PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, pertumbuhan e-commerce bisa dikatakan sangat pesat.
Menurut ICD, pertumbuhan e-commerce Indonesia merupakan yang terbesar
di kawasan Asia Tenggara. Lebih lanjut lagi, data tersebut menunjukkan
bahwa sekitar 30 juta masyarakat Indonesia pernah melakukan transaksi
online dan menciptakan pasar dengan nilai setidaknya sebesar 8 miliar USD.
Pasar ini diprediksi dapat terus berkembang hingga 40 miliar USD dalam 5
tahun ke depan.
Dari sekian banyaknya transaksi belanja online yang terjadi, 60 persen
dilakukan melalui platform marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada,
dan marketplace lainnya. Perkembangan marketplace ini juga menyebabkan
berbagai kalangan semakin menunjukkan sikap konsumtif dalam berbelanja
online.
Dapat dilihat untuk saat ini bahwa jumlah marketplace semakin
banyak dengan kekuatan industrinya masing-masing. Begitu pula dengan
pilihan metode pembayaran yang juga semakin beragam. Proses transaksi
yang tadinya terbatas hanya dengan kartu, yakni debit dan kredit, kini bisa
dilakukan melalui smartphone menggunakan dompet digital. Bahkan
sejumlah marketplace mulai membuat dompet digitalnya sendiri. Hal ini
membuat semakin banyak konsumen yang lebih memilih untuk berbelanja di
marketplace karena kemudahan dan kepraktisan dari fitur yang ditawarkan.
Pertumbuhan ini dikatakan membuat e-commerce menjadi penggerak
utama ekonomi digital. Diprediksi pasar e-commerce akan mampu
menyumbang 100 miliar USD di tahun 2025. Pada era yang kian canggih ini,
platform-platform tersebut juga mulai menciptakan berbagai fitur tambahan
didalamnya, sehingga konsumen, pengguna platform belanja online, pun
semakin puas dengan fitur yang ada. Mulai dari banyaknya jenis promo,
seperti promo besar-besaran pada hari tertentu, hingga fitur gratis ongkos
kirim yang paling digemari berbagai kalangan.
Fitur gratis ongkos kirim merupakan fitur dimana pelaku transaksi
belanja online bisa mendapatkan kupon untuk belanja dengan potongan
ongkos kirim. Potongan ongkos kirim yang ditawarkan cukup besar. Bahkan
ada beberapa konsumen yang tidak perlu membayar ongkos kirim barang.
Ongkos kirim ini juga sangat berguna bagi pengguna e-commerce, terutama
bagi kalangan mahasiswa yang seringkali melakukan transaksi belanja online
untuk berbagai kepentingan.
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian guna mengetahui seberapa besar pengaruh ongkos kirim terhadap
sikap konsumtif belanja online dalam ruang lingkup mahasiswa Politeknik
Negeri Jakarta. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi
informasi kepada berbagai kalangan tentang seberapa besar dan berguna fitur
gratis ongkir di kalangan Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta. Maka dari itu
penulis mengangkat judul,
"Analisa pengaruh ongkos kirim terhadap sikap konsumtif belanja online
mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta"
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dituliskan di atas,
maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa tujuan dari adanya voucher gratis ongkir dalam kegiatan belanja
online?
2. Siapa saja yang dapat menggunakan voucher gratis ongkir?
3. Kapan voucher gratis ongkir dapat digunakan?
4. Dimanakah voucher gratis ongkir biasanya ditemukan?
5. Bagaimana fitur gratis ongkir dapat memengaruhi keputusan mahasiswa
PNJ dalam berbelanja online?
6. Bagaimana pengaruh fitur gratis ongkir terhadap sikap konsumtif
mahasiswa PNJ dalam berbelanja online?
2. Manfaat Praktis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai
pengaruh voucher gratis ongkir bagi perilaku konsumtif mahasiswa
PNJ.
Bagi Mahasiswa PNJ
Dapat menjadi referensi mahasiswa PNJ agar dapat mengetahui
pengaruh voucher gratis ongkir bagi perilaku konsumtif mereka.
Selain itu, hasil penelitian bertujuan membuat mahasiswa PNJ
mengerti cara menyikapi pengaruh voucher gratis ongkir bagi sifat
konsumtif yang mereka lakukan.
2.1 E-Commerce
E-commerce didefinisikan menjadi proses pembelian, penjualan, mentransfer
atau bertukar produk, jasa atau fakta melalui jaringan personal komputer melalui
Internet. (Kozinets et al., 2010). Dengan merogoh bentuk-bentuk tradisional
berdasarkan proses usaha & memanfaatkan jejaring sosial melalui internet, taktik
usaha bisa berhasil bila dilakukan menggunakan benar, yang akhirnya membuat
peningkatan pelanggan, pencerahan merek & pendapatan. Keputusan pembelian
pelanggan ditentukan sang persepsi, motivasi, pembelajaran, perilaku &
keyakinan. Persepsi dipantulkan ke dalam bagaimana pelanggan memilih,
mengatur, & menginterpretasikan fakta buat membangun pengetahuan. Motivasi
tercermin asa pelanggan buat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Menurut
Hoffman & Fodor (2010), e-commerce bisa berjalan menggunakan baik apabila
dijalankan menurut prinsip 4C ini: connection (koneksi), creation (penciptaan),
consumption(konsumsi) & control (pengendalian). Prinsip-prinsip ini bisa
memotivasi konsumen yang menunjuk dalam return of investment (ROI)
perusahaan, yg diukur menggunakan partisipasi aktif misalnya feedback atau
review konsumen, & share atau merekomendasikan pada pengguna lain.
Telah disebutkan diatas, teknologi yang digunakan saat ini memungkinkan
kita untuk melakukan pemasaran apapun menggunakan donasi internet. Oleh
karena itu, global mengakui konsep baru kegiatan usaha, yaitu menggunakan cara
online. Salah satu laba pada memakai sumber internet buat herbi pelanggan adalah
pengiriman data yang cepat dan fakta antara orang yg terlibat (Kozinets et al.,
2010).
Perkembangan industri e-commerce Indonesia sangat pesat. Berikut beberapa
manfaat dari perkembangan e-commerce
Consumer to consumer
Jenis e-commerce ini merupakan transaksi online antara individu ke
individu lain secara langsung. Contoh dari kegiatan ini ialah saat ada
individu yang menjual barang bekas ke individu lain. Contoh marketplace
dari jenis e-commerce ini seperti OLX yang merupakan aplikasi yang
menjual produk bekas dari individu lain.
2
hanya dipengaruhi oleh hasrat keinginan individu, tetapi juga dipengaruhi oleh
gaya hidup di lingkungan individu
7. Membeli barang dengan harga mahal karena akan menambah nilai rasa
percaya diri yang lebih tinggi
Individu membeli barang atau produk bukan karena berdasarkan
kebutuhannya, akan tetapi memiliki harga yang mahal untuk menambah
kepercayaan dirinya. Pembelian barang-barang yang mahal dan bermerek
sering dilakukan oleh individu yang berperilaku konsumtif. Contohnya
adalah sengaja membeli tas bermerek hanya untuk mendapatkan
kepuasan pribadi saat menggunakan tas tersebut di depan teman-
temannya.
8. Membeli barang dari dua barang sejenis dengan merek yang berbeda.
Membeli barang sejenis dengan merk berbeda akan menimbulkan
pemborosan karena individu hanya cukup memiliki satu barang saja.
Individu yang cenderung berperilaku konsumtif biasanya sering
melakukan pembelian barang-barang sejenis. Contohnya adalah dengan
membeli dua sepatu yang modelnya sama pada merk berbeda.
Melalui penjelasan Sumartono (2002) di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku konsumtif memuat delapan aspek. Aspek-aspek perilaku
konsumtif yaitu membeli barang karena hadiah yang menarik, membeli
barang karena kemasannya yang menarik, membeli barang karena untuk
menjaga diri dan gengsi, membeli barang karena ada program potongan
harga, membeli barang yang dianggap menjaga status sosial, membeli barang
karena pengaruh model yang mengiklankan barang, membeli barang dengan
harga mahal akan memberi penilaian rasa percaya diri yang tinggi, dan
membeli barang dari dua barang sejenis dengan merk yang berbeda.
Budaya
Sub-budaya
4
Kelas sosial
Kelompok referensi
Secara normal individu ingin menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, termasuk status individu dalam kelompok serta
peranannya. Adanya kelompok referensi dapat mempengaruhi tindakan
individu untuk bersifat konsumtif dengan menghadapkan individu pada
pola dan gaya hidup baru (Kotler, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh
Wardhani (2009) juga mengungkapkan ada hubungan positif yang
signifikan antara konformitas dan perilaku konsumtif individu. Hal ini
menunjukkan bahwa konformitas yang dilakukan kelompok referensi
mampu mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif.
Keluarga
Faktor sosial juga mencakup keluarga, di mana keluarga memiliki
peran besar dalam perkembangan perilaku konsumtif individu (Kotler,
2005). Kebiasaan keluarga dalam menggunakan suatu barang dan jasa
akan menjadi model bagi individu tersebut. Dengan demikian, keluarga
memiliki peran penting dalam pembentukan pola konsumsi individu.
3. Faktor Pribadi
Faktor pribadi meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan
lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
o Usia
o Pekerjaan dan lingkungan ekonomi
o Gaya hidup
o Kepribadian
o Konsep diri
o Kontrol diri
4. Faktor Psikologis
Faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, dan
keyakinan dan sikap yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku
konsumtif.
a. Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan perilaku
dan memberikan arah bagi perilaku individu. Motivasi tersebut
akan mendorong individu untuk melakukan sesuatu, termasuk
melakukan pembelian (Kotler, 2005).
b. Persepsi
Persepsi memiliki peran untuk menentukan tindakan
individu (Ginting, 2011). Masing-masing individu terhadap
suatu produk juga akan memberikan pengaruh dalam
keputusan pembeliannya. Perbedaan persepsi pada masing-
masing individu inilah yang menyebabkan perbedaan tingkat
perilaku konsumtif yang dihasilkan.
c. Pembelajaran
Belajar menggambarkan perubahan perilaku individu yang
timbul oleh adanya pengalaman (Ginting, 2011). Pembelian
yang dilakukan individu merupakan proses belajar, di mana
kepuasan membeli suatu produk akan menentukan keputusan
pembelian produk tersebut di masa yang akan datang.
d. Kepercayaan dan sikap
Dengan melakukan suatu tindakan dan belajar, individu
akan memperoleh kpercayaan dan sikap, termasuk perilaku
belanjanya (Ginting, 2011). Pengalaman belajar tersebut
kemudian membentuk keyakinan dan sikap individu dalam
melakukan pembelian. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang
mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif pada individu.
Faktor-faktor tersebut yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor
pribadi, dan faktor psikologis.