Anda di halaman 1dari 7

Nama : Nikita Rasyidin

NIM : 01689230016

Retorika Aristoteles Pada Kajian Ilmiah Media Sosial

Cara berbicara selalu dilibatkan sebagai alat untuk memberi dan mendapatkan data kepada orang
banyak. Untuk situasi ini, diperlukan suatu prosedur yang benar-benar siap meyakinkan masyarakat
pada umumnya di saat-saat genting yang terjadi di suatu negara. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan
oleh daerah yang lebih luas terpaksa terhambat hingga keadaan darurat mencapai titik sasaran. Agar
individu dapat menyetujui konvensi dan peraturan yang ditetapkan oleh otoritas publik, diperlukan
pesan-pesan yang menarik. Pesan pengaruh pada tahap darurat saat ini sering dilacak berdasarkan
episode baru pandemi.

Hadirnya kondisi krisis kesejahteraan berdampak praktis terhadap kehidupan dari satu belahan bumi ke
belahan bumi yang lain, termasuk Indonesia, baik secara finansial maupun sosial. Hal ini disebabkan
oleh adanya pandemi yang bermula dari infeksi virus Corona (Wahdian dan Setiawati, 2020). Mulai
dari kasus pertama Covid Illness 2019 (Coronavirus) yang dikonfirmasi oleh World Wellbeing
Association (WHO) di Wuhan, China pada bulan Desember 2019 dan tepatnya kasus pertama di
Indonesia pada Walk 2020, berdampak signifikan pada beberapa bidang kehidupan sehari-hari. karena
Infeksi yang disebut SARS-CoV2 dapat menyebar melalui udara.

Tanpa adanya imunisasi, tindakan pemisahan sosial adalah salah satu instrumen utama untuk
mengurangi penularan penyakit pernapasan akut parah Covid 2 (SARS-CoV-2), yang menyebabkan
virus Corona. Karena bahaya COVID19, badan legislatif publik dan lokal di seluruh dunia telah
mengumumkan situasi yang sangat sensitif, mengajukan permohonan yang lebih aman di rumah, dan
mewajibkan penghentian bisnis untuk meningkatkan jarak sosial dan mengurangi risiko penularan
(Weill dkk., 2020).

Pandemi virus Corona tentunya merupakan ujian yang berat bagi semua negara, menguji kemampuan,
meskipun semuanya setara, untuk dapat mempelajari ilustrasi dengan terus berusaha dan mencoba
menemukan jawaban untuk setiap isu terkini (Abidah dkk., 2020 ). Di tengah kondisi pandemi virus
Corona yang sangat luas, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi
penyebaran penyakit ini adalah dengan meningkatkan protokol kesehatan, salah satunya dengan
menjaga jarak atau yang disebut dengan ramah lingkungan (Suswanto dan Setiawati, 2020).
Penghapusan sosial itu sendiri diharapkan dapat menyelamatkan nyawa dengan mengurangi tingkat dan
tingkat penyakit COVID19 dan berusaha untuk tidak mengganggu kerangka layanan medis di negara
tersebut dengan asumsi individu yang sugestif mencari pertimbangan klinis (Thunström et al., 2020).

Dengan peningkatan inovatif yang mempermudah penyebaran data untuk setiap klien, pesan yang kuat
dapat disebarkan melalui hiburan berbasis web. Hiburan online harus terlihat sebagai jenis
korespondensi elektronik yang memberikan kantor kepada klien untuk terhubung, salah satunya adalah
berbagi data (Faizin et al., 2018). Data yang tersebar melalui hiburan berbasis web tidak mengenal
batas, salah satunya adalah data dalam struktur yang kuat. Salah satu hiburan berbasis web yang terkenal
digunakan oleh masyarakat adalah YouTube. Banyaknya jumlah klien YouTube membuat banyak klien
web menggunakan YouTube untuk keperluan aktivitas sehari-hari mereka (Romadhan, 2018), salah
satunya adalah menyampaikan pesan-pesan berpengaruh.

Dalam menyebarkan pesan-pesan kuat tentang virus Corona di Indonesia, khususnya kepentingan
pemisahan sosial, klien YouTube memiliki komitmen kepada penontonnya, antara lain Atta Halilintar,
Arif Muhammad, Raditya Dika, Dylan Professionals, dan Deddy Corbuzier. Dalam rekaman yang
ditransfer, para ilmuwan melacak tiga bagian yaitu ethos, emosi, dan logos sebagai bukti cara berbicara
dalam menyampaikan pesan yang meyakinkan (Sofian, 2020).

Penemuan tersebut dipaparkan oleh (Sofian, 2020) dalam makalahnya yang bertajuk “Imajinasi
YouTuber dalam Menyadarkan Masyarakat Terhadap Virus Corona di Indonesia: Investigasi Konten
YouTube”. Artikel tersebut memberikan pemahaman mengenai betapa luasnya data yang dianggap telah
menipu masyarakat luas, sehingga berdampak pada rendahnya kepercayaan terbuka terhadap otoritas
publik dalam mengatasi pandemi ini. Pemeriksaan ini membahas tentang bagaimana beberapa
YouTuber ternama membuat rekaman yang membicarakan tentang virus Corona agar bisa menjangkau
banyak orang. Inti dari penelitian ini adalah untuk membedah bagaimana para YouTuber individu dapat
memperkenalkan isu virus Corona untuk meyakinkan budaya Indonesia melalui bukti-bukti logis yang
dihadirkan dalam rekaman mereka, yaitu dari etos, kelembutan dan logo yang menggunakan investigasi
konten.

Eksplorasi ini dituangkan dalam ranah perbincangan Ilmu Korespondensi, khususnya dalam
penyelidikan cara bicara Aristoteles sebagai perangkat ilmiah yang mengungkapkan bahwa sang ahli
cukup mengetahui tentang korespondensi. Selain itu, hasil eksplorasi ini diyakini dapat memberikan
sedikit pengetahuan baru dalam hipotesis korespondensi, khususnya yang berkaitan dengan
korespondensi publik dimana kekuatan YouTube sebagai panggung hiburan online terkenal digunakan
dalam menyelesaikan pesan-pesan yang menarik. Sebagai eksplorasi yang berbicara tentang
korespondensi terbuka, penyelidikan penyelidikan ini dibatasi pada bukti imajinatif cara berbicara yang
digambarkan oleh Aristoteles, termasuk Ethos, Emotion, dan Logos.

Kata cara berbicara sering diartikan secara keliru. Sebenarnya, cara berbicara adalah keistimewaan
membangun perselisihan dan alamat. Hal ini telah berkembang sebagai berbagai cara orang
menggunakan gambar untuk memberikan dampak pada semua orang di sekitar mereka dan untuk
membangun dunia tempat mereka tinggal (Littlejohn et al., 2017). West dan Turner (2010) sepakat
bahwa cara berbicara dicirikan sebagai sarana yang dapat diakses oleh pembicara untuk meyakinkan
kelompoknya. Penemuan cara berbicara pertama kali digambarkan oleh Aristoteles dengan membawa
cara berbicara ke dalam ilmu pengetahuan dengan sengaja menyelidiki pengaruh pembicara, alamat,
dan orang banyak. Aristoteles menemukan kemampuan cara berbicara sebagai wahyu untuk setiap
situasi di mana terdapat pengaruh (Griffin et al., 2018). Sutrisno dkk., (2014) menyatakan bahwa cara
berbicara dalam penyelidikan ilmu korespondensi merupakan suatu teknik yang melibatkan bahasa
sebagai suatu keahlian yang bergantung pada keteraturan pemahaman. Salah satu jenis korespondensi
yang dipahami dengan cara yang menarik dan produktif akan menggarisbawahi kemampuan berbicara
dengan masyarakat umum.

Mengingat klarifikasi yang menyertainya, ilmuwan mengenali masalah yang terjadi, tepatnya mengapa
ada beberapa gagasan dari Cara Berbicara Aristoteles yang tidak masuk akal dalam penelitian
sebelumnya? Setelah membedakan permasalahan pemeriksaan, peneliti menemukan inti ulasan kali ini
untuk memilah macam-macam cara bicara dan lima kelompok cara bicara dari individu YouTuber
Indonesia dalam meyakinkan khalayak mengenai isu virus Corona melalui video YouTube. isi.

Mengingat klarifikasi bukti kreatif cara berbicara dalam ujian pendampingan, ilmuwan mengamati
adanya kekurangan dalam ide-ide yang diperkenalkan. Untuk memahami konsekuensi dari hipotesis
Aristoteles tentang cara berbicara luar dan dalam, penting untuk menguji gagasan-gagasan berbeda
yang tidak masuk akal melalui pengujian sebelumnya. Ide-ide dalam hipotesis logis yang tidak dibahas
dalam eksplorasi masa lalu mencakup jenis cara bicara yang digunakan, yaitu cara bicara deliberatif
tertentu, cara bicara ilmiah, dan cara bicara epideiktik. Serta lima tata cara cara berbicara, khususnya
kelompok pengembangan, rencana permainan, gaya, penyampaian, dan ingatan. Mengingat
konsekuensi eksplorasi yang diarahkan oleh para ilmuwan, berikut adalah penemuan-penemuan yang
ditemukan para analis sehubungan dengan gagasan tentang macam-macam cara berbicara dan gagasan
tentang lima tata cara cara berbicara.

Mengingat akibat persepsi para ahli terhadap lima rekaman YouTuber Indonesia, para ilmuwan
mengamati bahwa kelima rekaman tersebut merupakan eksekusi dari cara bicara deliberatif, yaitu cara
bicara yang menghubungkan dengan apa yang akan terjadi. Cara berbicara deliberatif adalah cara
berbicara yang mengandung komponen inspiratif yang dapat meningkatkan kualitas audiens (Corner,
2004). Pembicaraan yang dilakukan pembicara secara lugas menyinggung permasalahan utama
sehingga tidak ada alasan yang jelas (Alberico dan Loisa, 2019). dimana dari cara bicara yang
disampaikan oleh setiap narasumber dengan cepat memahami bahwa ada lagi infeksi dari wuhan china
yang sudah menyebar ke indonesia, infeksi tersebut adalah virus corona. Masalah utama ini mendorong
permintaan yang dibuat oleh semua pembicara untuk meyakinkan kelompoknya agar menindaklanjuti
sesuatu atau menjauhi sesuatu (Atkins, 2018), di mana semua pembicara meyakinkan kelompoknya
untuk menjauh, menyelesaikan semua aktivitas mereka di rumah, termasuk pengalaman pendidikan dan
makan makanan dari rumah, serta mematuhi konvensi kesejahteraan yang ditetapkan oleh otoritas
publik. Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona yang semakin tidak
terbatas. Selain berupaya untuk mempengaruhi, pembicara juga memberikan inspirasi kepada
khalayaknya. Inspirasi yang diberikan kelima youtuber tersebut bermacam-macam, mulai dari wawasan
memiliki energi ekstra bersama keluarga, bersikap penuh harapan dan solid di masa pandemi, hingga
inspirasi untuk bisa menyelesaikan aktivitas sesuai harapan dengan mengindahkan anjuran agar virus
Corona segera hilang. .

Untuk memahami gagasan lima standar ekspositori yang diperkenalkan oleh setiap pembicara, analis
mengumpulkan data dari saksi yang berbeda, dimana ditemukan bahwa semua pembicara memiliki lima
kelompok logis dalam meyakinkan massa agar korespondensi dapat diselesaikan secara aktual. Dari
kumpulan penemuan tersebut, masuk akal jika seluruh pembicara merasa khawatir dengan materi
tentang virus Corona yang dikaji mengingat perkembangan materinya, yang mencakup pihak-pihak
yang dianggap penting, antara lain dokter spesialis pneumonia dan Pimpinan DPRD DKI Jakarta.
Materi ini disampaikan oleh narasumber di berbagai organisasi yang biasa menjadi santapan massa, hal
ini merupakan eksekusi penyesuaian pesan untuk menyikapi permasalahan massa. Karena poin yang
diperkenalkan merupakan topik yang serius, setiap pembicara memberikan pemikiran dan bukti
substansial pada argumennya.

Soal pedoman, jadi pesan yang disampaikan bagus, semua pembicara menyampaikan argumentasi dan
data tentang virus Corona dengan jelas, sesuai dengan apa yang dibutuhkan penonton agar menonjol di
mata orang banyak. Hal-hal sentral dan tujuan-tujuannya juga diberikan oleh setiap pembicara sebagai
titik pengaruhnya. Kemudian, pada tata cara gaya, masing-masing mempunyai cara bicaranya masing-
masing. Penutur ditemukan memiliki gaya bicara formal, semi formal atau santai untuk menyesuaikan
topik pembicaraan dengan kelompoknya. Selain menimbulkan perdebatan, ditemukan juga bahwa
hanya sedikit penutur yang menggunakan representasi, menggunakan gaya bicara yang lucu, atau
bahkan menghilangkan daya tarik pesan yang lucu. Meski begitu, setiap sumber meyakini hal ini hebat
dan diakui oleh banyak orang.

Kemudian pada kelompok penyampaian tersebut ditemukan bahwa setiap penutur memperlihatkan
gambarannya baik sebagai korespondensi verbal maupun nonverbal. Dalam tatanan yang digunakan
oleh setiap pembicara, diketahui bahwa ada pembicara yang tetap berhubungan dengan audiensnya
dengan melihat ke arah kamera, pembicara yang terlibat secara visual dengan lawan bicaranya, atau
bahkan tidak terlibat secara visual sama sekali dengan lawan bicaranya. keramaian karena menyinggung
desain bahan yang digunakan. telah membawa. Artikulasi dipandang penting oleh penonton untuk
menjamin pengaruh. Selain itu, penggunaan parabahasa, misalnya, nada juga terlacak pada semua
penutur. Temuan ini menarik karena suara yang terlalu intens dinilai oleh penonton kurang stabil dalam
proses penyampaian pesan karena dianggap terlalu tinggi. Sementara itu, dalam standar ingatan yang
menyinggung hal-hal yang harus dipastikan disampaikan oleh pembicara, penonton menganggap bahwa
semua pembicara sudah paham dengan pokok bahasan yang disampaikan. Perencanaan yang matang,
meliputi eksplorasi materi, naskah yang direncanakan, dan latihan dalam menyampaikan materi
diharapkan dapat menjamin korespondensi yang menarik dengan khalayak.

Mengingat konsekuensi eksplorasi yang diarahkan oleh para ahli, penelitian ini dilatarbelakangi oleh
belum adanya gagasan-gagasan yang belum teruji mengenai hipotesis logis kelima YouTuber Indonesia
terkait virus Corona untuk meyakinkan masyarakat secara umum. Pemeriksaan yang menyertainya
menunjukkan bahwa ada dua gagasan berbeda sehubungan dengan hipotesis Aristoteles tentang cara
berbicara dalam eksplorasi ini, yaitu jenis cara berbicara yang digunakan dan lima kelompok penjelas
ketika pembicara menyampaikan pesan. Dari sekian banyak pembicara, terlihat bahwa cara bicara yang
disampaikan adalah cara bicara yang deliberatif mengingat para pembicara secara lugas memahami
permasalahan mendasar yang terjadi, khususnya pandemi virus Corona dari Wuhan, China yang telah
terjadi. menyebar ke Indonesia. Kemudian, pada saat itu, pembicara melakukan upaya untuk
meyakinkan massa untuk menindaklanjuti sesuatu atau menjauhi sesuatu, khususnya untuk menjaga
pemisahan dan penghentian latihan di luar usulan pemerintah yang ditetapkan secara lokal. Selain itu,
pembicara juga memberikan inspirasi berbeda kepada rekan-rekannya dalam menghadapi pandemi
virus corona.

Sementara itu, dalam gagasan lima kelompok logika, setiap pembicara diketahui menyertakan lima tata
cara penjelas dalam setiap video. Terlebih lagi, pertentangan yang diajukan ditegakkan melalui
pemikiran dan pembuktian. Dalam kelompok setting, pesan disampaikan dengan baik dan jelas
sehingga menonjol bagi khalayak, pokok permasalahan dan tujuan diperkenalkan oleh pembicara.
Selain itu, dalam standar gaya, setiap pakar mempunyai kualitas tersendiri dalam menyampaikan pesan
kepada khalayak, dengan memanfaatkan perumpamaan, gaya yang serius, bahkan dengan
menyematkan humor. Kemudian pada standar penyampaiannya, beberapa penutur dalam korespondensi
nonverbal terlibat secara visual, seluruh penutur menggunakan artikulasi dan parabahasa. Sementara
itu, dalam tata cara hafalan, setiap hadirin menyatakan bahwa setiap pembicara dianggap fasih dalam
menyampaikan pokok pembicaraan, serta kesiapannya yang menyeluruh untuk membantu pengaruh
yang ditimbulkan terhadap massa selama pandemi virus corona. , baik untuk aktivitas sosial, melakukan
aktivitas dari dalam rumah, maupun menyetujui konvensi kesejahteraan yang ditetapkan oleh otoritas
publik.

Penelitian ini mendorong para ahli untuk mencari saran bagi para skolastik dan pakar. Ilmuwan
menetapkan bahwa eksplorasi lebih lanjut ingin mengarahkan penyelidikan dengan subjek, poin, atau
strategi yang sebanding. Pakar masa depan dapat menyelidiki berbagai gagasan di luar ujian ini,
khususnya gagasan pembuktian logis in-imajinatif yang berada di luar cara bicara yang disampaikan
oleh pembicara, sehingga tinjauan yang akan diarahkan dapat dibicarakan lebih luas. Selain itu,
ilmuwan menyarankan agar para ahli di masa depan menyelesaikan penelitian dengan memasukkan
semua ide yang digunakan dalam hipotesis yang akan diajukan, hal ini dilakukan untuk meningkatkan
hasil penelitian. Selain itu, disarankan agar pengujian lebih lanjut menyelidiki metodologi subjektif
terhadap ide-ide yang banyak dikonsentrasikan oleh orang miskin.
Daftar Pustaka

Abidah, A., Hidaayatullaah, H. N., Simamora, R. M., Fehabutar, D., & Mutakinati, L. (2020). The
Impact of Covid-19 to Indonesian Education and Its Relation to the Philosophy of “Merdeka
Belajar.” Studies in Philosophy of Science and Education, 1(1), 38–49.
https://doi.org/10.46627/sipose.v1i1.9

Adams, J., Khan, H. T. A., Raeside, R., & White, D. (2007). Research Methods for Graduate Business
and Social Science Students. Vivek Mehra for Response Book.
http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf

Alberico, J., & Loisa, R. (2019). Retorika Deliberatif Selebgram dalam Memotivasi Audiens Melalui
Media Sosial (Konten “Level Up” di Akun Instagram Benakribo). Koneksi, 3(1), 236

Atkins, J. (2018). “Strangers in their own Country”: Epideictic Rhetoric and Communal Definition in
Enoch Powell’s “Rivers of Blood” Speech. The Political Quarterly, 89, 362–369

Booth, W. C. (2004). The Rhetoric of Rhetoric: The Quest for Effective Communication. Blackwell
Publishing

Fernández, I. B., García, F. G., & Mas, J. S. V. (2013). Ethos, Pathos and Logos in Facebook. User
Networking: New »Rhetor» of the 21th Century. Comunicar, 21(41), 127–136.

Anda mungkin juga menyukai