“ATRESIA ESOFAGUS”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Mengetahui
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
penjelasan penyebabnya. Insiden perempuan dan laki-laki dalam jumlah yang sama.
Sekitar sepertiga bayi dengan atresia esofagus lahir prematur. Saat ini, tidak ada
faktor genetik yang teridentifikasi, tetapi ada 2% risiko terjadi jika salah satu
saudara penderita mendapat atresia esofagus juga (2) .
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trakeoesofageal fistula (TEF) dan atresia esofagus (AE) merupakan
kelainan esofagus yang bersifat kongenital yang ditandai dengan fistula antara
trakea dan esofagus yang merupakan koneksi abnormal yang dapat disertai
putusnya antara distal dan proksimal esofagus. Meskipun angka kejadian TEF
termasuk langka, morbiditas dan mortalitas akibat TEF perlu perhatian yang
serius (3) .
B. Epidemiologi
Atresia esofagus merupakan malformasi kongen- ital yang terjadi pada
2500-3000 kelahiran hidup. Dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada anak
kembar. Angka kejadian atresia esofagus di Amerika Serikat sekitar satu pada
4500 kelahiran. Di Finlandia memiliki angka kejadiaan yang tinggi yaitu satu
(4) .
pada 2440 kelahiran
Atresia esofagus lebih sering terjadi pada lelaki daripada perempuan.
Walaupun beberapa kasus bersifat sporadik, adanya riwayat keluarga dengan
atresia esofagus telah dilaporkan. Sekitar 6% bayi dengan atresi esofagus
merupakan anak kembar. Orang tua yang memiliki satu bayi dengan atresia
esofagus, anak selanjutnya berisiko 0,5-2 % memiliki atresia esofagus. Jika
terdapat lebih satu orang keluarga dengan atresia esofagus angka risiko memiliki
(4) .
kelainan yang sama sekitar 20%
C. Patofisiologi
Esofagus dan trakea berasal dari foregut prim- itif. Terjadi selama minggu
ke empat dan kelima perkembangan embrio. Pemisahan struktur tubular terjadi
pada minggu keempat kehamilan dan leng- kap pada 34-36 hari. Trakea sebagai
divertikulum ventral dari faring primitif yaitu bagian kaudal dari foregut.
Septum trakeoesofageal berkembang pada tempat dimana lipatan
6
trakeoesofageal bersatu. Septum ini membagi foregut menjadi bagian ventral
yaitu tabung laringotrakeal dan bagian dorsal (esofagus). Atresia esofagus terjadi
jika septum trakea menyimpang ke posterior. Penyimpangan ini menyebabkan
pemisahan yang tidak lengkap esofagus dari tabung laringotrakeal dan
(4) .
menghasilkan fistula trakeoesofageal secara bersamaan
D. Etiologi
Etiologi AE/FTE kurang dipahami. Kelahiran bayi dengan AE/FTE dalam
keluarga tanpa riwayat penyakit yang sama memiliki risiko kejadian sekitar 1%.
Data-data sebelumnya menunjukkan bahwa faktor genetik tidak berperan dalam
patogenesis AE/ FTE, namun saat ini ada anomali kromosom tertentu yang
mempengaruhi, seperti trisomi 13, 18 dan 21 (2) .
E. Klasifikasi
Atresia esofagus diklasifikasikan berdasarkan bentuk anatomisnya. Jenis
yang paling umum adalah adanya blind ending esofagus proksimal, dengan
esofagus distal melekat pada trakea dalam bentuk trakeo-esofageal fistula.
Atresia esofagus juga dapat terjadi tanpa adanya sebuah AE/FTE,yaitu atresia
esofagus murni (2) .
7
Klasifikasi anatomi atresia esofagus:
1. Atresia esofagus tipe A tanpa fistula atau disebut juga dengan atresia
esofagus murni (10%).
2. Atresia esofagus tipe B dengan fistula trakeoesofageal (FTE) proksimal
(<1%).
3. Atresia esofagus tipe C dengan FTE distal (85%).
4. Atresia esofagus tipe D dengan FTE proksimal dan distal (<1%).
5. Tipe E jika FTE tanpa atresia esofagus atau disebut juga dengan fistula
tipe H (4%)
6. Tipe F jika terjadi stenosis esofagus kongenital (<1%) (2) .
F. Manifestasi Klinis
Kebanyakan bayi dengan Atresia Esofagus menunjukkan gejala pada jam-
jam pertama kehidupannya. Tanda klinis yang paling awal adalah hipersalivasi,
biasanya pemberian makan pertama diikuti muntah, tersedak, dan batuk. Gejala
lainnya adalah sianosis dengan atau tanpa makan, sesak nafas, kesulitan
menelan, dan ketidakmampuan makanan atau kateter suction masuk ke lambung.
Jika ditemukan fistel bagian distal, perut akan kembung saat inspirasi. Gangguan
pulmonary akan terjadi jika cairan lambung naik melewati TEF, mengisi trakea
dan paru dan selanjutnya menyebabkan pneumonitis kimia. Dengan perut yang
makin kembung, diafragma akan naik dan pernafasan maikin terganggu.
Aspirasi dari saliva pada kantung atas trakea lebih lanjut akan memicu gangguan
pulmonar (5) .
G. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi thorax dan abdomen penting dilakukan untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat dari atresia esofagus. Selain mengevaluasi letak dari selang
nasogastrik, juga dapat menilai letak distribusi udara usus, arkus aorta,
pneumonia aspirasi, kelainan bawaan jantung dan anomali tulang belakang (4) .
8
Pemeriksaan dengan barium tidak diindikasikan dalam penegakan diagnosis
atresia esofagus karena adanya risiko tinggi terjadinya trakeobronkitis aspirasi
kimia.Penilaian kardiologi termasuk echocardiografi merupakan rutinitas
sebelum dilakukan operasi untuk mengetahui adanya kelainan jantung bawaan.
Sebelum operasi dilakukan tes darah seperti hitung darah lengkap, elektrolit,
glukosa darah, pembekuan darah dan cross match (4) .
H. Diagnosis
Deteksi AE prenatal dengan USG bergantung pada temuan sebuah
gelembung yang kecil atau tidak adanya buble pada lambung dan berhubungan
dengan polihidramnion pada ibu. Namun dengan kriteria ini, diagnosis AE hanya
20-40% (5) .
Diagnosis AE dapat dipastikan dengan melewatkan sebuah kateter yang
kaku melalui mulut ke dalam esophagus pada sebuah titik dimana ada tahanan
dijumpai. Beberapa millimeter udara dapat diinjeksikan melalui tube dan
digunakan sebagai agen kontras untuk melebarkan bagian atas esophagus agar
dapat diperoleh film dari bagian depan dan lateral. Jika diperlukan, 0.5 ml hingga
1 ml barium yang telah diencerkan dapat digunakan sebagai kontras dan
disuntikan ke bagian atas untuk konfirmasi diagnosis. Sebuah kantong bagian
atas yang buntu mungkin menunjukkan adanya TEF bagian proksimal. Udara di
lambung dan usus memastikan adanya TEF bagian distal. Tidak adanya udara di
abdomen menunjukkan AE yang terisolasi tanpa TEF (5) .
Diagnosis TEF tanpa AE lebih sulit dan memerlukan tingkat kecurigaan
yang lebih tinggi terhadap gejala klinis yang muncul. Diagnosis dapat dibuat
dengan esofagografi barium dalam posisi prone. Namun, bronkoskopi ataupun
esofagoskopi sering diperlukan untuk menegakkan diagnosis.insidensi kelainan-
kelainan lain yang behubungan dengan EA yang dapat diketahui adalah sekitar
50-70%, oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan untuk mencari kelaianan-
kelaianan lain yang berhubungan seperi ekokardiografi, USG ginjal, analisis
kromosom (5) .
9
I. Penatalaksanaan
Setelah EA didiagnosis, bayi harus diintubasi untuk mengontrol jalan napas
dan membantu mencegah aspirasi lebih lanjut. Jika belum dilakukan, kateter
harus dipasang secara hati-hati untuk menyedot sekret orofaringeal. Bayi harus
diberikan antibiotik, cairan infus, dan tidak diberikan apa pun melalui mulut
(NPO). Nutrisi parenteral total (TPN) harus dipertimbangkan untuk bayi karena
status NPO dapat bertahan beberapa minggu. Setelah neonatus stabil dari sudut
pandang hemodinamik dan jalan napas, konsultasi dengan ahli bedah anak harus
dilakukan (6) .
Waktu untuk perawatan bedah definitif untuk EA/TEF bergantung pada
ukuran neonatus. Jika berat badan anak lebih dari 2 kilogram, operasi EA/TEF
biasanya ditawarkan setelah anomali jantung, jika ada, telah diatasi. Neonatus
dengan berat badan lahir sangat rendah (<1500 gram) biasanya ditangani dengan
pendekatan bertahap dengan ligasi fistula pada awalnya, diikuti dengan
perbaikan EA setelah neonatus sudah lebih besar (6) .
Pilihan pembedahan untuk perbaikan EA/TEF meliputi torakotomi terbuka
atau bedah torakoskopi dengan bantuan video. Dalam operasi mana pun,
langkah-langkah yang dilakukan serupa. Fistula diidentifikasi antara esofagus
dan trakea dan dibagi. Bronkoskop dapat digunakan untuk memvisualisasikan di
mana trakea berasal dari fistula. Setelah ligasi fistula, atresia esofagus diatasi.
Biasanya, selang nasogastrik kecil dipasang untuk melintangkan kedua
ujungnya, dan ujungnya dijahit dengan jahitan yang dapat diserap jika ujungnya
dapat dijangkau tanpa terlalu banyak ketegangan.Jika ketegangan pada ujung
esofagus terlalu besar atau tidak tercapai, teknik Foker dapat digunakan. Teknik
ini menggunakan jahitan traksi pada ujung esofagus dan menariknya lebih dekat
secara perlahan. Setelah ujung-ujungnya menyatu tanpa ketegangan, perbaikan
primer dapat dilakukan (6) .
Jika terdapat celah EA yang sangat panjang yang menghalangi anastomosis
primer, maka interposisi organ lain seperti lambung, usus besar, atau jejunum
dapat dimanfaatkan. Pasien dengan EA tipe E "tipe H" dapat diobati dengan
10
sayatan serviks yang tinggi dan menghindari torakotomi untuk mengikat
fistula.Gastrostomi biasanya tidak diindikasikan kecuali anastomosis primer
gagal (6) .
Setelah operasi, neonatus dikembalikan ke ICU neonatal untuk pemantauan
ketat. Sebuah tabung dada dibiarkan di tempatnya di sisi dada yang diakses.
Neonatus dilanjutkan NPO dengan selang nasogastrik hingga pengisapan
intermiten. Setelah 5-7 hari, esofagogram dilakukan untuk mencari kebocoran
esofagus. Jika tidak ada kebocoran yang teridentifikasi, pemberian makanan
secara oral biasanya dimulai. Jika ada kebocoran, chest tube akan menampung
drainase. Selang dada dibiarkan di tempatnya sampai kebocoran tersegel
dan/atau neonatus dapat menerima makanan oral (6) .
J. Prognosis
Prognosis untuk neonatus dengan EA/TEF relatif baik dan terutama
bergantung pada kelainan jantung dan kromosom dibandingkan atresia esofagus
itu sendiri. Secara umum, kelangsungan hidup secara keseluruhan adalah sekitar
85%-90%.Kematian yang lebih tinggi terlihat ketika terdapat kelainan jantung
terkait selain EA/TEF. Kematian dini dikaitkan dengan kelainan jantung,
sedangkan kematian terlambat disebabkan oleh komplikasi pernapasan. Jarak
antara dua kantong esofagus, terutama jika berukuran besar, dapat menentukan
prognosis. Semua neonatus yang menjalani perbaikan EA/TEF diperkirakan
akan mengalami masalah pencernaan dan pernapasan, yang umumnya membaik
seiring bertambahnya usia (6) .
11
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS:
Bayi laki-laki baru lahir masuk tanggal 25/08/2023 dengan rujukan dari RS
bhayangkara dengan adanya gangguan napas, keluar buih lewat mulut dan tidak
keluar meconium sejak lahir,bayi lahir secara SC dengan indikasi Polihidromnion.
Kehamilan cukup bulan dengan berat badan lahir 2.600 gr, Panjang badan lahir :
48cm,langsung menangis lemah,air ketuban jernih. Bayi mengalami gangguan
napas dan butuh CPAP. Pasien sempat diberikan susu,namun langsung
dimuntahkan, Dilakukan pemasangan OGT tetapi tidak berhasil, lendir terus aktif
mengalir (+), sesak (+). Apgar Score : 5 (Asfiksia sedang). Riwayat konsumsi obat-
obatan selama kehamilan disangkal ibu pasien, Riwayat infeksi selama kehamilan
juga disangkal
4. Sistem Gastrointestinal
1. Sistem Pernapasan - Kelainan Dinding Abdomen :
12
- Sianosis : (+) - Muntah : (-)
- Merintih : (+) - Diare : (-)
- Apnea : (-) - Residu Lambung : (-)
- Retraksi Dinding Dada : Sedang - Organomegali : (-)
- Pergerakan Dinding Dada: - Bising usus : DBN
Simetris bilateral - Umbilikus
- Cuping Hidung : (+) ü Keluaran : DBN
- Stridor : (+) ü Warna Kemerahan : DBN
- Bunyi Napas : (+) ü Edema : DBN
- Bunyi Tambahan : (-)
5. Sistem Saraf
- Skor DOWN - Aktivitas : Kurang aktif
ü Frekuensi Napas : 53x/m (0) - Kesadaran : compos Mentis
ü Retraksi : Ringan (1) - Fontanela : DBN
ü Sianosis :hilang - Sutura : DBN
dengan 02 (1) - Refleks Terhadap Cahaya : DBN
ü Udara Masuk : penurunan - Kejang : (-)
ringan udara masuk (1)
ü Merintih : terdengar
tanpa stetoskop (2)
Total Skor :5
Kesimpulan : gangguan
napas sedang
13
7. Pemeriksaan Lain v Tanda Selempang : 2
- Ekstremitas : DBN v Tumit ke Kuping : 3
- Trauma Lahir : (-) Ø Maturitas Fisik
v Kulit :3
v Lanugo :3
v Permukaan Plantar : 3
v Payudara :2
v Mata/telinga :3
Genitalia :2
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium:
Tanggal Jenis Hasil Nilai Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan Rujukan
26/08/23 WBC 24,9x 103/uL 3,8 – 10,6
RBC 4,12 x 106/uL 4,4 – 5,9
HGB 15,1 g/dl 13,2 – 17,3
Darah Lengkap
HCT 39,2 % 40 – 52
PLT 46 x 103/uL 150 – 440
NEUT 75,1 % 50 – 70
LYMPH 13,8% 25 – 40
LED mm/jam <10
SGOT u/L 8 – 33
SGPT u/L 4 – 36
Albumin mg/dl 3,2 – 4,5
Bil. Total 0,1 – 1,2
Bil. Direk 0,1 – 0,3
Bil. Indirek 0,1 – 1,0
Kimia Darah
GDS 88 mg/dl
GDP
Ureum
Kreatinin
14
PLT 95 x 103/uL 150 – 440
NEUT 55,0 % 50 – 70
LYMPH 28,8 % 25 – 40
LED mm/jam <10
SGOT u/L 8 – 33
SGPT u/L 4 – 36
Albumin mg/dl 3,2 – 4,5
Bil. Total 0,1 – 1,2
Bil. Direk 0,1 – 0,3
Kimia Darah Bil. Indirek 0,1 – 1,0
GDS 60 mg/dl
GDP
Ureum
Kreatinin
15
Terapi:
• IVFD dextrose 10% 8 TPM
• Inj. Cefotaxim 125 mg/12j/IV
• Inj. Gentamycin 15 mg/24j/IV
• Pasang CPAP+OTG
16
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pada kasus ini bayi berusia 0 hari dengan kecurigaan atresia esofagus dan
fistula proksimal dan distal. Keluar buih lewat mulut dan tidak keluar meconium
sejak lahir. Pasien Riwayat SC atas indikasi Polihidromnion,langsung menangis
lemah. Setelah lahir diberikan air susu tapi langsung di muntahkan. Pasien sempat
dipasang OGT tetapi tidak dapat masuk. Menentukan Klasifikasi atresia yang
mungkin adalah tipe A, tipe B, tipe C dan tipe D. Tipe E dapat disingkirkan karena
pada tipe ini selang nasogastric dapat melewati esofagus dan berada digaster. Pada
tipe F selang masih mungkin melewati stenosis hingga ke gaster. Pada pasien ini
dilakukan pemeriksaan Babygram dengan kesan Abdomen : Distensi Gaster. Pada
manifestasi klinis tipe atresia esofagus yang mungkin adalah tipe C dan tipe D
17
DAFTAR PUSTAKA
iv