Sebagaimana diketahui oleh rakyat indonesia Tokoh Nasional Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara beliau merupakan pendekar sejati pelopor pendidikan bangsa Indonesia. Nama lengkap Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Suwardi Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada 2 mei 1889. Yang kemudian diperingati menjadi hari pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia sebagai perayaan nasional. Selain menggeluti bidang pendidikan, beliau mencetuskan gagasan dalam bidang politik dan pendidikan. (Rahardjo, 2020, hlm. 9) Gagasan tersebutlah yang membuka jalan bagi pendidikan bangsa Indonesia. Meskipun negara Indonesia sudah merdeka, Pendidikan akan selalu menjadi fondasi utama dalam memajukan dan mensejahterakan bangsa Indonesia. Dengan pendidikan yang baik rakyat akan merasakakan manis buahnya pendidikan. Pendidikan yang baik itu dimulai dari keluarga, karena orang tua menjadi cerminan bagi seorang anaknya. Maka menjadi orang tua itu bukanlah suatu hal yang mudah. (Wiryopranoto, Herlina, Marihandono, Tangkilisan, 2017, hal. 14). Butuh proses dalam mengajarkan dan mendidik anak sampai akhir hayat mereka. Anak akan selalu meniru perilaku yang di lakukan oleh orang tua, maka dengan itu para kedua orang tua perlu menjadi figure yang baik bagi anaknya. Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara, anak laki- laki maupun anak perempuan yang kita didik kelak sebagai penerus bangsa indonesia, mereka semua memiliki kodrat kehidupannya masing – masing, dengan demikian peran keluarga merupakan hal yang utama dalam mendukung serta membimbing pendidikan yang baik bagi anaknya (Dewantara, 2013). Seperti halnya dalam tujuan Pendidikan Kewarganegaraan itu ada supaya warga negara Indonesia dapat menjadi warga negara yang baik dan cerdas serta memahami akan haknya dan kewajibannya. Berdasarkan amanat dalam Undang Undang Dasar 1945 alinea kedua dan keempat dikemukakan mengenai cita - cita dan harapan bangsa Indonesia tentang kemerdekaan. Kemudian pasal 31 ayat 1 yang berbunyi bahwasannya tiap warga negara Indonesia berhak mendapat pengajaran. Atas dasar peraturan Undang Undang No 20 Tahun 2003 mengatut tentang dasar, fungsi, dan tujuan sistem pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah, peserta didik, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, dan wajib belajar. Dengan demikian pengaruh pendidikan memang sangat penting bagi kehidupan rakyat. Pendidikan nasional yang harus berimbang dengan keseharian hidup bangsa. Menurut (Ki Hajar Dewantara, 2013) Pengajaran Nasional harus dimulai dalam diri anak - anak bangsa agar selamat hidupnya untuk mempunyai rasa cinta tanah air pada bangsanya dan tidak terpisah dari bangsanya guna mencegah terjadinya lawan dalam kehidupan bangsa sendiri. Pendidikan nasional menjadi hak dan kewajiban pemerintah di Indonesia untuk menyelenggarakan apa yang menjadi kebutuhan rakyat Indonesia, salah satunya yaitu dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai contoh bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terkenal ramah dan sopan dalam bertingkah laku atau mempunyai adab, etika dan moral yang baik. Maka, dengan adanya pendidikan, bangsa Indonesia dapat melestarikan kebiasaan positif yang menjadi ciri khas atau pembeda antara bangsa Indonesia dengan bangsa yang lain. Dengan rasa sopan yang tertanam dalam diri bangsa Indonesia akan menjadi pagar keselamatan untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Oleh karena itu sopan santun harus di ajarkan, di didik dari kecil sampai dewasa hingga menjadi orang tua. Maka dari itu Pendidikan Kewarganegaraan ialah mata pelajaran penting bagi rakyat Indoensia. Namun proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi sebuah tantangan disaat pengaruh globalisasi yang membawa dampak positif, dan juga dampak negatif. Maka dari itu peran pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai tameng penerus bangsa supaya tetap menjalani kehidupam sehari - harinya bertepatan pada nilai dan norma yang telah diakui bersama oleh rakyat Indonesia, yaitu nilai dan norma yang selaras dengan Pancasila dan budaya bangsa yang luhur. Dengan demikian seluruh warga negara indonesia dituntut meletakan dimensi manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila dan religi dalam kedudukan kita sebagai bangsa Indonesia. Tidak heran bila menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan bangsa Indonesia seharusnya memberi perasaan yang penuh terhadap nilai dan moral. Rakyat harus mampu teguh dalam hak mengatur dirinya sendiri termasuk pentingnya suatu pendidikan. Dalam kehidupan sekarang bangsa kita sudah tercampur dengan kebudayaan bangsa lain, arus globalisasi menjadi pemicu dalam bertingkah laku dan tak kuasa untuk menghalanginya (Macaryus, 2010, hal. 10). Namun kita juga harus berani mengakui bahwa akulturasi budaya bisa membawa dampak yang baik bagi warga negara Indonesia. Contohnya pada zaman modern ini yang memasuki era digital dengan perkembangan inovasi dalam bidang telekomunikasi dan informasi yang berdampak pada perubahan sosial budaya masyarakat Indonesia. Masyarakat yang biasanya sering berinteraksi dengan tetangganya karena sudah terbawa dampak modernisasi tejadilah perubahan interaksi secara langsung yang beralih pada sosial media yang didapatkan pada smartphone. Dan ini merupakan suatu contoh dari adanya akulturasi budaya. Dampak negatifnya yaitu generasi muda yang senantiasa mengikuti gaya budaya luar seperti kebiasaan orang korea, jepang, ataupun barat serta manusia yang semakin hari memiliki sikap individualistis. Namun tak akan jadi masalah jika untuk mempelajari budaya tersebut demi memetik unsur - unsur yang dapat memotivasi bangsa Indonesia dalam bertingkah laku baik, yang menjadi suatu masalah apabila generasi kita cenderung bahkan terlalu mencintai kebudayaan luar sehingga melupakan atau melepaskan kebudayaan asli bangsa Indonesia, yang berarti memudarnya sikap nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia. Terlebih lagi arus kecanggihan teknologi yang semakin hari kian melesat dengan cepat disebabkan mudahnya akses dalam mengetahui segala jenis informasi yang terdapat dalam dunia maya/internet. Serta rasa keingintahuan generasi muda yang lebih tinggi maka dampaknya mereka akan meniru hal negatif tersebut bisa dari tayangan film luar atau dari membaca buku yang tak seharusnya di baca. Juga tak dapat dipungkiri dapat menyebabkan banyak tindakan yang tidak sepatutnya terjadi. Saat ini marak sekali kasus mengenai pergaulan bebas, narkoba, pornografi, Tawuran, serta munculnya tradisi yang serba cepat dan instan. Kemudian dari cara berpakaian para generasi muda saat ini banyak yang mengikuti ala budaya luar, khususnya pakaian yang kurang pantas untuk ditiru oleh rakyat Indonesia seperti pakaian yang terbuka atau memakai pakaian di luar batas yang menggoda mata para lelaki untuk mendekatinya bahkan sampai membahayakan dirinya sendiri. Sampai ada pula para perempuan atau laki - laki yang memakai pakaian tidak sesuai dengan kodratnya. Maka dengan ini kita sebagai penerus bangsa ini sudah sepatutnya menanamkan moral yang baik sebagai ciri khas dan identitas kebudayaan kita bangsa Indonesia. Namun kenyataan yang terjadi sekarang, yaitu sudah terciptanya degradasi moral yang mengancam bangsa Indonesia untuk saat ini dan masa mendatang. Bahkan generasi muda saat ini enggan mempertahankan kebudayaan bangsa karena sudah tidak mencirikan identitas kepribadian bangsa Indonesia. Pengaruh Tekonologi Internet inilah yang mengancam jalannya pendidikan di Indonesia, karena kemajuan Teknologi dan Internet yang tiada batas membuat generasi muda menjadi kecanduan, seolah olah tidak bisa hidup tanpa gadget. Oleh karena itu pendidikan di Indonesia sudah semestinya tanggap dan tak kenal lelah demi kelangsungan hidup generasi muda ke depan. Harapan untuk selalu membela dan mencintai bangsa dan negaranya. Walaupun memang pengaruh dari arus globalisasi ini sering terdengar di telinga kita, namun penulis sebagai pendidik tidak ingin apabila generasi muda Indonesia menjadi generasi yang salah arah atau bobrok dalam mengartikan dan memperdalam Pendidikan. Jangan sampai dengan tantangan yang ada dari pengaruh globalisasi menjadikan kita sebagai calon pendidik menjadi acuh tak acuh dalam mendidik generasi muda ke dalam jalan yang benar sebagai penerus bangsa Indoenesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pendidikan berawal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, kata ini memiliki makna proses atau cara dan perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi Pendidikan adalah upaya pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan serta penelitian demi mewujudkan manusia yang memiliki kecakapan pengetahuan spiritual, pengendalian diri dan berakhlak mulia. Selain itu Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pengertian Pendidikan sebagai tuntutan dalam hidup anak, hajat dari Pendidikan yakni membimbing segala vitalitas kodrat yang ada pada anak supaya menjadi manusia dewasa dan juga menjadi masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagian setinggi-tingginya. Dalam mendidik yang baik dan benar menurut Ki Hajar Dewantara yaitu tidak memakai syarat paksaan. Maksudnya yaitu sebaiknya dalam mendidik menerapkan metode “Among” yang bermakna menjaga kelangsungan hidup batin sang anak tanpa unsur memaksa, namun tidak pula mengacuhkan anak, melainkan meninjau supaya anak dapat bertumbuh sesuai kodrat. (Samho, 2013). Pendidik sebaiknya berupaya dalam mengimplementasikan fatwa Ki Hajar Dewantara dalam proses pendidikan salah satunya Ngandel, Kandel, Kendel dan Bandel yakni petuah Ki Hajar Dewantara dalam bahasa jawa, kepada anak didiknya, yang bermakna Ngandel yaitu Percaya akan memberikan Pendirian yang tegak. Kemudian Kandel yang berarti tebal, maksud tebal disini yaitu memiliki Ilmu yang luas, Kemudian Kendel yang berarti berani dalam menjunjung tinggi suatu kebenaran dan Bandel yang berarti tidak berputus asa atau ketakutan dalam menghadapi segala rintangan kehidupan. (Suhartono, Herlina, Marihandono, Tangkilisan, 2017). Oleh karena itu setiap rakyat Indonesia di upayakan untuk berkehidupan yang bersendikan fatwa Ki Hajar Dewantara di atas. Tiap Pendidik semaksimal mungkin meyakinkan para peserta didik untuk selalu Percaya kepada Tuhan yang maha Esa dalam keadaan dan situasi apapun, sebagaimana yang terkandung dalam sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Sekalipun tiap manusia memiliki hak untuk hidup dan menentukan nasibnya sendiri namun tetap manusia mesti waspada mengenai hal apa saja yang datang di dalam hidupnya, baik atau buruknya dan apa saja yang merugikan dirinya di dunia dengan senantiasa mengingat akan segala garis hidup ini sudah menjadi ketetapan dan rencana yang maha kuasa termasuk kemajuan dalam perkembagan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kemudian sepatutnya seluruh bangsa Indonesia memiliki keinginan yang tinggi untut menuntut Ilmu, di biasakan untuk semangat dalam melakukan segala hal, membiasakan perlaku sopan santun, rajin membantu orang tua di rumah, patuh terhadap perintah Guru dan Peraturan Sekolah serta mengerjakan Ulangan dengan jujur tanpa bertinndak curang. Itulah langkah awal dalam mendidik generasi penerus bangsa. Hal yang kelihatan mudah namun apabila dilakukan secara berkesinambungan dapat memperoleh dampak yang menakjubkan bagi warga negara Indonesia. Dengan sikap disiplin maka generasi penerus bangsa akan maju dan negara Indonesia pun bisa dengan cepat menjadi negara maju. Ilmu itu sangat luas karena tuhan yang sudah memberi anugerah Ilmu pada tiap manusia. Semua manusia memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu, karena Ilmu itu dapat diperoleh kapanpun dan dimana saja. Sejatinya Tuhan sudah memberikan kelebihan/keahlian pada tiap insan di dunia ini. Hanya kita sebagai individu yang bisa berupaya untuk mengasah dan menggapai Ilmu yang sudah Tuhan titipkan pada manusia di dunia ini sebagai bekal untuk mencapai kesejahteraan hidup. Maka tugas kita sebagai warga negara sudah seharusnya wajib dalam menuntut Ilmu. Namun, dalam mencari Ilmu ini bukan berarti selesai hanya sampai pada tahap di perguruan tinggi saja melainkan sampai akhir hayat kita sebagai sosok manusia. Dengan Pendidikan Nasional yang baik dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya tanpa memisahkan agama, budi pekerti, adat istiadat, kesenian, suku, bangsa, agama, ras, budaya sebagai warisan moyang nusantara. Dengan begitu sudah seyogyanya kita harus berani untuk menghadapi suatu tantangan dan ancaman yang akan terjadi di depan, termasuk dominasi baru dari tercampurnya para bangsa yang disebabkan oleh adanya globalisasi dan modernisasi. Jadi untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang baik yaitu dengan cara menguasasi diri dalam pendidikan dan budi pekerti. Jika manusia sudah mempunyai budi pekerti yang luhur, maka kecerdasan berpikirnya pasti memegang teguh dalam prinsipnya yang baik. Tak akan pantang arah atau mudah terombang ambing oleh keadaan maupun kesenangan sesaat. Ia akan berpikir dan memilih untuk melakukan hal yang pantas dan baik bagi masa depannya kelak, ia akan selalu mengukur dan memakai dasar yang pasti dan tetap dalam setiap langkah hidupnya. Oleh karena itu para pendidik pun jangan sampai mengenal arti kata ‘lelah’ dalam membangun karakter peserta didik agar tercapainya tujuan dari pendidikan itu. Karena tujuan pendidikan adalah untuk mengalahkan, mengurangi, melenyapkan segala bentuk tingkah laku kejahatan yang ada dalam pikiran dan batin manusia. Caranya yaitu dengan menerapkan pendidikan teratur yang bersandar atas pengetahuan. Ki Hajar Dewantara (2013) menyatakan Pendidik adalah sosok yang mengukir manusia lahir dan batin dan memiliki Ilmu Kemanusiaan yang di dalamnya ialah Ilmu Psikologi dan Fisiologi, oleh sebab itu seorang pendidik juga perlu mendalami tentang keindahan Lahir Batin, Etika dan Estetika manusia. Alat untuk mendidik sendiri dilakukan dengan membiasakan perilaku atau teladan yang baik dalam kehidupan sehari – hari. Pendidik jangan hanya memberi pengetahuan saja melainkan mendidik supaya dapat mandiri dalam mengejar pengetahuannya sendiri, serta mengamalkannya di dalam keseharian pendidik maupun peserta didik. Para Pendidik juga seharusnya memiliki pikiran untuk tak menuntut hak, akan tetapi memiliki dedikasi mengajar dengan ikhlas dari hati. Dengan mengetahui dan sadar akan kewajiban sebagai seorang Pendidik. Pendidikan merupakan rangkaian prosedur yang patut dilalui oleh hidup tiap orang demi kehidupan yang lebih baik dan bahagia. Reaksi dari pencapaian suatu pendidikan dikehendaki dapat terbentuknya manusia yang terampil serta berimbang dengan ultimatum pengembangan dan pembaharuan tanpa menghilangkan jati diri sebagai bangsa Indoensia. Melalui Pendidikan maka nilai etika dan moral akan tumbuh berperan dengan penting dalam diri manusia sehingga senantiasa di tanamkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka pendidikan tidak bisa dikesampingkan begitu saja karena pendidikan adalah cara untuk merubah dunia supaya dapat meningkatkan integritas manusianya. Perkembangan moral akan selalu di tinjau apabila pendidikan tidak berjalan dengan semestinya dan berdampak memberikan pengaruh yang buruk, karena para peserta didik dapat dengan mudah meniru apapun yang ia lihat dari lingkungan sekitarnya seperti dampak yang di berikan terhadap kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Maka dengan itu Para pendidik maupun Peserta didik harus memiliki dan merealisasikan sikap berserah diri pada yang maha kuasa agar terhindar, serta tidak mudah terpengaruh dari perbuatan menyimpang pada ajaran yang tak sesuai bersadarkan nilai dan norma, Agar sejalan terhadap cita – cita Pendidikan Bangsa Indoenesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang mempunyai kekuatan spritual, berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Tak heran bila gagasan Ki Hajar Dewantara mengenai Pendidikan saat ini dijadikan bahan referensi oleh menteri pendidikan kita Bapak Nadiem Makarim, beliau mengembangkan ajaran yang ada pada zaman sebelum generasi milenial terlahir untuk memajukan pendidikan bangsa Indonesia saat ini, agar terhindar dari pengaruh buruk bangsa Asing. Dengan merealisasikan gagasan Ki Hajar Dewantara maka pendidikan di Indonesia ini tidak akan kehilangan identitasnya sebagai bangsa dan jati dirinya sebagai seorang bangsa Indonesia. Selaras dengan itu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai misi untuk pendidikan moral bangsa, membentuk individu bangsa indonesia menjadi good and smart citizzenship. Dengan begitu akan membentuk bangsa Indonesia berdasarkan pada pancasila dan berakhlak mulia sebagai warga negara Indonesia. Pendidikan seharusnya dapat mengahantarkan manusia mempunyai prinsip hidup, berpendirian tegak. Seabagai mana yang di maksud oleh fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel. Karena bila orang sudah berpendirian tegak niscaya dia akan mampu menuntun dirinya dari kegiatan yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya. Pendidikan akan membawa seseorang untuk menjadi pemberani, berwibawa. Karena peribadi yang berpendidikan adalah pribadi yang mampu menegakan kejujuran serta keadilan secara lanjut dan baik dalam menghadang segala rintangan hidup. Fatwa Ki Hajar Dewantara ini selain sebagai nasihat dan pengajaran juga sebagai sebuah motvasi untuk rakyat Indonesia agar dapat meraih kesuksesannya. Kata Bandel seringkali di konotasikan terhadap hal - hal negatif, seperti panggilan yang di berikan pada anak yang tidak penurut, sering melanggar aturan dan norma. Akan tetapi kata Bandel ini mengandung makna positif yaitu Seseorang yang Bandel memiliki prinsip yang kuat dan kokoh dalam hidupnya. Dalam Proses Pembelajaran bukan hanya menggali mengenai fakta atau konsep melainkan melibatkan emosi atau perasaan peserta didik. Menurut Muhammad Assori (2009, hlm. 6) faktanya di lapangan proses pembelajaran tidak hanya berpatok pada rencana pelaksanaan pembelajaran melainkan melibatkan pengalaman yang di luar kesadaran penuh yang terdiri dari lima indra diantaranya: indra penglihatan, pendengaran, pembauan, rasa tau pengecap, dan sentuhan. Dengan begitu proses pembelajaran akan berjalan secara interaktif, efektif dan partisipatif. Maka dari itu dalam pengajaran seorang Guru mesti cakap menumbuhkan minat peserta didik dalam belajar baik itu kualitas maupun kuantitas. Minat bealajar peserta didik dapat di tingkatkan melalui metode among, dan yang bervariatif serta melibatkan peserta didik untuk senantiasa aktif bertanya dan mengeluarkan pendapat dalam kegiatan belajar mengajar. Semakin optimal Guru dalam memberikan stimulus juga penguatan peserta didik terutama aspek kognitif, afektif dan psikomotorik maka semakin baik tercapainya suatu harapan dari pembelajaran tersebut. Sebagaimana kita ketahui kondisi pendidikan di Indonesia yang penuh akan tantangan ini merupakan tanggung jawab kita sebagai rakyat Indonesia untuk selalu mempertahankan keutuhan tujuan pendidikan nasional demi kebaikan rakyat Indonesia. Menurut Ki Hajar Dewantara metode among dipraktikan untuk menuntun anak didik menjadi makhluk yang dapat merasakan, berpikir secara jernih dan bertindak dengan mandiri. (Djoko Marihandono, hlm. 59) Pendidikan juga harus mencerahkan masyarakat maksudnya yaitu lembaga pendidikan harus saling berkerja sama dalam mengatasi gangguan perdamaian, dengan itu anggota masyarakat harus diberikan pencerahan demi kebaikan masa depannya. Tentunya pendidikan juga harus mencakup wilayah yang luas, seluruh rakyat indonesia harus mendapatkan hak pendidikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 Undang – Undang Dasar 1945. Unsur among yang di gagas oleh beliau menjelaskan bahwasannya prinsip pendidikan layak dimulai dengan menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah. Karena, peembiasaan menggunakan bahasa daerah dalam pendidikan di anggap sangatlah fundamental, alhasil pendidikan Indonesia akan maju bila selalu mengembangkan budaya bangsa Indonesia. Melalui pembiasaan bahasa daerah yang digunakan adalah suatu ultimatum bagi inti yang absah dalam proses berpikir. Bila generasi Indonesia sudah ulung menguasai bahasa daerah masing - masing, barulah penggunaan bahasa asing diajarkan. Sehubungan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, sikap nasionalisme dan patriotisme sangat di pupuk pada jiwa generasi penerus bangsa agar dapat mencintai bangsa dan negaranya, bila di kaitkan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara diatas sangat baik untuk mengajarkan anak anak bahasa daerah atau bahasa ibu atau bahasa indonesia ketika mereka masih kecil, supaya anak mendapatkan rasa batin dalam mencintai bangsa dan negaranya. Namun kenyataanya sekarang banyak Ibu yang mengajarkan bahasa asing kepada anaknya sejak anak tersebut masih kecil. Itu merupakan salah satu sebab yang memicu terkikisnya sikap nasionalisme dan patriotisme dalam jiwa bangsa Indonesia. Karena pusat Pendidikan yang primer memang terdapat pada keluarganya. Kedua orang tua ialah pusat dari pendidikan seorang anak yang pertama, karena pendidikan keluarga merupan sebaik - baik tempat dalam melakukan pendidikan sosial. Dari sebuah keluarga watak individual di bentuk oleh keluarga sebagai tempat dalam mempersiapkan kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana kita tahu, Indonesia memiliki dasar dan falsafah negara yaitu Pancasila maka diharapkan dengan kegiatan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di kelas peserta didik dapat melaksanakan perilaku disiplin diri adapun di perlukan dalam sebuah ideologi yang didasarkan pada kekuataan dan nilai individual (Abdul Aziz dan Sapriya, 2011, hlm. 17). Oleh karena itu peran Individu menjadi penting jika berada dalam masyarakat. Berhubungan dengan lahirnya kemajuan teknologi komunikasi, lahirlah dunia tanpa batas, namun menurut Thomas L. Friedman (dalam Macaryus, hlm. 7) mengatakan bahwa globalisasi ini menunjukan terbukanya kesempatan yang luas bagi tiap manusia untuk dapat berkarya sesuai dengan potensinya. Kesempatan itu terbuka lebar karena manusia tidak lagi terikat oleh batas – batas yang ditetapkan negara bangsa melainkan setiap orang dapat berjalan dalam lapangan yang sama. Menurut Tilaar dalam (Macaryus, 2009, Hlm. 9) Yang menjadi permasalahan apabila identitas nasional sebagai suatu bangsa itu kehilangan arah dari cita cita masyarakat indonesia. Seperti yang terjadi saat ini yaitu maraknya branding global yang memengaruhi kehidupan generasi muda juga alat-alat elektronik dan komunikasi yang menjadi suatu kecanduan bagi setiap individu di dunia ini, karenanya suatu hal menjadi serba cepat dan terbuka yang melahirkan perubahan besar budaya dunia. Memang sulit untuk mempertahankan identitas murni dari tiap kelompok di dunia dalam era globalisasi ini. Identitas masyarakat saat ini bernamakan identitas hibrid. (Macaryus, 2010) Walaupun arus globalisasi berpangkal dari kemajuan teknologi infromasi dan komunikasi cenderung menjadi sekat pemisah antar bangsa dan menciptakan masyarakat yang konsumtif, namun pendidikan harus memiliki kekuatan dalam melawan arus globalisasi sebagai pengimbang dalam bertindak dan bertingkah laku agar tidak mengarah pada liberalisme. “Baiknya identitas hibrid bangsa indonesia adalah pengakuan terhadap kebhinekaan budaya indonesia yang terus-menerus dikembangkan dan diarahkan kepada multikultural yang normatif” Tilaar (dalam Macaryus, hlm. 9). Demikian pula secara moral, pendidikan nasional masih menjadi misteri dalam melahirkan manusia yang bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan kemampuan bersaing dalam dunia internasional. Salah satunya Penyakit Korupsi Kolusi Nepotisme merupakan gambaran dari salah satu kegagalan pendidikan nasional yang sangat kurang memperhatikan perkembangan pribadi bermoral. Tindakan korupsi menjadi hal yang di anggap biasa dalam perspektif masyarakat indonesia, bahkan mungkin saja ada yang tidak peka terhadap pertimbangan moral. Salah satu contoh perilaku di sekolah yang tidak bermoral yaitu budaya mencontek, hal ini menjadi budaya bahkan menjadi suatu kebiasaan terus menerus padahal sangat tidak baik bagi tupoksi pendidikan indonesia. Maka, Peran dari Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sejalan dengan fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara “ngandel,kandel,kendel,bandel” untuk mencegah, mengatasi serta membina moral Peserta Didik agar dapat percaya diri, patuh terhadap aturan, berani mengambil resiko di masa depan yang mengarah pada hal positif dan teguh dalam pendirian atau mempunyai prinsip. Seperti yang kita tahu dari fakta kasus dan berita yang beredar bahwa anak anak semata-mata telah berpisah dengan keadaan kemanusiaan. Di rumah peserta didik terlihat sopan, penurut, dan selalu berangkat ke sekolah, tapi kenyataanya di sekolah justru bisa berbanding terbalik. Mereka tidak jarang justru sulit diatur dan bahkan sering tidak masuk sekolah. Selain itu, karena Globalisasi yang semakin unggul, Tekonologi yang semakin canggih serta ruang publik yang semakin meluas juga menjadi dampak dari permasalahan pendidikan di Indonesia, karena status seorang individu tidak hanya menjadi seorang warga negara Indonesia saja namun menjadi warga dunia. Kondisi pendidikan saat ini demikian jelas menimbulkan kejenuhan bagi para murid sehingga mereka mengikutinya sekedar formalitas saja. Dengan itu fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara menjadi Refleksi dan Evaluasi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Diantaranya yaitu berkurangnya kualitas akhlak siswa, menumpuknya ketimpangan sosial, hilangnya kebudayaan lokal, tumbuhnya tradisi yang serba cepat dan instan, juga komersialisasi pendidikan. Mengingat banyaknya kasus permasalahan pendidikan di Indonesia untuk itu globalisasi, moderinisasi jangan sampai meruntuhkan identitas dan realitas moral generasi Indonesia. Karena warga negara Indonesia adalah bangsa yang terkenal akan moral yang baik. Baiknya dalam mengedepankan moralitas bukan hanya di sekolah melainkan di implementasikan dalam keseharian hidup peserta didik. Karena pengembangan moralitas peserta didik yang berdinamika jadi sudah semestinya Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi ujung tombak dalam mengembangkan moralitas warga negara Indonesia, demikian hal nya dengan fatwa Ki Hajar Dewantara “Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel” peneliti ingin menganalisis terkait fatwa tersebut bila direalisasikan apakah dapat menjawab persoalan pendidikan di Indonesia melalui kontribusi dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Peneliti juga ingin mengenalkan fatwa Ki Hajar Dewantara yang belum diketahui oleh khalayak umum, dan bagaimana kaitannya dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diharapkan dapat memberikan upaya dalam mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia. Adapun latar belakang dari permasalan diatas peneliti terdorong dan ingin menangkap bagaimana sumbangsih gagasan tokoh pendidikan nasional tersbut dalam konteks perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sehingga Peneliti mengangkat judul “Fatwa Ki Hajar Dewantara “Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan”.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Menurut dasar permasalahan penelitian yang sudah diuraikan dalam latar belakang diatas membentuk fondasi untuk peneliti untuk merumuskan masalah penelitian baik secara umum maupun secara khusus. Adapun rumusan masalah secara umum yang menjadi pusat dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Relevansi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” dan yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Upaya Fatwa Ki Hajar Dewantara di Praktikan dalam Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” Kemudian rumusan masalah secara khusus agar penelitian dapat dikaji secara terfokus adalah : 1. Bagaimana impelementasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ? 2. Bagaimana implementasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam Pelaksanaan Peembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ? 3. Bagaimana implementasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Atas dasar rumusan masalah di atas, membuat pijakan kepada peneliti untuk menetapkan beberapa tujuan dari penelitian ini ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
1.3.1 Tujuan Umum
Mengenai tujuan umum penelitian ini untuk menganalisis, mengungkap dan membahas upaya Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Diharapkan menjadi pemicu dalam bentuk revitalisasi pendidikan, baik dalam keseharian hidup peserta didik, dari sisi akademisi, tokoh masyarakat, pendidik maupun orang tua. Sedangkan secara khusus penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1.3.2 Tujuan Khusus Berdasarkan fokus penelitian tujuan khusus yang ingin di capai dalam penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengindentifikasi Fatwa pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam perencanaan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan 2. Untuk menganalisis apakah pelaksanaan pembelajaran PKn sudah mampu mengatasi permasalahan pendidikan yang berakitan dengan Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel 3. Untuk mengetahui upaya Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mempertahankan Fatwa pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini hendaknya menjadi acuan dan dapat memberi informasi yang positif terkait solusi untuk dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan serta calon pendidik maupun non pendidik dalam menggali dan memperokokoh Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu “Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel” baik dari segi teoritis, kebijakan, praktis maupun isu aksi sosial, yaitu :
1.4.1 Segi Teoritis
Peneliti harap penelitian ini dapat menjadi referensi bagi akademisi maupun pendidik dalam bidang Ilmu Pendidikan Kewarganegaraan yang berhubungan dengan Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara. 1. Penelitian ini secara teoritis memiliki manfaat untuk menganalisis interperstasi terhadap gagasan atau Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam Pendidikan Kewarganegaraan 2. Penelitian ini menghadirkan implikasi baru dalam persepsi Moral, Demokrasi, Warga Negara, Pemerintah dan Pendidikan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 3. Dalam konteks Ilmu Pendidikan Kewarganegaraan, penelitian ini dapat terkonstruksinya keilmuan kajian PKn
1.4.2 Segi Kebijakan
Penelitian ini hendaknya dapat memberikam dedikasi berupa tinjauan mengenai Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel sebagai satu di antara upaya untuk mempertahankan dan memupuk nilai nilai pendidikan bangsa Indonesia pada tempo dahulu, saat ini dan masa depan seiring dengan perubahan zaman yang mempengaruhi kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Serta adanya sumbangan pemikiran kepada instansi terkait agar dibuat pengembangan kebijakan mengenai Konsep Pendidikan bangsa Indonesia yang lebih baik.
1.4.3 Segi Praktis
Secara praktis penelitian ini diarahkan kepada beberapa pihak, yakni: 1. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini hendaknya mampu membantu upaya dalam mengatasi persoalan pendidikan di Indonesia 2. Bagi Pendidik Penelitian ini dapat menambah sumber kajian literatur bagi Pendidik untuk mengetahui, memahami dan menerapkan Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam keseharian hidup peserta didik dengan adanya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 3. Bagi Peserta Didik/Mahasiwa dan Masyarakat Hasil Penelitian diharapkan menambah wawasan penegatahuan mengenai Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel yang berkesinambungan dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 4. Bagi Orang Tua Penelitian ini hendaknya dapat menghimbau dan menjadi acuan bagi Orang Tua untuk meningkatkan motivasi dalam mendidik anak di rumah. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil dari Penelitian ini diharapkan menjadikan sebuah pembelajaran, insipirasi atau studi banding peneliti mengenai Fatwa Ki Hajar Dewantara dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
1.4.4 Segi Isu Aksi Sosial
Hasil dari Penelitian ini hendaknya dapat mencorakkan sumber rujukan untuk memberikan pemahaman serta sosialisasi kepada Calon Pendidik maupun Guru terkait Analisis Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dengan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sehingga Peserta Didik dan para pendidik dapat memahami maksud Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara secara eksplisit dan implisit yang berfaedah dari zaman dahulu hingga saat ini.
1.4.5 Struktur Organisasi Skripsi
Penataan penulisan dalam skripsi ini melingkupi beberapa struktur organisasi yang terdiri atas (5) lima bab, berikut ini akan dijelaskan penjelasan khususnya tentang kajian yang terdapat pada setiap bagian. BAB 1 Pendahuluan Pada bab ini diuraikan beberapa subbab yang pada dasarnya sebagai bab perkenalan dan disampaikan struktur bab meliputi latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. BAB II Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi mengenai landasan teori yang rinci terhadap topik atau masalah yang diambil dalam penelitian menaungi serangkaian definisi, konsep, dan prespektif tentang masalah dari topik penelitian yang di bahas. BAB III Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan berupa desain penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data serta analisis data. BAB IV Temuan dan Pembahasan Dalam bab ini teurai secara mendetail isi dari hasil penelitian sebagai pusat dari penjelasan mengenai pokok pembahasan dalam rumusan masalah yang diteliti. BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi Dalam bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi. Peneliti menguraikan tafsiran berupa determinasi dari hasil penelitian, pengaruh positif serta ajakan yang disampaikan terhadap pihak yang terpaut dengan penelitian ini dan berminat untuk melakukan fokus penelitian selanjutnya.