EPISIOTOMI
Paper ini di buat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSU Haji Medan
Pembimbing:
Disusun Oleh:
2021
KATA PENGNTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan paper ini
dengan judul “Episiotomi”. Penyelesaian paper ini banyak bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang
sangat tulus kepada dr. H. Muslich Perangin-angin, Sp.OG selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan memberi kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan paper ini.
Penulis menyadari bahwa paper ini tentu tidak lepas dari kekurangan karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan
dan saran yang membangun. Semoga paper ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan
tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada
pertimbangan klinik yang tepat dan tehnik yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang
dihadapi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini untuk mengetahui dan memahami tentang
Episiotomi dan sebagai salah satu pemenuhan tugas kepaniteraan Obstetri dan
Gynekologi di Rumah Sakit Umum Haji Medan Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Pada paper ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut :
1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai Episiotomi.
2. Bahan referensi dan dijadikan informasi berkaitan Episiotomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. 1
Episiotomi dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Insisi ini dapat dibuat di
linea mediana (episiotomi mediana) atau dapat mulai di linea mediana tetapi
diarahkan ke lateral dan kebawah menjauhi rektum (episiotomi mediolateralis).
2.1.2 Tujuan
a. Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju anus
melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum.
b. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
c. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
d. Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.
2. Episiotomi Mediolateralis
a. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke
arah belakang dan samping. Arah insisi dapat dilakukan ke arah kanan ataupun
kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-
kira 4 cm.
b. Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan
teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa
sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya lurus simetris.
a. Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putus
b. Benang jahitan pada otot-otot ditarik
c. Selaput lendir vagina dijahit
d. Jahitan otot-otot dikaitkan
e. Fasia dijahit
f. Penutupan fasia selesai
g. Kulit dijahit
3. Episiotomi Lateralis.
a. Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau 9 menurut arah jarum jam.
b. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka insisi dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah
pudendeal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu
penderita.
4. Insisi Schuchardt
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya
melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih
lebar.
PROSEDUR/LANGKAH KLINIK
1.4 Memastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti semua aspek
diatas
2.2 Menjelaskan pada ibu untuk tidur terlentang dengan posisi kaki ½ flexi
3.1 Mencuci tangan dan lengan sampai siku dan keringkan dengan handuk DTT
3.2 Memakai baju dan perlengkapan kamar tindakan dan sarung tangan tindakan
DTT/ steril
4 EPISIOTOMI
4.1.1 Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar ibu
merasa tenang
4.1.2 Pasanglah jarum no.22 pada semprit 10 ml, kemudian isi semprit dengan
bahan anestesi (lidokain HCl 1% atau Xilokain 10 mg/ml)
4.1.3 Letakkan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) di antara kepala dan janin daN
perineum. Masuknya bahan anestesi (secara tidak sengaja) ke dalam sirkulasi
bayi, dapat menimbulkan akibat fatal, oleh sebab itu gunakan jari-jari
penolong sebagai pelindung kepala bayi.
4.1.4 Tusukkan jarum tepat di bawah kulit perineum pada daerah comissura
posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva
4.1.5 Arahkan jarum dengan membuat sudut 450 ke sebelah kiri(atau kanan) garis
tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum
tidak
memasuki pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam semprit). (Intravasasi
bahan anestesi lokal kedalam pembuluh darah, dapat menyebabkan syok pada
ibu)
4.1.7 Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum episiotomy
dilakukan.
-Penipisan dan peregangan perineum berperan sebagai anestesi alamiah.
-Apabila kepala bayi menjelang ke luar, lakukan episiotomi dengan segera.
* Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi di antara his
sebagai upaya untuk mengurangi perdarahan
* Jika selama melakukan penjahitan robekan vagina dan perineum, ibu masih
merasakan nyeri, tambahkan 10 ml lidokain 1% pada daerah nyeri
* Penyuntikan sambil menarik mundur, bertujuan untuk mencegah akumulasi
bahan anestesi hanya pada satu tempat dan mengurangi kemungkinan
penyuntikan ke dalam pembuluh darah.
4.2.2 Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum, searah
dengan rencana sayatan
4.2.3 Tunggu fase acme (Puncak His) kemudian selipkan gunting dalam keadaan
terbuka di antara telunjuk dan tengah
4.2.4 Gunting perineum, dimulai dari fourchet (comissura posterior) 45O ke lateral
(kiri atau kanan)
4.3.1 Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada
daerah yang benar
4.3.2 Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan
perineum
4.3.3 Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah tampon
atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang
akan dijahit
4.3.5 Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi masih
bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit,
tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan
4.3.6 Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari
cemaran
4.3.7 Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas
luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam
vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan
benang kurang lebih 0,5 cm
4.3.8 Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat ke
bawah sampai lingkaran sisa himen
4.3.9 Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan himen dan
keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya
jarum di perineum dengan batas atas irisan episiotomi
4.3.10 Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai
ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki ukuran
yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik)
4.3.11 Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan
mulailah merapatkan kulit perineum dengan jaitan subkutikuler
4.3.12 Bila telah mencapai lingkaran himen, tembuskan jarum keluar mukosa vagina
pada sisi yang berlawanan dari tusukkan terakhir subkutikuler
4.3.13 Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali
jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang
dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi
berlawanan
4.3.15 Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci
4.3.16 Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan tindakan
yang sesuai bila diperlukan)
4.3.17 Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik
5.1 Kumpulkan dan masukkan instrumen kedalam wadah yang berisi khlorin
0,5%
5.2 Kumpulkan bahan habis pakai dan masukkan ke tempat sampah medis
5.3 Bubuhilah benda-benda didalam kamar tindakan yang terkena darah atau
cairan tubuh pasien dengan khlorin 0,5%
5.4 Bersihkanlah sarung tangan, dilepaskan dan direndam dalam khlorin 0,5%
6.2 Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan dalam status pasien
6.5 Tegaskan kepada perawat untuk menjalankan instruksi dan pengobatan serta
melaporkan segera apabila ditemukan perubahan pascatindakan
3. Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan
perineum, dan melibatkan sfinkter anus. Sama seperti teknik menjadi pada
laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani dijahit terlebih dahulu dengan
jahitan interuptus.
Gambar 4. Laserasi Derajat III
Perlukaan vulva sering terjadi pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan
cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus, vestibulum,
atau bagian belakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan
tidakmenimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa.
Tetapi jika luka robek agak besar dan banyak berdarah, lebih-lebih jika robekan
terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian
perdarahan dan penjahitan luka robekan. Luka robekan dijahit dengan catgut secara
interuptus ataupun kontinu. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium uretra
atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan,
dipasang dulu kateter tetap.
BAB III
KESIMPULAN