Anda di halaman 1dari 3

TUGAS PKN KASUS HAM

Kasus pembunuhan dukun santet Banyuwangi 1998

Nama : Mukhlisa nur zakia


Kelas : XII – IPS 1
Absen : 26

Lebih dari 20 tahun silam, sedikitnya 250 orang yang dituduh


'dukun santet' di Banyuwangi dan beberapa kota di Jawa
Timur, diburu dan dibantai secara 'sistematis' dan 'meluas'.
Keluarga korban masih dihantui trauma dan stigma di
tengah janji pemerintah untuk memulihkannya.

Tragedi itu terjadi antara Februari 1998 hingga Oktober


1999, ketika Indonesia mulai dihantam krisis ekonomi dan
politik yang ditandai merebaknya kerusuhan sosial dan
jatuhnya Suharto dari kursi presiden.
Awalnya yang menjadi sasaran pembunuhan adalah orang-
orang yang dituduh memiliki ilmu hitam untuk tujuan tidak
baik — disederhanakan sebagai 'dukun santet' oleh warga
setempat dan sebagian masyarakat.
Dan ketika jumlah orang-orang tidak bersalah yang dihabisi
terus bertambah, sasaran pun meluas. Tak hanya orang-
orang yang dituding dukun santet saja.

Orang-orang yang disebut sebagai guru agama, pengidap


gangguan mental, serta orang-orang sipil biasa, ikut dibunuh
dengan kejam. Teror pembantaian yang diawali di
Banyuwangi lalu menyebar ke Jember, Bondowoso,
Situbondo, Pasuruan, Malang, hingga Pulau Madura.
Ketakutan, ketegangan, kepanikan, dan saling curiga yang
makin meluas di masyarakat, melahirkan berbagai isu
menyeramkan, demikian berbagai laporan media kala itu.
Pemberitaan media massa saat itu menyebut kehadiran para
terduga pelaku yang digambarkan 'terlatih', 'bergerak cepat',
'dapat menghilang', serta mirip 'ninja'.

Dan, ketika gonjang-ganjing politik di tingkat nasional belum


sepenuhnya normal, sebagian tersangka pelaku
pembunuhan di lapangan, terutama di wilayah Banyuwangi,
diadili dan dijatuhi hukuman pidana. Namun upaya hukum ini
disebut tidak menyentuh teka-teki yang menjadi pertanyaan
di masyarakat, yaitu siapa aktor utama di baliknya.Suara-
suara yang menuntut agar motif besar di balik teror rentetan
pembunuhan ini diselidiki terus disuarakan, tapi agaknya
terhambat kendala politik dan teknis hukum.
Dihadapkan teka-teki tak terjawab itulah, barulah pada
2015, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) —
sesuai amanat UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM — memulai melakukan penyelidikan atas kasus
kekerasan ini.

Anda mungkin juga menyukai