Anda di halaman 1dari 19

i-ISSN: 2597-4033

Vol. 7, No. 1, Februari 2023

ANALISIS FASIES PADA INTERVAL RESERVOIR “X” PADA LAPANGAN RAKSADIPA,


FORMASI CIBULAKAN BAWAH (TALANGAKAR), CEKUNGAN JAWA BARAT
UTARA MENGGUNAKAN METODE BATUAN INTI DAN LOG SUMUR

Muhammad Raleghaney Cividi Raksadipa*1, Priantoro Kartika Dani Setiawan2,


Edy Sunardi1, Nisa Nurul Ilmi1
1
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung,
2
Pertamina Hulu Energi ONWJ
*Korespondensi: raleghaney19@yahoo.co.id

ABSTRAK

Lapangan Raksadipa merupakan salah satu lapangan minyak dan gas bumi yang berada di Blok ONWJ,
Cekungan Jawa Barat Utara. Penelitian dilakukan pada interval reservoir “X” yang merupakan salah
satu penghasil minyak terbesar dari Formasi Cibulakan Bawah Bagian Bawah. Penelitian dilakukan
untuk menganalisis fasies pada interval reservoir dengan menentukan stratigrafi sikuen, jenis , distribusi
dan geometri fasies. Hasil analisis batuan inti menunjukkan bahwa litofasies penyusun Reservoir “X”
adalah 11 litofasies yaitu: batu pasir halus gelembur, batu pasir halus serpih karbon, batu pasir halus
flaser , batu pasir halus massif, batu pasir halus laminasi, breksi , batubara, batu lanau lentikuler, batu
lanau massif, batu lanau silang siur, batu lanau laminasi. Berdasarkan analisis batuan inti, dan
elektrofasies, Asosiasi fasies pada interval reservoir “X” berupa Distributary channel dan
Interdistributary channel dan diinterpretasikan berada pada lingkungan pengendapan Distributary
channel pada sistem delta yang terserbar secara vertikal dari SB.3 – TS.1 dan secara lateral fasies
Distributary Channel terdapat pada Reservoir CH1, Reservoir CH2, Reservoir CH3 dan Reservoir CH4.
Geometri Fasies pada interval Reservoir “X” adalah Distributary channel dan menunjukkan arah umum
pengendapan Timur Laut – Barat Daya.

Kata kunci: Cekungan Jawa Barat Utara, Asosiasi Fasies, Distributary channel, Analisis Fasies.

ABSTRACT

Raksadipa field is one of the oil and gas fields located in the ONWJ Block, North West Java Basin.
Research was conducted on the "X" reservoir interval which is one of the largest oil producers from
the Lower Part of Cibulakan Formation. The research was carried out to analyze the facies in the
reservoir interval by determining the sequence stratigraphy, types, distribution, and geometry of the
facies. The results of the core rock analysis showed that the lithofacies comprising the "X" reservoir
are 11 lithofacies, namely: fine-grained sandstone, carbonaceous shale, flaser sandstone, massive
sandstone, laminated sandstone, breccia, coal, lenticular mudstone, massive mudstone, variegated
mudstone, and laminated mudstone. Based on core rock analysis and electrofacies, the facies
association in the "X" reservoir interval consists of Distributary channel and Interdistributary channel
and is interpreted to be in the Distributary channel depositional environment in a vertically spread
delta system from SB.3 - TS.1 and laterally Distributary Channel facies are found in Reservoir CH1,

1117
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

Reservoir CH2, Reservoir CH3, and Reservoir CH4. The facies geometry in the "X" reservoir interval
is Distributary channel and shows the general depositional direction of Northeast - Southwest.

Keywords: North West Java Basin, Facies Association, Distributary channel, Facies Analysis.

1118
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

PENDAHULUAN lempeng di Zaman Kapur (Gresko dkk.,


1995). Cekungan Jawa Barat Utara
Cekungan Jawa Barat Utara memiliki luas hingga 40.000 km² dan terdiri
merupakan salah satu cekungan penghasil dari tujuh cekungan kecil, yaitu Cekungan
hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ciputat, Kepuh, Pasir Bungur, Cipunegara
Cekungan Jawa Barat Utara dikelola oleh E-15, Jatibarang, Ardjuna Tengah, dan
PT. Pertamina EP, Regional 2 Zona 5 yaitu Ardjuna Selatan (Noble dkk., 1997).
PT.Pertamina Hulu Energi Offshore North Cekungan – cekungan tersebut diisi oleh
West Java, Di cekungan ini terdapat sedimen Tersier dan Kuarter dengan
Lapangan Raksadipa (Gambar 1) yang ketebalan mencapai lebih dari 5500 meter..
merupakan lapangan produksi yang berasal
dari Reservoir di Formasi Cibulakan Bawah Tektonik Regional
Bagian Bawah (Formasi Talang Akar) yang
terbentuk pada kondisi cekungan rifting. Perkembangan struktur di Cekungan
Formasi ini diendapkan pada kondisi Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh lima
deltaik selama rifting Cekungan Ardjuna periode tektonik (Gresko dkk., 1995),
dan menjadi salah satu target antara lain:
pengembangan di Cekungan Jawa Barat a. Kapur Akhir – Eosen Awal (100 – 56
Utara. Mya)
Reservoir “X” merupakan salah satu Metamorfisme regional terjadi akibat
penghasil minyak terbesar dari Formasi proses subduksi dan perkembangan busur
Cibulakan Bawah Bagian Bawah. Produksi Meratus.
minyak pada interval Reservoir “X” b. Eosen (50 – 40 Mya)
dimulai pada tahun 1992 dari Platform Tumbukan antara Lempeng Hindia
RRA dan RRB. Pada awal tahun 2023 ini, dan Lempeng eurasia menghasilkan dextral
serangkaian reservoir masih memiliki wrenching besar pada bagian utara
heterogenitas yang tinggi. Sehingga cekungan. Periode ini mengawali
analisis fasies pada interval reservoir “X” pembentukan cekungan di Jawa Barat Utara
menggunakan metode batuan inti dan log baik sistem back arc basin di bagian selatan
sumur, dapat dilakukan untuk menentukan (utara Bogor) dan cekungan half graben
stratigrafi sikuen, jenis, distribusi dan yang terbentuk karena mekanisme dextral
geometri fasies pada interval reservoir “X”. wrenching di bagian utara seperti Cekungan
Arjuna, E-15 Cipunegara, dan Jatibarang
GEOLOGI REGIONAL c. Oligosen (34 – 30 Mya)
Pada awal Oligosen, proses
Fisiografi Regional vulkanisme dan rifting di Cekungan Arjuna
berhenti. Proses tektonik yang relatif stabil
Cekungan Jawa Barat Utara di sekitar Cekungan Arjuna pada periode
merupakan bagian dari Cekungan back arc ini terlihat kontras dengan collision event
Indonesia Barat yang melampar dibelakang yang terekam di busur luar Pulau Jawa dan
busur vulkanik dari Pulau Jawa hingga Sumatra di periode yang sama. Oligosen
Sumatra. Cekungan ini terletak di bagian Akhir dan sebagian dari Miosen Awal
ujung Selatan dari kraton Sunda yang dicirikan dengan tenangnya Cekungan
terbentuk akibat adanya konvergensi Jawa Barat Utara dari peristiwa tektonik.

1119
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

Kondisi ini bertepatan dengan kenaikan migrasi lateral adalah endapan pasir sungai
muka air laut pada fase highstand dan yang berarah Utara-Selatan dari Formasi
terendapkan batugamping dari Formasi Cibulakan Bawah, dan sistem batupasir
Cibulakan Bawah. yang orientasinya mirip pada Formasi
d. Miosen Tengah (17 – 10 Mya) Cibulakan Atas / Massive (Cibulakan Atas).
Terjadinya tumbukan antara Selanjutnya, endapan yang menjadi
Gondwana (Australia Timur/Papua) batuan reservoir utama adalah Endapan
dengan bagian timur Paparan Sunda yang Batupasir dan Batugamping Cibulakan
menyebabkan berhentinya pemekaran Laut Atas (Massive), Batupasir Cibulakan
Cina. Bawah, endapan Volkanoclastic Formasi
e. Miosen Akhir (7 – 10 Mya) Jatibarang, dan Carbonate build-up
Terjadi tumbukan antara barat laut Formasi Parigi.
Australia dengan Palung Sunda, sehingga Perangkap utama yang berperan
Cekungan Jawa Barat Utara mengalami dalam petroleum system di cekungan ini
kompresi. Terjadinya pengendapan adalah perangkap struktur berupa kubah
Formasi Parigi dan Formasi Cisubuh pada antiklin yang meluas dan blok sesar yang
fase ini. miring. Carbonate build-up di interval
Baturaja, Mid- Cibulakan Atas, dan Parigi
Stratigrafi Regional juga menjadi trap yang baik. Trap
stratigrafi juga ditemukan ketika unit
Menurut Gresko dkk, (1995) formasi-
batupasir mengalami onlap dengan tinggian
formasi pembentuk tatanan stratigrafi pada
batuan dasar. Hanya saja, trap jenis ini
Cekungan Jawa Barat Utara dari tua ke
hanya terbatas pada interval Cibulakan
muda (Gambar 2), yaitu: Formasi
Bawah.
Jatibarang, Formasi Cibulakan Bawah,
Formasi Cibulakan Atas, Formasi Parigi,
TINJAUAN PUSTAKA
Formasi Cisubuh.
Fasies sedimen
Petroleum System Cekungan Jawa
Timur Utara Fasies sedimen adalah massa dari
batuan sedimen yang dapat dibedakan dari
Menurut Noble dkk, (1997) kunci batuan yang lainnya berdasarkan geometri,
dari semua sistem petroleum adalah batuan litologi, struktur sedimen, pola arus purba
sumber yang efektif. Di Jawa barat utara dan kandungan fosilnya (Selley, 1985).
terdapat tiga tipe batuan sumber utama, Geometri fasies dapat dicirikan oleh
yaitu shale lakustrin yang cenderung respon log sinar gamma ray. Geometri
menghasilkan minyak; batubara dan shale secara vertikal ini dapat juga diandalkan
yang bersifat fluvio-deltaic cenderung dalam menentukan fasies pengendapan dari
menghasilkan minyak gas; dan batuan sedimen. Pola log ini dibagi menjadi
batulempung marine yang cenderung 5 tipe pola menurut Kendal dkk, (2003) :
menghasilkan gas yang berasal dari Cylindrical, funnel shape, bell shape,
aktivitas bakteri. symmetrical shape dan serraated shape.
Selanjutnya pada Cekungan Jawa
Barat Utara, jalur migrasi utama untuk Lingkungan Pengendapan Delta

1120
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

Delta merupakan garis pantai yang Lower delta plain terletak pada
menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya daerah dimana terjadi interaksi antara
sedimentasi sungai yang memasuki laut, sungai dengan laut, yaitu dari low tidemark
danau atau laguna dan pasokan sedimen sampai batas kehadiran yang dipengaruhi
lebih besar daripada kemampuan pasang-surut.
pendistribusian kembali oleh proses yang b. Delta Front
ada pada cekungan pengendapan (Elliot, Delta front merupakan
1986 dalam Allen, 1997). Morfologi delta sublingkungan dengan energi yang tinggi
secara umum terdiri dari tiga, yaitu : delta dan sedimen secara tetap dipengaruhi oleh
plain, delta front dan prodelta. adanya proses pasang-surut, arus laut
a. Delta Plain sepanjang pantai dan aksi gelombang.
Delta plain merupakan bagian delta c. Prodelta
yang bersifat subaerial yang terdiri dari Prodelta merupakan sublingkungan
Channel yang sudah ditinggalkan. Delta transisi antara delta front dan endapan
plain merupakan baigan daratan dari delta normal marine shelf yang berada di luar
dan terdiri atas endapan sungai yang lebih delta front.
dominan daripada endapan laut dan
membentuk suatu daratan rawa-rawa yang Stratigrafi Sikuen
didominasi oleh material sedimen berbutir
halus, seperti serpih organik dan batubara. Stratigrafi sikuen merupakan analisis
Sublingkungan delta plain dibagi dari hubungan batuan di dalam kerangka
menjadi: waktu yang berulang dari stratum yang
1. Upper Delta Plain secara genetik berhubungan dan dibatasi
Pada bagian ini terletak diatas area oleh permukaan erosi atau tidak adanya
tidal atau laut dan endapannya secara suatu pengendapan, dan keselarasan yang
umum terdiri dari: sepadan dengannya (Posamentier & Allen,
2. Distributary channel: 1999). Stratigrafi sikuen mempunyai
Endapan Distributary channel penyusun penting yang dibagi atas
ditandai dengan adanya bidang erosi pada hubungan stratigrafi,batimetri,umur dan
bagian dasar urutan fasies dan juga fasiesnya, yang terdiri atas: sequence
menunjukkan kecenderungan menghalus boundary (SB), marine flooding surface
ke atas. (FS), dan maximum flooding surface (MFS)
3. Interdistributary channel dan transgressive surface (TS).
Endapan Interdistributary channel - Sequence Boundaries (SB) adalah
merupakan endapan yang terdapat diantara bidang ketidakselarasan dan
Distributary channel. Lingkungan ini keselarasan yang sebanding dengan
mempunyai kecepatan arus paling kecil, ketidakselarasan tersebut, yang
dangkal, tidak berelief dan proses terbentuk karena terjadinya
akumulasi sedimen lambat. Pada penurunan muka air laut relatif.
Interdistributary channel dan flood plain - Marine Flooding Surface (FS)
area terbentuk suatu endapan yang adalah komponen stratigrafi berupa
berukuran lanau sampai lempung yang bidang yang memisahkan unit
sangat dominan. stratigrafi diatas dan dibawahnya
4. Lower Delta Plain

1121
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

yang ditandai dengan adanya Analisis ini menggunakan respon log


pendalaman batimetri gamma ray yang selanjutnya dicocokan
- Transgressive surface (TS) adalah dengan asosiasi fasies.
bidang transgresi yang membatasi
bagian atas dari low stand system Analisis Peta Isochore
tract (Wagoner dkk., 1990), dan
Analisis ini bertujuan untuk
membatasi dengan high stand
menentukan arah pengendapan suplai
system tract atau transgressive
sedimen berdasarkan pola tinggian dan
system tract diatasnya.
rendahan dari selisih depth structure map.
- Maximum Flooding Surface (MFS)
merupakan bidang yang terbentuk Analisis Stratigrafi Sikuen
ketika terjadi transgresi maksimum.
Permukaan ini ditandai dengan Analisis ini bertujuan untuk
adanya condensed section, atau menentukan tatanan stratigrafi sikuen yang
pada saat laju pengendapan sedimen menyusun interval reservoir “X” dengan
sangat kecil. cara korelasi parasikuen antar sumur
dengan jalur strike section dan dip section.
METODE PENELITIAN Dari semua analisis tersebut, maka
selanjutnya dapat ditentukan tatanan
Untuk mencapai tujuan dari stratigrafi sikuen yang menyusun interval
penelitian ini yaitu menentukan tatanan reservoir “X” dan jenis,distribusi, dan
stratigrafi sikuen pada interval reservoir geometri fasies pada interval reservoir “X”
“X” , jenis fasies, distribusi fasies dan dalam bentuk peta Isopach. Penelitian ini
geomteri fasies pada interval reservoir “X, ditutup oleh kesimpulan pada tahap
maka penelitian ini diawali oleh tahap studi penyusunan laporan.
pustaka yang dilanjutkan oleh tahap
pengumpulan data yang dibutuhkan (Tabel HASIL DAN PEMBAHASAN
1), seperti: Data wellhead, Data Log Sumur
( Log GR, Log Resistivity, Log NPHI, dan Analisis Data Batuan Inti
Log RHOB), Data completion log, Data
core dan Data RCA, selanjutnya dilakukan Data batuan inti diperoleh dari sumur
tahap pengolahan data dan disusunlah RRA-8 pada interval 8495ft - 8406ft MD
analisis sebagai berikut: (Measured Depth) dan dari sumur RRA-9
pada interval 7498ft -7438ft dan 7254ft -
Analisis Data Batuan Inti 7224ft MD (Measured Depth).

Analisis ini terdiri dari analisis Analisis Litofasies


litofasies dan interpretasi lingkungan
Hasil deskripsi data batuan inti pada
pengendapan, yang selanjutnya akan
sumur RRA-8 menunjukan bahwa pada
dikelompokan pada asosiasi fasies.
interval 8495ft - 8406ft MD (Measured
Analisis Elektrofasies
Depth), terdiri atas 10 litofasies yang dapat
dilihat pada (Tabel 2), yaitu: batu pasir
halus gelembur, batu pasir halus serpihan
karbon, batupasir halus flaser, batupasir
1122
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

halus masif, batubara, breksi, batulanau karbonat, dan karakteristik, sedangkan


lentikuler, batulanau massif, batulanau penamaan kode fasies atau
silang siur. Atas dasar karakteristik dari litofasies.didasarkan pada litologi dan
litologi dan struktur sedimen yang ada pada karakteristik atau struktur sedimen yang
interval 8495ft - 8406ft (Measured Depth) ada.
pada sumur RRA-8, maka 10 litofasies Setelah dilakukan analisis litofasies
diinterpretasikan terdiri dari tiga pada batuan inti, maka sekumpulan fasies
lingkungan pengendapan, yaitu, pada interval penelitian yang terdapat di
lingkungan pengendapan Distributary sumur RRA-8 dan Sumur RRA-9 tersebut
channel, Swamp dan Interdistributary dikelompokkan menjadi : Distributary
channel. channel dan Interdistributary channel.
Hasil deskripsi data batuan inti pada Pembagian asosiasi fasies ini didasarkan
sumur RRA-9 menunjukan bahwa pada atas kumpulan fasies yang mempunyai
interval 7498ft -7438ft dan 7254ft - 7224ft hubungan genesa antara satu dengan yang
MD (Measured Depth), terdiri atas 7 lainnya, yang memiliki kesamaan
litofasies yang dapat dilihat pada (Tabel 3), lingkungan pengendapan yang dapat
yaitu: batupasir halus masif, batupasir halus dikelompokan menjadi asosiasi fasies.
serpihan karbon, batubara, batupasir halus
laminasi, batulanau masif, batupasir halus Analisis Elektrofasies
flaser, batulanau laminasi. Atas dasar
karakteristik dari litologi dan struktur Analisis elektrofasies merupakan
sedimen yang ada pada interval 7498ft - tahap yang dilakukan untuk
7438ft dan 7254ft - 7224ft MD (Measured mengidentifikasi fasies yang terdapat pada
Depth) pada sumur RRA-9, maka 7 log sumur yang disetarakan dengan data
litofasies diinterpretasikan terdiri dari tiga batuan inti di yang tersedia pada sumur
lingkungan pengendapan, yaitu lingkungan daerah penelitian.
pengendapan Distributary channel, Swamp
dan Interdistributary channel. Analisis Kesepadanan Data Batuan Inti
Hasil dari deskripsi kedua batuan inti dengan Data Log
dari sumur RRA-8 pada interval 8495ft -
Analisis kesepadanan data batuan inti
8406ft MD (Measured Depth) dan dari
dan data log sumur diawali dengan
sumur RRA-9 pada interval 7498ft -7438ft
intepretasi fasies pada data batuan inti pada
dan 7254ft - 7224ft MD (Measured Depth),
sumur RRA-8 dan RRA-9 yang telah
didapatkan sebelas litofasies yang
dikelompokan menjadi dua, yaitu: fasies
menyusun interval penelitian (Tabel 4),
Distributary channel dan Fasies
yaitu: batu pasir halus gelembur, batu pasir
Interdistributary channel yang kemudian
halus serpihan karbon, batu pasir halus
disepadankan dengan respon log sinar
flaser , batu pasir halus massif, batu pasir
gamma ray pada sumur RRA-8 (Gambar
halus laminasi, breksi , batubara, batu lanau
3) dan RRA-9 (Gambar 4). Setelah
lentikuler, batu lanau massif, batu lanau
diperoleh karakteristik elektrofasies pada
silang siur, batu lanau laminasi. Karakter
sumur tersebut, interpretasi dilakukan di
dari masing masing litofasies dikontrol oleh
sumur lain sesuai dengan log sumur yang
warna, ukuran butir, sortasi, kemas,
menjadi acuan awal yaitu sumur RRA-8
porositas, kekerasan,struktur , kandungan

1123
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

dan RRA-9. Interpretasi elektrofasies ini lapisannya atau semakin mendekati nilai
juga didasarkan pada model respon pola minimum yakni 0 ft, sedangkan semakin
sinar log gamma terhadap variasi ukuran ungu atau semakin gelap warna yang ada
butir yang mencirikan lingkungan pada peta, maka akan semakin tinggi
pengendapan tertentu dan asosiasi endapan ketebalan lapisannya mendekati nilai
sedimen dari sub lingkungan tertentu oleh maksimum yaitu 180ft.
Kendal, dkk., (2003). Setelah pengolahan data dilakukan,
Hasil analisis elektrofasies maka disimpulan bahwa arah suplai
menunjukan bahwa pada fasies distributary sedimen berlangsung pada pola rendahan
channel respon log gamma ray menunjukan yaitu berarah timur laut - barat daya sekitar
pola bell shape atau menghalus keatas yang 15-30°.
mencirikan adanya penurunan tingkat
energi pengendapan, sedangkan pada fasies Analisis Stratigrafi Sikuen
interdistributary channel, respon log
gamma ray menunjukan pola serrated shape Analisis ini diawali dengan
atau pola yang tidak beraturan, yang penentuan komponen stratigrafi sikuen dan
mencirikan bahwa pengendapan selalu system tract yang menyusun interval
berubah dalam waktu yang singkat. reservoir “X” dan korelasi parasikuen antar
Analisis elektrofasies ini dapat dilihat pada sumur daerah penelitian.
(Tabel 5) a. Penentuan Komponen Stratigrafi
Sikuen
Analisis Peta Isochore Pada interval penelitian, terdapat 3
markah kronostratigrafi yang mencirikan
Pada penelitian ini untuk membuat batas dari parasikuen (Gambar 6), yaitu :
peta Isochore dibantu dengan SB 3 yang menjadi basement atau dasar dari
menggunakan peta struktur kedalaman dari interval reservoir “X” dan menjadi batas
dua markah yaitu SB.3 – SB.2.4, yang dimulainya fase LST atau lowstand system
didapatkan dari data sekunder dari PT. tract, sedangkan markah TS.1 yang
Pertamina Hulu Energi ONWJ , setelah itu menjadi top atau puncak dari reservoir “X”
dilakukan pengurangan dari dua markah dan menjadi batas transgresi yang menjadi
dalam bentuk permukaan untuk selanjutnya batas dimulai nya fase TST atau
menghasilkan peta Isochore. Hal ini transgressive system tract. SB.2.4 menjadi
dilakukan dengan tujuan untuk melihat arah batas basement dari reservoir diatas dari
suplai sedimen pada daerah penelitian, interval reservoir “X” dan dimulainya fase
dengan cara melihat pola tinggian dan regresi kembali (HST).
rendahan yang diwakilkan oleh indeks b. Korelasi Parasikuen Antar Sumur
warna. Daerah Penelitian
Terlihat pada (Gambar 5), peta Pada penelitian ini, korelasi sikuen
isochore yang menunjukan arah suplai stratigrafi dibatasi hanya pada interval
sedimen yang ditunjukan oleh pola tinggian penelitian yaitu interval Reservoir “X” atau
dan rendahan dengan indeks warna yang pada SB.3 (Base Reservoir “X”) sampai
dimulai dari 0 ft sampai dengan 180ft, dengan TS.1 (Top Reservoir “X”) dan
semakin merah warna yang ada pada peta interval SB.3 sampai dengan SB.2.4
isochore maka semakin rendah ketebalan

1124
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

Terdapat 32 sumur yang yang bertujuan untuk membatasi wilayah


dikorelasikan dengan menggunakan tujuh kerja, pembuatan poligon area of interest
jalur korelasi dengan dua arah korelasi. Ke mencakup seluruh sumur penelitian agar
dua arah korelasi tersebut adalah jalur dapat dipetakan dengan baik. Area of
korelasi timur laut – barat daya sebanyak interest atau wilayah kerja mempunyai luas
dua jalur (Gambar 7-8) dan jalur korelasi 34km2. Selanjutnya dilakukan konversi
Barat – Timur (Gambar 9-13) sebanyak menjadi titik ketebalan dari interval
lima jalur. Berdasarkan geologi regional reservoir “X” dari SB.3 (Base Reservoir
Cekungan Jawa Barat Utara (Martodjojo, “X”) sampai TS.1 (Top Reservoir “X”) dan
2003.) & Analisis Peta Isochore maka selanjutnya meninterpolasi nilai ketebalan
didapatkan bahwa arah sedimentasi di setiap sumur dengan menggunakan
berlangsung dari arah Utara-Timur Laut perbandingan lebar channel terhadap tebal
hingga Barat Daya. Oleh karena itu, arah dari endapan Distributary channel yang
korelasi Barat – Timur digolongkan sebagai dipublikasikan oleh (Gibling, 2006)
strike section, sementara arah korelasi (Gambar 14). Setelah diplot pada diagram
Timur laut – Barat daya digolongkan W/T , dengan tebal endapan paling tebal
sebagai dip section. sekitar 63ft atau sekitar 20 meter , maka
Dari hasil korelasi fasies, diperoleh lebar yang didapatkan adalah berkisar
hasil bahwa kedua fasies yang telah 600meter.
dijelaskan sebelumnya secara lateral Selanjutnya dilakukan pembuatan
memiliki penyebaran yang relatif poligon channel dan poligon kontur
membentuk channel yang bercabang berdasarkan data ketebalan dari titik
(Distributary channel) dan ketebalan yang sebelumnya sudah
Interdistributary channel. Pergantian fasies dikonversi. Berdasarkan analisis litofasies
terjadi secara lateral maupun secara vertikal dan analisis elektrofasies, perbandingan
dengan urutan Distributary channel dan W/T ratio dan kesamaan kontak fluida dari
Interdistributary channel pada SB.3 sampai setiap sumur maka didapatkan 4 channel
dengan TS.1 lebih tua daripada endapan dengan geometri reservoir adalah
Interdistributary channel pada interval distributary channel yang dipetakan dalam
TS.1 sampai dengan SB.2.4. Dalam bentuk peta ketebalan atau peta isopach
penelitian ini ditentukan empat channel (Gambar 15) yang memperlihatkan
yang akan dipetakan yaitu CH1,CH2,CH3, ketebalan dari reservoir pada interval
dan CH4. penelitian, dengan nilai interval kontur 10ft
Kesimpulan yang dapat diambil dari yang mana semakin kuning akan semakin
analisis stratigrafi sikuen adalah distribusi tebal dan semakin hijau semakin tipis,
fasies secara vertikal pada interval SB.3 – sedangkan warna putih pada peta Isopach
SB.2.4 terdapat 2 fasies yakni: Fasies adalah interdistributary channel.
Distributary channel dan Interdistributary Dari hasil pemetaan geometri
channel. reservoir, distribusi fasies distributary
channel pada interval reservoir “X” secara
Pemetaan Geometri Reservoir lateral terdapat 4 channel atau terdapat 4
reservoir, yang disebut Reservoir CH-1,
Langkah pertama yang dilakukan Reservoir CH-2, Reservoir CH-3,
adalah pembuatan poligon area of interest Reservoir CH-4, sedangkan fasies

1125
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

interdistributary channel berada diantara Indonesia, Proceeding of IPA 24th,


fasies distributary channel. 147-161.
Kendall, C. G., Posamentier, H. W., Ross,
KESIMPULAN C. A. dan Van Wagoner, J. C. (2003):
Sea-Level Changes: An Integrated
Berdasarkan hasil analisis dan
Approach: Tulsa, OK, Society of
interpretasi yang telah dilakukan, dapat
Economic Paleontologists and
disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut:
Mineralogists, Special Publication
Stratigrafi sikuen yang menyusun
No. 42, 47-69.
interval Reservoir “X” ada tiga: SB.3 , TS.1
Martodjojo, S. (2003). EVOLUSI
dan SB.2.4, dan diendapkan pada kondisi
CEKUNGAN BOGOR JAWA
Low System Tract dan Transgressive
BARAT. Penerbit ITB. Indonesia.
System Tract.
Noble, R. A., Pratomo, K. H., Ibrahim, A.
Jenis fasies yang terdapat pada
M. T., Prasetya, I., dan Muhajidin, N.
interval Reservoir “X” adalah fasies
1997. Petroleum System of Onshore
Distributary channel dan fasies
and Offshore NW. Java Indonesia.
Interdistributary channel, yang
Jakarta: BPPKA
terdistribusi secara vertikal pada interval
Pertamina BPPKA. 2003. Petroleum
SB.3 – TS.1 (Top Reservoir “X”), secara
Geology of Indonesian Basins:
lateral fasies Distributary channel ada pada
Priciples, Methods, and Application
Reservoir CH1, Reservoir CH-2, Reservoir
Volume III, West Java Basins.
CH-3 dan Reservoir CH-4, sedangkan
Atlantic Richfied Indoensia, INC dan
fasies interdistributary channel berada
Maxus SE.Sumatra, INC.
diantara fasies distributary channel.
Posamentier, H. W., & Allen, G. P. (1999).
Geometri fasies pada interval Reservoir
Siliciclastic sequence stratigraphy :
“X” adalah Distributary channel pada
concepts and applications. SEPM
sistem delta.
(Society for Sedimentary Geology).
Pertamina. (2012). Laporan Internal, tidak
DAFTAR PUSTAKA
dipublikasikan.
SSelley, R.C., 1985, Ancient Sedimentary
Gibling, M. R. (2006). Width and thickness
Environment, 3rd edition, Cornell
of fluvial channel bodies and valley
University Press, New York
fills in the geological record: A
Sinclair, S., Gresko, M., Sunia, C., 1995.
literature compilation and
Basin Evolution of The Ardjuna Rift
classification. Journal of
System and its Implications for
Sedimentary Research, 76(5–6), 731–
Hydrocarbon Exploration, Offshore
770.
Northwest Java , Indonesia, IPA
https://doi.org/10.2110/jsr.2006.060
Proceedings, Twenty-Fourth Annual
Gresko, M., Suria, C., dan Sinclair, S.
Convention, Jakarta
(1995): Basin evolution of the
Wagoner, J. C. Van, Mitchum, R. M.,
Ardjuna rift system and its
Campion, K. M., & Rahmanian, V. D.
implication for hydrocarbon
(1990). Siliciclastic Sequence
exploration, offshore northwest java,
Stratigraphy in Well Logs, Cores, and
Outcrops. American Association of

1126
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

Petroleum Geologists.
https://doi.org/10.1306/Mth7510

1127
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian (Laporan Internal Pertamina,2012)

Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Gresko,1995)

Gambar 3. Pengikatan fasies distributary channel terhadap log gamma ray pada sumur RRA-8

1128
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

Gambar 4. Pengikatan fasies interdistributary channel terhadap log gamma ray pada sumur RRA-9

Gambar 5. Peta Isochore

1129
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

Gambar 6. Korelasi parasikuen dan System Tract pada interval reservoir “X”

Gambar 7. Korelasi Parasikuen dan Interpretasi fasies arah Timur Laut – Barat Daya (Dip Section) A-B.

Gambar 8. Korelasi Parasikuen dan Interpretasi fasies arah Timur Laut – Barat Daya (Dip Section) C-D.

1130
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

Gambar 9. Korelasi Parasikuen dan Interpretasi fasies arah Barat-Timur (Strike Section) A-B.

Gambar 10. Korelasi Parasikuen dan Interpretasi fasies arah Barat-Timur (Strike Section) C-D.

Gambar 11. Korelasi Parasikuen dan Interpretasi fasies arah Barat-Timur (Strike Section) E-F.

1131
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

Gambar 12. Korelasi Parasikuen dan Interpretasi fasies arah Barat-Timur (Strike Section) G-H.

Gambar 13. Korelasi Parasikuen dan Interpretasi fasies arah Barat-Timur (Strike Section) I-J.

Gambar 14. Crossplot W/T ratio pada endapan Distributary Channel (Gibling,2006).

1132
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

Gambar 15. Peta Isopach, geometri distributary channel pada interval reservoir “X” (SB.3 – TS.1).

Tabel 1. Ketersediaan Data

1133
Analisis Fasies pada Interval Reservoir “X” pada Lapangan Raksadipa, Formasi Cibulakan Bawah (Talangakar), Cekungan Jawa
Barat Utara Menggunakan Metode Batuan Inti dan Log Sumur

Tabel 2. Pembagian litofasies pada sumur RRA-8

Tabel 3. Pembagian litofasies pada sumur RRA-9

1134
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 7, No. 1, Februari 2023: 1117-1135

Tabel 4. Pembagian Asosiasi Fasies berdasarkan data batuan inti pada sumur RRA-8 dan RRA-9

Tabel 5. Pengelompokan respon pola log gamma ray berdasarkan asosiasi fasies..

1135

Anda mungkin juga menyukai