Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura di Bali yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan potensi ekspor yang cukup besar Cabai
dimanfaatkan sebagai penyedap makanan atau perangsang nafsu makan. Hal ini
dikarenakan rasa cabai yang pedas dan beraroma khas dapat membangkitkan
selera makan bagi orang-orang tertentu (Dewi 2009). Selain itu cabai dapat
membantu menyembuhkan kejang otot, sakit tenggorokan, alergi, melancarkan
sirkulasi darah dalam jantung, meringankan pegal dan dingin akibat rematik.
Kebutuhan cabai masyarakat yang besar membuat cabai menjadi salah satu
komoditas strategis yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.
Rendahnya produktivitas cabai disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu
diantaranya adalah faktor hama dan penyakit. Penyakit antraknosa pada tanaman
cabai merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan hampir selalu terjadi
di setiap areal tanaman cabai. Penyakit antraknosa selain mengakibatkan
penurunan hasil juga dapat merusak nilai estetika pada buah cabai. Penurunan
hasil akibat penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar dapat mencapai 50%
atau lebih (Semangun, 2007). Penyakit antraknosa tersebut disebabkan oleh jamur
Colletotrichum spp. Perkecambahan spora merupakan tahapan awal jamur untuk
berkembang dan bertumbuh. Perkecambahan spora pada jamur dipengaruhi oleh
faktor lingkungan anatara lain suhu, cahaya, derajat keasaman (pH), nutrisi dan
kelembaban. Bagi kebanyakan jenis spora jamur, kehadiran air penting untuk
perkecambahan. Beberapa spora mampu berkecambah pada kelembaban relatif
tinggi. Karena spora sebagian besar memiliki kadar air rendah, hidrasi merupakan
langkah awal yang penting dalam proses perkecambahan. Penyerapan air adalah
proses aktif dan memerlukan perubahan dalam permeabilitas dinding spora
(Anonim, 2014).. Menurut Suryaningsih et al. (1996), patogen antraknosa yang
paling banyak dijumpai menyerang tanaman cabai di Indonesia adalah jamur
Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides.

1
Jamur Colletotrichum spp. merupakan jamur parasit fakultatif dari Ordo
Melanconiales dengan ciri-ciri konidia (spora) tersusun dalam aservulus (struktur
aseksual pada jamur parasit). Jamur dari Genus Colletotrichum termasuk dalam
Class Deuteromycetes yang merupakan fase anamorfik (bentuk aseksual), dan
pada saat jamur tersebut dalam fase telemorfik (bentuk seksual) masuk dalam
Class Ascomycetes yang dikenal dengan jamur dalam Genus Glomerella
(Alexopoulos et al., 1996).

Infeksi cendawan patogen pada tanaman dapat mengakibatkan kerusakan


struktur jaringan yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian. Gejala
kerusakan yang terjadi pada tanaman cabai ditandai dengan bercak kuning
kecoklatan pada daun. Bercak kuning tersebut menunjukkan bahwa OPT telah
merusak jaringan daun sehingga menghambat proses fotosintesis metabolisme
tanaman yang mengakibatkan penurunan produksi cabai. Penurunan hasil
produksi tersebut dapat mengakibatkan kerugian pada para petani cabai salah
satunya petani cabai rawit, sehingga diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi
cendawan patogen pada cabai rawit di lahan pertanian Bogor. Penelitian ini
diharapkan akan menghasilkan informasi penting mengenai cendawan patogen
pada cabai sehingga selanjutnya dapat diketahui cara mengatasi cendawan
patogen tersebut. Implikasi hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan dan acuan untuk penelitian selanjutnya baik dalam fungsinya sebagai
biofertilizer dan atau biopestisida pada berbagai komoditas tanaman pangan dan
hortikultura, terutama pada tanaman cabai rawit di Bogor, Jawa Barat.

1.2 Tujuan

Mahasiswa mengetahui secara mikroskopik mikroorganisme patogen


penyebab penyakit pada tanaman yang efektif dengan mnegunakan metode
postulat Koch.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Isolasi Jamur Colletotrichum spp. Pada Buah Cabai

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang


bernilai ekonomi tinggi. Produktivitas cabai di Indonesia umumnya masih rendah
yaitu 5,5 ton/ha. Menurut Bahar dan Nugrahaeni (2008), potensi hasil yang dapat
dicapai ialah 17-21 ton ha-1 . Salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas
cabai di Indonesia adalah gangguan hama dan penyakit (Semangun, 2000).
Penyakit antraknosa merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan
rendahnya produktivitas cabai di Indonesia (Syukur et al., 2009). Penyakit
antraknosa pada cabai disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp.

Patogen saat ditemukan


dalam tubuh tanaman
sakit dapat
diidentifikasikan
dengan menggunakan buku
pedoman khusus sebagai
referensinya. Patogen yang
telah
dikenal dalam
menyebabkan penyakit
3
tanaman, kemudian
diagnosis sehingga dapat
diputuskan secara
lengkap menggunakan
referensi yang telah
tersedia. Organisme
yang ditemukan apabila
hanya berupa
kemungkinan dapat
menyebabkan penyakit dan
belum didukung penelitian
sebelumnya atau tidak
ditemukan dalam buku
pedoman
atau referensi, maka
langkah berikutnya dalam
4
diagnosis penyakit adalah
melakukan
uji hipotesis terhadap
isolat yang dicurigai
menyebabkan penyakit
dengan
menggunakan uji Postulat
Koch (Bos, 1990)
Patogen saat ditemukan
dalam tubuh tanaman
sakit dapat
diidentifikasikan
dengan menggunakan buku
pedoman khusus sebagai
referensinya. Patogen yang
telah
5
dikenal dalam
menyebabkan penyakit
tanaman, kemudian
diagnosis sehingga dapat
diputuskan secara
lengkap menggunakan
referensi yang telah
tersedia. Organisme
yang ditemukan apabila
hanya berupa
kemungkinan dapat
menyebabkan penyakit dan
belum didukung penelitian
sebelumnya atau tidak
ditemukan dalam buku
pedoman
6
atau referensi, maka
langkah berikutnya dalam
diagnosis penyakit adalah
melakukan
uji hipotesis terhadap
isolat yang dicurigai
menyebabkan penyakit
dengan
menggunakan uji Postulat
Koch (Bos, 1990)
Patogen saat ditemukan
dalam tubuh tanaman
sakit dapat
diidentifikasikan
dengan menggunakan buku
pedoman khusus sebagai
7
referensinya. Patogen yang
telah
dikenal dalam
menyebabkan penyakit
tanaman, kemudian
diagnosis sehingga dapat
diputuskan secara
lengkap menggunakan
referensi yang telah
tersedia. Organisme
yang ditemukan apabila
hanya berupa
kemungkinan dapat
menyebabkan penyakit dan
belum didukung penelitian
sebelumnya atau tidak
8
ditemukan dalam buku
pedoman
atau referensi, maka
langkah berikutnya dalam
diagnosis penyakit adalah
melakukan
uji hipotesis terhadap
isolat yang dicurigai
menyebabkan penyakit
dengan
menggunakan uji Postulat
Koch (Bos, 1990)
Patogen saat ditemukan
dalam tubuh tanaman
sakit dapat
diidentifikasikan
9
dengan menggunakan buku
pedoman khusus sebagai
referensinya. Patogen yang
telah
dikenal dalam
menyebabkan penyakit
tanaman, kemudian
diagnosis sehingga dapat
diputuskan secara
lengkap menggunakan
referensi yang telah
tersedia. Organisme
yang ditemukan apabila
hanya berupa
kemungkinan dapat
menyebabkan penyakit dan
10
belum didukung penelitian
sebelumnya atau tidak
ditemukan dalam buku
pedoman
atau referensi, maka
langkah berikutnya dalam
diagnosis penyakit adalah
melakukan
uji hipotesis terhadap
isolat yang dicurigai
menyebabkan penyakit
dengan
menggunakan uji Postulat
Koch (Bos, 1990)
Patogen saat ditemukan
dalam tubuh tanaman
11
sakit dapat
diidentifikasikan
dengan menggunakan buku
pedoman khusus sebagai
referensinya. Patogen yang
telah
dikenal dalam
menyebabkan penyakit
tanaman, kemudian
diagnosis sehingga dapat
diputuskan secara
lengkap menggunakan
referensi yang telah
tersedia. Organisme
yang ditemukan apabila
hanya berupa
12
kemungkinan dapat
menyebabkan penyakit dan
belum didukung penelitian
sebelumnya atau tidak
ditemukan dalam buku
pedoman
atau referensi, maka
langkah berikutnya dalam
diagnosis penyakit adalah
melakukan
uji hipotesis terhadap
isolat yang dicurigai
menyebabkan penyakit
dengan
menggunakan uji Postulat
Koch (Bos, 1990)
13
Buah cabai besar yang menunjukkan gejala penyakit antraknosa dibersihkan
dengan air mengalir dilanjutkan dengan air steril kemudian dipotong dengan
ukuran 1 x 1 cm pada bagian buah dengan gejala penyakit dan bagian sehat
kemudian ditaruh pada media PDA pada cawan Petri. Jamur yang tumbuh
kemudian diisolasi dan dimurnikan serta diidentifikasi secara morfologi dengan
mengamati bentuk spora dan hifanya. Untuk memastikan bahwa jamur yang
diisolasi dan dimurnikan tersebut penyebab penyakit antraknosa pada buah cabai
besar maka dilakukan uji Postulat Koch. Isolat jamur kemudian dipelihara pada
media PDA miring dan siap digunakan untuk pengujian selanjutnya,isolat yang
paling virulen terhadap buah cabai rawit, sehingga isolat ini diidentifikasi lebih
lanjut.

2.2 Identifikasi Jamur Colletotrichum spp.


Kultur murni isolat jamur diidentifikasi secara makroskopik dan mikroskopik
berdasarkan karakteristik morfologi dan pigmentasi pada media PDA
menggunakan kunci identifikasi dari Pit dan Hocking (1997). Identifikasi
jamur Colletotrichumspp. isolat PCS secara molekuler untuk mengetahui spesies
jamur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Bakteri Program
Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor. Identifikasi molekuler jamur dilakukan berdasarkan
analisis gen 18S rRNA (Photita et al., 2005).
Langkah awal dalam mendiagnosis penyakit tanaman adalah menentukan
apakah penyakit tersebut disebabkan oleh patogen atau faktor lingkungan.
Mengidentifikasi penyebab penyakit yang belum diketahui sebelumnya dilakukan
dengan Postulat Koch. Koch pada tahun 1882 telah membuat postulat-postulat
(ketentuan-ketentuan) yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk menetapkan
penyebab sesuatu penyakit infeksi.
Postulat- Postulat Koch itu adalah sebagai berikut, pertama Penyebab penyakit
harus selalu terdapat pada tanaman atau bagian tanaman yang menunjukkan gejala
penyakit kemudian,Penyebab penyakit tersebut harus dapat diisolasi dan dipelajari
dalam biakan murni,Biakan murni tersebut harus dapat diinokulasikan pada
tanaman yang sama (satu biotipe) dan menunjukkan gejala yang sama
pula,Penyebab penyakit tersebut harus dapat direisolasikan dari tanaman yang

14
diinokulasi tadi dalam biakan murni dan menunjukkan organisme yang sama
dengan yang diperoleh dari biakan pertama. Postulat-postulat diatas terutama
berlaku untuk patogen yang bukan tergolong dalam parasit obligat.

Untuk melaksanakan postulat koch, diperlukan cara bekerja yang


khusus.,Isolasi penyebab penyakit dari bagian tanaman yang sakit dan
mengadakan pembiakan murni,Mempelajari sifat-sifat penyakit dalam biakan
murni,Mengadakan inokulasi penyebab penyakit pada bagian tanaman sehat
Untuk keperluan pekerjaan tersebut diatas, perlu diketahui sebelumnya cara-cara
sterilisasi, pembuatan media biakan dan lain-lainnya yang akan dibahas dalam bab
berikutnya.

BAB III
METODE DAN PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan praktikum kelima Jasad Renik Pengganggu Tumbuhan


dilaksanakan pada hari rabu 24 mei 2023 di laboratorium entomologi gedung Al-
Maidah Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : cawan petri,
erlenmeyer, beaker glass, tabung gelas, gelas ukur, hotplate, autoklaf, bunsen, ose,
pinset, spatula, pipet tetes, objek glass, cover glass, mikroskop dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : sampel tanaman inang, media
agar (PDA dan NA), aquades, alkohol, spritus, NaOCl, tissu, alumunium foil,
plastik wrap, kapas, kertas label.

3.3 Pelaksanaan Praktikum


3.3.1 Pembuatan media Potato dextrose Agar (PDA)
Dalam pembuatan PDA alngakh pertama yang harus dilakukan yaitu
degan menghitung kebutuhan PDA dan Aquadess,Powder PDA sebanyak 2,4
gram, kemudian masukan kedama elemeyer, lalu masuka 60 ml aqudes,
homogeny mengunakan hotplate dan magnetic stirrer, setelah itu bungkus mulut

15
erlemeyer dengan aluminium foil, sterilisasikan media dan Petridis selama 15
menit mangunakan outoclaf dengan suhu 121oC kemudian media dituag kedalam
cawan petri dan biarkan hingga memadat.

Gambar 1 Pembuatan Media

3.3.3 Tahapan sterilisasi dan Permurnian


Sterilisasi di dalam laboratorium mikrobiologi menjadi bagian yang
penting untuk menghindari hasil positif palsu. Sterilisasi terhadap alat dan bahan
sebelum pelaksanaan kegiatan praktikum mikrobiologi membantu hasil atau
identifikasi yang akurat terhadap pemeriksaan mikrobiologi. Demikian pula
proses desinfeksi dan teknik aseptik oleh praktikan juga tidak dapat dilupakan
karena akan mempengaruhi hasil. Sehingga dalam materi ajar ini akan
disampaikan mengenai sterilisasi, desinfeksi, dan teknik aseptik.

Gambar 1 potongan cabai yang akan ditanam

Tahap sterilisasi di awali dengan pengambilan tanaman sampel (bagian


tanaman ianag yang terserang seperti daun,buah Bungan atau biji) di sterilisasikan
mengunakan clorof 5%.pertama potong tanaman inang atau potong buah cabai
yang terserang jamur dengan ukurab 1cm x 1 cm,keudiann celupkan kelarutan

16
cloroc, selama 3 detik, dan celupkan kembali ke aquades selama 3 detik dank e
cloroc lagi sealama 3detik. Seteakh itu letakan dipetridis yang disterilkan tadi ke
media PDA yang telah dibuat sebelumnya. Pertama semprotkan tangan dan
memakai APD lengkap labor sbelum menanam jamur,tanamn potongan cabai
rawit yang terkenag iang ke dalam media PDA lalu tutup da pinggiran Petridis di
lilitkan dengan mengunakan plastic werp,letakan Petridis kedalam ruangan
inkubasi jamur. Setalah di inkubasi selama 2-3 hari maka tampak hifa jamur
tumbuh,pada hari ke 7 HST maka dilakukan pemurnian,pemurian di laukan
dengan cara pengambilan jamur yang tumbuh pada Petridis dengan ose yang
dicelupkan ke alcohol di panaskan terlebih dahulu dan dikibasangikan ose selama
beberapa detikdan memindahkannya ke Petridis yang baru setelah itu kembali di
inkubasi selama 2-3 hari.
3.3.5 Pengamatan
Tahap pengamtan yaitu dengan cara pewarnaan pada jamur,diamana Osee
dipanaskan terlebih dahulu menggunakan lambu Bunsen,Lalu kaca preparat di
jepit dengan penjempit,Kaca preparat di sterilkan menggunakan aquades lalu di
panaskan di atas lampu Bunsen,Setelah menggunakan aquades maka disiram
kembali dengan alkohol lalu dipanaskan kembali, Siram kembali menggunakan
aquades dan panaskan ,Setelah dilakukan maka selanjutnya ambillah sampel
bakteri/jamur hasil kultivikasi lalu letakkan diatas kaca preparat dan di gesek
menggunakan ose ,Setelah itu berikan pewarnan pada atas kaca preparat yang
telah ada kultivikasi tadi sambil di gesek diatas lampu Bunsen,Setelah itu diamkan
dan lakukan pengamatan mikroskopis.

17
Gambar 2 proses pengamatan jamur

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penyebaran jamur (pathogen) ini sangat cepat dapat karena cairan (eksudat),
maupun faktor lain seperti angin yang membawa spora anthraknose, maupun
teknis seperti pergesekan antara tanaman atau manusia selain itu Penularan
penyakit antraknosa juga disebabkan oleh hembusan angin, percikan air hujan
termasuk penyemprotan pestisida, alat pertanian .antraknosa tersebut dapat
menginfeksi benih, bibit, buah cabai muda sampai buah cabai hampir matang.

18
Bahkan dalam penyimpanan pasca panen antraknosa masih dapat menyerang. dan
Jamur C. capsici yang terbawa oleh benih cabai pada saat benih berkecambah,

Hasil yang di temukan dalam penanaman jamur pada praktiku ini anraknosa
pada penyakit cabai terdapaat dua jamur pathogen yang dimana satu berwarna
hitam dan satu berwarna putih,jamur tersebut adalah jamur Colletotricum capsici
dan Gleosporium sp.. Kedua jenis jamur penyebab penyakit tersebut dapat
terserang. Jamur tidak hanya terdapat pada buah, tetapi juga terdapat pada batang,
daun, ranting atau tanaman muda yang tidak bergejala (tampak sehat). Jamur
berkembang karena dipicu oleh keadaan : Hujan intensitas tinggi Tanaman
tergenang terlalu lama. Jarak tanam terlalu rapat (populasi terlalu padat)
Kelembaban relatif tinggi (+/- 95%). Benih yang tidak sehat atu terinfeksi oleh
Colletotricum capsici. Lingkungan Pertanaman yang kurang bersih dan banyak
genanagan air dan gulma. Pupuk nitrogen yang terlalu tinggi ( tidak berimbang).
Tanah yang kekurangan unsur Kalsium.

Gambar 3 jamur Colletotricum capsici dan Gleosporium sp


Hasil identifikasi secara makrokopis menunjukkan bahwa jamur
Colletotrichum spp. media PDA menghasilkan banyak miselium, koloni berwarna
putih abu-abu, sebalik koloni berwarna coklat kehitaman, pertumbuhannya lambat
(3-6 mm dalam 24 jam), dan pada kultur yang sudah tua (lebih dari 15 hari)
muncul noda-noda hitam pada permukaan koloni. Pengamatan ciri mikroskopik

19
jamur seperti ukuran, bentuk, septa dan warna dari spora pada media PDA diamati
di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x. Jamur Colletotrichum spp.
isolat PCS mempunyai bentuk spora silindris dengan panjang 7-14 µm dan lebar
3-5 µm, spora tidak bersepta dengan warna hyaline. Miselium jamur
Colletotrichum spp.

4.2 Pembahasan

Jamur Colletotrichum spp. ditemukan berasosiasi dengan buah cabai besar


yang menunjukkan gejala penyakit antraknosa pada cabai Ada tiga isolat jamur
Colletotrichum spp. diperoleh pada penelitian ini yaitu isolat. Berdasarkan uji
postulat Koch terbukti bahwa ketiga isolat tersebut bisa menimbulkan gejala
penyakit antraknosa pada buah cabai seperti disajikan pada Gambar 3

Gambar 3 busuk pada cabai

Hasil pengamatan karakterisasi morfologi secara makroskopik dan


mikroskopik pada cendawan yang termasuk genus Colletotrichum pada media
PDA warna koloni pada permukaan atas dan bawah berwarna putih tidak memiliki
zonasi. Pengamatan secara mikroskopik mempunyai konidia/spora bulat silendris,
dengan hifa bersepta dan hialin. Jamur Colletotrichum spp. merupakan jamur
parasit fakultatif dari Ordo Melanconiales dengan ciri-ciri konidia (spora)
tersusun dalam aservulus (struktur aseksual pada jamur parasit). Jamur dari Genus
Colletotrichum termasuk dalam Class Deuteromycetes yang merupakan fase
anamorfik (bentuk aseksual), dan pada saat jamur tersebut dalam fase telemorfik
(bentuk seksual) masuk dalam Class Ascomycetes yang dikenal dengan jamur
dalam Genus Glomerella (Alexopoulos et al., 1996). Menurut Dickman (1993),
ciri-ciri umum jamur dari Genus Colletotrichum yaitu memiliki hifa bersekat dan
bercabang serta menghasilkan konidia yang transparan dan memanjang dengan

20
ujung membulat atau meruncing panjangnya antara 10-16 µm dan lebarnya 5-7
µm dengan massa konidia berwarna hitam. Mikroorganisme tanah memiliki peran
penting dalam proses biogeokimia yang menentukan produktivitas tanaman
berfungsi sebagai inokulan mikroba dan berpengaruh terhadap kesehatan tanah.
Genus dominan dalam bidang tanaman pertanian yaitu spesies Aspergillus,
Penicillium dan Mucor (Chandrashekar dkk., 2014).

Gambar Jamur Colletotrichum spp


Jamur anggota genus Colletotrichum merupakan jamur golongan
Ascomycota yang secara teleomorph dikenal juga sebagai jamur anggota genus
Glomerella, dikarenakan telah ditemukannya struktur reproduksi seksual berupa
askospora. Secara aseksual Colletotrichum sp. dapat memproduksi
konidiospora/konidia dan secara seksual mampu memproduksi askospora
(Cannon et al., 2012; De Silva et al., 2017). Jamur anggota spesies Colletotrichum
sp. (WA2) yang diisolasi dari buah cabai rawit bergejala antraknosa memiliki
karakteristik makromorfologis yakni koloni jamur berwarna putih dengan hifa
menebal seperti kapas dan halus serta tepi koloni rata. Bagian bawah koloni jamur
berwarna putih hingga krem muda dengan pusat koloni berwarna merah muda
hingga keunguan Hal ini sesuai dengan pernyataan Barnett dan Barry (2003),
bahwa jamur anggota genus Colletotrichum memiliki karakteristik
makromorfologis koloni berwarna putih dan tekstur koloni halus seperti kapas.

Secara mikromorfologis jamur anggota spesies Colletotrichum sp. memiliki


makrokonidia berbentuk silindris dengan ujung tumpul, mikrokonidia berbentuk
ovoid dan bersifat hialin Menurut Bannett & Hunter (1972) dan Watanabe (1937)

21
jamur Colletotrichum sp. memiliki konidia hialin dengan 1 sel, berbentuk ovoid
hingga sabit. Hyde et al. (2009) menyatakan bahwa ada banyak variasi dalam
bentuk konidia di antara Colletotrichum sp.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil yang di temukan dalam penanaman jamur pada praktiku ini
anraknosa pada penyakit cabai terdapaat dua jamur pathogen yang dimana satu
berwarna hitam dan satu berwarna putih,jamur tersebut adalah
jamur Colletotricum capsici dan Gleosporium sp.. Kedua jenis jamur penyebab
penyakit tersebut dapat terserang. Jamur tidak hanya terdapat pada buah, tetapi
juga terdapat pada batang, daun, ranting atau tanaman muda yang tidak bergejala
(tampak sehat). Jamur berkembang karena dipicu oleh keadaan : Hujan intensitas
tinggi Tanaman tergenang terlalu lama. Jarak tanam terlalu rapat (populasi terlalu
padat) Kelembaban relatif tinggi.
5.2 Saran

22
Untuk kedepannya waktu dan tempat untuk melaksanakan praktikum
diharapkan lebih efisiensi agar mengerjakan praktikum dengan nyaman.

DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos, C.W., Mimms, and Blackwell. 1996. Introductory Mycology, Fourth
Edition. New York. John Willey & Sons, INC.
Astuti, Yunita Fitri, Joko Prasetyo, and Suskandini Ratih. "Pengaruh fungisida
propineb terhadap Colletotrichum spp. penyebab penyakit antraknosa pada
cabai merah." Jurnal Agrotek Tropika 2.1 (2014).
Badan Pusat Statistik. 2013. Luas Panen Produksi dan Produktivitas Cabai Tahun
Tahun 2012. http://www.bps.go.id html.
Bahar, Y.H. dan W. Nugraheni. 2008. Hasil Survei Produktivitas Hortikultura.
Diunduh 15 Oktober 2012.
Barnett HL, & Barry BH, 2003, Ilustrased Genera of Imperfect Fungi, 4 th ed,
American Phythopathological Society Press, St. Paul

23
Cannon PF, Damm U, Johnston PR, Weir BS, 2012, ‘Colletotrichum – current
status and future directions’, Studies in Mycology, no.73, hal. 181–213
Cano, J., J.Guarro, and J.Gene.2004. Molecular and morphological identification
of Colletotrichum species of clinical interest(American Society for
Microbiology). Journal of Clinical Microbiology 42:2450-2454.
Dewi TR. 2009. Analisis Permintaan Cabai Merah (Capsicum annuum L) di Kota
Surakarta [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret.
Hyde KD, Cai L, McKenzie EHC, Yang YL, Zhang JZ, Prihastuti H, 2009,
‘Colletotrichum: a catalogue of confusion’, Fungal Diversity, no.39, hal.1–
17
Rosanti, Kartika Try, Ika Rochdjatun Sastrahidayat, and Abdul Latief Abadi.
"Pengaruh jenis air terhadap perkecambahan spora jamur Colletotrichum
Capsici pada cabai dan Fusarium oxysporum f. sp. lycopersicii pada
tomat." Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) 2.3 (2014): 109-120.
Semangun, H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sudirga, Sang Ketut. "Isolasi dan identifikasi jamur Colletotrichum spp. isolat
PCS penyebab penyakit antraknosa pada buah cabai besar (Capsicum
annuum L.) di Bali." Jurnal Metamorfosa 3.1 (2016): 23-30.
Suryaningsih, E., R. Sutarya and A.S. Duriat. 1996. Penyakit Tanaman Cabai
Merah dan Pengendaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Watanabe T, 1937, Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of
Cultured Fungi and Key to Spesies, Edisi ke -2, Boca Raton London New
York Washington D.C

24

Anda mungkin juga menyukai