STUDI KASUS PENGETAHUAN LOKAL UNTUK PERENCANAAN STRATEGIS
Sebuah layanan berbasis masyarakat melakukan latihan perencanaan
strategis setiap lima tahun sekali. Pada peristiwa ini para pekerja akan berkonsultasi tentang apa yang mereka inginkan dari layanan tersebut. Hal ini tampak sangat beralasan sebagai suatu cara memasukkan pandangan warga lokal, hal itu juga merupakan kasus yang selalu mun-cul, yakni bahwa apa yang orang inginkan dari layanan tersebut tidaklah mungkin dipenuhi. Ketika sudah waktunya untuk melakukan perencanaan strategis kembali, prosesnya diper- tanyakan oleh seorang pekerja masyarakat yang baru. Ia berpendapat bahwa menanyakan warga apa yang mereka inginkan dari layanan adalah mengundang mereka untuk berkomentor tentang wilayah 'profesional' dari pengetahuan dan bahwa kaum profesional selalu memiliki jawaban tentang mengapa yang diinginkan oleh warga tidak mungkin dipenuhi. la mengusulkan suatu cara alternatif untuk menolong layanan memutuskan arah masa depannya, yaitu yang akan menghargai pengetahuan masyarakat dan yang akan mewakili partisipasi yang lebih penuh. la merancang tiga pertanyaan untuk warga: (1) Seperti apa rasanya hidup dalam masyarakat ini? (2) Hal apa yang ingin Anda lihat diperbaiki? (3) Jika ada orang lain bersemangat melakukan sesuatu, apakah Anda akan bergabung? Para anggota staf memulai sebuah proses menanyakan pertanyaan- pertanyaan ini di jalanan, di sekolah, pusat perbelanjaan dan tempat-tempat berkumpul lainnya di tempat itu. Jika responden memperlihatkan suatu semangat pada pertanyaan pertama, pertanyaan berikutnya diajukan. Sesudah beberapa saat, terdapat isu-isu yang jelas teridentifikasi dan banyak orang mau terlibat dalam strategi-strategi untuk menangani isu-isu itu. Isu-isu tersebut mencakup kualitas makanan, isolasi, keamanan, polusi dan membantu kaum muda. Proses yang sudah berubah ini memastikan bahwa kegiatan-kegiatan layanan didasarkan secara teguh atas pengalaman kehidupan masyarakat lokal. Ia juga berarti bahwa masyarakat lokal termobilisasi secara kolektif dan mereka mendefinisikan strategi-strategi untuk menangani isu-isu tersebut. Dengan demikian, proses perencanaan strategis tersebut mewakili suatu bentuk partisipasi yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan 'konsultasi masyarakat yang biasa. (Lihat Bab 6 untuk diskusi lebih lanjut tentang partisipasi.)
Bagaimana proses yang baru ini menghargai pengetahuan lokal?
Apa konsekuensi bagi layanan dari mendengarkan dan melibatkan masyarakat lokal dalam proses perencanaan?
Sumber: Jim Ife, Frank Tesoriero. 2008. Community Development: Alternatif
Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 243-244 Pertemuan ke-3 (19 September 2023) STUDI KASUS KULTUR LOKAL YANG BERTENTANGAN DENGAN HAM
Tim pengembangan masyarakat di sebuah balai masyarakat di
Adelaide, South Australia terus menerus bekerja keras untuk mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Sehingga, ketika sebuah kelompok lokal penyewa perumahan umum mendekati tim tersebut untuk membentuk suatu kelompok aksi yang peduli dengan isu-isu perumahan publik, para pekerja masyarakat bergembira dan segera menawarkan dukungan kepada kelompok arsebut. Para anggota kelompok mengatakan bahwa mereka ingin otoritas perumahan publik bertindak lebih tegas dan lebih responsif terhadap permintaan-permintaan penyewa, untuk memastikan mutu kehidupan yang lebih baik. Karena kelompok tersebut tampaknya bentuk dengan baik dengan tujuan-tujuannya yang jelas, staf balai menanyakan dukungan apa yang diperlukan. Kelompok tersebut membutuhkan ruangan untuk pertemuan dan fasilitas fotokopi. Semua ini disediakan dan tawaran diterima. Beberapa minggu kemudian, ketika seorang pekerja melewati mesin fotokopi, ia memperhatikan beberapa foto pada lembar-lembar yang sedang difotokopi dan mengenali salah satu foto sebagai foto rumah seorang keluarga Pribumi yang dikenalnya dengan baik. Ia berhenti dan menanyakan hal ini kepada anggota-anggota kelompok tersebut. Mereka menjawab bahwa rumah-rumah Pribumi itu tidak dipelihara dengan baik dan bahwa mereka akan berkampanye bagi keluarga keluarga ini untuk direlokasi di luar daerah tersebut sehingga mutu daerah tersebut dapat ditingkatkan. Para anggota kelompok ini semuanya non-Pribumi.
⚫ Bagaimana aspek kultur lokal ini menimbulkan isu HAM yang penting? Isu- isu apakah ini?
⚫ Bagaimanakah para pekerja menggunakan ini sebagai sebuah titik awal
untuk bekerja menuju perubahan dalam masyarakat, dan perubahan- perubahan apakah yang akan dituju oleh mereka, baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang?
Sumber: Jim Ife, Frank Tesoriero. 2008. Community Development: Alternatif
Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 253 Pertemuan ke-3 (19 September 2023) STUDI KASUS Seorang Pekerja belajar tentang pandangannya yang Kolonialis terhadap Masyarakat
Sebuah pertemuan para pekerja masyarakat sedang mendiskusikan
isu-isu dalam praktik-praktik mereka. Wilayah kerja mereka mencakup sebuah area pemukiman di luar sebuah ibukota negara bagian di Australia. Area ini ditunjuk sebagai salah satu wilayah perkotaan Australi yang paling dirugikan dan problematis. Isu-isu kemiskinan, keluarga dengan orang tunggal, penelantaran dan penindasan anak, kekerasan domestik dan kesehatan mental hanyalah sebagian dari daftar panjang indikator suatu daerah yang bermasalah. Daerah tersebut menarik perhatian banyak lembaga, dari pemerintah lokal sampai lembaga perlindungan anak dan kepolisian. Seorang pekerja melaporkan sebuah insiden baru. Seorang anak laki- laki melarikan diri dari sebuah program pasca-sekolah dan perempuan pekarig itu mengejarnya, karena kewajibannya sebagai pekerja dalam program tersebut. Akan tetapi, tampak olehnya kalau anak itu tidak akan lari, namun bermaksud mengajaknya berlari-larian di sekeliling. Saat itu sudah gelap dan sudah di luar waktu kerja dari peka layanan kemanusiaan. Anak itu memancingnya ke area yang terkenal buruk tersebut Selagi perempuan itu berlari melewati daerah tersebut, di sepanjang jalan dan di depan rumah- rumah, ia takjub dengan apa yang ia lihat. Di sana ada kelompok-kelompok anak anak bermain di jalan dan di halaman depan. Ada orang-orang dewasa yang duduk di tangga teras mengobrol (walaupun pada kesempatan lain sering juga sambil minum-minum). Anak-anak melompati pagar sambil berkejar-kejaran. Area itu merupakan sebuah pemandangan sore hari yang bersemangat. Hal ini sangat berlawanan dengan lingkungan pertetanggaan si pekerja itu sendiri yang seringkali tidak ada orang yang kelihatan, karena mereka tinggal di dalam rumah pada sore hari. Pekerja itu berkomentar: "Area yang telah kita anggap bermasalah dan kita anggap buruk mengingatkan saya akan keadaan pemukiman pinggir kota kita pada tahun 1950an, apa yang telah hilang dari diri kita karena ketakutan kepada orang lain, dan apa yang, para pekerja (masuk jam 9 pagi dan pulang jam 5 sore tidak pernah tahu masih ada dan hidup dan baik-baik saja." ….………………………………………………………………………………………
Apakah praktik kerja yang diperlihatkan di sini cenderung untuk, bahkan
jika ceroboh, mendukung wacana-wacana dominan tentang masyarakat- masyarakat dalam kemiskinan dan membuat kegiatan masyarakat tidak terlihat?
Sumber: Jim Ife, Frank Tesoriero. 2008. Community Development: Alternatif
Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 273-274 Pertemuan ke-3 (19 September 2023) STUDI KASUS Menantang Pandangan Kolonialis dari Isu-Isu Masyarakat
Seorang pekerja masyarakat lokal yang merupakan ketua tim dalam
sebuah lembaga dengan peran majemuk, terlibat dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh seorang kolega, yaitu seorang pekerja kasus dalam perlindungan anak. Pekerja perlindungan anak tersebut sedang mendiskusikan salah satu keluarga dari kumpulan kasusnya, dalam pro- yeknya tentang 'pemberdayaan keluarga di pertetanggaan kita'. Sang ayah memukul anak laki-lakinya pada pantatnya dengan cukup keras. Si pekerja kasus menerangkan kepada ketua timnya bahwa sang anak dalam masalah besar dan diantar pulang ke rumah oleh polisi. Si pekerja cemas karena ia merasa bahwa insiden tersebut menunjukkan bahwa, sesudah bekerja dengan keluarga tersebut selama setahun dalam isu kekerasan, ia telah gagal. Ketua tim itu mengingatkan si pekerja bahwa setahun yang lalu sang ayah seringkali menyiksa sang anak secara fisik. Sekarang, sang ayah dan sang anak lebih banyak melakukan komunikasi, dan ia bertanya apakah si pekerja dapat mengerti pukulan pada pantat sebagai sebuah respons kepada sang anak yang sedang dalam masalah serius. Ketua tim itu juga bertanya kepada si pekerja apakah ia telah menetapkan tujuan bersama keluarga tersebut, seperti dibahas sebelumnya. 'Ya', jawab si pekerja, 'tapi tujuan mereka adalah sekadar menghindari isu yang sebenarnya dari kekerasan dan penyiksaan'. 'Apakah tujuan-tujuan bu? tanya ketua tim. Si pekerja menjawab bahwa mereka memasukkan hal-hal seperti sang ibu ingin anak perempuannya yang terisolasi mengembangkan persahabatan-persahabatan dan seterusnya. Semua tujuan ini bukan tentang isu yang sebenarnya dari kekerasan dan penyiksaan.
Apakah menurut Anda isu-isu isolasi dan kurangnya hubungan-hubungan
persahabatan merupakan kepedulian yang sah dari sang ibu? Dengan cara apakah wacana-wacana profesional dan dominan, seperti kekerasan domestik dan perlindungan akan, berfungsi bukan hanya melindungi HAM tapi membuat wacana-wacana kaum kecil tidak kelihatan dan dengan demikian terus menjajah mereka? Apa yang akan dikatakan oleh analisis post-kolonial tentang skenario ini? Apa yang dapat dijadikan alasan yang sah bagi si pekerja untuk meradikalisasi praktiknya dan menantang proses-proses penjajahan.
Sumber: Jim Ife, Frank Tesoriero. 2008. Community Development: Alternatif
Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 274-275