Anda di halaman 1dari 6

Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui, Program sekolah penggerak diluncurkan pada


tanggal 1 Februari 2021. Program sekolah penggerak merupakan wadah untuk
mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka adalah
kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten
akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami
konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih
berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan
kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk
menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan minat, kebutuhan
dan lingkungan belajar bagi peserta didik. Selain memberikan keleluasaan
kepada pendidik, Kurikulum Merdeka juga memberikan kebebasan kepada
peserta didik untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhannya, memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat
serta mata pelajaran yang selaras dengan tujuan atau capaiannya di masa depan.
Adapun Karakteristik Kurikulum Merdeka ada 3, antara lain; Yang pertama,
Pengembangan Soft Skills dan Karakter. Hal ini bertujuan untuk mengasah
kemampuan dasar peserta didik dari segi sifat, moral, dan perilaku. Contohnya
dalam berkomunikasi, bernalar kritis, kreatif, berperilaku jujur dsb. Yang
nantinya hal ini akan mempengaruhi hubungan interpersonal dalam lingkungan
sekolah, dan masyarakat serta meningkatkan kualitas Pelajar di Indonesia.
Yang kedua, Fokus pada Materi Esensial. Para peserta didik difokuskan pada
pembelajaran yang akan dilakukan secara sederhana tetapi memiliki tujuan agar
peserta didik memiliki pemahaman dan penguasaan pada materi dasar, pokok,
serta yang sesuai fasenya. Materi Esensial berbentuk literasi dan numerasi.
Yang ketiga, Pembelajaran yang fleksibel. Hal ini berguna bagi para Peserta
Didik untuk belajar kapan saja, dimana saja, dan sesuai dengan jadwal mereka,
sehingga peserta didik bisa menyeimbangkan waktu antara pembelajaran dan
ekstrakurikuler ataupun kegiatan lainnya.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia;


(Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. telah merombak
sistem pembelajaran di Indonesia untuk mewujudkan pelajar Indonesia
sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, yang saat ini disebut sebagai Profil Pelajar
Pancasila. Profil Pelajar Pancasila memiliki 6 ciri yaitu, (a) Beriman dan
Bertakwa, (b) Berkebhinnekaan Global, (c) Gotong royong, (d) Mandiri, (e)
Kreatif, dan (f) Bernalar kritis. Keenam karakter inilah yang harus dipegang
teguh sebagai landasan para pelajar Indonesia dan juga merupakan bentuk
perwujudan dari Merdeka Belajar.

Selain menghadapi perubahan dalam sistem pembelajaran, Indonesia


terkhususnya para pelajar usia remaja juga dihadapkan pada Era Globalisasi.
Globalisasi atau integrasi internasional adalah proses integrasi dan interaksi
bertahap antar entitas, individu, dan negara yang berbeda di seluruh dunia.
Kemajuan teknologi merupakan faktor utama dari globalisasi. Hal ini ditandai
dengan mudahnya akses budaya lain ke dalam negara kita lewat internet yang
bisa menjangkau hampir seluruh dunia. Khususnya bagi usia remaja yang
senang mengikuti trend budaya negara luar, sehingga sering kali terjadi krisis
identitas budaya di Indonesia.
Hendaknya mendapat untung tapi malah buntung adalah pepatah yang
cocok bagi para pelajar di Era Globalisasi ini. Beberapa pelajar Indonesia
memanfaatkan dengan sangat baik keadaan saat ini, dengan jangkauan akses
internet yang sangat luas mereka dapat berkarya kemudian memposting ke
media sosial sehingga karyanya dapat dilirik dan mendapat apresiasi serta
keuntungan dikenal sampai ke Manca negara. Tetapi sebagian besar pelajar
Indonesia justru malah terjerat dalam dampak buruk globalisasi itu sendiri,
selain mengalami krisis identitas, pelajar Indonesia juga dihadapkan dengan
acuh terhadap negara da kurangnya rasa cinta tanah air sehingga maraknya
konflik antar berbangsa mengakibatkan runtuhnya Persatuan dan Kesatuan
karena perpecahan di dalam negara Indonesia. Jika generasi muda yang
harusnya menjadi tongkat estafet bagi Indonesia malah terjerat pengaruh
globalisasi dan terjadi perpecah belahan, maka akan dipastikan nasib Indonesia
harus berakhir tunduk lagi kepada negara lain (penjajah).

Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap Pelajar di Indonesia?
2. Peranan apa yang seharusnya dimiliki oleh pelajar agar tidak terjerat
dampak buruk dari globalisasi?
3. Tantangan apa saja yang dihadapi para pelajar di era globalisasi?
4. Peluang apa saja yang didapatkan para pelajar di era globalisasi saat ini?
5. Mengapa peranan tenaga pendidik sangat penting bagi para pelajar
khususnya di era globalisasi?

Analisis
Globalisasi yang terjadi di era perkembangan pendidikan sesungguhnya
sangat mengkhawatirkan bagi para Remaja. Pasalnya dampak yang ditimbulkan
bisa membuat perpecahan di dalam negara kita sendiri. Para Pelajar di Indonesia
kebanyakan sudah kehilangan karakter Pancasila di dalam dirinya, hal ini
dibuktikan dengan menurunnya kualitas pendidikan dan moral pelajar yang
ditandai oleh maraknya kasus Seks bebas usia remaja serta seragam sekolah saat
ini sengaja di perketat atau di potong untuk mengikuti gaya barat. Hasil dari
perkembangan globalisasi ini membuat remaja lupa akan tata krama dalam
berbusana terkhususnya bagi kaum pelajar di lingkungan sekolah. Akses
internet dengan jangkauan yang luas, menjadi alasan utama dari perubahan cara
berbusana di kalangan remaja.

Perubahan-perubahan seperti ini yang nantinya memicu perilaku Seks


bebas di kalangan remaja. Di kutip dari SOLOPOS.COM Sekitar 60% remaja
usia 16-17 tahun di Indonesia melakoni seks pranikah¹. Seks bebas yang terjadi
di kalangan remaja merupakan dampak negatif globalisasi dari perkembangan
gaya berpacaran seperti orang Western yang kerap berseliweran di media sosial,
sehingga mengkontaminasi pola pikir remaja yang masih dalam tahap
pertumbuhan. Tidak hanya itu, seks bebas yang marak terjadi di Indonesia telah
melanggar pasal 411 ayat (1) KUHP, "Setiap orang yang melakukan
persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena
perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling
banyak kategori II."²
Untuk melatih pertumbuhan dan perkembangan pola pikir di era modern tentu
harus mendapat bekal pembelajaran yang modern pula. Remaja mengambil
peranan yang sangat besar untuk kemajuan negara Indonesia di berbagai zaman
yang akan datang, tentunya harus memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap
negara, memupuk rasa nasionalisme di dalam diri, melestarikan budaya lokal,
menyaring budaya dari luar, serta memahami dan mengamalkan nilai-nilai
Pancasila sebagaimana Profil Pelajar Pancasila.
Penerapan Profil Pelajar Pancasila di era Globalisasi merupakan hal yang sulit
dilakukan. Hambatan tersebut berasal dari kebebasan dalam mengakses media
sosial, masuknya adat luar dengan mudah, serta sifat fanatik dengan kebiasaan
budaya luar merupakan faktor utama yang mempengaruhi menurunnya kualitas
pelajar di Indonesia. Kebebasan bermedia sosial dengan mengakses berbagai hal
dapat berujung dengan hal-hal negatif. Hal ini akan menyebabkan penurunan
konsentrasi otak pada remaja, menurunnya produktivitas, gangguan
keseimbangan hidup, gangguan mental yang berakhir kecanduan. Ketika para
remaja menghadapi gangguan-gangguan tersebut, maka kualitas pelajar di
Indonesia lambat laun tentu akan semakin menurun. Dalam mengakses media
sosial juga menjadi faktor utama masuknya budaya asing ke dalam negeri
dengan sangat cepat. Penyebaran trend-trend hits seperti budaya K-pop atau
“Korean Wave” dari Korea Selatan dengan meniru gaya berpakaian, tradisi dan
adat, bahasa, serta kebiasaan yang perlahan mulai menggerogoti identitas Anak
Bangsa dengan cara melupakan tradisi dan adat istiadat yang ada. Sebagai
remaja Indonesia, penyaringan terhadap budaya asing sangat perlu kita
perhatikan. Menyaring adat istiadat yang masuk dengan cara menambah
wawasan mengenai adat itu sendiri. Apabila adat tersebut melenceng dari
norma-norma yang ada di Indonesia maka tidak seharusnya kita bersikap fanatik
terhadap budaya luar itu sendiri. Ciri Remaja yang telah digerogoti oleh budaya
asing yaitu bersikap fanatik. Fanatik/Fanatisme bersifat berlebihan dalam
mencintai budaya asing, salah satunya yang dilansir dari
KOMPASIANA.COM, di Indonesia ada 52% dari 100 responden merupakan
penggemar besar K-pop³. Tercatat dalam data, Indonesia merupakan negara
paling teratas sebagai penikmat K-pop, mengalahkan negara lain bahkan Korea
selatan sebagai pemiliknya sendiri³. Fenomena ini merupakan bukti nyata
bahwa Identitas Nasional Indonesia sedang sangat terancam oleh remaja
Indonesia sendiri.

Faktor-faktor tersebut akan terus melandasi penyebab kurangnya kualitas


Pelajar di Indonesia dan rendahnya daya saing terhadap negara lain. Untuk
mengatasi kurangnya kualitas pelajar di Indonesia, para pelajar tentunya
membutuhkan pembekalan yang matang dan siap dari para Pendidik. Tenaga
pendidik/Guru tentunya menjadi kontrol utama untuk kualitas dari pelajar.
Selain hanya untuk menyampaikan Ilmu Pengetahuan, guru juga dapat berperan
sebagai fasilitator bagi pelajar memberikan masukan serta motivasi yang
bermanfaat dan akan membimbing pelajar Indonesia dalam watak, perilaku,
serta membantu perkembangan pembelajaran seorang pelajar. Untuk itu, tenaga
pendidik yang kompeten merupakan bagian utama terbentuknya karakter Profil
Pelajar Pancasila di Era Globalisasi.

Dengan pengembangan yang telah didapat itulah yang nantinya akan menjadi
bekal untuk menemukan peluang baik bagi Pelajar Pancasila di Era Globalisasi.
Ada berbagai macam peluang yang dapat kita manfaatkan salah satu
diantaranya yaitu berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memberikan manfaat yang besar di bidang
Pendidikan, dengan kemajuan IPTEK pelajar dapat lebih mudah mengakses
sarana pendidikan dimanapun dan kapanpun, sehingga mengefisienkan
pembelajaran dan dapat dilakukan dalam jarak jauh, seperti pada pandemi yang
menimpa seluruh dunia sekolah mulai diberlakukan secara online/daring.

Pembelajaran di Era Globalisasi sekarang mengutamakan agar Pelajar dapat


berinovatif, kreatif, serta bernalar kritis sehingga dapat membentuk pola pikir
ilmiah dan meningkatkan kualitas SDM (Sumber daya Manusia). Selain itu
Pelajar dengan pola pikir yang maju dapat memberikan kualitas daya saing yang
sebanding dengan negara luar dan dengan pembelajaran yang kreatif pasti akan
memikat minat belajar para remaja.

Saran
Peluang pada kemajuan teknologi di era globalisasi tidak dapat kita konsumsi
dengan mentah, tentu harus kita olah dengan sebaik-baiknya agar memberikan
kualitas dan hasil yang terbaik untuk itu sangat penting bagi para Pendidik
khususnya Kementrian Pendidikan dan Budaya (KEMENDIKBUD) serta
perguruan-perguruan tinggi untuk menyiapkan wadah yang tepat bagi pelajar
dapat menyalurkan minat dan bakat mereka untuk mendukung kualitas Pelajar
Pancasila. Dengan adanya wadah yang memadai dari perguruan tinggi,
diharapkan agar dapat membuat lomba “Speak up!” yang nantinya akan berisi
tentang cara penyelesaian isu-isu penting yang terjadi saat ini. Para remaja akan
diminta untuk berpikir kritis terhadap isu tersebut dalam menemukan solusi
yang inovatif secara bersama. Hal ini akan memicu perkembangan pola pikir
kritis remaja terhadap suatu masalah yang terjadi, remaja juga akan lebih paham
menganalisis kondisi suatu masalah dengan lebih dalam lagi, serta dapat
mewujudkan pelajar yang peka dan peduli terhadap isu penting di lingkungan
dan negara. Tidak hanya itu, hal ini dapat melatih mental remaja untuk berani
menyuarakan pendapatnya sebagai Pemuda Pemudi Bangsa. Indonesia sebagai
negara demokrasi akan sangat memerlukan pendapat dari warga masyarakatnya,
tetapi tidak hanya suara tanpa pikiran, Indonesia membutuhkan penasihat yang
bisa diandalkan dalam pemikiran kritisnya mengenai negara oleh sebab itu,
remaja dengan pola pikir kritis akan menjadi otak berlian untuk Indonesia.

Daftar Pustaka
BKKBN: 60 Persen Remaja Usia 16-17 Tahun di Indonesia Lakoni Seks
Pranikah https://news.solopos.com/bkkbn-60-persen-remaja-usia-16-17-tahun-
di-indonesia-lakoni-seks-pranikah-1703798
Fanatisme Masyarakat Indonesia terhadap Kebudayaan Pop Korea
https://www.kompasiana.com/benediktatiaranoveliane2564/60b4fa9ad541df277
c2593f3/fanatisme-masyarakat-indonesia-terhadap-kebudayaan-pop-korea

Pasal 441 ayat 1 KUHP


https://jateng.kemenkumham.go.id/pusat-informasi/artikel/7747-pembina-
apel-jelaskan-pasal-411-kuhp-yang-viral-di-masyarakat#:~:text=Pasal%20itu
%20berbunyi%20%E2%80%9CSetiap%20orang,menimbulkan%20kontroversi
%20di%20masyarakat%20luas

Anda mungkin juga menyukai