Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Bayu Senoaji

NIM : 20512057111022

MATA KULIAH : Governance dan Demokrasi

Tugas Review Jurnal

Decentralization and Democracy in Indonesia : A Critique of Neo-Institutionalist

Karya : Vedi R. Hadiz

Di awal jurnal dijelaskan bahwa desentralisasi telah muncul dalam dua dekade terakhir
sebagai salah satu topik penting di dalam perdebatan teori dan kebijakan pembangunan. Hal
ini juga dipahami sebagai pengalihan kekuasaan politik, fiskal, dan administratif kepada
pemerintah. Pasca berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto, desentralisasi tidak memiliki
dampak yang signifikan dalam mendorong rencana pemerintah. Akan tetapi, desentralisasi
berperan dalam mengembangkan jaringan patronase yang baru di desentralisasi. Melihat kasus
desentralisasi di Indonesia, menunjukkan bahwa hal terpenting bukanlah desentralisasi, tetapi
sistem hubungan kekuasaan yang dimana desentralisasi tersebut dapat berjalan. Menurut
Manor (1998), desentralisasi demokratis bukanlah hal yang wajar terjadi khususnya di
Indonesia. Akan tetapi, adanya sistem kepartaian, kebebasan pers merupakan beberapa faktor
keberhasilan dari desentralisasi demokratis.

Dengan adanya beberapa faktor keberhasilan di atas, desentralisasi belum juga


memunculkan hasil demokrasi seperti yang diharapkan oleh para neo-institusionalis. Hal ini
dikarenakan institusi demokrasi telah dialokasikan oleh banyak elemen dari rezim yang otoriter
dan hal ini merujuk kepada rezim Soeharto. Desentralisasi telah membaur bersama denan
masyarakat sipil. Biasanya, desentralisasi diasumsikan untuk memberikan kesempatan yang
lebih baik kepada masyarakat agar dapat ikut berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan.
Salah satu tujuan utama dari desentralisasi di Indonesia sendiri adalah terdapatnya kontrol lokal
atas prioritas pembangunan dan sumber daya. Analisis dari Rood (1998) tentang hubungan
antara desentralisasi dan demokrasi menunjukkan bahwa perkembangan sosial – ekonomi lebih
mengarah terhadap kelas menengah untuk menghasilkan praktik tata kelola yang baik. Rood
juga berpendapat bahwa perubahan sosio – ekonomi tersebut diikuti dengan terjadinya
pergeseran generasi dalam keluarga politik yang berkuasa.
USAID (Badan Pembangunan Internasional AS) memberikan saran bahwa kerangka
hukum untuk otonomi daerah di Indonesia diarahkan untuk membantu agar menciptakan dasar
untuk tata pemerintahan yang demokratis di tingkat nasional dan lokal dan juga jelas dalam
memberikan peduli terhadap partisipasi publik, akuntabilitas, serta lokal. Populis dan radikal
memberikan kritik terhadap kebijakan tersebut karena telah lama mengklaim bahwa mereka
telah menghasilkan proses pembangunan elitis dengan terpinggirkannya masyarakat,
sedangkan elit kecil dikatakan tumbuh lebih kuat dalam modal internasional. Contoh di
Indonesia adalah tradisi populisme islam yang digambarkan dengan besarnya serakah dalam
bisnis. Menurut Harriss (2002), kontemporer memiliki fungsi utama sebagai menolak konflik
sosial dan pentingnya hubungan kekuasaan yang tidak setara dalam menentukan lintasan
pembangunan sehingga modal sosial adalah bagian penting dari teknokratis.

Desentralisasi telah mewujudkan banyak agenda politik. Proses desentralisasi lebih


berdampak pada kekuasaaan, perjuanga, dan kepentingan. Dijelaskan bahwa masalah utama
yang sering dihadapi oleh kaum neo-institusional adalah tidak lancarnya proses dari
desentralisasi itu sendiri. Banyak argumen dari para ahli bahwa tidak tepatnya ukuran atau
proses yang terjadi pada desentralisai. Bank Dunia atau yang lebih dikenal dengan IMF
menyebut bahwa salah satu faktor keberhasilan dari desentralisasi bergantung kepada platihan
untuk pejabat atau pemerintah dalam cakupan administrasi desentralisasi. Runtuhnya rezim
Soeharto yang berimbas terhadap krisis ekonomi di Asia membukakan jalan untuk munculnya
kerangka politik yang mengakibatkan partai politik, parlemen menjadi hal yang penting.
Seringkali gagalnya suatu proses desentralisasi dipandang karena suatu desain desentralisasi
yang salah. Akan tetapi, gagalnya proses desentralisasi disebabkan produk dari
ketidakmampuan diri sendiri dan rancangannya.

Pemerintah dan rakyat yang memperjuangkan desentralisasi di Indonesia sebagai


langkah menuju pemerintahan modern yang penuh dengan kebaikan telah keluar dari konteks
politik. Dengan minimnya kepentingan dan partai terorgarnisri yang mendukung agenda
refomasi menyebabkan proses desentralisasi digunakan untuk kepentingan predator atau elite.
Desentralisasi dan demokrasi di Indonesia ditandai dengan terlihatnya pola baru dari kegiatan
korupsi yang menyebar, munculnya money politic atau politik uang, dan adanya konsolidasi
gangsterisme politik. Di banyak negara, masyarakat sipil dan gangster politik menjadi pemeran
utama dalam kehidupan politik demokrasi yang terdesentralisasi seperti yang terjadi di Rusia
pasca runtuhnya Uni Soviet, Filipina, Thailand, dan lain – lain.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagian besar proses desentralisasi di Indonesia telah
dibajak oleh kepentingan yang tidak memperoleh keuntungan yang banyak dari pemerintah
daerah. Hal tersebut ditandai dengan akuntabilitas yang besar kepada masyarakat lokal. Pada
awal kemunculannya, desentralisasi seringkali dianggap sebagai hal yang salah, kepentingan
political strongman dalam merebut kekuasaan memiliki dampak yang penting bagi proses
desentralisasi khususnya proses desentralisasi di Indonesia. Desentralisasi tidak menghasilkan
jenis pemerintahan yang baik jika di ikuti dengan adanya kepentingan – kepentingan yang
hanya mementingkan kepentingan pribadi dari aktor – aktor politik yang ada.

Menurut saya, desentralisasi yang terjadi di Indonesia telah dipegang kendali secara
penuh oleh aktor yang memiliki kepentingan – kepentingan yang tidak memberikan
keuntungan kepada negara dan hal tersebut ditandai oleh akuntabilitas dan transparansi.
Melihat dari beberapa kasus di luar Indonesia, proses desentralisasi melahirkan dan
memunculkan banyaknya praktek korupsi. Dalam hal ini, Indonesia harus lebih berhati – hati
dengan adanya proses desentralisasi agar tidak memunculkan banyak kasus korupsi. Walaupun
sudah terjadi pengembangan dan perbaikan di dalam lembaga negara, masih banyak ditemukan
bahwa pola – pola korupsi yang terjadi di dalam kelembagaan tersebut. Praktek politik uang
juga dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi. Oleh karena itu diperlukan pengawasan yang
lebih terhadap kelembagaan agar kasus tersebut tidak semakin marak terjadi di Indonesia.
Walaupun desentralisasi tidak memunculkan pemerintahan yang baik, akan tetapi
desentralisasi dapat menjadi wadah untuk mewakili berbagai kelompok politik, agama, suku,
budaya dan berbagai golongan masyarakat untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan
agar menciptakan keadilan yang merata untuk seluruh golongan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai