Anda di halaman 1dari 17

EDUKASIA

JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM


http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

Kontribusi Pendidikan Islam Untuk Membina Keteladanan Dalam


Kehidupan Bermasyarakat

Ahsyabila Fazira
Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung, Indonesia
ahsyafazira@upi.edu

Aam Abdussalam
Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung, Indonesia
Aam86@upi.edu

Nurti Budiyanti
Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung, Indonesia
nurtibudiyanti@upi.edu

Abstract
CONTRIBUTION OF ISLAMIC RELIGIOUS EDUCATION TO FOSTER
EXEMPLARY IN SOCIETY LIFE Abstract is The exemplary method
(uswah hasanah) in Islamic education is viewed as a method that must be
applied by an educator, because educators as figures who will be imitated
by their students, in the context of Islamic education, educators or teachers,
function as sane al anbiya which in essence carry out a mission as
rahmatan lil'alamin, which is a mission that invites people to submit and
obey the laws of Allah. Education in a family that has an Islamic
perspective is education based on the guidance of the Islamic religion
which is applied in the family which is intended to form children to become
human beings who believe and have devotion to God Almighty, and have
noble character which includes ethics, morals, character, spiritual or
understanding and experiencing religious values in everyday life
Keywords: Islam 1; Education 2; Examplry 3; Society 4; Life 5

1 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Ahsyabila Fazira1, Aam Abdussalam2, Nurti Budiyanti3

Abstrak
Abstrak Metode keteladanan (uswah hasanah) dalam pendidikan Islam di
pandang sebagi suatu metode yang harus diterapkan oleh seorang pendidik,
di sebabkan karena pendidik sebagi figur yang akan dicontoh oleh peserta
didiknya, dalam konteks Pendidikan Islam pendidik atau guru, berfungsi
sebagi warasatu al anbiya yang pada hakikatnya mengemban misi sebagai
rahmatan lil’alamin yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk
dan taat pada hukum-hukum Allah. Pendidikan dalam keluarga yang
berperspektif Islam adalah pendidikan yang didasarkan pada tuntunan
agama Islam yang diterapkan dalam keluarga yang dimaksudkan untuk
membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada
Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika, moral,
budi pekerti, spiritual atau pemahaman dan pengalaman nilai – nilai
keagamaan dalam kehidupan sehari - hari.
Kata kunci: Islam 1; Pendidikan 2; Keteladanan 3; Masyarakat 4; kata
Kehidupan 5.

A. Pendahuluan
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi seorang anak.
Sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, seorang anak akan berkenalan terlebih
dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam keluarga akan memberikan
pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak untuk masa yang akan datang.
Keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Orang tua merupakan
pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah anak mulai
menerima pendidikan. Pada setiap anak terdapat suatu dorongan dan daya untuk meniru.
Dengan dorongan ini anak dapat mengerjakan sesuatu yang dikerjakan oleh orang tuanya.
Oleh karena itu orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Apa saja yang
didengarnya dan dilihat selalu ditirunya tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya.
Dalam hal ini sangat diharapkan kewaspadaan serta perhatian yang besar dari orang tua.
Karena masa meniru ini secara tidak langsung turut membentuk watak anak di kemudian
hari. Tanggung jawab besar orang tua untuk mendidik anak menjadi pribadi yang shaleh
tertuang dalam firman Allah SWT surat al-Tahrim ayat 6, yang artrinya: “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak

Vol. xx, No. x, Tahun 20xx 2


EDUKASIA
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan - Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. Dengan masyarakat yang mayoritas muslim dan
pendidikan yang cukup beragam serta latar belakang budaya yang berbeda. Keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang bersifat informal,yaitu pendidikan yang tidak
mempunyai program yang jelas dan resmi, selain itu keluarga juga merupakan lembaga
yang bersifat kodrati, karena terdapatnya hubungan darah antara pendidik dan anak
didiknya. Keluarga merupakan ladang terbaik dalam penyemaian nilai-nilai agama.
Pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama harus diberikan kepada anak sedini
mungkin, salah satunya melalui keluarga sebagai tempat pendidikan pertama yang
dikenal oleh anak. Anak dalam menuju kedewasaannya memerlukan bermacam-macam
proses yang diperankan oleh bapak dan ibu dalam lingkungan keluarga. Keluarga
merupakan wadah yang pertama dan dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan anak.
Pengalaman empiris membuktikan bahwa institusi lain diluar keluarga tidak dapat
menggantikan seluruhnya peran lembaga bahkan pada institusi non keluarga. Maka
menjadi teladan merupakan bagian dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti
menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Tentu saja pribadi dan apa yang
dilakukan guru akan mendapat sorotan oleh siswa dan orang di sekitar lingkungannya,
maka dari itu guru harus menunjukkan teladan terbaik dan moral yang sempurna. Oleh
sebab itu, seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah
laku dan sopan santunnyaakan ditiru, disadari atau tidak, bahkan semua keteladanan itu
akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang
bersifat material, inderawi, maupun spiritual. Keteladanan merupakan sebuah metode
pendidikan Islam yang sangat efektif yang diterapkan oleh seorang guru dalam proses
pendidikan. Karena dengan adanya pendidikan keteladanan akan mempengaruhi individu
pada kebiasaan, tingkah laku dan sikap. Dalam al-quran kata teladan di proyeksikan
dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang
berati baik. Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang berati teladan yang baik.

3 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Ahsyabila Fazira1, Aam Abdussalam2, Nurti Budiyanti3

Kata-kata uswah ini dalam al-quran di ulang sebanyak tiga kali dengan mengambil
sampel pada diri para nabi yaitu Nabi Muhammad SAW, Nabi Ibrahim, dan kaum yang
beriman teguh kepada Allah. Anak-anak adalah makhluk yang senang meniru. Orang
tuanya merupakan figur dan idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari ayah
ibunya, merekapun akan dengan cepat mencontohnya. Orang tua yang berprilaku buruk
akan ditiru prilakunya oleh anak-anak. Anak-anak pun paling mudah mengikuti kata-kata
yang keluar dari mulut orang tua. Rasulullah SAW pun terkadang memberikan nasihat
secara langsung kepada anak-anak. Sesungguhnya fase kanak-kanak merupakan fase
yang paling cocok, paling panjang, dan paling penting bagi seorang pendidik
menanamkan prinsip-prinsip yang baik, lurus dan pengarahan yang benar ke dalam jiwa
dan prilaku anak-anaknya.
Kesempatan untuk itu terbuka lebar, ditopang oleh sarana dan prasarana yang modern
yang cukup tersedia di setiap lembaga pendidikan pada satu sisi. Di sisi lain, mengingat
fase ini anak-anak masih memiliki fitrah yang suci, jiwa yang bersih, bakat yang jernih,
dan hati belum terkontaminasi debu dosa dan kemaksiatan. Pada dasarnya, manusia
cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan pada jalan
yang benar dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara
mengamalkan syariat Allah.Oleh karena itu, Allah mengutus rasul-rasul-Nya untuk
menjelaskan berbagai syariat melalui keteladanan. Dalam kehidupan sehari-hari dapat
kita saksikan tindakan keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya mereka
peroleh dari meniru. Beroda, sholat misalnya mereka laksanakan adalah hasil dari melihat
perbuatan di lingkungannya baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif.
Sifat meniru ini merupakan metode yang baik dalam pendidikan keagamaan kepada anak.
Bila kita kembali kepada sejarah bahwa Rasulullah SAW dalam hidupnya selalu memberi
contoh yang baik kepada para sahabat-sahabatnya melalui keteladanan, baik ucapan atau
perbuatan beliau, sehingga saking terpujinya akhlak beliau, beliau mendapat julukan al
amin, dan itu diakui baik kawan maupun lawan beliau. Keteladanan yang dicontohkan
Rasulullah merupakan cikal bakal lahirnya pendekatan/metode keteladanan dalam
pendidikan Islam yang sampai saat ini masih aktual. Misalnya berpakaian rapi, datang
tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap

Vol. xx, No. x, Tahun 20xx 4


EDUKASIA
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

peserta didik, jujur, menjaga kebersihan dan sebagainya. Sehingga Al-Quran memberikan
petunjuk pada manusia kepada siapa mereka harus mengikuti agar mereka tidak tersesat.
Sehubungan dengan konsep tersebut, dapat dipetik satu pesan Al-Quran tentang
keteladanan (Uswah hasanah), karena Al-Quran mengenalkan jalan menuju ke sana. Al-
Quran sebagai pilar pendidikan Islam perlu pengejawantahan oleh pendidik. Dalam hal
ini, pendidik bukan sekedar sebagai subjek tetapi juga sebagi objek pendidikan. Sehingga
apa yang ia katakan dan perintahkan kepada peserta didik juga dilakukan oleh pendidik.
Kenyataannya, dikalangan pendidik lebih banyak hanya pandai berbicara, namun
sedikit dalam prakteknya. Dengan demikian, jangan salahkan jika ada peserta didik yang
tidak menghormati pendidiknya sebab pendidiknya tidak menghormati pada dirinya
sendiri. Pentingnya dikaji metode keteladanan pendidikan Islam dalam perspektif Al-
Quran. Karena fenomenanya Pendidikan Islam kurang diminati oleh masyarakat. Untuk
itu, pendidikan Islam harus dikemas dan direformulasikan pada paradigma ke depan yang
mampu menjawab kebutuhan masyarakat dengan memahami Al-Quran secara tekstual
dan kontekstual. Pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Quran diaplikasiklan dalam sehari-
hari. Sebagaimana yang dicontohkan dan dipraktekkan dalam kehidupan nabi
Muhammad dan para sahabat, serta nabi-nabi sebelumnya yang telah difirmankan dalam
Al-Quran. Telah diketahui bersama, bahwa Allah SWT mengutus nabi Muhammad
Sawagar menjadi teladan bagi seluruh manusia dalam merealisasikan sistem pendidikan
Islam.Setiap prilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari, merupakan prilaku Islami
yang bersumber dari Al-Quran.Aisyah ra sendiri pernah berkata bahwa akhlak beliau
adalah Al-Quran. Dengan demikian, sebagai muslim, hendaknya menjadikan Rasul
sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Karena keagungan keteladanan yang
sempurna hanya dimiliki Rasulullah pembawa risalah abadi, kesempurnaannya
menyeluruh dan universal, baik yang berhubungan dengan masalah ibadah, atau yang
menyangkut kepatuhan atau kesabaran.Ini semua perlu diteladani dengan harapan agar

5 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Ahsyabila Fazira1, Aam Abdussalam2, Nurti Budiyanti3

kita menjadi manusia yang bermental Islami yang seluruh aspek kejiwaannya didasari
dengan nilai-nilai luhur Al-Qurandan Hadits.

B. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Adapun pendekatan kajiannya,
yaitu library research. Referensi primer maupun sekunder yang dijadikan acuan berasal
dari buku-buku dan hasil riset yang berhubungan dengan pokok pembahasan. Data-data
tersebut, ditelaah dan dipadukan satu dengan lainnya selanjutnya dianalisis secara
mendalam. Tulisan ini mengkaji keadaan nyata dalam kehidupan bermasyarakat yang
sering menunjukkan perilaku yang tidak atau kurang berkarakter baik. Pengkajian
dilakukan secara deskriptif kualitatif, mengamati keadaan yang terjadi saat ini dengan
analisis flashback sehingga ditemukan benang yang mungkin kurang mendapat perhatian
pada tatanan kehidupan masa sekarang. Teknik pengambilan data yang kami tulis dalam
penelitian ini adalah dengan cara sumber sekunder. Sumber sekunder adalah sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui literature
artikel, serta di internet yang berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
(Sugiyono, 2012)
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau tuntunan
agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi muslim yang bertakwa
kepada Allah SWT. Hingga saat ini, metode keteladanan mempunyai pengaruh besar dan
menentukan keberhasilan pendidikan agama Islam. Teladan yang baik dari seorang guru
bagi peserta didiknya, disadari atau tidak akan memberikan tambahan daya didiknya.
Sehingga, jika seorang guru tindakan kesehariannya tidak mencerminkan ucapannya yang
agamis akan melemahkan daya didiknya. Bahkan dalam Alqur’an dijelaskan, bahwa
Allah sangat membenci orang yang mengatakan tentang kebaikan tapi dirinya tidak
melakukan kebaikan itu sendiri. Penjelasan tersebut, dapat dijadikan analogi, hendaknya
bagi orang yang mendakwahkan tentang kebaikan maka wajib menerapkannya, karena
hal tersebut akan menjadi uswah bagi yang mendengarkan dakwahnya. Pendidikan Islam
sebagai suatu sistem lembaga dan keilmuan tentu harus memiliki landasan pokok yang
mampu menjiwai setiap detail bagian yang ada. Landasan pokok itu juga harus mampu

Vol. xx, No. x, Tahun 20xx 6


EDUKASIA
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

mewakili setiap jengkal dari sisi-sisi aspek normatif, fungsional maupun materialnya.
Untuk itu sumber hukum pendidikan Islam harus terdefinisi dengan jelas, tegas dan yang
paling penting objektif. As-Sunnah kadang dikenal juga sebagai hadits adalah segala
ketentuan hukum maupun petunjuk dalam ajaran Islam yang bersumber dari setiap
ucapan, prilaku, pemikiran, pengajaran, maupun perbuatan yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat terhadap suatu perkara.

1. Pengertian Keteladanan Menurut Pendidikan Agama Islam

Menurut Ahli pendidikan Islam

Mengartikan pendidikan dengan mengambil tiga istilah, yaitu: Ta’lim, Ta’dib, dan
Tarbiyah. Muhammad Athiyyah al-Abrasyi dalam bukunya Ruh al-Tarbiyah wa al-
Ta’lim mengartikan Tarbiyah sebagai suatu upaya maksimal seseorang atau
kelompok dalam mempersiapkan anak didik agar bisa hidup sempurna, bahagia, cinta
tanah air, fisik yang kuat, akhlak yang sempurna, lurus dalam berpikir, berperasaan
yang halus, terampil dalam bekerja, saling menolong dengan sesama, dapat
menggunakan pikirannya dengan baik melalui lisan maupun tulisan, dan mampu
hidup mandiri. Sedangkan Metode keteladanan merupakan metode tertua dan
tersulit. Walaupun demikian, seorang guru mempunyai keharusan menerapkan dalam
kesehariannya.

Bagi guru pendidikan Agama Islam, saat mengajar sejatinya sedang berdakwah
kepada peserta didiknya, maka ada keharusan dalam proses menyampaikan pelajaran
agama tidak hanya secara teoritis saja, melainkan juga praktik langsung dengan
memberikan teladan yang baik bagi peserta didiknya. Nabi Muhammad SAW dalam
dakwahnya salah satunya menggunakan metode keteladanan. Terbukti bahwa
metode ini, saat diterapkan oleh Rasulullah sangat efektif dan berhasil. Dalam kurun
waktu yang relatif singkat orang-orang kafir Quraisy berbondong-bondong masuk

7 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Ahsyabila Fazira1, Aam Abdussalam2, Nurti Budiyanti3

Islam, karena terpukaupada suri tauladan Rasulullah yang sangat mulia. Setidaknya,
seorang guru sebagai pendidik dapat mencontoh metode ini, berperan sebagai suri
tauladan bagi peserta didiknya. Sikap baik guru dapat ditunjukkan dengan bersikap
adil pada semua peserta didik, sabar, dan rela berkorban untuk kepentingan
pembelajaran, berwibawa di hadapan peserta didik, bersikap baik terhadap guru-guru
yang lain, dan tenaga kependidikan lainnya.

2. Landasan Psikologi Metodologi Keteladanan

Setiap manusia mempunyai gharizah (naluri). Naluri adalah hasrat yang memicu
manusia membutuhkan sebuah keteladan. Hasrat ini, ada dalam setiap jiwa manusia,
dan selalu mendorong untuk imitate kepada orang figure otoritasnya. Peniruan
naluriah (taglid gharizy) dalam pendidikan Islam, sekurang -kurangnya diklasikan
dalam tiga bentuk dorongan, antara lain;

a) Keinginan untuk meniru dan mencontoh.


Peserta didik karena mentalnya yang masih labil, berpotensi terdorong oleh
keinginan yang sifatnya halus. Saking halusnya kadang tidak menyadari (tidak
sengaja) untuk meniru orang yang dikaguminya, mulai dari cara bicaranya, cara
bergerak, cara bergaul, cara menulis dan lain-lain. Proses peniruan lambat laun
akan mempengaruhi tingkah laku mereka bahkan di level kepribadiannya. Maka
betul sekali, ada ajaran agama menganjurkan agar setiap seseorang lebih condong
pada perbuatan baik, karena bisa saja di sekitarnya ada orang yang memperhatikan
dan menirunya.
b) Kesiapan untuk meniru.
Ada tahapan dan potensi dalam usia seseorang yang cendrung terdorong meniru.
Ajaran agama meresponnya, agar orang tua memberikan teladan kepada anak-
anaknya. Misalnya, melakukan shalat dengan menyuruh anak untuk
melakukannya juga, namun tidak memaksa anaknya yang masih belum usia tujuh
tahun meniru keseluruhan gerakan, bacaan, dan do’a-do’a dalam shalat.
Menyuruh anak agar shalat hanya dalam rangka pembiasaan anak melalui

Vol. xx, No. x, Tahun 20xx 8


EDUKASIA
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

memberikan keteladanan dalam hal shalat. Mempertimbangkan hal tersebut,


seorang guru harus bisa menganalisa dengan baik kesiapan anak sewaktu meminta
untuk meniru dan mencontoh seseorang.
c) Tujuan
Tujuan peniruan terkadang disadari dan tidak disadari oleh yang bersangkutan.
Namun, orientasinya bersifat biologis, biasanya terjadi pada anak kecil. Hal ini,
bisa dilihat pada peniruan anak-anak dan kelompok masa dengan tujuan
mendapatkan perlindungan atau kekuatan yang dimilik oleh figure otoritas. Pada
peniruan yang disadari, maka nuansanya bukan sekedar ikut - ikutan lagi,
melainkan sudah melibatkan pertimbangan pikiran. Peniruan yang disadari dalam
pendidikan Islam disebut ittiba’(patuh). Ittiba’ semacam ini merupakan yang
paling tinggi karena atas dasar pengetahuan

3. Metode Keteladanan

Islam dipandang efektif memberikan pengaruh positif, baik secara kognitif dan
afektif. Bernilai positif jika penggunaannya didasari prinsip-prinsip penggunaan
sebagaimana dalam proses belajar mengajar. Metode keteladanan (uswah hasanah)
dalam perspektif pendidikan Islam adalah metode influentif yang paling meyakinkan
bagi keberhasilan pembentukan aspek moral, spiritual dan etos sosial peserta didik.
Kurangnya teladan dari para pendidik dalam mengamalkan nilai-nilai Islam menjadi
salah satu faktor penyebab terjadinya krisis moral. keteladanan dalam pendidikan
Islam tidak hanya didukung oleh pendidik, tetapi juga orang tua dan lingkungannya
yang saling sinergis. Keteladanan pendidik, orang tua, masyarakat, di sadari atau
tidak akan melekat pada diri, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun hal yang
bersifat material dan spiritual. Pendidik harus mampu berperan sebagai panutan
terhadap anak didiknya, orang tua sebagai teladan yang baik bagi anak-anaknya, dan
semua pihak dapat memberikan contoh yang baik dalam kehidupannya. Berdasarkan

9 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Ahsyabila Fazira1, Aam Abdussalam2, Nurti Budiyanti3

apa yang telah diungkapkan Armai Arif bahwa metode keteladanan adalah salah satu
pedoman untuk bertindak, kita mungkin saja dapat menyusun sistem pendidikan
yang lengkap tetapi semua itu masih memerlukan realisasi, dan realisasi itu
dilaksanakan oleh pendidik. Kaitannya dengan metode sebagai alat untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam, di mana tujuan pendidikan Islam sebagaimana pembahasan
sebelumnya yaitu, mencetak anak didik yang mampu bergaul dengan sesama
manusia dengan baik dan benar serta mengamalkan amar makruf nahi mungkar
kepada sesama manusia. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan di atas, pendidikan yang
berkualitas dengan dilengkapi oleh sumber daya pendidik yang kompeten

4. Kelebihan Metode Keteladanan

Secara interpretatif dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Peserta didik dapat terbantukan dengan mudah menerapkan ilmu yang dipelajari
di lingkungan sekolah. Sementara itu, guru dituntut aktif memberikan pelajaran
di sekolah maupun di luar sekolah.
b. Guru mudah dalam melakukan evaluasi hasil belajar peserta didiknya. Sejauh
mana keberhasilan dalam belajar peserta didik, maksimal tidaknya materi
pelajaran yang disampaikan guru, dan sejauh mana peserta didik memahami dan
menguasai pelajaran yang telah diberikan.
c. Memberikan keteladanan kepada peserta didik hingga terpatri dalam jiwanya,
akan mempermudah mewujudkan tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai
dengan baik.
d. Capaian tujuan pendidikan melalui metode keteladan yang diterapkan tidak hanya
lingkungan saja, melainkan dalam keluarga, dan masyarakat akan tercipta situasi
yang baik. Tiga-tiganya merupakan elemen penting kerjasama dalam
mewujudkan tujuan pendidikan.
e. Tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik, karena melalui
metode keteladanan seorang guru seolah menjadi mitra bagi peserta didiknya.

Vol. xx, No. x, Tahun 20xx 10


EDUKASIA
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

Guru akan semakin dihargai, dicintai, dan ditaati hingga keharmonisan dalam
interaksinya.
f. Keteladanan menjadi sebuah metode aplikatif, yang menuntut seorang guru tidak
hanya mengajarkan pengetahuan teoritis, melainkan juga praktis, yakni dengan
memberikan contoh dalam prilakunya sehari - hari. Sementara peserta didik
melihat dan memaknai langsung prilaku gurunya untuk ditiru.
g. Kredibilitas guru sebagai pendidik akan semakin diakui, karena sifat terpuji yang
patut ditiru oleh peserta didiknya disamping keilmuan yang dimilikinya.
h. Guru dan orang tua merupakan figur otoritas (orang yang diidolakan) oleh seorang
anak. Setidaknya mereka memiliki sifat yang baik

Dengan memiliki sifat yang baik anak akan meniru perbuatan baiknya. Alhasil, baik
guru maupun orang tua peserta didik mempunyai kewajiban berprilaku baik karena dari
mereka sifat baik maupun jelek ditirukan.Yang menjadi masalah, guru merasa dituntut
untuk berprilaku baik, demikian orang tua harus berprilaku baik. Akhirnya, prilaku guru
dan orang tua menjadi tidak alami, dan terkesan dipaksa. Keajegan (istiqamah) dalam
berprilaku baik menjadi hal penting dalam menerapkan metode keteladanan. Guru
maupun orang tua dalam sekali saja terlihat berprilaku tidak sesuai dengan yang diajarkan
selama proses belajar mengajar akan mengurangi empati dan rasa hormat anak/peserta
didik kepada guru maupun orang tuanya. Ini akan menimbulkan verbalisme pada
anak/peserta didik, yakni belajar tanpa pengahayatan dan pengamalan subtansinya

5. Masyarakat dan Pendidikan Islam

Pendidikan adalah menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung


jawab sehingga pendidikan terhadap manusia adalah laksana makanan yang berfungsi
memberi kekuatan, kesehatan, dan pertumbuhan, untuk mempersiapkan generasi yang
menjalankan kehidupan guna memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Memang

11 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Ahsyabila Fazira1, Aam Abdussalam2, Nurti Budiyanti3

tidak dapat dipungkri bahwa kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan peradapan manusia memberi pengaruh terhadap tingginya persaingan dan kompetisi
untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga berdampakpada pola pikir polatindak, sikap
dan sosioemosional masyarakat, orang tua berperan sebagai teladan di tengah-tengah
masyarakat terutama bagi anak-anak telah pudar, orang tua sudah kehilangan
kewibawaan di hadapan anak-anak, sebahagian besar orang tua sudah merasa bahwa
perkembangan anak-anak adalah tanggung jawab orang tua masing-masing. Anak-anak
sudah bersikap bahwa yang bertanggung jawab penuh terhadap pembinaan diri
pribadinya adalah orang tuanya. Model sebagai panutan sangat diperlukan dalam hidup
terutama dalam pengembangan karakter. Orang tua/dewasa adalah sebagai contoh,
teladan bagi anak didik, bukan hanya ayah dan ibunya, akan tetapi setiap orang dewasa
punya tanggung jawab sebagai panutan di hadapan anak/peserta didik. (Woolfolk 2007,
233) menjelaskan bahwa keteladanan dapat merobah tingkah laku, pola pikir, atau emosi
melalui pengamatan terhadap orang lain. Model sebagai panutan sangat diperlukan
dalam hidup terutama dalam pengembangan karakter. Pendidikan berlangsung bukan
hanya di sekolah akan tetapi di keluarga dan di masyarakat. Pendidikan yang berlangsung
di sekolah disebut pendidikan formal, sedangkan yang berlangsung di keluarga disebut
pendidikan informal dan yang berlangsung di masyarakat disebut pendidikan non formal.
Ketiga lembaga inilah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan, yang disebut dengan
tigapusat pendidikan, atau tri sentra pendidikan (Dewantara, 1977).. Manusia pada
hakekatnya adalah baik, namun dapat berkembang ke arah yang kurang baik bila
kondisinya kurang baik,oleh karena itu contoh atau keteladanan dari pendidikan sangat
diperlukan. Pengembangan dan pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk
dilakukan oleh lembaga pendidikan, keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Dapat dikatakan bahwa karakter merupakan sifat hakiki atau alami yang dimiliki
seseorang dalam bertindak untuk menjawab situasi secara bermoral yang diwujudkan
melalaui perbuatan baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, rajin,
kerja keras, pantang menyerah,cerdas, kreatif, berdisiplin, dan pandai melihat peluang.
Kebiasaan mengandung makna mengetahui sesuatu dan diwujudkan dalam perbuatan

Vol. xx, No. x, Tahun 20xx 12


EDUKASIA
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

dilakukan berulang-ulang sehingga terbiasa dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam


hidupnya. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter adalah sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat;
watak. Berkarakter berarti memiliki tabiat; memiliki kepribadian; memiliki watak.
Menurut (Tadkiroatun Musfiroh 2011, 3), karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Karakter berasal dari bahasa Yunani “to mark” yang berarti menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
Bila seseorang bertingkah laku atau berbuat tidak jujur, kejam, rakus atau tamak, dan
perilaku jelek lainnya akan dikatakan orang tersebut berkarakter jelek. Dilingkungan
sosial yang keras para remaja cendrung berperilaku antisosial, keras, tega, dan suka
bermusuhan. Dilingkungan perkotaan, metropolitan yang lingkungan masyarakat sangat
sibuk dengan aktivitas masing-masing, karakternya dapat diilihat kurang cendrung
bersahabat, egois, dan tidak mau tahu dengan lingkungannya. Demikian juga
dilingkungan yang gersang, panas, dan tandus penduduknya cendrung bersifat keras dan
berani, siap berjuang. Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan menentukan
dalam mencapai tujuan hidup, baik sebagai pribadi, kelompok masyarakat atau golongan
dan bangsa. Kesadaran akan keberadaan sebagai ciptaan Tuhan Allah, hidup dengan
iman dan takwa. Manusia diciptakan sebagai makhluk mulia yang memiliki harkat dan
martabat serta potensi untuk berkembang dengan mengolah dan membangun
lingkungannya demi kemaslahatan umat manusia. Manusia Indonesia adalah manusia
yang beriman dan taat menjalankan kewajiban agamanya masing-masing, sabar, setia
atas segala perintahnya, dan selalu bersyukur dan bersyukur atas apapun yang
dikaruniakan Tuhan Allah kepadanya. Dalam hubungan antar manusia sebagai
ciptaannya, tercermin karakter saling hormat-menghormati, bekerjasama dan
bekerjabersama, berkebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama masing-
masing, tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain, dan tidak

13 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Ahsyabila Fazira1, Aam Abdussalam2, Nurti Budiyanti3

melecehkan kepercayaan atau agama seseorang.Dalam Islam, setiap pendidik yang


menjalankan proses pendidikan, harus berusaha menjadi teladan yang baik bagi anak
didiknya.

Dengan keteladanan itu diharapkan anak didik akan mencontoh dan meniru segala
sesuatu yang baik di dalam perkataan maupun perbuatan guru tersebut sebagai
pendidiknya. Penerapan nilai-nilai keteladanan akan memberikan tempat yang utama
bagi perubahan perilaku seseorang. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku agar menuju
kepada kehidupan yang lebih baik. Sehubungan dengan ini Rasulullah SAW merupakan
model tertinggi yang dapat ditiru akhlaknya dalam berperilaku dan menjadi teladan yang
baik bagi setiap orang yang ingin mencari hidayah dan kebaikan dalam kehidupan.
Pentingnya figure teladan dalam sebuah proses pembelajaran bagaikan kebutuhan yang
setiap saat harus terpenuhi. Agar dalam setiap langkah selalu dalam kebenaran dengan
meniru figure baik yang telah ada.Keteladanan ini juga merupakan salah satu metode
yang diterapkan oleh Allah SWT dengan menurunkan Rasul sebagai figure teladan bagi
umat Islam. Dasar pendidikan Islam selanjutnya adalah nilai sosial kemasyarakatan yang
tidak bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan As-Sunnah atas prinsip mendatangkan
kemanfaatan dan menjauhkan kemudaratan bagi manusia. Dengan dasar ini, pendidikan
Islam dapat diletakkan di dalam kerangka sosiologis, selain menjadi sarana transmisi
pewarisan kekayaan sosial budaya yang positif bagi kehidupan manusia. Kemudian,
warisan pemikiran Islam juga merupakan dasar penting dalam pendidikan Islam. Dalam
hal ini, hasil pemikiran para ulama, filsuf, cendekiawan muslim, khususnya dalam
pendidikan, menjadi rujukan penting pengembangan pendidikan Islam. Pemikiran
mereka pada dasarnya merupakan refleksi terhadap ajaran pokok islam. Terlepas dari
hasil refleksi itu apakah berupa idealisasi atau kontekstualisasi ajaran Islam, jelas
warisan pemikiran Islam mencerminkan dinamika Islam dalam menghadapi kenyataan
kehidupan yang terus berubah dan berkembang. Karena itu, terlepas pula dari keragaman
warisan pemikiran Islam tersebut, ia dapat diperlakukan secara positif dan kreatif untuk
pengembangan pendidikan Islam

Vol. xx, No. x, Tahun 20xx 14


EDUKASIA
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

C. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Penerapan
metode keteladanan di lingkungan masyarakat harus terus berupaya dalam meningkatkan
kualitas pendidikan akhlak, agar mampu menjawab tantangan zaman dalam kehidupan
beragama, berbangsa dan bernegara. Kemudian Dampak penerapan metode keteladanan
terhadap akhlak masyarkat yaitu belum berjalan maksimal dari tahun ke tahun walaupun
penerapan nilai-nilai religius sudah menjadi kegiatan rutin dan adanya motivasi dari
kegiatan di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Metode keteladanan merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk meningkatkan
hasil belajar Pendidikan Agama Islam. Efektifitas metode keteladan didukung oleh
landasan psikologi, yang umumnya seseorang mempunyai keinginganuntuk meniru dan
mencontoh. Dan dipandang efektif digunakan untuk menyampaikan pendidikan agama
Islam baik secara kognitif dan afektif. Jika penggunaannya didasari prinsip - prinsip
penggunaan sebagaimana dalam proses belajar mengajar, maka metode keteladanan dapat
memacu guru bersikap interaktif dengan peserta didik. Dan itu semua bermula dari sebuah
keluarga guna mempersiapkan setiap keluarga agar setiap insan dalam keluarga tersebut
menjadi manusia yang berkepribadian baik berbudi perkerti luhur dan menjadi suri
tauladan yang santun seperti yang tercermin dalam nilai-nilai pancasila.
Dalam pendidikan Islam Keteladanan juga di jadikan sebagai metode yang sangat
berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dalam mempersiapkan
dan membentuk aspek moral. Keteladanan itulah kata yang mampu menggugah dan
mendorong setiap orang untuk menapaki jalan yang pernah dibuat oleh seorang
pemimpin. Mengajak orang untuk melakukan sebuah perubahan tidaklah cukup melalui
seruan kata-kata, melainkan sikap nyata yang dimulai dari diri sendiri serta keteladanan
sikap yang dipraktekkan secara mengagumkan. Lihatlah para pengukir sejarah yang telah
menjejakkan kakinya dalam goresan terbaik tinta yang sejarah yang kemudian mampu

15 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Ahsyabila Fazira1, Aam Abdussalam2, Nurti Budiyanti3

menjadi inspirasi bagi orang lain untuk menirunya karena keteladanan yang bermula
dalam dirinya. Keteladanan dalam dunia pendidikan sangat penting, apalagi sebagai
orang tua diamanahi seorang anak oleh Allah SWT, maka orang tua harus menjadi teladan
yang baik buat anak-anaknya. Para orang tua dan pendidik harus menjadi figur yang ideal
bagi anak-anak, harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi
kehidupan. Keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik anak. Implementasi dari
keteladanan ini adalah orang tua dan guru menjadi figur yang akan ditiru oleh anak di
mana tindak tanduk dari orang tua dan guru tersebut harus diperhatikan. Mulai dari
pakaiannya yang sopan, tingkah laku dan perangainya yang baik, bicaranya yang sopan
dan penuh kasih sayang kepada anak.
Hal ini jika terlaksana dengan baik, secara langsung anak akan meniru perangai orang tua
dan gurunya. Pola pendidikan Islam yang dapat dipraktikkan oleh orang tua adalah pola
keteladaan, adat kebiasaan, nasihat, perhatian dan pola ganjaran dan hukuman. Pola - pola
pendidikan yang dipraktikkan tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling mendukung dan
terkait satu dengan lainnya. Pola-pola tersebut juga dipraktikkan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang ada

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Rahmat. 2015. Muhammad Saw The Super Teacher . Jakarta: Zaytuna Ufuk
Abadi.
Armai Arief. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Press.
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar.
Bandung, Remaja Rosdakarya
S. Nasution, 2011. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nasih, Ahmad Munjih dan Lilik Nur Kholidah. 2009. Metode dan Teknik Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Refika Aditama.
Hidayat, N. 2015. “Metode Keteladanan dalam Pendidikan Islam”. Ta’allum, 3(2), 135–
150
Raharjo, S. T. 2017. “Mewujudkan Pembangunan Kesejahteraan Sosial melalui
Keteladanan Nasional dan Keluarga.” Share: Social Work Journal, 5(2), 196–208
Dewantara, Ki Hadjar. 1977. Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama:

Vol. xx, No. x, Tahun 20xx 16


EDUKASIA
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Edukasia
P-ISSN : 1907-7254; E-ISSN : 2502-3039
Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx
DOI:10.21043/edukasia.v14i2.5292

Pendidikan, cetakan kedua. Yokyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.


Woolfolk, Anita. 2007. Educational Psychology Tenth Edition. Boston: Pearson
Education, Inc
Hendriana, E. C., & Jacobus, A. 2016. “Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
melalui Keteladanan dan Pembiasaan.” Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 1(2),
25–29
Harahap, M. S. 2018. "ARTI PENTING NILAI BAGI MANUSIA DALAM
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT" (Suatu Kajian Dari Filsafat Hukum). Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara, 6(1).
Ibrahim, F. W. 2012. "Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia Melalui Civic
Education." JURNAL ILMIAH DIDAKTIKA: Media Ilmiah Pendidikan Dan
Pengajaran, 13(1).
Imelda, A. 2017. "Implementasi Pendidikan Nilai Dalam Pendidikan Agama Islam." Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(2), 227–247.
Komariah, K. S. 2011. "Model pendidikan nilai moral bagi para remaja menurut
perspektif Islam." Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, 9(1), 45–54.

17 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam

Anda mungkin juga menyukai