Anda di halaman 1dari 13

Bab II

Kajian kebutuhan pelayanan Rumah Sakit

MINANG INTERNATIONAL HOSPITAL bermaksud untuk mendirikan fasilitas pelayanan


kesehatan yaitu MINANG INTERNATIONAL HOSPITAL untuk mendukung misi pemerintah
setempat dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Secara umum, pengembangan MINANG
INTERNATIONAL HOSPITAL ini akan membantu pemerintah KOTA PADANG dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang tinggi bagi masyarakatnya, dengan menyediakan fasilitas
pelayanan yang memadai, membentuk intregrasi dalam bidang kesehatan dari berbagai disiplin
ilmu, disamping juga memenuhi aspek ekonomis sebagaimana layaknya bidang usaha yang lain.
Apalagi selama ini dirasa perlu dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan berupa
MINANG INTERNATIONAL HOSPITAL bagi masyarakat KOTA PADANG.
PEMBANGUNAA MINANG INTERNATIONAL HOSPITAL ini diharapkan sebagai salah
satu upaya mempersiapkan diri terhadap perubahan lingkungan akibat globalisasi serta
memenuhi akses dan fasilitas bagi warga KOTA PADANG . KAMI melakukan kajian terhadap
berbagai aspek tersebut. Pedoman studi kelayakan (Feasibility Study) MINANG
INTERNATIONAL HOSPITAL dimaksudkan agar dalam MINANG INTERNATIONAL
HOSPITAL menjadi rumah sakit BERTARAF INTRENATIONAL dapat mendeterminasi
fungsi layanan yang tepat dan terintegrasi sehingga sesuai dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan (health needs) yang diinginkan masyarakat KOTA PADANG , kebudayaan daerah
setempat (culture), kondisi alam daerah setempat (climate), lahan yang tersedia (land
availability) dan kondisi keuangan manajemen RS (financial condition). Pedoman studi
kelayakan pengembangan rumah sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam mewujudkan
rencana pengembangan rumah sakit. Dengan demikian akan menjadi acuan bagi pengelola
rumah sakit maupun bagi konsultan perencana sehingga masing-masing pihak dapat memiliki
persepsi yang sama. Pedoman ini akan menjelaskan langkah langkah atau proses yang perlu
dilakukan dalam menyusun suatu feasibility study MINANG INTERNATIONAL HOSPITAL
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan dokumen kajian pengembangan rumah

PEMABANGUNAN rumah sakit ini sebagaimana layaknya bentuk usaha lain, diharapkan
dapat berdampak positif antara lain:
1. Membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar pada
umumnya dan calon tenaga kerja di rumah sakit pada khususnya.

2. Meningkatkan pendapatan pemerintah daerah.

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

. 4. Meningkatkan peluang terjadinya aliansi strategis antar dan berbagai lembaga pelayanan
kesehatan seperti Asuransi yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di
KOTA PADANG dan sekitarnya. Hasil studi kelayakan ini akan dijadikan bahan pertimbangan
bagi pemerintah KOT APADANG dalam pengambilan keputusan khususnya dalam perencanaan
tipe dan berbagai fasilitas yang disediakan untuk MINANG INTERNATIONAL HOSPITAL .
Disamping itu dokumen ini juga dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dalam pengambilan
keputusan investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang..

Secara umum dokumen ini merupakan Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) kajian pengembangan
Rumah Sakit MINANG INTERNATIONAL HOSPITAL, dengan sistematika pembahasannya
sebagai berikut:

1. Pendahuluan Dalam bagian ini dijelaskan mengenai latar belakang proyek, tujuan studi
kelayakan, metode yang digunakan, dan sistematika penyusunan.

2. Gambaran umum KOTA PADANG Dalam bagian ini dititik beratkan pada kondisi KOTA
PADANG secara umum. Analisis pada bagian ini ditinjau dari kondisi demografi, kesehatan,
ekonomi dan sosial budaya. Analisis terhadap berbagai kondisi tersebut masih sesuai dengan
koridor studi kelayakan dalam dokumen ini

3. Kajian Kebutuhan Rumah Sakit Pemenuhan Pelayanan Kesehatan Bagian ini memaparkan
berbagai jenis pelayanan rumah sakit yang saat ini tersedia di KOTA PADANG beserta
distribusi fasilitas pelayanan kesehatan. Selanjutnya dianalisis secara singkat kinerja rumah sakit
di wilayah KOTA PADANG dalam pemenuhan pelayanan kesehatan. Dengan demikian,
rekomendasi yang paling tepat guna meningkatkan pemenuhan prasarana sarana pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan.
4. Kajian Aspek Permintaan dan Kebutuhan Dalam aspek ini ditekankan pada aspek permintaan
dan kelayakan lahan serta lokasi, kesesuaian klasifikasi kelas rumah sakit. Aspek kebutuhan juga
dititikberatkan pada kebutuhan lahan, ruang, peralatan medis dan non medis. Laporan Akhir
Studi Awal PEMABGUNAN MINANG INTERNATIONAL HOSPITAL Selain itu kebutuhan
sumber daya manusia. Dalam aspek ini dilakukan kajian secara umum dan singkat mengenai
kebutuhan sumberdaya manusia (SDM) di rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis dan
struktur organisasi serta uraian tugas sesuai klasifikasi rumah sakit. Selanjutnya juga dilakukan
proyeksi pangsa pasar terhadap rencana pengembangan atau pendirian rumah sakit baru di KOT
APADANG Disamping itu juga dianalisis mengenai pilihan tempat rumah sakit dari aspek
keterjangkauan pasien dan calon pasien.

5. Kajian Aspek Teknis, Teknologi dan Kebutuhan Peralatan Tahap awal dari bagian ini adalah
menentukan jenis pelayanan yang akan diberikan. Berdasarkan hal tersebut selanjutnya
dilakukan kajian fisik berupa pembuatan block plan serta kajian kebutuhan peralatan.

6. Kajian Keuangan Dalam aspek ini hasil analisis sebelumnya dikaitkan dengan indikator
kelayakan standar yaitu Net Present Value dan Payback Period untuk mengetahui kelayakan
investasi yang telah ditentukan sebelumnya.

A. Kajian demografi yang mempertimbangkan luas wilayah dan kepadatan penduduk serta
karakteristik penduduk yang terdiri dari umur, jenis kelamin, dan status perkawinan;

, Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1980, luas wilayah Kota Padang secara administratif
adalah 694,96 km² atau 694.960 Ha. Wilayah Kota Padang yang sebelumnya terdiri dari 3 Kecamatan
dengan 15 Kampung, dikembangkan menjadi 11 Kecamatan dengan 193 Kelurahan. Dengan adanya UU
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti oleh Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2000 dilakukan restrukturisasi administrasi kota, yang menyebabkan penambahan luas administrasi
menjadi 1.414,96 km² (720,00 km² di antaranya adalah wilayah laut) dan penggabungan beberapa
kelurahan, sehingga menjadi 104 kelurahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Perubahan Wilayah Administrasi Kota Padang No Kecamatan Sebelum UU 22/1999 Setelah UU
22/1999 Luas (Km²) Kelurahan Luas (Km²) Kelurahan A. Wilayah Darat
2.2.1 Potensi Ekonomi Kreatif Kota Padang memiliki kekayaan dengan keunikan budaya,
kuliner dan keindahan alam, kerajinan songket, tenunan, di samping memiliki legendalegenda
yang sudah dikenal luas di nusantara, seperti cerita Malin Kundang dan Kisah Siti Nurbaya.
Semua potensi tersebut masih membutuhkan pembenahan dan investor. Kemudahan-kemudahan
yang ditawarkan kepada investor, di antaranya pemberian insentif berupa pembebasan dari jenis-
jenis pajak pada dua tahun pertama, serta kemudahan dalam pengurusan izin yang diperkuat
dengan Perwako No.10 tahun 2010. Insentif dan kemudahan itu diberikan bagi investasi di atas
Rp 1 triliun dengan penyerapan tenaga kerja lokal 500 orang. Kemudian investasi Rp500 miliar
atau kurang dari Rp1 triliun dengan menyerap tenaga kerja lokal 250 orang, investasi dengan
nilainya Rp100 miliar lebih menyerap tenaga kerja lokal sedikitnya 10 orang. Iklim berinvestasi
yang kondusif di Padang, karena kota yang berpenduduk satu juta jiwa ini relatif aman dan
banyak tenaga terdidik yang memiliki keterampilan yang dibutuhkan dunia industri. Dari sisi
industri kreatif, investasi bidang kuliner masih terbesar di Kota Padang. Hal ini tidak
mengherankan mengingat Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat pada umumnya memiliki
icon kuliner dan sudah dikenal tingkat nasional dan internasional, seperti rendang, kripik sanjai,
dan sate padang. Demikian pula dengan fashion dan kerajinan Kota Padang telah dikenal dengan
produknya seperti songket pandai sikek, tenun silungkang. Oleh karena itu, nilai investasi pada
bidang kuliner relatif tinggi dan bersifat padat karya.

Berdasarkan bidang industri kreatif, dapat dilihat bahwa kegiatan ekonomi kreatif di Kota
Padang didominasi oleh aktivitas di bidang kuliner (36,67%), diikuti oleh (20,42%) dan
kerajinan (12,5%). Produk kuliner yang banyak berkembang di Kota Padang berlatar belakang
warisan budaya Minangkabau, berupa aneka ragam masakan lauk-pauk dan sayuran khas Kota
Padang yang sudah terkenal secara luas dengan cita rasa yang khas. Produk fashion yang
dihasilkan didominasi oleh aneka kain dan pakaian bordir khas Minang. Selain itu di Kota
Padang juga dihasilkan kain songket yang berbeda dari daerah-daerah lain di pulau Sumatera.
Kerajinan yang dapat dijumpai di Kota Padang lebih banyak berbahan dasar kayu dan rotan.

Potensi Pariwisata

Industri pariwisata merupakan sektor yang menjadi perhatian pemerintah Kota Padang. Untuk
meningkatkan potensi wisata, maka Pemerintah Kota Padang mencoba untuk melakukan
pengembangan pada wisata pantai, dengan cara mengembangkan wisata terpadu Gunung Padang,
objek wisata taman Siti Nurbaya, dan pengembangan wisata pantai lainnya. Selain wisata pantai,
Pemerintah Kota Padang juga mengembangkan objek wisata Taman Hutan Raya Bung Hatta , Bukit
Pengambiran dan potensi wisata lainnya.

Penduduk terbanyak berada pada Kecamatan Koto Tangah, kuranji dan Lubuk Begalung, sedangkan
pada kecamatan yang merupakan “kawasan kota lama”, yakni di Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan
Padang Timur, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Utara, dan sebagian wilayah Kecamatan
Padang Selatan terus mengalami perlambatan pertumbuhan penduduk, hal ini disebabkan arah
pembangunan Kota Padang diarah pada sisi timur Kota Padang. kepadatan penduduk sangat
dipengaruhi oleh estimasi perkembangan penduduk, perlu diperhitungkan tingkat pertumbuhan
penduduk yang akan menentukan trend perubahan dalam kependudukan dimasa yang akan datang.

Adapun persentase pertumbuhan penduduk total dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut;
% = (L - M) + (I - E) / Po x 100% Keterangan : Pt = jumlah penduduk tahun akhir perhitungan Po = jumlah
penduduk tahun awal perhitungan L = jumlah kelahiran M = jumlah kematian I = jumlah imigrasi
(penduduk yang masuk ke suatu wilayah) E = jumlah emigrasi (penduduk yang keluar atau meninggalkan
suatu wilayah) % = persentase pertumbuhan penduduk total. Kepadatan penduduk rata-rata di Kota
Padang pada tahun 2014 berkisar 1.215 jiwa/km2 . Kecamatan Padang Timur memiliki kepadatan 9.562
jiwa/km2 dan merupakan kecamatan dengan kepadatan tertinggi di Kota Padang. Sedangkan Kecamatan
Bungus Teluk Kabung memiliki kepadatan penduduk 230 jiwa/km2 dan merupakan kecamatan dengan
kepadatan terendah. Proyeksi pertambahan penduduk kota Padang sebagaimana ditunjukkan oleh tabel
Jumlah Penduduk Miskin Kota Padang Berdasarkan Data PPLS Tahun 2010,

jumlah penduduk miskin

terbanyak berada pada wilayah Kecamatan Koto Tangah, Kuranji dan Lubuk Begalung dan jumlah
penduduk miskin paling sedikit berada pada wilayah Kecamatan Lubuk Kilangan dan Padang Utara.

Tersedianya data bidang sosial, pendidikan dan angkatan Kerja sangat diperlukan untuk memantau
tingkat kesejahteraan masyarakat, merumuskan program pemerintah dan mengevaluasi dampak
berbagai program yang telah dijalankan. Pertumbuhan penduduk usia kerja akan meningkatkan jumlah
angkatan kerja. Pertambahan angkatan kerja tersebut dapat ditampung dalam lapangan kerja

formal, dan sebagian lagi telah berusaha menciptakan lapangan kerja formal, dan sebagian lagi telah
berusaha menciptakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri, yang termasuk sebagai pekerjaan sektor
informal. Namun tidak semua angkatan kerja tersebut dapat tertampung pada lapangan kerja yang
tersedia. Yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja, mempunyai pekerjaan tetapi
sementara tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan (menganggur). Penduduk yang bersekolah,
mengurus rumah tangga dan tidak melakukan kegiatan apapun termasuk kategori bukan angkatan kerja.

Kondisi Topografi Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang
landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota Padang
memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata >40%. Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut
juga bervariasi, mulai 0 m dpl sampai >1.000 m dpl. Topografi Kota Padang terdiri dari dataran
tinggi/perbukitan, dataran rendah, daerah aliran sungai serta mempunyai pulau-pulau dan pantai.
Sebagian besar topografi wilayah Kota Padang memiliki tingkat kemiringan lahan rata-rata > 40 %.
Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga bervariasi, mulai dari 0 di atas permukaan laut
(dpl) sampai > 1.000 m dpl.

C. Kajian morbiditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan sekurang-kurangnya sepuluh


penyakit utama, angka kematian (GDR, NDR), dan angka persalinan;

Hasil Keadaan Umum Provinsi Sumatera Barat mempunyai luas wilayah 42.229.730 km2 dan dikelilingi
oleh 4 provinsi tetangga yaitu Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Utara. Provinsi ini terbagi atas 19
kota kabupaten/kota dimana 5 kabupaten/kota merupakan kabupaten/kota pemekaran dari 14
kabupaten/kota sebelumnya. Secara geografis, sebagian besar pemukiman penduduk berada di
pegunungan sepanjang Bukit Barisan dengan ketinggian antara 100-900 meter dari permukaan laut dan
mempunyai topografi mulai dari datar, bergelombang sampai bergunung. Fasilitas Pelayanan dan
Sumber Daya Kesehatan Provinsi Sumatera Barat memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang relatif
cukup memadai. Jumlah pusat pelayanan kesehatan di Sumatera Barat mencapai 7.557 yang terdiri dari
20 rumah sakit pemerintah, 28 rumah sakit swasta, 3 rumah sakit TNI/Polri, 226 puskesmas, 828
puskesmas pembantu, dan 6.452 posyandu. Namun, hal ini tidak diikuti dengan ketersediaan sumber
daya kesehatan yang memadai terutama tenaga kesehatan di lapangan. Data Dinas Kesehatan Sumatera
Barat tahun 2007 menunjukkan jumlah tenaga kesehatan lapangan

belum memadai bila dibandingkan sebaran-sebaran desadesa tempat pemukiman penduduk (Lihat
Tabel 1). Wilayah yang demikian luas dan beratnya medan, terutama di daerah-daerah pemekaran
merupakan faktor yang menyebabkan distribusi petugas kesehatan di lapangan belum tersebar dengan
baik. Status Kesehatan Penduduk Data Dinas Kesehatan Sumatera Barat memperlihatkan adanya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat Sumatera Barat yang dapat dilihat dari beberapa indikator,
antara lain AKI, AKB, dan umur harapan hidup (UHH). AKI Sumatera Barat turun dari 390 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2000 menjadi 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. AKB
Sumatera Barat juga mengalami penurunan secara signifikan selama 5 tahun terakhir yaitu dari 49,67
per 1.000 kelahiran hidup tahun 2000 menjadi 38 per 1000 kelahiran hidup tahun 2005. Peningkatan
ketersediaan fasilitas atau aksesibilitas ke pelayanan kesehatan serta petugas kesehatan merupakan
faktor penting penurunan AKB tersebut. Penurunan AKB yang cukup bermakna juga akan berpengaruh
terhadap peningkatan UHH. Data Dinas Kesehatan menunjukkan UHH Sumatera Barat meningkat dari
64,4 tahun (2000) menjadi 68,4 tahun (2005), walaupun angka ini masih dibawah kenaikan UHH provinsi
tetangga.

Karakteristik Ibu Melahirkan Sepanjang tahun 2007 terdapat 75.018 orang ibu yang melahirkan anak
hidup. Distribusi ibu melahirkan berdasarkan karakteristik ibu menunjukkan bahwa 81,9% ibu
melahirkan berusia antara 20-35 tahun, 60% berpendidikan setingkat SLTP-SLTA, 82% tidak bekerja,
79,8% mempunyai anak < 3 orang, 89,2% melahirkan secara normal, dan 88,3% memilih petugas
kesehatan sebagai penolong proses persalinannya. Kematian Ibu Sekitar 90.000 kehamilan sepanjang
tahun 2007 terdapat 159 kematian ibu, baik dari proses kehamilan, per salinan maupun nifas sehingga
AKI di Sumatera Barat tahun 2007 adalah 211,9 per 100.000 kelahiran hidup. Distribusi AKI menurut
kabupaten/kota menunjukkan bahwa dari 19 kabupaten/kota yang ada di Sumatera Barat hanya 3
kabupaten/kota yang telah mencapai sasaran MDGs dan Indonesia Sehat 2010 yaitu kabupaten Tanah
Datar, Kota Solok, dan Kota Sawahlunto (AKI < 120 per 100.000 kelahiran hidup). Tiga belas
kabupaten/kota lainnya masih sangat jauh dari target MDGs dan Indonesia Sehat 2010. AKI Sumatera
Barat lebih tinggi terjadi pada kelompok ibu yang melahirkan pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun,
mempunyai paritas lebih dari 3, dan berpendidikan rendah (SMP/kurang) (Lihat Tabel 2). Hasil penelitian
juga memperlihatkan AKI lebih tinggi terjadi pada ibu yang cara persalinannya ditolong dengan tindakan
(AKI = 862,6 per 100.000 kelahiran hidup) dibandingkan ibu yang persalinannya berlangsung spontan
(AKI = 164,5 per 100.000 kelahiran hidup). Tingginya AKI pada kelompok ini disebabkan karena tindakan
terhadap ibu umumnya dilakukan setelah melalui perjalanan yang panjang dan sangat melelahkan dari
petugas kesehatan atau dukun dengan fasilitas yang kurang memadai. Keputusan merujuk juga tidak
diambil dengan segera karena harus melalui proses yang panjang di lingkungan keluarga ibu.
Karakteristik Bayi Sepanjang tahun 2007, terdapat 75.018 bayi lahir hidup dimana 53,6% diantaranya
berjenis kelamin lakilaki dan 47,4% berjenis kelamin perempuan. Bila dilihat dari urutan anak dalam
keluarga, 31% bayi merupakan anak pertama; 29,2% anak kedua; 19,7% anak ketiga; dan sisanya anak
kelima sampai kedelapan. Rata-rata panjang dan berat bayi yang lahir pada tahun 2007 di Sumatera
Barat adalah 48,46 cm (rentang 45-55 cm) dan 3155 gram (rentang 1.400-3.200 gram). Distribusi bayi
berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua menunjukkan sebagian besar bayi mempunyai
bapak yang bekerja sebagai petani (41,1%), ibu yang tidak be kerja (82%) serta berpendidikan SLTP-SLTA
(63,5% dan 59,5%). Distribusi bayi berdasarkan cara dan penolong persalinan memperlihatkan sebagian
besar bayi lahir secara normal (89,2%) dan ditolong oleh bidan dalam proses kelahirannya (69,4%).
Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang penting bagi pengurangan risiko kematian pada
bayi dan ibu. Penelitian ini menemukan adanya 2.136 kasus kematian bayi dan 75.018 kelahiran hidup di
Sumatera Barat sepanjang tahun 2007 sehingga AKB Sumatera Barat tahun 2007 berkisar 28,4 per 1000
kelahiran hidup. AKB tertinggi terjadi di Kota Solok (47,9 per 1000 kelahiran hidup), sedangkan AKB
terendah terjadi di Kota Bukittinggi (14,9 per 1000 kelahiran hidup). Distribusi AKB berdasarkan
karakteristik ibu menunjukkan AKB lebih tinggi terjadi pada kelompok ibu yang berumur < 20 tahun atau
> 35 tahun, berparitas lebih dari 3, berpendidikan rendah (SMP/kurang), dan ditolong oleh tenaga
nonkesehatan dalam proses persalinannya (Lihat Tabel 3). Penyebab kematian bayi di Sumatera Barat
sepanjang tahun 2007 adalah asfiksia (65,3%), kelainan kongenital (11,8%), infeksi (8,3%), diare (6,1%),
tetanus neonatorum (1,4%), dan lain-lain (7,1%). Berdasarkan distribusi frekuensi umur kematian bayi
diketahui bahwa 51,5% kematian bayi terjadi pada saat bayi berumur lebih dari 28 hari, 41,3% saat masa
perinatal (< 7 hari), dan 7,2% saat masa neonatal (7-28 hari).

D. Kajian kebijakan dan regulasi, yang mempertimbangkan kebijakan dan regulasi pengembangan
wilayah pembangunan sektor non kesehatan, kesehatan, dan perumah sakitan.

1. S U R A T K E P U T U S A N Nomor : 277 /SKPD/SK/XII/2014 T E N T A N G PENETAPAN REVISI


RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017 - 2022
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
4. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian
dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
5. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2O2I TENTANG
PENYELENGGARAAN BIDANG PERUMAHSAKITAN

E.Kajian aspek internal Rumah Sakit merupakan rancangan sistem-sistem yang akan dilaksanakan atau
dioperasionalkan, yang terdiri dari sistem manajemen organisasi termasuk sistem manajemen unit-unit
pelayanan, sistem unggulan pelayanan, alih teknologi peralatan, sistem tarif, serta rencana kinerja dan
keuangan.

Anda mungkin juga menyukai