Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Kelompok 2:

Aditya Danial Al Faqih (21102182)

Angelina Narisandi Ramadhani (21102190)

Dea Cantika (21102198)

Fitriatuz Zahro (21102205)

Syamsul Hadi (21102234)

DOSEN PENGAMPU:

Zidni Nuris Yuhbaba, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
2023
A. Definisi

Perilaku kekerasan merupakan bentuk perilaku yang membahayakan pada diri sendiri
maupun orang lain, baik secara fisik maupun psikologis (Ismaya & Asti, 2019). Dalam hal
ini, perilaku kekerasan terjadi dalam dua kategori, baik sedang terjadi perilaku kekerasan
maupun riwayat perilaku kekerasan (Fitri Agustina et al., 2022). Perilaku kekerasan
merupakan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada orang lain
maupun diri sendiri.
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan emosional, campuran antara rasa
frustasi dan kebencian atau kemarahan. Hal ini didasarkan pada keadaan emosi yang
mendalam pada setiap individu sebagai bagian penting dari keadaan emosi kita yang dapat
diproyeksikan ke lingkungan, baik internal maupun destruktif (Yoseph, Iyus, 2010). Kejadian
perilaku kekerasan sangat berdampak pada pasien seperti gangguan psikologis, kurang
percaya diri depresi, ketidakberdayaan, dan isolasi diri (Andika et al., 2022). Oleh karena itu,
untuk memperkecil risiko yang ditimbulkan pasien akibat perilaku kekerasan dibutuhkan
suatu tindakan keperawatan yang tepat dan efektif (Wardhani et al., 2020).

B. Faktor Predisposisi

Berdasarkan hasil penelitian Kandar dan Iswanti (2019), faktor predisposisi resiko
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Faktor psikologis

Faktor Psikologis Teori psikoanalitik: Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif adalah
hasil yang didorong oleh pengajaran. Freud percaya bahwa perilaku manusia dipengaruhi
oleh dua naluri, yang pertama adalah naluri hidup yang diwujudkan dalam bentuk hasrat
seksual; dan kedua: naluri kematian yang diwujudkan melalui agresif. Faktor psikologis
yang dapat mempengaruhi partisipan mengalami perilaku kekerasan adalah kepribadian
yang tertutup, perasaan kehilangan yang mendalam, aniaya seksual, dan kekerasan dalam
rumah tangga.
2. Faktor sosial budaya

Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan, dan keberadaan norma dapat
membantu menentukan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak, sehingga
dapat membantu seseorang untuk mengekspresikan rasa marah dengan cara yang asertif.
Faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi partisipan mengalami perilaku kekerasan
adalah akibat pekerjaan dan pernikahan.
3. Faktor Biologis

Beberapa studi membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis, studi
neurobiologis menemukan terkait adanya pemberian stimulus elektris ringan pada
hipotalamus (terletak ditengah sistem limbik).

C. Faktor presipitasi

1. Faktor genetik putus obat sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku kekerasan.
Pasien mengungkapkan bahwa penyebab putus obat disebabkan berbagai faktor, seperti
efek samping obat yang membuat pasien pusing, tidak ada yang mengingatkan untuk
kontrol dan minum obat serta keinginan untuk tidak mengkonsumsi obat lagi.
2. Faktor psikologis konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku
kekerasan.
3. Faktor sosial budaya partisipan mengungkapkan bahwa konflik lingkungan yang menjadi
stressor dan penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa. Ketidakharmonisan
membuat diri ingin marah dan berbicara dengan kasar.
D. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku Kekerasan

Gambar 1 Rentang Respon Marah

Keterangan :

Menurut Yususf (2015) rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal
(adaptif) sampai dengan tidak normal (maladaptif).
1. Asertif : Pasien dapat mengungkapkan kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti
orang lain
2. Frustasi : Pasien mengalami kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat

3. Pasif : Respons lanjutan dari pasien yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
4. Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol

5. Perilaku kekerasan/amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol (amuk).

E. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi din (Stuart dan Sundeen, 1998). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa
cemas yang timbul karena adanya ancaman Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain (Maramis, 1998) :
1. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti artinya saat mengalami suatu dorongan,


penyalurannya ke arah lain. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi

Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu dan mencumbunya.
3. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.


Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil, membenci orang
tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-lebihkan sikap


dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar
5. Displacement

Melepaskan perasaan yang tertekan. melampiaskan pada obyek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun yang marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya, mulai bermam perang-perangan dengan temannya.
F. Pohon Masalah
G. Strategi Pelaksanaan
Diagnosa Tindakan Pertemuan

1 2 3 4 5 S.D 12
Resiko Pasien 1. Identifikasi 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi
Perilaku penyebab, tanda latihan fisik 1 latihan fisik 1 dan kegiatan
latihan fisik 1 dan 2.
Kekerasan dan gejala, PK dan 2, dan obat. 2, obat dan verbal. latihan fisik
Beri pujian.
yang dilakukan, Beri pujian. Beri pujian. 1,2, minum
akibat PK. 2. Latih cara mengontrol 2. Latih cara obat, verbal
2. Latih cara
2. Jelaskan cara mengontrol PK dan spiritual
PK dengan obat mengontrol PK
mengontrol PK: secara verbal (3 dan berikan
(jelaskan 6 benar: secara spiritual (2
fisik, obat, cara yaitu: pujian.
jenis, guna, dosis, kegiatan).
verbal, spiritual. mengungkapkan, 2. Nilai
frekuensi, cara, 3. Masukkan pada
3. Latih cara meminta, menolak
jadwal kegiatan kemampuan
kontinuitas minum
mengontrol PK dengan benar).
untuk latihan fisik, yang
obat).
fisik 1 (tarik 3. Masukkan pada telah
3. Masukkan pada minum obat,
nafas dalam) dan jadwal kegiatan mandiri.
verbal dan
2 (pukul kasur jadual kegiatan untuk untuk latihan
spiritual. 3. Niilai
atau bantal). latihan fisik dan fisik minum obat,
apakahPK
4.Masukkan minum obat. dan verbal.
terkontrol.
pada jadwad
kegiatan untuk

latihan fisik
Keluarga 1. Diskusikan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi

masalah yang keluarga dalam keluarga dalam keluarga dalam kegiatan

dirasakan dalam merawat/ melatih merawat/ melatih merawat/ melatih keluarga

merawat klien. pasien fisik 1, 2. Beri pasien fisik 1, 2 pasien fisik 1, 2 dan dalam
pujian. dan memberikan memberikan obat, merawat/
2. Jelaskan
obat. Beri pujian. verbal dan spiritual. melatih
pengertian, tanda 2. Jelaskan 6 benar cara
memberikan obat. 2. Latih cara Beri pujian. pasien fisik
dan gejala, dan
proses terjadinya 3. Anjurkan membantu 2. Jelaskan follow up 1, 2 dan
membimbing
pasien sesuai jadwal verbal/bicara. ke PKM, tanda memberikan
PK
dan memberi pujian. 3. Latih cara kambuh, rujukan. obat, verbal
(gunakan
booklet). 3. Anjurkan dan spiritual
membimbing
3. Jelaskan cara membantu pasien dan follow
kegiatan spiritual.
merawat PK. up. Beri
pujian.
4. Latih 1 cara 4. Anjurkan sesuai jadwal dan 2. Nilai
merawat PK: membantu pasien memberi pujian. kemampuan
fisik 1, 2. sesuai jadual dan merawat
5.Anjurkan memberi pujian. pasien.
membantu pasien
3. Nilai
sesuai jadwal dan kemampuan
memberikan keluarga
pujian. melakukan
kontrol ke
PKM.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

Klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan

Pertemuan ke 1

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi klien:

Data Subjektif: Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang, kesal atau
marah. Riwayat perilaku kekerasan.

Data Obyektif :

Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi, bicara menguasai saat marah.
Merusak dan melempar barang-barang.

b. Diagnosa keperawatan:

Perilaku Kekerasan

c. Tujuan khusus:

1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

3) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya

4) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya

5) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,


spiritual, sosial.

d. Tindakan keperawatan:

1. Bina hubungan saling percaya

2.Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu

3.Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan


4.Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik,
spiritual , sosial

2. Strategi Komunikasi

a. Fase Orientasi
1) Salam
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Perawat A , saya yang bertugas di
ruangan ini , Nama bapak siapa,biasa dipanggil siapa?”
2) Evaluasi validasi

“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”

3) Kontrak

“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”

“Baiklah bapak tujuan kita berbincang bincang hari ini adalah untuk mengetahui
penyebab dan tanda-tanda ibu marah dan nanti kita latihan cara mengontrol marah
bapak..

“Mungkin waktunya sekitar 10 menit dan untuk tempatnya bisa di sini saja pak

b. Fase Kerja

“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa?

“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau
masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?”
(tunggu respons pasien)

“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal”

“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting
pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang”

“Disini ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik.
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”mengepal?

”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan perlahan – lahan melalui
mulut

Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana

perasaannya?”

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

c. Fase Terminasi

1) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

a) Evaluasi subjektif

Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang- bincang tentang kemarahan


bapak ?

b) Evaluasi objektif
"Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah dan yang bapak lakukan itu akan
merugikan bapak dan sekitarnya
2) Rencana tindak lanjut

“ Sebaiknya bapak agar terhindar dari kemarahnya bisa lakukan latihan napas
dalamnya ya pak.„"

3) Kontrak yang akan datang

“Sekarang kita buat jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau
latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”

”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah atau mengontrol kemarahannya. Tempatnya disini saja ya pak,
Selamat pagi”
Daftar Pustaka

Afifah, W. A. N. (2017). Asuhan Keperawatan Jiwa. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP

Andika, A., Winranto, A., Natasha, D. C., & Surbakti, D. I. (2022). Penerapan Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn.A Dengan Masalah Risiko Perilaku Kekerasan Pendekatan
Strategi Pelaksanaan.
Azizah, Lilik Ma'rifatul. (2016)..Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Ngemplak, Sleman, Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Fitri Agustina, A., Restiana, N., & Saryomo. (2022). Penerapan Terapi Musik Klasik Dalam
Mengontrol Marah Pada Pasien Resiko Perilaku Kekerasan: Literature Review. Journal
Of Nursing Practice And Science, 1(1), 73–79.
Ismaya, A., & Asti, A. D. (2019). Penerapan Terapi Musik Klasik Untuk Menurunkan Tanda Dan
Gejala Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Singgah Dosaraso Kebumen. The
University Research Colloqium, 64–71.
Muhith, Abdul. (2017). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CV
ANDI OFFSET.
Wardiyah, A., Pribadi, T., & Yanti Tumanggor, C. S. M. (2022). Terapi Relaksasi Napas dalam
pada Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Rs Jiwa Bandar Lampung. JURNAL
KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), https://doi.org/10.33024/jkpm.v5i10.7322
Saseno&Kriswoyo PG. (2013). PengaruhTindakan Restrain dengan Manset terhadap Skizofrenia.

Jurnal Keperawatan Mersi, 4 (2)

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai