Anda di halaman 1dari 9

5 DIMENSI PENDIDIKAN VINSENSIAN

(*5 dimensi ini masih bisa didiskusikan. Tujuannya untuk dijadikan kerangka dasar pendidikan
Vinsensian)

1. DIMENSI KEMATANGAN MANUSIAWI


“Siapa saja yang melepaskan diri dari keterikatan akan barang-barang duniawi, dari
keserakahan akan kenikmatan, dari kehendak mereka sendiri, akan menjadi anak Allah.
Mereka menikmati kebebasan sempurna. Karena hanya dalam cinta kepada Allah,
kebebasan yang sejati itu dapat ditemukan. Saudara-saudaraku, merekalah manusia
bebas yang tidak terikat oleh hukum manapun, yang terbang, yang pergi ke kiri dan ke
kanan dengan leluasa, yang terbang semakin tinggi. Tak seorangpun mampu
membendung mereka. Mereka tak pernah menjadi budak setan atau budak nafsu
mereka sendiri. Oh, betapa bahagianya kebebasan anak-anak Allah” (SV, XIII, 301).

Tujuan:
a. Mengembangkan segala kemampuan sebagai pribadi manusia: memupuk semua
bakat pribadi, sehingga akan menjadi:
 Bebas dan bertanggung jawab
 Semakin terbuka terhadap hidup yang dibimbing oleh Injil dan terhadap roh
Allah, bersama dengan sesamanya; orang-orang yang akan dijumpai di dalam
tugas perutusan.
 Seorang pekerja yang baik bagi karya misi Gereja.
Tujuan ini akan tercapai lewat suatu proses pertumbuhan yang panjang.

Sarana:
A. Pada tingkat pribadi, murid, guru, dan karyawan hendaknya berusaha untuk:
a. Menyadari dan menerima dirinya:
 Badannya
 Kemampuan dan keterbatasannya
 Latar belakang keluarganya (segi yang menguntungkan serta kekurangan-
kekurangannya).
 Afektivitasnya: seksualitas, keinginan serta ketakutan, sikap dan
kecenderungan terhadap kepuasan dan pemenuhan diri, mekanisme
pembelaan diri, serta agresivitasnya.
b. Menjadi peka terhadap realitas untuk melihat apa yang sesungguhnya ada; jangan
sampai menutup diri terhadap hal-hal yang tak terjangkau oleh pengalamannya
sendiri, memupuk dalam dirinya kemampuan untuk mengerti mana yang nyata,
mana yang mungkin.
c. Mampu menguji dan menilai secara tepat, mempertajam sikap kritis dengan
mengembangkan daya refleksi, yang berdasarkan penalaran sehat dan iman, bukan
melulu berdasarkan kesan-kesan, interpretasi pribadi dan proyeksi.

B. Pada tingkat hubungan social, murid, guru, dan karyawan hendaknya sekuat tenaga
untuk:
a. Membuka diri terhadap orang lain, terhadap hal-hal yang berbeda dengan dirinya,
bahkan terhadap hal-hal yang disadarinya sebagai sulit diterima. Usaha ini akan
memungkinkannya hidup dan bekerjasama secara tekun dan rukun dengan orang
lain. Untuk tujuan itu, kita hendaknya:
 Membebaskan diri dari mekanisme pembelaan, mengikis habis segala reaksi
yang didorong oleh ketakutan akan dikenal, dinilai, dan dikuasai.
 Menerima secara terbuka hal-hal yang berasal dari orang lain, baik yang
positif maupun yang negative, hendaknya kita mampu mendengarkan dan
menghargai orang lain, memperlakukannya secara ramah, sekaligus rela
melupakan diri, dengan rasa humor yang tinggi, dengan lembut dan rendah
hati. Sikap-sikap inilah yang membuat seseorang mudah berkomunikasi
dengan orang lain.
 Mengambil bagian secara aktif dalamtugas-tugas bersama:
 Lewat kata-kata, dengan menjunjung tinggi kemampuan berbicara secara
bebas dalam kelompok, dengan mengungkapkan pendapat dan perasaannya
sendiri tanpa rasa malu, sambal mengemukakan kesulitan-kesulitan serta
terbuka untuk berdialog.
 Lewat tindakan, dengan belajar dan bekerja dalam kelompok, sanggup
mengesampingkan perbedaan dan perselisihan demi kepentingan bersama,
sedemikian rupa sehingga perbedaan-perbedaan pribadi, bahkan berguna
untuk saling melengkapi.
b. Mengembangkan kemampuan untuk memutuskan dan bertindak, bukan
berdasarkan dorongan perasaan saat itu, melainkan dengan terang akal budi dan
berpijak pada keadaan yang nyata, agar kita bertumbuh di dalam:
 Semangat berusaha dan berprakarsa serta semangat membaktikan diri
secara penuh pada pekerjaannya, bahkan pada pekerjaan yang rendah dan
tidak menyenangkan sekalipun;
 Rasa tanggung jawab dan kesediaan untuk menanggung konsekuensi-
konsekuensi dari tindakan pribadi;
 Kesadaran bahwa hidup menusia itu sesuatu yang perlu dihadapi dengan
segala kesungguhan;
 Kesanggupan untuk bertekun: stabil, setia, seimbang, sehingga menjadi
pribadi yang dapat dipercaya, yang setia pada janji dan tanggung jawab,
betapa pun sulit pelaksanaannya;
 Pertumbuhan harmonis dari bakat-bakat pribadinya, seperti misalnya:
- Belajar banyak ilmu pengetahuan
- Berbicara di depan umum, menyemangati kelompok, baik yang kecil
maupun yang besar,
- Menggunakan alat-alat komunikasi sosial dengan baik,
- Mendengarkan, memberi nasihat, memberi motivasi
- Mengajar
- Belajar pelbagai Bahasa,
- Menekuni kerajinan praktis, kerajinan tangan,
- Bidang seni (music, nyanyian, sastra, dsb).

Beberapa Latihan Praktis


A. Para guru/karyawan/siswa hendaknya memupuk:
a) Akal Budi, melalui cinta akan kebenaran, ketekunan dalam belajar, keterbukaan
intelektual serta pertumbuhan sikap kritis.
b) Daya Ingat, akan Tuhan maupun sesama, akan segala sesuatu yang pernah
dipelajari atau dialami.
c) Kemampuan untuk menghadapi kenyataan dalam pelbagai aspek, melalui:
- Refleksi pribadi tentang hal-hal yang direnungkannya maupun tentang
kehidupan sehari-hari.
- Bimbingan rohani dan wawancara dengan Pembina?
- Tukar pikiran resmi atau informal mengenai masukna-masukan dan
kepentingan kelompok
- Seminar mengenai tema-tema khusus
- Penggunaan kebebasan dan tanggung jawab secara bertahap dan
terkontrol
- Kemungkinan untuk mendapatkan pengalaman di lingkungan yang
mempunyai kebudayaan berbeda.
- Kemampuan menghadapi hambatan, pertentangan, kegagalan serta
penghinaan, yang diterima sebagai sarana-sarana untuk mengenali diri
sendiri.
2. DIMENSI ROHANI
“kita perlu mengosongkan diri untuk mengenakan Kristus. Kita tahu bahwa akibat selalu
sehakikat dengan penyebabnya, misalnya domba memperanakkan domba, manusia
melahirkan manusia. Demikian bidang rohani. Bila seorang yang membimbing dan
mendidik orang lain serta berbicara kepada mereka, hanya dijiwai oleh semangat
manusiawi belaka, maka mereka yang melihat atau mendengarkan dia serta berusaha
meneladani dia tentu akan menjadi pribadi dengan semangat manusiawi belaka. Apa
pun yang dikatakan atau dilakukannya akan mendorong kepada keutamaan hanya
secara dangkal dan bukan secara mendalam, karena dia hanya menanamkan semangat
yang dia miliki….
Sedangkan bila Tuhan menanamkan ke dalam diri kita serta memberi kita, bia dapat
dikatakan demikian, intisari semangat dan rahmatNya…maka karya kita akan menjadi
sama dengan karyaNya, yaitu akan menjadi karya Ilahi”. (SV XI, 343-344).

Tujuan
- Para guru/karyawan/ dan siswa hendaknya berusaha terus menerus untuk
menekuni pembinaan rohani, yang intinya adalah mengenakan Roh Kristus, agar
dapat menghayati segala dimensi kehidupan mereka dalam Kristus itu (1Kor 12:13;
Gal 5:16-25; Rom 8:14). Menurut teladan St. Vinsensius mereka hendaknya
menimba pengalaman rohani melalui kontemplasi dan pelayanan bagi Kristus dalam
pribadi orang-orang miskin.
Sarana-sarana
A. Memperdalam semangat Sakramen Baptis dan semakin meresapkan misteri wafat dan
kebangkitan Tuhan Yesus. Untuk itu hendaknya para guru/karyawan/ dan siswa
menghayati Tahun Liturgiss dan terutama menghayati perjumpaan sacramental dengan
Yesus.
a) Dengan keikutsertaan setiap hari dalam Ekaristi, yang merupakan pusat hidup
komunitas yang berdasarkan iman, dan sekaligus merupakan kesempatan untuk
merayakan peristiwa penyelamatan kita yang amat menggembirakan (RC X, 3; C
45,2)
b) Dengan sering berusaha memperoleh pengampunan Tuhan melalui sakramen
Rekonsiliasi (C 45,2).
B. Dengan semangat Iman mengikuti kegiatan-kegiatan rohani yang biasa dilakukan dalam
komunitas kita, khususnya:
a) Doa yang seharusnya menjadi sikap hidup dalam diri kita, sehingga doa dan
karya pastoral saling memperkay. Untuk itu hendaknya para guru/kayawan dan
siswa:
- Merayakan ibadat pagi dan ibadat siang bersama
- Melakukan meditasi bersama
- Melakukan doa-doa harian , baik bersama maupun pribadi.
b) Pembacaan Sabda Tuhan terutama perjanjian Baru, beserta usaha untuk
merenungkannya, agar dengan demikian kita tidak menjadi “pewarta Sabda
Tuhan yang hampa”, karena kita sendiri tidak mendengarkannya dengan hati.
c) Keikutsertaan di dalam saat-saat istimewa yang memungkinkan pengalaman
rohani yang lebih mendalam, seperti retret, rekoleksi, dan sebagainya (C 47,2).
d) Kebiasaan melakukan mawas diri bersama dalam suasana penuh iman.
Kebiasaan ini akan membantu untuk menemukan tangan Tuhan dalam
kehidupan komunitas kita masing-masing, dalam kehidupan komunitas kita
maupun dalam Gereja serta dalam sejarah bangsa-bangsa (C44). Untuk
membantu kebiasaan ini correction fraternal akan sangat berguna.
e) Kepekaan terhadap pelajaran yang dapat kita terima dari orang miskin dan
terhadap banyak unsur positif yang dapat kita temukan dalam ungkapan dan
bentuk keagamaan rakyat

3. DIMENSI INTELEKTUAL
Tujuan:
Kurikulum studi hendaknya membantu para siswa untuk menempatkan Kristus sebagai
pusat hidup. Dengan bantuan kurikulum para siswa diharap memperoleh suatu
pembinaan intelektual yang “mendalam, mantap dan sesuai dengan kebutuhan jaman
kita” itu diperlukan untuk mencapai kematangan dan pertumbuhan pribadi dan di
samping itu untuk dapat:
- Mencintai orang miskin dan mewartakan kabar gembira kepada mereka
- Memberi pelayanan bermutu kepada para siswa
- Ikut serta dalam pembinaan kaum muda/ kaum awam
Studi dimaksudkan bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, melainkan
juga sebagai jalan yang dapat membantu para siswa mengembangkan suatu visi
vinsensian yang jelas, khususnya melalui cara sebagai berikut:
- Membantu para siswa memperoleh kemampuan untuk menilai unsur
positif dan unsur negative dunia masa kini, sebab-sebab kemiskinan serta
rintangan-rintangan yang menghalangi pewartaan Injil.
- Menumbuhkan semangat missioner dalam hati mereka
- Memudahkan semangat keterbukaan terus menerus terhadap kaum
muda, dimana saat ini mereka cenderung menjadi pribadi yang selfish,
narsis, dan egoistis.
Sarana-sarana
a. Pelajaran agama hendaknya memberi mereka kemampuan mendengarkan,
memahami dan mengamalkan sabda Tuhan, serta menafsirkan peristiwa-peristiwa
dunia berdasarkan terang Sabda Tuhan sesuai dengan teladan St. Vinsensius.
b. Pelajaran agama dan berbagai ilmu social, hendaknya juga memperkaya pembinaan
manusiawi para siswa. Itu akan dicapai dengan memperoleh suatu pengetahuan
mendalam dan harmonis tentang manusia, dunia dan Allah.
c. Pelajara Agama akan menuntun para siswa pada pengenalan ajaran Katolik yang
menyeluruh, akan memupuk hidup rohani mereka dan membuat mereka mampu
mewartakan ajaran Katolik itu serta mmebelanya dalam kegiatan pelayanan mereka.
d. Studi mengenai realitas-realitas social, politis, ekonomis serta Ajaran Siosial Gereja
itu hendaknya mempersiapkan para siswa dalam kegiatan pelayanan serta membuat
mereka lebih cakap dalam mengenal beraneka ragam bentuk kemiskinan, dalam
menemukan sebab-sebabnya serta menentukan sikap terhadapnya.
e. Sepanjang kurikulum yang ada, pendalaman spiritualitas Vinsensius dan tradisi-
tradisinya hendaknya mendapat tempat yang semestinya.
f. Para siswa hendaknya berusaha menguasai paling sedikit satu Bahasa modern,
disamping bahasanya sendiri. Hendaknya mereka mengenal secukupnya Bahasa-
bahasa lain, yang akan berguna untuk karya pelayanan ke depan.
g. Dari hari ke ke hari penggunaan sarana komunikasi social semakin dituntut dalam
tugas pelayanan. Maka para siswa juga mendapat pendampingan yang baik
mengenai hal ini.
h. Perpusatakaan Vinsensian perlu disediakan untuk studi vinsensian secara memadai.
Hal ini perlu diusahakan agar para siswa/guru dapat mengenal St. Vinsensius,
sejarah Kongregasi, dan pelbagai karya Vinsensian.

4. Bidang Pastoral
“Pada awalnya Serikat hanya memberi perhatian pada diri sendiri dan pada orang miskin.
Selama waktu tertentu anggota Serikat membenahi diri di rumah, sedangkan di waktu lain
mereka pergi untuk mengajar rakyat di pedesaan. Saat itu Tuhan hanya berkenan bila kita
mempunyai kegiatan itu saja. Dalam perjalanan waktu kita melihat, bahwa Dia memanggil
kita untuk mendidik kaum awam untuk mempersiapkan mereka yang baik dalam bidang
pengetahuan dan dalam keterampilan praktis yang berguna untuk karya pelayanan”
Tujuan:
a. Memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengenal keadaan orang miskin
melalui pengalaman pribadi, agar para siswa kelak mampu menginternalisasikan
pengetahuan yang di dapat dan juga dalam terang Sabda Tuhan, serta mampu pula
menerima pewartaan Injil dari mereka yang dilayani.
b. Menjadi garam dan terang bagi dunia
Sarana-sarana:
Untuk mencapai tujuan ini, masing-masing siswa hendaknya menghayati tugas pastoral
vinsensian sebagai panggilan pribadi dengan penuh semangat. Itu menuntut hal-hal sebagai
berikut:
a. Kerasulan di antara dan bersama orang miskin (to be man for and with the poorest),
harus menjadi pilihan utama
b. Perlunya kegiatan untuk memperjungkan keadilan, perlu juga kesadaran kritis
mengenai sebab terjadinya kemiskinan di dunia dan mengenai rintangan yang
menghalangi pewartaan kepada para miskin
c. Perlu juga rasa berkomunitas yang benar dalam semua karya kerasulan
d. Gaya hidup sederhana kita perlukan agar kita dapat merasakan keadaan orang
miskin
e. Kita perlu mengalami pertobatan terus-menerus.
Para siswa hendaknya disediakan saran untuk pembinaan pastoral. Itu menuntut partisipasi
aktif dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi rencana pastoral, yang meliputi:
a. Hubungan yang semakin dekat dengan pelbagai kategori orang miskin yang tertimpa
bermacam-macam bentuk kesengsaraan
b. Penjadwalan kegiatan pastoral untuk jangka waktu yang cukup panjang dengan
demikian segi-segi pembinaan yang lain tidak akan dirugikan.
c. Keserasian seimbang antara kerasulan dan studi, antara kegiatan dan refleksi, antara
keterlibatan penuh semangat dalam karya pastoral dengan saat untuk berjumpa
secara mesra dengan Tuhan dalam suasana hening
d. Peggunaan sarana-sarana komunkasi social yang wajar dan seimbang
e. Mekanisme yang memungkinkan suatu supervise langsung dari pihak para Pembina,
agar para siswa dapat memberi laporan tentang kegiatan pastoral mereka.
f. Refleksi dan evaluasi berkala mengenai kegiatan pastoral, bersama para
pendamping, atau guru-guru yang ditugaskan untuk mendampingi mereka.

5. Bidang Hidup Komunitas


“Setelah mengumpulkan para Rasul dan para murid-Nya sebagai komunitas, Yesus
Kristus, penyelamat kita, memberi mereka beberapa aturan untuk hidup bersama
dengan baik. Di antaranya; saling mengasihi, saling membasuh kaki, dan, bila salah
seorang mempunyai permusuhan dengan saudaranya, segera berdamai dengan dia,
dan pergi berdua-dua…”

Tujuan:
Pembinaan harus menuntun para siswa untuk:
a. Menghargai nilai hidup berkomunitas, yang mempunyai dasarnya dalam
Tritunggal Mahakudus dan dalam teladan Yesus Kristus dengan para Rasul
b. Menyadari benar-benar bahwa komunitas itu terarah kepada misi, yang juga
memberi arah kepada kehidupan seluruh anggota sekolah
c. Menjadi bagian integral dari sebuah komunitas yang dijiwai oleh persaudaraan
dan oleh semangat missioner, sehingga komunitas itu menjadi sarana untu hidup
menurut Injil serta tanda kenabian tentang Kerajaan Allah
d. Ikut memberi sumbangan secara aktif dalam usaha membangun komunitas,
terutama dalam menyusun dan melaksanakan program/proyek komunitas
e. Melihat semua anggota sebagai bagian dari diriku dan diriku menjadi bagian dari
semua anggota. Saya dilihat bukan sebagai seseorang yang hanya datang ke
sekolah, dan pulang pada waktunya, tetapi saya menjadi bagian dari mereka,
sesama saya.

Sarana-Sarana
a. Kehadiran bapak ibu guru/pendamping yang mampu bekerjasama dan
menghayati cita-cita vinsensian yang sama merupakan daya penggerak bagi
seluruh komunitas
b. Penyusunan, pelaksanaan serta evaluasi program/proyek komunitas dalam
suasana doa, karena kita sadar bahwa kita semua secara bersama-sama mencari
Kehendak Bapa, dengan saling membagi pengalaman dalam dialog yang terbuka
dan bertanggung jawab. Proyek dan tugas pribadi hendaknya ditentukan dengan
memperhitungkan proyek bersama dan dengan persetujuan para pendamping
(guru)
c. Perayaan ekaristi, doa bersama, berbagi pengalaman rohani (sharing), kebiasaan
merayakan bersama para snto dan pesta dalam tradisi vinsensian, serta
mengenang para pendahulu yang sudah meninggal, merupakan bagian integral
dari hidup komunitas vinsensian. Suatu komunitas tumbuh dan menjadi semakin
kuat bila semua anggota ikut ambil bagian bersama-sama dalam pelbagai bentuk
pengungkapan iman.
d. Gaya hidup sederhana dan sikap ugahari, kesediaan untuk mmebagi,
menggunakan secara wajar serta memlihara barang-barang milik bersama
memungkinkan kita menyerupai orang miskin. Kecuali kalua ada alasan yang
dapat diterima, para siswa hendaknya menghindari perbedaan menggunakan
harta benda.
e. Upaya menanggulangi beberapa bahaya yang bisa merugikan hidup bersama,
seperti individualism, kecenderungan menjauhkan diri dari kehidupan nyata,
yang disebabkan terutama oleh penggunaan sarana komunikasi yang berlebihan,
opini massal dan sikap pasif. Komunitas akan menerima sarana untuk
memperbaharui diri, misalnya evaluasi bersama (corectio fraternal)
f. Keikutsertaan dalam kerja bakti, kerelaan untuk melayani orang lain dan secara
khusus keterlibatan dalam pekerjaan rumah. Olah raga dan latihan fisik
merupakan sarana penting untuk pembinaan pribadi dan untuk hidup
komunitas.
g. Menghormati orang sakit dan memelihara mereka
h. Keterbukaan untuk menerima dengan ramah siapa pun yang berhubungan
dengan kita.
i. Keikutsertaan dalam setiap acara komunitas dengan ketulusan hati dan
kerendahan hati.
j. Peran alumni. Peran alumni bukan haya sebagai donator dana, tetapi bagaimana
alumni juga berperan dalam pengembangan sumber daya manusia yang ada di
sekolah, dengan sharing nilai-nilai yang dihidupi selama di sekolah yang
kemudian diteruskan di dalam kehidupan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai