Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

INVENTARISASI HUTAN DAN LAHAN

Disusun Oleh:

Canni Lusiana Hutasoit 2204016139


Nabila Puspita Sary 2204016035
Retno Praptaning Pembayun 2204016017
Riel Martin Saputra Sirait 2204016105
Rika Amelia Nurpadilah 2204016151
Selvi Jaenal 2204016133
Selvi Triana 2204016115
Setiawan Ramadhani 2204016099
Safarudinnur 2204016253
Sharizal Putra Syahbana 2204016011
Yogi Franciskus Hutahaean 2204016015
Yulisa Ramadani 2204016037

LABORATORIUM PERENCANAAN DAN PEMANENAN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2023

ACARA I
BASAL AREA FAKTOR DAN N-TREE SAMPLING

I. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Diameter
Diameter Pohon adalah suatu ukuran dari hasil konversi keliling pohon
dalam satuan centimeter (cm) yang diambil pada posisi dengan ketinggian ±
130 cm dari atas permukaan tanah pada kondisi pohon normal atau tanpa banir
dengan tinggi di atas 130 cm. Dengan pengukuran diameter dapat diketahui
dari potensi tegakan suatu komunitas hutan. Besarnya diameter pohon
dipengaruhi kualitas tempat tumbuh dan usia dari pohon tersebut. Semakin
subur tempat tumbuh maka pertumbuhan pohon akan semakin baik, hal ini
ditunjukkan dengan besarnya ukuran diameter pohon tersebut. Demikian pula
pengaruh usia pohon dengan ukuran diameter pohon, semakin tua umur pohon
maka diameternya akan lebih besar (Susilowati, E. 2016).
Pengukuran diameter pohon dapat dilakukan dengan berbagai alat antara
lain garpu pohon dan pita keliling. Penggunaan alat yang berbeda dapat
menghasilkan pengukuran yang berbeda, dimana perbedaannya bisa nyata,
kurang atau tidsak nyata. Karena data yang digunakan adalah untuk keperluan
pengukuran pengukuran potensi hutan maka hendaknnya dipilih alat yang
ekonomis sehingga rasional untuk digunakan (Ipung dkk, 2021).
1.2 Basal Area
Basal Area adalah area penampang pohon setinggi dada, ini adalah cara
umum untuk menggambarkan kerapatan tegakan. Dalam pengelolaan hutan,
biasanya mengacu pada kayu yang dapat diperdagangkan dan diberikan per
hektare (Rahmadani dkk, 2021).

Basal Area adalah luas penampang pohon setinggi dada (1,3 m atau 4,5
kaki di atas tanah), ini adalah cara umum untuk menggambarkan kepadatan
tegakan. Dalam pengelolaan hutan, wilayah dasar biasanya mengacu pada kayu
yang dapat diperdagangkan dan diberikan per hektar. Dalam ekologi hutan,
area basal digunakan sebagai pengganti yang relatif mudah diukur dari total
biomassa hutan dan kompleksitas struktural dan perubahan area basal dari
waktu ke waktu merupakan indikator penting dari pemulihan hutan selama
sukses (Tato’Appi dkk, 2019).
Luas penampang batang atau batang tanaman pada umumnya dinyatakan
sebagai satuan persegi per satuan luat tempat tanaman itu tumbuh. Deksripsi
volumetrik ini merupakan perbandingan luas penampang pohon pada DBH
terhadap luas total dan disebut luas basal atau basal area. Untuk semak dan
herba, digunakan untuk menentukan fitomassa. Rumput, forb dan semak
biasanya diukur pada atau kurang dari 1 inci diatas permukaan tanah. Untuk
pohon luas penampang batang pohon dalam kaki persegi yang biasanya
diukur setinggi dada (4,5 di atas tanah) dan termasuk kulit kayu, biasanya
dihitung dengan menggunakan DBH atau dihitung melalui penggunaan
pengukur sudut faktor basal area atau faktor prisma (Nix, 2020).
1.3 Faktor-faktor Basal Area
BA (Basal Area) adalah ukuran kapasitas tegakan pohon tertentu untuk
meningkatkan pertumbuhan lingkaran tahun. Faktor-faktor pertumbuhan
lingkaran memiliki komponen genetik tetapi dipengaruhi oleh semua faktor
biotik, fisik dan kimia dalam lingkungan tertentu. Saat tegakan pohon
berkembang, Basal Area meningkat ketika mendekati stocking penuh, batas
atas hutan untuk menumbuhkan serat kayu. Pengukuran luas basal dapat
digunakan untuk menentukan kemampuan menumbuhkan spesies pohon hutan
yang terakumulasi di atas usia pohon dalam beberapa tahun. Seiring dengan
meningkatnya dari waktu ke waktu, pengukuran yang ditunjukkan pada grafik
pertumbuhan kurva menunjukkan perlambatan pertumbuhan sesuai dengan
grafik pertumbuhan dan hasil spesies. Penebangan kayu kemudian dibuat untuk
mengurangi Basal Area ke titik di mana pohon yang tersisa mendapatkan
kembali kemampuan untuk memaksimalkan pertumbuhan menuju produk
hutan yang terakhir, matang, dan berharga (Nix, 2020).
1.4 Bitterlich Stick
Pengambilan sampel penghitungan sudut dikembangkan oleh Walter
Bitterlich, seorang rimbawan Austria. Kadang-kadang juga disebut sebagai
pengambilan sampel titik, pengambilan sampel titik horizontal, pengambilan
sampel plot variabel, teknik penghitungan sudut, jelajah prisma, pengambilan
sampel pengukur sudut, dan pengambilan sampel Bitterlich stick. Ide untuk
menggunakan sub-petak bersarang diperkenalkan karena ingin mendapatkan
jumlah pohon yang seimbang disemua kelas dimensi, yaitu ingin memberikan
probabilitas seleksi yang lebih tinggi pada pohon-pohon yang lebih besar, yang
biasanya lebih sedikit di dalam suatu tegakan.
Meskipun terdengar rumit, namun teknik ini sangat sederhana; satu-
satunya perangkat yang dibutuhkan adalah perangkat yang menghasilkan sudut
bukaan yang pasti. Alat tersebut bisa berupa blitterlich stick atau alat lainnya.
Sambil berdiri di titik sampel dan mengarahkan stick ke lengan yang terentang
ke DBH pohon-pohon di sekitarnya lalu memutari sekitar 360° dan
menghitung semua pohon yang tampak lebih besar dari bitterlich stick. Maka
jelaslah bahwa pohon yang lebih besar memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk diambil sebagai pohon sampel. Dari penghitungan ini
mendapatkan estimasi luas basal area per hektar. Faktor kalibrasi ini juga
disebut faktor area basal (Mulyana dkk, 2018).

Gambar 1. Mengukur Jumlah Luas Bidang Tegakan Kerapatan


Pohon Menggunakan Alat Bitterlich stick

Sumber: Kelompok 5A, 2023. Dokumentasi Lapangan Inventarisasi


Hutan dan Lahan
1.5 Inventarisasi Hutan
Pengertian Inventarisasi hutan adalah salah satu cabang ilmu di dalam
bidang kehutanan. Istilah inventarisasi berasal dari bahasa inggris yaitu Forest
Inventory dan dari bahasa belanda yaitu Bosch Inventarisatie. Inventarisasi
pada dasarnya melakukan kajian potensi yang ada di dalam kawasan hutan
(Tomi, 2019).
Kegiatan utama dalam inventarisasi hutan salah satunya adalah sampling
dan sensus. Sampling merupakan pengambilan dan penganalisaan secara
sebagian dari seluruh total populasi dengan tujuan agar data yang didapat dapat
mewakili data populasi yang ada. Sensus adalah cara pengambilan dan
penganalisaan data yang dilakukan secara menyeluruh, artinya tanpa
melakukan pendugaan terhadap data populasi. Dalam teknik sampling juga
dibedakan atas teknik sampling dengan unit contoh berukuran sama dan teknik
sampling dengan unit contoh berbeda ukuran (Tomi, 2019).

1.6 N-Tree Sampling


Dalam metode inventarisasi hutan, salah satu tahap yang penting adalah
proses pengumpulan sampel dan sensus. Pengambilan sampel adalah langkah
di mana sebagian kecil dari keseluruhan populasi diambil dan dianalisis
dengan tujuan menghasilkan data yang mewakili populasi tersebut (Tomi,
2019).
Sensus merupakan metode pengambilan dan analisis data yang diterapkan
pada sampel yang telah diperoleh tanpa melakukan estimasi terhadap data
populasi secara keseluruhan. Sampling merupakan pengambilan dan
penganalisaan secara sebagian dari seluruh total populasi dengan tujuan agar
data yang didapat dapat mewakili data populasi yang ada. Sensus adalah cara
pengambilan dan penganalisaan data yang dilakukan secara menyeluruh,
artinya tanpa melakukan pendugaan terhadap data populasi. Dalam teknik
sampling juga dibedakan atas teknik sampling dengan unit contoh berukuran
sama dan teknik sampling dengan unit contoh berbeda ukuran.
Teknik sampling atau teknik pengambilan contoh yang menggunakan
ukuran contoh sama dibedakan atas Simple Random Sampling (SRS),
Systematic Sampling, dan Stratified Sampling. Simple random sampling dan
Systematic sampling umumnya dipakai pada hutan yang homogen, seperti hutan
tanaman. Pada hutan heterogen, biasanya menggunakan metode stratified
sampling. Teknik ini menggunakan ukuran contoh yang sama, misalkan semua
plot contohnya seluas 0,1 hektar (Tomi, 2019).
Seringkali dalam melakukan teknik sampling inventarisasi hutan terhambat
oleh faktor-faktor geografis sehingga tidak memungkinkan pengambilan
contoh dengan ukuran sama. Oleh sebab itu, dibuat teknik sampling dengan
unit contoh berbeda ukuran. Teknik ini terdiri atas metode Tree Sampling dan
Line Sampling (LS) (Tomi, 2019).

1.7 Tree Sampling


Tree sampling atau sering disebut juga n-tree distance sampling biasanya
digunakan untuk hutan homogen. Pengambilan contoh pada teknik ini
didasarkan atas karakteristik dari sejumlah pohon (n-tree), misal 6-tree, 8-tree,
10-tree, dan sebagainya. Prinsip teknik ini adalah mengukur jumlah pohon
yang sama pada tiap plot contoh. Teknik tree sampling ini termasuk dalam
kategori “distance sampling” karena pada pohon ke-n yang merupakan pohon
terjauh dilakukan pengukuran panjang dari titik plot contoh.
Keuntungan dari teknik ini adalah lebih sederhana dan cepat dalam kegiatan
sampling di lapangan, sedangkan kelemahan teknik ini adalah bersifat bias
untuk tegakan yang bergerombol (Tomi, 2019).

Gambar 2. Plot Contoh 10-Tree Sampling


Sumber: Tomi, 2019. Inventarisasi Hutan: Teknik Sampling dengan Unit Contoh
Berbeda Ukuran
1.8 Dendrometer

Gambar 3. Alat Dendrometer


Sumber: Ramdhani, 2022.

Dendrometer yaitu alat untuk mengukur pertumbuhan tanaman melewati


variabel diameter batang.Pertumbuhan tanaman dapat dilihat dan diteliti dari
pertambahan luas diamaeter batang, dendrometer mengukur secara terus
menerus pertambahan diameter batang. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh
beragam jenis faktor seperti misalnya faktor bagian yang terkait. Dendrometer
mencatat pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Fungsi
dendrometer selalain memantau status cairan dalam tanaman, menguji efek
bagian yang terkait terhadap pertumbuhan tanaman, mengestimasi kandungan
cairan pada tanaman termasuk yang melewati ronde transpirasi, memantau
pertumbuhan tajuk tanaman (Liang, dkk. 2022).
II. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan praktikum Inventarisasi Hutan Dan Lahan pada acara
pengambilan N-Tree Sampling dan BAF (Basal Area Faktor) Sebagai berikut:

1. Praktikan mampu mempraktikkan metode Inventarisasi Hutan Dan Lahan


Dengan N-Tree Sampling.

2. Praktikan mampu menduga Basal Area Factor dengan Bitterlich Sampling.


3. Praktikan dapat mengetahui pengolahan data dari hasil data BAF dan N-Tree
Sampling menggunakan Microsoft Excel.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Lokasi : Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda
Hari/Tanggal : Selasa, 12 September 2023
Pukul : 13.30-15.10 WITA
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Meteran
2. Phiband
3. Bitterlich stick
4. Handphone
5. Dendrometer
3.2.2 Bahan
1. ATK
2. Pohon
3. Tally sheet
4. Data hasil pengukuran diameter pohon dan pengukuran jarrak datar pada
30 pohon dalam 3 area yang berbeda
5. Data hasil pengukuran area penampang batang pohon dengan luas total
atau BAF (basal area faktor) dengan menentukan in dan borderline pohon
dalam 3 area yang berbeda
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1 Prosedur BAF (Basal Area Faktor)
1. Disiapkan alat Blitterlich Stick yang akan digunakan
2. Ditentukan titik pusat yang akan di ukur
3. Ditentukan BAF yang akan digunakan
4. Dibidik pohon dari titik pusat pohon yang ada di sekitar menggunakan
bitterlich stick dengan cara memutarkan badan 360°.
5. Dicatat data hasil pengukuran pohon yang masuk dalam kategori in dan
borderline. Diulangi kembali prosedur di atas dari area 2 hingga 4.

3.3.2 Prosedur N-Tree Sampling


1. Disiapkan alat dan bahan yaitu meteran, phiband, ATK.
2. Dituju titik pusat pohon yang telah ditentukan.
3. Ditentukan 6 pohon terdekat pada titik pusat pohon, setelah itu diukur
diameter menggunakan phiband dan jarak datar dari titik pusat ke pohon
yang telah dipilih menggunakan meteran.
4. Dicatat hasil pengukuran yang telah dilakukan.
5. Ditentukan lagi 2 pohon terdekat dari titik pusat pohon, setelah itu diukur
diameter menggunakan phiband dan jarak datar dari titik ke pohon yang
telah dipilih menggunakan meteran.
6. Dicatat hasil pengukuran yang telah dilakukan.
7. Ditentukan lagi 2 pohon terdekat dari titik pusat pohon, diukur diameter
menggunakan phiband dan jarak datar dari titik ke pohon yang telah dipilih
menggunakan meteran.
8. Dicatat hasil pengukuran yang telah dilakukan.
9. Diulang prosedur di atas dari area 2 hingga 4.

3.3.3 Prosedur Pengolahan Data


1. Disiapkan alat yang akan diperlukan berupa laptop dan membuka aplikasi
Microsoft word excel pada laptop untuk mengolah data.
2. Dimasukkan data pohon yang telah didapatkan berupa area, nomor titik pusat,
BAF (Basal Area Faktor), jumlah pohon in dan jumlah pohon borderline.
3. Dipilih dan dihitung rata-rata (mean) dari jumah data pohon yang in, dengan
rumus =AVERAGE (Data jumlah pohon yang in).

4. Dipilih dan dihitung standar deviasi dari jumlah data pohon yang in, dengan
rumus =STDEV(Data jumlah pohon yang in).

5. Dipilih dan dihitung rata-rata (mean) dari jumlah data pohon yang borderline,
dengan rumus =AVERAGE(Data jumlah pohon yang borderline).
6. Dipilih dan dihitung standar deviasi dari jumlah data pohon yang borderline,
dengan rumus =STDEV(Data jumlah pohon yang borderline).

7. Dihitung Basal Area Faktor dengan rumus


=C4*D4+C4*0,5*E4
8. Dimasukkan data pohon yang telah didapatkan berupa area, nomor titik pusat,
N-Tree Sampling, Nomor Pohon Terdekat, Jarak Datar (m), dbh (cm)
9. Dipilih dan dihitung rata-rata (mean) dari jumah data pohon yang in, dengan
rumus =AVERAGE (Data jumlah pohon yang in).

10. Dipilih dan dihitung standar deviasi dari jumlah data pohon yang in, dengan
rumus =STDEV(Data jumlah pohon yang in).

11. Dipilih dan dihitung rata-rata (mean) dari jumlah data pohon yang borderline,
dengan rumus =AVERAGE(Data jumlah pohon yang borderline).
12. Dipilih dan dihitung standar deviasi dari jumlah data pohon yang borderline,
dengan rumus =STDEV(Data jumlah pohon yang borderline).
Belum Fix (N-tree Sampling)

1. Dicari nilai jari-jari plot dari pohon keenam dengan rumus =JD Pohon
Terjauh+(0.5*(Dbh Pohon terjauh/100))

2. Dicari Dbh^2 dengan rumus =(Dbh/100)^2


3. Dicari luas plot dengan rumus =3.14*(Jari-jari Plot)^2
4. Dicari jumlah bidang dasar setiap pohon dalam plot dengan contoh rumus
=(0.25*3,14*(Jumlah dbh^2 (m^2) pohon 1-5 + (dbh^2 (m^2) pohon 6*0.5)))
5. Dicari nilai luas bidang dasar tegakan per Ha dengan rumus =Jumlah bidang
dasar per Ha (m^2 ha)/(Luas plot contoh (m^2)/10000)
6. Dicari jumlah batang pohon per Ha dengan rumus =6 pohon/(Luas plot contoh
(m^2)/10000)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.4 Hasil
Tabel 4.1 Pengolahan Data N-Tree Sampling
Nomor Jara jumlah
Nomor jari jari dari dbh^ luas plot
Nomor Pohon k dbh bidang dasar d
Pohon titik pohon 2 contoh
Areal Terdeka Data (cm) per hektare
Pusat keenam(m) (m^2) (m^2)
t r (m) (m^2ha) he
1 17 6,1 37,3 10,7 0,14 358,83 0,409
1 18 7,0 22,2 0,05
1 10 7,2 28,9 0,08
1
1 8 8,4 30,0 0,09
1 3 10,2 29,5 0,09
1 2 10,5 38,0 0,14
14 9 4,4 25,1 7,1 0,06 160,41 0,379
14 6 4,5 24,3 0,06
14 13 5,3 29,5 0,09
3
14 17 5,9 29,1 0,08
14 8 6,8 38,2 0,15
14 5 7,0 29,5 0,09
6 7 2,3 24,5 26,1 0,06 2139,00 0,292
6 8 4,7 22,3 0,05
6 24 5,6 29,5 0,09
4
6 9 6,7 23,9 0,06
6 5 7,1 23,1 0,05
6 10 8,2 35,8 0,13
Rata-
6,55 28,93 14,65 0,09 886,08 0,36
rata
Standar
2,02 5,38 10,08 0,03 1089,59 0,06
Deviasi

Tabel 4.2 Pengolahan Data Basal Area Faktor


Areal Nomor Basal Jumlah Jumlah Pohon basal area perhektare
Titik Area Pohon yang
Pusat Faktor Masuk Berbatasan
(BAF) IN BORDERLINE
1 12 1 7 7 10,50
2 5 7 17,00
3 5 4 21,00
4 2 4 16,00
2 16 1 9 14 16,00
2 7 12 26,00
3 7 12 39,00
4 6 4 32,00
3 31 1 10 3 11,50
2 5 7 17,00
3 4 4 18,00
4 1 3 10,00
Rata-rata 2,50 5,67 6,75 19,50
Standar 1,17 2,61 3,89 8,82
Deviasi

3.5 Pembahasan

Pengukuran pohon yang dilakukan adalah menggunakan dua metode berbeda yaitu
metode N-tree Sampling dan metode Basal Area Factor (BAF). Pada metode N-Tree
Sampling mahasiswa menentukan pohon (6,8,10), artinya perlu untuk mencari 6 pohon
terdekat dari pohon 1 yang telah ditentukan oleh asisten praktikum dan mengukur jarak
datar masing-masing pohon serta diameter setinggi dada. Setelah keenam pohon telah
dilakukan pengukuran, mahasiswa kembali menentukan 2 pohon terdekat dan mengukur
diameter setinggi dada serta jarak datar. Hal yang sama juga dilakukan pada 2 pohon
terdekat selanjutnya.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan pada 3 areal yang berbeda (areal 1,3 dan 4) di
dapatkan masing-masing sebanyak 10 pohon tiap areal yang memiliki jarak datar dan
diameter yang bervariasi. Pada areal 1 titik pusat pohon bernomor 1 di dapatkan jarak datar
terjauh pada pohon bernomor 5 dengan jarak sejauh 13,7 m dan jarak datar terdekat berada
pada pohon bernomor 17 yakni sejauh 6,10 m. Adapun nilai diameter terbesar dimiliki oleh
pohon bernomor 7 dengan diameter 42,8 cm dan diameter terkecil dimiliki oleh pohon
bernomor 18 dengan diameter 22,2 cm. Pada areal 3 menggunakan titik pusat dengan pohon
bernomor 14 di dapatkan jarak datar terjauh berada pada pohon bernomor 7 sejauh 9,10 m
sedangkan jarak terdekat adalah pohon bernomor 9 sejauh 4,4 m. Adapun nilai diameter
terbesar dimiliki oleh pohon bernomor 8 dengan diameter 38,2 cm dan diameter terkecil
adalah pohon bernomor 10 yaitu 22,6 cm. Areal 4 titik pusat pohon bernomor 6 di dapatkan
jarak datar terjauh adalah pohon yang bernomor 17 dengan jarak sejauh 15,10 m dan jarak
datar terdekat adalah pohon yang bernomor 7 yaitu 2,3 m. Sedangkan diameter terbesar
berada pada pohon bernomor 10 dengan diameter 35,8 cm dan diameter terkecil pohon
bernomor 25 yang memiliki ukuran 21,2 cm.
Berbeda dengan pengukuran pohon dengan metode Basal Area Factor (BAF),
pengukuran dilakukan menggunakan alat bitterlich yang memiliki 4 buah BAF, Setiap BAF
digunakan bergilir dimulai dari BAF 1. Pohon in adalah pohon yang ukurannya lebih besar
dari sudut pengukuran yang terbentuk oleh tongkat bitterlich, sedangkan pohon borderline
adalah pohon yang tepat berada pada sudut pengamatan.
Dari hasil pengukuran yang di lakukan di areal 1, 3 dan 4 didapatkan jumlah pohon in pada
areal 1 sebanyak 19 pohon, sedangkan jumlah pohon borderline didapatkan sebanyak 20
pohon. Pada areal 3 jumlah pohon yang in sebanyak 44 pohon, dan pohon borderline
sebanyak 41. Adapun di areal 4 jumlah pohon in sebanyak 24 dan pohon borderline sebanyak
16. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin besar nilai BAF, maka jumlah pohon
in semakin sedikit sedangkan jumlah pohon borderline semakin banyak.
BAF adalah ukuran kapasitas tegakan pohon tertentu untuk meningkatkan
pertumbuhan cincin tahunan. Seiring dengan berkembangnya tegakan pohon, BA meningkat
seiring mendekati penebaran penuh, yaitu batas atas hutan untuk menumbuhkan serat kayu
yang semakin meningkat. Pengukuran luas bidang dasar dapat digunakan untuk menentukan
kemampuan suatu lokasi untuk menumbuhkan spesies pohon hutan yang terakumulasi
sepanjang umur pohon dalam beberapa tahun. Pemanenan kayu kemudian dilakukan untuk
mengurangi BAF sampai pada titik di mana pohon-pohon yang tersisa mendapatkan kembali
kemampuan untuk memaksimalkan pertumbuhan menuju hasil hutan akhir yang matang dan
bernilai.
Berdasarkan hasil pengolahan data BAF yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata
pohon in sebesar 5,7 dengan standar deviasi sebesar 2,6 sedangkan pohon kategori borderline
sebesar 6,8 dengan standar deviasi sebesar 3,9. Adapun basal area per Ha diperoleh nilai rata-
rata sebesar 19,5 dengan standar deviasi sebesar 8,8. Sedangkan pada pengolahan data N-
Tree Sampling, data pohon yang di olah adalah 6 pohon terdekat dari titik pusat dengan
mencari nilai jari jari dari pohon keenam (m), dbh^2 (m^2), luas plot contoh (m^2), jumlah
bidang dasar per hektare (m^2ha), luas bidang dasar tegakan per hektare(m^2ha), dan jumlah
batang pohon per Ha.

V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Metode N-Tree sampling digunakan untuk mengetahui jarak datar antara 10
pohon terdekat dengan titik pusat pohon menggunakan alat yaitu meteran dan
mengukur diameter pohon menggunakan phiband .
2. Untuk menentukan sampling pohon termasuk kategori in atau borderline dapat
diduga dengan metode Basal Area Factor (BAF) yang dilakukan menggunakan
alat yaitu bitterlich.
3. Pengolahan data dari hasil pengukuran N-Tree sampling dan pendugaan Basal
Area Factor (BAF) dapat diolah menggunakan Microsoft Excel agar
mendapatkan data yang dapat mensubstitusikan stabilitas pohon pohon
pada area tersebut.
5.2 Saran
Dalam menjalankan praktikum kali ini diperlukan ketelitihan dan kefokusan
praktikan dalam pengukuran metode N-Tree Sampling dan metode basal area factor
agar hasil data yang dari titik pusat pencarian jarak datar pohon in dan borderline
dapat diolah dengan benar dan baik, serta praktikan dapat lebih memperhatikan
dalam mencari jarak datar dan diameter pohon diharapkan praktikan berikutnya
dapat lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan pengambilan sempel.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengukuran Jarak Datar Lampiran 2. Pengkuran Diameter Pohon
Menggunakan Meteran dengan Metode N- Tree Menggunakan Phiband
Sampling. ( format text )

Lampiran 3. Hasil pengukuran diameter Lampiran 4. Pengukuran Area Penampang


menggunakan phiband Batang Pohon Dengan Luas Total Atau BAF
(Basal Area Faktor) Menggunkan Bitterlich
Stick.
DAFTAR PUSTAKA

BIBLIOGRAPHY Ipung, D. R. (2021). Tingkat Akurasi Dan Efisiensi Pengukuran Diameter Pohondengan
Alat Ukur Sederhana. 122-128.

Jie Liang, d. (2022). Dendrometer. Retrieved from sciencedirect-com.

Mardiatnoko, d. (2020, Januari 28). Jenis-Jenis Alat Ukur Diameter Pohon. Retrieved from
zegahutan.com:

Rizkiana, R. (2022, Juni 30). Inventarisasi Hutan: Pengertian, Ruang Lingkup, Hierarki,
Tujuan, Metode, Teknik Sampling. Retrieved from lindungihutan.com:

Rohmadi, S. d. (2021). Variasi Umur Tanaman Reklamasi Terhadap Struktur dan Komposisi
Vegetasi di Areal Reklamasi Tambang PT Kideco Jaya Agung, Paser, Kalimantan
Timur. ilmu lingkungan, 13-21.

Saputra. (2019, April 24). Pengertian dan Fungsi Roll meter. Retrieved from furnitur.ac.id:

Susilowati, E. (2016). Pengukuran Diameter Pohon (Laporan Praktikum Biometrika Hutan.


Retrieved from academia.com:

Tato'Appi, dkk. (2019). Penentuan Model samaan Regresi Alometrik Terbaik Untuk
Menduga Biomassa Pohon Cempaka (Elmerrillia ovalis) Di Kecamatan Tareran
Kabupaten Minahasa Selatan. . Matematika dan aplikasi, 67-75.

Anda mungkin juga menyukai