Pacta Sunt Servanda dan Prinsip Rebus Sic Stantibus dalam Perjanjian Internasional
Oleh Mumtaz Hannafiah
NIM 2010611196 Dengan semakin besar dan meningkatnya saling ketergantungan antar negara, akan mendorong diadakannya kerjasama internasional, yang dalam banyak hal dirumuskan dalam bentuk perjanjian internasional. Adanya perbedaan sistem kenegaraan, bentuk negara, perbedaan pandangan hidup, kebudayaan, agama atau kepercayaan bukan merupakan penghalang untuk menjalin kerjasama, bahkan dapat meningkatkan intensifnya hubungan antar negara. Demikian juga permasalah yang menjadi sasaran pengaturan dalam perjanjian internasional tidak hanya masalah-masalah yang ada dipermukaan bumi saja, namun sudah meluas pada masalah- masalah yang ada di dalam perut bumi dan juga yang ada di luar planet bumi (di ruang udara dan ruang angkasa). Oleh karena hal ini kemudian, dibuatlah aturan-aturan secara lebih tegas dan pasti, yaitu dalam bentuk perjanjian internasional. Bahwa selama masih berlangsungnya hubungan-hubungan antar negara atau hubungan internasional, selama itu pula banyak berbagai perjanjian internasional yang akan lahir. Melalui perjanjian internasional pelaksanaan hak dan kewajiban negara di dunia internasional akan lebih terarah dan terjamin. Dalam setiap perjanjian termasuk perjanjian internasional terdapat asas-asas yang dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanannya. Adapun asas yang paling fundamental adalah asas pacta sunt servanda, yang mana bahwa janji mengikat sebagaimana undang-undang bagi yang membuatnya. Asas tersebut yang menjadi landasan dari lahirnya perjanjian, termasuk perjajian internasional dan melandasi dilaksanakannya perjanjian sesuai dengan apa yang diperjanjikan oleh para pihak. Tanpa adanya janji-janji yang telah disepakati tidak akan lahir perjanjian. Perjanjian harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana janji-janji yang diberikan oleh para pihak. Pacta sunt servanda merupakan asas fundamental dalam perjanjian internasional sebab asas ini mendorong negara untuk menghormati persetujuan atau perjanjian antar negara dan menjadi daya ikatnya sendiri. Sedangkan, keberadaan asas rebus sic stantibus sendiri jufa telah lama dikenal dalam masyarakat khususnya dalam masyarakat hukum. Bahkan kini asas tersebut sudah menjadi bagian dari hukum positif, baik dalam sistem hukum nasional mapun hukum internasional. Rebus sic stantibus sendiri memiliki berarti bahwa perjanjian menentukan perbuatan selanjutnya untuk melaksanakannya pada masa yang akan datang harus diartikan tunduk kepada persyaratan bahwa lingkungan dan keadaan di masa yang akan datang tetap sama. Hal ini berarti bahwa perjanjian akan dilaksanakan oleh semua pihak sesuai dengan janji mereka, sepanjang lingkungan dan keadaan pada saar dibuatnya [erjanjian tidak berubah untuk masa yang akan datang. Sehingga dengan adanya perubahan keadaan dan ternuata perubahan tersebut memengaruhi perjanjian, maka pihak yang tidak mampu lagi melaksanakan perjanjian dapat menaytakan untuk tidak terikat lagi pada atau keluar dari perjanjian tersebut. Asas ini, menurut saya dapat menjadikan suatu hukum atau perjanjian internasional sebagai sesuatu hal yang baik, namun tetap harus digunakan dengan hati-hati agar tidak terjadi penyalahgunaan aataupun digunakan sebagai pembenar bagi sebuah negara untuk tidak melaksanakan kewajibannya atas suatu perjanjian.