Anda di halaman 1dari 6

1

FILOSOFI ADAIK BASANDI SYARAK


SYARAK BASANDI KITABULLAH

Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan landasan dari


sistem nilai pandangan hidup yang menjadikan Islam sebagai sumber utama dalam tata
dan pola perilaku yang melembaga dalam masyarakat Minangkabau. Artinya, Adat
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah kerangka untuk memahami
keberadaan insan Minangkabau sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Masyarakat Minangkabau sadar akan adanya pergeseran sistem nilai dan pola
perilaku, sehingga Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah perlu digali,
dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sebagai salah satu ikhtiar mempertebal
semangat kebangsaan dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dalam
pergaulan dunia.
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang menjadi sumber
pencerahan bagi kebangkitan manusia Minangkabau berasal dari titik temu perpaduan
antara sistem nilai adat dengan agama Islam. Maka mashilton-hotel-makkahyarakat
Minangkabau menggali kembali nilai-nilai Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah sebagai sumber pencerahan kebangkitan manusia Minangkabau dalam
menghadapi masa depan yang penuh kompetisi yang dinamis antar bangsa, sehingga
menciptakan alur perjalanan bangsa yang tidak linier.
Sistematika penggalian nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah kita rangkai dalam sub bab tentang: Filosofi Adat
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Ilahiyah dan Insaniyah, Insan
Minangkabau, Pola Interaksi Masyarakat Minangkau, dan Pelembagaan Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah kerangka pandangan
hidup orang Minangkabau yang memberi makna hubungan antara manusia, Allah Maha
Pencipta dan alam semesta. Sesungguhnya Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah sebagai konsep nilai, yang kini menjadi jati diri orang Minangkabau, lahir
dari kesadaran sejarah masyarakatnya melalui proses pergulatan yang panjang.
Semenjak masuknya Islam ke dalam kehidupan masyarakat Minangkabau terjadi titik
temu dan perpaduan antara ajaran adat dengan Islam sebagai sebuah sistem nilai dan
norma dalam kebudayaan Minangkabau yang melahirkan falsafah Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah bertujuan untuk memperjelas
kembali jati diri etnis Minangkabau sebagai sumber harapan dan kekuatan yang
menggerakkan ruang lingkup kehidupan dan tolok ukur untuk melihat dunia
Minangkabau dari ranah kehidupan berbangsa dan bernegara, dan dalam pergaulan
dunia.
Islam masuk ke Minangkabau mendapati suatu kawasan yang tertata rapi dengan
apa yang disebut “adat”, yang mengatur segala bidang kehidupan manusia dan
menuntut masyarakatnya untuk terikat dan tunduk kepada tatanan adat tersebut.
Landasan pembentukan adat adalah “budi” yang diikuti dengan akal, ilmu, alur dan
patut sebagai adalah alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk

スサナワテイ(Susanawati,S.Pd)
2
menimbang baik dan buruk. Islam membawa tatanan apa yang harus diyakini oleh umat
yang disebut aqidah dan tatanan apa yang harus diamalkan yang disebut syariah atau
syarak. Syariat Islam lahir dari keyakinan Iman, Islam, Hakikat dan Makrifat serta
tauhid.
Adat dipahami orang Minangkabau sebagai suatu kebiasaan yang mengatur
hubungan sosial yang dinamis dalam suatu komunitas, (seperti suku, kampung, dan
nagari). Adat dipahami juga sebagai ujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai
budaya, norma, hukum dan aturan yang satu sama lainnya berkaitan menjadi suatu
sistem. Sebagai sebuah sistem nilai dan norma, adat mempengaruhi perilaku individu
dan masyarakat yang mewujudkan pola perilaku ideal. Dengan kemampuan dan
kearifan, orang Minangkabau membaca setiap gerak perubahan yang akhirnya antara
Adat dan Islam saling topang menopang seperti, “aur dengan tebing” membentuk
sebuah konfigurasi kebudayaan Minangkabau. Titik temu antara Adat dan Islam, dapat
dilacak melalui pandangan “teologis” terhadap alam semesta.
Proses perenungan dan penghayatan terhadap unsur-unsur kehidupan yang
berpijak pada kemampuan dan intensitas pembacaan orang Minang terhadap alam.
Alam adalah segala-galanya bagi mereka. Dari alam mereka belajar, berguru,
memperbaharui diri, dan lewat alam pula mereka menemukan inspirasi dan kekuatan
hidup. Banyak ayat-ayat Tuhan mengenai alam, khusus ayat-ayat kauniyah, yang
diperuntukkan bagi manusia sehingga melalui alam manusia dapat menemukan dirinya
dan Sang Khaliqnya. Alam dipahami sebagai tempat lahir, tumbuh dan mencari
kehidupan. Tetapi juga bermakna sebagai kosmos yang memiliki nilai dan makna
filosofis. Pandangan orang Minangkabau terhadap alam terlihat dalam ajaran;
pandangan dunia (world view) dan pandangan hidup (way of life) yang seringkali
mereka tuangkan melalui pepatah, petitih, mamangan, petuah, yang diserap dari bentuk,
sifat, dan kehidupan alam.
Nilai dasar dari Adat Bersendi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah nilai
ilahiyah dan insaniyah yang mendapat legitimasi dari Adat dan Islam sebagai
rujukannya. Nilai-nilai ilahiyah muncul dari proses pembacaan atas semesta “Alam
Takambang Jadi Guru”. Allah, melalui penciptaan alam semesta memperlihatkan
Kekuasaan-Nya. Alam dengan segala isinya memperlihatkan tanda-tanda akan diri-Nya
agar insan sampai pengenalan kepada Allah yang telah menciptakan dirinya.
“Seseorang baru bisa sampai mengenal Allah, apabila ia mampu membaca dan
memahami “dirinya”. Proses pembacaan terhadap alam dan diri merupakan salah satu
metode yang mengantarkan insan pada kesadaran akan hubungan dirinya dengan Allah,
yang menciptakannya. Dalam tradisi orang Minangkabau yang mengajarkan alam
semesta dengan segala isinya menjadi guru yang membimbing mereka memahami
dirinya dan mencari sumber kekuatan dalam hidup. Ini merupakan sumbangan adat
Minangkabau dalam falsafah “Alam Takambang Jadi Guru” cermin hubungan manusia
dengan Allah Tuhan Maha Pencipta dan alam.
Secara teologis kekuatan ilahiyah berporos pada Sang Khalik. Dalam kehidupan
kekuatan ilahiyah berperan sebagai pengembangan dan pemeliharan kualitas insaniyah
melalui amal shaleh pancaran dari keimanan seseorang. Dalam sistem Adat, semua
nilai bertumpu pada kekuatan budi sebagai landasan perilaku dan perbuatan. Menurut
pandangan Adat Minangkabau, semua tindakan dan kerja sosial diarahkan untuk
peningkatan dan pengayaan kualitas diri untuk mendorong setiap individu dan

スサナワテイ(Susanawati,S.Pd)
3
masyarakat agar selalu mempertinggi, memperkuat dan memelihara harkat dan
martabat kemanusiaan .
Kedua kekuatan nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah sebagai landasan nilai Adat
Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai
patokan dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai berikut:

1. Prinsip kebenaran, merupakan nilai dasar yang mutlak dalam pergaulan umat
manusia pancaran dari hakikat “tawhid” dan menjadi ‘modal dasar’ dalam setiap
jiwa insan sebagai khalifah-Nya. Tawhid atau jiwa ketuhanan adalah konsep
penghambaan dari pembebasan manusia dengan Allah.
Kebenaran adalah nilai dasar tempat berpijak, bergerak dan berakhirnya semua
kehidupan. Watak dasar insan yang hanif menuntun mereka untuk selalu berpegang
pada prinsip-prinsip kebenaran, melakukan yang benar dan mengarahkan semua
kerja sosialnya pada kebenaran itu sendiri. Bagi orang Minang kebenaran
merupakan sebuah usaha untuk menciptakan tatanan yang adil dalam kehidupan
masyarakat.” Orientasi hidup pada kebenaran lahir dari kesepakatan dan pengakuan
bahwa setiap manusia memiliki hak dasar yang sama yang menjadi pilar dari segala
aktivitas kemanusiaan. Segala kebijakan, keputusan dan kehidupan sosial harus
berdasarkan pada kebenaran atau “nan bana. Kebenaran merupakan alas dari setiap
produk sosial, politik, hukum, ekonomi, budaya, sekaligus menjadi harapan
kehidupan yang berharkat dan bermartabat. Alurnya adalah “kamanakan barajo ka
mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka mufakat, mufakat barajo ka
nan bana. Nan ‘bana tagak dengan sendiri” – Al haqqu mir arrabihim.
2. Prinsip keadilan adalah bagian yang menggerakkan kehidupan manusia. Tanpa
keadilan kehidupan masyarakat akan selalu goyah. Dengan keadilan akan terjamin
kehidupan masyarakat yang sejahtera. Dengan keadilan Minangkabau akan meraih
kembali harkat dan martabatnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep
adil adalah ciri taqwa, ajaran kemanusiaan yang harmonis yang didambakan oleh
setiap manusia. Hakikat dari kebenaran, keadilan dan kebajikan penting bagi
terciptanya kebangkitan Minangkabau. Prinsip kebenaran digerakkan oleh nilai-nilai
kebajikan.
3. Prinsip kebajikan akan lebih bermakna jika ditopang oleh prinsip kebenaran dan
prinsip keadilan yang melahirkan kehidupan insan yang lebih bermakna.
Kebenaran, keadilan dan kebajikan merupakan “tali tigo sapilin, tungku tigo
sajarangan”. Kebenaran menjadi landasan teologis atau nilai dasar, sedangkan
keadilan merupakan nilai operasionalnya.

Ketiga unsur ini merupakan perpaduan yang saling terkait dan terikat.
Kebenaran tidak dapat berdiri sendiri tanpa ditopang nilai keadilan. Kebenaran dan
keadilan akan bermakna apabila diikuti dengan nilai-nilai kebajikan. Prinsip
kebenaran, keadilan dan kebajikan menjadi pijakan dalam menerjemahkan nilai-nilai
ilahiyah dan nilai-nilai insaniyah. Dalam Adat Bersendi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah terkandung juga beberapa prinsip di antaranya: adab atau budi, kejujuran,
kemandirian, etos kerja, keterbukaan, kesetaraan, berfikir dialektis, kearifan, visioner,
saraso-tenggang manenggang, sahino-samalu, saiyo-sakato, sanasib sapananggungan,

スサナワテイ(Susanawati,S.Pd)
4
sopan santun, kerjasama dan tolong menolong, keberagaman, kebersamaan, dan
tanggung jawab.
Dalam Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah juga terkandung
prinsip dasar dan nilai operasional yang melembaga dalam struktur sosial masyarakat
Minangkabau.

1. adab dan budi, inti dari ajaran adat Minangkabau, sebagai pelaksanaan dari prinsip
adat. “indak nan indah pado budi, indak nan elok dari baso” .Tidak ada yang indah
dari pada budi dan baso basi. Yang dicari bukan emas, bukan pangkat, akan tetapi
budi pekerti yang dihargai. Agar jauh silang sengketa, perhalus basa dan basi (budi
pekerti).
2. kebersamaan, lahir dari hasil musyawarah bulek aia ke pambuluah, bulek kato ka
mufakat, yang dijabarkan “dalam senteang ba-bilai, singkek ba-uleh” sebagai
pancaran iman kepada Allah swt. Di dalam masyarakat yang beradat dan beradab
(madani) mempunyai semangat kebersamaam, sa-ciok bak ayam, sadancing bak basi”.
Membangun kebersamaan dengan mengikutsertakan setiap unsur anggota masyarakat
di setiap korong, kampung dan nagari di Minangkabau, sehingga semua yang dicita-
citakan tidak akan sulit diujudkannya.
3. keragaman masyarakat yang terdiri dari banyak suku dan asal muasal dari berbagai
ranah bersatu dalam kaedah “hinggok mancakam, tabang basitumpu”, menyesuaikan
dengan lingkungan dan saling menghargai, dima bumi dipijak, disatu langit
dijunjung.
4. kearifan, kemampuan menangkap perubahan yang terjadi, sakali aia gadang, sakali
tapian baralieh, sakali tahun baganti, sakali musim batuka,” Perubahan tidak
mengganti sifat adat. Perubahan adalah sunatullah. Setiap usaha untuk mencari jalan
keluar dari problematika perubahan sosial, politik dan ekonomi menjauhkan fikiran
dengan menjauhkan dari hal yang tidak mungkin. Seorang yang arif tidak boleh
melarikan diri dari perbedaan pendapat, karena pada hakekatnya perbedaan itu
membuka peluang untuk memilih yang lebih baik.
5. tanggungjawab sosial yang adil, seia sekata menjaga semangat gotong royong. Semua
dapat merasakan dan memikul tanggung jawab bersama pula. Saketek bari bacacah,
banyak bari baumpuak, Kalau tidak ada, sama-sama giat mencarinya, dan sama pula
menikmatinya.
6. keseimbangan antara kehidupan rohani dan jasmani berujud dalam kemakmuran,
Munjilih di tapi aia, mardeso di paruik kanyang. Memerangi kemaksiatan, diawali
dengan menghapus kemiskinan dan kemelaratan. Rumah gadang gajah maharam,
lumbuang baririk di halaman, lambang kemakmuran.
7. toleransi sesuai dengan pesan Rasulullah, bahwa sesungguhnya zaman berubah, masa
berganti. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Minangkabau diarahkan
kepada pandai hidup dengan jiwa toleran, Seorang yang arif tidak boleh melarikan
diri dari perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat mendorong dan membuka peluang
untuk memilih yang lebih baik di antara beberapa kemungkinan yang tersedia.
(Hujarat ;13).
8. kesetaraan, timbul dari sikap bermusyawarah yang telah hidup subur dalam
masyarakat Minangkabau. Sejalan dengan itu diperlukan saling tolong menolong
dengan moral dan buah pikir dalam mempabanyak lawan baiyo (musyawarah),

スサナワテイ(Susanawati,S.Pd)
5
melipat gandakan teman berunding. Sikap musyawarah membuka pintu berkah dari
langit dan bumi. Kedudukan pemimpin, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.
9. kerjasama mengutamakan kepentingan orang banyak dengan sikap pemurah yang
merupakan sikap mental dan kejiwaan yang tercermin dalam mufakat. Mufakat
bertujuan menegakkan kebenaran dengan pedoman tunggal, hidayah dari Allah.
10. sehina semalu, dasar untuk memahami persoalan berdasarkan atas masalah seseorang
dengan bersama dan bersama dengan seseorang. Dalam adat Minangkabau sesuatu hal
adalah sebagian dari keseluruhan, yang satu bersangkut paut dengan lainnya,
semuanya topang menopang walau hal sekecil apa pun.
11. tenggang rasa dan saling menghormati adalah inti dari fatwa adat tentang budi atau
akhlaqul karimah.
12. keterpaduan, saling meringankan dengan kesediaan memberikan dukungan dalam
kehidupan. “barek sapikua, ringan sajinjiang”, Kerja baik dipersamakan dengan saling
memberi tahu sanak saudara dan jiran. “Karajo baiak baimbauan, karajo buruak
baambauan. Apabila musibah menimpa diri seseorang, maka tetangga serta merta
menjenguk tanpa diundang.

Prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip operasional yang melembaga di dalam


struktur sosial masyarakat Minangkabau. Jiwa ilahiyah menjadi pendorong bagi tindakan
sebagai makhluk Allah yang mempunyai tanggungjawab sebagai khalifah. Setiap
kebijakan, keputusan dan tindakan berorientasi pada kebajikan dan kemashlahatan
ummat; pengayom bagi yang kecil dan menjadi suluh bagi orang banyak. Jiwa insaniyah
merupakan sebuah aksi kemanusiaan dalam melakukan transformasi sosial. Dalam
kerangka inilah masyarakat Minangkabau ditempatkan dan berproses dengan amal saleh
untuk kemashalahatan umat.
Nilai operasional menjadi kerangka acuan dalam menentukan arah dan corak
kehidupan masyarakat Minangkabau. Sementara prinsip kebenaran, keadilan dan
kebajikan menjadi semangat dan jiwa dalam segala tindakan, sikap dan watak orang
Minangkabau. Watak dan sikap tersebut diungkapkan dalam ”hiduik baraka, mati
bariman”. Hidup berakal bermakna tidak ada kehidupan yang dilalui tanpa pertimbangan
akal. Ikatan antara ’raso’ -rasa- yang timbul dari ’pareso’ – hati nurani- melahirkan
ketajaman pikiran, keseimbangan hakiki yang ingin dicapai oleh insan Minangkabau
dalam mengembalikan harkat dan martabat melalui akal dan budi.
Bertolak dari pandangan falsafah tersebut, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah adalah rujukan dalam merumuskan berbagai kebijakan terhadap kelangsungan
hidup orang Minangkabau yang beriman, beradat, berbudaya, berharkat dan bermartabat.
Dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Minangkabau membangun
menuju masa depannya yang tidak boleh tercerabut dari kearifan dan nilai dasar serta
nilai operasional tersebut. Artinya dengan segala kearifan Minangkabau melangkah ke
masa depannya.

スサナワテイ(Susanawati,S.Pd)
6

DAFTAR BACAAN
Badawi, Ahmad. 2019. Warisan Menurut Hukum Islam dan Adat Jawa: Studi Kasus di
Kecamatan Medan Sunggal. Yogyakarta: Deepublish.
Dinas Kebudayaan Provinsin Sumatera Barat. 2018. Modul Penguatan Pemangku Adat
Minangkabau. Padang: Dinas Kebudayaan Sumbar.
Ibrahim, Dt. Sanggoeno Diradjo. Tambo Alam Minangkabau; Tatanan Adat Warisan Nenek
Moyang Orang Minang. Bukittinggi: Kristal Multimedia.
M. Rasjid Manggis. 1967. Minangkabau Sejarah Ringkas dan Adatnya. Jakarta: Mutiara
Sumber Widya.

スサナワテイ(Susanawati,S.Pd)

Anda mungkin juga menyukai