Anda di halaman 1dari 4

1 .

Indikator yang dimaksud dalam narasi tersebut adalah Produk Domestik Bruto
(PDB). PDB mengukur nilai pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh suatu negara dalam periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. PDB digunakan
sebagai indikator kinerja ekonomi suatu negara karena mencerminkan aktivitas produksi
dan pendapatan dalam suatu perekonomian.
Untuk menghitung besarnya PDB pada negara tersebut, kita perlu menjumlahkan
konsumsi masyarakat (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor bersih
(X - M). Ekspor bersih dihitung dengan mengurangi impor (M) dari ekspor (X). Dalam
hal ini, data yang diberikan adalah:
Konsumsi masyarakat (C) = 210 triliun Investasi (I) = 110 triliun Pengeluaran
pemerintah (G) = 410 triliun Ekspor (X) = 120 triliun Impor (M) = 300 triliun
Ekspor bersih (X - M) = 120 triliun - 300 triliun = -180 triliun
Dengan demikian, PDB negara tersebut dapat dihitung dengan rumus:
PDB = C + I + G + (X - M) = 210 triliun + 110 triliun + 410 triliun + (-180 triliun) =
550 triliun
Maka, besarnya PDB pada negara tersebut adalah 550 triliun.
Sebagai tambahan, makna PDB negara tersebut dikaitkan dengan PDB tahun
sebelumnya dan PNB-nya. Jika PDB tahun sebelumnya adalah 545 triliun dan PNB
tahun ini adalah 530 triliun, maka dapat disimpulkan bahwa PDB negara tersebut
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya penurunan
nilai pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam perekonomian
negara tersebut.
Referensi:
 Mankiw, N. G. (2014). Macroeconomics (8th ed.). Cengage Learning.

2 . Ketika suku bunga tabungan meningkat, ini cenderung akan mengurangi motivasi
masyarakat untuk mengkonsumsi dan mendorong mereka untuk lebih menyimpan uang
mereka. Hal ini dapat mempengaruhi kurva permintaan agregat dalam perekonomian.
Kurva permintaan agregat (AD) merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara
tingkat harga umum di perekonomian dengan tingkat pengeluaran agregat (Y) yang
dilakukan oleh rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Pada umumnya, kurva
permintaan agregat memiliki hubungan negatif dengan tingkat suku bunga. Artinya,
ketika suku bunga meningkat, akan ada penurunan dalam pengeluaran agregat, dan
kurva permintaan agregat akan bergeser ke kiri.
Selanjutnya, untuk menghitung angka pengganda (multiplier) dan perubahan
pendapatan nasional di negara tersebut, kita perlu menggunakan rumus multiplier.
Angka pengganda adalah ukuran perubahan pendapatan nasional sebagai respons
terhadap perubahan pengeluaran agregat atau pengeluaran pemerintah.
Rumus angka pengganda: Multiplier = 1 / (1 - c) Di mana c adalah kecenderungan
marginal untuk mengkonsumsi, yang diperoleh dari koefisien konsumsi dalam fungsi
konsumsi.
Dalam kasus ini, fungsi konsumsi diberikan sebagai C = 1.000 + 0,75Y. Koefisien
konsumsi (c) adalah 0,75.
Angka pengganda: Multiplier = 1 / (1 - 0,75) = 1 / 0,25 = 4
Ini berarti angka pengganda di negara tersebut adalah 4. Artinya, setiap kenaikan
pengeluaran pemerintah sebesar 250 triliun akan menyebabkan perubahan pendapatan
nasional sebesar 4 kali lipat, yaitu sebesar 1.000 triliun (250 triliun x 4).
Referensi:
 Mankiw, N. G. (2014). Macroeconomics (8th ed.). Cengage Learning.

3 . Teori permintaan uang dikembangkan oleh dua tokoh ekonomi terkenal, yaitu Irving
Fisher dan John Maynard Keynes.
1. Irving Fisher: Irving Fisher mengembangkan teori permintaan uang dalam
pendapat yang pertama. Menurut Fisher, permintaan uang muncul dari
kebutuhan masyarakat untuk mempertahankan daya beli mereka. Fisher
mengemukakan bahwa orang memegang uang bukan hanya untuk transaksi saat
ini tetapi juga sebagai alat untuk mempertahankan daya beli di masa depan.
Dalam pandangan Fisher, permintaan uang dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti tingkat pendapatan, tingkat bunga, dan tingkat harga.
Referensi: Fisher, I. (1911). The Purchasing Power of Money.
2. John Maynard Keynes: John Maynard Keynes mengembangkan teori permintaan
uang dengan pendapat bahwa permintaan uang dalam masyarakat memiliki tiga
tujuan. Ketiga tujuan tersebut adalah:
 Tujuan transaksi (transactions motive): Masyarakat meminta uang untuk
melakukan transaksi sehari-hari, seperti pembelian barang dan jasa. Permintaan
uang untuk tujuan transaksi terkait dengan tingkat pendapatan dan kegiatan
ekonomi.
 Tujuan penyimpanan (precautionary motive): Masyarakat meminta uang sebagai
cadangan atau tabungan darurat untuk menghadapi kemungkinan kejadian tak
terduga atau kebutuhan mendesak di masa depan. Permintaan uang untuk tujuan
penyimpanan terkait dengan faktor-faktor risiko dan ketidakpastian.
 Tujuan spekulasi (speculative motive): Masyarakat meminta uang untuk
melakukan spekulasi atau investasi dalam aset-aset yang menghasilkan imbal
hasil, seperti saham atau obligasi. Permintaan uang untuk tujuan spekulasi
terkait dengan harapan mendapatkan keuntungan dari perubahan harga aset di
masa depan.
Referensi: Keynes, J. M. (1936). The General Theory of Employment, Interest, and
Money.
Lembaga keuangan, seperti bank sentral, turut menentukan jumlah uang yang beredar
dalam teori penawaran uang modern. Hal ini terkait dengan peran lembaga keuangan
dalam mengatur kebijakan moneter dan mengendalikan pasokan uang di perekonomian.
Bank sentral, sebagai lembaga keuangan yang berwenang, memiliki instrumen
kebijakan moneter, seperti suku bunga dan operasi pasar terbuka, untuk mempengaruhi
jumlah uang yang beredar. Tujuan dari intervensi lembaga keuangan terhadap jumlah
uang yang beredar adalah untuk mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas harga, dan
mencapai tujuan-tujuan kebijakan moneter.
Referensi:
 Mishkin, F. S. (2007). The Economics of Money, Banking, and Financial
Markets (9th ed.). Pearson Education.

4 . Kondisi yang dihadapi Indonesia seperti yang dijelaskan di atas disebut sebagai
kontraksi pertumbuhan ekonomi. Kontraksi pertumbuhan ekonomi terjadi ketika output
atau PDB (Produk Domestik Bruto) suatu negara mengalami penurunan dalam periode
tertentu. Dalam kasus ini, Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi
sebesar -2,07 persen pada tahun 2020.
Keadaan ini termasuk dalam kategori resesi ekonomi. Resesi adalah kondisi ketika
terjadi penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi secara umum selama periode
waktu yang berkelanjutan. Biasanya, resesi ditandai dengan penurunan output, tingkat
pengangguran yang tinggi, penurunan investasi, dan kontraksi sektor-sektor ekonomi.
Kondisi ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada tahun 2020 masuk dalam kategori
resesi ekonomi karena terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi yang signifikan akibat
dampak pandemi Covid-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan lockdown
yang diterapkan untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 menyebabkan
berbagai sektor ekonomi terhenti atau mengalami penurunan aktivitas, seperti sektor
pariwisata, perhotelan, transportasi, dan industri manufaktur. Hal ini berdampak pada
pemutusan hubungan kerja (PHK), penurunan pendapatan, dan bahkan kebangkrutan
perusahaan.
Referensi:
 Kumparan.com. (27 Mei 2022). Indonesia Kontraksi 2,07 Persen, Pertumbuhan
Ekonomi Global Berkurang Tajam Akibat Covid-19. Diakses pada 5 Juli 2023,
dari https://kumparan.com/kumparanbisnis/indonesia-kontraksi-2-07-persen-
pertumbuhan-ekonomi-global-berkurang-tajam-akibat-covid-19-1Xj3zyWd5LK

5 . Kondisi yang dihadapi Indonesia seperti yang dijelaskan di atas disebut sebagai
inflasi. Inflasi adalah suatu kondisi di mana terjadi peningkatan secara umum dan
berkelanjutan dalam tingkat harga barang dan jasa dalam suatu ekonomi selama periode
waktu tertentu. Dalam kasus ini, kenaikan harga secara umum terjadi di Indonesia
sebagai dampak dari pengaruh pandemi Covid-19.
Meskipun informasi yang diberikan dalam pertanyaan lebih menekankan pada kontraksi
pertumbuhan ekonomi, penting untuk memahami bahwa inflasi dan kontraksi
pertumbuhan ekonomi adalah dua konsep yang berbeda. Kontraksi pertumbuhan
ekonomi mengacu pada penurunan output atau PDB (Produk Domestik Bruto) suatu
negara, sementara inflasi mengacu pada peningkatan harga secara umum.
Dalam kasus yang disebutkan di atas, kondisi ekonomi Indonesia mengalami kontraksi
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar -2,07 persen, tetapi tidak secara
langsung menyebutkan inflasi. Namun, jika ada peningkatan harga secara umum yang
terjadi pada saat yang sama, maka dapat dikategorikan sebagai inflasi.
Referensi:
 Kumparan.com. (27 Mei 2022). Indonesia Kontraksi 2,07 Persen, Pertumbuhan
Ekonomi Global Berkurang Tajam Akibat Covid-19. Diakses pada 5 Juli 2023,
dari https://kumparan.com/kumparanbisnis/indonesia-kontraksi-2-07-persen-
pertumbuhan-ekonomi-global-berkurang-tajam-akibat-covid-19-1Xj3zyWd5LK

Anda mungkin juga menyukai