BANGSA INDONESIA
Oleh : Dewi Latifatur Rosidhah
“We are the first generation to be able to end poverty, and the last
generation that can take step to avoid the world impacts of climate change.
Future generation will judge us harsly if we fail to uphold our moral and
historical responsibilities” kutipan dari Ban Ki-Moon, diplomat Korea Selatan
dan Sekjen PBB. Pesan yang sangat mengena sejak pertama kali mendengarnya.
“Kita adalah generasi pertama yang dapat mengakhiri kemiskinan, dan generasi
terakhir yang dapat mencegah dampak perubahan iklum dunia. Generasi
mendatangkan menilai kita dengan kasar jika kita gagal menjalankan tanggung
jawab moral dan historis kita”.
Namun pada faktanya pendidikan nasional masih jauh dari hasil yang
diharapkan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena lulusan sistem
pendidikan nasional kurang berdaya di tengah perubahan masyarakat yang
semakin massif (besar-besaran) disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam berbagai bidang kehidupan. Pada saat bersamaan, meskipun
berbagai kebijakan pembaharuan dan peningkatan mutu melalui regulasi
pendidikan, peningkatan kualitas guru dan dosen, pembaharuan kurikulum,
pembenahan sarana dan prasarana pendidikan, maupun peningkatan pembiayaan,
nampaknya sejauh ini masih menyedihkan.
Seperti halnya yang dilakukan oleh dua siswi dari Jawa Timur yang
menciptakan tissue ramah lingkungan. Pada hari Kamis (9/3/2017), saat acara
Indonesia Science Project Olimpiade (ISPO), Octaviana Galuh Pratiwi dan Shella
Vidya Ayu, memamerkan temuan mereka berupa tisu ramah lingkungan. Tisu ini
berbahan dasar ampas nanas dan dikombinasikan dengan buah busuk, air, dan
gula. Dilansir dari Tribunnews, (9/3/2017), campuran ampas nanas dengan buah
busuk, air, dan gula akan menghasilkan selulosa bakteri Acetobacter xylinum.
Berdasar penelitian mereka, bahan inilah yang dijadikan bahan dasar membuat
tisu. Seperti diketahui, bahan dasar tisu yang sering kita gunakan adalah selulusa
tumbuhan, khususnya pohon pinus. Penemuan dua siswi SMA Negeri 2
Lamongan Jawa Timur tersebut menjadi terobosan baru untuk mencegah
penggundulan hutan pinus. Galuh dan Shella memanfaatkan bahan-bahan bekas
dan sudah tidak digunakan lagi.
Asisten Deputi Peningkatan Kapasitas Pemuda dan Deswan, Ketua Bidang
Peningkatan Iptek Kemenpora, Imam Gunawan mengungkapkan bahwa betapa
besarnya potensi yang dimiliki pemuda Indonesia dan tersebar baik di ranah
pedesaan maupun perkotaan. Sayangnya, masih banyak dari potensi tersebut yang
belum terkembangkan dengan baik hingga saat ini. Kemenpora peduli dalam
menggarap potensi pemuda yang ada tersebut melalui insentif atau perangsang
dan apresiasi agar potensi tersebut makin tumbuh subur. Sementara untuk potensi
yang belum muncul, diupayakan melalui pemberdayaan baik dengan pelatihan
ketrampilan maupun pelatihan teknologi, ungkapnya.
Daftar Pustaka