Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, pertumbuhan e-commerce bisa dikatakan sangat pesat.
Menurut ICD, pertumbuhan e-commerce Indonesia merupakan yang terbesar
di kawasan Asia Tenggara. Lebih lanjut lagi, data tersebut menunjukkan
bahwa sekitar 30 juta masyarakat Indonesia pernah melakukan transaksi
online dan menciptakan pasar dengan nilai setidaknya sebesar 8 miliar USD.
Pasar ini diprediksi dapat terus berkembang hingga 40 miliar USD dalam 5
tahun ke depan.
Dari sekian banyaknya transaksi belanja online yang terjadi, 60 persen
dilakukan melalui platform marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada,
dan marketplace lainnya. Perkembangan marketplace ini juga menyebabkan
berbagai kalangan semakin menunjukkan sikap konsumtif dalam berbelanja
online.
Dapat dilihat untuk saat ini bahwa jumlah marketplace semakin
banyak dengan kekuatan industrinya masing-masing. Begitu pula dengan
pilihan metode pembayaran yang juga semakin beragam. Proses transaksi
yang tadinya terbatas hanya dengan kartu, yakni debit dan kredit, kini bisa
dilakukan melalui smartphone menggunakan dompet digital. Bahkan
sejumlah marketplace mulai membuat dompet digitalnya sendiri. Hal ini
membuat semakin banyak konsumen yang lebih memilih untuk berbelanja di
marketplace karena kemudahan dan kepraktisan dari fitur yang ditawarkan.
Pertumbuhan ini dikatakan membuat e-commerce menjadi penggerak
utama ekonomi digital. Diprediksi pasar e-commerce akan mampu
menyumbang 100 miliar USD di tahun 2025. Pada era yang kian canggih ini,
platform-platform tersebut juga mulai menciptakan berbagai fitur tambahan
didalamnya, sehingga konsumen, pengguna platform belanja online, pun
semakin puas dengan fitur yang ada. Mulai dari banyaknya jenis promo,
seperti promo besar-besaran pada hari tertentu, hingga fitur gratis ongkos
kirim yang paling digemari berbagai kalangan.
Fitur gratis ongkos kirim merupakan fitur dimana pelaku transaksi
belanja online bisa mendapatkan kupon untuk belanja dengan potongan
ongkos kirim. Potongan ongkos kirim yang ditawarkan cukup besar. Bahkan
ada beberapa konsumen yang tidak perlu membayar ongkos kirim barang.
Ongkos kirim ini juga sangat berguna bagi pengguna e-commerce, terutama
bagi kalangan mahasiswa yang seringkali melakukan transaksi belanja online
untuk berbagai kepentingan.
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian guna mengetahui seberapa besar pengaruh ongkos kirim terhadap
sikap konsumtif belanja online dalam ruang lingkup mahasiswa Politeknik
Negeri Jakarta. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi
informasi kepada berbagai kalangan tentang seberapa besar dan berguna fitur
gratis ongkir di kalangan Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta. Maka dari itu
penulis mengangkat judul,
"Analisa pengaruh ongkos kirim terhadap sikap konsumtif belanja online
mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta"
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dituliskan di atas,
maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa tujuan dari adanya voucher gratis ongkir dalam kegiatan belanja
online?
2. Siapa saja yang dapat menggunakan voucher gratis ongkir?
3. Kapan voucher gratis ongkir dapat digunakan?
4. Dimanakah voucher gratis ongkir biasanya ditemukan?
5. Bagaimana fitur gratis ongkir dapat memengaruhi keputusan mahasiswa
PNJ dalam berbelanja online?
6. Bagaimana pengaruh fitur gratis ongkir terhadap sikap konsumtif
mahasiswa PNJ dalam berbelanja online?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untukk mengetahui tujuan dari adanya voucher gratis ongkir dalam
kegiatan belanja online.
2. Untuk mengetahui siapa saja yang dapat menggunakan voucher gratis
ongkir.
3. Untuk mengetahui kapan voucher gratis ongkir biasanya digunakan
4. Untuk mengetahui tempat biasanya voucher gratis ongkir ditemukan
5. Untuk mengetahui pengaruh fitur gratis ongkir terhadap sikap konsumtif
para mahasiwa PNJ dalam berbelanja online.
6. Untuk mengetahui bagaimana fitur gratis ongkir dapat mempengaruhi
sikap konsumtif mahasiswa PNJ dalam berbelanja online.

1.4. Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin kami capai, diharapkan
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa PNJ, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Manfaat dari penelitian yang kami lakukan
sendiri dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
 Memberikan pengetahuan kepada seluruh pembaca, utamanya
mahasiswa PNJ, mengenai pengaruh adanya voucher gratis ongkir
bagi perilaku konsumtif mahasiswa PNJ.
 Sebagai pijakan dan referensi untuk penelitian-penelitian
selanjutnya dengan topik bahasan yang mirip, yaitu seputar
pengaruh voucher gratis ongkir bagi perilaku konsumtif
mahasiswa.

2. Manfaat Praktis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
 Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai
pengaruh voucher gratis ongkir bagi perilaku konsumtif mahasiswa
PNJ.
 Bagi Mahasiswa PNJ
Dapat menjadi referensi mahasiswa PNJ agar dapat mengetahui
pengaruh voucher gratis ongkir bagi perilaku konsumtif mereka.
Selain itu, hasil penelitian bertujuan membuat mahasiswa PNJ
mengerti cara menyikapi pengaruh voucher gratis ongkir bagi sifat
konsumtif yang mereka lakukan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan subjek terbatas, yaitu hanya untuk
mahasiswa PNJ. Penelitian dilakukan dengan melakukan survey pada
mahasiswa PNJ guna mengetahui pengaruh voucher gratis ongkir pada sikap
konsumtif mahasiswa PNJ. Lingkup penelitian ini hanya terbatas pada
pengaruh dari voucher gratis ongkir dari beberapa e-commerce terhadap
munculnya perilaku konsumtif mahasiswa PNJ.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 E-Commerce
E-commerce didefinisikan menjadi proses pembelian, penjualan, mentransfer
atau bertukar produk, jasa atau fakta melalui jaringan personal komputer melalui
Internet. (Kozinets et al., 2010). Dengan merogoh bentuk-bentuk tradisional
berdasarkan proses usaha & memanfaatkan jejaring sosial melalui internet, taktik
usaha bisa berhasil bila dilakukan menggunakan benar, yang akhirnya membuat
peningkatan pelanggan, pencerahan merek & pendapatan. Keputusan pembelian
pelanggan ditentukan sang persepsi, motivasi, pembelajaran, perilaku &
keyakinan. Persepsi dipantulkan ke dalam bagaimana pelanggan memilih,
mengatur, & menginterpretasikan fakta buat membangun pengetahuan. Motivasi
tercermin asa pelanggan buat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Menurut
Hoffman & Fodor (2010), e-commerce bisa berjalan menggunakan baik apabila
dijalankan menurut prinsip 4C ini: connection (koneksi), creation (penciptaan),
consumption(konsumsi) & control (pengendalian). Prinsip-prinsip ini bisa
memotivasi konsumen yang menunjuk dalam return of investment (ROI)
perusahaan, yg diukur menggunakan partisipasi aktif misalnya feedback atau
review konsumen, & share atau merekomendasikan pada pengguna lain.
Telah disebutkan diatas, teknologi yang digunakan saat ini memungkinkan
kita untuk melakukan pemasaran apapun menggunakan donasi internet. Oleh
karena itu, global mengakui konsep baru kegiatan usaha, yaitu menggunakan cara
online. Salah satu laba pada memakai sumber internet buat herbi pelanggan adalah
pengiriman data yang cepat dan fakta antara orang yg terlibat (Kozinets et al.,
2010).
Perkembangan industri e-commerce Indonesia sangat pesat. Berikut beberapa
manfaat dari perkembangan e-commerce

 Tidak ada batasan waktu


Toko konvensional pada dunia nyata hanya dapat beroperasi hanya
saat jam kerja. Ada toko konvensional yang beroperasi hingga 24
jam ,tetapi akan membutuhkan biaya operasional yang besar. Hal ini
berbeda dengan e-commerce yang berada pada dunia maya atau internet.
Di e-commerce pembeli dapat mengakses dan membeli dari toko
kapanpun itu.
 Jangkauan yang luas
Pemilik industry dari e-commerce dapat menjangkau pembeli dari
seluruh penjuru negeri bahkan dunia. Hal ini berberbeda jika dibandingkan
dengan pemilik toko konvensional yang hanya dapat menjangkau pembeli
di daerah sekitar toko saja

 Biaya operasional lebih murah


Biaya yang dibutuhkan untuk membuka e-commerce / toko online
lebih murah dibandingkan membuka toko konvensional. Hal ini karena
jika di toko online pemilik tidak perlu menyiapkan biaya untuk sewa
bangunan, gaji karyawan, dan biaya operasional toko lainnya.

 Kemudahan dalam pengelolaan transaksi dan pengiriman


Pemilik toko online atau e-commerce tidak perlu memikirkan
bagaimana transaksi dan pengiriman barang karena sudah banyak layanan
pembayaran elektronik atau uang elektronik dan juga kemudahan dalam
melacak barang yang dikirimkan melalui aplikasi.

 Dapat dikerjakan dimanapun


Pemilik e-commerce dapat mengerjakannya kapanpun itu, oleh karena
itu pemilik e-commerce juga dapat mengerjakannya dimanapun asalkan
pemilik memiliki perangkat dan koneksi internet yang memadai

 Tidak perlu mempersiapkan barang sendiri


Dalam industry e-commerce , ada yang disebut dropshipper . Peran
dari dropshipper ini adalah meneruskan barang yang dipesan kepada
produsen barangnya.
E-commerce sudah dikembangkan untuk menciptakan usaha tradisional lebih
efisien, mudah dan lebih cepat. Asal mula konsep e-commerce merupakan EDI
(Electronic Data Interchange) yang memungkinkan perusahaan buat melakukan
usaha tanpa hard copy kertas dan proses manual.Lantaran sifat spesifik menurut e-
commerce, maka perkembangannya selalu tergantung dalam perkembangan
teknologi & undang-undang. Kemajuan signifikan pertama menuju e-commerce
terjadi dalam awal 1990-an waktu Amerika Serikat menghapuskan embargo
penggunaan komersial internet. Pada tahun 1995, IBM merupakan perusahaan
pertama yg secara aktif mempromosikan solusi e-commerce & jua menarik minat
kalangan peneliti. Keberhasilan Amazon menciptakan booming e-commerce
secara dunia dalam tahun 1999. Namun, misalnya yg selalu terjadi dengan
pengembangan teknologi, gelombang pertama revolusi e-commerce gagal lantaran
contoh bisnisyang lemah & proses implementasi yg nir professional (Rosalund,
2015).
Berdasarkan sejarah tersebut, e-commerce didefinisikan sebagai transaksi
elektronik seputar penjualan atau pembelian barang atau jasa antara tempat tinggal
tangga, individu, pemerintah dan organisasi publik atau partikelir lainnya, yg
dilakukan melalui jaringan melalui komputer.
Konsep e-commerce tidak terbatas hanya buat menjual dan membeli, namun
jua melibatkan banyak sekali faktor menurut rantai nilai perusahaan, misalnya
promosi, aktor pembayaran sistem, layanan transaksi dan keamanan pelanggan.
Oleh lantaran itu, e-commerce bisa dipercaya menjadi payung yang
mengintegrasikan fungsi yg tidak sinkron ke bentuk digital.
E-commerce dapat dibedakan menjadi 6 berdasarkan interaksi pelaku
tranksaksi nya , antara lain :

 Business to business (B2B)


Jenis e-commerce dimana terdapat transaksi bisnis dari sebuah perusahaan
dengan perusahaan lainnya. Jenis e-commerce ini adalah pembeli
memesan barang pada jumlah besar. Contohnya sebuah perusahaan yang
membeli perlengkapan kantor dalam jumlah yang besar dari sebuah
industri atau produsen.

 Business to consumer (B2C)


Jenis ecommerce ini yaitu sebuah perusahaan menjual produk atau jasa
pada konsumen. Ibaratnya ialah aktivitas yang dilakukan produsen kepada
konsumen secara langsung. Apabila anda pernah membeli barang di toko
online, kegiatan tersebut termasuk pada jenis ini. Contoh dari marketplace
jenis e-commerce ini adalah Lazada,Shoppe,Blibli , dan sebagainya.

 Consumer to consumer
Jenis e-commerce ini merupakan transaksi online antara individu ke
individu lain secara langsung. Contoh dari kegiatan ini ialah saat ada
individu yang menjual barang bekas ke individu lain. Contoh marketplace
dari jenis e-commerce ini seperti OLX yang merupakan aplikasi yang
menjual produk bekas dari individu lain.

 Consumer to business (C2B)


Jenis e-commerce ini memiliki arti yang berbalikan dengan B2C e-
commerce. Jenis C2B ini merupakan sebuah skema dimana seseorang
menjual produk atau layanan jasa kepada sebuah insdustri atau
perusahaan. Contoh dari kegiatan C2B ini seperti freelancer desain grafis
yang menjual desainnya kepada sebuah perusahaan yang membutuhkan.

 Business to public administration (B2A)


Jenis e-commerce ini hamper memiliki pengertian yang sama dengan jenis
B2B. Dimana jika di B2B sebuah perusahaan menjual produk atau jasa ke
perusahaan lain sedangkan di B2A sebuah perusahaan menjual produk
atau jasa yang mereka miliki ke Lembaga pemerintah . contoh dari jenis e-
commerce ini ialah jasa penyedia fasilitas internet agar mendukung sistem
telekomunikasi antar Lembaga pemerintah.

 Consumer to Public Administration


Jenis e-commerce ini memiliki pengertian yang mirip dengan pengertian
dari C2B. Dimana jika pelaku di C2B adalah individu dan sebuah
perusahaan tetapi jika di C2A pelaku dari kegiatannya adalah individu dan
Lembaga pemerintah. Biasanya transaksi yang dilakukan di C2A ini
berbentuk layanan jasa. Seperti contoh adalah individu yang menjual
desain poster atau infografis untuk digunakan di acara-acara lembaga
pemerintah

Industri e-commerce di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir


berkembang pesat. Menurut Merchant Machine, lembaga riset Inggris, Indonesia
masuk dalam 10 besar negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di
dunia. Rata-rata pengeluaran orang Indonesia di situs belanja online adalah
US$228 per orang, atau sekitar Rp3,19 juta per orang. Sekitar 17,7% responden
menghabiskan uang untuk membeli tiket pesawat dan memesan hotel secara
online. Tidak kurang dari 11,9% responden membelanjakan uangnya untuk
membeli pakaian dan sepatu. Kategori terpopuler ketiga adalah produk kesehatan
dan kecantikan, dipilih oleh 10% responden. Menurut Vaitanganhan (2010),
konsep e-commerce tidak hanya terbatas pada jual beli tetapi juga melibatkan
berbagai elemen rantai nilai bisnis, seperti promosi, sistem pembayaran,
pembayaran, transaksi, dan keamanan pelanggan. Dengan demikian, e-commerce
dapat dilihat sebagai payung yang mengintegrasikan berbagai fungsi dalam bentuk
digital.

2.2 Gratis Ongkos Kirim


Mengingat makin banyak e-commerce yang bermunculan, maka banyak
perusahaan yang akhirnya menjalankan trik-trik marketing tertentu untuk menarik
perhatian masyarakat. Salah satunya adalah promo gratis ongkos kirim. Promo ini
biasanya diberikan dalam bentuk voucher yang kerap disebut sebagai voucher
gratis ongkir. Dengan voucher ini masyarakat dapat berbelanja tanpa
menghiraukan biaya ongkos kirim, karena biaya tersebut ditanggung oleh
perusahaan e-commerce tempat ia membeli barang.
Trik marketing semacam ini tentunya dapat menarik minat masyarakat
luas. Promo ini membuat masyarakat tidak perlu membayar biaya tambahan untuk
pengiriman. Alhasil harga barang pun tidak akan menjadi mahal. Hasil penelitian
yang ditemukan oleh Istiqomah dan Marlena pada tahun 2020 juga mendukung
asumsi tersebut. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa promo gratis ongkir
ini menjadi salah satu hal yang memengaruhi keputusan konsumen dalam
membeli suatu produk.
Selain itu, hasil penelitian dari Basalamah dan Millaningtyas pada tahun
2021 juga mengatakan bahwa promo gratis ongkir ini menjadi salah satu alasan
mengapa banyak orang tidak merasa bosan membeli produk di e-commerce.
Dalam penelitian ini, e-commerce tersebut adalah Shopee. Penelitian tersebut jelas
menyatakan bahwa promo gratis ongkir ini tentunya merupakan salah satu strategi
marketing yang jitu. Sehingga tak heran bila banyak e-commerce akhirnya
berlomba-lomba mengeluarkan promo voucher gratis ongkir demi menarik minat
masyarakat luas.
2.3 Perilaku Konsumtif
2.3.1 Pengertian Perilaku Konsumtif
Menurut Ancok (1995) perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang
tidak dapat menahan keinginannya untuk membeli barang yang tidak
dibutuhkan tanpa melihat fungsi utama dari barang tersebut.1 Pengertian
tersebut memberikan gambaran bahwa individu yang berperilaku konsumtif
akan cenderung membeli barang berdasarkan keinginan daripada kebutuhan.
Penjelasan Ancok (1995) berhubungan dengan apa yang disampaikan
oleh Sumartono (2002), bahwa perilaku konsumtif adalah aktivitas membeli
suatu barang dengan pertimbangan yang tidak masuk akal dan tidak
berdasarkan pada kebutuhan. Perilaku konsumtif merupakan suatu aktivitas
membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sama sekali
sehingga sifatnya menjadi mubazir. Jadi, individu dalam melakukan
pembelian lebih mementingkan faktor keinginan (want) daripada faktor
kebutuhan (need).
Piliang (Heni, 2013) juga melengkapi dengan mengatakan bahwa
perilaku konsumtif ditandai dengan adanya kehidupan mewah dan berlebihan,
penggunaan segala hal yang dianggap mahal dan memberikan kepuasan serta
kenyamanan fisik sebesar-besarnya. Hal ini juga didukung dengan gaya hidup
belanja yang proses perubahan dan perkembangannya didorong oleh
keinginan daripada kebutuhan.2 Pengertian tersebut melengkapi penjelasan
dari teori-teori sebelumnya dengan menjelaskan perilaku konsumtif tidak

2
hanya dipengaruhi oleh hasrat keinginan individu, tetapi juga dipengaruhi oleh
gaya hidup di lingkungan individu

Wahyudi (2013) juga menjelaskan bahwa perilaku konsumtif merupakan


perilaku seseorang yang tidak lagi berdasarkan pemikiran dan pertimbangan
yang rasional. Akan tetapi, lebih kepada adanya kecenderungan matrealistik,
hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda yang mewah dan berlebihan,
serta segala hal yang dianggap paling mahal hanya untuk memenuhi hasrat
kesenangan semata.3 Pengertian tersebut mendukung pengeertian sebelumnya,
di mana pengertian ini mampu menjelaskan bahwa individu yang berperilaku
konsumtif cenderung akan merasa bangga dan merasa percaya diri jika
membeli atau menggunakan barang-barang bermerek.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang sudah dijabarkan menurut
berbagai ahli, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah
aktivitas membeli suatu barang secara berlebihan. Dimana pada saat
pembelian tersebut dilakukan melalui pertimbangan yang tidak masuk akal
dan lebih mengutamakan keinginan daripada kegunaan atau kebutuhan dari
barang tersebut.

2.3.2 Aspek-aspek Perilaku Konsumtif


Sumartono (2002) menjelaskan perilaku konsumtif ke dalam delapan
aspek, yaitu:
1. Membeli barang karena hadiah yang menarik.
Pembelian barang tidak lagi melihat manfaatnya, namun hanya untuk
mendapatkan hadiah yang ditawarkan. Individu yang berperilaku
konsumtif akan lebih mudah tertarik untuk membeli barang-barang yang
menawarkan bonus atau hadiah dari pembelian yang dilakukannya.
Contohnya adalah membeli dua baju untuk mendapatkan satu baju gratis
dari pembelian tersebut. Aspek tersebut juga dapat diketahui melalui
aktivitas membeli sejumlah barang untuk mendapatkan kupon belanja
yang dapat ditukarkan.
2. Membeli barang karena kemasannya yang menarik.
Individu tertarik untuk membeli suatu barang karena kemasan yang
berbeda dari yang lainnya, kemasan suatu barang yang menarik dan unik
akan membuat individu membeli barang tersebut. Contohnya adalah
dengan membeli buku karena cover dari buku tersebut penuh dengan
warna dan menarik meskipun buku tersebut tidak dibutuhkan.

3. Membeli barang karena untuk menjaga diri dan gengsi.


3
Gengsi membuat individu lebih memilih membeli barang yang
dianggap dapat menjaga penampilan diri, dibandingkan membeli barang
lain yang lebih dibutuhkan. Perilaku konsumtif juga dapat ditunjukkan
dari perilaku individu yang sengaja membeli barang-barang mahal dan
bermerek untuk dapat dipandang lebih dari teman-temannya.

4. Membeli barang karena ada program potongan harga.


Pembelian barang bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya, akan
tetapi barang dibeli karena harga yang ditawarkan menarik. Program
potongan harga yang sengaja diberikan oleh pusat perbelanjaan menjadi
tawaran yang menarik pada individu yang berperilaku konsumtif.
Contohnya adalah seringnya individu membeli barang yang tidak
dibutuhkan saat tersedia program potongan harga di pusat perbelanjaan.

5. Membeli barang untuk menjaga status sosial.


Individu menganggap barang yang digunakan adalah suatu simbol
dari status sosialnya. Individu yang berperilaku konsumtif akan
cenderung 20 membeli barang-barang yang mahal dan bermerek untuk
mencerminkan bahwa dirinya adalah individu dengan status sosial yang
baik.

6. Membeli barang karena pengaruh model yang mengiklankan barang.


Individu memakai barang karena tertarik untuk bisa menjadi seperti
model iklan tersebut, ataupun karena model iklan tersebut adalah seorang
idola dari pembeli. Pembelian tanpa adanya pertimbangan yang rasional
juga dapat ditunjukkan melalui perilaku individu yang membeli suatu
barang karena tertarik melihat pakaian tersebut sama dengan yang
digunakan oleh idolanya.

7. Membeli barang dengan harga mahal karena akan menambah nilai rasa
percaya diri yang lebih tinggi
Individu membeli barang atau produk bukan karena berdasarkan
kebutuhannya, akan tetapi memiliki harga yang mahal untuk menambah
kepercayaan dirinya. Pembelian barang-barang yang mahal dan bermerek
sering dilakukan oleh individu yang berperilaku konsumtif. Contohnya
adalah sengaja membeli tas bermerek hanya untuk mendapatkan
kepuasan pribadi saat menggunakan tas tersebut di depan teman-
temannya.

8. Membeli barang dari dua barang sejenis dengan merek yang berbeda.
Membeli barang sejenis dengan merk berbeda akan menimbulkan
pemborosan karena individu hanya cukup memiliki satu barang saja.
Individu yang cenderung berperilaku konsumtif biasanya sering
melakukan pembelian barang-barang sejenis. Contohnya adalah dengan
membeli dua sepatu yang modelnya sama pada merk berbeda.
Melalui penjelasan Sumartono (2002) di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku konsumtif memuat delapan aspek. Aspek-aspek perilaku
konsumtif yaitu membeli barang karena hadiah yang menarik, membeli
barang karena kemasannya yang menarik, membeli barang karena untuk
menjaga diri dan gengsi, membeli barang karena ada program potongan
harga, membeli barang yang dianggap menjaga status sosial, membeli barang
karena pengaruh model yang mengiklankan barang, membeli barang dengan
harga mahal akan memberi penilaian rasa percaya diri yang tinggi, dan
membeli barang dari dua barang sejenis dengan merk yang berbeda.

2.3.3 Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Perilaku Konsumtif


Berdasarkan pendapat para ahli dan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, maka peneliti menyimpulkan faktor-faktor yang
mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Budaya
Faktor budaya ini meliputi budaya, sub-budaya, dan kelas sosial yang
mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif.

 Budaya

Menurut Kotler (2005), budaya memiliki pengaruh paling luas pada


perilaku individu. Individu yang tumbuh dalam suatu budaya akan
mempelajari serangkaian nilai persepsi dan perilaku melalui proses
interaksi terhadap lingkungannya, termasuk perilaku mengkonsumsi
suatu barang. 4Suatu kelompok masyarakat selalu memiliki kebudayaan
dan pengaruh kebudayaan atas perilaku pembeli, di mana perilaku
pembeli tersebut berbeda antara budaya satu dan lainnya (Ginting, 2011).

 Sub-budaya

Menurut Ginting (2011), setiap budaya memiliki sub-budaya yang


lebih kecil atau kelompok orang yang merasa menjadi bagian suatu
sistem nilai atas dasar kesamaan pengalaman dan keadaan hidup
bersama. Sub-budaya mencakup kelompok nasionalitas, keagamaan,
kesukuan, dan kewilayahan. Perbedaan antar sub-budaya tersebut
kemudian membawa perbedaan dalam keputusan membeli dan perilaku
mengkonsumsi suatu barang.

4
 Kelas sosial

Menurut Kotler (2005), kelas sosial merupakan bentuk


pengelompokan komunitas tertentu yang pada akhirnya menentukan
tinggi rendahnya seseorang pada kelas sosial atas, menengah dan bawah.
Perbedaan status sosial dan ekonomi tersebut akan menghasilkan
perbedaan sikap dan perilaku individu dalam mengkonsumsi suatu
barang. Kelas sosial menunjukkan perbedaan yang tegas dalam hal
preferensi atas pakaian, kelengkapan rumah, kegiatan santai, dan mobil.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial mencakup kelompok referensi dan keluarga yang dapat
mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif.

 Kelompok referensi
Secara normal individu ingin menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, termasuk status individu dalam kelompok serta
peranannya. Adanya kelompok referensi dapat mempengaruhi tindakan
individu untuk bersifat konsumtif dengan menghadapkan individu pada
pola dan gaya hidup baru (Kotler, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh
Wardhani (2009) juga mengungkapkan ada hubungan positif yang
signifikan antara konformitas dan perilaku konsumtif individu. Hal ini
menunjukkan bahwa konformitas yang dilakukan kelompok referensi
mampu mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif.

 Keluarga
Faktor sosial juga mencakup keluarga, di mana keluarga memiliki
peran besar dalam perkembangan perilaku konsumtif individu (Kotler,
2005). Kebiasaan keluarga dalam menggunakan suatu barang dan jasa
akan menjadi model bagi individu tersebut. Dengan demikian, keluarga
memiliki peran penting dalam pembentukan pola konsumsi individu.

3. Faktor Pribadi
Faktor pribadi meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan
lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
o Usia
o Pekerjaan dan lingkungan ekonomi
o Gaya hidup
o Kepribadian
o Konsep diri
o Kontrol diri

4. Faktor Psikologis
Faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, dan
keyakinan dan sikap yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku
konsumtif.
a. Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan perilaku
dan memberikan arah bagi perilaku individu. Motivasi tersebut
akan mendorong individu untuk melakukan sesuatu, termasuk
melakukan pembelian (Kotler, 2005).
b. Persepsi
Persepsi memiliki peran untuk menentukan tindakan
individu (Ginting, 2011). Masing-masing individu terhadap
suatu produk juga akan memberikan pengaruh dalam
keputusan pembeliannya. Perbedaan persepsi pada masing-
masing individu inilah yang menyebabkan perbedaan tingkat
perilaku konsumtif yang dihasilkan.
c. Pembelajaran
Belajar menggambarkan perubahan perilaku individu yang
timbul oleh adanya pengalaman (Ginting, 2011). Pembelian
yang dilakukan individu merupakan proses belajar, di mana
kepuasan membeli suatu produk akan menentukan keputusan
pembelian produk tersebut di masa yang akan datang.
d. Kepercayaan dan sikap
Dengan melakukan suatu tindakan dan belajar, individu
akan memperoleh kpercayaan dan sikap, termasuk perilaku
belanjanya (Ginting, 2011). Pengalaman belajar tersebut
kemudian membentuk keyakinan dan sikap individu dalam
melakukan pembelian. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang
mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif pada individu.
Faktor-faktor tersebut yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor
pribadi, dan faktor psikologis.

Anda mungkin juga menyukai