Anda di halaman 1dari 30

HUBUNGAN ANTARA PEMERINTAH DAN NEGARA HUKUM

Dosen Pengampu : H. Riswandi Harahap, SH., M.Pd

Nama : Sopia Hannum Siregar

Yudi Anjali Siregar

Mata Pelajaran : Teori Hukum Konstitusi


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara merupakan suatu


tempat yang terdiri dari
sebuah wilayah,
pemerintah dan masyarakat
yang tinggal pada negara
tersebut. Selain itu negara
juga merupakan yang
isinya terdiri dari berbagai
jabatan – jabatan yang
memiliki fungsinya masing
– masing untuk mengurus
negara yang disebut
pemerintahan. Sohieno
mengatakan bahwa negara
timbul akibat dari
perpindahan setiap manusia
dari waktu ke waktu dan
kemudian menetap di suatu
wilayah tertentu dan
membentuk kelompok, yang
awal mulanya manusia hidup
secara bebas dan tidak teratur
berkembang menjadi hidup
yang terstruktur dan
mempunyai aturan dalam
berkehidupan berbangsa dan
1
bernegara. Terdapat
beberapa teori yang
mengatakan mengenai muncul
dan hilangnya suatu negara
yang terbagi dari beberapa
sejarawan dan zaman seperti,
Romawi, Yunani, abad
pertengahan dan zaman
renaissance. Dari beberapa
teori yang dikemukakan
bahwa teori asal mula
terbentuknya suatu negara
dikenal dengan teori
ketuhanan, teori hukum alam,
teori kekuasaan, teori
perjanjian masyarakat, dan
teori kekeluargaan.
George Jellineck dan Jean
Bodin mengatakan bahwa
negara itu harus
berdaulat, karena apabila
suatu negara tidak memiliki
yurisdiksi dan hukum
yang mengaturnya maka akan
2
runtuh dengan sendirinya.
Selain itu negara yang
sebelumnya tidak ada dapat
muncul menjadi suatu negara
yang berdaulat, negara
berdaulat yang sudah memiliki
rakyat, pemerintahan dan
wilayah itu dapat juga
mengalami kehancuran dan
lenyap. Alasan dari lenyapnya
suatu negara juga
tidak dapat dipungkiri dan
dihindari apabila
masyarakatnya sendiri yang
tidak
menjaga keutuhan suatu
negara itu. Hal ini dibuktikan
dari beberapa fakta yang
menyebutkan bahwa negara
dapat lenyap, seperti kondisi
alam, factor sosial.
Kondisi alam yang sudah tidak
memungkinkan bagi negara itu
tetap bertahan
adalah dengan terlihat kondisi
lingkungan yang masih layak
atau tidak bagi
1 Sohieno, Ilmu Negara. Cetakan
Ke-III, (Yogyakarta: Liberty, 2000)
Hal. 1.
2 I Gede Pantja Astawa, “Memahami
Ilmu Negara dan Teori Negara.
(Bandung: Refika Aditama, 2009),
hal. 60. Negara merupakan
suatu tempat yang terdiri
dari sebuah wilayah,
pemerintah dan masyarakat
yang tinggal pada negara
tersebut. Selain itu negara
juga merupakan yang
isinya terdiri dari berbagai
jabatan – jabatan yang
memiliki fungsinya masing
– masing untuk mengurus
negara yang disebut
pemerintahan. Sohieno
mengatakan bahwa negara
timbul akibat dari
perpindahan setiap manusia
dari waktu ke waktu dan
kemudian menetap di suatu
wilayah tertentu dan
membentuk kelompok, yang
awal mulanya manusia hidup
secara bebas dan tidak teratur
berkembang menjadi hidup
yang terstruktur dan
mempunyai aturan dalam
berkehidupan berbangsa dan
1
bernegara. Terdapat
beberapa teori yang
mengatakan mengenai muncul
dan hilangnya suatu negara
yang terbagi dari beberapa
sejarawan dan zaman seperti,
Romawi, Yunani, abad
pertengahan dan zaman
renaissance. Dari beberapa
teori yang dikemukakan
bahwa teori asal mula
terbentuknya suatu negara
dikenal dengan teori
ketuhanan, teori hukum alam,
teori kekuasaan, teori
perjanjian masyarakat, dan
teori kekeluargaan.
George Jellineck dan Jean
Bodin mengatakan bahwa
negara itu harus
berdaulat, karena apabila
suatu negara tidak memiliki
yurisdiksi dan hukum
yang mengaturnya maka akan
2
runtuh dengan sendirinya.
Selain itu negara yang
sebelumnya tidak ada dapat
muncul menjadi suatu negara
yang berdaulat, negara
berdaulat yang sudah memiliki
rakyat, pemerintahan dan
wilayah itu dapat juga
mengalami kehancuran dan
lenyap. Alasan dari lenyapnya
suatu negara juga
tidak dapat dipungkiri dan
dihindari apabila
masyarakatnya sendiri yang
tidak
menjaga keutuhan suatu
negara itu. Hal ini dibuktikan
dari beberapa fakta yang
menyebutkan bahwa negara
dapat lenyap, seperti kondisi
alam, factor sosial.
Kondisi alam yang sudah tidak
memungkinkan bagi negara itu
tetap bertahan
adalah dengan terlihat kondisi
lingkungan yang masih layak
atau tidak bagi
1 Sohieno, Ilmu Negara. Cetakan
Ke-III, (Yogyakarta: Liberty, 2000)
Hal. 1.
2 I Gede Pantja Astawa, “Memahami
Ilmu Negara dan Teori Negara.
(Bandung: Refika Aditama, 2009),
hal. 60.

Negara merupakan suatu


tempat yang terdiri dari
sebuah wilayah,
pemerintah dan masyarakat
yang tinggal pada negara
tersebut. Selain itu negara
juga merupakan yang
isinya terdiri dari berbagai
jabatan – jabatan yang
memiliki fungsinya masing
– masing untuk mengurus
negara yang disebut
pemerintahan. Sohieno
mengatakan bahwa negara
timbul akibat dari
perpindahan setiap manusia
dari waktu ke waktu dan
kemudian menetap di suatu
wilayah tertentu dan
membentuk kelompok, yang
awal mulanya manusia hidup
secara bebas dan tidak teratur
berkembang menjadi hidup
yang terstruktur dan
mempunyai aturan dalam
berkehidupan berbangsa dan
1
bernegara. Terdapat
beberapa teori yang
mengatakan mengenai muncul
dan hilangnya suatu negara
yang terbagi dari beberapa
sejarawan dan zaman seperti,
Romawi, Yunani, abad
pertengahan dan zaman
renaissance. Dari beberapa
teori yang dikemukakan
bahwa teori asal mula
terbentuknya suatu negara
dikenal dengan teori
ketuhanan, teori hukum alam,
teori kekuasaan, teori
perjanjian masyarakat, dan
teori kekeluargaan.
George Jellineck dan Jean
Bodin mengatakan bahwa
negara itu harus
berdaulat, karena apabila
suatu negara tidak memiliki
yurisdiksi dan hukum
yang mengaturnya maka akan
2
runtuh dengan sendirinya.
Selain itu negara yang
sebelumnya tidak ada dapat
muncul menjadi suatu negara
yang berdaulat, negara
berdaulat yang sudah memiliki
rakyat, pemerintahan dan
wilayah itu dapat juga
mengalami kehancuran dan
lenyap. Alasan dari lenyapnya
suatu negara juga
tidak dapat dipungkiri dan
dihindari apabila
masyarakatnya sendiri yang
tidak
menjaga keutuhan suatu
negara itu. Hal ini dibuktikan
dari beberapa fakta yang
menyebutkan bahwa negara
dapat lenyap, seperti kondisi
alam, factor sosial.
Kondisi alam yang sudah tidak
memungkinkan bagi negara itu
tetap bertahan
adalah dengan terlihat kondisi
lingkungan yang masih layak
atau tidak bagi
1 Sohieno, Ilmu Negara. Cetakan
Ke-III, (Yogyakarta: Liberty, 2000)
Hal. 1.
2 I Gede Pantja Astawa, “Memahami
Ilmu Negara dan Teori Negara.
(Bandung: Refika Aditama, 2009),
hal. 60.
Negara hukum adalah negara berdasarkan atas hukum dan keadilan bagi warganya.
Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau
dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal yang demikian akan mencerminkan keadilan bagi
pergaulan hidup warganya. Pemikiran negara hukum di mulai sejak Plato dengan konsepnya
“bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang didasarkan pada pengaturan (hukum)
yang baik yang disebut dengan istilah nomoi”. Kemudian ide tentang negara hukum popular
pada abad ke-17 sebagai akibat dari situasi politik di Eropa yang didominasi oleh
absolutisme. Dalam perkembangannya, paham negara hukum tidak dapat dipisahkan dari
paham kerakyatan.
Sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau
pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan dan kedaulatan rakyat.
Dalam kaitannya dengan negara hukum, kedaulatan rakyat merupakan unsur material negara
hukum, di samping masalah kesejahteraan rakyat. Salah satu asas penting negara hukum
adalah asas legalitas. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan
negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk Undang-undang dan
berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin
memperhatikan kepentingan rakyat.
Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintah
harus didasarkan pada Undang- undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar
rakyat yang tertuang dalam Undang-undang. Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti
upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan
paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualitas selaku pilar- pilar, yang sifat
hakikatnya konstitutif. Penerapan asas legalitas, menurut Indroharto, akan menunjang
berlakunya kepastian hukum dan berlakunya kesamaan perlakuan.
Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam
UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara hukum
merupakan dasar Negara dan pandangan hidup setiap warga Negara Indonesia, serta
Pancasila merupakan sumber dari semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.
Negara hukum, menempatkan hukum pada posisi tertinggi, kekuasaan harus tunduk pada
hukum bukan hukum tunduk pada kekuasaan, bila hukum tunduk pada kekuasaan, maka
kekuasaan dapat membatalkan hukum, dengan kata lain hukum dijadikan alat untuk
membenarkan kekuasaan. Hukum harus menjadi “tujuan” untuk melindungi kepentingan
rakyat.
Kedudukan penguasa dengan rakyat di mata hukum adalah sama. Bedanya hanyalah
fungsinya, yakni pemerintah berfungsi mengatur dan rakyat yang diatur. Baik yang mengatur
maupun yang diatur pedomannya satu, yaitu undang-undang. Bila tidak ada persamaan
hukum, maka orang yang mempunyai kekuasaan akan merasa kebal hukum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, kami merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian negara hukum?
2. Apa hubungan hukum dan negara?

C. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
1. Memahami pengertian negara hukum
2. Mengetahui hubungan hukum dan negara

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Negara Hukum


Konsep negara hukum merupakan produk dari sejarah, sebab rumusan atau pengertian
negara hukum itu terus berkembang mengikuti sejarah perkembangan umat manusia. Karena
itu dalam rangka memahami secara tepat dan benar konsep negara hukum, perlu terlebih
dahulu diketahui gambaran sejarah perkembangan pemikiran politik dan hukum, yang
mendorong lahir dan berkembangnya konsepsi negara hukum. Pemikiran tentang Negara
Hukum merupakan gagasan modern yang multi-perspektif dan selalu aktual.
Ditinjau dari perspektif historis perkembangan pemikiran filsafat hukum dan
kenegaraan gagasan mengenai Negara Hukum sudah berkembang semenjak 1800 Sebelum
Masehi. Akar terjauh mengenai perkembangan awal pemikiran Negara Hukum adalah pada
masa Yunani kuno. Menurut Jimly Asshiddiqie gagasan bahwa kedaulatan rakyat 47 tumbuh
dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari
gagasan kedaulatan hukum. Demikian halnya bahwa kedaulatan rakyat adalah asasnya
demokrasi dan demokrasi adalah tumpuannya Negara hukum dimana tiap Negara hukum
mempunyai landasan tertib hukum dan menjadi dasar keabsahan bertindak.
Setiap Negara bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan Negara harus dijalankan
atas dasar hukum yang adil dan baik. Esensi pada suatu Negara hukum, pertama: Hubungan
antara yang memerintah dan diperintah tidak berdasarkan kekuasaan melainkan berdasarkan
suatu norma objektif, yang juga mengikat semua pihak termasuk memerintah; kedua: norma
objektif itu harus memenuhi syarat bahwa tidak hanya secara formal, melainkan dapat
dipertahankan berhadapan dengan ide hukum. dalam ini nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat.
Gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia mengintroduksi
konsep Nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang dibuat diusia tuanya, sementara itu dalam dua
tulisan pertama, Politeia dan Politicous, belum muncul istilah negara hukum. Dalam Nomoi,
Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada
pengaturan (hukum) yang baik. Pada dasarnya, ada dua macam pemerintahan yang dapat
diselenggarakan; pemerintahan yang dibentuk melalui jalan hukum, dan pemerintahan yang
terbentuk tidak melalui jalan hukum.

B. Hukum dan Negara


Mengenai kapan lahirnya hukum pada suatu bangsa ada dua macam pendapat yang
berbeda. Menurut Van Apeldoorn, tentang kelahiran hukum itu ada yang berpendapat bahwa
hukum lahir sejak ada pergaulan manusia. Hukum terdapat diseluruh dunia, dimana terdapat
pergaulan manusia. A.H. Post (Grundriss der ethnologischen Jurisprudenz, I, Oldenburg-
Leipzig, 1985, hal 8) mengatakan :”Es gibt kein Volk der Erde, welches nicht die Anfange
eines Rechtes besasse”. Pendapat sebaliknya dikemukakan oleh N.S.Timasheff (An
Introduction to the sociology of Law, Cambridge, 1939, hal. 275) yang mengatakan bahwa
hukum barulah timbul, jika suatu bangsa telah mencapai tingkat kebudayaan tertentu,
sehingga pada waktu ini masih terdapat sejumlah bangsa-bangsa yang primitive yang tidak
mengenal hukum. Sayangnya hal itu oleh beliau tidak dibuktikan.
Selanjutnya van Apeldoorn mengatakan bahwa hukum ditilik secara abstrak dapat
disebut gejala universal sebagai juga halnya dengan bahasa. Akan tetapi isi hukum tidak
dimana-mana sama; tidak ada hukum dunia, sebagaimana juga tidak ada bahasa dunia. Dunia,
pergaulan hidup mansusia, dibagi-bagi dalam sejumlah persekutuan-persekutuan bangsa dan
tiap-tiap persekutuan mempunyai hukumnya sendiri. Meskipun isi hukum itu berbeda-beda,
ini tidak berarti bahwa isi hukum itu tidak ada persamannya. Dalam beberapa hal ada
persamaan antara hukum dari pelbagai bangsa, misalnya terutama mengenai hukum di
Negara-negara Kristen. Menurut Prof. Sanusi, persamaan mengenai isi hukum itu oleh karena
di dunia ini ada bangsa-bangsa yang “dominerend” terhadap bangsa-bangsa lain didalam
pergaulan internasional.
Menurut beliau, hamper telah menjadi tradisi universitas, juga di Indonesia, bahwa
perkuliahan ilmu hukum itu dimulai dengan peninjauan tentang lembaga-lembaga hukum dari
Romawi untuk hukum perdata dan dari Yunani untuk hukum Negara, oleh karena hmpir
diseluruh dunia ini pernah terjumpai unsureunsur Romawi dan yunani, yang sebenarnya
bukan saja mempengaruhi segi-segi hukum, tetapi juga segi-segi kebudayaan lainnya.
Walaupun hendaknya dicatat bahwa dalam kelangsungan pengaruh itu tidaklah hukum
Romawai dan Yunani tadi mengambil alih tempat kedudukan dan hukum bangsa-bangsa
lainnya.
Sebab dalam proses tadi selalu ada percam[pran pandangan-pandangan hukum yang
datang dengan pandangan-pandangan yang menerimnya. Ini berlaku sekalipun tak jelas
nampaknya, karena bangsa ini kemudian telah mengkodifikasikan peraturan-peraturan hukum
didalam kitab undang-undang nasionalnya. Menurut beliau, denganadanya kodifikasi itu,
maka dimulai sesuatu yang baru dan memutuskan kontinuitas dalam arti formil. Tetapi tidak
otomatis diputuskan juga kontinuita dalam arti materiil. Lihat umpanya sejumlah besar pasal-
pasal KUH Perdata Indonesia, yang dapat ditemukan kembali baik dalam B.W. Belanda, atau
Code Civil ataupun Corpus Iuris. Yang beliau maksudkan ada kontonuitas materiil itu 3
terutama mengenai hukum perdata (keluarga, perikatan) demikian juga hukum pidana.
Selanjutnya beliau meinta perhatian terhadap adanya perkembangan kebudayaan
Islam selam berabad-abad kegemilangannya (622-750), yang tentunya juga telah
menciptakan lembaga-lembaga hukumnya sendiri, mungkin sesuatu yang baru, ataupun
sesuatu yang sudah dikenal dan dalam isinya mungkin sama dengan lembaga hukum lain
tetapi juga mungkin berbedaan. Umpanya lembaga-lembaga hukum perkawinan dan warisan.
Perhatikan juga umpanya lembaga wakaf dalam hukum Islam. Mengenai perkembangan
lembaga-lembaga hukum itu menurut beliau bahwa lembaga-lembaga hukum itu akan
berubah; pada suatu masa atau suatu bangsa perubahan itu bersifat revolusioner dan pada
yang lainnya evolusioner, sesuai pula dengan pergerakan bangsa itu sendiri dalam sedi
penghidupannya.
Menurut beliau, pendapatnya ini sedikit banyak sesuai dengan Madzab Sejarah dari
F.C.v. Savigny (1779-1861), yang dasar-dasarnya lebih dahulu telah dirintis oleh Gustav
Hugo (1764-1844), bahwa berlainan dengan ajaran hukum alam tiap-tiap hukum ditentukan
oleh sejarah, jadi berubah-rubah isinya menurut tempat, waktu dan keadaan. Tepat pula kata
v. Savigny bahwa : “das Recht wird nich gemacht, es ist und wird met dem Volke” atau kata
Portolis ( salah seorang perancang Code Civil) = “Les Code des peoples se fout avec le
temps, mains a proprement parler on ne les fait pas”. Di atas dikatakan bahwa pendapat
beliau sedikit- banyaknya ada persamaan dengan Madzab Sejarah, artinya beliau tidak
mengikuti madzab itu seluruhnya, dalam 4 rumusan dasarnya yang lain, dimana von Savigny
memberikan nilai yang terlampau tinggi terhadap jiwa bangsa sebagai sumber hukum.
Kembali kepada uraian van Apeldoorn, bahwa hukum itu bisa ditilik secara abstrak
sebagai gejala universal, seperti telah diuraikan di atas, dan dapat pula hukum itu ditilik dari
sudut ilmu pengetahuan. Ditilik dari sudut ilmu pengetahuan, hukum adalah sebagaian dari
kebudayaan. Tiap-tiap bangsa mempunyai kebudayaan sendiri, akan tetapi ada terdapat juga
kebudayaan Eropa. Bukankah sumber-sumber yang penting, darimana timbul kebudayaan
bangsa-bangsa Eropa adalah sama. Dan demikian juga sumber-sumber hukum Belanda, sama
dengan sumber-sumber hukum dari kebnayakan Negara-negara Eropa lainnya : Hukum
Romawi, Hukum Kanonik dan Hukum Germania. Menurut beliau, bangsa-bangsa Germania
di Eropa pada mulanya hanya hidup menurut huku Germania sendiri.
Perundang-undangan belum mereka ketahui dan dengan demikian hukum timbul
sematra-mata karena kebiasaan rakyat dan peradilan rakyat. Untuk tiap-tiap masa, peradilan
merupakan factor yang penting untuk pembentukan huku; pada masa, waktu perundang-
undangan belum memegang peranan, ia merupakan factor terpenting. Peradilan Germania
adalah peradilan rakyat, pengadilan Germania adalah pengadilan rakyat, pada mana semua
orang sebangsa harus ikut serta. Sebagaimana bangsa itu mempunyai bahasanya sendiri,
demikian juga mereka melakukan peradilannya; bangsa itu membentuk hukumnya sendiri
yang kemudian menjadi darah dagingnya.
Sesudah bangsa Germania memeluk Agama Kristen, pada mereka segera terlihat
pengaruh Hukum Romawi, Pendeta-pendeta yang hidup menurut hukum Romawi sepanjang
gereja tidak menetapkan peraturan-peraturan yang menyimpang, memperoleh pengaruh yang
besar atas pembentukan undang-undang dan mempergunakannya untuk mengganti asas-asas
hukum Bumiputera dengan asa-asas hukum Romawi, jika dipandangnya perlu. Ini tidak
selalu berhasil, teta[pi adakalanya berhasil, adakalanya tidak berhasil juga.
Sejak permulaan abad ke-9 kaum pendeta mempropagandakan pandangan bahwa Karl
de Grote adalah pengganti raja-raja Romawi, kerajannya lanjutan kerajaan Romawi dan hak-
hak raja-rajanya masih tetap berlaku baik untuk rakyat maupun untuk gereja. Pandangan
hukum Romawi itu, sebagai hukum yang mengikat tiap-tiap rakyat jadi juga rakyat Germania
dari kerajaan Franka dan kemudian kerajaan Jerman, lama kelamaan menuntuk orang-orang
untuk mempelajari hukum tersebut dengan rajin. Mula-mula di Negara Jerman hanyalah para
pendeta yang berusaha mempelajarinya. Tetapi demi mereka berhasil meyakinkan umum
bahwa hukum Romawi masih tetap mempunyai kekuatan undang-undang, maka juga orang-
orang duniawi banyak mengusahakan diri mempelajarinya, untuk mana mereka mengunjungi
perguruanperguruan di luar negeri.
Akibatnya ialah bahwa juga negeri Belanda semenjak abad ke 15 mempunyai
sejumlah ahli hukum yang berpendidikan Romawi (diantaranya banyak juga yang setengah
ahli), yang mewujudkan apa yang dipelajarinya dalam menjabat pelbagai pekerjaan (sebagai
menteri di lingkungan istana tuan tanah, para sekretaris pengadilan 6 rendahan, para notaries,
para pembela, para penasehat dan sebagainya). Mereka itu tidak menentang pikran hukum
Germania, dalam banyak hal mereka menerimanya sebagai hukum yang berlaku dalam
praktek, sungguhpun kadang-kadang dibungkusnya dalam rumus Romawi.
Negara yang telah
ada di dalam
lingkup kenegaraan
dapat terjadi
keruntuhan, negara
dapat tenggelam,
negara dapat lenyap.
Terdapat teor-teori
mengenai lenyapnya
negara. Teori-teori
tersebut yakni :
•Teori Organis
Dalam teori organis,
negara dipandang
sebagai suatu
organisme yang suatu
saat tertentu akan
lenyap. Teori ini dianut
oleh Herbert
Spences. Teori ini
berkembang pada abad
XIX (19) yang
memandang negara
sebagai organisme.
Teori ini
berkembang seiring
perkembangan ilmu
pengetahuan terutama
biologi, dengan
ditemukannya sistem
sel pada binatang
dan tumbuhan dan
teori evolusi dari
Darwin. Penganut teori
ini memperkuat
argumentasinya
dengan mengambil
beberapa contoh,
yaitu : Mesir,
Babilonia,
Persia, Phunisia,
Romawi, dan lain-lain
yang semuanya
menjalani dari Negara
kecil, hingga besar dan
kuat dan akhirnya
menjadi kecil kembali,
lemah dan
akhirnya lenyap.
Namun tidak pula
semua organisme mati
karena tua, maka
negara pun juga
demikian, ada yang
hancur karena
peperangan walaupun
belum
tua. Bluntschi
memandang negara
terjadi tidak langsung
karena karya manusia.
Negara adalah zat yang
hidup yang tumbuh
baik di dalam maupun
di luar dan
berkembang seperti
organisme biologis.
Negara adalah suatu
unit besar yang
akan menua dan mat BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep negara hukum yang dianut dalam UUD 1945 adalah negara hukum yang
aktif/dinamis. Model negara hukum seperti ini menjadikan negara sebagai pihak yang aktif
berorientasi pada pemenuhan dan perwujudan kesejahteraan rakyat sesuai dengan prinsip
welvaarstaat¸yang merupakan kebalikan konsp dan prinsip dari nachtwachternstaat atau
negara penjaga malam. Sebab ciri yang melekat pada negara hukum Indonesia sejalan dengan
tujuan berdirinya negara Indonesia, yaitu Perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia; Pemajuan kesejahteraan umum; Pencerdasan kehidupan
bangsa; dan Keikutsertaan dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Disamping itu, konsep negara hukum Indonesia juga dipengaruhi oleh Pancasila
sebagai kumpulan nilai-nilai dasar yang diakui bersama bangsa Indonesia, dan menjadi
landasan praktek kedaulatan rakyat, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab; Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dengan demikian, negara hukum Indonesia yang dijalankan haruslah senantiasa
memperhatikan aspek ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan.

B. Saran
Penulisan makalah ini, penulis berharap agar pembaca yang tentunya akan menjadi
calon guru dapat memahami apa saja unsur-unsur yang ada dalam sebuah indikator. Kelak
makalah tentang indikator ini dapat membatu calon guru dalam kegiatan proses
pengembangan pembelajaran. Penulis sadar makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
untuk itu kami harapkan kritik dan saran dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasardasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Farida, Maria. 2007. Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta: Kanisius.
Kelsen, Hans. 1971. General Theory of Law and State. New York: Russel and Russel.
Terjemahan oleh Raisul Muttaqien. 2006. Teori Umum tentang Hukum dan Negara.
Bandung: Nusamedia & Nuansa.
Mahfud MD, Moh. 1999. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media.
Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat. 2005. Hasil Perubahan dan Naskah
Asli UUD 1945, dalam Panduan Pemasyarakatan UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
Thaib, Dahlan. Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: Total Media, 2009.

Anda mungkin juga menyukai