Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 1

ADPU4335
ADMINISTRASI PERTANAHAN

OLEH
BAIQ NUNUNG RIANA HAPSARI
NIM: 041020573

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TERBUKA 2022


Tugas 1

1. Jelaskan pengertian administrasi dilihat dari sudut pandang proses, fungsional, dan
institusional dari sudut administrasi pertanahan serta sebutkan catur tertib pertanahan!
Kajian Teori dari Pengertian Administrasi
Dalam ruang lingkupnya administrasi ada 2 yaitu administrasi dalam arti
sempit dan administrasi dalam arti luas. Kemudian administrasi dalam arti sempit
mencakup ketatausahaan yang terdiri dari 3 kelompok, yaitu korespondensi,
ekspedisi, dan pengarsipan. Administrasi dalam arti luas berhubungan dengan
kegiatan kerjasama yang dilakukan sekelompok orang berdasarkan pembagian kerja
sehingga mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya administrasi dapat di
golongan yaitu administrasi negara dan administrasi niaga.
Menurut The Liang Gie, 1980 dalam Nandang Alamsah, (2021: 1.6).
Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok
yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kerja sama mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan William H. Newman dalam Nandang Alamsah, (2021: 1.6). berpendapat
administrasi adalah pembimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha-usaha
suatu kelompok orang-orang ke arah pencapaian tujuan bersama. Dan menurut
Dwight Waldo, 1971 dalam Nandang Alamsah, (2021: 1.6). Administrasi adalah suatu
daya upaya manusia yang kooperatif yang mempunyai tingkat rasionalitas tinggi.
Administrasi pertanahan adalah suatu usaha dan manajemen yang berkaitan
penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintah dibidang agraria dengan mengerahkan
sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Untuk mengatur administrasi pertanahan pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Pokok Agararia No.5 Tahun 1960 didalam pasal 19 ayat (l) dan ayat
(2).
Selain itu menurut Prayuda Atmosudirdjo dalam Nandang Alamsah, (2021:
1.9:1.10). Administrasi dalam arti luas terdiri dari 3 sudut tinjauan sebagai berikut:
1) Sudut proses
Administrasi dari sudut proses ialah segala kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan di mulai dari proses pemikiran, pelaksanaan sampai proses
tercapainya tujuan. Administrasi sebagai proses kegiatan menunjukkan
keseluruhan tindakan sekelompok orang yang berlangsung secara rumit dan
sistematis dalam suatu kesatuan dari tahap awal kegiatan hingga tercapainya
suatu tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini rangkaian kegiatan dilakukan tidak
terputus-putus melainkan berlangsung secara sekuensial sehingga hasil kegiatan
yang satu menjadi input bagi kegiatan berikutnya dan hasil akhir dari suatu
kegiatan menjadi umpan balik (feedback) bagi pelaksanaan kegiatan awal.
Dengan kata lain, satu kegiatan merupakan akibat dari kegiatan sebelumnya dan
sekaligus menjadi sebab dari kegiatan berikutnya:

Kegiatan 1 Kegiatan 2 Kegiatan 3 Kegiatan ke-n


2) Sudut fungsional 3 3
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan itu, terdapat berbagai fungsi
manajemen yaitu merencanakan, mengorganisir, menggerakkan, mengawasi
atau meneliti segala kegiatan agar tidak terjadi penyimpangan. Administrasi
sebagai fungsi menunjukkan keseluruhan tindakan dari sekelompok orang dalam
suatu kerja sama sesuai dengan fungsi-fungsi tertentu hingga tercapai tujuan.
Fungsi-fungsi yang ada mempunyai hubungan dalam satu rangkaian tahapan
aktivitas. Menurut William H. Newman (1963) dianggap sebagai basic process of
administration, yaitu meliputi fungsi manajemen menentukan apa rencana,
menggolong-golongkan kegiatan yang akan dilakukan dalam suatu rangkaian
hubungan (organizing), menyusun orang-orang yang tepat untuk melakukan
suatu jenis kegiatan (staffing), menggerakkan dan memberi instruksi agar
kegiatan berlangsung (directing) dan tindakan pengawasan mengusahakan agar
hasil pelaksanaan relatif sesuai dengan yang diharapkan (controlling).
3) Sudut Institusional
Administrasi Sudut Institusional adalah suatu totalitas kelembagaan melalui
kegiatan-kegiatan internal dalam lembaga yang dilakukan untuk mencapai
tujuan. Administrasi sebagai pranata atau institusi menunjukkan keseluruhan
orang-orang yang melakukan kerja sama berdasarkan strukturisasi dan
fungsionalisasi kerja berdasarkan hierarki organisasi dan job desctiription
merupakan penjabaran kerja, jabatan, dan tanggung jawab pekerja.
Orang-orang yang melakukan kerja sama terstrukturisasi dan terfungsionalisasi
dapat dikelompokkan atas:
a) Administrator. Adalah orang yang menduduki posisi puncak dalam suatu
hierarki/struktur. Ia merumuskan tujuan dan kebijakan yang berlaku umum
dan menjadi dasar atau pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan
operasional. Administrator dalam administrasi niaga sering disebut sebagai
Eksekutif, Presiden Direktur, General Manager, dan lain-lain. Administrator
dalam administrasi negara adalah Presiden, Gubernur, Bupati, sesuai dengan
hierarki dalam pemerintahan.
b) Manajer. Adalah orang atau orang-orang yang melaksanakan kebijakan yang
telah ditetapkan oleh administrator dan dalam pelaksanaan kegiatannya
manajer memperoleh otoritas dari dan bertanggung jawab kepada
administrator.
c) Supervisor. Adalah orang atau orang-orang yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan operasional dari setiap kegiatan dalam rangka pencapaian
tujuan yang diinginkan. Supervisor bertanggung jawab kepada manajer.
d) Staf. Adalah sekelompok orang bertugas untuk membantu memberi
pemikiran, saran dan pendapat kepada dan untuk dipertimbangkan oleh
administrator atau manajer dalam memecahkan berbagai masalah,
mengambil keputusan atau membuat kebijakan tetapi tidak terlibat langsung
dalam pelaksanaan kerja. Staf terbagi staf personal dan staf ahli.
e) Pekerja. Adalah orang yang bekerja langsung dalam bidang pekerjaan-
pekerjaan yang telah ditentukan dan menerima upah.
Dari pendapat ahli diatas, dapat dinyatakan bahwa fungsi manajemen dari
sudut proses, sudut fungsional, sudut institusional dalam administrasi pertanahan
dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang Pokok Agararia No.5 Tahun
1960 didalam pasal 19 ayat (l) dan ayat (2), mengatur tentang SOP pelaksanaan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia meliputi: Pengukuran,
pemetaan dan pembukuan tanah.
Dari sudut proses, administrasi ialah di mulai proses pemikiran, proses
pelaksanaan, yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintah
dibidang pertanahan yang di lakukan untuk mencapai tujuan. Sedangkan dari sudut
fungsional, menunjukkan keseluruhan pelaksana administrasi pertanahan dalam
suatu kerja sama sesuai dengan fungsi manajemen saling berhubungan dan bekerja
untuk mencapai tujuan. Kemudian dari sudut institusional atau kelembagaan adalah
suatu totalitas kelembagaan yang menyelenggarakan administrasi pertanahan sesuai
dengan sumber daya yang ada melalui kegiatan-kegiatan yang di lakukan untuk
mencapai tujuan.
Catur Tertib Pertanahan
Tujuan pelaksanaan administrasi pertanahan adalah untuk menjamin
terlaksananya pembangunan yang ditangani oleh pemerintah maupun swasta, yaitu:
1) Meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah;
2) Meningkatkan kelancaran pelayanan kepada masyarakat;
3) Meningkatkan daya hasil guna tanah lebih bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat.
Untuk memberikan kepastian hukum terhadap penyelenggaraan administrasi
pertanahan dengan tujuan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat
di bidang pertanahan dibuat Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang Catur
Tertib Pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan; tertib administrasi pertanahan;
tertib penggunaan tanah; dan tertib pemeliharaan tanah lingkungan hidup.
Keempat tertib dalam Keppres diatas, merupakan pedoman bagi
penyelenggaraan tugas-tugas pengelolaan dan pengembangan administrasi
pertanahan yang sekaligus merupakan gambaran tentang kondisi atau sasaran
antara yang ingin dicapai dalam pembangunan bidang pertanahan yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Uraian dari masing-masing tertib tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tertib Hukum Pertanahan. Diharapkan adalah:
a. Seluruh perangkat peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan
telah tersusun secara lengkap dan komprehensif.
b. Semua peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan telah
diterapkan pelaksanaannya secara efektif.
c. Semua pihak yang menguasai dan/atau menggunakan tanah mempunyai
hubungan hukum yang sah dengan tanah yang bersangkutan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Tertib Administrasi Pertanahan. Tertib administrasi yang diharapkan adalah
terciptanya suatu kondisi yang memungkinkan:
a. Untuk setiap bidang tanah telah tersedia catatan mengenai aspek-aspek
ukuran fisik, penguasaan, penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya,
yang dikelola dalam sistem informasi pertanahan yang lengkap.
b. Terdapat mekanisme prosedur/tata cara kerja pelayanan di bidang
pertanahan yang sederhana, cepat dan murah, namun tetap menjamin
kepastian hukum, yang dilaksanakan secara tertib dan konsisten.
c. Penyampaian warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak dan
pensertifikatan tanah telah dilakukan secara tertib, beraturan dan terjamin
keamanannya.
3) Tertib Penggunaan Tanah. Tertib yang diharapkan adalah suatu keadaan di mana:
a. Tanah telah digunakan secara optimal, serasi dan seimbang, sesuai dengan
potensinya, guna berbagai kegiatan kehidupan dan penghidupan yang
diperlukan untuk menunjang terwujudnya tujuan nasional.
b. Penggunaan tanah di daerah perkotaan telah dapat menciptakan suasana
aman, tertib, lancar dan sehat.
c. Tidak terdapat benturan kepentingan antarsektor dalam peruntukan
penggunaan tanah.
4) Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup. Tertib yang diharapkan adalah
suatu keadaan di mana:
a. Penanganan bidang pertanahan telah dapat menunjang upaya pengelolaan
kelestarian lingkungan hidup.
b. Pemberian hak atas tanah dan pengarahan penggunaannya telah dapat
menunjang terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
c. Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah telah
melaksanakan kewajiban sehubungan dengan pemeliharaan tanah tersebut.

2. Sebutkan beberapa penyebab timbulnya permasalahan pertanahan!


Konflik pertanahan yang terjadi di masyarakat muncul dalam beragam bentuk.
Masih banyak kasus-kasus pertanahan yang belum selesai ditangani dan memicu konflik.
Pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian konflik tersebut pun tidak sedikit, baik
negara maupun institusi civil society seperti ; lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Menurut Rusmadi Murad, (1991). Masalah tanah dilihat dari segi yuridis
merupakan hal yang tidak sederhana pemecahannya. Timbulnya sengketa hukum
tentang tanah adalah bermula dari pengaduan satu pihak (orang/badan) yang berisi
tentang keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah
ataupun prioritas kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian
secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Sedangkan menurut Christopher More (2008), akar permasalahan sengketa
pertanahan dalam garis besarnya dapat ditimbulkan: (1) konflik kepentingan yaitu
adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan kepentingan substantive,
kepentingan prosedural, maupun kepentingan psikologis. (2) konflik structural, yang
disebabkan pola perilaku destruktif, kontrol pemilikan sumberdaya tidak seimbang. (3)
konfik nilai, karena perbedaan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi gagasan atau
perilaku, perbedaan gaya hidup, ideologi, agama atau kepercayaan. (4) Konflik
hubungan, karena emosi yang berlebihan, persepsi yang keliru, komunikasi yang buruk
atau salah, pengulangan perilaku yang negative. (5) konflik data, karena informasi yang
tidak lengkap, informasi yang keliru, pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang
relevan, interpretasi data yang berbeda dan perbedaan prosedur penilaian.
Dari berbagai pendapat diatas dan fakta empiris, beberapa penyebab timbulnya
permasalahan pertanahan terjadi di Indonesia sebagai berikut:
1) Kurang tertibnya administrasi pertanahan masa lalu;
2) Ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah;
3) Sistem publikasi pendaftaran tanah yang negatif;
4) Meningkatnya kebutuhan tanah, sehingga harga tanah tidak dapat dikendalikan
karena ulah mafia tanah;
5) Peraturan perundangan saling tumpang tindih, baik secara horizontal maupun
vertical, demikian juga substansi yang diatur;
6) Masih banyaknya terdapat tanah terlantar;
7) Kurang cermat notaris dan pejabat pembuat akta tanah dalam menjalankan
tugasnya;
8) Belum terdapat pelaksanaan persepsi atau intrepetasi para penegak hukum
khususnya hakim terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan;
dan
9) Para penegak hukum belum kurang berkomitmen untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan secara konsumen dan konsisten.
Menurut saya mengacu pada beberapa konflik pertanahan teraktual yang terjadi
belakangan ini, bahwa penyebab umum timbulnya konflik pertanahan dapat
dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor hukum dan faktor non hukum.
Contoh. Kasus sengketa tanah Wanda Hamidah versus Japto Soelistyo
Soerjosoemarno selaku pemiliki tanah dan bangunan (yang) terletak di Jl. Ciasem No. 2
Kelurahan Cikini Kecamatan Menteng. Kasus ini menggambarkan kurang tertibnya
administrasi pertanahan masa lalu, dan peraturan perundangan saling tumpang tindih.
Pemkot DKI Jakarta Pengosongan ini disebut sesuai dengan Undang-Undang No. 51 PRP
1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya dan
Pergub No. 207/2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang
Berhak. Namun, Wanda mengatakan alamat tersebut bukanlah rumah milik keluarganya.
Rumah Hamid Husen (paman Wanda) berada di Jl. Citandui No. 2, Cikini, Jakarta Pusat.
Dasar hukumnya adalah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana Putusan
Nomor: 096/G/1992/Pr/PTUN.Jkt, tanggal 20 Oktober 1992 dan Putusan Nomor:
044/G/1992/Pr/PTUN.JKT, tanggal 2 September 1992, yang salah satu amarnya adalah
batal surat perintah pengosongan Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta.

3. Sebutkan dan jelaskan asas-asas pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997!
Dalam Peraturan Pemerintah ini Pasal (1) yang dimaksud dengan pendaftaran
tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik
atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang
dilakukan terhadap obyek tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah atau peraturan pemerintah ini.
Selamjutnya pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan. Dimana pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional.
Kemudian dijelaskan pada Pasal 2 pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan
azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Pasal 3 pendaftaran tanah
bertujuan:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan;
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang sudah terdaftar;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Dalam Pasal 4. (1) Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan
diberikan hak atas tanah. (2) Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 haruf b data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan
rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum. (3) Untuk mencapai tertib
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan
satuan tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya
hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.

Referensi:

UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria.


Peraturan Menteri ATR/BPN No. 11 Tahun 2017 tentang perubahan atas Permen
ATR/BPN No. 33 Tahun 2017 tentang Surveyor Kadaster Berlisensi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah.
Alamsah D, 2021. Administrasi Pertanahan, cetakan ke 3. Universitas Terbuka:
Tangerang Selatan. ADPU4335, Modul 1-3).
Guntur, IGN dkk 2017, Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap : proses dan evaluasi
program prioritas (laporan penelitian sistematis 2017), STPN Press, Yogyakarta.
Arianto, T 2016, Alat bukti letak batas bidang tanah yang mempunyai kepastian
hukum, Prosiding STPN-ISI 2016.
Samun Ismail, 2013. Hukum Administrasi Pertanahan, Graha Ilmu, Yogjakarta.
Santoso Urip, 2011. Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah. Jakarta:Kencana
Prenada Media Group.
Santoso,Urip, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, cetakan ke 2, Kencana,
Jakarta.
Sutedi, Adrian, 2009, Tinjauan Hukum Pertanahan, Pradnya Paramita, Jakarta
Rochmani, Asri 2005, Penerapan azas contradictoire delimitatie dalam
pelaksanaan pengukuran bidang-bidang tanah di kabupaten Kendal,
Provinsi Jawa Tengah, Skripsi, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional,
Yogyakarta.
Harsono,Boedi. 1992. Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum
Tanah.
Jahu Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan. Sinar Grafika, Ujung Pandang,
1983.
Walijatun, Djoko. 1997. Administrasi Pertanahaa Disampaikan sebagai Makalah Utama
pada Seminar Nasional.

Anda mungkin juga menyukai