Anda di halaman 1dari 35

SISTEM KONTROL TERDISTRIBUSI

PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR


(PLTA)

Oleh :
I Gede Suputra Widharma
I Wayan Wijaya Kusuma (007) Made Aditya Arya Pradnyana (030)
Putu Kevin Paramarta (009) I GA Narendra Candra Wardhana (028)
I Putu Agastia Kama Suika (011) Made Ary Wiradhi Putra (026)

POLITEKNIK NEGERI BALI


2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “SISTEM
KONTROL TERDISTRIBUSI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)”

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak I Gede
Suputra Widharma, S.T., M.T. pada mata kuliah Kontrol Terdistribusi. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak I Gede Suputra Widharma, S.T., M.T.
selaku dosen Kontrol Terdistribusi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 20 Mei 2021

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ··········································································· I

DAFTAR ISI ······················································································ II

ABSTRAK ························································································ IV

BAB I PENDAHULUAN ······································································· 1

1.1Latar Belakang ···························································· 1


1.2 Rumusan Masalah ························································ 2

1.3 Tujuan ······································································ 2

BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR ········································· 3

2.1 Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Air ·········································· 3


2.2 Sejarah Pembangkit Listrik Tenaga Air ·············································· 3
2.3 Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Air ······································· 4
2.4 Kelebihan Dan Kekurangan Pembangkit Listrik Tenaga Air ····················· 5
2.4.1 Kelebihan Pembangkit Listrik Tenaga Air ··································· 5
2.4.2 Kekurangan Pembangkit Listrik Tenaga Air ································· 5
2.5 Komponen Pembangkit Listrik Tenaga Air ········································· 6
2.6 DCS ······················································································· 8
2.7 Fungsi DCS pada PLTA································································ 10
2.7.1 Pendahuluan ························································· 10

2.7.2 Sistem SCADA pada Pengawasan Bendungan ················· 11

2.7.3 Sistem Manajemen Bendungan ··································· 11


BAB III DATA DAN MAINTENANCE ····················································· 12
3.1 Komunikasi Data ························································· 12
3.2 Model Komunikasi Data OSI ·························································· 13
3.3 Maintenance ·············································································· 17

II
BAB IV PENUTUP ·············································································· 20

4.1 Kesimpulan··············································································· 20
4.2 Referensi ·················································································· 20

III
Abstrak

Sistem Kendali Terdistribusi (DCS) banyak diaplikasikan pada suatu proses insdustri yang
mempunyai karakteristik berupa proses yang kontinu atau batch. Pada proses kontinu, besaran atau
parameter control bersifat data yang secara terus menerus mengalami perubahan seiring dengan
perubahan parameter kontrolnya. Sistem kontrol atau sistem kendali atau sistem pengaturan
merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen sistem yang bertujuan untuk melakukan
pengaturan atau pengendalian suatu proses untuk mendapatkan suatu besaran yang diinginkan.
Sistem kontrol terdiri dari komponen-komponen fisik dan non fisik yang disusun sedemikian
hingga mampu berfungsi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Distributed Control System (DCS)
mengacu pada sistem kontrol yang biasa digunakan pada sistem manufaktur, proses atau sistem
dinamis lainnya dimana elemen kontroler tidak terpusat di lokasi tertentu melainkan terdistribusi
seluruhnya dimana setiap sub sistem dikontrol oleh satu atau lebih kontroler. Pada artikel ini
membahas industri yang memproduksi listrik melalui tenaga air atau biasa disebut Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA). Dengan menggunakan sistem kontrol DCS, sistem kontrol pada PLTA
dapat dimonitor dan dikontrol dengan mudah dan efisien sehingga memperoleh hasil yang
maksimal.

Kata kunci: Sistem kontrol, DCS dan PLTA

IV
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada perkembangan zaman sampai saat ini listrik merupakan kebutuhan hidup yang harus
terpenuhi dalam kehidupan sehari hari. Bahan bakar minyak sebagai sumber utama energi
dunia, saat ini mempunyai cadangan yang terbatas dengan tingkat konsumsi yang terus
menerus meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga Indonesia harus mengembangkan energi
terbarukan non-fosil berasal dari alam, bisa dipakai terus menerus karena jumlahnya tidak
terbatas. Negara Indonesia sangat luas dan masih sangat banyak daerah daerah pedalaman
yang belum sama sekali terjangkau jaringan listrik.
Pengembangan sumber daya air merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi
kebutuhan listrik di seluruh wilayah Indonesia, tanpa merusak dan mencemari lingkungan,
seperti pemakaian migas dan bahan bakar minyak. Wilayah Indonesia juga mempunyai
kondisi topografi dan iklim geografis yang berpotensi besar untuk pemanfaatan dan
pengembangan sumber daya air.
PLTA mempunyai empat komponen utama yaitu; bendungan, turbin, generator, dan jalur
transmisi. Bendungan berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi
jatuh air. Gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar. Turbin
air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin untuk
memutar baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin merubah
energi kenetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik. Generator
dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-baling turbin
berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya merubah energi mekanik
dari turbin menjadi energi elektrik. Jalur Transmisi berfungsi menyalurkan energi listrik dari
PLTA menuju rumah-rumah dan pusat industri.
Pengaturan putaran turbin pada PLTA dilakukan dengan cara mengatur suplai debit air
yang masuk ke turbin dengan menggunakan governor. Governor ini akan mengatur bukaan
katup wicket gate pada sisi masuk turbin. Kecepatan turbin ini harus dikendalikan agar

1
didapatkan kecepatan yang konstan sehingga frekuensi yang dihasilkan selalu 50 Hz sesuai
dengan standar PLN di Indonesia.

1.2 Distributed Control System (DCS)

Sistem Kendali Terdistribusi atau yang lebih dikenal dengan Distributed Control
System (DCS) mengacu pada sistem kontrol yang biasa digunakan pada sistem manufaktur,
proses atau sistem dinamis lainnya dimana elemen kontroler tidak terpusat di lokasi tertentu
melainkan terdistribusi seluruhnya dimana setiap sub sistem dikontrol oleh satu atau lebih
kontroler.
Distributed Control System (DCS) digunakan untuk pengendalian proses produksi
yang mempunyai karakteristik dimana proses produksi berlangsung secara kontinu (terus-
menerus) dan terdapat banyak proses yang tersebar secara geografis. Selain proses kontinu,
DCS juga banyak diaplikasikan pada kontrol proses jenis semi kontinu atau batch. Pengertian
terdistribusi dalam DCS meliputi beberapa hal yang perlu untuk didistribusikan diantaranya
yaitu:
a. Geografis
DCS sangat cocok diaplikasikan pada proses produksi yang memiliki
karakteristik dimana masing-masing field secara geografis terletak tersebar dengan
jarak yang cukup jauh. Dengan DCS, masing-masing field dapat dimonitor dan
dikontrol secara terintegrasi dalam suatu sistem kontrol sehingga akan
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja sistem kontrol.
b. Resiko kegagalan operasi
DCS mampu menjawab permasalahan resiko kegagalan operasi dalam
sistem yang terdistribusi ke masing-masing field. Dengan DCS, suatu sub sistem
yang mengalami kegagalan dapat diisolir dengan cara mengaktifkan sistem proteksi
(savety systems) agar tidak menimbulkan bahaya bagi sistem yang lebih besar.
c. Fungsional
Secara fungsional, masing-masing field dalam DCS dapat bekerja secara
sendiri-sendiri tetapi terkoordinasi dengan baik. Kontrol room mampu memonitor
masing-masing field dari jarak jauh dan sekaligus mampu memberikan perintah
kepada masing-masing field untuk mendapatkan performansi yang diinginkan.

2
1.3 Perkembangan DCS
Perkembangan sistem kontrol proses di dunia industri ditandai dengan perkembangan:
a. Sistem Kontrol Berbasis Pneumatik
Sistem kontrol pnematik adalah sistem kontrol yang menggunakan udara
bertekanan untuk menggerakkan piston yang menggerakkan aktuator dalam
melakukan aksi kontrol.

Gambar 1. 1 Sistem Kendali Pneumatik

b. Sistem Kontrol Elektronik Analog


Kontrol elektronik merupakan suatu rangkaian elektronika yang dirancang
dan digunakan untuk mengendalikan peralatan listrik seperti lampu, motor listrik
dan peralatan listrik dan elektronika lainnya.
c. Sistem Kontrol Elektronik Digital
Sistem kontrol Elektronika Digital banyak menggunakan piranti
semikonduktor seperti transistor (BJT, FET), dioda, IGBT, SCR, diac, triac dan
komponen terintegrasi dalam bentuk IC (Integrated Circuit) maupun
mikrokontroler dan mikroprosesor.

d. System Control Supervisory Computers


Sistem kontrol berbasis komputer bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
dalam proses produksi guna mendapatkan keuntungan kompetitif. Salah satu upaya
yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas proses produksi untuk
mendapatkan produk yang berkualitas dan meminimalkan produk cacat.

3
PLC (Programmable Logic Controller) merupakan salah satu perangkat
yang banyak digunakan pada aplikasi kontrol sistem di industri. Kemampuan PLC
mampu menjawab kebutuhan sistem kontrol otomasi untuk menghasilkan variasi
produk pada sistem manufaktur fleksibel.

Gambar 1. 2 Hardware PLC

e. Distributed Control System (DCS)


Sistem kontrol terdistribusi banyak berkembang di industri yang
mempunyai jumlah plant atau field yang cukup banyak dimana di masing-masing
plant perlu dikontrol secara tersendiri tetapi secara global dapat dikendalikan dari
suatu tempat yang dinamakan control room. Dengan DCS maka kendalan sistem
kontrol dapat dijamin.

Gambar 1. 3 Distributed Control System (DCS)

f. Sistem Kontrol Berbasis Teknologi Jaringan


Tuntutan industri sekarang ini tidak hanya sebatas pada sistem kontrol
proses berbasis komputer yang berdiri sendiri, melainkan dapat diintegrasikan
dalam jaringan yang lebih luas. Berbagai macam sistem yang ada di masing-masing

4
unit perlu diintegrasikan satu dengan yang lainnya menggunakan teknologi
jaringan yang handal.

Gambar 1. 4 Sistem Kontrol Berbasis Teknologi Jaringan


g. Sistem Kontrol Berbasis Teknologi Jaringan Terbuka
Salah satu masalah dalam teknologi jaringan adalah kompatibilitas masing-
masing komponen dalam sistem. Perkembangan teknologi kontrol sekarang ini
adalah skalabilitas dan interoperabilitas sistem yang mampu bekerjasama dengan
sistem yang berbeda. DCS identik dengan merek atau vendor tertentu dimana
masing-masing merek tidak bias diintegrasikan dengan yang lainnya. Tren ke
depan adalah jaringan terbuka yang mampu mengintegrasikan semua sistem yang
digunakan dalam sistem kontrol.

5
BAB II

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR

2.1 Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Air

Pembangkit Listrik Tenaga Air atau yang lebih dikenal dengan singkatan PLTA adalah
pembangkit listrik yang memanfaatkan aliran air, yakni merubah energi potensi menjadi energi
kinetik. Pengertian PLTA juga terdapat dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
No.54/M-IND/PER/3/2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk
Pembangunan Infrastruktur Ketenagakerjaan, yaitu pembangkit yang mentransformasi energi
potensi menjadi energi kinetik dan menghasilkan energi listrik.

PLTA tidak hanya memanfaatkan waduk / bendungan dan air terjun / sungai, sebab
pembangkit listrik yang berasal dari tenaga air juga bisa memanfaatkan energi ombak di wilayah
pesisir.

Pembangkit listrik tenaga air merupakan salah satu pembangkit listrik yang memanfaatkan
sumber energi air sebagai sumber energi utamanya. Berdasarkan pengertian yang sama, kita dapat
mengatakan bahwa bahan bakar PLTA adalah air. Sumber energi air merupakan sumber energi
alternatif yang dapat diperbarui, karena air mengalir terus menerus mengisi ulang melalui siklus
hidrologi bumi. Air yang bergerak dan mengalir akan menghasilkan energi, energi tersebut
bergantung pada volume aliran beda ketinggian.
Energi kinetic serta energi potensial dari aliran air sungai yang ditampung dalam waduk
dialirkan melalui kanal melewati turbin, yang kemudian menabrak sudut-sudut pada turbin yang
menyebabkan turbin berputar. Perputaran turbin menghasilkan energi mekanik. Energi mekanik
tersebut dapat membangkitkan energi listrik dengan bantuan generator. Energi listrik yang berhasil
dibangkitkan oleh tenaga air tersebut dikenal dengan istilah hidroelektrik.

6
Gambar 2. 1 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

2.2 Sejarah Pembangkit Listrik Tenaga Air

Sebenarnya pemanfaatan tenaga air telah digunakan sejak zaman kuno, pasa masa itu energi
ini digunakan untuk menggiling gandum serta kegiatan lainnya. Perkembangan penggunaan
tenaga air dimulai pada pertengahan tahun 1770-an oleh insinyur Perancis bernama Bernard Forest
de Belido yang menerbitkan buku berjudul Architecture Hydraulique. Buku tersebut menjelaskan
mengenai mesin hidrolik sumbu vertikal dan horizontal. Kemudian pada akhir abad ke-19
generator air mulai dikembangkan dan dapat dipasang pada mesin hidrolik.

Pada tahun 1878 pembangkit listrik tenaga air pertama dikembangkan oleh William George
Armstrong di Cragside, Northumberland, Inggris. Generator ini digunakan untuk menyalakan
sebuah lampu busur di ruang galeris seninya. Selanjutnya pembangkit listrik bernama Schoelkopf
No.1 di dekat air terjun Niagara, Amerika Serikat pada tahun 1881 juga berhasil menghasilkan
listrik. Sedangkan pembangkit listrik ciptaan Edison (Vulcan Street) mulau beroperasi pada
tanggal 30 September 1882 di Appleton, Wisconsin yang menghasilkan listrik berkapasitas 12.5
kilowatt.

Sejak saat itu, perkembangan generator air untuk menghasilkan listrik terus berkembang.
Energi air dianggap lebih ramah lingkungan dibanding batubara atau energi fosil lainnya. Beberapa
negara yang memanfaatkan tenaga air sebagai sumber listrik utama, antara lain Norwegia, Kongo,
Paraguay dan Brazil yang mencapai 85% dari total kebutuhan listrik negara tersebut.

7
2.3 Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Air

Prinsip kerja dari pembangkit listrik ini adalah pada dasarnya mengubah energi potensial
atau energi gravitasi air menjadi energi listrik. Air yang telah dibendung menghasilkan energi
potensial karena turun ke turbin oleh gaya gravitasi. Saat air mengenai turbin, energi potensialnya
berubah menjadi energi kinetik dan menghasilkan kecepatan untuk memutar turbin dan diubah
menjadi energi mekanik.

Lalu turbin berputar dan menuruskan putarannya ke generator. Energi mekanik yang
dihasilkan oleh turbin dikonversi oleh generator menjadi energi listrik. Listrik tersebut melalui
power supply disambungkan ke kabel-kabel yang telah terhubung oleh pengguna. Kabel-kabel
tersebut telah diatur pada sutet agar bisa meneruskan energi listrik ke konsumen yang dipakai
untuk keperluan sehari-hari.

Hasil sampingan dari pembangkit listrik ini berupa air yang seterusnya dialirkan ke sungai
dan bisa kembali dimanfaatkan oleh warga. Sehingga dapat disimpulkan untuk efisiensi dan
efektivitas dalam menghasilkan energi listrik adalah dengan meningkatkan energi potensial air
yang memutar turbin lebih cepat sehingga dapat menghasilkan energi listrik oleh generator.

Pembangkit listrk tenaga air pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah
debit air perdetik yang ada pada aliran air saluran irigasi, sungai atau air terjun, pengembangan
tenaga air yang mengalir tergantung pertama-tama, pada volume aliran, dan kedua pada
ketinggian yang mungkin tersedia.
Pada prinsipnya PLTA mengolah energi potensial air diubah menjadi energi kinetis dengan
adanya head, lalu energi kinetis ini berubah menjadi energi mekanis dengan adanya aliran air yang
menggerakkan turbin, lalu energi mekanis ini berubah menjadi energi listrik melalui perputaran
rotor pada generator.
Jumlah energi listrik yang bisa dibangkitkan dengan sumber daya air tergantung pada dua
hal, yaitu jarak tinggi air (head) dan berapa besar jumlah air yang mengalir (debit). Energi listrik
dari generator diatur dan ditransfer oleh main transformator agar sesuai dengan kapasitas
transmission line (tegangan daya). Setelah itu energi listrik yang dihasilkan dapat langsung
ditransmisikan buat kabel pada tiang-tiang listrik menuju rumah rumah konsumen.

8
2.4 Kelebihan Dan Kekurangan Pembangkit Listrik Tenaga Air

2.4.1 Kelebihan Pembangkit Listrik Tenaga Air

PLTA memiliki keunggulan-keunggulan lain jika dibandingkan pembangkit listrik yang


lainnya. Berikut ini adalah kelebihan PLTA, yaitu:

 PLTA lebih cepat dalam merespon beban kebutuhan listrik. Pembangkit ini cocok
digunakan pada tipe peak, yakni untuk kondisi beban puncak yang besar dan
sebagai cadangan ketika terjadi gangguan jaringan.
 Pembangkit listrik menggunakan tenaga air merupakan energi ramah lingkungan,
bebas emisi karbon sehingga tidak menyebabkan polusi serta efek rumah kaca. Gas
emisi yang dihasilkan oleh PLTA lebih kecil jika dibanding sumber pembangkit
lain. Menurut laporan dari hydropower.org mengenai status tenaga air tahun 2018,
dinyatakan jika emisi gas rumah kaca rata-rata adalah 18.5 g CO2-eq/kWH dan
listrik dari tenaga air dianggap menjadi yang paling bersih.
 Pembangkit listrik tenaga air menghasilkan kapasitas listrik yang lebih besar jika
dibanding pembangkit lainnya. Tentunya kelebihan ini sangat bermanfaat untuk
memasok kebutuhan listrik negara kita.
 Masa pakai PLTA sangat panjang, yaitu dapat menghasilkan listrik selama 50
hingga 100 tahun.
 PLTA berupa waduk atau bendungan dapat menjadil lokasi wisata air. Selain itu,
juga dapat menjadi sarana pembelajaran mengenai potensi tenaga air serta
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
 Air waduk atau bendungan yang tertampung juga dapat dimanfaatkan untuk
keperluan harian masyarakat, irigasi sawah, serta cadangan air ketika musim
kemarau.
 PLTA tidak menimbulkan polusi udara.
 PLTA ini cukup murah karena menggunakan energi alam.
 PLTA memiliki efisiensi umur yang panjang. Peralatan PLTA yang mutakhir,
umumnya memiliki peluang yang besar untuk bisa dioperasikan selama lebih dari
50 tahun.

9
 Menghemat pemakaian BBM. Bahan bakar untuk PLTA ini adalah air yang sudah
disediakan oleh alam.
 Dapat mendorong masyarakat agar dapat menjaga kelestarian hutan sehingga
ketersediaan air terjamin.
 Pengembangan PLTA dengan memanfaatkan arus sungai dapat menimbulkan
manfaat lain seperti misalnya pariwisata, perikanan, dan lain-lain. Sedangkan jika
diperlukan waduk untuk keperluan tersebut dapat dimanfaatkan pula misalnya
sebagai irigasi dan pengendalian banjir.

2.4.2 Kekurangan Pembangkit Listrik Tenaga Air

Meski memiliki berbagai kelebihan, namun PLTA juga mempnyai kekurangan dibanding
pembangkit listrik lainnya. Kekurangan PLTA antara lain:

 Pembangunan PLTA memerlukan modal dan investasi yang sangat besar.


 Jika PLTA ingin menghasilkan kapasitas listrik yang besar, maka memerlukan
lahan yang luas.
 Terjadinya gangguan pada ekosistem danau atau sungai akibat pembangunan
bendungan.
 PLTA membutuhkan banyak biaya, hampir semua PLTA merupakan proyek padat
modal sehingga laju pengembalian modal proyek PLTA adalah rendah.
 Masa persiapan suatu proyek PLTA pada umumnya memakan waktu yang lama.
Semenjak proyek berupa gagasan awal sampai dengan saat pengoperasiannya,
seringkali memakan waktu sekitar sepuluh sampai dengan 15 tahun.
 Secara alamiah PLTA sangat tergantung pada aliran sungai. Sedangkan aliran
sungai tersebut sangat bervariasi, sehingga mempengaruhi kinerja pembangkit
listrik tenaga air.

10
2.5 Komponen Pembangkit Listrik Tenaga Air

PLTA dapat berfungsi dengan baik jika mempunyai beberapa komponen berikut ini, antara
lain :
 Waduk atau Bendungan yang berfungsi sebagai penyimpan atau penampung
sumber energi, yaitu air. Bendungan juga berguna agar permukaan air dapat
meningkat sehingga aliran air lebih kuat dalam memutar turbin.

Foto bendungan
 Pipa Pesat / Penstock adalah alat yang berfungsi untuk menyalurkan dan
mengarahkan air menuju turbin.

Foto pipa pesat (penstock)

 Turbin merupakan komponen untuk mengubah energi potensial air menjadi energi
mekanik. Prinsip dasar tubin seperti kincir angin, pembedanya hanyalah sumber
penggeraknya. Beberapa jenis turbin air, antara lain turbin kaplan, turbin pelton,
turbin francis dan sebagainya.

11
 Generator adalah komponen yang berfungsi menghasilkan energi listrik yang
berasal dari energi mekanik. Generator yang terhubung dengan turbin akan ikut
berputar dan kumparan magnet pada generator akan menggerakan elektron dan
menghasilkan arus listrik AC.

Foto turbin dan generator PLTA

 Jalur Transmisi merupakan jaringan kabel untuk mendistribusikan listrik yang


berasal dari PLTA menuju kawasan permukiman, industri dan lokasi lain yang
terhubung. Akan tetapi sebelum sampai ke konsumen, tegangan listrik harus
diturunkan dengan alat transformator step down agar dapat digunakan.

Foto Jalur transmisi

12
2.6 DCS

Distributed Control System (DCS) merupakan suatu sistem yang mendistribusikan berbagai
fungsi yang digunakan untuk mengendalikan variabel proses dan unit operasi proses menjadi suatu
pengendalian yang terpusat pada suatu control room dengan berbagai fungsi pengendalian,
monitoring dan optimasi. Distributed Control System (DCS) mulai dikenalkan tahun 1975 dan
sudah dipergunakan secara luas di industri kimia, listrik, pembuatan kertas, industri baja dan
industri lainnya (Wang, 2006). Alat ini dapat digunakan untuk mengontrol proses dalam skala
menengah sampai besar. Proses yang dikontrol dapat berupa proses yang berjalan secara kontinyu
atau proses yang berjalan secara diskrit.

Distributed Control System (DCS) adalah suatu pengembangan sistem kontrol dengan
menggunakan komputer dan alat elektronik lainnya agar didapat pengontrol suatu loop system
yang lebih terpadu dan dapat dikendalikan oleh semua orang dengan cepat dan mudah. Alat ini
dapat digunakan untuk mengontrol proses dalam skala menengah sampai besar. Proses yang
dicontrol dapat berupa proses yang berjalan secara kontinyu atau proses yang berjalan secara
batching.
Distributed Control System (DCS) digunakan dalam industri untuk memonitor dan
mengontrol peralatan yang tersebar dengan atau tanpa campur tangan manusia. Sebuah DCS
biasanya menggunakan komputer sebagai controller dan menggunakan propietary interconections
dan protokol untuk komunikasi. Modul input dan output membentuk part komponen untuk DCS,
Prosesor menerima informasi dari modul input dan mengirim informasi ke modul output. Modul
input menerima informasi dari instrumentasi input dalam sistem dan modul output mengirim ke
instrument output pada sistem. Bus komputer menghubungkan kontroller yang tersebar dengan
sentral kontroller dan akhirnya terhubung ke Human machine Interface (HMI) atau panel kontrol.
DCS adalah sistem yang terintegrasi ditujukan untuk mengontrol proses manufakturing
yang kontinyu atau batch-oriented, seperti oil refining, petrochemical, central station dan
pembuatan kertas. DCS dihubungkan dengan sensor dan aktuator dan menggunakan set point
kontrol untuk mengatur aliran material ke pabrik. Contoh yang paling umum adalah set point
kontrol loop yang terdiri dari sensor tekanan, kontroler dan control valve. Pengukuran tekanan
atau aliran cairan ditransmisikan kepada kontroler, biasanya melalui bantuan sebuah alat sinyal
kondisi Input/Output (I/O).

13
Saat variabel yang diukur mencapai titik tertentu, kontroler memerintahkan valve atau
aktuator untuk membuka atau menutup sampai proses aliran cairan mencapai titik yang ditentukan.
Pengolahan minyak yang besar menggunakan ribuan I/O dan menggunakan DCS yang sangat
besar. Proses tidak dibatasi untuk mengatur aliran cairan melalui pipa saja tetapi juga termasuk
mesin kertas, kontrol variasi kecepatan motor, mesin semen, operasi penambangan dan hal-hal
lainnya.
DCS secara umum terdiri dari digital controller terdistribusi yang mampu melakukan
proses pengaturan 1 – 256 loop atau lebih dalam satu control box. Peralatan I/O dapat diletakkan
menyatu dengan controller atau dapat juga diletakkan secara terpisah kemudian dihubungkan
dengan jaringan. Saat ini, controller memiliki kemampuan komputasional yang lebih luas. Selain
control PID, controller dapat juga melakukan pengaturan logic dan sekuensial. DCS modern juga
mendukung aplikasi fuzzy dan neural network.
Sistem DCS dirancang dengan prosesor redundant untuk meningkatkan kehandalan sistem.
Untuk mempermudah dalam penggunaan, DCS sudah menyertakan tampilan / grafis kepada user
dan software untuk konfigurasi control. Hal ini memudahkan user dalam perancangan aplikasi.
DCS dapat bekerja untuk satu atau lebih workstation dan dapat dikonfigurasi di workstation atau
dari PC secara offline.

Fungsi Distributed Control System (DCS)


a. Distributed Control System (DCS) berfungsi sebagai sistem kendali yang bertujuan untuk
mencapai dan mempertahankan suatu variable proses pada nilai tertentu secara terus-
menerus.
b. DCS berfungsi sebagai alat untuk melakukan kontrol suatu loop sistem dimana satu loop
bisa terjadi beberapa proses kontrol.
c. DCS berfungsi sebagai pengganti alat-alat kontrol manual dan auto yang terpisah-pisah
menjadi suatu kesatuan sehingga lebih mudah untuk pemeliharaan dan penggunaanya
d. DCS sebagai sarana pengumpul data dan pengolah data agar didapat suatu proses yang
benar-benar diinginkan.
DCS sebagai suatu system control dapat berfungsi untuk berbagai macam fungsi
kontrol yaitu:
a. Control Single Loop

14
Pengontrolan yang dapat dilakukan oleh DCS bisa melakukan pengaturan untuk
alat dalam satu rangkaian loop satu atau lebih. Single loop adalah sistem kontrol yang
melakukan pengaturan dimana dari hasil pengukuran langsung dikontrol dan hasil
perhitungan dari koreksi error akan ditransfer ke aktuator sebagai umpan balik. Single
loop ini bisa juga disebut juga sistem pengendalian feedback.

Gambar 2. 2 Control Single Loop

b. Control Cascade
Control cascade atau kontrol bertingkat adalah sistem pengendalian yang dapat
dilakukan oleh sistem DCS dimana hal ini diperlukan pada suatu loop kontrol yang
membutuhkan satu sistem pengontrolan yang bertingkat.

Gambar 2. 3 Control Cascade


c. Control Batch
Pengendalian sistem batch adalah sistem pengendalian yang terjadi karena proses
operasinya mengalami shutdown dan start up secara berulang-ulang dengan hasil yang
terbatas sesuai dengan pesanan dari konsumen.

15
Gambar 2. 4 Control Batch
d. Control Selectve
Pengendalian selektif adalah suatu sistem pengendalian dimana ada satu buah
proses yang memiliki dua manipulated variabel (alat ukur) dengan hanya ada satu kontrol
variabel (aktuator).

e. Control Ratio
Pengendalian ratio adalah sistem pengendalian yang lazim dipakai di suatu proses
yang menghendaki komposisi campuran dua komponen atau lebih dengan suatu
perbadingan tertentu.

Gambar 2. 5 Control Ratio

Komponen Distributed Control System (DCS)


h. Analog dan Digital Input
Analog dan digital output adalah komponen DCS yang berfungsi untuk
menyalurkan data dari pengolahan yang dilakukan oleh kontroller ke aktuator sinyal

16
analog ataupun digital yang diberikan ke aktuator adalah signal yang standart sama
dengan signal dari analog input yaitu 4-20 mA atau 1-5 VDC yang berfungsi untuk signal
koreksi ke actuator. Analog dan Digital input adalah komponen dari sistem DCS dimana
bagian ini berfungsi untuk mengumpulkan data data dari lapangan baik yang bersifat
analog maupun yang bersifat digital. Dalam aplikasinya analog dan digital input berupa
sensor, transduser dan transmitter parameter proses yang akan diukur setiap saat.
i. Kontroler
Kontroler adalah bagian sistem DCS yang mempunyai peran paling vital dan
harganya paling mahal diantara komponen hardware lainnya. Komponen ini berfungsi
sebagai alat kontrol untuk memberikan signal koreksi yang terjadi apabila hasil
pengukuran dari input analog ataupun digital tidak sesuai dengan nilai set point yang telah
ditetapkan oleh engineer proses.

j. Aktuator
Aktuator adalah alat yang berfungsi sebagai alat aktualisasi untuk melakukan
koreksi yang terjadi dari error yang terjadi pada saat pengukuran yang dimana actuator
ini menerima sinyal kontroler untuk memperbaiki error yang terjadi. Salah satu contoh
aktuator adalah kontrol valve untuk analog kontrol dan motor kontrol untuk digital
kontrol.
k. Operator Station
Operator station sebagai suatu alat komunikasi antara operator dan teknisi pada
sistem DCS atau bisa juga disebut consule. Operator station ada 2 macam yaitu operator
station untuk operasional kerja yang harus online pada jaringan DCS dan engineering
station yang berfungsi untuk proses maintenance pada sistem DCS sehingga bisa
membuat Sebuah data base atau PC Program tidak secara online.

DCS sebagai suatu sistem kontrol otomatis bekerja berdasarkan prinsip loop tertutup.

a. Mengumpulkan data yang diterima dari lapangan.


b. Mengolah data tersebut menjadi sinyal standar.

17
c. Mengolah data signal standar yang didapat dengan sistem pengontrolan yang berlaku
sehingga bisa diterapkan untuk mendapatkan nilai yang cocok untuk koreksi signal.
d. Bila terjadi error atau simpangan data maka dilakukan koreksi dari data yang didapat
guna mencapai nilai standar yang dituju.
e. Setelah terjadi koreksi dari simpangan data dilakukan pengukuran atau pengumpulan
data ulang dari lapangan.

2.7 Fungsi DCS pada PLTA

2.7.1 Pendahuluan
Industri pembangkit tenaga listrik beroperasi secara terus menerus sepanjang waktu, 24
jam sehari, 7 hari seminggu. Karena proses berlangsung secara terus menerus maka diperlukan
sistem kontrol proses yang baik sepanjang waktu. Industri semacam ini sangat bergantung pada
keandalan proses produksinya untuk menjamin kualitas produk dan jasanya. Paramaeter-
parameter kontrol seperti pada PLTA kecepatan aliran air, level air, tekanan pada tabung,
temperatur ruang dan parameter lainnya harus terkontrol sepanjang waktu.untuk itu dibutuhkan
sistem kontrol yang mampu bekerja secara kontinu dengan tingkat keandalan yang tinggi. Pada
umumnya industri yang bekerja secara kontinu baru melakukan overhoul atau perbaikan dalam
jangka waktu yang panjang (1-3 tahun). Oleh karena itu Distributed Control System (DCS) pada
PLTA berfungsi sebagai sistem kendali yang bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan
suatu variable proses pada nilai tertentu secara terus-menerus.

Sistem SCADA biasanya terdiri dari human–- machine interface (HMI), remote terminal or
telemetry unit (RTU), dan programmable logic controller (PLC). Dalam beberapa kasus, sistem
PLC mungkin tidak diperlukan.
HMI adalah alat atau perangkat yang menyajikan data proses kepada operator manusia, dan
melalui ini, operator manusia memantau dan mengontrol proses tersebut. Sistem komputer
pengawas difungsikan untuk memperoleh data tentang proses tersebut dan mengirimkan perintah
ke proses tersebut. RTU difungsikan untuk menghubungkan ke sensor dalam prosesnya, dan
mengubah sinyal sensor menjadi data digital, kemudian mengirimkannya ke sistem pengawasan.
PLC digunakan sebagai perangkat lapangan karena lebih ekonomis, serbaguna, fleksibel, dan
dapat dikonfigurasi daripada RTU tujuan khusus. Infrastruktur komunikasi menghubungkan

18
sistem pengawasan ke RTU. Disamping itu, sistem SCADA mencakup berbagai proses dan
instrumentasi analitik. Istilah SCADA biasanya mengacu pada sistem terpusat yang memantau dan
mengendalikan seluruh situs, atau kompleks sistem yang tersebar di area yang luas. Sebagian besar
tindakan kontrol dilakukan secara otomatis oleh RTU atau PLC. Fungsi kontrol host biasanya
terbatas pada pengesampingan dasar atau intervensi tingkat pengawasan. Misalnya, PLC dapat
mengontrol aliran air pendingin melalui bagian dari proses industri, tetapi sistem SCADA mungkin
memungkinkan operator untuk mengubah setel aliran, dan mengaktifkan kondisi alarm, seperti
kehilangan aliran dan suhu tinggi untuk ditampilkan dan direkam. Loop kontrol di umpan balik
melewati RTU atau PLC, sedangkan sistem SCADA memantau kinerja keseluruhan dari loop.
Akuisisi data dimulai di tingkat RTU atau PLC dan termasuk pembacaan meteran dan status
peralatan melaporkan ke SCADA sesuai kebutuhan. Data tersebut kemudian dikompilasi dan
diformat sedemikian rupa sehingga menjadi ruang kontrol operator, dengan menggunakan HMI,
dapat membuat keputusan pengawasan untuk menyesuaikan atau mengesampingkan kontrol RTU
(PLC) normal. Data juga dapat diumpankan ke sejarawan, sering kali dibangun di atas komoditas
Database Management System, untuk memungkinkan tren dan audit analitik lainnya.

2.7.2 Sistem SCADA pada Pengawasan Bendungan


Sistem SCADA dalam pengelolaan bendungan digunakan untuk memungkinkan kontrol air
yang efektif, untuk memberikan peringatan dini kondisi atmosfer di daerah tangkapan air, untuk
memprediksi dampak arus masuk pada volume waduk hingga memungkinkan kontrol operasi
spillway agar tepat waktu, untuk memperingatkan operator dari setiap perubahan mendadak dalam
aliran toe-drain, dan menyediakan catatan data historis pengelolaan sumber daya yang lebih baik.

2.7.3 Sistem Manajemen Bendungan


Sistem Manajemen Bendungan (DMS) adalah penyedia sistem pendukung keputusan untuk
mengeksplorasi skenario manajemen alternatif dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya
air. DMS didasarkan pada studi pemodelan limpasan curah hujan (kerugian infiltrasi dan parameter
aliran dasar dari setiap sub-DAS) sistem SCADA. Model limpasan presipitasi telah banyak
digunakan selama abad terakhir untuk merumuskan hubungan antara curah hujan (input) dan
limpasan (output).

19
BAB III
DATA DAN MAINTENANCE

1.1 Komunikasi Data

Integrasi pada sistem kendali terdistribusi memerlukan mekanisme komunikasi antar sub
sistem. Komunikasi data pada DCS dapat terjadi antara sensor yang berfungsi untuk mendeteksi
kondisi di lapangan untuk mengirimkan data ke kontroller. Selanjutnya kontroller akan mengolah
besaran yang diukur oleh sensor dan dikirim oleh transmitter untuk dibandingkan dengan set point
yang diinginkan. Dari hasil pengolahan, kontroller akan mengirimkan sinyal ke aktuator guna
melakukan manipulasi agar output menyesuaikan dengan set point. Komunikasi data juga
dilakukan dari kontroler ke HMI (human machine interface) untuk menampilkan data pada layar
komputer agar dapat dilihat oleh operator.

Secara umum komunikasi data pada sistem kontrol menggunakan model komunikasi 7 layer
seperti yang digambarkan di bawah ini.

20
Gambar di atas menunjukkan bahwa Sistem A dan sistem B dapat berkomunikasi melalui
tahapan-tahapan yang mirip dengan tahapan pada proses komunikasi data dengan surat. Pada
gambar di atas komunikasi data disusun oleh 7 layer atau tingkat yang harus dilalui oleh sistem
mulai dari layer 7 sampai dengan layer 1. Layer 7 merupakan layer yang dapat dipahami oleh
manusia sehingga sering disebut sebagai layer aplikasi. Sedangkan layer 1 merupakan layer fisik
yang berupa kabel atau nirkabel.

1.2 Model Komunikasi Data OSI


Komunikasi data merupakan proses pengiriman dan penerimaan data dari satu sistem ke
sistem lainnya. Untuk dapat mengirimkan data, pada suatu sistem perlu ditambahkan suatu
peralatan khusus yang dikenal sebagai network interface. Ada berbagai jenis interface jaringan
yang digunakan dalam komunikasi data antar sistem yang bergantung pada media fisik yang
digunakan untuk mentransfer data tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam komunikasi
data yaitu pada suatu sistem tujuan transfer data mungkin terdapat lebih dari satu aplikasi yang
menunggu datangnya data. Data yang dikirim harus sampai ke aplikasi yang tepat, pada sistem
yang tepat tanpa adanya kesalahan.
Untuk setiap problem komunikasi data, diciptakan solusi khusus berupa aturanaturan untuk
menangani problem tersebut. Untuk menangani semua masalah komunikasi data, keseluruhan
aturan ini harus bekerja sama satu dengan lainnya. Sekumpulan aturan untuk mengatur proses
pengiriman data ini disebut sebagai protocol komunikasi data. Protocol ini diimplementasikan
dalam bentuk program komputer (software) yang terdapat pada komputer dan peralatan
komunikasi data lainnya.
Pada tahun 1977 ISO (International Organization for Standarization) menetapkan OSI
(Open Standard Interconnection) sebagai standar bagi komunikasi data, OSI adalah sebuah standar
baku dan ia hanyalah sebuah model rujukan, jika kita misalkan suatu model adalah sebuah
pertanyaan, maka protokol adalah jawabannya. Suatu protokol hanya dapat menjawab satu atau
beberapa pertanyaan tertentu yang spesifik atau dengan kata lain suatu protokol hanya melayani
suatu lingkup wilayah yang sangat terbatas. Sebuah protokol tentu saja tidak dapat menjawab
semua pertanyaan yang diajukan oleh sebuah model,akan tetapi dengan menggabungkan berbagai
macam protokol dalam sebuah protokol suite (misalnya TCP/IP) kita dapat menjawab seluruh
pertanyaan yang diajukan oleh model yang ada.

21
OSI model dibuat dengan tujuan agar komunikasi data dapat berjalan melalui langkah-
langkah yang jelas, langkah-langkah ini biasa disebut dengan nama “layer” dan Model OSI terdiri
dari tujuh layer dengan pembagian tugas yang jelas, ke tujuh layer itu adalah:
1. Application Layer Layer aplikasi adalah Layer paling tinggi dari model komunikasi data OSI.
Seluruh layer yang berada dibawahnya bekerja untuk layer ini. Tugas dari application layer
adalah sebagai antarmuka dengan aplikasi dengan fungsionalitas jaringan, mengatur bagaimana
aplikasi dapat mengakses jaringan, dan kemudian membuat pesan-pesan kesalahan. Protokol
yang berada dalam lapisan ini adalah HTTP, FTP, SMTP, NFS.
2. Presentation Layer Layer presentasi berfungsi untuk mentranslasikan data yang hendak
ditransmisikan oleh aplikasi ke dalam format yang dapat ditransmisikan melalui jaringan.
Protokol yang berada dalam level ini adalah perangkat lunak redirektor (redirector software),
seperti layanan Workstation (dalam windows NT) dan juga Network shell (semacam Virtual
network komputing (VNC) atau Remote Dekstop Protokol (RDP).
3. Session Layer Layer session berfungsi untuk mendefinisikan bagaimana koneksi dapat dibuat,
dipelihara, atau dihancurkan. Selain itu, di level ini juga dilakukan resolusi nama.
4. Transport Layer Layer transpor berfungsi untuk memecah data ke dalam paket-paket data serta
memberikan nomor urut ke paket-paket tersebut sehingga dapat disusun kembali pada sisi
tujuan setelah diterima. Selain itu, pada level ini juga membuat sebuah tanda bahwa paket
diterima dengan sukses (acknowledgement), dan mentransmisikan ulang terhadap paket-paket
yang hilang di tengah jalan.
5. Network Layer Berfungsi untuk mendefinisikan alamat-alamat IP, membuat header untuk
paketpaket, dan kemudian melakukan routing melalui internetworking dengan menggunakan
router dan switch layer3.
6. Data Link Layer Befungsi untuk menentukan bagaimana bit-bit data dikelompokkan menjadi
format yang disebut sebagai frame. Selain itu, pada level ini terjadi koreksi kesalahan, flow
control, pengalamatan perangkat keras seperti halnya Media Access Control Address (MAC
Address), dan menetukan bagaimana perangkatperangkat jaringan seperti hub, bridge, repeater,
dan switch layer2 beroperasi. Spesifikasi IEEE 802, membagi level ini menjadi dua level anak,
yaitu lapisan Logical Link Control (LLC) dan lapisan Media Access Control (MAC).
7. Physical adalah Layer paling bawah dalam model OSI. Berfungsi untuk mendefinisikan media
transmisi jaringan, metode pensinyalan, sinkronisasi bit, arsitektur jaringan (seperti halnya

22
Ethernet atau Token Ring), topologi jaringan dan pengabelan. Selain itu, level ini juga
mendefinisikan bagaimana Network Interface Card (NIC) dapat berinteraksi dengan media
kabel atau radio.

Tanggung jawab setiap layer adalah menyediakan servis bagi layer diatasnya, layer yang
berada diatas tidak perlu tahu tentang bagaimana data bisa sampai kesana atau apapun yang terjadi
di layer di bawahnya. Ketuju layer tersebut disusun berdasarkan lima prinsip yang harus diikuti
untuk menentukan layer dalam komunikasi, yaitu :
- Layer dibuat jika ketika diperlukan pemisahan level yang secara teori diperlukan.
- Masing-masing layer memiliki fungsi yang jelas.
- Setiap fungsi dari masing-masing layer telah ditentukan agar sesuai dengan standart
protokol secara internasional.
- Batas kedua layer telah ditentukan untuk mengurangi informasi menerobos antarmuka
layer.
- Setiap layer ditentukan dengan jelas fungsinya, tetapi jumlah layer sebaiknya sekecil
mungkin untuk menghindari arsitektur yang luas.

Tujuan OSI :
1. Koordinasi berbagai kegiatan.
2. Penyimpanan data.
3. Manajemen sumber dan proses.
4. Keandalan dan keamanan sistem pendukung perangkat lunak.
5. Membuat kerangka agar sistem / jaringan yang mengikutinya dapat saling berkomunikasi/
saling bertukar informasi, sehingga tidak tergantung merk dan model peralatan.
6. 3 layer pertama adalah interface antara terminal dan jaringan yang dipakai bersama, 4
layer selanjutnya adalah hubungan antara software.
7. Antar layer berlainan terdapat interface, layer yang sama terdapat protokol

Upper layers fokus pada aplikasi pengguna dan bagaimana file direpresentasikan di
komputer. Upper layers berurusan dengan persoalan aplikasi dan pada umumnya diimplementasi
hanya pada software.

23
Lower layers merupakan intisari komunikasi data melalui jaringan aktual. Lower layers
mengendalikan persoalan transport data. Lapisan fisik dan lapisan data link diimplementasikan ke
dalam hardware dan software. Lower layers yang lain pada umumnya hanya diimplementasikan
dalam software.
Cara kerja OSI adalah sebagai berikut :

 Pembentukan paket dimulai dari layer teratas model OSI.


 Application layer megirimkan data ke presentation layer, di presentation layer data
ditambahkan header dan atau tailer kemudian dikirim ke layer dibawahnya, pada layer
dibawahnya pun demikian, data ditambahkan header dan atau tailer kemudian dikirimkan ke
layer dibawahnya lagi, terus demikian sampai ke physical layer. Di physical layer data
dikirimkan melalui media transmisi ke host tujuan.
 Di host tujuan paket data mengalir dengan arah sebaliknya, dari layer paling bawah ke layer
paling atas. Protokol pada physical layer di host tujuan mengambil paket data dari media
transmisi kemudian mengirimkannya ke data-link layer, data-link layer memeriksa data-link
layer header yang ditambahkan host pengirim pada paket, jika host bukan yang dituju oleh
paket tersebut maka paket itu akan di buang, tetapi jika host adalah yang dituju oleh paket
tersebut maka paket akan dikirimkan ke network layer, proses ini terus berlanjut sampai ke
application layer di host tujuan. Proses pengiriman paket dari layer ke layer ini disebut dengan
“peer-layer communication”.

24
3.2 Komunikasi Data Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Integrasi pada sistem kendali terdistribusi memerlukan mekanisme komunikasi antar


sub sistem. Komunikasi data pada DCS dapat terjadi antara sensor yang berfungsi untuk
mendeteksi kondisi di lapangan untuk mengirimkan data ke kontroler. Selanjutnya kontroler
akan mengolah besaran yang diukur oleh sensor dan dikirim oleh transmitter untuk
dibandingkan dengan set point yang diinginkan. Dari hasil pengolahan, kontroler akan
mengirimkan sinyal ke aktuator guna melakukan manipulasi agar output menyesuaikan
dengan set point. Komunikasi data juga dilakukan dari kontroler ke HMI (Human Machine
Interface) untuk menampilkan data pada layar komputer agar dapat dilihat oleh operator.
Sistem komunikasi data pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) memiliki
kualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan operasi pabrik. Sistem kontrol program tersimpan
digital didasarkan pada konsep kontrol hierarkis dengan unit terdesentralisasi. Data dikirimkan
melalui bus data berkecepatan tinggi (Ethernet IEEE), memberikan informasi realtime pada
setiap titik pada bus data. Fungsi pemantauan dan diagnostik ini bekerja secara otomatis,
sehingga memastikan deteksi kesalahan yang andal di stasiun operator di ruang kontrol pusat
untuk izin cepat dari kesalahan. Fungsi kontrol dan pemantauan pembangkit listrik ditugaskan
ke tiga tingkat kontrol yang berbeda untuk memastikan operasi dan pemeliharaan pembangkit
yang andal dan ramah pengguna:
a. Central Unit Control Level
b. Distributed Control System Level
c. Drive Control Level
Fungsi dari sistem kontrol ini tersedia untuk kontrol operasional, fungsi pengaman, serta
fungsi terkait database untuk akuisisi data historis dan pembuatan tren dan statistik. Berikut
detail fungsi-fungsi dari sistem kontrol pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA):

a. Akuisisi dan proses sekuensi semua data operasi


b. Monitoring dan mengontrol semua turbin dan generator di dalam sistem
c. Monitoring dan mengontrol bagian umum dan tambahan pada sistem
d. Menspesifikasikan output dan setpoint kontrol tegangan untuk generator dan keseluruhan
pembangkit.
e. Sinkronisasi waktu pada seluruh proses sistem kontrol.

25
f. Mengirim informasi ke load dispatcher customer.
g. Manajemen sistem informasi, termasuk stasiun operator untuk statistik operasional dengan
historical data memori.

Gambar 3. 1 Alur Komunikasi Data Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

1.3 Maintenance

Agar sistem pengendalian DCS bisa berjalan dengan baik dan dapat digunakan pada waktu
yang cukup lama diperlukan sistem maintenance (pemeliharaan) yang harus dilakukan baik itu
oleh teknisi ataupun operator. Kegiatan maintenance yang harus dilakukan antara lain:

A. Back Up data

Pemeliharaan untuk DCS dengan Back up data adalah untuk mendapatkan datadata original
atau data yang telah dimodifikasi. Data back up ini diperlukan apabila mesin mati atau data di DCS
hilang maka data tersebut bisa digunakan untuk mengembalikan control DCS yang ada ke kondisi
awal sesuai dengan data back up yang dimiliki. Dengan adanya data back up teknisi atau operator
tidak harus melakukan setting ulang control (tunning) sehingga proses bisa tetap jalan.

B. Maintenance Junction Box

26
Pemeliharan junction Box perlu dilakukan agar signal yang diterima atau dikirim dari DCS ke
lapangan untuk proses pengendalian bisa tetap baik dan normal. Apabila junction box kotor maka
akan mengakibatkan koneksi yang ada di panel tersebut akan terganggu hal ini bisa mengakibatkan
perubahan signal yang dikirim atau diterima oleh DCS, serta dengan pemeliharaan pada junction
box yang baik akan segera diketahui sambungan-sambungan yang rusak yang akan menghambat
proses pengendalian dari DCS

C. Maintenance Operator Station


Pemelihaan yang dilakukan untuk operator station yang dilakukan teknisi untuk menjaga
performa dari Operator Station adalah :
1. Membesihkan operator station
2. Melakukan Back up data Operator station
3. Melakukan Restore data untuk Operator station
4. Melakukan pengechekan jalur komunikasi
5. Memperbaiki display OS yang sudah tidak sesuai dengan kondisi yang ada dilapangan

D. Restore Data
Restore data adalah suatu cara untuk memasukan kembali data-data hasil back up yang telah
dilakukan oleh teknisi atau operator dengan prosesur yang telah dijelaskan sebelumnnya.
Fungsi restore data ini agar data bisa kembali ke setinggan sebelumnya atau ada masalah pada
data di DCS sehingga terjadi “Hang” sehingga data bisa diselamatkan dan digunakan kembali
setelah reset DCS dilakukan.

E. Maintenance Sistem Komunikasi antar DCS dan Operator Station.


Untuk pemeliharaan sistem komunikasi diperlukan agar antara operator station dan kontroler
atau DCS bisa bekerja dengan baik yaitu dengan cara :
1. Check Signal standar yang dipancarkan
2. Test Loop feed back TCP/IP
3. Check conection unit dengan melihat bit data yang ditransfer di conection unit

F. Reset

27
Reset dilakukan apabila terjadi hang pada DCS pada saat pengendalian atau hang yang terjadi
pada operator station.
Kegiatan maintenance yang harus dilakukan pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yaitu:
a. Inspeksi Rutin Pada Turbin
Selama kondisi berjalan, turbin PLTA memerlukan pemantauan ketat untuk
setiap kondisinya agar kondisi dari turbin selalu terjaga.
b. Inspeksi Rutin Pada Generator
Selama kondisi berjalan, generator PLTA memerlukan pemantauan ketat
untuk setiap kondisinya agar kondisi dari generator selalu dalam keadaan baik sehingga
dapat menghasilkan listrik yang konstan.
c. Kebersihan Generator
Pemeriksaan kebersihan yang sering dapat mencegah tawon dan gangguan
lainnya bersarang di peralatan. Semakin banyak generator digunakan dan diandalkan,
semakin perlu perawatannya. Sehingga genset yang jarang digunakan mungkin tidak
membutuhkan banyak perawatan.
d. Maintenance Operator Station DCS
Pemelihaan yang dilakukan untuk operator station yang dilakukan teknisi untuk menjaga
performa dari operator station adalah
1. Membesihkan operator station.
2. Melakukan back up data operator station.
3. Melakukan restore data untuk operator station.
4. Melakukan pengecekan jalur komunikasi.
5. Memperbaiki display OS yang sudah tidak sesuai dengan kondisi yang ada dilapangan.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan salah satu pembangkit listrik
yang memanfaatkan sumber energy air sebagai sumber energy utamanya. Berdasarkan
pengertian yang sama, kita dapat mengatakan bahwa bahan bakar PLTA adalah air. Sumber
energi air merupakan sumber energy alternative yang dapat diperbarui, karena air mengalir
terus menerus mengisi ulang melalui siklus hidrologi bumi. Air yang bergerak dan mengalir
akan menghasilkan energi, energi tersebut bergantung pada volume aliran beda ketinggian.
Untuk memudahkan pengontrolan dan pengawasan PLTA, maka diperlukan satu operator
station yang dapat mengontrol dan memonitor dengan mudah dalam satu kesatuan sistem.
Inilah fungsi dari Distributed Control System (DCS) sebagai sistem kontrol dari PLTA.
Pada PLTA peran DCS sangat penting, dengan adanya sebuah sistem yang terintegrasi
menggunakan kontroler, protokol komunikasi, dan komputer yang dapat memudahkan user
untuk mengontrol peralatan-peralatan yang menggunakan sinyal analog maupun digital dari
control room.
Dengan DCS, sistem kendali pada pembangkit listrik memiliki distribusi baik secara
topologi maupun fungsional. Distribusi fungsional komponen-komponen PLTA untuk
menjalankan fungsi yang berbeda-beda dimana mikroprosesor tersebut didistribusikan.
Distribusi topologi dicapai dengan menggunakan loop tertutup untuk pengoperasian peralatan
yang berbeda. Jenis distribusi ini menghasilkan peningkatan kecepatan dan keandalan sistem
kontrol. Dan dengan DCS, pembangkit yang dapat dikontrol dan dimonitor tak hanya satu
saja, melainkan beberapa kontrol sekaligus, yang tentu saja memiliki fitur-fitur dengan
kemampuan dan keandalan yang baik.
4.2 Saran
Perlunya dilaksanakan penelitian yang lebih dalam lagi terkait DCS di dalam sistem
kendali PLTA agar pemaparan di artikel ini dapat lebih detail dan menyeluruh.

29
Referensi
 https://www.youtube.com/watch?v=T-8f6fLF_Ao
 Suputra Widharma, IG, IN Sunaya, IM Sajayasa, IGN Sangka. Perancangan PLTS Sebagai
Sumber Energi Pemanas Kolam Pendederan Ikan Nila. Jurnal Ilmiah Vastuwidya 3 (2), 38-
44
 https://en.wikipedia.org/wiki/Distributed_control_system (Diakses 20 Mei 2021)
 https://rimbakita.com/pembangkit-listrik-tenaga-air/ (Diakses 20 Mei 2021)
 https://muhal.files.wordpress.com/2013/09/modul-dcs-bab-6-komunikasi-data.pdf
(Diakses 20 Mei 2021)
 https://www.researchgate.net/publication/271936431_The_SCADA_system_appli
cations_in_management_of_Yuvacik_Dam_and_Reservoir (Diakses 20 Mei
2021)
 Widharma, IGS, IN Sunaya. 2018. Studi Analisis Sistem Proteksi terhadap Petir pada
Stasiun Pemancar TV. Logic: Jurnal Rancang Bangun dan Teknologi 17 (2).

30

Anda mungkin juga menyukai