Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

I. Konsep Dasar Terapi Bermain


A. Pengertian
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social dan
bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan
berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa
yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat
yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono,2000).
B. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan Isi Permainan
a. Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan
kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain.
Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil tersenyum dan
tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi
dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba
berespons terhadap tingkah laku orang tuanya misalnya dengan tersenyum, tertawa,
dan mengoceh.
b. Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak akan
membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya
dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak akan melakukan macam-
macam permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat
lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin asyik bersentuhan dengan
alat permainan ini dan dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah
dihentikan
c. Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang
benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan
anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui
pengulangan kegiatan permainan yang di lakukan. Semakin sering melakukan
latihan, anak akan semakin terampil.
d. Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu
yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak
sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang
sifatnya tradisional maupun yang modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle,
dan lain-lain.
e. Unoccupied behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di
sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan
situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang di gunakannya sebagai alat
permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta
lingkungannya tersebut .
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai
orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang
dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia
tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara
mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses
identifikasi anak terhadap peran tertentu.
2. Berdasarkan Karakter Social
a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak
tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang
dilakukan temannya.
b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi
anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan
tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja
sama, ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi
antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga
antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya
permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
d. Associativeplay
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan,
dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka,
bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis
ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan
sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh
anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan
permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.
C. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris- motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas, perkembangan
kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan
fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan
prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun
halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran,
tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk
memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya
terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya
melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak
menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak
melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan
social dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan
aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan
bicara, dan belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi
terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan
prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain,
anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk
semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba
peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak
akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini
penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam
kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari
perilakunya terhadap orang lain.
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang
tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada
dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan
etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar
bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut
mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan
sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap
tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi
anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk
mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena
itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas
bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan
tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi
beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena
dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain,
termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat
mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan
selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan
orang tua dan teman kelompok bermainnya.

D. Manfaat Terapi Bermain


1. Mengembangkan rasa percaya diri anak pada kemampuannya.
2. Menumbuhkan empati, rasa hormat, dan menghargai orang lain.
3. Meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri dan keterampilan sosial.
4. Belajar untuk mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat.
5. Mengasah kemampuan untuk memecahkan masalah lebih baik.
6. Melatih anak untuk bertanggung jawab atas perilakunya.

E. Kekurangan Terapi Bermain


Terapi bermain kurang efektif jika dilakukan pada anak yang pendiam atau pasif
karena mereka akan sangat sulit untuk diajak bermain oleh terapis. Proses dan lamanya
terapi bervariasi tiap anak dan kasus, dari beberapa minggu sampai 1 atau 2 tahun.
Untuk mengakhiri treatmen, alangkah baiknya terapis mengajak anak membuat suatu
acara khusus sehingga anak tidak mengalami kesedihan atau kekecewaan karena
kehilangan suasana yang sudah dia dapatkan. Terapis juga dapat memberikan bingkisan
dari hasil treatment, atau foto bersama.
F. Faktor Yang Mempengaruhi Terapi Bermain
1. Prasarana
2. Waktu Khusus Terapi Bermain
3. Usia Anak
4. Kondisi anak.
5. Ketergantungan anak terhadap orang tua.

G. Kesimpulan
Bermain merupakan aktivitas penting pada masa anak-anak. Manfaat bermain adalah untuk
perkembangan aspek fisik, perkembangan aspek motorik kasar dan halus, perkembangan aspek
sosial, perkembangan aspek emosi atau kepribadian, perkembangan aspek kognisi, mengasah
ketajaman penginderaan, menjadikan anak kreatif, kritis dan bukan anak yang acuh tak acuh
terhadap kejadian disekelilingnya, sebagai media terapi, selama bermain perilaku anakanak akan
tampil bebas dan bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah dimiliki oleh seorang anak.

2. SAP ( SATUAN ACARA PENYULUHAN)


A. Judul Permainan : Terapi Bermain Puzzle
B. Karakteristik Peserta : Usia 6 – 12 Tahun
C. Strategi Pelaksanaan
No Kegiatan Waktu
1 Persiapan
. 5 menit
a.Menyiapkan ruangan
b.Menyiapkan alat
c.Menyiapkan peserta
2 Pembukaan 5 menit
. a. Perkenalan dengan anak dan keluarga
b. Anak yang akan bermain saling berkenalan
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
d. Menanyakan kesetujuan/ kesiapan anak dan keluarga
3 Kegiatan
. a. Anak diminta untuk memilih puzzle yang akan disusun 10 menit
yang sudah tersedia.
b. Anak diminta untuk menyusun puzzle yang sudah
disediakan.
c. Setelah selesai menyusun, anak diminta bertukar puzzle dan
membongkar puzzle yang tersusun untuk
kembali disusun.
d. Setelah selesai menyusun puzzle, anak diberi pujian dan
diminta untuk memilih puzzle yang disukai untuk dibawa
pulang.
4 Penutup 5 menit
.
Memberikan reward pada anak atas hasil karyanya. Menanyakan
perasaan anak dan keluarga
Menutup kegiatan terapi bermain

H. Metode
Menyusun puzzle
I. Media dan Keterampilan yang diperlukan
Puzzle yang siap disusun dan anak mampu menyusun puzzle yang telah di acak.
J. Waktu Pelaksanaan
Terapi bermain akan dilaksanakan pada;
Hari : Kamis
Tanggal : 09 Maret 2023
Pukul : 11.00 WIB
K. Proses Bermain

1. Fase orientasi

a. Leader : mengucapkan salam dan memperkenalkan diri dan anggota kelompok lain
peserta memperkenalkan diri satu persatu, menjelaskan tujuan dan aturan bermain

b. Tujuan : Tujuan dari program bermain ini supaya anak dapat bersosialisasi dengan
orang lain dan dapat mengekspresikan imajinasi anak

2. Fase kerja

a. Leader berdiri di depan


b. Leader mengatur posisi klien
c. Fasilitator menyiapkan peralatan bermain
d. Fasilitator memberi motivasi kepada anak untuk Menyusun puzzle
e. Observer mengamati jalannya kegiatan dan respon selama program bermain
3. Fase terminasi

a. Evaluasi respon subjektif leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti


program

b. Evaluasi respon objektif observer mengobservasi perilaku peserta selama kegiatan


terkait dengan tujuan

c. Tindak lanjut, menganjurkan kepada masing-masing anak untuk menyebutkan


puzzle yang telah disusun

L. Hal-hal yang perlu diwaspadai


Dalam terapi bermain yang perlu diwaspadai adalah keamanan dalam permainan dan
kenyamanan anak selama mengikuti terapi bermain.
M. Antisipasi meminimalkan hambatan
Dalam meminimalkan hambatan, fasilitator mempersiapkan semua yang dibutuhkan
dalam terapi bermain terkait dengan peralatan yang akan digunakan, kemudian mendampingi
anak selama mengikuti terapi bermain serta melibatkan orang tua dalam permainan.
N. Pembagian Tugas
1. Penanggung jawab : Suci Aldriani
Tugas : Bertanggung jawab terhadap jalannya kegiatan terapi bermain
2. Pemimpin : Dhea Nurafifah
Tugas :
● Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kerah tujuan
dengan memberi motivasi dan arahan kepada anggota untuk
terlibat dalam kegiatan.
● Pengambil keputusan hasil diskusi dari anggota
3. Moderator : Adelya
Tugas :
● Membuka kegiatan terapi bermain
● Memimpin jalannya kegiatan terapi bermain
● Menutup kegiatan terapi bermain
4. Fasilitator : Belia Safitri
Tugas :
● Mempertahankan kehadiran peserta
● Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
● Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik
dari luar maupun dari dalam kelompok
5. Observer : Dina Mariani
Tugas :
• Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non
verbal
• Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan
perilaku
• Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain.

O. Evaluasi
1. Struktur
a. Media yang digunakan dalam kegiatan terapi bermain semuanya lengkap
b. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
2. Proses
a. Terapi bermain dapat berjalan dengan lancar
b. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
c. Tidak ada hambatan saat melakukan terapi bermain
d. Semua anggota kelompok dapat bekerjasama dan bekerja sesuai tugasnya.
3. Hasil
a. Anak dapat meningkatkan kemampuan kognitif dengan menyusun puzzle
b. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
c. Anak merasa senang
d. Anak tidak takut lagi dengan perawat
e. Orangtua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
f. Orangtua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas be

BAB II
KONSEP TEORITIS

I. Konsep Dasar Bermain Puzzle


A. Pengertian
Puzzle adalah permainan yang menyusun suatu gambar atau benda yang telah
dipecah dalam beberapa bagian. Cara memainkan puzzle adalah memisahkan kepingan-
kepingan yang dipisahkan lalu digabungkan kembali dan terbentuk menjadi sebuah
gambar. Puzzle sebuah permainan untuk menyatukan pecahan keping untuk membentuk
sebuah gambar atau tulisan yang telah ditentukan.
Puzzle merupakan permainan yang dapat digunakan melatih konsentrasi dan
meningkatkan daya ingat anak. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
puzzle merupakan alat permainan edukatif dengan membongkar pasang untuk
membentuk suatu gambar yang utuh. Disini peneliti menggunakan puzzle dengan gambar
angka untuk melatih kognitif anak
B. Tujuan Penggunaan Media Puzzle
Anak usia dini belajar melalui bermarin. Penggunaan media puzzle terhadap anak
yang diberikan dapat memberikan simbol dan pengetahuan karena anak usia dini belum
dapat berfikir abstrak sehingga harus diberikan pengalaman secara langsung atau berikan
benda konkrit.Sunarti mengatakan tujuan penggunaan media puzzle yaitu:
1. Mengenalkan anak beberapa strategi sederhana dalam menyelesaikan masalah.
2. Melatih kecepatan, kecermatan, dan ketelitian dalam menyelesaikan masalah.
3. Menanamkan sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah.

C. Macam-macam Puzzle
1. Mechanical Puzzles
Contoh dari jenis puzzle mekanik antara lain puzzle jigsaw, nail puzzle dan
kotak rubik.
2. Logic Puzzle
Contoh puzzle jenis ini diantaranya Sudoku, Picross dan logic grid puzzle.
3. Math Puzzle
Menggunakan game puzzle matematika akan membuat kesan yang
menyenangkan dalam memecahkan masalah perhitungan.
4. Word Puzzle
Contoh dari puzzle ini diantaranya teka-teki silang dan boggle.

D. Manfaat media puzzle


Penggunaan media Puzzle memiliki banyak manfaat untuk menstimulus enam aspek
perkembangan anak usia dini, terutama manfaat untuk meningkatkan perkembangan
kognitifnya. Melalui permainan puzzle maka anak dapat melatih ketangkasan jari,
koordinasi mata dan tangan, mengasah otak, mencocokan bentuk, melatih kesabaran,
memecahkan masalah. Terdapat beberapa maanfat penggunaan media puzzle, Yuliani
mengatakan tentang manfaat penggunaan media puzzle:
1. Mengasah otak, kecerdsan otak anak akan terlatih karena dalam bermain puzzle
akan melatih sel-sel otak untuk memecahkan masalah
2. Melatih koordinasi tangan dan mata, bermain puzzle melatih koordinasi mata dan
tangan karena anak harus mencocokkan kepingan-kepingan puzzle dan
menyusunnya satu gambar yang utuh.
3. Melatih membaca, membantu mengenal bentuk dan langkah penting menuju
pengembangan ketrampilan membaca.
4. Melatih nalar, bermain puzzle dalam bentuk manusia akan melatih nalar anak
karena anak akan menyimpulkan dimana lek kepala, tangan, kaki dan lainya
sesuai logika.
5. Melatih kesabaran, aktivitas bermain bermain puzzle akan melatuh kesabaran
karena saat bermain puzzle dibutuhkan kesabaran dalam menyelesaikan
permasalahan.
6. Melatih pengetahuan, bermain puzzle memberikan pengetahuan kepada anak-
anak untuk mengenal warna dan bentuk. Anak jugaakan belajar konsep dasar
binatang, alam sekitar, jenis-jenis benda, anatomi tubuh manusia dan lainya.
Beberapa manfaat tersebut sangat membantu anak dalam mengoptimalkan
perkembanganya terutama perkembangan kognitif dalam belajar dan
pemecahanmasalah. Berdasarkan manfaat diatas dapat dilihat bahwa media puzzle
dapat digunakan sebagai stimulus perkembangan anak terutama dalam
perkembangan kognitifnya.

E. Manfaat Puzzle
1. Melatih Memori
Bermain puzzle jelas akan membantu anak memahami dan mengikuti instruksi dalam
mencapai suatu tujuan.
2. Puzzle akan melatih memori, karena anak akan mencoba untuk mengingat kembali
potongan gambar, pola, atau kata-kata supaya bisa sesuai satu dengan lainnya.
3. Melatih Koordinasi Mata dan Tangan
Baik puzzle bergambar, teka-teki silang, atau bentuk yang cocok atau tidak cocok,
semua jenis game puzzle anak ini membutuhkan koordinasi antara mata dan tangan.
Melalui permainan puzzle, kemampuan anak untuk menghubungkan apa yang dilihat
oleh mata dan bagaimana tangan merespon terhadap hal itu bisa terasah dengan baik.
4. Mengasah Keterampilan Visuospasial
para ahli menemukan bahwa manfaat bermain puzzle yang rutin pada anak balita
adalah meningkatkan kemampuan keterampilan visuospasial. Keterampilan
visuospasial ini adalah suatu kemampuan yang berhubungan dengan persepsi dan
hubungan-hubungan ruang, Kemampuan ini bisa terasah jika anak rutin bermain
puzzle.
5. Mengembangkan rasa percaya diri anak pada kemampuannya.
6. Menumbuhkan empati, rasa hormat, dan menghargai orang lain.
7. Meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri dan
keterampilan sosial.
8. Belajar untuk mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat.
9. Mengasah kemampuan untuk memecahkan masalah lebih baik.
10. Melatih anak untuk bertanggung jawab atas perilakunya
F. Langkah – langkah Penggunaan Media Puzzle
Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak, melalui
bermain anak belajar mengenal lingkunganya. Kegiatan yang menyenangkan juga dapat
meninggatkan aktivitas sel otak secara aktif, dalam proses pembelajaran yang dilakukan
dukelas digunakannya suatu alat bantu atau media pembelajaran sebagai alat
menyampaikan informasi,misalnya dengan menggunakan media puzzle. Yulianti
mengatakan terdapat langkah-langkah penggunaan media puzzle yaitu sebagai berikut:
1. Lepaskan kepingan-kepingan puzzle dari tempatnya
2. Acak kepingan-kepingan puzzle tersebut
3. Mintalah anak untuk menyusunkan kembali kepingan-kepingan puzzle.

G. Kesimpulan
1. Bertujuan agar anak anak mampu bermain puzzle dengan baik.
2. Dapat mengasah otak motoric anak.
3. Melatih koordinasi mata dan tangan.
4. Serta menambah pengetahuan bagi anak anak sehingga anak anak mampu
berinteraksi dengan baik terhadap keadaan disekitar.

Anda mungkin juga menyukai