Pandemik
40.00%
LQ45, 35.16%
30.00% IHSG, 30.30%
20.00%
10.00%
0.00%
-10.00%
-20.00%
Apr-20 May-20 Jun-20 Jul-20 Aug-20 Sep-20 Oct-20 Nov-20 Dec-20
Keterangan :
• Return tertimbang dari 10 saham terpilih
• Return dihitung sejak launching perdana "InvestMIFY19" (Close price)
• 10 saham pilihan pada InvestMI akan mengalami perubahan saat rilis InvestMI versi terbaru
Terima kasih telah membeli e-book InvestMI Yearly 2019 yang berisi kumpulan saham undervalued
dengan kinerja keuangan baik yang kemudian dapat kamu jadikan sebagai rujukan dan panduan dalam
berinvestasi di pasar modal di tahun 2020.
Kami sadari dalam penyusunan InvestMI masih banyak kekurangan ataupun ketidaksempurnaan, oleh
sebab itu kami selaku tim penyusun terbuka akan berbagai saran dan masukan terkait e-book InvestMI
perdana ini untuk perbaikan berkesinambungan melalui link berikut ini:
https://bit.ly/surveiinvestmi
InvestMI ditujukan bagi TICMate yang sudah menyelesaikan seluruh proses transaksi terkait dengan
pembelian produk InvestMI seperti yang tertera di website ticmi.co.id (https://ticmi.co.id/investmi)
Dilarang keras untuk menyebarkan, memperbanyak, ataupun menjual kembali tanpa izin tertulis dari
TICMI. Pelanggaran atas hak cipta e-book ini berpotensi dikenakan hukuman sesuai Undang-Undang
No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
1. Emiten terpilih dalam e-book ini adalah emiten-emiten yang laporan keuangan tahunannya
sudah terbit pra-pembuatan e-book (Sebelum 20 April 2020).
2. Analisis dilakukan berdasarkan sejumlah filter yang aman terutama bagi pemula dan milenial,
sedangkan yang belum teruji/terlalu berisiko kami eliminasi melalui kriteria-kriteria utama di
antaranya rasio likuiditas1, rasio profitabilitas2, rasio solvabilitas3, rasio pasar4, serta
berdasarkan seasonal5, dan lain sebagainya.
3. Data yang digunakan untuk analisis adalah adalah data-data resmi di database TICMI
(https://ticmi.co.id/datapasarmodal) dan sejumlah sumber kredibel lainya.
4. Menggunakan skenario optimis6, moderat7, dan pesimis8 dalam analisis emiten meskipun
yang dicantumkan dalam e-book ini adalah skenario yang paling realistis dengan kondisi pasar
saat ini.
5. Menggunakan metode valuasi seperti DCF9, DDM10, dan Multiple/Relative Valuation11 dan
excess return12, atau lainnya dalam mencari harga wajar (nilai intrinsik) emiten. Namun dalam
e-book ini tidak semua metode valuasi dicantumkan, hanya yang relevan dengan emiten.
6. Saham-saham yang terdapat di e-book InvestMI ini dianalisis oleh analis profesional yang
memiliki pengalaman dan pengetahuan pasar modal yang mumpuni dan certified di bidangnya
seperti CSA, WPEE, WPPE, WMI, dan sebagainya.
7. Mindset seorang Investor senantiasa berorientasi jangka panjang, umumnya minimal 2–10
tahun atau bahkan lebih, sehingga biasanya tidak terlalu terganggu dengan pergerakan harga
saham sesaat di market.
8. Disclaimer: Dokumen InvestMI disajikan sebagai referensi bagi investor untuk lebih mudah
dalam mencerna informasi, namun demikian tetap diperlukan pemantauan berkala terhadap
kinerja dan kondisi fundamental dari masing-masing perusahaan dan TICMI tidak
bertanggung jawab atas segala keputusan investasi yang diambil masing-masing investor.
Sektor pasar modal Indonesia terus mengalami pertumbuhan, hal ini tercermin dari jumlah
investor pasar modal Indonesia yang per akhir Februari 2020 mencapai 2,6 juta investor
berdasarkan data SID (Single Investor Identification) dari KSEI. Jika dibandingkan dengan
tahun 2017 yang masih 1,1 juta SID. Maka dalam 3 tahun terakhir, jumlah investor pasar
modal Indonesia telah tumbuh sekitar 150%. Yang menarik, pertumbuhan jumlah investor di
pasar modal Indonesia didominasi oleh para milenial. Hal ini tentu saja menjadi kabar positif
untuk keberlangsungan pasar modal Indonesia ke depan, ya siapa tau dua atau tiga tahun
kedepan kita bisa sejajar dengan negara seperti Singapura, Malaysia, atau Thailand dalam hal
persentase jumlah investor pasar modal.
Di balik fenomena bertumbuhnya pasar modal Indonesia, kami melihat masih sering terjadi
perdebatan di lini masa oleh banyak kalangan investor mengenai metode mana yang harus
digunakan dalam berinvestasi saham, teknikal atau fundamental? Jangka pendek atau jangka
panjang? Akibatnya, informasi yang ada semakin mendistorsi, hal ini tentu kurang kondusif
terutama bagi yang baru saja melek terhadap dunia pasar modal, khususnya mereka para
milenial yang masih belum cukup bekal pengetahuan dan terombang-ambing tergiring opini-
opini kurang relevan dan berujung pada kesalahan dalam mengambil keputusan investasi.
Akibatnya terjadi trauma dan terjebak dalam anekdot “investasi saham rugi”.
Berangkat dari kekhawatiran di atas, InvestMI hadir sebagai referensi untuk membantu
pengambilan keputusan dan bukan jalan pintas pengambilan keputusan investasi. Dalam
penyajiannya, InvestMI fokus kepada dua konsep, fundamental dan teknikal (tentative).
Secara fundamental InvestMI menggambarkan kinerja perusahaan di masa lalu dan
melakukan proyeksi, salah satunya berdasarkan laporan keuangan terkini yang telah
diterbitkan. Dari sisi teknikal, InvestMI mengestimasi mengenai kemungkinan-kemungkinan
momen yang lebih optimal untuk masuk (dan atau keluar) dari emiten yang dibahas.
Kami berharap e-book ini bisa bermanfaat dan bisa menjembatani kebutuhan para investor
yang selama ini belum terpenuhi, sehingga literasi dan pemahaman pasar modal masyarakat
Indonesia terus meningkat industri pasar modal yang lebih baik.
Salam,
InvesTeam
Join KPM:
Highlights:
• Kilas Balik Pertumbuhan Ekonomi di Tahun 2019
• Proyeksi Ekonomi di Tengah Pandemi
• Sektor Terdampak Pandemi: The Winners Vs The Losers
• Dilema IHSG di Awal Tahun: Saatnya Berinvestasi untuk Jangka Panjang
• Tips Investasi di Kala Pandemi
Sumber: BPS
Pertumbuhan ekonomi terjadi pada seluruh lapangan usaha Indonesia. Pertumbuhan tertinggi dicapai
oleh Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 10,55%, diikuti Jasa Perusahaan sebesar 10,25%, dan
Informasi dan Komunikasi sebesar 9,4%. Meskipun mengalami peningkatan yang cukup baik, namun
segmen-segmen usaha tersebut memiliki persentase yang cukup kecil terhadap total PDB Indonesia
(Kurang dari 5%), sehingga tidak mampu berpengaruh besar terhadap pertumbuhan PDB Indonesia.
Sebaliknya, segmen-segmen penyumbang terbesar PDB Indonesia justru tidak tumbuh lebih besar dari
tahun 2018, sebut saja segmen Industri yang hanya mampu tumbuh 3,8%, perdagangan tumbuh
4,62% dan pertambangan yang hanya tumbuh 1,2%. Masing-masing segmen tersebut
merepresentasikan PDB sebesar 19,7%, 13,1%, dan 8%.
Struktur perekonomian Indonesia secara spasial tahun 2019 masih didominasi oleh kelompok provinsi
di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 59%, kemudian
diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,3%, Pulau Kalimantan 8%, Pulau Sulawesi 6,3%, dan sisanya
5,3% di pulau-pulau lainnya.
Sumber: BPS
Inflasi
Inflasi sepanjang tahun 2019 tercatat sebesar 2,72%,
lebih rendah dari tahun sebelumnya. Inflasi tahunan ini Inflasi (%)
merupakan yang terendah dalam 20 tahun. Inflasi
terendah sebelumnya tercatat pada 1999, yakni sebesar 20
2,01%, pasca Indonesia dilanda krisis finansial. Laju inflasi 15
didorong oleh kenaikan indeks harga barang. Antara lain,
10
kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 4,28%;
kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 5
3,97%; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
0
1,75%; dan kelompok sandang sebesar 4,93%. Secara
umum inflasi Indonesia tahun 2019 terbilang cukup baik,
00
02
04
06
08
10
12
14
16
18
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
Sumber: IMF
Berbagai lembaga internastional memprediksi proyeksi ekonomi global tahun ini akan mengalami
penurunan.
Pandemik Covid-19 telah membuat beberapa sektor usaha mengalami penurunan produktifitas yang
berujung kepada penurunan kinerja keuangan. Sektor-sektor usaha di bidang pariwasata, konstruksi
& real estate, penerbangan, manufaktur, otomotif, dan pertambangan merupakan sektor yang
mengalami dampak paling signifikan dari pandemik ini. Beberapa dari mereka terpaksa menutup
pabriknya dan menghentikan produksi. Sebaliknya, sektor usaha di bidang telekomunikasi, retail
berbasis e-commerce, agriculture, healthcare, medical supply, dan online education justru
mencatatkan pertumbuhan pendapatan di tengah wabah pandemik ini. Diproyeksikan, setelah
pandemik ini berakhir, akan ada disrupsi besar-besaran di dunia usaha. Sektor-sektor usaha yang bisa
memanfaatkan dan cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi akan tetap hidup, sebaliknya
sektor usaha yang masih alergi digitalisasi akan sulit untuk bersaing.
Sumber: TICMI
1. Rasio Likuiditas = Rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
lancarnya (utang jangka pendek).
2. Rasio Profitabilitas = Rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan laba.
3. Rasio Solvabilitas = Rasio yang digunakan untuk mengetahui besaran aktiva (asset perusahaan)
yang didanai dengan utang.
4. Rasio Pasar = Rasio yang digunakan untuk melihat sejauh mana kelayakan harga saham
perusahaan untuk dapat dibeli oleh investor saham.
5. Seasonal Stock = saham-saham pilihan yang disesuaikan dengan periode (musim) tertentu.
6. Skenario Optimis = Skenario pertumbuhan pendapatan perusahaan paling maksimal yang dapat
perusahaan capai.
7. Skenario Moderat = Skenario pertumbuhan pendapatan perusahaan relative terhadap skenario
optimis dan pesimis.
8. Skenario Pesimis = Skenario pertumbuhan pendapatan perusahaan paling minimum yang dapat
perusahaan capai.
9. DCF Valuation = Discounted Cash Flow adalah metode valuasi saham yang didasarkan pada arus
kas di masa mendatang.
10. DDM Valuation = Dividend Discounted Models adalah metode valuasi yang didasarkan pada
potensi penerimaan dividen pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan historikal
pembagian dividennya.
11. Multiple/Relative Valuation = Metode valuasi yang didasarkan pada perbandingan antara nilai
pasar dengan nilai aset suatu perusahaan. Metode ini menampilkan dua analisis yaitu:
- PER (Price Earnings Ratio) = Yaitu rasio yang membandingkan antara harga saham pada
periode tertentu dengan laba per lembar saham di periode yang sama. PER yang besar
cenderung menunjukan harga saham yang sudah mahal dibandingkan dengan laba per saham
pada periode tertentu.
- PBV (Price to Book Value) = Yaitu rasio yang membandingkan antara harga saham pada
periode tertentu dengan nilai buku (ekuitas/modal perusahaan) per lembar saham di periode
yang sama. PBV yang besar cenderung menunjukan harga saham yang sudah mahal
dibandingkan dengan nilai buku per saham pada periode tertentu.
12. Excess Return = Metode valuasi saham yang didasarkan pada jumlah ekuitas saat ini dan excess
return yang diharapkan di masa mendatang.
13. Nilai/Harga Wajar = Nilai atau dalam hal ini adalah harga wajar per lembar saham yang
didasarkan pada risiko dan potensi/prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Nilai/harga
wajar sering disebut sebagai nilai intrinsik, nilai intrinsik berbeda dengan harga yang ada di pasar.
Idealnya harga yang ada di pasar akan bergerak mengikuti nilai wajar perusahaan karena nilai
wajar dihitung berdasarkan risiko dan potensi perusahaan di masa yang akan datang. Pergerakan
ini tentunya membutuhkan waktu dan mengikuti kinerja perusahaan ke depan. Harga wajar (nilai
intrinsik) saham dapat berubah jika risiko dan potensi perusahaan di masa yang akan datang juga
berubah (sesuai kondisi ekonomi, industri, dan perusahaan itu sendiri).
14. Margin of Safety (MOS) = MOS berhubungan dengan harga wajar perusahaan, Margin of Safety
adalah selisih dari harga wajar dengan harga saham yang beredar di pasar pada periode tertentu.
Potensi Margin of Safety adalah potensi kenaikan atau penurunan harga saham di pasaran
menuju ke harga wajar suatu saham. Margin of safety dapat berubah-ubah sesuai harga wajar
saham dan harga saham di pasar.
Kenal minuman Larutan Cap Kaki Tiga pereda panas dalam? Vitamin rambut Elips? Sleek Baby? Atau
produk kecantikan Oval?
Per Desember 2019 KINO memiliki 186 gerai distributor yang tersebar dari Sabang sampai Merauke
dan memiliki lebih dari 25 distributor international.
Tahun 2019, KINO berhasil mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp4,67 triliun atau naik sebesar
29,5% dari pendapatan tahun 2018. Dari peningkatan pendapatan perusahaan tersebut, KINO
mencatatkan laba bersih hingga 243% dari laba bersih tahun 2018.
Namun, perlu diketahui bahwa laba bersih perusahaan tahun 2019 tidak sepenuhnya berasal dari
pendapatan perusahaan, namun juga diperoleh dari keuntungan diskon atas akuisisi PT Morinaga Kino
(PT Kino Food Indonesia) pada akhir tahun 2018 sebesar Rp264 Miliar.
Meskipun begitu jika pendapatan dari diskon tersebut dianggap tidak ada, KINO masih mencatatkan
pertumbuhan laba bersih yang cukup besar yaitu sebesar 67% jauh lebih tinggi dari pertumbuhan laba
bersih tahun 2018 yang hanya sebesar 37%.
Tingginya laba bersih perusahaan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang baik dan efisien,
tercermin dari prosentase cost of good sales yang semakin kecil dari tahun ke tahun.
58%
sangat likuid.
55%
Artinya perusahaan tidak akan mengalami
53%
kesulitan dalam membayar kewajiban-kewajiban
(utang) baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Dengan laba usaha yang besar juga
COGS/PENDAPATAN memudahkan perusahaan untuk melakukan
investasi dan ekspansi bisnis.
Pendapatan perusahaan masih didominasi oleh produk dari segmen perawatan tubuh (46%), disusul
oleh produk minuman (37,6%), makanan (9,07%), farmasi (6,07%), dan makanan hewan (0,46%).
Farmasi
0,75%
2018 Farmasi 2019
6,07%
Makanan Hewan Makanan
0,12% Hewan
Makanan 0,46%
Makanan
9,07%
6,94%
Minuman
Perawatan 37,65% Perawatan
Minuman Tubuh
42,32% Tubuh
49,88% 46,76%
Produk farmasi menjadi salah satu segmen yang mencatatkan pertumbuhan pendapatan paling besar
dari segmen usaha lainya. Tahun 2019 pendapatan dari segmen farmasi naik hingga 9x lipat (952%)
atau setara Rp256 miliar dari pendapatan segmen farmasi yang sebelumnya hanya sebesar Rp26,9
miliar.
Peningkatan pendapatan segmen farmasi ini Berdasarkan fakta tersebut dapat dikatakan
bahkan mengungguli peningkatan pendapatan bahwa sektor farmasi akan mampu menopang
dari sektor minuman dan makanan yang hanya kinerja perseroan yang dimungkinkan sedikit
sebesar Rp233 miliar dan Rp173 miliar. melemah di tahun 2020, sebagai dampak
Prosentase pendapatan dari segmen farmasi pandemik Covid-19.
juga meningkat dari yang sebelumnya (2018)
hanya sebesar 0,75% menjadi sebesar 6,07%
terhadap total pendapatan KINO.
Nielsen.com juga menunjukan fakta bahwa di tengah pandemik Covid-19 saat ini, produk-produk yang
memberikan perlindungan dari kuman (seperti hand sanitizer) menjadi yang paling utama bagi
konsumen di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Sumber: Nielsen
Sampai tahun 2019 utilitas produksi farmasi dan produk perawatan tubuh KINO masih di bawah 40%.
Artinya KINO masih sangat mampu menaikan produksi di tengah permintaan yang tinggi.
Utilitas Produksi
32,68%
41,07%
52,16%
33,18%
Berdasarkan fakta-fakta di atas dan melalui penilaian kinerja fundamental, KINO dapat digolongkan
sebagai salah satu emiten yang memiliki prospek bisnis cerah dengan kinerja historikal yang baik.
Return on Equity (ROE) yang meningkat dari tahun ke tahun, Debt to Equity Ratio (DER) yang cukup
stabil dan tidak terlalu besar serta Price to Earning Ratio (PER) tahun 2019 yang masih rendah terlebih
saat pendapatan perusahaan sedang dalam tren positif membuat emiten ini sangat menarik.
27,61
26,65
0,64
0,58
6,86%
5,34%
9,5
Harga per lembar saham KINO juga masih undervalued berdasarkan penilaian harga wajar saham
dengan metode Discounted Cash Flow (DCF).
Margin of safety (MOS) yang dihasilkan pun cukup tebal, terlebih karena sentimen Covid-19 ini yaitu
di angka 40%-50% pada harga penutupan 3 April 2020 (Rp1.960).
Pergerakan emiten berkode saham KINO pada Selasa 20 April 2020 terlihat berada dalam tren
penurunan, hal tersebut merupakan konfirmasi dari “Death Cross” yang terjadi sebelumnya, paling
tidak ada 2 skenario yang mungkin terjadi:
1. Saat ini tanda-tanda penurunan mulai 2. Skenario kedua adalah penurunan saat ini
terkonfirmasi pasca “Death Cross” bersifat sementara (retracement), dan
(lingkaran kuning), dan penurunan saat ini melanjutkan kenaikan hingga
bisa jadi akan breakdown support terdekat mengkonfirmasi perubahan tren. Jika hal ini
baik secara langsung maupun sideway terjadi, maka pergerakan KINO akan
sesaat sambil membentuk New Lower Low melanjutkan kenaikannya, dalam kondisi ini
(titik terendah baru). Jika ini terjadi, patut boleh dipertimbangkan untuk menjadikan
dicermati saat pergerakan harga area lingkaran hijau maupun support (garis
menunjukkan tanda-tanda reversal hijau putus-putus) sebagai titik pembalikan
berikutnya yang lebih jelas baik berupa arah.
divergence maupun lainnya (expected).
Dari sudut pandang analisa fundamental 2019, harga saham KINO saat ini masih tergolong
undervalue, investor boleh mempertimbangkan untuk menunggu hingga tanda/momen pembalikan
arah terjadi (breakout, dll) demi mengoptimalkan potensi capital gain yang tersedia.
Keputusan dan risiko akhir investasi ada di tangan Anda para investor.
Luar Negeri
9,54%
Kecil
17,28%
Korporasi
56,53%
Komersial
Menengah
16,65%
Sebagai salah satu bank plat merah, BBNI atau Bank BNI menjadi satu dari 5 bank dengan kapitalisasi
terbesar di sektor keuangan dan perbankan. Berfokus pada pembiayaan korporasi, BNI mampu
mencatatkan kinerja positif setiap tahunnya. Menggarap segmen korporasi, kinerja perusahaan akan
banyak dipengaruhi oleh kondisi nasabah korporasi. Segmen korporasi BNI utamanya masuk ke sektor
perindustrian, perdagangan, restoran, dan hotel.
Konstruksi 7,40%
Pertanian 10,23%
Lain-lain 19,08%
Perindustrian 19,24%
Pinjaman dari industri perdagangan, restoran, dan hotel turun 24% dari yang sebelumnya 26%
menjadi hanya sebesar 1,37%. Konstruksi, pengangkutan, dan pertambangan juga mengalami
penurunan sebesar 8,4% hingga 31%.
Namun, faktanya, penurunan pendapatan terjadi hampir pada semua perbankan di Indonesia.
ROE Perbankan
17,04% 16,40% 17,46% 16,48%
13,67% 12,40% 13,98% 13,61%
11,78%
0,87%
2018 2019
4000
2000
0
01/01/15
01/05/15
01/09/15
01/01/16
01/05/16
01/09/16
01/01/17
01/05/17
01/09/17
01/01/18
01/05/18
01/09/18
01/01/19
01/05/19
01/09/19
01/01/20
Sumber: TICMI
Besarnya persentase pinjaman dari sektor jasa menjadikan BBNI sangat berpotensi mengalami
perlambatan kinerja hingga akhir tahun 2020 mendatang.
Selain itu, kebijakan restrukturisasi dan relaksasi utang bagi perusahaan dan nasabah terdampak
Covid-19 juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Mengingat pandemik Covid-19 ini
mempengaruhi proses bisnis terutama sektor UMKM.
Dampak adanya kebijakan ini dalam jangka pendek (2020) tentunya akan mempengaruhi pendapatan
perusahaan. Namun jika dibandingkan dengan bank-bank lain, persentase kredit sektor UMKM BBNI
Kinerja BNI dari pinjaman bisnis korporasi diprediksikan akan kembali tumbuh positif setelah tahun
2020-2021. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh sektor pertanian, sektor jasa, dan sektor listrik gas
dan air. Tahun 2019 pembiayaan dari sektor-sektor tersebut tumbuh lebih besar dari 15% dan akan
melanjutkan tren positif, terutama setelah recovery industri terdampak corona.
Meskipun akan cukup tertekan di tahun 2020, namun harga saham bank BNI masih dikategorikan
undervalued dan layak menjadi pilihan investasi untuk jangka panjang.
Margin of Safety (MOS) berdasarkan prospek dan risiko BNI saat ini adalah sebesar 25%-30% dari
harga penutupan 3 April 2020 (Rp4.010/saham). Asumsi ini didasarkan pada kondisi fundamental yang
cukup baik pada tahun-tahun sebelumnya. Yaitu PER dan PBV yang masih di bawah rata-rata industri,
historikal ROA dan ROE yang positif, NPL dan LDR yang masih dalam batas aman.
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
1,87
13,41
1,52
10,87
10,18
9,44
1,22
1,19
1,18
9,03
PBV PER
91,50%
6,40%
6,20%
1,20%
90,40%
5,50%
5,30%
4,90%
88,80%
0,90%
87,80%
0,80%
0,70%
85,60%
0,40%
15,60%
15,50%
2,70%
2,70%
2,60%
14,20%
14,00%
2,40%
ROA ROE
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
AnalisisTeknikal
Analisis Teknikal
Berdasarkan pergerakan candle hingga Selasa Dari sudut pandang analisa teknikal,
20 April 2020, pergerakan saham BBNI masih pergerakan harga emiten BBNI perlu diamati
berada dalam kondisi tren penurunan, secara berkala untuk menentukan langkah
meskipun saat ini BBNI sudah berada di yang harus dilakukan.
wilayah oversold, namun tanda-tanda
Meskipun posisi BBNI berdasarkan kondisi Full
pembalikan arah masih belum terlihat.
Year 2019 dalam kondisi undervalue, namun
Estimasi jika terjadi momen pembalikan arah,
investor boleh mempertimbangkan untuk
cenderung hanya techical rebound yang
menunggu momen yang lebih tepat dan tanda
bersifat sementara, chart di atas merupakan
yang lebih jelas untuk masuk.
ilustrasi dari pergerakan BBNI.
Indofood atau INDF adalah satu dari sedikit perusahaan Food & Beverage yang memiliki kegiatan
operasional dari hulu ke hilir, mulai dari proses produksi makanan, produksi pengolahan bahan baku,
hingga mengelola produk menjadi produk akhir siap jual. INDF membagi model bisnisnya dalam empat
kelompok usaha strategis yaitu:
Sampai akhir tahun 2019 pendapatan INDF masih ditopang oleh produk konsumen bermerek (55%),
disusul oleh produk bogasari (23,83%), agribisnis (15,30%) dan dari bisnis distribusi (5,4%). Sepanjang
tahun 2019 INDF menunjukan kinerja positif untuk sektor produk konsumen bermerek dan produk
bogasari. Sebaliknya, sektor agribisnis menunjukan pelemahan yang diikuti oleh bisnis distribusi.
2018 2019
Distribusi Distribusi
7% 5%
Agribisnis
15%
Agribisnis
17%
Produk
Konsumen Produk
Bermerek Bogasari Konsumen
Bogasari
52% 24% Bermerek
24%
56%
Melemahnya bisnis agribisnis tahun 2019 sebagai dampak dari pelemahan harga komoditas minyak
kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil-CPO).
Sep-14
Jan-15
Sep-15
Jan-16
Sep-16
Jan-17
Sep-17
Jan-18
Sep-18
Jan-19
Sep-19
Jan-20
May-14
May-15
May-16
May-17
May-18
May-19
sebesar 10% dan 6%
secara tahunan.
Sumber: Investing
Secara umum total pendapatan perusahaan naik 4%, selain karena ditopang kinerja produk konsumen
bermerek dan produk bogasari yang baik, kinerja INDF yang baik juga dipengaruhi karena perusahaan
mampu menekan beban produksi perusahaan hingga 4%.
Beragamnya portofolio bisnis INDF menjadikan emiten ini menarik, selain karena setiap unit bisnisnya
mampu saling menopang kinerja satu sama lain, INDF juga salah satu emiten yang kinerja
fundamentalnya cukup stabil dalam 5 tahun terakhir. Memiliki ROE yang cukup stabil di angka 7%-11%
likuiditas yang terjaga ditunjukan lewat total aset lancar yang selalu di atas utang lancarnya (CR > 1).
11,00%
10,89%
150,81%
150,27%
9,94%
127,21%
7,49%
106,63%
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
Akan tetapi di balik itu, pandemik Covid-19 juga dapat menjadi salah satu sentimen positif bagi produk
andalan perusahaan yaitu Indomie.
Merebahnya isu lockdown oleh pemerintah menyebabkan adanya panic buying terutama sembako
dan produk Kesehatan. Produk Indomie adalah salah satu produk yang diburu masyarakat, selain
sebagai persediaan produk Indomie juga sebagai salah satu sembako yang umum dibagikan untuk
bantuan sosial.
Prospek yang cerah, kinerja historikal yang bagus membuat INDF menjadi saham yang cukup menarik
untuk dikoleksi. Berdasarkan risiko yang ada pada perusahaan dan potensi keuntungan yang timbul
dari analisis fundamental perusahaan, harga saham INDF saat ini masih tergolong undervalued.
Melalui metode valuasi discounted cash flow dan relative valuation, Margin of Safety (MOS) INDF
adalah sebesar 25%-35% dari harga pasar pada 3 April 2020.
Dari ilustrasi di atas, secara umum emiten INDF memperlihatkan indikasi “Death Cross” di mana pesan
yang disampaikan kurang lebih sebagai konfirmasi bahwa akan terjadi penurunan dari emiten ini, dan
hingga 20 April 2020, INDF masih berada dalam tren penurunan, meskipun ada kemungkinan kecil
untuk berubah arah dan langsung naik.
Meskipun posisi INDF berdasarkan kondisi fundamental Full Year 2019 dalam kondisi undervalue,
namun investor boleh mempertimbangkan untuk menunggu momen yang lebih tepat jika tertarik
masuk saham INDF.
Ketika mendengar kata Japfa apa sih yang langsung terngiang di pikiran kita? Ayam? Nugget? Sosis?
Yaa produk-produk tersebut adalah beberapa produk unggulan dari JPFA. Sebenarnya tidak hanya
Ayam, JPFA memiliki enam lini bisnis antara lain: peternakan dan produk konsumen (40%), pakan
ternak (36%), pembibitan ayam (9%), budidaya perairan (9%), peternakan sapi (4%), dan produk lain-
lain (2%).
Sebagai salah satu emiten Poultry, pendapatan JPFA terus meningkat dari tahun ke tahun seiring
dengan tingginya konsumsi masyarakat. Namun meskipun terus bertumbuh, pertumbuhan laba JPFA
terbilang cukup fluktuatif hampir untuk setiap tahun. Penyebabnya adalah fluktuasi harga ayam di
pasaran. Tahun 2019, Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) telah
memenangkan gugatan Brazil terkait masalah impor ayam atas Indonesia. Dampak dari kebijakan
tersebut adalah Indonesia mengalami kelebihan pasokan Ayam sehingga menyebabkan penurunan
harga ayam di Indonesia.
16.500
16.000
15.500
15.000
14.500
14.000
13.500
13.000
12.500
12.000
01/01/16
01/03/16
01/05/16
01/07/16
01/09/16
01/11/16
01/01/17
01/03/17
01/05/17
01/07/17
01/09/17
01/11/17
01/01/18
01/03/18
01/05/18
01/07/18
01/09/18
01/11/18
01/01/19
01/03/19
01/05/19
01/07/19
01/09/19
01/11/19
01/01/20
01/03/20
Meskipun begitu terdapat fakta menarik, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan diketahui bahwa ada peningkatan ekspor ternak di tengah pandemik Covid-19 ini.
Ekspor subsektor peternakan pada Januari sampai Februari 2020 mencapai Rp1,7 triliun atau
meningkat 30% dibandingkan ekspor pada Januari sampai Februari 2019 yang tercatat sebesar Rp1,3
triliun secara year on year.
Hingga akhir Maret 2020 terdapat beberapa perusahaan yang akan melakukan ekspor ke negara-
negara tetangga salah satunya adalah JPFA. PT Japfa Comfeed Indonesia akan mengekspor Hatching
Egg ke Myanmar serta Day Old Chicken (DOC) ke Timor Leste sebanyak masing-masing 625.000 butir
dan 18.000 ekor dengan total nilai mencapai Rp3 miliar. Selain itu pada Oktober 2019, perseroan
memulai ekspor ayam karkas utuh, sosis, nugget, bakso ke Timor Leste.
Sampai akhir Maret 2020, harga saham JPFA terkoreksi hingga 45% dari harga tertinggi Rp1.715 pada
15 Januari 2020 menjadi hanya Rp950 per 31 Maret 2020.
Namun kinerja fundamental yang baik bukan tidak mungkin akan membalikkan koreksi menjadi
apresiasi. Berkaca dari tahun 2015 koreksi harga saham yang mencapai 81% hingga menyentuh angka
Rp308 per lembar saham berbalik menjadi apresiasi hingga Rp1.910 pada akhir tahun 2016. Prospek
yang cerah JPFA sebagai salah satu perusahaan besar di sektor poultry dapat terlihat dari semakin
tingginya produksi ayam nasional. Tingginya produksi ini mencerminkan tingginya minat masyarakat
terhadap sumber protein dari hewani.
1.905.497
1.544.378 1.628.307
Sumber: BPS
Melalui berbagai metode fundamental seperti discounted cash flow dan relative valuation harga
saham JPFA saat ini masih sangat undervalued terlebih karena isu pandemik awal tahun ini. Harga
wajar JPFA dari analisis historical dan forecasting kinerja di masa mendatang menunjukan bahwa
harga saham JPFA idealnya masih mampu tumbuh hingga 45% (Margin of Safety).
Secara teknikal, per 20 April 2020 emiten JPFA masih berada dalam tren penurunan. Meski indikator
RSI sempat berada di area oversold dan memperlihatkan sedikit tanda-tanda reversal atau pembalikan
arah minor, namun hal tersebut masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut.
Konsep divergence, breakout dan lain-lain dapat dimanfaatkan untuk membantu mencari titik masuk
yang lebih optimal, dan semoga saja tanda-tanda tersebut segera terlihat di emiten JPFA, idealnya
setelah tren penurunan akan ada sideway untuk beberapa saat sebelum memulai rally ke atas
meskipun tidak selalu demikian.
Pergerakan sesaat ini belum menentukan apakah formasi yang dibentuk akan memulai kenaikan
hingga break trend penurunannya ataukah malah melanjutkan tren penurunan hingga menjebol
support (garis titik hijau horizontal) dan menciptakan New Lower Low, jika pun demikian semoga
setelah itu JPFA bisa menunjukkan tanda-tanda yang lebih jelas terutama terkait pembalikan arah
(reversal).
PT Bukit Asam Tbk adalah salah satu Ditinjau dari sudut pandang investor, dengan
perusahaan sektor batubara yang harga nilai Price Earnings Ratio (PER) yang kurang
sahamnya ikut naik turun karena gejolak harga dari 10x dan Return on Equity (ROE) yang lebih
batubara dunia. Pada Agustus 2018 harga besar dari 20% PTBA dapat dikatakan cukup
saham PTBA sempat menyentuh harga menarik, apalagi perusahaan juga dikenal
Rp4.980 hampir di angka Rp5.000. Namun sebagai salah satu emiten yang rajin
penurunannya juga tidak kalah fantastis, membagikan dividen dengan jumlah besar
penurunannya menyentuh angka di bawah kepada para investornya.
Rp2000.
Meskipun gejolak harga batubara cukup tinggi, permintaan dan penawaran dari pasar domestik
cenderung lebih stabil. Hal ini menjadi kekuatan bagi perusahaan terlebih jika kita lihat proyeksi
kebutuhan batubara domestik.
Melalui metode Discounted Cash Flow (DCF), relative valuation, dan dengan mempertimbangkan
kinerja historikal, prospek hingga risiko di masa yang akan datang. PTBA masih dapat dijadikan pilihan
untuk menambah saham di portofolio investor, harga yang sedang ter-discount dapat dijadikan
sebagai momen untuk mengoleksi emiten ini untuk jangka panjang. Margin of safety (MOS) dari
harga penutupan 3 April 2020 Rp2.110 berada di kisaran 30%-40%.
Saham emiten PTBA hingga hari Selasa, 21 April 2020 masih berada dalam tren penurunan, meskipun
tampak sedikit tanda reversal atau pembalikan arah, namun masih memerlukan konfirmasi. Kondisi
tren penurunan ini perlu dicermati apakah akan menjadi penurunan sementara (retracement) dan
berubah jadi kenaikan hingga breakout resisten dan berubah menjadi naik, atau malah melanjutkan
tren penurunan hingga breakdown support (expected) dan menciptakan New Lower Low.
Jika berkaca pada kondisi fundamental 2019, PTBA masuk kategori saham dengan kondisi undervalue,
namun dari sudut pandang analisa teknikal diperlukan pengamatan berkala untuk mengantisipasi
momentum PTBA yang lebih tepat sebagai titik masuk, salah satunya melalui formasi divergence,
Golden Cross, dan lain-lain.
United Tractor, emiten alat berat yang kini mulai merambah ke dunia tambang dan batubara adalah
anak usaha dari PT Astra Internasional (ASII), yang rajin melakukan ekspansi, mulai dari inisiasi bisnis
baru hingga akuisisi. Sebagai emiten alat berat untuk bisnis tambang dan batubara, pendapatan UNTR
masih didominasi oleh kontrak penambangan batubara dan mesin konstruksi berupa alat berat yang
juga banyak digunakan untuk industri penambangan batubara.
Pertambangan Perkebunan
43% 13%
Konstruksi
29%
Kondisi tersebut membuat operasional perusahaan menjadi sensitif terhadap harga batubara (HBA).
Selain alat berat yang distribusinya didominasi oleh sektor pertambangan, persentase penerimaan
total pendapatan UNTR juga diperoleh dari aktivitas penambangan batubara itu sendiri. Sampai tahun
2019 persentase pendapatan dari lini bisnis yang berhubungan dengan sektor tambang dan batubara
masih di atas 80%.
3% 2018 2019
1% 4%
8%
10%
12% 34%
43%
43%
42%
Pertanyaan yang sering ditanyakan adalah, bagaimana perang dagang antara AS dan Tiongkok
membuat harga batubara menjadi terkoreksi? Tiongkok merupakan konsumen batubara terbesar di
dunia, maka kebijakan Tiongkok berdampak signifikan pada volume permintaan batubara dunia,
terutama batubara kalori rendah.
Tahun 2019 ekonomi tiongkok hanya tumbuh sebesar 6,1%, pertumbuhan terendah dalam hampir
tiga dekade terakhir. Efek domino yang ditimbulkan atas keadaan ini adalah pelemahan performa
perusahaan sektor tambang termasuk UNTR.
Melemahnya industri batubara dunia rupanya juga menjadi perhatian khusus UNTR dalam beberapa
tahun ini. Selain merombak target pendapatan perusahaan dari lini bisnis yang berkaitan dengan
industri batubara, pada tahun 2019 UNTR juga menurunkan target penjualan produk Komatsu untuk
tahun 2020.
Sumber: Investing
Investasi tambang emas yang dilakukan UNTR berbuah manis bahkan dalam kurun waktu kurang dari
2 tahun. Saat pendapatan dari bisnis yang berkaitan dengan tambang batubara turun, penghasilan
dari tambang emas mampu menutupi kerugian yang ditimbulkan.
ROA ROE
9,33% 9,89% 9,97% 20,15% 18,22%
7,98% 16,14%
11,98%
4,52% 7,11%
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
PER DER
12,39 11,48
10,33 1,04
9,16 0,83
7,23 0,73
0,57 0,50
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
Berdasarkan Analisis dengan metode Discounted Cash Flow (DCF) dengan mempertimbangkan
potensi dan risiko saham UNTR, Margin of Safety (MOS) berdasarkan harga saham UNTR per 3 April
2020 (Rp17.390) adalah sebesar 20%-30%.
Hingga tulisan ini dibuat, Senin 20 April 2020, saham UNTR saat ini dalam kondisi tren penurunan,
namun tanda-tanda awal pembalikan arah sedikit mulai terlihat, salah satunya melalui formasi
divergence yang terbentuk dari kenaikan beberapa waktu terakhir ini. Meskipun demikian, hal
tersebut masih memerlukan konfirmasi tambahan untuk memastikan perubahan arah.
1. Skenario pertama (expected), saat ini tanda-tanda penurunan mulai terlihat (lingkaran
kuning), patut ditunggu apakah penurunan tersebut bersifat sementara (retracement) lalu
kemudian berbalik arah menjadi naik dan mengkonfirmasi perubahan tren (pertimbangkan
faktor sideway sesaat sebelum mengkonfirmasi tren berikutnya), dalam kondisi ini boleh
dipertimbangkan untuk menjadikan area hijau (manfaatkan fibonacci) maupun titik
pembalikan arah lainnya sebagai salah satu opsi masuk awal, dan jika breakout boleh
menambah lebih banyak.
2. Jika terjadi penurunan (pertimbangkan faktor sideway sesaat sebelum mengkonfirmasi tren
berikutnya) dan melanjutkan downtrend hingga menjebol support (garis horizontal hijau
putus-putus) dan sambil membentuk New Lower Low (titik terendah baru), ada baiknya
menunggu hingga harga menunjukkan tanda-tanda reversal berikutnya yang lebih jelas.
Sejauh ini ada baiknya investor mempertimbangkan untuk menunggu hingga kondisi perubahan
arah terkonfirmasi.
PT Astra International Tbk adalah perusahaan perdagangan umum yang melakukan penawaran saham
perdana pada tahun 1990 dengan kode saham ASII. Induk usaha UNTR ini memiliki setidaknya 7
segmen usaha, yaitu:
1) Otomotif
2) Jasa Keuangan
3) Alat Berat, Pertambangan, Konstruksi, dan Energi
4) Agribisnis
5) Infrastruktur dan Logistik
6) Teknologi Informasi
7) Properti
Secara historikal, kinerja fundamental ASII dapat dikatakan sebagai salah satu yang terbaik. ASII
memiliki tren pertumbuhan pendapatan positif dalam 5 tahun terakhir, dengan sedikit penurunan
pada tahun 2019.
180.000
160.000
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
-
Penjualan Barang Jasa dan Sewa Jasa Keuangan
Teknologi
PENDAPATAN ASII 2019 Informasi
Infrastruktur 1,98%
Agribisnis 3,37% Properti
7,26% 0,19%
Otomotif
43,60%
Alat Berat
35,11%
Jasa Keuangan
8,50%
Kondisi ekonomi global yang tidak menentu serta harga komoditas yang cukup fluktuatif menjadi salah
satu penyebabnya. Kondisi ini kemudian mempengaruhi pendapatan perusahaan yang turun sebesar
1% menjadi Rp237 triliun dari sebelumnya sebesar Rp239 triliun.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan
kendaraan beroda empat pada tahun 2019 mencapai 1.042.017 unit (retail sales), turun 10,6% dari
tahun 2018 yakni 1.152.641 unit.
Sumber: Gaikindo
Penjualan Mobil
331797
252161
202738
162163
137339
77264
2018 2019
Sumber: Gaikindo
Selain secara fundamental yang masih bagus dengan penurunan tipis, terdapat juga berita baik untuk
awal tahun 2020. ASII terlihat mulai comeback di bulan Februari 2020, penjualan mobil naik 5,76%
persen dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan penjualan produk ASTRA tersebut terjadi di tengah
penurunan penjualan mobil secara nasional (Sumber: Gaikindo).
Hal tersebut menunjukkan bahwa ASII memiliki potensi yang sangat baik untuk mencetak
pertumbuhan positif di tahun ini, dengan tetap memperhatikan risiko dari faktor eksternal yang ada
pada tahun ini, salah satunya adalah mengenai pandemik Covid-19 yang hingga saat ini belum juga
berakhir. Portofolio bisnis yang cukup variatif utamanya menjadi alasan yang cukup menarik,
mengingat kondisi industri yang tidak menentu.
Berdasarkan estimasi dengan menggunakan metode Free Cash Flow, Dividend Discount Model, harga
saham ASII masih undervalued dengan Margin of Safety (MoS) sebesar 50%-60% pada harga
penutupan 3 April 2020 (Rp3.900)
Pergerakan saham ASII saat ini, 20 April 2020, masih berada dalam tren penurunan, meskipun sempat
rebound sesaat namun hingga saat ini secara kecenderungan masih akan melanjutkan penurunan, dan
secara umum ada potensi ASII untuk sideway sesaat untuk kemudian menentukan arah lanjutan.
Patut ditunggu apakah penurunan ini akan membentuk new Lower Low (LL) ataukah sekedar
retracement biasa, namun secara umum perlu kita cermati pola-pola reversal yang lebih jelas.
Meskipun posisi saat ini ASII sudah dalam kondisi undervalue, investor boleh mempertimbangkan
untuk menunggu hingga muncul tanda yang lebih jelas.
Sumber: Investing
Utang
42%
Aset
Pasiva
50%
50%
Dana Syirkah
1%
Ekuitas
7%
BOPO
70,10%
69,14%
68,93%
68,48%
67,96%
Hal ini terjadi karena perusahaan sedang mengembangakan sistem digitalisasi untuk semua lini
bisnisnya. Salah satu digitalisasi yang sedang dilakukan ialah dengan menambah Agen Laku Pandai
(Branchless Banking) yang dinamai Agen BRILink dan juga menjalin kerja sama dengan platform
pendanaan peer to peer lending investree untuk menambah besar pendanaan di sektor mikro dan juga
peluncuran aplikasi Pinang untuk pinjaman online berbasis UMKM. Sederet inovasi digital yang
dilakukan merupakan wujud dari target perusahaan untuk menjadi bank Indonesia. 1 di ASEAN.
Koreksi harga saham yang cukup besar di masa pandemik ini kemudian dapat dijadikan sebagai
peluang oleh investor. Terlebih untuk saham BBRI yang menjadi salah satu perusahaan dengan
kapitalisasi pasar terbesar.
Estimasi secara fundamental dengan menggunakan metode Free Cash Flow to Equity, Dividend
Discount Model, Excess Return Model harga saham BBRI masih undervalued dengan Margin of Safety
(MoS) sebesar 30%-40%, berdasarkan harga saham BBRI per 3 April 2020 (Rp2.890).
Melihat posisi per 20 April 2020, tampak bahwa BBRI masih berada dalam tren penurunan,
rebound sesaat hingga kisaran fibo 61,80% cenderung mengakhiri kenaikan BBRI sejauh ini, dan
tidak menutup kemungkinan akan melanjutkan penurunan hingga membuat New Lower Low.
Meski sempat menyentuh wilayah oversold (lingkaran hijau) sejauh ini BBRI belum
memperlihatkan tanda pembalikan tren yang lebih jelas, patut dicermati formasi-formasi reversal
yang bisa dijadikan indikasi awal pembalikan arah BBRI sebagai titik masuk, terlebih kondisi saat
ini sudah undervalue.
WIKA merupakan emiten milik pemerintah yang bergerak di bidang konstruksi. WIKA dulunya
merupakan perusahaan konstruksi milik belanda, yang kemudian oleh pemerintah dinasionalisasi.
Kinerja laba yang baik tersebut, tercermin dari margin laba bersih (Net Profit Margin-NPM) yang
meningkat 2,98% (298 basis positif) menjadi sebesar 9,63% pada tahun 2019. Selain menunjukkan
besaran laba yang dihasilkan, NPM yang tinggi juga merepresentasikan kemampuan perusahaan
dalam mengelola beban operasional perusahaan. Semakin tinggi NPM maka semakin efisien beban
operasional perusahaan. Efisiensi operasional perusahaan yang terjadi karena peningkatan NPM
terutama untuk sektor konstruksi menjadi sentimen yang cukup bagus terutama di masa pandemik
seperti tahun 2020 ini. Bagi WIKA, NPM yang tinggi pada tahun 2019 dapat dijadikan sebagai antisipasi
dalam menghadapi risiko pembengkakan beban keuangan perusahaan, seperti kenaikan bahan baku,
pembayaran beban tetap peerusahaan contohnya gaji karyawan di tengah produktifitas yang
menurun karena Covid-19 dan risiko lainnya.
Hingga saat ini tanggal 3 April 2020, harga saham WIKA sudah terkoreksi sebesar 54% YTD menjadi
Rp910, di mana pada awal tahun harga saham masih di harga Rp1.990. Penyebab utamanya adalah
faktor eksternal, yaitu sentimen negatif terkait pandemik Covid-19. Selain itu, penghentian sementara
proyek kereta cepat Jakarta-Bandung oleh Kementerian PUPR juga membuat saham terkoreksi 4%
pada hari Senin (2/3/2020).
Karena saham terkoreksi cukup dalam, WIKA berencana akan mengalokasikan dana sebesar 300
milyar rupiah untuk buyback saham yang dilakukan pada 13 Maret 2020 sampai dengan 13 Juni 2020,
dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga saham di masa yang akan datang. Karena perusahaan
yakin bahwa saham terkoreksi akibat faktor di luar fundamental.
Tidak kalah berat seperti tahun 2019, pada tahun 2020 juga memiliki tantangan tersendiri terutama
karena kondisi global yaitu pandemik Covid-19. Adanya peraturan pembatasan aktifitas sosial menjadi
salah satu penyebabnya, beberapa proyek WIKA juga mengalami penundaan pengerjaan. Meskipun
begitu, pasca Covid-19 berakhir proyek-proyek pemerintah akan tetap berlanjut.
Berdasarkan analisis dengan metode Dividend Discount Model dan Excess Return Model, serta
menggunakan estimasi rasio PER sebesar 5,62 dan rasio PBV sebesar 0,81. Dengan
mempertimbangkan potensi dan risiko saham WIKA, Margin of Safety (MoS) berdasarkan harga
saham WIKA per 3 April 2020 (Rp910) adalah sebesar 50%-60%.
Sebagai gambaran umum posisi WIKA saat 20 April 2020 masih berada dalam tren penurunan,
meskipun sempat berada di wilayah oversold, namun kenaikan sesaat kemarin cenderung
minor/lemah.
Ada kemungkinan kecil WIKA untuk berbalik arah dan naik secara langsung sampai breakout
resisten di atasnya, akan tetapi secara umum diharapkan (expected) WIKA melanjutkan
penurunan hingga break support dan kemudian membentuk formasi-formasi pembalikan arah.
Untuk saat ini ada baiknya investor terus mencermati pergerakan WIKA untuk memanfaatkan
posisi atau momen yang tepat untuk masuk.
Dari perspektif seorang investor yang memiliki time horizon jangka panjang, pergerakan harga
sesaat tidak terlalu mempengaruhi keputusan berinvestasi, namun demikian tidak jarang analisa
teknikal dimanfaatkan untuk mengoptimalkan potensi capital gain yang tersedia berbanding
risiko emiten itu sendiri.
Raksasa operator seluler PT XL Axiata Tbk yang (EXCL), kerugian yang ditanggung oleh EXCL
dikenal dengan kartu perdana XL dan Axis pada tidak sepenuhnya berasal dari penurunan
tahun 2018 cukup disoroti karena menderita pendapatan perusahaan. Bahkan jika
rugi yang cukup besar. Tidak tanggung- dibandingkan dengan tahun 2017, pendapatan
tanggung kerugian yang diderita perusahaan EXCL naik sebesar 0,3% YoY.
ini mencapai 3,2 triliun rupiah.
Kerugian di tahun 2018 kemudian dibalas
Kebijakan registrasi kartu SIM yang dikeluarkan Keuntungan yang tinggi di tahun 2019. EXCL
pemerintah menjadi salah satu penyebab mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar
penurunan pendapatan operator di Indonesia. 9,56% dari pendapatan tahun 2018.
Bagaimana tidak, kebijakan pemerintah Pencatatan pertumbuhan keuntungan tahun
membatasi penggunaan SIM Card baru secara 2019 dapat dikatakan sebagai pertumbuhan
langsung akan menekan pendapatan tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Keuntungan
perusahaan dari pelanggan baru. atau laba bersih perusahaan tercatat sebesar
Rp663,8 miliar lebih tinggi 90% dari laba bersih
Meskipun begitu, sebenarnya jika kita analisis
tahun 2017.
lebih dalam ke laporan keuangan perusahaan
26.000.000 12,00%
9,56%
10,00%
25.000.000 7,19%
8,00%
24.000.000 6,00%
4,00%
23.000.000
2,00%
22.000.000
0,28% 0,00%
-2,49%
21.000.000 -2,00%
-4,00%
20.000.000
-6,00%
-6,71%
19.000.000 -8,00%
2015 2016 2017 2018 2019
Sales Growth
Selain karena peningkatan pendapatan yang cukup tinggi di tahun 2019, keuntungan EXCL yang besar
pada tahun 2019 juga disumbang oleh efisiensi beban penjualan perusahaan pada tahun 2019.
Efisiensi ini terlihat dari peningkatan persentase laba operasi perusahaan terhadap pendapatan.
Tingginya persentase laba operasi terhadap pendapatan menunjukan adanya efisiensi beban operasi
yang dimiliki perusahaan (laba operasi perusahaan setara dengan 13% total pendapatan perusahaan,
angka ini jauh lebih tinggi dari persentase laba operasi terhadap total pendapatan 3 tahun terakhir).
1% 1%
1% 4% 2018 1%
2% 2019
4%
6%
15%
23%
65% 77%
Jika dilihat dari revenue breakdown di atas dapat dilihat bahwa penggunaan data internet menjadi
salah satu pendapatan terbesar perusahaan meningkat 12% dari persentase pendapatan tahun 2018
yang hanya sebesar 64,74%.
Kembali ke “rugi” perusahaan tahun 2018, kerugian yang ditanggung EXCL pada tahun 2018 jika
ditelisik lebih dalam lagi nyatanya beban dari beban satu waktu (one-off charger) berupa “Percepatan
Depresiasi dan amortisasi jaringan 2G sebesar 3 kali lipat”. Pembengkakan beban depresiasi tersebut
kemudian menekan pendapatan bersih perusahaan.
Percepatan depresiasi yang dilakukan perusahaan tersebut sejatinya merupakan salah satu inisiatif
EXCL dalam rangka mengubah rancangan topologi EXCL yaitu memperluas jaringan 4G dan merambah
jaringan 5G. EXCL berencana untuk melakukan fiberisasi jaringan 4G pada seluruh sites atau Menara
XL. Hingga akhir 2020 perusahaan akan menargetkan dapat menjangkau 300 kota (setara 70% end
sites XL Axiata).
Sumber: APJII
Berdasarkan data-data tersebut, EXCL Sebagai salah satu emiten telekomunikasi yang
kemudian mengambil langkah untuk fokus kinerja keuangannya terus berkembang
pada penetrasi pelanggan 4G dengan mulai dengan harga saham yang masih terjangkau,
aktif melakukan fiberisasi jaringan. EXCL layak menjadi pilihan investasi.
Berdasarkan metode valuasi dengan analisis
Fiberisasi jaringan ini merupakan salah satu
fundamental harga EXCL per 3 April 2020
langkah dalam mempersiapkan jaringan 4G
(Rp2.150) masih undervalued dengan Margin
dan 5G yang mampu menghadirkan kecepatan
of Safety (MOS) sekitar 25%-30%. Margin of
data yang tinggi, jumlah pemakai yang lebih
safety ini didasarkan pada fakta bahwa
banyak, dan delay atau latency yang rendah.
perusahaan tidak mengalami kerugian “Real”
Keunggulan teknologi ini hanya bisa
pada tahun 2018 dan karena adanya upaya
didapatkan jika site atau BTS terkoneksi
perubahan topologi jaringan, strategi bisnis
dengan fiber. XL Axiata telah melaksanakan
dan ekspansi-ekspansi yang telah perusahaan
program ini secara masif di seluruh wilayah
lakukan.
Indonesia dalam 3 tahun terakhir.
Dari ilustrasi di atas secara umum pergerakan EXCL baru saja mengindikasikan “Death Cross”
(lingkaran kuning) di mana pesan yang disampaikan kurang lebih sebagai konfirmasi bahwa akan
terjadi penurunan dari emiten ini, dan hingga senin 20 April 2020 EXCL masih berada dalam tren
penurunan lanjutan mengkonfirmasi “death cross” di atas meskipun sebelumnya sempat berada di
area oversold (lingkaran hijau). Secara umum ada 2 kemungkinan terdekat yang bisa dicermati:
1. Kecenderungan pergerakan EXCL masih akan menurun dan bisa jadi hingga menembus support
garis hijau serta membentuk New Lower Low, dan hingga hari Senin, 20 April 2020 ini
kecenderungan pergerakan harga masih terus turun. Jika terbentuk New Lower Low, investor
boleh mempertimbangkan untuk menunggu hingga formasi maupun tanda-tanda reversal terlihat
lebih jelas, bisa berupa divergence maupun lainnya.
2. Skenario kedua (expected) adalah adanya kemungkinan untuk berbalik arah di sekitar lingkaran
ungu (manfaatkan fibonacci), hingga naik menjebol resisten terdekat berupa garis merah, jika
breakout boleh menjadi “salah satu” titik awal untuk masuk, dan ada baiknya bagi investor untuk
menunggu konfirmasi tersebut.
Pergerakan saat ini akan menentukan apakah formasi yang dibentuk akan melanjutkan tren
penurunan hingga menjebol support (garis titik-titik hijau horizontal) dan menciptakan New Lower
Low atau malah sebaliknya, untuk memperkirakan tren yang akan dibentuk selanjutnya.
Dari perspektif seorang investor yang memiliki time horizon jangka panjang, pergerakan harga sesaat
tidak terlalu mempengaruhi keputusan berinvestasi, namun demikian tidak jarang analisa teknikal
dimanfaatkan untuk memperkirakan posisi yang lebih baik untuk masuk/keluar demi mengoptimalkan
potensi capital gain yang tersedia dengan risiko yang masih dapat diterima masing-masing investor.
Keputusan dan risiko akhir investasi ada di tangan Anda para investor.
Jika kita lihat statistik reksa dana selama 2019, bisa kita lihat bahwa sebenarnya industri reksa
dana tetap tumbuh positif di tengah berbagai terpaan isu negatif. Contohnya saja: Asset
Under Management reksa dana yang tumbuh 39,58 triliun atau sekitar 7,83% (s/d 27
Desember 2019) sepanjang tahun. Jika kita lihat lebih detail, reksa dana berbasis syariah
mencatatkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding reksa dana konvensional, dari segi
produk, jumlah reksa dana syariah growth 17,78% dibanding reksa dana konvensional
sebesar 2,40%. Sedangkan dari segi dana kelolaan, reksa dana syariah growth 57,58%
compare to 4,19% di reksa dana konvensional.
Jika kita breakdown lagi lebih detail ke jenis produk, reksa dana berbasis ETF mencatatkan
kenaikan yang cukup signifikan yaitu 59,09%, sedangkan dari segi dana kelolaan, reksa dana
pasar uang mencatatkan kenaikan dana kelolaan paling signifikan di antara reksa dana
lainnya, yaitu sebesar 24 triliun rupiah. In other hand, reksa dana saham mencatatkan
penurunan jumlah dana kelolaan sepanjang 2019, reksa dana konvensional turun 6,63%
sedangkan reksa dana syariah turun 41,52% atau secara total 13,5 triliun dana kelolaan
menyusut dari reksa dana saham sepanjang 2019.
Tahun 2019 boleh dikatakan tahun yang kurang bersahabat bagi reksa dana saham, di
samping kinerja IHSG yang sedang kurang oke di 2019, sejumlah kasus di industri reksa dana
juga membuat performa reksa dana saham kurang mantap bagi para investor sepanjang
2019. Bahkan secara rata-rata kinerja
TOP GAINERS 2019
No. Name 1Y return AUM reksa dana saham kalah dengan reksa
1 Mandiri Investa Equity Movement 47,67% 612.028.881.391,00 dana pasar uang dan reksa dana
2 STAR Equity 19,00% 185.366.766.492,00
3 Victoria Prime Equity Fund 17,80% 111.860.507.761,00 pendapatan tetap. Di tengah terpuruknya
4 Pacific Saham Syariah II 16,62% 126.332.939.572,00
5 Reksa Dana Syariah Capital Sharia Equity
14,04% 156.273.473.413,00
kinerja reksa dana saham, kami mencatat
6 Capital Equity Fund 13,55% 1.345.495.949.807,00 ada 10 reksa dana dengan AUM di atas
7 Pacific Equity Growth Fund V 13,44% 213.256.377.747,00
8 Pacific Equity Growth Fund IV 11,02% 201.026.605.654,00
100 miliar yang memiliki kinerja ciamik
9 Pacific Equity Progresif Fund 10,54% 280.934.973.617,00 sepanjang tahun 2019 seperti data di
10 Pacific Equity Progresif Fund II 9,10% 171.677.199.485,00
TOP LOSERS 2019 samping.
No. Name 1Y return AUM
1 Corfina Investa Saham Syariah -68,97% 265.206.998.953,00 Reksa dana Mandiri Investa Equity
2 Pinnacle Dana Prima -69,27% 702.716.008.218,00
3 Treasure Saham Berkah Syariah -81,91% 135.236.926.334,00 Movement mencatatkan kinerja yang
4 Millenium Equity Prima Plus -82,74% 157.683.089.851,00 cukup positif, yaitu membukukan return
5 Millenium MCM Equity Sektoral -86,41% 120.916.352.588,00
sebesar 47,96% sepanjang tahun berjalan
Top 10 AUM Reksadana Saham as of March 31, 2020 dengan Asset Under Management
30 days
No. Nama
return
Aum sebesar 612 miliar rupiah, mengalahkan
1 Schroder Dana Prestasi Plus -16,87% 11.759.571.022.411,00 kinerja IHSG yang hanya membukukan
2 Batavia Dana Saham -19,86% 5.452.043.120.440,00
3 Schroder Dana Prestasi -17,26% 4.686.115.819.727,00 return 1,7%.
4 Ashmore Dana Ekuitas Nusantara -20,39% 4.266.850.267.964,00
5 Mandiri Saham Atraktif -22,23% 3.783.588.853.225,00
6 Ashmore Saham Sejahtera Nusantara -20,84%
Jika dilihat secara detail ke fund fact sheet
2.196.433.417.325,00
7 Manulife Dana Saham Utama -22,67% yang diterbitkan oleh Manajer Investasi
2.124.635.327.244,00
8 SAM Dana Cerdas -26,81% 1.964.225.255.486,00
9 Ashmore Dana Progresif Nusantara -25,26% yang mengelolanya yaitu Mandiri
1.963.735.737.895,00
10 Batavia Saham Sejahtera -21,29%
Manajemen Investasi, kinerja reksa dana
1.782.875.914.614,00
ini naik cukup signifikan di periode Februari 2019, selebihnya harga reksa dana terpantau
stabil. Dilihat dari fund fact sheet, reksa dana ini menempatkan portfolio paling besarnya di
sektor finance dengan komposisi 27,85% dari total aset. Adapun Top 5 saham yang mereka
miliki ialah ASII, BBCA, BMRI, BBRI, dan TLKM. Dilihat dari sharpe ratio, reksa dana Mandiri
Investa Equity Movement ini juga memiliki sharpe ratio yang paling tinggi dibandingkan
dengan Top 10 gainers equity lainnya sepanjang 2019. Sepanjang Maret 2020, kinerja reksa
dana Mandiri Investa Equity Movement sudah mencatatkan penurunan sebesar 22,61%. Jika
dilihat kepada kinerja Top 10 reksa dana saham dengan dana kelolaan terbesar, rata-rata
reksa dana saham sepanjang Maret 2020 telah membukukan penurunan nilai aktiva bersih
rata-rata 20%. Hal ini sebenanrnya sejalan dengan kondisi pasar saham Indonesia yang sejak
awal tahun 2020 telah mencatatkan penurunan sampai 28%. Untuk tahun ini mungkin
merupakan tahun yang tepat untuk mulai masuk ke reksa dana saham bagi investor yang ingin
berinvestasi dalam jangka waktu yang lama.
Di tengah kondisi global yang tidak menentu dan resesi yang terus menghantui sepanjang
2019, reksa dana obligasi tetap bisa mencatatkan return yang positif dan stabil. Kami
mencatat, sepanjang tahun 2019 tercatat ada 10 reksa dana dengan dana kelolaan di atas 100
miliar yang memilik kinerja kinclong dengan return di atas 15%. Reksa dana obligasi yang
dikelola oleh Insight Investment yaitu Insight Simas Asna Pendapatan Tetap Syariah
mencatatkan return tertinggi yaitu sebesar 23,93% dengan dana kelolaan sebesar 290,7 miliar
rupiah. Dengan sharpe ratio di angka 5,884 reksa dana ini menunjukkan bahwa excess return
TOP GAINERS 2019
yang didapatkan lebih tinggi
No. Name 1Y return AUM dibanding dengan risiko dari reksa
1 Insight Simas Asna Pendapatan Tetap Syariah I Asna
23,93% 290.762.731.097,00
2 Pratama Pendapatan Tetap Syariah 23,59% 254.559.352.758,00 dana itu sendiri. Dilihat dari fund fact
3 Sinarmas Hidup Sejahtera
4 Syailendra Strategic Income Fund
23,10%
18,45%
208.157.866.332,00
199.652.096.201,00
sheet yang diterbitkan oleh
5 Batavia Pendapatan Tetap Utama Syariah 17,35% 114.520.921.580,00 perusahaan, bobot portfolio
6 CIMB Principal Sukuk Syariah 16,54% 329.209.737.000,00
7 MNC Dana Pendapatan Tetap III 16,17% 643.624.990.121,00 investasinya di surat utang adalah
8 HPAM Ultima Obligasi Plus 16,13% 155.602.078.842,00
9 Bahana Prime Income Fund 15,92% 1.488.310.075.608,00
97,4%, dan 2,6% di pasar uang.
10 SAM Sukuk Syariah Berkembang 15,58% 661.515.651.334,00 Sedangkan Top 5 instrument
TOP LOSERS 2019
No. Name 1Y return AUM investasinya adalah PBS012, Sukuk
1 Avrist Prime Income Fund 1,37% 426.171.495.712,00
2 Simas Income Fund 0,74% 902.331.151.278,00 Ijarah Berkelanjutan I Indosat Tahap
3 Premier Obligasi 0,39% 267.121.505.396,00 II Tahun 2015 Seri E, Sukuk Ijarah
4 Mandiri Obligasi Optima II 0,23% 398.149.609.712,00
5 Insight Infra Development -2,02% 1.325.192.811.611,00 Berkelanjutan I Summarecon Agung
Jika dilihat selama 2019, reksa dana Cipta Dana Tunai yang dikelola oleh Ciptadana Asset
Management membukukan return (imbal hasil) tertinggi sepanjang tahun, yaitu 13,87% jauh
di atas suku Bunga deposito dan obligasi ritel. Jika kita lihat secara bulanan, reksa dana pasar
uang rata-rata memberikan imbal hasil investasi di angka 0,50% per bulan. Dengan risiko
yang rendah dan imbal hasil yang relatif stabil, reksa dana pasar uang merupakan solusi untuk
investasi di tengah ketidakpastian global dan ancaman pandemik.
TICMI sebagai pusat referensi yang menyediakan data dan informasi pasar modal terlengkap siap memberikan
kompas bagi semua TICMate yang membutuhkan data. For your information data-data pasar modal di TICMI
tersedia sejak tahun 1977 loh, baik dalam format excel (.xlsx), pdf, dan teks (.txt) dengan harga terjangkau mulai
dari Rp 4000 untuk data custom dan Rp 200.000 untuk paket data.
Kalau data yang kamu perlukan belum ketemu, segera email kebutuhanmu ke data@ticmi.co.id untuk pemesanan
data custom (Data Khusus).