Tugas Makalah Kuliah S3 Hukum Keluarga, disusun Oleh :
Rona Ayu Edithya Margareth NPM : 2274030010
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADIN INTAN LAMPUNG 2022 Pendahuluan Prenuptial Agreement atau perjanjian perkawinan adalah perjanjian tertulis antara pasangan suami-istri yang dibuat sebelum atau selama perkawinan berlangsung yang diatur oleh Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang berbunyi : (1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. (2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. (3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. (4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga Kemudian ditegaskan juga dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, menegaskan perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan, serta perjanjian perkawinan dapat disahkan oleh notaris. Isiyang diatur di dalam perjanjian kawin tidak hanya mengenai harta benda perkawinan, namun dapat juga seperti pembagian biaya keluarga, penyelesaian perselisihan dalam rumah tangga, kebiasaan mengoleksi barang langka yang tergolong mahal, hingga mengatur terhadap profesi masing-masing calon suami istri selama perkawinan berlangsung. Perjanjian kawin di Indonesia, mengatur tentang harta dalam perkawinan dan harta bawaan dari pasangan suami istri. Negara Amerika Serikat merupakan negara common law dengan yurisprudensi sebagai sumber hukumnya. Selain adanya ketentuan umum pemerintah federal, tiap-tiap negara bagian memiliki peraturan berbeda antar satu sama lain. Dalam kaitannya dengan perjanjian kawin, mayoritas negara bagian mengadopsi ketentuan Uniform Premarital Agreement Act (UPAA) sehingga peraturan tersebut berlaku sejalan dengan ketentuan masing-masing negara bagian. Perbedaan dari masing- masing negara bagian serta sistem yang tidak membedakan hukum keluarga dan hukum kontrak membuat negara Amerika Serikat menarik untuk dijadikan pembanding. Adapun permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah mengenai bagaimana pengaturan megenai perjanjian kawin di Negara Indonesia dan Amerika Serikat. PEMBAHASAN Pengertian Perjanjian Kawin Perjanjian Kawin adalah perjanjian yang dibuat dalam suatu ikatan perkawinan (bisa sebelum dan bisa juga selama masa perkawinan). Perjanjian perkawinan adalah salah satu bentuk dari perjanjian yang dibuat antara satu pihak dengan pihak lainnya, sebelum mengadakan upacara pernikahan untuk mengesahkan keduanya sebagai pasangan suami dan istri. Membuat perjanjian kawin hukumnya mubah atau boleh, selama tidak melanggar asas-asas perjanjian dalam hukum islam. Perjanjian Kawin di Indonesia Perjanjian Perkawinan diatur dalam Pasal 139 sampai dengan Pasal 185 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUHPer) dan Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (untuk selanjutnya disebut UU Perkawinan). Pada mulanya berdasarkan KUHPer dan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan, Perjanjian Perkawinan hanya bisa dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan atau dapat disebut juga Prenuptial Agreement. Berkaitan dengan Pasal 29 ayat (3) UU Perkawinan, maka terdapat perbedaan sebelum dan sesudah adanya Putusan MK. Berdasarkan Putusan MK 69/2015 tersebut, Perjanjian Perkawinan tidak hanya berlaku sejak perkawinan dilangsungkan tetapi juga bisa berlaku apabila ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan oleh kedua belah pihak Perbedaan lainnya yaitu berkenan dengan Pasal 29 ayat (4) UU Perkawinan, maka bunyi pasal pasca adanya Putusan MK 69/2015 adalah selama perkawinan berlangsung, Perjanjian Perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.Dengan demikian sejak adanya Putusan MK 69/2015, Perjanjian Perkawinan bisa dibuat tidak hanya oleh kedua calon yang akan melangsungkan perkawinan (Prenuptial Agreement), tetapi juga dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang masih terikat dalam sebuah hubungan perkawinan (Postnuptial Agreement). PERJANJIAN KAWIN DI AMERIKA SERIKAT Generasi milenial di Amerika Serikat (AS) semakin menaruh minat untuk membuat perjanjian pranikah. Hal itu terungkap berdasarkan riset yang dilakukan American Academy of Matrimonial Lawyers (AAML). Lebih dari separuh advokat dari anggota organisasi itu menangani peningkatan jumlah klien yang ingin menyusun perjanjian pranikah. Hanya dua persen dari anggota AAML yang menyebut permintaan perjanjian pranikah menurun untuk klien rentang usia 18 hingga 34 tahun. AAML menyebut sebanyak 62 persen anggotanya makin sering menangani perjanjian pranikah selama tiga tahun terakhir. Amerika Serikat menganut system “common law”. Common law memiliki konsensi tak tertulis dan didasari peristiwa hukum sebelumnya atau dijadikan dasar penghakiman. Putusan-putusan hakim atau yurisprudensi mewujudkan kepastian hukum yang mengikat umum dan membentuk kaidah - kaidah hukum. Setiap keputusan hakim terdahulu untuk kasus sejenis akan mempengaruhi susudahnya (asas doctrine of precedent atau doctrine of stare decisis). Jika tidak ditemukan referensi dari kasus yang sama di masa yang lalu, maka hakim yang bertugas memiliki wewenang penuh untuk memutuskan perkara dengan metode penafsiran hukum berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat. KESIMPULAN
Perjanjian perkawinan di Indonesia dibuat berdasarkan UU Perkawinan yang
harus dibuat sesuai dengan hukum positif Indonesia dengan pengesahan oleh pegawai pencatatan perkawinan atau notaris di Indonesia. Perjanjian kawin di Negara Amerika Serikat dibuat berdasarkan prinsip common law dengan yurisprudensi sebagai sumber hukumnya. Selain adanya ketentuan umum pemerintah federal, tiap-tiap negara bagian memiliki peraturan berbeda antar satu sama lain. Dalam kaitannya dengan perjanjian kawin, mayoritas negara bagian mengadopsi ketentuan Uniform Premarital Agreement Act (UPAA) sehingga peraturan tersebut berlaku sejalan dengan ketentuan masing-masing negara bagian.