Anda di halaman 1dari 15

INOKULASI VIRUS TANAMAN

Oleh:
Nama : Seruni Tyas Khairunissa
NIM : B1J011075
Kelompok : 6
Rombongan : I
Asisten : Uli Nurjanah




LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI







KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2014

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tanaman merupakan adanya penurunan dari keadaan normal dari tanaman
yang menyela atau memodifikasi fungsi-fungsi vitalnya. Penyakit tanaman sebagian besar
disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus. Penyakit tanaman lebih sering diklasifikasikan oleh
gejala mereka daripada oleh agen penyakit, karena penemuan agen mikroskopis seperti bakteri
tanggal hanya dari 19 persen. Penyakit tanaman adalah suatu keadaan dimana tumbuhan
mengalami gangguan fungsi fisiologis secara terus menerus sehingga menimbulkan gejala dan
tanda. Gangguan fisiologis ini disebabkan oleh faktor biotik (bakteri, cendawan, virus dan
nematoda) maupun faktor abiotik (suhu, kelembaban, unsur hara mineral). Salah satu cara
mengetahui faktor biotik apa yang menyebabkan penyakit dilakukan suatu kegiatan
berdasarkan Postulat Koch (Semangun, 1996).
Postulat Koch dikemukakan pertama kali oleh Robert Koch (1843-1910). Koch
memberikan rumusan berupa sejumlah kondisi yang harus dipenuhi sebelum salah satu faktor
biotik (organisme) dianggap sebagai penyebab penyakit. Rumusan tersebut dikenal dengan
Postulat Koch (Kochs Postulates). Postulat Koch menyebutkan, untuk menetapkan suatu
organisme sebagai penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi sejumlah
syarat. Pertama, organisme selalu berasosiasi dengan inang dalam semua kejadian penyakit.
Kedua, organisme (patogen) dapat diisolasi dan dikulturkan menjadi biakan murni. Ketiga, hasil
isolasi saat diinokulasikan pada tanman sehat akan menghasilkan gejala penyakit yang sama
dengan tanaman yang telah terkena penyakit. Keempat, dari tanaman yang telah diinokulasi
didapatkan hasil isolasi yang sama dengan hasil isolasi yang pertama. Postulat Koch ini hanya
dapat digunakan dalam pembuktian jenis patogen yang bersifat tidak parasit obligat. Parasit
obligat adalah parasit yang tidak dapat hidup tanpa ada inangnya. Oleh karena itu, patogen
parasit obligat tidak dapat dibiakan dalam laboratorium (Pracaya, 2007).
Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai panduan umum untuk
mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik tertentu. Walaupun dalam
masa Koch, dikenal beberapa penyebab infektif yang memang bertanggung jawab pada suatu
penyakit dan tidak memenuhi semua postulatnya. Usaha untuk menjalankan postulat Koch
semakin kuat saat mendiagnosis penyakit yang disebabkan virus pada akhir abad ke-19. Pada
masa itu virus belum dapat dilihan atau diisolasi dalam kultur. Kini, beberapa penyebab infektif
diterima sebagai penyebab penyakit walaupun tidak memenuhi semua isi postulat. Oleh karena
itu, dalam penegakkan diagnosis mikrobiologis tidak diperlukan pemenuhan keseluruhan
postulat (Susilawati, 2001).


B. Tujuan
Tujuan dari praktikum inokulasi virus tanaman adalah adalah memberikan pemahaman
praktik postulat koch dalam penularan penularan penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus
tumbuhan khususnya mengetahui bagaimana cara penularan virus dari tanaman yang satu ke
tanaman yang lain dengan metode sap.


II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum inokulasi virus tanaman adalah mortar and
pastle, beaker glass, benang dan cutton bud.
Bahan yang digunakan pada praktikum inokulasi virus tanaman adalah tanaman kacang
panjang berumur 2 minggu, tanah untuk media penanaman, polybag, beberapa lembar daun
kacang panjang yang terinfeksi virus, arang, plastik transparan, akuades steril, kertas label,
kertas saring.

B. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum inokulasi virus tanaman yaitu :
Pembuatan ekstrak atau sap dari daun yang berpenyakit
1. Sediakan beberapa helai daun kacang kacangan yang terkena penyakit
2. Daun yang sakit (usahakan dari daun yang ke 3 atau ke 4) dan akuades dimasukkan
dalam mortar dan kemudian dilumatkan dengan pestle
3. Daun yang telah dilumatkan disaring dengan kertas saring sampai sap yang diperoleh
hanya berupa cairan atau ekstrak.
Pengujian
1. Pengujian dilakukan pada tanaman kacang tanah dan kacang panjang yang berumur 2
minggu
2. Tahapan inokulasi patogen dilakukan dengan melukai daun yang sehat pada kacang
tanah dan kacang panjang dengan menggunakan cutton bud yang telah ditempelkan
arang
3. Cutton bud steril dicelupkan dalam sap tanaman yang memiliki tanda-tanda penyakit
virus yang telah disaring. Kemudian inokulasikan daun tersebut pada daun yang telah
dilukai pada tanaman kacang panjang dan kacang tanah.
4. Setelah proses inokulasi dilakukan pada kedua tanaman tersebut, kemudian daun yang
telah diberi sap ditutup dengan plastik transparan. Selain itu, tutup juga 1 daun pada
masing masing tanaman yang digunakan sebagai tanaman kontrol.
5. Amati setiap hari perubahan yang terjadi pada daun yang diinokulasi maupun daun
kontrol selama 7 hari.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

Gambar 1. Daun Kontrol Gambar 2. Daun yang Terinfeksi Virus


Gambar 3. Daun Sampel 1 Gambar 4. Daun Sampel 2

Tabel 1. Data Rombongan Postulat Koch
Kelompok Sampel Kontrol Perlakuan
1 Daun 2 - +, gejala sistemik, daun bercak putih
2 Daun 1 + +, gejala lokal, daun bercak kuning
3 Daun 2 + +, gejala sistemik, daun bercak kuning
4 Daun 1 + +, gejala sistemik, daun bercak kuning
5 Daun 2 + +, gejala lokal, daun berwarna kuning, bercak hitam
6 Daun 1 - +, gejala sistemik, daun menguning, bercak cokelat


B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil positif untuk semua sampel yang diberi
sap daun yang terinfeksi virus. Kelompok 1, 3, dan 5 menggunakan daun sampel yang terinfeksi
virus 2, sedangkan kelompok 2, 4, dan 6 menggunakan daun sampel yang terinfeksi virus 1.
Hasil dari pemeliharaan daun tersebut adalah positif untuk semua daun sampel yang sesuai
menurut Zhou dan Tzanetakis (2013), yaitu daun sehat yang telah diberi sap daun yang
terinfeksi virus setelah masa pemeliharaan akan memberika gejala yang serupa dengan daun
yang terinfeksi virus. Hal tersebut sesuai dengan postulat Koch yaitu 1. Organism harus
menimbulkan penyakit, 2. Organism yang menimbulkan penyakit tersebut harus dapat diisolasi
dan ditumbuhkan dalam kultur murni, 3. Kultur murni tersebut haru menimbulkan gejala yang
serupa, dan 4. Organism tersebut harus dapat diisolasi dari kultur murni dan memberikan
gejala yang sama jika diinfeksikan ke kultur yang lain (Tabrah, 2011).
Inokulum SMV yang digunakan berasal dari daun tanaman kedelai yang menunjukkan
gejala terinfeksi SMV. Sebelum inokulum SMV digunakan pada penelitian ini, terlebih dahulu
dilakukan identifikasi menggunakan tanaman indikator. Inokulum berbentuk sap diinokulasikan
secara mekanis pada tanaman Indikator yaitu, Zinnia elegans, Vigna unguiculata dan
Gomphrena globosa. Pembuatan sap terbagi menjadi dua yaitu pembuatan sap SMV dan
pembuatan sap daun sehat. Penularan virus menggunakan cara mekanis. Kemudian inokulum
SMV untuk percobaan disiapkan dalam bentuk sap. Daun tanaman kedelai yang menampakkan
gejala sakit karena infeksi SMV dicuci dan dipotong-potong. Daun yang sudah dipotong-potong
diambil 5gr dan ditumbuk dengan mortar. Setelah daun lunak ditambahkan larutan buffer
phospat 10 ml (0,01M). Sap diperoleh dengan cara melakukan penyaringan menggunakan kain
kasa. Pembuatan sap daun sehat sama dengan pembuatan sap SMV hanya saja daun yang
digunakan merupakan daun sehat. Penularan sap dilakukan pada daun muda kedelai yang
berumur 15 hari setelah tanam. Permukaan daun kedelai yang akan diinokulasi ditaburi dengan
karborundum 600 mesh. Sap tanaman dioleskan menggunakan jari pada daun kedelai yang
telah ditaburi karborundum 600 mesh. Sebelum permukaaan daun kering dari sap daun
dibasahi dengan aquades menggunakan spray. Pengamatan dilakukan mulai satu hari setelah
inokulasi sampai munculnya gejala pertama pada semua perlakuan (Putri et al., 2013).
Postulat Koch merupakan metode yang dapat diaplikasikan terhadap penyakit virus
untuk menunjukkan bahwa patogennya adalah virus atau bahwa virus adalah patogenik, akan
tetapi postulat tersebut harus didefinisikan kembali sebagai berikut : (1) patogen harus
menyertai penyakit, (2) patogen harus dapat diisolasi dari tumbuhan yang sakit dengan syarat
terpisah dari kontaminan, memperbanyak diri dalam inang perkembangbiakan, dapat
dimurnikan secara fisiko kimia, serta dapat diidentifikasi sifat-sifatnya yang hakiki, (3) apabila
diinokulasikan ke dalam tumbuhan inang yang sehat, harus dapat menghasilkan kembali
penyakit serupa, (4) patogen yang sama harus dapat ditunjukkan ada di dalam tumbuhan
percobaan dan harus dapat diisolasikan kembali (Akin, 2006).
Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya virus
yang menginfeksi suatu tumbuhan. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai
panduan umum untuk mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik
tertentu. Postulat Koch tetap dianggap esensial untuk menentukan diagnosis yang handal
mengenai penyakit infeksi. Penerapan postulat tersebut telah memberi keterangan tentang
sifat berbagai macam penyakit dan sangat membantu untuk membeda-bedakannya. Postulat
Koch dapat diaplikasikan terhadap penyakit virus untuk menunjukkan bahwa patogennya
adalah virus, jika :
1. Virus harus menyertai penyakit
2. Virus harus dapat diisolasi dari tumbuhan yang sakit
3. Jika diinokulasikan ke dalam tumbuhan inang yang sehat, harus dapat menghasilkan
kembali penyakit yang serupa
4. Virus yang sama harus dapat ditunjukkan ada di dalam tumbuhan percobaan dan harus
dapat diisolasi kembali (Bos, 1990).
Tanaman yang terserang virus biasanya menyebabkan berbagai macam gejala pada
sebagian atau seluruh bagian dari tumbuhan. Gejala ini biasanya penurunan laju pertubuhan
dari tanaman itu sendiri yang megakibatkan pengerdilan dan tanaman menjadi berumur lebih
pendek. Gejala lain yang di akibatkan virus yaitu terdapat garis garis hijau gelap putus putus
sepanjang tulang daun lateral, ada bercak- bercak dan akan terlihat jelas jika dilihat dari bawah
permukaan daun (Bos, 1983).
Virus tanaman memiliki bentuk yang berbeda beda seperti isometric (bola/bulat),
memanjang (helical), atau bentuk lainnya seperti basilus, peluru atau berekor. Permukaan
partikel virus umumnya tidak rata dan terdiri dari tonjolan-tonjolan yang merupakan subunit
dengan jumlah tertentu. Virus tanaman tidak dapat menenmbus kutikula inangnya, sehingga
perlu adanya perlukaan agar virus dapat menginfeksi iangnya. Virus tersebut dapat menginfeksi
melalui vector seperti serangga atau perlukaan alami seperti abrasi dari jaringan akar ketika
tumbuh dalam tanah. Infeksi virus sangat bergantung pada kemampuan sintesisnya (Nurhayati,
2012).
Penularan virus pada tanaman dapat melalui perbanyakan vegetatif (okulasi,
sambungan, rizom, umbi), secara mekanis dengan sap yang menempel pada alat pertanian dan
tangan (pada PVX dan TMV), vektor serangga, nematoda, akarina, jamur, dan tumbuhan tingkat
tinggi parasit dan benih. Benih terinfeksi merupakan sumber penting penularan dan
penyebaran virus di lapang, karena dari benih terinfeksi akan dihasilkan tanaman muda sakit
dan karena tersebar secara acak di lapang maka benih berfungsi sebagai sumber inokulum yang
efisien (Saleh, 2003).
Menurut Yayan (2012), sel tumbuhan adalah sel eukariotik yang mirip dengan sel
hewan. Sel tumbuhan namun, memiliki dinding sel yang hampir tidak mungkin bagi virus untuk
melanggar untuk menyebabkan infeksi. Akibatnya, virus tanaman biasanya menyebar melalui
dua mekanisme umum: transmisi horizontal dan penularan vertikal.
* Horisontal Transmisi
Dalam jenis transmisi, virus tanaman ditularkan sebagai hasil dari sumber eksternal. Dalam
rangka untuk "menyerang" pabrik, virus harus menembus lapisan luar pelindung tanaman.
Tanaman yang telah rusak oleh cuaca, pemangkasan, atau vektor seperti bakteri, jamur dan
serangga biasanya lebih rentan terhadap virus. Transmisi horizontal juga terjadi dengan
metode buatan tertentu reproduksi vegetatif biasanya dipekerjakan oleh hortikulturis dan
petani. Tanaman pemotongan dan penyambungan adalah mode umum yang digunakan virus
tanaman dapat ditularkan (Yayan, 2012).
* Vertikal Transmisi
Dalam transmisi vertikal, virus ini diwariskan dari orangtua. Jenis penularan terjadi dalam
reproduksi aseksual dan seksual baik. Dalam metode reproduksi aseksual seperti perbanyakan
vegetatif, keturunannya berkembang dari dan secara genetik identik dengan tanaman tunggal.
Ketika tanaman baru berkembang dari batang, akar, umbi, dll dari tanaman induk, virus ini
diteruskan kepada tanaman berkembang. Pada reproduksi seksual, penularan virus terjadi
sebagai akibat dari infeksi benih (Yayan, 2012).
Tanaman kacang-kacangan (leguminosae) merupakan tanaman yang sering digunakan
untuk uji Postulat Koch. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan tanaman yang relatif cepat
sehingga mudah diamati gejala yang ditimbulkan apabila terdapat penyakit yang disebabkan
oleh berbagai macam agen penginfeksi. Penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah di
Indonesia, pada umumnya adalah penyakit layu bakteri, bercak daun awal, bercak daun lambat,
dan karat yang masing-masing disebabkan oleh Ralstonia solanacearum, Cercospora
arachidicola, Cercosporidium personatum, dan Puccinia arachidis. Penyakit karat daun Puccinia
arachidis merupakan penyakit yang cukup berbahaya pada pertanaman kacang tanah. Puccinia
arachidis sendiri merupakan cendawan parasit obligat yang tidak dapat hidup sebagai secara
saprofit. Virus yang menyerang kacang-kacangan misalnya PStv dan PmoV yang dapat
menimbulkan gejala bilur (blotch) pada kacang tanah (Semangun, 1991).
Tanaman kacang panjang sangat berpotensial untuk dikembangkan sebagai usaha tani,
karena selain mudah dibudidayakan, pangsa pasarnya juga cukup tinggi. Salah satu kendala
dalam usaha dalam meningkatkan produksi kacang panjang adalah gangguan penyakit
tanaman. Beberapa penyakit diantaranya layu (Fusarium sp.), antraknosa (Colletotrichum sp.),
nematoda puru akar (Meloidogyne sp.), dan penyakit mosaik. Penyakit mosaik pada kacang
panjang dapat ditularkan melalui vektor yaitu Aphis craccivora, vektor ini banyak ditemukan
pada tangkai bunga tanaman kacang-kacangan. A. craccivora dapat menularkan lebih dari 30
virus tanaman secara non persisten, oleh karena itu, peranan A. craccivora dalam menularkan
virus di lapang sangat penting, apalagi kutu daun (A. Craccivora) ada sepanjang tahun. Penyakit
mosaik dapat ditularkan melalui benih, dan secara mekanis. Penyakit mosaik merupakan
penyakit tanaman kacang panjang yang banyak dijumpai dan merupakan salah satu penyakit
penting yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas kacang panjang. Beberapa penyakit
mosaik diantaranya Bean Common Mosaic Virus (BCMV), Bean Yellow Mosaic
Virus (BYMV), Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CABMV), ketiga virus ini termasuk ke dalam
genus potyvirus (Semangun, 1991).
Salah satu penyakit yang sering ditemui pada tanaman kacang panjang adalah penyakit
mosaik. Penyakit mosaik merupakan penyakit penting karena dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas produksi kacang panjang. Penyakit mosaik tersebut dapat disebabkan oleh beberapa
jenis virus, diantaranya Bean common mosaic potyvirus (BCMV) dan Cucumber mosaic
cucumovirus (CMV). Cucumbar Mosaik Cucumovirus (CMV) dapat dibagi menjadi
dua subkelompok, I dan II. LS-CMV dan sebagian besar sub kelompok II strain menyebabkan
belang, sistemik pada tanaman tembakau dan dapat menginduksi etsa nekrotik gejala pada
daun tembakau sebaliknya Fny-CMV strain menimbulkan gejala yang berat, gejala sistemik
pada tanaman tembakau tetapi tidak menginduksi gejala etsa nekrotikitu (Santa, 1996). Selain
itu, penyakit pada tanaman kacang panjang dapat disebabkan oleh Mycoplasma (sejenis virus).
Diduga ditularkan serangga sejenis Aphis. Gejala yang ditimbulakan adalah bunga berwarna
hijau tua, daun-daun kecil, ruas-ruas batang dan cabang menjadi pendek.
Penyakit baru dengan gejala klorosis di antara tulang daun ditemukan di pertanaman
cabai di Desa Kertha, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali pada bulan
September 2011. Gejala klorosis tersebut berbeda dengan gejala penyakit kuning yang
disebabkan oleh Geminivirus atau penyakit mosaik yang disebabkan oleh Potyvirus maupun
Cucumovirus yang telah dilaporkan sebelumnya menginfeksi tanaman cabai di Indonesia.
Diagnosis dilakukan terhadap beberapa sampel tanaman cabai bergejala klorosis dengan teknik
reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) ataupun PCR menggunakan primer
spesifk Potyvirus, Cucumovirus, dan Geminivirus. Fragmen DNA tidak teramplifikasi (data tidak
diperlihatkan) sehingga meniadakan kemungkinan gejala klorosis berasosiasi dengan infeksi
salah satu virus tersebut (Suastika et al., 2012).
Serangan virus mosaik tercatat sebagai salah satu factor pembatas dalam produksi
tanaman di Indonesia. Kejadian penyakit mosaik kuning di Indonesia berkisar 53-73%. Penyakit
ini tersebar baik pada pertanaman nilam di dataran rendah maupun pergunungan. Kajian daun
yang terinfeksi dengan mikroskop elektron menunjukkan berassosiasi dengan virus berbentuk
benang. Kejadian penyakit di lapangan berkisar antara 43-76% di India. Serangan virus
berkontribusi menurunkan produksi nilam sampai 35% dan kadar patchouli alkohol sebesar 2%
(Noveriza et al., 2012).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum inokulasi virus tanaman yaitu:
1. Praktikum Postulat Koch dilakukan dengan mengamati tanaman yang terinfeksi virus,
kemudian membuat sap dari tanaman tersebut. Sap selanjutnya dioleskan pada daun
tanaman sehat yang sebelumnya telah diberi pelukaan. Daun tanaman yang telah diolesi
dengan sap, kemudian dibungkus dengan plastik transparan agar tanaman kontrol tidak
ikut terinfeksi serta untuk menjaga kondisi tetap lembab sehingga virus dapat berkembang
pada tanaman inang. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat apakah tanaman
yang terolesi dengan sap sudah terinfeksi virus, dilihat dari gejala-gejala yang tampak.
2. Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya virus yang
menginfeksi suatu tumbuhan.

B. Saran
Saran untuk praktikum inokulasi virus tanaman adalah pemisahan pemeliharaan antara
tumbuhan yang terinfeksi virus dengan yang tidak terinfeksi.

DAFTAR REFERENSI
Akin, Hasriadi Mat. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.

Bos, L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bos. 1983. Pengantar Virologi Tumbuhan. Triharso, penerjemah. Terjemahan Dari: Introduction
to Plant Virolology. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nurhayati. 2012. Virus Penyebab Penyakit Tanaman. Unsri Press, Palembang.

Pracaya. 2007. Hama & Penyakit Tumbuhan Edisi Revisi. Agriwawasan, Salatiga.

Putri, Parama Aviolita Aviva, M. Martosudiro dan T. Hadiastono. 2013. Pengaruh Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (Pgpr) Terhadap Infeksi Soybean Mosaic Virus (Smv),
Pertumbuhan dan Produksi Pada Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Varietas
Wilis. Jurnal HPT, Vol. 1, No. 3.

Rita Noveriza1), Gede Suastika2), Sri Hendrastuti Hidayat2) dan Utomo Kartosuwondo. 2012.
Pengaruh Infeksi Virus Mosaik Terhadap Produksi dan Kadar Minyak Tiga Varietas
Nilam. Bul. Littro, Vol. 23 No. 1.

Saleh, Nasir. 2003. Ekobiologi dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang pada
Kacang Tanah Melalui Pengelolaan Tanaman Secara Terpadu. Balai Penelitian
Tanaman Kacang Kacangan dan Umbi Umbian. Malang.

Santa, Simon. 1996. Assembly and Movement of A Plant Virus Carrying A Green Fluorescent
Protein Overcoat. Scottish Crop Research Institute, Invergowrie, Dundee DD2 5DA,
United Kingdom.

Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Semangun, Haryono. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Suastika, Gede, S. Hartono, I. D. N. Nyana, T. Natsuaki. 2012. Laporan Pertama tentang Infeksi
Polerovirus padaTanaman Cabai di Daerah Bali, Indonesia. Jurnal fitopatologi
Indonesia, Vol. 8, No. 5.

Susilawati, A. dan S. Listiawati. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber
Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS.
Biodoversitas, 2(1):110-114.

Tabrah, L. Frank. 2011. Kochs Postulates, Carnivorous Cows, and Tuberculosis Today. Hawaii
Medical Journal, Vol. 70.

Yayan. 2012. Virus Tanaman. http://yayanajuz.blogspot.com/2012/ 03/virus-tanaman.html.
diakses pada tanggal 3 Mei 2014.

Zhou, Jing dan I.E. Tzanetakis. 2013. Epidemiology of Soybean Vein Necrosis-associated Virus.
Virology, Vol. 103, No. 9.

Anda mungkin juga menyukai