Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOMETRIKA DAN INVENTARISASI SUMBERDAYA HUTAN


ACARA I
PENGENALAN ALAT DAN PENGUKURAN KARAKTERISTIK
INDIVIDU POHON

Disusun oleh:
Nama : Baldovino Babela Fakes
NIM : 22/505452/KT/10004
Coass : Anggoro Wibisono
Shift : Selasa, 15.30 WIB

LABORATORIUM KOMPUTASI DAN BIOMETRIKA HUTAN


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2023
ACARA I
PENGENALAN ALAT DAN PENGUKURAN KARAKTERISTIK INDIVIDU
POHON

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Mengetahui prinsip kerja dan cara penggunaan alat-alat ukur kayu.
2. Mengukur diameter pohon atau poles ysng telah ditentukan dengan
menggunakan beberapa jenis alat ukur dan membandingkan hasilnya.
3. Menaksir tinggi pohon dengan menggunakan beberapa alat ukur tinggi dan
membandingkan hasilnya.

II. DASAR TEORI


Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan
adalah suatu kesatuan ekositem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Agar hutan tetap Lestari maka perlu
adanya perencanaah hutan perencanaan yang tepat dan baik sangat diperlukan agar
pelaksanaan pengelolaan hutan dapat berjalan lancar, sesuai yang kita harapkan,
yaitu berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian, di mana hutan selalu ada, produksi
selalu ada, dan kondisinya selalu baik (Thamrin, 2020). Keanekaragaman hayati
berperan penting bagi keseimbangan kehidupan di Bumi maupun sebagai
pembangunan suatu negara. Pengelolaan dan pelestarian keanekaragaman hayati di
Indonesia banyak dihadapkan pada masalah yang kompleks, di antaranya masih
belum banyak nya keanekaragaman jenis hayati yang teridentifikasi dan metode
pengukuran yang mewakili masing-masing ekosistem (Partomihardjo dkk. 2020).
Informasi mengenai keanekaragaman hayati dapat diperoleh dengan
melakukan pengukuran. Persebaran suatu jenis keanekaragaman terutama
tumbuhan relatif bergantung pada jenis tumbuhan dengan kondisi wilayah yang
ditempatinya. Oleh karenanya, diperlukan metode yang efisien dan representatif
terhadap ekosistemnya dalam melakukan pengukuran (Hilwan dkk., 2023).
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat
mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan tertentu melalui pengukuran
dimensinya. Dimensi pohon merupakan beberapa parameter dari suatu individu
pohon yang dapat diukur. Dimensi pohon tentu saja berbeda dengan dimensi
tegakan dimana individu pohon itu sendiri merupakan objek dalam pengukuran
dimensi pohon, sedangkan kumpulan individu-individu pohon merupakan objek
dalam pengukuran dimensi tegakan. (Ipung dan Ghozali, 2021).
Pohon adalah bentuk pertumbuhan (growth form) atau perawakan (habitus)
suatu kelompok tumbuhan yang memiliki satu batang mengayu dengan tinggi total
sedikitnya 6 m (Chin., 2003). Sedangkan menurut Holmes (1976), pohon adalah
segala tumbuhan mengayu yang memiliki sebuah batang utama serta cabang
cabang lateral jauh dari permukaan tanah. Manfaat pohon secara ekonomi bagi
kehidupan manusia sangat besar. Kebutuhan kayu untuk bangunan, perkakas
rumah tangga, kerajinan, dan kayu bakar hingga berbagai macam getah banyak
dihasilkan oleh jenis pepohonan. Berbagai jenis buahbuahan tropik yang banyak
diminati orang umumnya juga dihasilkan oleh berbagai jenis pohon
(Partomihardjo dkk., 2020).
Parameter yang umum digunakan untuk mengetahui potensi hutan di dalam
pelaksanaan inventarisasi hutan adalah tinggi dan diameter pohon. Tinggi dan
diameter pohon merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan
potensi pohon dan tegakan (Thamrin, 2020). Kegiatan pengukuran dimensi pohon
dapat dilakukan secara langsung dengan pengambilan contoh di lapangan,
menggunakan teknologi penginderaan jauh, atau dengan kombinasi antara
pengamatan terestris dan penginderaan jauh. Pada umumnya dalam pendugaan
potensi hutan, khususnya potensi volume, memerlukan pengukuran diameter dan
tinggi pohon (Ipung dan Ghozali, 2021).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
a. Alat pengukur diameter pohon berdiri
1. Kaliper
2. Diameter tape (phi band)
3. Pita meter
4. Spiegel Relaskop
b. Alat penaksir tinggi pohon berdiri
1. Christen Hypometer
2. Clinometer
3. Haga-altimeter
4. Forestry pro
5. Tabel statistika (tabel t dan tabel F)
c. Bahan
1. Pohon di sekitar area Fakultas Kehutanan

IV. CARA KERJA


Cara kerja pada praktikum ini:

Ditentukan 5 Dilakukan pengukuran


pohon untuk diameter menggunakan
dilakukan Kaliper, pita meter, phi
pengukuran band dan spiegel
relaskop

Dilakukan penaksiran
Dicatat hasilnya tinggi pohon
pada tallysheet menggunakan Christen
hypometer, hagameter,
clinometer, Spiegel
relaskop dan forestry pro.

Dilakukan
perhitungan
menggunakan tabel
anova pada excel

Pengukuran karakteristik pohon dilakukan dengan mengukur tinggi dan


diameter pohon. Setelah diberikan penjelasan mengenai penggunaan alat,
ditentukan 5 pohon untuk dilakukan pengamatan. Setelahnya dilakukan pengukuran
diameter pohon menggunakan pita meter, kaliper, phi band dan Spiegel relaskop
serta dilakukan penaksiran tinggi menggunakan hagameter, christen hypometer,
Spiegel relaskop san forestry pro. Setelah data didapatkan kemudian dicatat
ditallysheet yang kemudian dimasukkan kedalam excel. Setelah itu, dilakukan
pengolahan data untuk mendapatkan hasil penaksiran tinggi dan pengukuran
diameter pohon. Setelahnya dibuat tabel anova satu arah dari data yang telah diolah
untuk didapatkan f hitung dan f tabelnya. Kemudian ditarik kesimpulannya
menggunakan f hitung dan f tabel yang telah didapat.

V. DATA DAN HASIL PERHITUNGAN


*Data tercantum pada Google Drive
Contoh perhitungan menggunakan pohon 1, 2 dan 3 kelompok Ulin:
1. Perhitungan diameter pohon
a. Phi band
Tidak ada perhitungan untuk phi band karena diameter dapat langsung
dibaca pada alat tanpa menggunakan rumus. Hasil pengukuran pada tiga
pohon berturut-turut yaitu: 51,1 cm, 18,3 cm dan 29,8 cm.
b. Kaliper
Tidak ada perhitungan untuk phi band karena diameter dapat langsung
dibaca pada alat tanpa menggunakan rumus. Hasil pengukuran pada tiga
pohon berturut-turut yaitu: 49,8 cm, 19 cm dan 29,8 cm.
c. Spiegel relaskop
Diameter pohon yang diukur menggunkan Spiegel relaskop diperoleh
dengan rumus:
Diameter pohon = jumlah RU * JD (cm) * 2% * 100 cm
Diameter pohon 1 = 1,75*15*2%*100
= 52,5 cm
Diameter pohon 2 = 1,25*10*2%*100
= 25 cm
Diameter pohon 3 = 1*15*2%*100
= 30 cm
d. Pita meter
Diameter pohon yang diukur menggunakan pitameter diperoleh dengan
rumus:
Diameter pohon = keliling pohon/π
Diameter pohon 1 = 160/π
= 50,93 cm
Diameter pohon 2 = 56/π
= 50,93 cm
Diameter pohon 3 = 92/π
= 50,93 cm
2. Perhitungan tinggi pohon
a. Hagameter
Tinggi pohon yang ditaksir menggunakan hagameter dapat diperoleh dengan
rumus:
Tinggi pohon = titik atas – titik bawah
Tinggi pohon 1 = 31 – 1
= 30 m
Tinggi pohon 2 = 15 – 0
= 15 m
Tinggi pohon 3 = 24 – 0,5
= 23,5 m
b. Christen hypsometer
Tinggi pohon yang ditaksir menggunkan christen hypsometer dapat
langsung terbaca dengan membandingkan tinggi galah dengan skala yang
terbaca pada alat christen hypsometer tanpa menggunakan rumus.
Penaksiran tinggi pohon pada tiga pohon berturut-turut yaitu: 25 m, 15 m
dan 20 m.
c. Spiegel relaskop
Tinggi pohon yang ditaksir menggunkan Spiegel relaskop dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Tinggi pohon = ((% atas - % bawah) / 100) * S
Tinggi pohon 1 = ((150-(-10))/100)*15
= 24 m
Tinggi pohon 2 = ((145-(-15))/100)*10
= 16 m
Tinggi pohon 3 = ((140-(-10))/100)*15
= 22,5 m
d. Clinometer
Tinggi pohon yang ditaksir menggunkan clinometer dapat dihitung dengan
rumus:
Tinggi pohon = ((% atas - % bawah) / 100) * S
Tinggi pohon 1 = ((48-2)/100)*15
= 6,9 m
Tinggi pohon 2 = ((38-4)/100)*10
= 3,4 m
Tinggi pohon 3 = ((52-1)/100)*15
= 7,65 m
3. Anova diameter pohon
a. db
db regresi = jumlah alat (p) – 1
=4–1
=3
db total = ( jumlah pohon (n) * jumlah alat (p)) – 1
= (25 * 4) – 1
= 99
db error = db total – db regresi
= 99 – 3
= 96
2
( ƩXij)
b. Faktor Koreksi (FK) =
n. p
2
(939 , 41+ 929 , 4+1442 , 5+945 , 45)
=
25. 4
= 181200,035
c. Jumlah Kuadrat (JK)
b+d + f +h
JK Regresi = −fk
n

= 45578 ,31+ 45371, 98+ 186256 ,25+ 46219 , 36 ¿ ¿ −¿


25
181200,035
= -168263,0063
JK Total = (Ʃ a2 + Ʃ c2 + Ʃ e2 + Ʃ g2) – fk
= ((939 , 41 )2 +(929 , 4 )2 + (1442 ,5 )2 + (945 , 45 )2) - 181200,035
= 4539756,938
JK Error = JK Total – JK Regresi
= 4539756,938– (-168263,0063)
= 4708019,944
d. Kuadrat Tengah (KT)
JK Regresi
KT Regresi =
db regresi
−168263,0063
=
3
= -56087,66875
JK Error
KT Error =
db error
4708019,944
=
96
= 49041,87442
KT Regresi
e. F hitung =
KT Error

−56087 , 66875
=
49041 , 87442

= -1.143668944

f. F tabel = (α, db regresi, db error)

= (0.05, 3, 96)

= 2,699392598

4. Anova tinggi pohon


a. db
db regresi = jumlah alat (p) – 1
=4–1
=3
db total = ( jumlah pohon (n) * jumlah alat (p)) – 1
= (25 * 4) – 1
= 99
db error = db total – db regresi
= 99 – 3
= 96
2
( ƩXij)
b. Faktor Koreksi (FK) =
n. p
2
(375 , 25+379+273 , 9+191 , 95)
=
25 . 4
= 14450,4441
c. Jumlah Kuadrat (JK)
b+d + f +h
JK Regresi = −fk
n
(6487,8125+ 6756 ,5+ 4424 , 04 +1944,8275)
= −¿ 14450,4441
25
= -13665,9169
JK Total = (Ʃ a2 + Ʃ c2 + Ʃ e2 + Ʃ g2) – fk
= ((375 , 25)2 +(379 )2 + (273 , 9)2 + (191 , 95)2) - 14450,4441
= 368684,1309
JK Error = JK Total – JK Regresi
= 368684,1309– (-13665,9169)
= 382350,0478
d. Kuadrat Tengah (KT)
JK Regresi
KT Regresi =
db regresi
−13665 , 9169
=
3
= -4555,305633
JK Error
KT Error =
db error
382350 ,0478
=
96
= 3982,812998
KT Regresi
e. F hitung =
KT Error

−4555 , 305633
=
3982 , 812998

= -1.143668944

f. F tabel = (α, db regresi, db error)

= (0.05, 3, 96)

= 2,699392598

VI. PEMBAHASAN
Pengukuran dan penaksiran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
mengelola sumberdaya hutan. Pengukuran sendiri merupakan kegiatan untuk
menentukan atau mengidentifikasi besaran, dimensi, atau karakteristik tertentu
dengan menggunakan alat ukur atau teknik yang sesuai serta hasil yang didapat
memiliki satuan ukuran yang jelas. Pengukuran dilakukan secara langsung pada
objek yang diamati sehingga ketepatan dan hasil yang didapat lebih akurat.
Sedangkan penaksiran merupakan proses estimasi dengan tingkat ketepatan yang
tinggi atau biasa disebut perkiraan. Penaksiran dilakukan berdasarkan sampel
atau data yang telah ada. Penaksiran seringkali melibatkan penggunaan statistik
dan metode pemodelan untuk menghasilkan perkiraan yang mendekati nilai
sebenarnya.
Menurut Thamrin (2020) Tinggi dan diameter pohon merupakan dimensi
pohon sangat penting dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Menurut Ipung
dan Ghozali (2021), Pengukuran penting dilakukan karena digunakan dalam
mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan tertentu melalui pengukuran
dimensinya. Dimensi pohon merupakan beberapa parameter dari suatu individu
pohon yang dapat diukur. Dimensi pohon tentu saja berbeda dengan dimensi
tegakan dimana individu pohon itu sendiri merupakan objek dalam pengukuran
dimensi pohon, sedangkan Kumpulan individu-individu pohon, merupakan objek
dalam pengukuran dimensi tegakan.
Dalam kegiatan pengelolaan hutan, pengukuran diameter dan tinggi dapat
diimplementasikan dalam kegiatan inventarisasi hutan. Kegiatan inventarisasi
hutan meliputi kegiatan pengukuran pohon dan tegakan, estimasi volume pohon
dan tegakan, prediksi pertumbuhan pohon dan tegakan, serta pemecahan
permasalahan–permasalahan dalam penarikan contoh (Simon, 1993). Pengukuran
diameter dan tinggi pohon dalam inventarisasi hutan berguna dalam
memperkirakan volume atau nilai dari kayu yang ada di dalam suatu kawasan
hutan.
Pengukuran karakteristik individu pohon dilakukan dengan menggunakan
alat-alat sebagai berikut:
A. Alat penaksir tinggi pohon
1. Hagameter

Gambar 1. Hagameter
Penaksiran tinggi pohon dengan hagameter menggunakan prinsip
trigonometri. Prinsip trigonometri sendiri sering dipakai dalam pengukuran
tinggi dan menghasilkan hasil yang lebih akurat. Adapun cara kerja dari alat
ini adalah fungsikan alat penunjuk arah tinggi dengan memutar tombol
untuk berbagai jarak pohon dari pengukuran, atur posisi pembidik, buka
kunci jarum penunjuk dengan menekan knop atau tombol, lakukan pembidik
melalui visir ke pangkal pohon kemudian kunci, baca dan catat skala yang
ditunjuk jarum, lalu lakukan pembidikan ke ujung pohon yang diinginkan
kunci jarum penunjuk lalu baca dan catat skala yang ditunjukkan jarum.
Kelebihan dari hagameter berupa alatnya yang praktis serta sederhana dalam
pengoprasiannya serta hasil yang didapat lebih akurat dan teliti. Namun
terdapat kekurangan yaitu dibutuhkan waktu yang lebih untuk mendapatkan
hasil karena perlu dilakukan pengurangan antara hasil pembidikan ujung
dengan hasil pembidikan pangkal, serta adanya kemungkinan pergeseran
jarum skala ketika dilakukan pembidikan yang mampu mempengaruhi hasil.
2. Christen Hypsometer

Gambar 2. Christen hypsometer


Alat ini digunakan dengan cara menyandarkan galah sepanjang 4 m
sejajar pohon. Kemudian, pengamat mengambil jarak untuk membidik
sampai pangkal dan ujung pohon berada diantara siku bagian dalam alat.
Setelahnya, pegang alat dan bidik ujung-ujung pohon melalui sisi siku-siku
bagian dalam, bagian siku bawah dibidikan pada pangkal pohon dan siku
atas pada ujung pohon, lalu baca skala pada tinggi galah, skala yang terbaca
menunjukkan tinggi pohon. Kelebihan dari alat ini yaitu alat praktis dan
mudah dibawa, hasil yang didapatkan lebih cepat serta mudah digunakan
dimana saja. Namun kelemahannya yaitu diperlukan kehati-hatian dalam
membaca skala, serta tidak efektif digunakan pada pohon yang ujung
tajuknya tertutup oleh pohon lainnya. Alat ini juga sulit untuk digunakan
pada medan/topografi yang berat .
3. Spiegel Relaskop
Gambar 3. Spiegel relaskop
Penaksiran tinggi menggunakan Spiegel Relaskop adalah melihat skala pada
alat yang bertanda setelah menentukan jarak bidik sekitar 10 sampai 20
meter kemudian bidik objek. Kelebihan dari alat ini adalah hasil yang
didapatkan lebih teliti, tinggi pohon dapat diketahui langsung. Sementara
kekurangan alat ini perlu koreksi jarak lapang dada lereng, diperlukan jarak
tertentu, dua kali pengukuran, dan sulit dilakukan pada hutan yang
tegakannya rapat.

4. Clinometer

Gambar 4. Clinometer
Prinsip alat ini hampir sama dengan hagameter, yaitu menggunakan
prinsip trigonometri. Penggunaan alat juga mengharuskan untuk membidik
2 titik pohon yaitu bagian ujung pohon dan pangkal pohon dengan skala
persen. Alat ini digunkan dengan dua mata terbuka, satu mata melihat ke
lensa sedangkan mata yang lain melihat ke obyek yang dibidik. Kelebihan
penggunaan alat ini adalah hasilnya yang cukup akurat karena menggunakan
trigonometri serta memiliki harga yang cukup terjangkau dibandingkan alat
lain. Kekurangannya yaitu hasil dari pembidikan harus diolah terlebih
dahulu untuk mendapatkan hasil tinggi pohon dan mudah terganggu jika
terkena tiupan angin.
5. Forestry pro
Gambar 5. Forestry pro
Cara kerja alat ini sama dengan hagameter yaitu dengan membidik ujung
atas pohon terlebih dahulu dilanjutkan dengan membidik pangkal bawah
dari pohon, dan secara otomatis akan muncul hasil dari penaksiran tinggi
pohon. Kelebihan alat ini adalah mudah dan ringkas, serta tidak perlu
dikonversi karena skala hasil yang ditunjukkan langsung menunjukkan
tinggi dari pohon yang diukur. Kelemahannya alat ini adalah harganya yang
sangat mahal.

B. Alat pengukur diameter batang


1. Pita meter

Gambar 6. Pitameter
Merupakan alat yang sederhana yang digunakan untuk menghitung
diameter pohon. Penggunaannya cukup dengan cara melingkarkan pita
meter pada batang pohon yang setinggi dada (1,3 m) hingga bertemu pada
titik awal dimulai pengukuran. Kelebihan dari alat ini yaitu praktis, cepat,
sederhana, mudah dibawa kemana saja, serta tingkat keakuratannya yaitu
0,5 mm. sedangkan kekurangannya yaitu perlu dilakukan konversi dari
keliling ke diameter dengan membagi diameter dengan phi, serta
memungkinkan terjadinya pemuaian pada alat apabila terkena panas
berlebih yang dapat mempengaruhi keakuratan pengukuran.
2. Phi Band

Gambar 7. Phiband
Cara kerjanya hampir sama dengan pita meter yaitu dengan melilitkan
alat pada batang pohon pada ketinggian setinggi dada (1,3 m) dan kemudian
dibaca skalanya sebagai diameter (biasanya skala bewarna merah.
Kelebihan alat ini yaitu ringkas, mudah dibawa, ketelitiannya cukup akurat,
serta hasil pengukuran langsung dalam bentuk diameter sehingga tidak perlu
dikonversi kembali. Kelemahannya yaitu pengukuran lebih sulit bila
dibandingkan dengan alat ukut apitan pohon dan hasil volumenya biasa
lebih besar karena pohon yang diukur tidak silindris.

3. Kaliper

Gambar 8. Kaliper
Cara penggunaannya yaitu dengan meregangkan tangkai bergeser pada
alat. Kemudian tangkai diapitkan pada batang pohon pada ketinggian
setinggi dada (1,3 m). Skala yang terletak pada tangkai menunjukkan
diameter batang yang diukur. Kelebihan alat ini adalah pengukuran yang
praktis dan sederhana, serta bahannya kuat dan ringan apabila terbuat dari
bahan aluminium. Kekurangannya yaitu sering terjadi kerusakan pada
tangkai bergeser yang dapat menyebabkan ketidakakuratan dalam
pengukuran diameter.
4. Spiegel Relaskop
Gambar 9. Spiegel relaskop
Cara menggunakan Spiegel relaskop adalah menentukan skala BAF
yang akan dilakukan sebelum dilakukan pembidikan, lalu bidik sasaran
dilanjut melihat skala BAF dan himpitkan dengan batang pohon yang diukur
diameternya, sesuaikan jarak pengukuran hingga penampang pohon masuk
kedalam skala pengukuran BAF, hitung berapa bagian skala yang masuk
dari besaran batang, lanjut menghitung nilai diameter untuk satu bagian
skala, dan besarnya diameter diketahui dengan mengalikan besar bagian
skala dari bagian batang yang terbidik dengan nilai diameter untuk satu
bagian skala. Kelebihan dari alat ini adalah hasil diameter dapat langsung
diketahui, hasil pengukuran lebih teliti disbanding alat lainnya. Sedangkan
kekurangan perlu koreksi jarak lapang pada daerah lereng untuk
mendapatkan jarak datar, dibutuhkan jarak tertentu, dua kali pengukuran
dan agak sulit pada hutan yang pohonnya rapat.
Berdasarkan data yang telah diperoleh bahwa pengukuran dan penaksiran
diameter pohon yang diukur menggunakan alat yang berbeda tidak menunjukkan
hasil yang terlalu berbeda. Misalnya pada pohon 1 kelompok Ulin didapatkan
pengukuran diameter pohon menggunakan Phiband sebesar 55 cm, menggunakan
kaliper sebesar 49 cm, menggunakan pita meter sebesar 50.9 serta menggunakan
Spiegel sebesar 52.5 cm . Hasil yang diperoleh oleh keempat alat yang digunakan
tidak jauh berbeda satu sama lain, sehingga didapatkan hasil f hitung diameter
pohon -1.143668944 dan f tabel diameter pohon 2.699392598 dengan kesimpulan
Ho diterima karena f hitung lebih kecil daripada f tabel. Oleh karena itu, tidak ada
perbedaan hasil yang signifikasn antara satu alat dengan yang alat yang lainnya
pada pengukuran diameter pohon.
Untuk pengukuran dan penaksiran tinggi pohon yang diukur menggunakan alat
yang berbeda tidak menunjukkan hasil yang terlalu berbeda, namun terdapat
sedikit perbedaan dari hasil pengukuran menggunakan clinometer. Misalnya pada
pohon 1 kelompok Ulin didapatkan pengukuran tinggi pohon menggunakan
hagameter setinggi 30 m, menggunakan Spiegel setinggi 24 m, menggunakan
christen hypsometer setinggi 25 m, namun ketika diukur menggunkan clinometer,
tinggi pohon yang didapat hanya sebesar 6,9 m. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh kerusakan pada alat atau adanya human error saat dilakukan pengukuran. Dari
hasil pengukuran menggunakan empat alat tersebut, didapatkan hasil f hitung
tinggi pohon -1.143740777 dan f tabel tinggi pohon 2.699392598 dengan
kesimpulan Ho diterima karena f hitung lebih kecil daripada f tabel. Oleh karena
itu, tidak ada perbedaan hasil yang signifikasn antara satu alat dengan yang alat
yang lainnya pada pengukuran tinggi pohon.
Faktor koreksi diperlukan dalam mengakomodir hal-hal yang disebabkan oleh
human error ataupun non-humman error (faktor lingkungan) yang mungkin bisa
menimbulkan kesalahan di lapangan maupun dalam perhitungan volume tegakan.
Dari beberapa alat yang telah dipelajari, alat yang cukup direkomendasikan untuk
pengukuran diameter adalah phi band (diameter tape). Alat tersebut mudah dan
praktis dalam penggunaanya, serta hasil dari pengukuran dapat langsung terbaca
pada skalanya. Sedangkan rekomendasi alat untuk pengukuran tinggi pohon yaitu
hagameter. Alat tersebut mudah sederhana dalam pengoprasiannya serta mudah
dipahami bagi pemula yang baru belajar mengukur tinggi pohon. Alat ini juga
ringkas sehingga praktis dibawa kemana saja.

VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bawha:
1. Pengukuran karakteristik individu pohon umumnya dilakukan dengan
mengukur dan menaksir diameter dan tinggi pohon. Pengukuran diameter
pohon dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat kaliper, phi band, pita
meter dan Spiegel relaskop. Sedangkan penaksiran tinggi pohon dapat
dilakukan dengan alat christen hypsometer, clinometer, haga meter, Spiegel
relaskop dan forestry pro. Setiap alat tersebut memiliki cara pengoprasian serta
prinsip kerja yang berbeda, namun hasil akhirnya sama yaitu untuk mengukur
diameter dan tinggi pohon.
2. Pengukuran diameter batang dapat dilakukan dengan berbagai alat ukur. Alat
ukur yang digunakan pada praktik ini berupa kaliper, pita meter, phi band serta
Spiegel relaskop. Dari keempat alat tersebut, tidak terdapat adanya perbedaan
signifikan dari hasil pengukuran diameter antara alat satu dengan alat lainnya.
3. Penaksiran tinggi batang dapat dilakukan dengan berbagai alat ukur. Pada
praktikum ini, penaksiran tinggi pohon diukur menggunakan alat hagameter,
clinometer, christen hypsometer, forestry pro dan Spiegel relaskop. Dari
keempat alat tersebut, tidak terdapat adanya perbedaan signifikan dari hasil
penaksiran tinggi pohon antara alat satu dengan alat lainnya.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Chin, W.Y., 2003. Tropical Trees and Shrubs. aselection for Urban Plantings.
suntree Publishing limited Usa. Singapore.
Hilwan, I., Santosa, Y., & Nahla, S. (2023). Penentuan bentuk dan luas petak
contoh optimum pengukuran keanekaragaman jenis tumbuhan tingkat
pancang hutan pegunungan. Journal of Tropical Silviculture, 14(01), 63 69.
Holmes, s. 1979. Henderson’s Dictionary of Biological Terms. Van Nostrand.
Reinhold Company, New York
Ipung, D. R. S., & Ghozali, D. I. (2021). Tingkat Akurasi Dan Efisiensi
Pengukuran Diameter Pohon Dengan Alat Ukur Sederhana Di Hutan
Pendidikan Fahutan Unmul. Prosiding SIKMA 9, Vol. 2
Partomihardjo, T., Arifiani, D., Pratama, B. A., & Mahyuni, R. 2020. Jenis-jenis
pohon penting di hutan Nusakambangan. Jakarta: LIPI Press.
Simon H. 1993. Hutan Jati dan Kemakmuran Problema dan Strategi
Pemecahannya. Bigraf Publishing.
Thamrin, H. (2020). Pertumbuhan Diameter Dan Tinggi Pohon Sungkai
(Peronema Canescens Jack) Umur 27 Tahun Di Hutan Tanaman Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda. Jurnal Agriment, 5(02), 118 122.
Widjaja EA, Rahayuningsih Y, Rahajoe JS, Ubaidillah R, Maryanto I, Walujo
BE, Semiadi G. 2014. Kekinian Keanekargaman Hayat Indonesia 2014.
Jakarta (ID) : LIPI Press.

IX. LAMPIRAN
Gambar 10. Pengukuran diameter pohom

Gambar 11. Pengukuran jarak pohon dengan pengamat untuk pengukuran tinggi

Anda mungkin juga menyukai