LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura di Bali yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan potensi ekspor yang cukup besar Cabai
dimanfaatkan sebagai penyedap makanan atau perangsang nafsu makan. Hal ini
dikarenakan rasa cabai yang pedas dan beraroma khas dapat membangkitkan
selera makan bagi orang-orang tertentu (Dewi 2009). Selain itu cabai dapat
membantu menyembuhkan kejang otot, sakit tenggorokan, alergi, melancarkan
sirkulasi darah dalam jantung, meringankan pegal dan dingin akibat rematik.
Kebutuhan cabai masyarakat yang besar membuat cabai menjadi salah satu
komoditas strategis yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.
Rendahnya produktivitas cabai disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu
diantaranya adalah faktor hama dan penyakit. Penyakit antraknosa pada tanaman
cabai merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan hampir selalu terjadi
di setiap areal tanaman cabai. Penyakit antraknosa selain mengakibatkan
penurunan hasil juga dapat merusak nilai estetika pada buah cabai. Penurunan
hasil akibat penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar dapat mencapai 50%
atau lebih (Semangun, 2007). Penyakit antraknosa tersebut disebabkan oleh jamur
Colletotrichum spp. Perkecambahan spora merupakan tahapan awal jamur untuk
berkembang dan bertumbuh. Perkecambahan spora pada jamur dipengaruhi oleh
faktor lingkungan anatara lain suhu, cahaya, derajat keasaman (pH), nutrisi dan
kelembaban. Bagi kebanyakan jenis spora jamur, kehadiran air penting untuk
perkecambahan. Beberapa spora mampu berkecambah pada kelembaban relatif
tinggi. Karena spora sebagian besar memiliki kadar air rendah, hidrasi merupakan
langkah awal yang penting dalam proses perkecambahan. Penyerapan air adalah
proses aktif dan memerlukan perubahan dalam permeabilitas dinding spora
(Anonim, 2014).. Menurut Suryaningsih et al. (1996), patogen antraknosa yang
paling banyak dijumpai menyerang tanaman cabai di Indonesia adalah jamur
Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides.
1
Jamur Colletotrichum spp. merupakan jamur parasit fakultatif dari Ordo
Melanconiales dengan ciri-ciri konidia (spora) tersusun dalam aservulus (struktur
aseksual pada jamur parasit). Jamur dari Genus Colletotrichum termasuk dalam
Class Deuteromycetes yang merupakan fase anamorfik (bentuk aseksual), dan
pada saat jamur tersebut dalam fase telemorfik (bentuk seksual) masuk dalam
Class Ascomycetes yang dikenal dengan jamur dalam Genus Glomerella
(Alexopoulos et al., 1996).
1.2 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Isolasi Jamur Colletotrichum spp. Pada Buah Cabai
14
diinokulasi tadi dalam biakan murni dan menunjukkan organisme yang sama
dengan yang diperoleh dari biakan pertama. Postulat-postulat diatas terutama
berlaku untuk patogen yang bukan tergolong dalam parasit obligat.
BAB III
METODE DAN PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : cawan petri,
erlenmeyer, beaker glass, tabung gelas, gelas ukur, hotplate, autoklaf, bunsen, ose,
pinset, spatula, pipet tetes, objek glass, cover glass, mikroskop dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : sampel tanaman inang, media
agar (PDA dan NA), aquades, alkohol, spritus, NaOCl, tissu, alumunium foil,
plastik wrap, kapas, kertas label.
15
erlemeyer dengan aluminium foil, sterilisasikan media dan Petridis selama 15
menit mangunakan outoclaf dengan suhu 121oC kemudian media dituag kedalam
cawan petri dan biarkan hingga memadat.
16
cloroc, selama 3 detik, dan celupkan kembali ke aquades selama 3 detik dank e
cloroc lagi sealama 3detik. Seteakh itu letakan dipetridis yang disterilkan tadi ke
media PDA yang telah dibuat sebelumnya. Pertama semprotkan tangan dan
memakai APD lengkap labor sbelum menanam jamur,tanamn potongan cabai
rawit yang terkenag iang ke dalam media PDA lalu tutup da pinggiran Petridis di
lilitkan dengan mengunakan plastic werp,letakan Petridis kedalam ruangan
inkubasi jamur. Setalah di inkubasi selama 2-3 hari maka tampak hifa jamur
tumbuh,pada hari ke 7 HST maka dilakukan pemurnian,pemurian di laukan
dengan cara pengambilan jamur yang tumbuh pada Petridis dengan ose yang
dicelupkan ke alcohol di panaskan terlebih dahulu dan dikibasangikan ose selama
beberapa detikdan memindahkannya ke Petridis yang baru setelah itu kembali di
inkubasi selama 2-3 hari.
3.3.5 Pengamatan
Tahap pengamtan yaitu dengan cara pewarnaan pada jamur,diamana Osee
dipanaskan terlebih dahulu menggunakan lambu Bunsen,Lalu kaca preparat di
jepit dengan penjempit,Kaca preparat di sterilkan menggunakan aquades lalu di
panaskan di atas lampu Bunsen,Setelah menggunakan aquades maka disiram
kembali dengan alkohol lalu dipanaskan kembali, Siram kembali menggunakan
aquades dan panaskan ,Setelah dilakukan maka selanjutnya ambillah sampel
bakteri/jamur hasil kultivikasi lalu letakkan diatas kaca preparat dan di gesek
menggunakan ose ,Setelah itu berikan pewarnan pada atas kaca preparat yang
telah ada kultivikasi tadi sambil di gesek diatas lampu Bunsen,Setelah itu diamkan
dan lakukan pengamatan mikroskopis.
17
Gambar 2 proses pengamatan jamur
BAB IV
4.1 Hasil
Penyebaran jamur (pathogen) ini sangat cepat dapat karena cairan (eksudat),
maupun faktor lain seperti angin yang membawa spora anthraknose, maupun
teknis seperti pergesekan antara tanaman atau manusia selain itu Penularan
penyakit antraknosa juga disebabkan oleh hembusan angin, percikan air hujan
termasuk penyemprotan pestisida, alat pertanian .antraknosa tersebut dapat
menginfeksi benih, bibit, buah cabai muda sampai buah cabai hampir matang.
18
Bahkan dalam penyimpanan pasca panen antraknosa masih dapat menyerang. dan
Jamur C. capsici yang terbawa oleh benih cabai pada saat benih berkecambah,
Hasil yang di temukan dalam penanaman jamur pada praktiku ini anraknosa
pada penyakit cabai terdapaat dua jamur pathogen yang dimana satu berwarna
hitam dan satu berwarna putih,jamur tersebut adalah jamur Colletotricum capsici
dan Gleosporium sp.. Kedua jenis jamur penyebab penyakit tersebut dapat
terserang. Jamur tidak hanya terdapat pada buah, tetapi juga terdapat pada batang,
daun, ranting atau tanaman muda yang tidak bergejala (tampak sehat). Jamur
berkembang karena dipicu oleh keadaan : Hujan intensitas tinggi Tanaman
tergenang terlalu lama. Jarak tanam terlalu rapat (populasi terlalu padat)
Kelembaban relatif tinggi (+/- 95%). Benih yang tidak sehat atu terinfeksi oleh
Colletotricum capsici. Lingkungan Pertanaman yang kurang bersih dan banyak
genanagan air dan gulma. Pupuk nitrogen yang terlalu tinggi ( tidak berimbang).
Tanah yang kekurangan unsur Kalsium.
19
jamur seperti ukuran, bentuk, septa dan warna dari spora pada media PDA diamati
di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x. Jamur Colletotrichum spp.
isolat PCS mempunyai bentuk spora silindris dengan panjang 7-14 µm dan lebar
3-5 µm, spora tidak bersepta dengan warna hyaline. Miselium jamur
Colletotrichum spp.
4.2 Pembahasan
20
ujung membulat atau meruncing panjangnya antara 10-16 µm dan lebarnya 5-7
µm dengan massa konidia berwarna hitam. Mikroorganisme tanah memiliki peran
penting dalam proses biogeokimia yang menentukan produktivitas tanaman
berfungsi sebagai inokulan mikroba dan berpengaruh terhadap kesehatan tanah.
Genus dominan dalam bidang tanaman pertanian yaitu spesies Aspergillus,
Penicillium dan Mucor (Chandrashekar dkk., 2014).
21
jamur Colletotrichum sp. memiliki konidia hialin dengan 1 sel, berbentuk ovoid
hingga sabit. Hyde et al. (2009) menyatakan bahwa ada banyak variasi dalam
bentuk konidia di antara Colletotrichum sp.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil yang di temukan dalam penanaman jamur pada praktiku ini
anraknosa pada penyakit cabai terdapaat dua jamur pathogen yang dimana satu
berwarna hitam dan satu berwarna putih,jamur tersebut adalah
jamur Colletotricum capsici dan Gleosporium sp.. Kedua jenis jamur penyebab
penyakit tersebut dapat terserang. Jamur tidak hanya terdapat pada buah, tetapi
juga terdapat pada batang, daun, ranting atau tanaman muda yang tidak bergejala
(tampak sehat). Jamur berkembang karena dipicu oleh keadaan : Hujan intensitas
tinggi Tanaman tergenang terlalu lama. Jarak tanam terlalu rapat (populasi terlalu
padat) Kelembaban relatif tinggi.
5.2 Saran
22
Untuk kedepannya waktu dan tempat untuk melaksanakan praktikum
diharapkan lebih efisiensi agar mengerjakan praktikum dengan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos, C.W., Mimms, and Blackwell. 1996. Introductory Mycology, Fourth
Edition. New York. John Willey & Sons, INC.
Astuti, Yunita Fitri, Joko Prasetyo, and Suskandini Ratih. "Pengaruh fungisida
propineb terhadap Colletotrichum spp. penyebab penyakit antraknosa pada
cabai merah." Jurnal Agrotek Tropika 2.1 (2014).
Badan Pusat Statistik. 2013. Luas Panen Produksi dan Produktivitas Cabai Tahun
Tahun 2012. http://www.bps.go.id html.
Bahar, Y.H. dan W. Nugraheni. 2008. Hasil Survei Produktivitas Hortikultura.
Diunduh 15 Oktober 2012.
Barnett HL, & Barry BH, 2003, Ilustrased Genera of Imperfect Fungi, 4 th ed,
American Phythopathological Society Press, St. Paul
23
Cannon PF, Damm U, Johnston PR, Weir BS, 2012, ‘Colletotrichum – current
status and future directions’, Studies in Mycology, no.73, hal. 181–213
Cano, J., J.Guarro, and J.Gene.2004. Molecular and morphological identification
of Colletotrichum species of clinical interest(American Society for
Microbiology). Journal of Clinical Microbiology 42:2450-2454.
Dewi TR. 2009. Analisis Permintaan Cabai Merah (Capsicum annuum L) di Kota
Surakarta [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret.
Hyde KD, Cai L, McKenzie EHC, Yang YL, Zhang JZ, Prihastuti H, 2009,
‘Colletotrichum: a catalogue of confusion’, Fungal Diversity, no.39, hal.1–
17
Rosanti, Kartika Try, Ika Rochdjatun Sastrahidayat, and Abdul Latief Abadi.
"Pengaruh jenis air terhadap perkecambahan spora jamur Colletotrichum
Capsici pada cabai dan Fusarium oxysporum f. sp. lycopersicii pada
tomat." Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) 2.3 (2014): 109-120.
Semangun, H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sudirga, Sang Ketut. "Isolasi dan identifikasi jamur Colletotrichum spp. isolat
PCS penyebab penyakit antraknosa pada buah cabai besar (Capsicum
annuum L.) di Bali." Jurnal Metamorfosa 3.1 (2016): 23-30.
Suryaningsih, E., R. Sutarya and A.S. Duriat. 1996. Penyakit Tanaman Cabai
Merah dan Pengendaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Watanabe T, 1937, Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of
Cultured Fungi and Key to Spesies, Edisi ke -2, Boca Raton London New
York Washington D.C
24