Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEERAWATAN PADA ANAK By. Ny.

S DENGAN ATRESIA

ESPFAGUS DI RUANGAN IPN ( Instalasi Perina Neonatal ) RSUD ARIFIN

ACHMAD PEKANBARU

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. Ade Irmawan, S. Kep

2. Adi Joko Dwiarso, S.Kep

3. Afri Aldo, S.Kep

4. Aina Mardiah, S.Kep

5. Alda Depi Arie, S. Kep

PRESEPTOR AKDEMIK : Ns. Nia Aprlia, M. Kep

PRESEPTOR KLINIK : Ns Cristina Simporangkir, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

2022/2023
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATA ANAK PADA PASIEN By. Ny. S DENGAN ATRESIA ESPFAGUS
DI RUANGAN IPN ( Instalasi Perina Neonatal ) RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh Preseptor Akademik dan Preseptor Klinik Program
Studi Profesi NERS Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.

Pekanbaru,24 Maret, 2023

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns. Nia Aprilia, M. Kep Ns. Cristina Simorangkir, S.Kep

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan nikmat

yang telah dilimpahkan kepada kelompok penyusun, kelompok dapat menyelesaikan usulan

laporan seminar dengan kasus “ASUHAN KEERAWATAN PADA ANAK By. Ny. S DENGAN

ATRESIA ESPFAGUS DI RUANGAN IPN ( Instalasi Perina Neonatal ) RSUD ARIFIN

ACHMAD PEKANBARU”

Kelompok mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak- pihak

yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan seminar ini Presseptor Akademik

dan Presseptor Klinik, yang telah banyak meluangkan waktu, pemikiran maupun tenaga

dalam memberikan bimbingan, motivasi, kritik dan saran yang membangun kepada kelompok

sehingga penyusunan laporan seminar ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kelompok penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang
baik, namun apabila terdapat kekurangan semua itu disebabkan keterbatasan kemampuan
kelompok. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangunkan kelompok.
Akhirnya kelompok berharap semoga penyusunan laporan seminar ini dapat bermanfaat bagi
kita tenaga kesehatan khususnya keperawatan.

Pekanbaru, 24 Maret, 2023

Kelompok 1

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia
esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital
dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86%  kasus
terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula Sementara
pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500
kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva
dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction
berulangkali.
Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya
polihidramnion. Selang nasogastrik masih bisa  dilewatkan pada saat kelahiran semua
bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus
berlebihan, segara setelah kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa.
Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut 
(konfirmasi dengan Rongent dada dan perut).
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir
dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika
ditemukan adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga
80%  dan bisa hingga 30-50 % jika  ada dua faktor resiko.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan
insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia
esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi
bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di
Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan,
makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari
lambung.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan anak pada By. Ny. S dengan diagnose Artesia Esofagus
di ruangan IPN RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru?

4
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak pada By. Ny. S dengan diagnose
Artesia Esofagus di ruangan IPN RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian anak pada By. Ny. Sdengan
diagnose Artesia Esofagus di ruangan IPN RSUD Arifin Ahmad
Pekanbaru.
b. Mampu mengdeskripsikan rumusan diagnosis keperawatan anak pada By. Ny.
S dengan diagnose Artesia Esofagus di ruangan IPN RSUD Arifin Ahmad
Pekanbaru.
c. Mampu mengdeskripsikan rencana keperawatan anak pada By. Ny. S dengan
diagnose Artesia Esofagus di ruangan IPN RSUD Arifin Ahmad
Pekanbaru.
d. Mampu mengdeskripsikan tindakan keperawatan anak pada By. Ny. S
dengan diagnose Artesia Esofagus di ruangan IPN RSUD Arifin Ahmad
Pekanbaru.
e. Mampu mengdeskripsikan evaluasi keperawatan anak pada By. Ny. S
dengan diagnose Artesia Esofagus di ruangan IPN RSUD Arifin Ahmad
Pekanbaru
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami mekanisme dasar terjadinya kasus Artesia Esofagus
yang diakibatkan karena adanya gangguan pada sistem pernapasan terutama pada
paru- paru yang dapat terjadi akibat berbagai sebab, sehingga dengan begitu
mahasiswa dapat dengan mudah untuk melakukan asuhan dan tindakan serta
penanganan keperawatan yang tepat terkait Artesia Esofagus tersebut

5
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus
yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang
tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia
esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan
fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti
kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan
tulang (hemivertebrata).
Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari
gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
B. Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak
dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang
14 kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari
traktus gastrointestinal.
Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil
melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia
Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari
kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum
diketahui. Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia
yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali  lebih sering pada janin yang 
kembar.
C. Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan
banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur.
Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari
trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima

6
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali
mematikan. Trakea juga dipengaruhi  oleh gangguan embriologenesis pada atresia
esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti
biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior
trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan
dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan
dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial
ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang
dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.
D. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18  dengan dugaan penyebab genetik.
Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut
sebagian besar ahli  tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan
tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
E. Klasifikasi
1. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt
111.grossC) Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus,
terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot  berujung  pada mediastinum superior
setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan
sempit, memasuki dinding  posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya.
Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal
bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .
2. Esofagus distal dan proksimal benar-benar  berakhir tanpa hubungan dengan
Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A). Segmen esofagus
proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan
berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
3. Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E). Terdapat hubungan seperti
fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus
yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm  dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi
pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.
4.  Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross
B). Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis

7
terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus  tapi berlokasi 1-2 cm diatas
ujung dinding depan esofagus.
5. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1%
Vogt IIIa, Gross D). Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati
(misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai
akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan
memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.
F. Gambaran Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus,
antara lain:
1. Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu
meleleh dari mulut bayi
2. Sianosis
3. Batuk dan sesak napas
4.  Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu
dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
5. Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk
kedalam lambung dan usus
6. Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
7. Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan
jantung, atresia rectum atau anus.
G. Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan
sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari
pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan
amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan 
harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan
gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah
kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %.
Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden
1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka  diagnostik prenatal termasuk
pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu”
kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang
nasogastris yang dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia
esofagus. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai
dengan saliva yang banyak, dan memerlukan suction berulang. Pada fase ini tentu

8
sebelumnya makan  untuk pertamakali, kateter bore yang kaku harus dapat melewati
mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10
cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung
kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus
menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal
menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
 Memasukkan selang nasogastric
 Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di
lambung serta usus.
H. Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya
ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru.
Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah
aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu,
fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
1. Penatalaksanaan Medis. Pengobatan dilakukan dengan operasi.
2.   Penatalaksanaan Keperawatan, Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan
setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam
paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk
mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah,
pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk
menangis agar paru berkembang.
I. Pendekatan Post Operasi
Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut
 Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
 Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika
dibutuhkan.
 Analgetik  diberi jika dibutuhkan
 Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin
secara keseluruhan
 Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esophagus
 Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung
(gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi
sudah bisa menelan makanan sendiri.
 Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.

9
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada
terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi
dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi
esofagus.
J. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada
atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1.  Dismotilitas esophagus, Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin
esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini.
Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2.   Gastroesofagus refluk., Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini
kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa,
dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat
diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk
keadaan seperti ini
4.  Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan
pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan
menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5.    Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan
proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke
dalam trakea.
6.    Batuk kronis Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi
perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7.  Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini adalah
dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan
suplemen.
2. Asuhan Keperawatan
A.  Pengkajian Keperawatan
 Lakukan pengkajian bayi baru lahir
 Observasi manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE)
 Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya radiografi dada dan
abdomen; kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang
membentur tahanan bila lumen tersebut tersumbat.
 Kaji tanda-tanda distres pernapasan.

10
B.   Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal
antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi
Kriteria Hasil:
 Jalan napas tetap paten
 Bayi tidak teraspirasi sekresi
 Pernapasan tetap pada batas normal
No Intervensi Rasional
1. Lakukan pengisapan sesuai dengan Untuk menghilangkan penumpukan
kebutuhan. sekresi di orofaring.
2. Beri posis terlentang dengan kepala Untuk menurunkan tekanan pada rongga
ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan torakal dan meminimalkan refluks sekresi
(sedikitnya 300). lambung ke esophagus distal dan ke
dalam trakea dan bronki.
3. Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik. Untuk membantu menghilangkan distress
pernapasan.
4. Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; Karena dapat memasukkan udara ke
kantong resusitasi/ masker). dalam lambung dan usus, yang
menimbulkan tekana tambahan pada
rongga torakal.
5. Puasakan Untuk mencegah aspirasi.
6. Pertahankan penghisapan segmen esophagus Untuk menjaga agar kantong buntu
secara intermitten atau kontinue, bila di tersebut tetap kosong.
pesankan pada masa pra operasi.
7. Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, Agar udara dapat keluar, meminimalkan
terbuka untuk drainase gravitasi. resiko regurgitasi isi lambung dengan
trakea.

      

11
2. Kerusakan (kesulitan) menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis.
Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan
penambahan berat badan yang memuaskan.

No Intervensi Rasional
1. Beri makan melalui gastrostomi Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian
sesuai dengan ketentuan makanan oral memungkinkan.
2. Lanjutkan pemberian makan oral Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi
sesuai ketentuan, sesuai kondisi
bayi dan perbaikan pembedahan.
3. Observasi dengan ketat. Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa
tersedak.
4. Pntau masukan keluaran dan berat Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
badan.
5. Ajarkan keluarga tentang teknik Untuk mempersiapkan diri terhadap
pemberian makan yang tepat. pemulangan.

3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.


Tujuan: Pasien tidak mengalami trauma pada sisi pembedahan.
Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti cidera pada sisi
pembedahan.
No Intervensi Rasional
1. Hisap hanya dengan kateter yang diukur Untuk mencegah trauma pada mukosa.
sebelumnya sampai ke jarak yang tidak
mencapai sisi pembedahan.

4.  Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan


karena pembedahan.
Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan
Kriteria Hasil:
 Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan
penghisapan  non- nutrisi.
   Mulut tetap bersih dan lembab.
   Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.

12
No Intervensi Rasional
1. Beri stimulasi taktil (mis; membelai, Untuk memudahkan perkembangan optimal
mengayun). dan meningkatkan kenyamanan.
2. Beri perawatan mulut. Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan
membran mukosa lembab.
3. Beri analgesik sesuai ketentuan
4. Dorong orangtua untuk berpastisipasi Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
dalam perawatan anak.

5. perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek fisik.


Tujuan : pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan anak di rumah.
Kriteria hasil: Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberiakn
perawatan pada bayi, memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan
yang tepat.
No. Intervensi Rasional
1. Ajarkan pada keluarga tentang  Untuk mencegah aspirasi
keterampilan dan observasi kebutuhan  Untuk mencegah keterlam-
perawat di rumah: batan tindakan
 Beri posisi  Agar praktisi dapat diberitahu
 Tanda-tanda distress pernapasan  Untuk menjamin perawatan
 Tanda-tanda komplikasi; menolak yang tepat setelah pulang.
makan, disfagia, peningkatan batuk.
 Kebutuhan alat dan bahan yang
diperlukan
 Perawatan gastrostomi bila bayi
telah dioperasi, termasuk teknik-teknik
seperti pengisapan, pemberian makan,
perawatan sisi operasidan atau ostomi,
dan penggantian balutan.

13
BAB III
PENGKAJIAN

I. BIODATA
Nama : By. Ny. S
Umur :
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Ocu
Pendidikan :-
Tanggal masuk RS : 14 maret 2023
Tanggal Pengkajian : 20 maret 2023
Diagnosa Medis : Atresia esofagus
Alamat : Sungai Jernih Bangkinang

II. Identitas Penanggung jawab


Nama : Tn. A
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :Wiraswasta
Suku/bangsa : Ocu
Pendidikan Ayah : SMA
Pendidikan Ibu : Diploma
Hubungan dengan Klien : Ayah
Alamat : Sungai Jernih Bangkinang

III. KELUHAN UTAMA : Pasien rujukan dari Rs Husada Bunda Bangkinang dengan
keluhan lahir biru dan keluar air liur banyak dari mulut sejak
lahir, OGT sudah terpassang namun gagal karena ada tahanan.

14
IV. RIWAYAT KESEHATAN
A. Riwayat Kehamilan dan kelahiran
1. Prenatal :
Jumlah Kunjungan : 3 kali
Bidan/Dokter : Bidan
Penkes yang didapat :-
HPHT :-
Kenaikan BB selama hamil : 80-92 kg
Komplikasi kehamilan : tidak ada
Komplikasi obat : Tidak ada
Riwayat hospitalisasi :-
Gol. Darah ibu :O
Maternal screening : Rubella, hepatitis, CMV, herpes, HIV, dll
sebutkan :
2. Intranatal :
Awal persalinan : Kontraksi
Lama persalinan : kurang lebih 3 jam
Komplikasi persalinan : Tidak a d a
Terapi yang diberikan : Tidak tahu
Cara melahirkan : Spontan

Tempat melahirkan : Bidan

3. Pos Natal :
Usaha napas (dengan bantuan/tanpa
bantuan) : Dengan bantuan oksigen
Kebutuhan resusitasi (jenis & lamanya) :

APGAR Score :
Obat yang diberikan pada neonatus :

Interaksi orang tua dan bayi (kualitas,


lamanya) :
Trauma lahir (ada/tidak) : Tidak ada

15
Keluar urine/feses (ada/tidak). : Ada

B. Riwayat imunisasi:

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign : Suhu : 36◦c, N: 135, RR: 69, saturasi : 96
GCS : 15
2. Antropometri
Berat badan : 2640
Panjang badan : 48 cm
Lingkar kepala : 32 cm
3. Kepala
Kebersihan : Bersih
Bnetuk kepala : Bentuk normal
Keadaan rambut : Rambut berwarna hitam, lurus dan panjang
Keadaan kulit kepala : Bersih
Fontanela anterior (lunak, menonjol,tegas,cekung,datar) : Lunak
Satura sagitalis : Simetris
Gambaran Wajah ( Simetris, Asimetris) : Simetris
Molding: Tidak ada
4. Mata
Kebersihan : Bersih
Peradangan : Tidak ada peradangan
Scelera : ikterik
Pupil : Normal
Gerak bola mata: Normal
Konjungtiva : Anemis
5. Hidung
Kebersihan : Bersih
Struktur: Normal
Polip : Tidak ada polip

16
Perdarahan : Tidak ada perdarahan
Peradangan : Tidak ada peradangan

6. Telinga
Kebersihan : Bersih
Struktur : Normal
Cairan : Tidak terdapat cairan
7. Mulut : Terpasang Ett sejak tanggal 16-03-2023, terpasang OGT sejak 16-03-2023
Kebersihan : Bersih
Rongga Mulut( palatum, keras dan lunak) :
Fungsi pengecap :
8. Leher
Vena jugularis : Baik
Arteri karotis : Baik
Pembesaran tiroid : Tidak ada pembesaran tiroid
Pembesaran limfe : Tidak ada pembesaran Limfe
9. Dada
Bentuk dada : Simetris
Pergerakan/pengembangan thorak : baik
Batuk : -
Sputum : -
Resonasi :-
Bunyi nafas : Vasikuler
Bunyi nafas tambahan : tidak ada
10. Jantung
Denyut Jantung : Normal
Bunyi jantung : Normal
11. Abdomen
Lingkar perut : 28 cm
Warna Kulit : Kemerahan
Bunyi Peristaltic :
Keadaan permukaan abdomen : terdapat bekas luka post op
Pembesaran abdomen : tidak ada
12. Genitalia
Kebersihan : Bersih
Keadaan kelamin luar : Normal

17
Anus (Paten, imperforata) : Baik

13. Ekstremitas atas dan bawah : Terpasang infus di tangan kanan sejak tanggal 20-03-
2023
Struktur : Normal
Kekuatan Otot :
Trauma : Tidak ada
14. Kulit
Kebersihan : Kulit bersih
Struktur : Normal
Turgor : > 3 detik
War na : Kemerahan
Kelembaban : lembab
Lesi : Tidak ada
15. Refleks
Menghisap : Ada
Menggenggam : Ada
Moro : Ada
Rooting : Ada
Tonik neek : Tidak ada
V. KEBUTUHAN FISIK DAN PSIKOSOSIAL
1. Nutrisi : By meminum Asi dalam jangka waktu /3jam sebanyak 3 CC.
Diberikan diruangan NICU RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
2. Eliminasi : BAB/BAK By normal, berwarna kuning , konsitensi lunak
Di RSUD Arifin Achmad
3. Personal Hygiene : By mandi satu kali dalam sehari pada malam hari
Di RSUD Arifin Achmad
4. Istirahat/ Tidur : By selalu tidur
Di RSUD Arifin Ahmad
5. Aktivitas : Tidur
Di RSUD Arifin Achmad
VI. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin : 16.3 g/dl

18
Leukosit : 8.39
Trombosit : 258
Eritrosit : 5.08
Hematokrit :49.0
MCV : 96.5
MCH :32.1
MCHC :33.3
RDW-CV :19.9
RDW-SD :69.3
PDW : 10.7
MPV : 10.4
P-LCR : 26.1
HITUNG JENIS
Basofil : 0,5
Eosinofil : 1.9
Limfosit : 49.7
Monosit : 24.4
Screning covid-19
Neutrofil Limfosit Ratio : 2.04
Absolut Limfosit Count : 2.33
2. Pemeriksaan Radiologi
YTH TS, : X-foto thorax
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : corakan bronkovaskuler normal, infiltrat (-).
Diagframa dan sinus kostofrenikus normal
Selang OGT kinking setinggi paravertebra th 1
Kesan
Cor : dalam batas normal
Pulmo : tidak tampak kelainan
Selang OGT kinking setinggi paravertebra th 1
BNO Supine
Dilatasi gaster
Tampak bayangan udara didalam usus hingga abdomen bawah
Tidak tampak bayangan lusen pada dinding usus
Tidak tampak bayangan lusen yang terproyeksi di daerah hepar
KESAN
Distensi gaster

19
Tidak tampak tanda-tanda ileus
Tidak tampak pneumotasis intestinalis maupun portal venous gas.

20
ANALISA DATA

NO Data Fokus masalah etiologi


1 Ds:- Pola nafas tidak efektif
Do:
- Pasien terpasan ett sejak 16-03-2023
- RR : 69 x/menit
- Pasien dalam inkubator
- Suhu 36◦c
- Sat o2: 93
- Nadi: 135
2 Ds:- Resiko defisit Nutrisi
Do:
- Pasien terpasang OGT sejak 16-03-2023
- Minum 3 cc/jam
- OGT tidak boleh terlepas
- BBL: 2900 gr
- BBK: 2755 gr
- BBS: 2722 gr
- Post op hari ke 4

21
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO Diagnosa keperawatan Tujuan (slki) Intervensi (siki)
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan *Observasi
selama .....x.... jam, maka diharapka - Monitor pola nafas ( frekuensi,
Pola nafas membaik dengan kriteria Kedalaman, usaha nafas)
Hasil: -pantau bunyi nafas tambahan
1. Dyspnea menurun -pantau sputum
2. Penggunaan otot bantu nafas
menurun *Terapeutik
3. Pemanjangan fase ekspirasi -pertahankan kepatenan jalan
Menurun Nafas
4. Frekuensi nafas membaik -Brikan minuman hangat
5. Kedalaman nafas membaik -lakukan penghisapan lendir
- lakukan hiperoksigenisasi
-keluarkan sumbatan
Berikan oksigen sesuai kebutuhan

*Edukasi
-Anjurkan masukan cairan 2000
Ml/hari
-Ajarkan tekhnik batuk efektif

*Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
Bronkodilator ( ekspektoran,
Mukolitik, jika perlu)
Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan *Observasi
Selama...x...jam maka diharapkan nutrisi - Pantau asupan dan keluarnya
Membaikdengan kriteria hasil Makanan dan cairan
1. Porsi makan membaik
2. Berat badan membaik *Terapeutik
3. IMT membaik - Timbang secara rutin
-Diskusikan perilaku makan

22
*Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
target berat badan dan kalori yang
dibutuhkan

23
CATATAN PERKEMBANGAN

Tgl No DX Implementasi Evaluasi


20-03-23 1 1. Memantau ett pasien S:-
2. Memantau saturasi O: -bayi tampak tidak menangis
3. Mengukur suhu - Saturasi : 93 %
4. Menghitung frekuensi nafas - RR: 69x/mnt
- Fn: 135
A: By masih sesak
P: lanjutkan intervensi
2 1. Memantau asupan dan S-
Keluarnya makanan dan cairan O: minum asi 3 cc/jam melalui siringpum
2. Timbang BB Bab/bak 60
A: berat badan bayi turun 33 gr
P: Lanjutkan intervensi

24

Anda mungkin juga menyukai