Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH AGAMA

“MORAL – AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL”

OLEH :

KELOMPOK 4

1. NI PUTU SEKAR SANTIDEWI (11)


2. PUTU YUDA MAHESA DARMA (12)

PROGRAM RPL SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

DENPASAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya
lah kami dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul “ Moral - Agama sebagai Sumber
Moral”. Paper ini disusun untuk melengkapi syarat dalam pemenuhan tugas dari mata kuliah
Agama Hindu.

Selama penulisan paper ini penulis mengalami banyak kesulitan dalam penyusunannya,
namun kesulitan tersebut dapat diatasi berkat adanya bantuan, bimbingan serta dorongan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan bantuannya dalam penyusunan
paper ini.

Kami menyadari paper ini masih jauh dari kata sempurna, karena mengingat keterbatasan
kemampuan, pengetahuan, waktu dan buku-buku penunjang yang penulis miliki. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
menyempurnakannya.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih dan berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak di kemudian hari.

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
2.1 Pengertian Agama..............................................................................................................................5
2.2 Pengertian Moral...............................................................................................................................5
2.3 Konsep tentang Agama sebagai Sumber Moral..............................................................................6
2.4 Penerapan Agama Sebagai Sumber Moral dalam Kesehatan.......................................................7
BAB III PENUTUP......................................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................................9
3.2 Saran...................................................................................................................................................9
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari masih sering kita jumpai masalah-masalah terkait
menurunnya suatu kualitas moral atau yang biasa dikenal dengan degradasi moral. Penurunan
kualitas moral ini sebagian besar dialami oleh kaum remaja sekarang akibat
ketidakseimbangan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni di era globalisasi.
Lebih jauh lagi penurunan kualitas moral ini tidak hanya dialami oleh sebagian besar kaum
remaja di negeri ini, melainkan hampir pada seluruh tingkatan lapisan masyarakat. Kita terus
menuntut kemajuan di era globalisasi ini tanpa memandang aspek kesantunan budaya negeri
ini. Ketidakseimbangan itulah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh dan rusak.
Maka dalam hal ini, agama memiliki peranan penting dalam menurunkan tingkat
masalah krisis moral tersebut dengan menjadikan agama sebagai sumber moral. Agama
sebagai penuntun dan pedoman hidup para penganutnya sangat berperan penting sebagai
sumber moral yang dapat dipergunakan sebagai dasar acuan dalam berperilaku. Dalam ajaran
agama Hindu terdapat tiga kerangka yang mendasari kehidupan beragama, dimana bagian
yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan satu kesatuan yang bulat, sehingga dapat
dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga kerangka
dasarnya, yaitu tattwa, susila, dan upacara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu
kesatuan yang saling memberi fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, Agama Hindu sangat menekankan kemurnian atau
kesucian hati sebagai wujud transformasi diri, karena sesungguhnya akhir dari pendidikan
agama adalah perubahan karakter, dari karakter manusia biasa menuju karakter manusia
devatà, yakni manusia berkeperibadian mulia. Oleh karena itu, penting untuk dikaji lebih
dalam guna menemukan pemahaman yang sama mengenai peranan agama sebagai sumber
moral khususnya disini peranannya dalam Agama Hindu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah Pengertian Agama ?
2. Apakah Pengertian Moral ?
3. Bagaimana Konsep Agama Sebagai Sumber Moral ?
4. Bagaimana Penerapan Agama Sebagai Sumber Moral Dalam Kesehatan ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Agama
2. Mengetahui Pengertian Moral
3. Memahami Konsep Agama Sebagai Sumber Moral
4. Memahami penerapan agama sebagai sumber moral dalam Kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Aga·ma berarti ajaran, sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017).

Dalam Jurnal Sinergitas Filsafat dan Agama Bagi Masyarakat di Era Kontemporer
disebutkan "Agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan
kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan bereligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan (Jalil, 2020).

Agama adalah, sebuah kepercayaan besar diluar kemampuan manusia yang disebut
dengan berbagai nama, dan selanjutnya adalah menguji dasar kepercayaan keagaman itu benar
atau salah yang melahirkan moral. Bermula dari kepercayaan keagamaan atau seperangkat
kepercayaan tertentu dan berusaha memahami dan mengekplorasi persoalan-persoalan dalam
agama untuk kepentingan agamanya yang bersifat individual atau kelompok (Watra, 2020).

Pada era Order Baru, Agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia hanya 5 yakni
Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Pernyataan ini terbukti pada era Order Baru
dengan dibangunnya lima tempat ibadah agama dalam satu areal di Puja Mandala Nusa Dua
Bali, yaitu: Agama Hindu pada sisi paling timur, agama Kristen Protestan di sebelah Barat
agama Hindu, agama Buddha disebelah Barat agama Kristen Protestan, Agama Katolik di
sebelah Barat agama Buddha, dan paling Barat adalah agama Islam. Namun, saat ini Agama
yang diakui di Indonesia ada 6 yakni Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha
dan Kong Hu Cu yang diatur dalam Keppres No.6/2000 yang dikeluarkan oleh Presiden
Abdurrahman Wahid ini kemudian diperkuat dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor MA/12/2006.

2.2 Pengertian Moral


Secara etimologi, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa latin, bentuk jamanya
mores, yang artinya ialah tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia
(KBBI) moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti atau susila (Karima, dkk, 2022).

Moralitas atau dalam bahasa latin disebut dengan moralitas adalah suatu tindakan yang
bernilai positif. Selain itu, ada juga definisi moral atau tidak bermoral, yaitu seseorang yang
tidak memiliki nilai positif di mata orang lain. Etika merupakan hal yang penting untuk dimiliki
oleh manusia. Moralitas juga merupakan budi pekerti dasar yang wajib dipelajari di sekolah, jika
ingin dihormati oleh orang lain, tentu harus memiliki moralitas. Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa jika perilaku seseorang sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi
oleh masyarakat, maka orang tersebut dikatakan bermoral (Febrianti & Dewi, 2021).

Secara umum, keberadaan moralitas dalam diri manusia bertujuan untuk


menyempurnakan perilaku dan tekad mandiri manusia dan warga negara dalam rangka
meningkatkan kualitas dan sumber energi untuk menjalani kehidupan yang lebih harmonis secara
jasmani dan rohani, adil dan inklusif (Widiyanti, 2020).

2.3 Konsep tentang Agama sebagai Sumber Moral


Dari sudut pandang agama yang berbeda, pedoman hidup yang berakar pada etika agama
dirumuskan dalam bentuk perintah agama. Dari segi asal-usulnya, perintah-perintah agama, ada
yang diambil dari kitab suci, ada yang berasal dari pemikiran tokoh-tokoh agama terkemuka, ada
juga yang berasal dari penerapan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. . yang terhimpun
dalam tradisi, dan ada juga yang muncul karena adanya masalah-masalah baru dalam
kehidupan.masalah-masalah kehidupan yang baru. Dari segi isi, perintah agama bersifat
universal, berlaku untuk semua orang, semua warga negara. universal, berlaku untuk semua
orang, semua warga negara, bisa juga berlaku untuk orang yang tidak menganut agama apa pun.
penganut agama apa pun. Misalnya, larangan mencuri, menipu, membunuh, atau perintah untuk
menghormati orang tua. Ada juga hal-hal khusus yang hanya berlaku bagi mereka yang
menganut agama yang bersangkutan, misalnya larangan memakan makanan dan minuman
tertentu. (Widiyanti, 2020).

Teori sosialisasi dan pendidikan agama yang dikembangkan oleh Pedagogy memberikan
kerangka konseptual untuk pertimbangan peran moralitas dan agama dalam pendidikan.
Pendidikan berlangsung di berbagai lingkungan sosial: keluarga, gereja, sekolah, subkultur,
kelompok sebaya, tempat kerja dan sukarelawan. Meskipun konsep agama berasal dari sumber
yang berbeda dan dikaitkan dengan makna yang berbeda, esensi dari setiap agama dipahami
secara subyektif adalah pengakuan ketergantungan manusia pada transendensi-Tuhan ketuhanan.
Dalam hal obyektif subjek, agama diidentifikasi dengan seperangkat kepercayaan, norma
perilaku, kegiatan ritual, dan institusi. Semua hal di atas menjelaskan dan mengatur hubungan
seseorang atau komunitas yang lebih besar dengan dewa transendensi-Tuhan (Marek & Walulik,
2021).

Sifat lain dari agama adalah bahwa masing-masing dengan caranya sendiri
mendefinisikan sikap yang diadopsi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka diidentifikasi dengan
respons konstan terhadap situasi yang muncul dalam kehidupan dan disebut perilaku moral.
Moralitas adalah kemampuan untuk melakukan tindakan nyata sehari-hari yang diarahkan pada
kebaikan. Moralitas dicirikan oleh norma dan aturan yang diterima, serta kebiasaan khusus yang
memungkinkan kita berfungsi secara harmonis dalam kehidupan sosial (Marek & Walulik,
2021).
Dalam ajaran agama Hindu untuk mendapatkan kemuliaan akhlak dan moral ada
beberapa ajaran yang berkaitan dengan pengendalian diri untuk diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari, diantaranya ajaran Tri kaya Parisudha. Tri Kaya Parisudha berasal dari kata Tri
artinya tiga, Kaya artinya tingkah laku dan Parisudha artinya mulia atau bersih. Jadi Tri Kaya
Parisudha adalah tiga tingkah laku yang mulia (baik) (Putu Gede Parmajaya, 2017).

Adapaun tiga tingkah laku yang baik termaksud, yaitu :

a) Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Seseorang dapat dikatakan Kayika, apabila ia :

1. Tan amati mati, yang artinya tidak menyiksa, menyakiti dan membunuh.

2. Tan angakal akal, yang artinya tidak berbuat curang, mencuri dan merampok.

3. Tan Paradara, yang artinya tidak berzina atau memperkosa.

b) Wacika (berkata yang baik dan benar). Seseorang yang dapat dikatakan Wacika, apabila ia :

1. Tan ujar ahala, yang artinya tidak mencaci maki orang lain.

2. Tan ujar apungas, yang artinya tidak berkata kata yang kasar.

3. Tan misuna, yang artinya tidak memfitnah atau mengadu domba.

4. Tan nitya, yang artinya tidak berbohong atau ingkar janji.

c) Manacika (berpikir yang baik dan suci). Seseorang yang dapat dikatakan Manacika, apabila ia:

1. Tan egin tan adengkia ri drywaning len, yang artinya tidak menginginkan sesuatu milik orang
lain.

2. Tan kroda ring sarwa satwa, yang artinya tidak berpikir buruk terhadap sesama mahluk.

3. Manituhuwa ri hananing karma phala, yang artinya percaya terhadap hukum karma.

Pada hakekatnya hanya dari adanya pikiran yang benar akan menimbulkan perkataan
yang benar sehingga mewujudkan perbuatan yang benar pula. Hal ini adalah tuntunan susila
yang membawa manusia kearah kemuliaan. Dalam refeksi tentang partisipasi pedagogi agama
dalam pembentukan kompetensi moral, muncul pertanyaan tentang legitimasi penerapan agama
dalam kehidupan publik, terutama dalam pendidikan. Kami mencatat bahwa terlepas dari
pandangan dunia yang diadopsi, agama tidak acuh tak acuh dan dapat menjadi signifikan dalam
pembentukan kehidupan manusia dengan menginspirasi pemikiran dan tindakan orang dan
seluruh komunitas, termasuk sistem pendidikan (Marek & Walulik, 2021).
2.4 Penerapan Agama Sebagai Sumber Moral dalam Kesehatan
Pendidikan agama bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan
pemahaman, serta untuk mengembangkan kepekaan terhadap agama yang berbeda. Pendidikan
agama secara tradisional dikategorikan menjadi: pendidikan agama konfesional, yang berusaha
untuk mempromosikan kewajiban terhadap agama tertentu, seperti Hindu, Islam, Buda, Kristen
atau Katolik dan pendidikan agama non-konfesional, yang berfokus pada penyediaan informasi
tentang agama bagi siswa untuk memperluas pemahaman mereka tentang pandangan dunia yang
berbeda dan pada akhirnya menghasilkan pengembangan toleransi terhadap agama lain.
Pendidikan sangat penting untuk pengembangan masyarakat yang toleran (bermoral) (Estrada et
al., 2019).

Untuk mencapai kematangan moral membutuhkan kompetensi vital, mencakup tanggung


jawab untuk diri sendiri, untuk orang lain, untuk seluruh komunitas, dan, akhirnya, untuk dunia
sekitarnya. Agama memainkan perannya dalam pembentukan moral semacam itu dengan
membuka dunia nilai-nilai dan realitas takdir manusia. Keyakinan Aristoteles bahwa orang tidak
begitu tertarik pada apa itu kesehatan melainkan keinginan untuk menjadi sehat menyiratkan
bahwa kesehatan adalah kebaikan yang membangun kebahagiaan. Diakui, Aristoteles
menganggap kesehatan sebagai apa yang disebut barang sekunder seperti persahabatan atau
kekayaan. Namun, jika ada kekurangan dalam bidang barang sekunder, mereka juga dapat
mengganggu pemenuhan kebahagiaan. Dalam pengertian ini, kehidupan kekal adalah
kesejahteraan manusia yang integral. Agama dan moralitas yang dimotivasi agama memberikan
inspirasi yang kuat untuk memperjuangkannya. Hubungan antara agama dan moralitas bersifat
sinergis. Pengaruh interaksi faktor-faktor tersebut dalam proses pendidikan agama adalah
kompetensi moral (Marek & Walulik, 2021).

Konteks eksistensial, budaya, sosial dan agama dari hubungan antara moralitas,
kesehatan dan agama menentukan tujuan kegiatan yang terinspirasi oleh pedagogi agama. Itu
adalah perubahan kehidupan seseorang yang menuntun pada pencapaian kesejahteraan tertinggi
—kehidupan kekal. Tujuan akhir ini diwujudkan melalui pencapaian tujuan antara, yaitu
kesejahteraan fisik, mental, sosial dan spiritual. Dalam hal moralitas, setiap orang bertanggung
jawab atas kesehatan mereka sendiri dan orang lain (Marek & Walulik, 2021).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agama adalah elemen penting dari budaya dan berdampak pada kehidupan manusia. Ini
tidak berarti bahwa tanpa agama manusia tidak akan menemukan arahnya. Sebaliknya, ini
menyiratkan bahwa agama menyediakan kerangka acuan untuk pemikiran moral tentang diri kita
dan dunia di sekitar kita. Oleh karena itu, agama dan moralitas dapat dianggap sebagai faktor
yang memperkuat rasa integritas seseorang dan harmoni bidang kehidupan individu, dan dengan
demikian melindungi kesehatan. Agama menyediakan alat-alat tertentu untuk mencapai
kompetensi moral yang, dengan membentuk hati nurani yang lurus, memperkuat kesejahteraan
psikosomatik umum seseorang. Pada saat yang sama, agama, tanpa menyangkal atau mengurangi
dimensi eksistensial kehidupan manusia, menekankan dimensi transendennya, yang membuat
kita sadar akan karakter sementara kehidupan di bumi dan ketidakterbatasan kehidupan bersama
Tuhan.

3.2 Saran
Pendidikan agama harus diberikan sejak dini untuk membantu individu mengembangkan
sikap dan perilaku yang baik. Pendidikan agama dapat membantu setiap individu memahami
nilai-nilai moral yang terkandung dalam agama dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.Etika dan moral dalam agama harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap
Individu harus memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai etika dan moral yang terkandung
dalam agama dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.

Dengan demikian, penting bagi individu dan masyarakat untuk memahami dan
mengaplikasikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam agama sebagai sumber moral yang
baik dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Estrada, Crystal Amiel M., Lomboy, Marian Fe Theresa C., Gregorio, Ernesto R., Amalia,
Emmy, Leynes, Cynthia R., Quizon, Romeo R., & Kobayashi, Jun. (2019). Religious
Education Can Contribute to Adolescent Mental Health in School Settings. International
Journal of Mental Health Systems, 13(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/s13033-019-0286-7
Febrianti, Natasya, & Dewi, Dinie Anggraenie. (2021). Pengembangan Nilai Moral Peserta
Didik Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Kewarganegaraan, 5(2),
476–482. https://doi.org/10.31316/jk.v5i2.1772
Jalil, Mat. (2020). Sinergitas Filsafat Dan Agama Bagi Masyarakat Di Era Kontemporer. Ath
Thariq Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 3(2), 215.
https://doi.org/10.32332/ath_thariq.v3i2.1903
Karima, Nisa Cahaya, Ashilah, Salsabil Hasna, Kinasih, Alifia Sekar, Taufiq, Putri Haura, &
Hasnah, Latipah. (2022). Pentingnya Penanaman Nilai Agama dan Moral Terhadap Anak
Usia Dini. Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender Dan Anak, 17(2), 273–292.
https://doi.org/10.24090/yinyang.v17i2.6482
Marek, Zbigniew, & Walulik, Anna. (2021). What Morality and Religion have in Common with
Health? Pedagogy of Religion in the Formation of Moral Competence. Journal of Religion
and Health, 60(5), 3130–3142. https://doi.org/10.1007/s10943-021-01279-6
Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Kelima (p. 1964). p. 1964. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Putu Gede Parmajaya, I. (2017). Ajaran Trikaya Parisuda Sebagai Landasan Pendidikan Moral
dan Etika dalam Membentuk Karakter Anak. Purwadita, 1.
Watra, I. Wayan. (2020). Agama-agama Dalam Pancasila di Indonesia (Perspektif Filsafat
Agama). Retrieved from http://repo.unhi.ac.id/bitstream/123456789/262/1/AGAMA-
AGAMA DALAM PANCASILA DI INDONESIA.pdf
Widiyanti, Lina Eriana. (2020). Agama dan Moralitas Sosial. OSF Preprints, 1, 1–11.

Anda mungkin juga menyukai