Anda di halaman 1dari 4

Analisis Kasus Teroris di Indonesia

Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

O
L
E
H

NURUL AULIA FITRA


1730306023

DOSEN PEMBIMBING :
SUTRI YANI, M.Pd

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR

Tragedy Bom Bali I


Menurut sumber dari Museum.polri.go.id yang dikutip Liputan6.com, Minggu
(12/10/2002), korban tewas mencapai 202 orang. Sebanyak 164 orang diantaranya
warga asing dari 24 negara, 38 orang lainnya warga Indonesia, dan 209 orang
mengalami luka-luka. Dampak lerusakan hingga radius satu kilometer dari pusat
ledakan. Peristiwa yang disebut Bom Bali I ini dianggap sebagai aksi terorisme
terparah dalam sejarah Indonesia.
Kejadian bermula pada pukul 20.45 Wita. Salah satu pelaku, Ali Imron
menyiapkan satu bom kotak dengan berat sekitar 6 kilogram yang telah dipasang
system remote ponsel, di rumah kontrakan. Artinya, bom itu diledakkan dari jarak
jauh menggunakan ponsel. Bom tersebut dibawa Ali Imron menggunakan sepeda
motor Yamaha, dan di letakkan di trotoar sebelah kana kan tor Konsultan Amerika
Serikat. Selanjutnya, dia pergi menuju Sari Club dan Paddy’s Pub untuk memantau
situasi serta lalu lintas di sekitar. Ali selanjutnya kembali ke rumah kontrakkan.
Sekitar pukul 22.30 Wita, Ali Imron bersama dua pelaku bom bunuh diri, yakni
Jimi dan Iqbal pergi menuju Legian dengan menggunakan mobil Mitshubishi L 300.
Idris pelaku lain, mengikuti mereka dengan menggunakan motor Yamaha.
Sesampainya di Legian, Ali Imron menyuruh Jimi untuk menggabungkan kabel-kabel
dari detonator ke kotak switch bom mobil L 300. Jimi akan melancarkan bom bunuh
diri menggunakan mobil L 300 di Sari Club.
Pada saat yang bersamaan, Ali Imron menyuruh Iqbal untuk memakai bom rompi.
Iqbal juga akan bereaksi sebagai ‘pengantin’ (sebutan untuk pelaku bom bunuh diri)
di Puddy’s Pub. Duar! Bom meledak dari restorant tempat nongkrong tersebut.
Sementara iru, Ali turun dari mobil L 300 kemudian di jemput Idris untuk menuju
Jalan Imam Bonjol. Sedangkan, Jimi langsung memacu mobil menuju Sari Club, lalu
meledakkan bom di dalam mobil yang ia kendarai. Bom kedua pun meledak dari
mobil tersebut. Ratusan orang tewas akibat dua bom tersebut.
Di tengah perjalanan, Ali Imron menekan tombol remote control yang sudah
dipasang pada ponselnya. Duar! Bom yang di dalam kotak yang telah ia taruh
sebelumnya meledak di depan konsulat Amerika Serikat. Ini merupakan bom yang
ketiga dan tak mengakibatkan korban jiwa. Sejak itu, eksodus besar-besaran terjadi di
Pulau Dewata. Bandara Ngurah Rai sesak didatangi banyak warga asing, terutama tim
Investigasi dari Biro Investigasi Amerika Serikat (FBI)

ANALISIS KASUS
Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme, satu diantaranya
adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14 ayat 1, The Prevention of Terrorism
(Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut, Terrorism means the use of
violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear.
Kegiatan Terorisme memiliki tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan
sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok, atau suatu
bangsa.

Pada tahun 1937 lahir Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Terorisme,


dimana Konvensi ini mengartikan terorisme sebagai Crimes Against State melalui
Europan Convention on The Suppression of Terrorism (ECST) tahun 1977 di Eropa,
makna terorisme mengalami suatu pergeseran dan perluasan paradigm, yaitu sebagai
suatu perbuatan yang semula dikategorikan sebagai Crimes Againts State menjadi
Crimes Againts Humanity, dimana yang menjadi korban adalah masyarakat sipil.
Crimes Againts Humanity masuk kategori Gross Violation of Human Rights
(Pelanggaran HAM Berat) yang dilakukan sebagai bagian yang meluas atau
sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil, lebih di arahkan pada jiwa-jiwa orang yang tidak bersalah
(Public by innocent) sebagaimana yang terjadi di Bali.

Para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang


pembabasan, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran di mata
terrorism. “Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan
terrorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang”.
Padahal terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.

Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak


Trorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indinesia sebagai akibat
dari Tragedi Bali, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengutus
tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan actor intelektual
dibalik peristiwa tersebut. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) belum
mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak
Pidana Terorisme.

Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-undang


Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002 yang pada 4 April
2003 disahkan menjadi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme disamping KUHP dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan Hukum Pidana Khusus.

Jika dihubungkan dengan tragedy World Trade Center (WCT) di New York, Amerika
Serikat pada tanggal 11 September 2001, yang dikenal sebagai “September Kelabu”. Pada
pagi itu, 19 pembajak dari kelompok militant Islam, al-Qaeda, membajak empat pesawat jet
penumpang. Para pembajak sengaja menabrakkan dua pesawat ke Menara kembar Twin
Towers World Trade Centre. Pembajak juga menabrakkan pesawat ketiga ke gedung
Pentagon di Arlington, Virginia. Ketika penumpang berusaha mengambil alih pesawat
keempat, United Airlines Penerbangan 93, pesawat ini jatuh di lapangan dekat Shanksville,
Pennsylvania dan gagal mencapai target aslinya di Washington, D.C. menurut laporan tim
invesrigasi 911, sekitar 3000 jiwa tewas dalam serangan ini. Dugaan langsung jatuh kepada
al-Qaeda, dan pada 2004, pemimpin kelompok Osama bin Laden.

Bila dilihat dari waktu terjadinya Bom Bali, yaitu tepat 1 tahun, 1 bulan, dan 1 hari
setelah serangan 11 September ke Menara WTC, Amerika Serikat. Jelas kedua
peristiwa ini saling berhubungan. Sangat dimungkinkan terjadi, bom bali ini didalangi
dan di skenarioi oleh pihak asing, yaitu zionis Amerika untuk menjebak,
menghancurkan, dan membuat negara Indonesia terpuruk karena tuduhan-tuduhan
yang sarat akan kebencian terhadap Islam, karena Indonesia memiliki penduduk yang
mayoritas Islam. Bukankah sepanjang yang kita tahu, banyak negara non-Muslim
yang membenci Islam, yang mengatakan Islam itu teroris, pembunuh dan dalang dari
permasalahan.

Jika ditelisik lebih dalam lagi, dapat dikatakan bahwa bangsa barat ini menjadikan
muslim sebagai boneka percobaan mereka, sedangkan mereka yang berada dibalik
layar tertawa bahagia menyaksikan permainan yang mereka buat berjalan sesuai
skenarionya. Mereka mempengaruhi pemikiran orang Islam yang terlalu fanatic dalam
beragama, atau muslim yang tak tau apa-apa yang mudah dipengaruhi, atau bahkan
bisa jadi otak mereka telah dicuci dengan iming-iming Jihad Fi sabilillah, berjuang di
jalan Allah, padahal tidak ada jihad dengan jalan mencelakai orang lain, bahkan
dengan jalan bunuh diri. Mereka ingin membuat muslim di pandang buruk oleh
bangsa di dunia.

Anda mungkin juga menyukai