dan memberikan ansatesi lokal merupakaan asuhan
sayang ibu.

Langkah-langkah dalam memberikan anestesi lokal, yaitu:

1. Jelaskan kepada ibu apa yang dilakukan dan bantu ibu untuk merasa rileks.
2. Masukkan 10 ml larutan lidokain 1% kedalam tabung suntik steril ukuran
10 ml ( tabung suntik yang lebih besar juga dapat digunakan jika
diperlukan ). Jika lidokain 1% tidak tersedia, larutka sebagian lidokain
2% dengan 1 bagian cairan garam fisiologis atau air distilasi steril,
sebagai contoh larutkan 5 ml larutan lidokain dalam 5 ml garam fisiologis
atau air steril.
3. Pastikan tabung suntik memiliki jarum ukuran 22 dan panjang 4 cm
( jarum yang lebih panjang boleh digunakan apabila diperlukan ).
4. Letakan dua jari kedalam vaagina diantara kepala bayi dan perineum.
5. Masukkan jarum ditengah fourchete dan arahkan jarum sepanjang tempat
yang akan dilakukan episiotomi.
6. Aspirasi ( tarik batang penghisap ) untuk memastikan bahwa jarum tidak
berada dalam pembuluh darah. Jika darah masuk kedalam tabung suntik,
jangan suntikkan lidokain, tarik jarum tersebut keluar. Ubah posisi jarum
dan tusukkan kembali. Karena ibu dapat mengalami kejang dan
menimbulkan kematian jika lidokain disuntikkan ke pembuluh darah.
7. Tarik jarum perlahan-lahan sambil menyuntikkan lidokain maksimun 10
ml lidokain.
8. Tarik jarum bila sudah kembali ketitik asal jarum suntik ditusukkan. Kulit
melembung sehingga anastesi bisa terlihat dan dipalpasi pada perineum di
sepanjang garis yang akan dilakukan episotomi.
F. Prosedur Pelaksanaan Episotomi
1. Tunda tindakan episotomi hingga perineum menipis dan pucat, serta 3-4
cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi. Jika melakukan
episiotomi akan menyebabkan perdarahan jangan melakukan secara dini.
2. Masukkan dua jari kedalam vagina diantara kepala bayi dan perineum.
Kedua jari agak diregangkan dan berikan tekanan lembut kearah luar
pada perineum. Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan
meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah di episotomi.
3. Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Tempatkan
gunting ditengah fourchette posterior dan gunting mengarah kesudut yang
diinginkan, untuk melakukan episotomi mediolateralis ( jika penolong
bukan kidal, episiotomi mediolaterla yang dilakukakan disisi kiri lebih
mudah dijahit ). Pastikan untuk melakukan palpasi/ mengidentifikasi
sfingter ani eksternal dan mengarahkan gunting cukup jaauh kearah
samping untuk menghindari sfingter.
4. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan
satu atau dua arah gunting yang mantap. Hindari menggunting sedikit
demi sedikit karena akan menimbulkan tepi luka yang tidak rata sehingga
akan menyulikan penjahitan atau penyembuhan yang lebih lama.
5. Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm kedalam vagina.
6. Jika kepala belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episotomi dengan
dilapisi kain atau kasaa disinfeksi tingkat tinggi atau steril diantara
kontraksi untuk membantu mengurangi perdarahan.
7. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah
perluasan episotomi.
8. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episotomi,
perineum, dan vagina mengalami perluasan dan laserasi, lakukan
penjahitan jika terjadi perluasan episotomi atau laserasi tambahan.

G. Klasifikasi Derajat Laserasi


1. Derajat Satu
- Mukosa vagina
- Komisura posterior
- Kulit perineum

2. Derajat Dua
- Mukosa vagina
- Komisura posterior
- Kulit perineum
- Otot perineum.
3. Derajat Tiga
- Mukosa vagina
- Komisura posterior
- Kulit perineum
- Otot perineum
- Otot sfinter ani
4. Derajat Empat
- Mukosa vagina
- Komisura posterior
- Kulit perineum
- Otot perineum
- Otot sfinter ani
- Dinding depan rektum
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Episiotomi adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan
mencegah ruptur perineum totalis. Pada masa lalu dianjurkan untuk
melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya untuk mencegah ruptur
yang secara berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata agar
memudahkan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan
infeksi, tetapi hal itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup.
2. Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak
teratur dan robekan pada muskulus sfinter ani ( ruptura perineum totalis )
yang tidak bisa dijahit dan dirawat dengan baik jikaa terjaadi aakan
mengakibatkan beser berak ( inkontinensia alvi ).
3. Dalam melaksanakan episotomi, berikan anestesi lokal secara dini agar obat
tersebut mempunyai tepat waktu untuk memberikan efek sebelum dilakukan
episotomi. Pada episiotomi diberikan anastesi karena tindakaan ini
menimbulkan rasa sakit dan memberikaansatesi lokal merupakaan asuhan
sayang ibu.
DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Sarwono Prawiroharjo, 1997

Prawirohardjo, S. 1997. Ilmu Kebidanan, YBPSP. Jakarta

Sulistiyawati, Ari. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Salemba Medika.
Jakarta

Rohani. Dan Reni Saswita. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan.
Salemba Medika. Jakarta

JNPK-KR. 2012. Asuhan Persalinan Normal Dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai