Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagaimana diketahui oleh rakyat indonesia Tokoh Nasional Pendidikan
Indonesia Ki Hajar Dewantara beliau merupakan pendekar sejati pelopor
pendidikan bangsa Indonesia. Nama lengkap Ki Hajar Dewantara adalah Raden
Mas Suwardi Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada 2 mei 1889. Yang kemudian
diperingati menjadi hari pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia sebagai
perayaan nasional. Selain menggeluti bidang pendidikan, beliau mencetuskan
gagasan dalam bidang politik dan pendidikan. (Rahardjo, 2020, hlm. 9)
Gagasan tersebutlah yang membuka jalan bagi pendidikan bangsa
Indonesia. Meskipun negara Indonesia sudah merdeka, Pendidikan akan selalu
menjadi fondasi utama dalam memajukan dan mensejahterakan bangsa Indonesia.
Dengan pendidikan yang baik rakyat akan merasakakan manis buahnya
pendidikan. Pendidikan yang baik itu dimulai dari keluarga, karena orang tua
menjadi cerminan bagi seorang anaknya. Maka menjadi orang tua itu bukanlah
suatu hal yang mudah. (Wiryopranoto, Herlina, Marihandono, Tangkilisan, 2017,
hal. 14). Butuh proses dalam mengajarkan dan mendidik anak sampai akhir hayat
mereka.
Anak akan selalu meniru perilaku yang di lakukan oleh orang tua, maka
dengan itu para kedua orang tua perlu menjadi figure yang baik bagi anaknya.
Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara, anak laki- laki maupun anak perempuan
yang kita didik kelak sebagai penerus bangsa indonesia, mereka semua memiliki
kodrat kehidupannya masing – masing, dengan demikian peran keluarga
merupakan hal yang utama dalam mendukung serta membimbing pendidikan
yang baik bagi anaknya (Dewantara, 2013). Seperti halnya dalam tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan itu ada supaya warga negara Indonesia dapat
menjadi warga negara yang baik dan cerdas serta memahami akan haknya dan
kewajibannya. Berdasarkan amanat dalam Undang Undang Dasar 1945 alinea
kedua dan keempat dikemukakan mengenai cita - cita dan harapan bangsa
Indonesia tentang kemerdekaan. Kemudian pasal 31 ayat 1 yang berbunyi
bahwasannya tiap warga negara Indonesia berhak mendapat pengajaran. Atas
dasar peraturan Undang Undang No 20 Tahun 2003 mengatut tentang dasar,
fungsi, dan tujuan sistem pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan
pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan
pemerintah, peserta didik, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, bahasa pengantar,
dan wajib belajar.
Dengan demikian pengaruh pendidikan memang sangat penting bagi
kehidupan rakyat. Pendidikan nasional yang harus berimbang dengan keseharian
hidup bangsa. Menurut (Ki Hajar Dewantara, 2013) Pengajaran Nasional harus
dimulai dalam diri anak - anak bangsa agar selamat hidupnya untuk mempunyai
rasa cinta tanah air pada bangsanya dan tidak terpisah dari bangsanya guna
mencegah terjadinya lawan dalam kehidupan bangsa sendiri. Pendidikan nasional
menjadi hak dan kewajiban pemerintah di Indonesia untuk menyelenggarakan apa
yang menjadi kebutuhan rakyat Indonesia, salah satunya yaitu dengan Pendidikan
Kewarganegaraan.
Sebagai contoh bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terkenal ramah
dan sopan dalam bertingkah laku atau mempunyai adab, etika dan moral yang
baik. Maka, dengan adanya pendidikan, bangsa Indonesia dapat melestarikan
kebiasaan positif yang menjadi ciri khas atau pembeda antara bangsa Indonesia
dengan bangsa yang lain. Dengan rasa sopan yang tertanam dalam diri bangsa
Indonesia akan menjadi pagar keselamatan untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu sopan santun harus di ajarkan, di didik dari kecil sampai dewasa
hingga menjadi orang tua.
Maka dari itu Pendidikan Kewarganegaraan ialah mata pelajaran penting
bagi rakyat Indoensia. Namun proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
menjadi sebuah tantangan disaat pengaruh globalisasi yang membawa dampak
positif, dan juga dampak negatif. Maka dari itu peran pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai tameng penerus bangsa supaya tetap menjalani
kehidupam sehari - harinya bertepatan pada nilai dan norma yang telah diakui
bersama oleh rakyat Indonesia, yaitu nilai dan norma yang selaras dengan
Pancasila dan budaya bangsa yang luhur. Dengan demikian seluruh warga negara
indonesia dituntut meletakan dimensi manusia sebagai makhluk pribadi, sosial,
susila dan religi dalam kedudukan kita sebagai bangsa Indonesia.
Tidak heran bila menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan bangsa
Indonesia seharusnya memberi perasaan yang penuh terhadap nilai dan moral.
Rakyat harus mampu teguh dalam hak mengatur dirinya sendiri termasuk
pentingnya suatu pendidikan. Dalam kehidupan sekarang bangsa kita sudah
tercampur dengan kebudayaan bangsa lain, arus globalisasi menjadi pemicu dalam
bertingkah laku dan tak kuasa untuk menghalanginya (Macaryus, 2010, hal. 10).
Namun kita juga harus berani mengakui bahwa akulturasi budaya bisa membawa
dampak yang baik bagi warga negara Indonesia. Contohnya pada zaman modern
ini yang memasuki era digital dengan perkembangan inovasi dalam bidang
telekomunikasi dan informasi yang berdampak pada perubahan sosial budaya
masyarakat Indonesia. Masyarakat yang biasanya sering berinteraksi dengan
tetangganya karena sudah terbawa dampak modernisasi tejadilah perubahan
interaksi secara langsung yang beralih pada sosial media yang didapatkan pada
smartphone. Dan ini merupakan suatu contoh dari adanya akulturasi budaya.
Dampak negatifnya yaitu generasi muda yang senantiasa mengikuti gaya budaya
luar seperti kebiasaan orang korea, jepang, ataupun barat serta manusia yang
semakin hari memiliki sikap individualistis.
Namun tak akan jadi masalah jika untuk mempelajari budaya tersebut
demi memetik unsur - unsur yang dapat memotivasi bangsa Indonesia dalam
bertingkah laku baik, yang menjadi suatu masalah apabila generasi kita cenderung
bahkan terlalu mencintai kebudayaan luar sehingga melupakan atau melepaskan
kebudayaan asli bangsa Indonesia, yang berarti memudarnya sikap nasionalisme
dalam diri generasi muda Indonesia.
Terlebih lagi arus kecanggihan teknologi yang semakin hari kian melesat
dengan cepat disebabkan mudahnya akses dalam mengetahui segala jenis
informasi yang terdapat dalam dunia maya/internet. Serta rasa keingintahuan
generasi muda yang lebih tinggi maka dampaknya mereka akan meniru hal negatif
tersebut bisa dari tayangan film luar atau dari membaca buku yang tak seharusnya
di baca. Juga tak dapat dipungkiri dapat menyebabkan banyak tindakan yang tidak
sepatutnya terjadi. Saat ini marak sekali kasus mengenai pergaulan bebas,
narkoba, pornografi, Tawuran, serta munculnya tradisi yang serba cepat dan
instan.
Kemudian dari cara berpakaian para generasi muda saat ini banyak yang
mengikuti ala budaya luar, khususnya pakaian yang kurang pantas untuk ditiru
oleh rakyat Indonesia seperti pakaian yang terbuka atau memakai pakaian di luar
batas yang menggoda mata para lelaki untuk mendekatinya bahkan sampai
membahayakan dirinya sendiri. Sampai ada pula para perempuan atau laki - laki
yang memakai pakaian tidak sesuai dengan kodratnya. Maka dengan ini kita
sebagai penerus bangsa ini sudah sepatutnya menanamkan moral yang baik
sebagai ciri khas dan identitas kebudayaan kita bangsa Indonesia. Namun
kenyataan yang terjadi sekarang, yaitu sudah terciptanya degradasi moral yang
mengancam bangsa Indonesia untuk saat ini dan masa mendatang.
Bahkan generasi muda saat ini enggan mempertahankan kebudayaan
bangsa karena sudah tidak mencirikan identitas kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh Tekonologi Internet inilah yang mengancam jalannya pendidikan di
Indonesia, karena kemajuan Teknologi dan Internet yang tiada batas membuat
generasi muda menjadi kecanduan, seolah olah tidak bisa hidup tanpa gadget.
Oleh karena itu pendidikan di Indonesia sudah semestinya tanggap dan tak kenal
lelah demi kelangsungan hidup generasi muda ke depan. Harapan untuk selalu
membela dan mencintai bangsa dan negaranya. Walaupun memang pengaruh dari
arus globalisasi ini sering terdengar di telinga kita, namun penulis sebagai
pendidik tidak ingin apabila generasi muda Indonesia menjadi generasi yang salah
arah atau bobrok dalam mengartikan dan memperdalam Pendidikan. Jangan
sampai dengan tantangan yang ada dari pengaruh globalisasi menjadikan kita
sebagai calon pendidik menjadi acuh tak acuh dalam mendidik generasi muda ke
dalam jalan yang benar sebagai penerus bangsa Indoenesia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pendidikan berawal dari kata
‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, kata ini memiliki makna
proses atau cara dan perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi Pendidikan
adalah upaya pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang
dalam mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan serta penelitian
demi mewujudkan manusia yang memiliki kecakapan pengetahuan spiritual,
pengendalian diri dan berakhlak mulia.
Selain itu Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pengertian Pendidikan
sebagai tuntutan dalam hidup anak, hajat dari Pendidikan yakni membimbing
segala vitalitas kodrat yang ada pada anak supaya menjadi manusia dewasa dan
juga menjadi masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagian
setinggi-tingginya.
Dalam mendidik yang baik dan benar menurut Ki Hajar Dewantara yaitu
tidak memakai syarat paksaan. Maksudnya yaitu sebaiknya dalam mendidik
menerapkan metode “Among” yang bermakna menjaga kelangsungan hidup batin
sang anak tanpa unsur memaksa, namun tidak pula mengacuhkan anak, melainkan
meninjau supaya anak dapat bertumbuh sesuai kodrat. (Samho, 2013). Pendidik
sebaiknya berupaya dalam mengimplementasikan fatwa Ki Hajar Dewantara
dalam proses pendidikan salah satunya Ngandel, Kandel, Kendel dan Bandel
yakni petuah Ki Hajar Dewantara dalam bahasa jawa, kepada anak didiknya, yang
bermakna Ngandel yaitu Percaya akan memberikan Pendirian yang tegak.
Kemudian Kandel yang berarti tebal, maksud tebal disini yaitu memiliki Ilmu
yang luas, Kemudian Kendel yang berarti berani dalam menjunjung tinggi suatu
kebenaran dan Bandel yang berarti tidak berputus asa atau ketakutan dalam
menghadapi segala rintangan kehidupan. (Suhartono, Herlina, Marihandono,
Tangkilisan, 2017). Oleh karena itu setiap rakyat Indonesia di upayakan untuk
berkehidupan yang bersendikan fatwa Ki Hajar Dewantara di atas. Tiap Pendidik
semaksimal mungkin meyakinkan para peserta didik untuk selalu Percaya kepada
Tuhan yang maha Esa dalam keadaan dan situasi apapun, sebagaimana yang
terkandung dalam sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sekalipun tiap manusia memiliki hak untuk hidup dan menentukan nasibnya
sendiri namun tetap manusia mesti waspada mengenai hal apa saja yang datang di
dalam hidupnya, baik atau buruknya dan apa saja yang merugikan dirinya di dunia
dengan senantiasa mengingat akan segala garis hidup ini sudah menjadi ketetapan
dan rencana yang maha kuasa termasuk kemajuan dalam perkembagan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
Kemudian sepatutnya seluruh bangsa Indonesia memiliki keinginan yang
tinggi untut menuntut Ilmu, di biasakan untuk semangat dalam melakukan segala
hal, membiasakan perlaku sopan santun, rajin membantu orang tua di rumah,
patuh terhadap perintah Guru dan Peraturan Sekolah serta mengerjakan Ulangan
dengan jujur tanpa bertinndak curang. Itulah langkah awal dalam mendidik
generasi penerus bangsa. Hal yang kelihatan mudah namun apabila dilakukan
secara berkesinambungan dapat memperoleh dampak yang menakjubkan bagi
warga negara Indonesia. Dengan sikap disiplin maka generasi penerus bangsa
akan maju dan negara Indonesia pun bisa dengan cepat menjadi negara maju. Ilmu
itu sangat luas karena tuhan yang sudah memberi anugerah Ilmu pada tiap
manusia.
Semua manusia memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu, karena Ilmu
itu dapat diperoleh kapanpun dan dimana saja. Sejatinya Tuhan sudah
memberikan kelebihan/keahlian pada tiap insan di dunia ini. Hanya kita sebagai
individu yang bisa berupaya untuk mengasah dan menggapai Ilmu yang sudah
Tuhan titipkan pada manusia di dunia ini sebagai bekal untuk mencapai
kesejahteraan hidup. Maka tugas kita sebagai warga negara sudah seharusnya
wajib dalam menuntut Ilmu. Namun, dalam mencari Ilmu ini bukan berarti selesai
hanya sampai pada tahap di perguruan tinggi saja melainkan sampai akhir hayat
kita sebagai sosok manusia.
Dengan Pendidikan Nasional yang baik dapat mengangkat derajat negara
dan rakyatnya tanpa memisahkan agama, budi pekerti, adat istiadat, kesenian,
suku, bangsa, agama, ras, budaya sebagai warisan moyang nusantara. Dengan
begitu sudah seyogyanya kita harus berani untuk menghadapi suatu tantangan dan
ancaman yang akan terjadi di depan, termasuk dominasi baru dari tercampurnya
para bangsa yang disebabkan oleh adanya globalisasi dan modernisasi. Jadi untuk
menciptakan generasi penerus bangsa yang baik yaitu dengan cara menguasasi
diri dalam pendidikan dan budi pekerti. Jika manusia sudah mempunyai budi
pekerti yang luhur, maka kecerdasan berpikirnya pasti memegang teguh dalam
prinsipnya yang baik. Tak akan pantang arah atau mudah terombang ambing oleh
keadaan maupun kesenangan sesaat.
Ia akan berpikir dan memilih untuk melakukan hal yang pantas dan baik
bagi masa depannya kelak, ia akan selalu mengukur dan memakai dasar yang pasti
dan tetap dalam setiap langkah hidupnya. Oleh karena itu para pendidik pun
jangan sampai mengenal arti kata ‘lelah’ dalam membangun karakter peserta didik
agar tercapainya tujuan dari pendidikan itu. Karena tujuan pendidikan adalah
untuk mengalahkan, mengurangi, melenyapkan segala bentuk tingkah laku
kejahatan yang ada dalam pikiran dan batin manusia.
Caranya yaitu dengan menerapkan pendidikan teratur yang bersandar atas
pengetahuan. Ki Hajar Dewantara (2013) menyatakan Pendidik adalah sosok yang
mengukir manusia lahir dan batin dan memiliki Ilmu Kemanusiaan yang di
dalamnya ialah Ilmu Psikologi dan Fisiologi, oleh sebab itu seorang pendidik juga
perlu mendalami tentang keindahan Lahir Batin, Etika dan Estetika manusia. Alat
untuk mendidik sendiri dilakukan dengan membiasakan perilaku atau teladan
yang baik dalam kehidupan sehari – hari.
Pendidik jangan hanya memberi pengetahuan saja melainkan mendidik
supaya dapat mandiri dalam mengejar pengetahuannya sendiri, serta
mengamalkannya di dalam keseharian pendidik maupun peserta didik. Para
Pendidik juga seharusnya memiliki pikiran untuk tak menuntut hak, akan tetapi
memiliki dedikasi mengajar dengan ikhlas dari hati. Dengan mengetahui dan sadar
akan kewajiban sebagai seorang Pendidik.
Pendidikan merupakan rangkaian prosedur yang patut dilalui oleh hidup
tiap orang demi kehidupan yang lebih baik dan bahagia. Reaksi dari pencapaian
suatu pendidikan dikehendaki dapat terbentuknya manusia yang terampil serta
berimbang dengan ultimatum pengembangan dan pembaharuan tanpa
menghilangkan jati diri sebagai bangsa Indoensia. Melalui Pendidikan maka nilai
etika dan moral akan tumbuh berperan dengan penting dalam diri manusia
sehingga senantiasa di tanamkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka pendidikan
tidak bisa dikesampingkan begitu saja karena pendidikan adalah cara untuk
merubah dunia supaya dapat meningkatkan integritas manusianya.
Perkembangan moral akan selalu di tinjau apabila pendidikan tidak
berjalan dengan semestinya dan berdampak memberikan pengaruh yang buruk,
karena para peserta didik dapat dengan mudah meniru apapun yang ia lihat dari
lingkungan sekitarnya seperti dampak yang di berikan terhadap kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
Maka dengan itu Para pendidik maupun Peserta didik harus memiliki dan
merealisasikan sikap berserah diri pada yang maha kuasa agar terhindar, serta
tidak mudah terpengaruh dari perbuatan menyimpang pada ajaran yang tak sesuai
bersadarkan nilai dan norma, Agar sejalan terhadap cita – cita Pendidikan Bangsa
Indoenesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang mempunyai kekuatan
spritual, berakhlak mulia dan bertanggung jawab.
Tak heran bila gagasan Ki Hajar Dewantara mengenai Pendidikan saat ini
dijadikan bahan referensi oleh menteri pendidikan kita Bapak Nadiem Makarim,
beliau mengembangkan ajaran yang ada pada zaman sebelum generasi milenial
terlahir untuk memajukan pendidikan bangsa Indonesia saat ini, agar terhindar
dari pengaruh buruk bangsa Asing. Dengan merealisasikan gagasan Ki Hajar
Dewantara maka pendidikan di Indonesia ini tidak akan kehilangan identitasnya
sebagai bangsa dan jati dirinya sebagai seorang bangsa Indonesia. Selaras dengan
itu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai misi untuk
pendidikan moral bangsa, membentuk individu bangsa indonesia menjadi good
and smart citizzenship. Dengan begitu akan membentuk bangsa Indonesia
berdasarkan pada pancasila dan berakhlak mulia sebagai warga negara Indonesia.
Pendidikan seharusnya dapat mengahantarkan manusia mempunyai prinsip
hidup, berpendirian tegak. Seabagai mana yang di maksud oleh fatwa Ki Hajar
Dewantara Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel. Karena bila orang sudah
berpendirian tegak niscaya dia akan mampu menuntun dirinya dari kegiatan yang
tidak bermanfaat bagi kehidupannya. Pendidikan akan membawa seseorang untuk
menjadi pemberani, berwibawa. Karena peribadi yang berpendidikan adalah
pribadi yang mampu menegakan kejujuran serta keadilan secara lanjut dan baik
dalam menghadang segala rintangan hidup.
Fatwa Ki Hajar Dewantara ini selain sebagai nasihat dan pengajaran juga
sebagai sebuah motvasi untuk rakyat Indonesia agar dapat meraih kesuksesannya.
Kata Bandel seringkali di konotasikan terhadap hal - hal negatif, seperti panggilan
yang di berikan pada anak yang tidak penurut, sering melanggar aturan dan
norma. Akan tetapi kata Bandel ini mengandung makna positif yaitu Seseorang
yang Bandel memiliki prinsip yang kuat dan kokoh dalam hidupnya.
Dalam Proses Pembelajaran bukan hanya menggali mengenai fakta atau
konsep melainkan melibatkan emosi atau perasaan peserta didik. Menurut
Muhammad Assori (2009, hlm. 6) faktanya di lapangan proses pembelajaran tidak
hanya berpatok pada rencana pelaksanaan pembelajaran melainkan melibatkan
pengalaman yang di luar kesadaran penuh yang terdiri dari lima indra diantaranya:
indra penglihatan, pendengaran, pembauan, rasa tau pengecap, dan sentuhan.
Dengan begitu proses pembelajaran akan berjalan secara interaktif, efektif dan
partisipatif.
Maka dari itu dalam pengajaran seorang Guru mesti cakap menumbuhkan
minat peserta didik dalam belajar baik itu kualitas maupun kuantitas. Minat
bealajar peserta didik dapat di tingkatkan melalui metode among, dan yang
bervariatif serta melibatkan peserta didik untuk senantiasa aktif bertanya dan
mengeluarkan pendapat dalam kegiatan belajar mengajar. Semakin optimal Guru
dalam memberikan stimulus juga penguatan peserta didik terutama aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik maka semakin baik tercapainya suatu harapan dari
pembelajaran tersebut.
Sebagaimana kita ketahui kondisi pendidikan di Indonesia yang penuh
akan tantangan ini merupakan tanggung jawab kita sebagai rakyat Indonesia untuk
selalu mempertahankan keutuhan tujuan pendidikan nasional demi kebaikan
rakyat Indonesia. Menurut Ki Hajar Dewantara metode among dipraktikan untuk
menuntun anak didik menjadi makhluk yang dapat merasakan, berpikir secara
jernih dan bertindak dengan mandiri. (Djoko Marihandono, hlm. 59)
Pendidikan juga harus mencerahkan masyarakat maksudnya yaitu lembaga
pendidikan harus saling berkerja sama dalam mengatasi gangguan perdamaian,
dengan itu anggota masyarakat harus diberikan pencerahan demi kebaikan masa
depannya. Tentunya pendidikan juga harus mencakup wilayah yang luas, seluruh
rakyat indonesia harus mendapatkan hak pendidikan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 31 Undang – Undang Dasar 1945.
Unsur among yang di gagas oleh beliau menjelaskan bahwasannya prinsip
pendidikan layak dimulai dengan menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah.
Karena, peembiasaan menggunakan bahasa daerah dalam pendidikan di anggap
sangatlah fundamental, alhasil pendidikan Indonesia akan maju bila selalu
mengembangkan budaya bangsa Indonesia.
Melalui pembiasaan bahasa daerah yang digunakan adalah suatu
ultimatum bagi inti yang absah dalam proses berpikir. Bila generasi Indonesia
sudah ulung menguasai bahasa daerah masing - masing, barulah penggunaan
bahasa asing diajarkan. Sehubungan dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, sikap nasionalisme dan patriotisme sangat di pupuk pada jiwa
generasi penerus bangsa agar dapat mencintai bangsa dan negaranya, bila di
kaitkan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara diatas sangat baik untuk
mengajarkan anak anak bahasa daerah atau bahasa ibu atau bahasa indonesia
ketika mereka masih kecil, supaya anak mendapatkan rasa batin dalam mencintai
bangsa dan negaranya.
Namun kenyataanya sekarang banyak Ibu yang mengajarkan bahasa asing
kepada anaknya sejak anak tersebut masih kecil. Itu merupakan salah satu sebab
yang memicu terkikisnya sikap nasionalisme dan patriotisme dalam jiwa bangsa
Indonesia. Karena pusat Pendidikan yang primer memang terdapat pada
keluarganya. Kedua orang tua ialah pusat dari pendidikan seorang anak yang
pertama, karena pendidikan keluarga merupan sebaik - baik tempat dalam
melakukan pendidikan sosial. Dari sebuah keluarga watak individual di bentuk
oleh keluarga sebagai tempat dalam mempersiapkan kehidupan bermasyarakat.
Sebagaimana kita tahu, Indonesia memiliki dasar dan falsafah negara yaitu
Pancasila maka diharapkan dengan kegiatan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan di kelas peserta didik dapat melaksanakan perilaku disiplin diri
adapun di perlukan dalam sebuah ideologi yang didasarkan pada kekuataan dan
nilai individual (Abdul Aziz dan Sapriya, 2011, hlm. 17). Oleh karena itu peran
Individu menjadi penting jika berada dalam masyarakat.
Berhubungan dengan lahirnya kemajuan teknologi komunikasi, lahirlah
dunia tanpa batas, namun menurut Thomas L. Friedman (dalam Macaryus, hlm. 7)
mengatakan bahwa globalisasi ini menunjukan terbukanya kesempatan yang luas
bagi tiap manusia untuk dapat berkarya sesuai dengan potensinya. Kesempatan itu
terbuka lebar karena manusia tidak lagi terikat oleh batas – batas yang ditetapkan
negara bangsa melainkan setiap orang dapat berjalan dalam lapangan yang sama.
Menurut Tilaar dalam (Macaryus, 2009, Hlm. 9) Yang menjadi
permasalahan apabila identitas nasional sebagai suatu bangsa itu kehilangan arah
dari cita cita masyarakat indonesia. Seperti yang terjadi saat ini yaitu maraknya
branding global yang memengaruhi kehidupan generasi muda juga alat-alat
elektronik dan komunikasi yang menjadi suatu kecanduan bagi setiap individu di
dunia ini, karenanya suatu hal menjadi serba cepat dan terbuka yang melahirkan
perubahan besar budaya dunia. Memang sulit untuk mempertahankan identitas
murni dari tiap kelompok di dunia dalam era globalisasi ini. Identitas masyarakat
saat ini bernamakan identitas hibrid. (Macaryus, 2010) Walaupun arus globalisasi
berpangkal dari kemajuan teknologi infromasi dan komunikasi cenderung menjadi
sekat pemisah antar bangsa dan menciptakan masyarakat yang konsumtif, namun
pendidikan harus memiliki kekuatan dalam melawan arus globalisasi sebagai
pengimbang dalam bertindak dan bertingkah laku agar tidak mengarah pada
liberalisme.
“Baiknya identitas hibrid bangsa indonesia adalah pengakuan terhadap
kebhinekaan budaya indonesia yang terus-menerus dikembangkan dan diarahkan
kepada multikultural yang normatif” Tilaar (dalam Macaryus, hlm. 9). Demikian
pula secara moral, pendidikan nasional masih menjadi misteri dalam melahirkan
manusia yang bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan kemampuan
bersaing dalam dunia internasional.
Salah satunya Penyakit Korupsi Kolusi Nepotisme merupakan gambaran
dari salah satu kegagalan pendidikan nasional yang sangat kurang memperhatikan
perkembangan pribadi bermoral. Tindakan korupsi menjadi hal yang di anggap
biasa dalam perspektif masyarakat indonesia, bahkan mungkin saja ada yang tidak
peka terhadap pertimbangan moral. Salah satu contoh perilaku di sekolah yang
tidak bermoral yaitu budaya mencontek, hal ini menjadi budaya bahkan menjadi
suatu kebiasaan terus menerus padahal sangat tidak baik bagi tupoksi pendidikan
indonesia.
Maka, Peran dari Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sejalan
dengan fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara “ngandel,kandel,kendel,bandel”
untuk mencegah, mengatasi serta membina moral Peserta Didik agar dapat
percaya diri, patuh terhadap aturan, berani mengambil resiko di masa depan yang
mengarah pada hal positif dan teguh dalam pendirian atau mempunyai prinsip.
Seperti yang kita tahu dari fakta kasus dan berita yang beredar bahwa anak
anak semata-mata telah berpisah dengan keadaan kemanusiaan. Di rumah peserta
didik terlihat sopan, penurut, dan selalu berangkat ke sekolah, tapi kenyataanya di
sekolah justru bisa berbanding terbalik. Mereka tidak jarang justru sulit diatur dan
bahkan sering tidak masuk sekolah.
Selain itu, karena Globalisasi yang semakin unggul, Tekonologi yang
semakin canggih serta ruang publik yang semakin meluas juga menjadi dampak
dari permasalahan pendidikan di Indonesia, karena status seorang individu tidak
hanya menjadi seorang warga negara Indonesia saja namun menjadi warga dunia.
Kondisi pendidikan saat ini demikian jelas menimbulkan kejenuhan bagi para
murid sehingga mereka mengikutinya sekedar formalitas saja. Dengan itu fatwa
Pendidikan Ki Hajar Dewantara menjadi Refleksi dan Evaluasi dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Diantaranya yaitu berkurangnya
kualitas akhlak siswa, menumpuknya ketimpangan sosial, hilangnya kebudayaan
lokal, tumbuhnya tradisi yang serba cepat dan instan, juga komersialisasi
pendidikan.
Mengingat banyaknya kasus permasalahan pendidikan di Indonesia untuk
itu globalisasi, moderinisasi jangan sampai meruntuhkan identitas dan realitas
moral generasi Indonesia. Karena warga negara Indonesia adalah bangsa yang
terkenal akan moral yang baik. Baiknya dalam mengedepankan moralitas bukan
hanya di sekolah melainkan di implementasikan dalam keseharian hidup peserta
didik. Karena pengembangan moralitas peserta didik yang berdinamika jadi sudah
semestinya Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi ujung tombak
dalam mengembangkan moralitas warga negara Indonesia, demikian hal nya
dengan fatwa Ki Hajar Dewantara “Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel” peneliti
ingin menganalisis terkait fatwa tersebut bila direalisasikan apakah dapat
menjawab persoalan pendidikan di Indonesia melalui kontribusi dari mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Peneliti juga ingin mengenalkan fatwa Ki
Hajar Dewantara yang belum diketahui oleh khalayak umum, dan bagaimana
kaitannya dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diharapkan
dapat memberikan upaya dalam mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia.
Adapun latar belakang dari permasalan diatas peneliti terdorong dan ingin
menangkap bagaimana sumbangsih gagasan tokoh pendidikan nasional tersbut
dalam konteks perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Sehingga Peneliti mengangkat judul “Fatwa Ki Hajar
Dewantara “Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel dalam Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan”.

1.2 Pertanyaan Penelitian


Menurut dasar permasalahan penelitian yang sudah diuraikan dalam latar
belakang diatas membentuk fondasi untuk peneliti untuk merumuskan masalah
penelitian baik secara umum maupun secara khusus. Adapun rumusan masalah
secara umum yang menjadi pusat dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana
Relevansi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel dalam
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” dan yang menjadi fokus dalam
penelitian ini yaitu “Bagaimana Upaya Fatwa Ki Hajar Dewantara di Praktikan
dalam Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan”
Kemudian rumusan masalah secara khusus agar penelitian dapat dikaji
secara terfokus adalah :
1. Bagaimana impelementasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel
Bandel dalam Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ?
2. Bagaimana implementasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel
Bandel dalam Pelaksanaan Peembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ?
3. Bagaimana implementasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel
Bandel dalam Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Atas dasar rumusan masalah di atas, membuat pijakan kepada peneliti
untuk menetapkan beberapa tujuan dari penelitian ini ke dalam tujuan umum dan
tujuan khusus, yaitu :

1.3.1 Tujuan Umum


Mengenai tujuan umum penelitian ini untuk menganalisis, mengungkap dan
membahas upaya Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel
dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Diharapkan menjadi pemicu
dalam bentuk revitalisasi pendidikan, baik dalam keseharian hidup peserta didik,
dari sisi akademisi, tokoh masyarakat, pendidik maupun orang tua. Sedangkan
secara khusus penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1.3.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan fokus penelitian tujuan khusus yang ingin di capai dalam
penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengindentifikasi Fatwa pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel
Kandel Kendel Bandel dalam perencanaan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan
2. Untuk menganalisis apakah pelaksanaan pembelajaran PKn sudah mampu
mengatasi permasalahan pendidikan yang berakitan dengan Fatwa Pendidikan
Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel
3. Untuk mengetahui upaya Penilaian Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dalam mempertahankan Fatwa pendidikan Ki Hajar
Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dalam penelitian ini hendaknya menjadi acuan dan dapat memberi
informasi yang positif terkait solusi untuk dunia pendidikan khususnya dalam
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan serta calon pendidik maupun non
pendidik dalam menggali dan memperokokoh Fatwa Pendidikan Ki Hajar
Dewantara yaitu “Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel” baik dari segi teoritis,
kebijakan, praktis maupun isu aksi sosial, yaitu :

1.4.1 Segi Teoritis


Peneliti harap penelitian ini dapat menjadi referensi bagi akademisi
maupun pendidik dalam bidang Ilmu Pendidikan Kewarganegaraan yang
berhubungan dengan Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara.
1. Penelitian ini secara teoritis memiliki manfaat untuk menganalisis interperstasi
terhadap gagasan atau Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel
Bandel dalam Pendidikan Kewarganegaraan
2. Penelitian ini menghadirkan implikasi baru dalam persepsi Moral, Demokrasi,
Warga Negara, Pemerintah dan Pendidikan dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
3. Dalam konteks Ilmu Pendidikan Kewarganegaraan, penelitian ini dapat
terkonstruksinya keilmuan kajian PKn

1.4.2 Segi Kebijakan


Penelitian ini hendaknya dapat memberikam dedikasi berupa tinjauan
mengenai Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel
sebagai satu di antara upaya untuk mempertahankan dan memupuk nilai nilai
pendidikan bangsa Indonesia pada tempo dahulu, saat ini dan masa depan seiring
dengan perubahan zaman yang mempengaruhi kehidupan sosial budaya
masyarakat Indonesia. Serta adanya sumbangan pemikiran kepada instansi terkait
agar dibuat pengembangan kebijakan mengenai Konsep Pendidikan bangsa
Indonesia yang lebih baik.

1.4.3 Segi Praktis


Secara praktis penelitian ini diarahkan kepada beberapa pihak, yakni:
1. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini hendaknya mampu membantu upaya dalam mengatasi
persoalan pendidikan di Indonesia
2. Bagi Pendidik
Penelitian ini dapat menambah sumber kajian literatur bagi Pendidik untuk
mengetahui, memahami dan menerapkan Fatwa Pendidikan Ki Hajar
Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam keseharian hidup peserta
didik dengan adanya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Bagi Peserta Didik/Mahasiwa dan Masyarakat
Hasil Penelitian diharapkan menambah wawasan penegatahuan mengenai
Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel yang
berkesinambungan dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
4. Bagi Orang Tua
Penelitian ini hendaknya dapat menghimbau dan menjadi acuan bagi Orang
Tua untuk meningkatkan motivasi dalam mendidik anak di rumah.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil dari Penelitian ini diharapkan menjadikan sebuah pembelajaran,
insipirasi atau studi banding peneliti mengenai Fatwa Ki Hajar Dewantara
dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

1.4.4 Segi Isu Aksi Sosial


Hasil dari Penelitian ini hendaknya dapat mencorakkan sumber rujukan
untuk memberikan pemahaman serta sosialisasi kepada Calon Pendidik maupun
Guru terkait Analisis Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel
Kendel Bandel dengan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sehingga
Peserta Didik dan para pendidik dapat memahami maksud Gagasan Pendidikan Ki
Hajar Dewantara secara eksplisit dan implisit yang berfaedah dari zaman dahulu
hingga saat ini.

1.4.5 Struktur Organisasi Skripsi


Penataan penulisan dalam skripsi ini melingkupi beberapa struktur
organisasi yang terdiri atas (5) lima bab, berikut ini akan dijelaskan penjelasan
khususnya tentang kajian yang terdapat pada setiap bagian.
BAB 1 Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan beberapa subbab yang pada dasarnya sebagai bab
perkenalan dan disampaikan struktur bab meliputi latar belakang masalah
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur
organisasi skripsi.
BAB II Kajian Pustaka
Kajian pustaka berisi mengenai landasan teori yang rinci terhadap topik
atau masalah yang diambil dalam penelitian menaungi serangkaian definisi,
konsep, dan prespektif tentang masalah dari topik penelitian yang di bahas.
BAB III Metode Penelitian
Dalam bab ini diuraikan berupa desain penelitian, metode penelitian,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data serta analisis data.
BAB IV Temuan dan Pembahasan
Dalam bab ini teurai secara mendetail isi dari hasil penelitian sebagai pusat
dari penjelasan mengenai pokok pembahasan dalam rumusan masalah yang
diteliti.
BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi
Dalam bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi. Peneliti
menguraikan tafsiran berupa determinasi dari hasil penelitian, pengaruh positif
serta ajakan yang disampaikan terhadap pihak yang terpaut dengan penelitian ini
dan berminat untuk melakukan fokus penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai