Secara garis besar perencanaan kebutuhan SDM kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok besar yaitu (Depkes, 2004):
1. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi
Perencanaan SDM kesehatan pada kelompok ini ditujukan pada perhitungan kebutuhan
SDM kesehatan untuk memenuhi kebutuhan sarana pelayanan kesehatan seperti
puskesmas, rumah sakit, poliklinik dan sebaginya.
2. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada tingkat wilayah
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan SDM kesehatan
berdasarkan kebutuhan wilayah (nasional, propinsi, atau kabupaten/kota) yang
merupakan gabungan antara kebutuhan institusi dan organisasi.
3. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan untuk bencana
Perencanaan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM Kesehatan saat prabencana,
terjadi bencana dan post bencana, termasuk pengelolaan kesehatan pengungsi
Berikut ini adalah contoh DSP untuk Puskesmas daerah perkotaan, pedesaan dan daerah
terpencil, yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 81 Tahun 2004 tentang
pedoman penyusunan perencanaan sumber daya manusia kesehatan di tingkat propinsi,
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit (Depkes, 2004).
1. DSP Puskesmas Daerah Terpencil
Jumlah kebutuhan minimal SDM kesehatan untuk daerah terpencil, yaitu sebanyak 17
orang, dengan catatan puskesmas tersebut memiliki 1 buah pustu dan 1 bidan desa.
Disebabkan kondisi daerah terpencil yang sulit ditempuh serta geografis yang tidak
mendukung, apabila jumlah pustu dan bidan desa lebih dari 1, maka jumlah SDM
kesehatan yang ada di puskesmas perlu ditingkatkan.
Puskesmas dalam menentukan kebutuhan jumlah dan jenis sumber daya manusia
kesehatan tidak menggunakan satu metode atau alat ukur tersebut, namun hanya berdasarkan
pemberian dari dinas kesehatan, kira-kira, membanding-bandingkan keadaan yang ada di
puskesmas. Ini menyebabkan, tidak ada kesamaan persepsi diantara pengambil kebijakan.
Manajemen puskesmas dan manajemen dinas kesehatan kurang komunikasi dan koordinasi.
Dinas kesehatan tidak melibatkan puskesmas dalam menentukan jumlah dan jenis sumber
daya manusia kesehatan di puskesmas, tidak ada kesamaan persepsi antara dinas kesehatan dan
puskesmas tentang metode dan alat ukur pengadaan sumber daya manusia kesehatan, kurang
kerjasama antara kepala puskesmas dan kepala kepegawaian dinas kesehatan dalam meminta dan
melaporkan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan ke dinas kesehatan maupun dalam
pengembangan kemampuan perencanaan sumber daya manusia kesehatan. Ini merupakan salah
satu penyebab sumber daya manusia kesehatan di puskesmas tidak proporsional.
Hasil penelitian Marlinda (2011) mengemukakan hal yang sama bahwa sistem
perencanaan belum berjalan dengan baik disebabkan karena kurang lengkapnya data yang
tersedia dan data yang ada tidak akurat, kurangnya sosialisasi dan informasi tentang kebijakan
yang digunakan dalam perencanaan tenaga kesehatan serta konsultasi dan koordinasi yang
kurang baik.
Hasil penelitian Raden Mindah Kusumah (2021) tentang Analisis Kebutuhan Tenaga
Kerja Petugas Pendaftaran Berdasarkan Metode Workload Indicator Staffing Need (WISN)
mengemukakan jumlah kebutuhan tenaga sebanyak 3 orang petugas, tetapi untuk saat ini
terdapat 2 orang petugas maka perlu adanya penambahan petugas di bagian pendaftaran
sebanyak 1 orang. Sehingga pekerjaan menjadi lebih cepat dan pasien tidak terlalu lama dalam
antrian. Sehingga mengakibatkan produktivitas kerja menjadi rendah dan penyelesaian tugas
akan terhambat yang Puskesmas akan berpengaruh terhadap pelayanan pendaftaran kepada
pasien. Tetapi jika dengan adanya penambahan kebutuhan 1 orang petugas pendaftaran maka
pekerjaan atau pelayanan di bagian pendaftaran akan menjadi lebih optimal sehingga pasien bisa
terlayani dengan cepat dan petugas pendaftaran tidak akan mempunyai beban kerja
Secara umum dalam penyusunan rencana kebutuhan sumber daya manusia kesehatan di
dinas kesehatan sudah menerapkan beberapa pedoman penyusunan perencanaan kebutuhan
sumber daya manusia kesehatan seperti tercantum dalam Kepmenkes no. 81 tahun 2004, tetapi
masih terdapat kekurangan dalam pedoman analisis jabatan. Dengan demikian sosialisasi tentang
pedoman analisis jabatan dan pedoman Kepmenkes no. 81 tahun 2004 yang dipakai sebagai
standar perencanaan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan menjadi sangat diperlukan
sebagai sarana untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia perencana baik kepala
puskesmas maupun kepala kepegawaian di dinas kesehatan dalam merencanakan kebutuhan
sumber daya manusia kesehatan pada tahun-tahun berikutnya baik dari jumlah, jenis dan
distribusi dengan menggunakan metode yang ada.