LTM Kating
LTM Kating
1906428303
FIK UI Ekstensi 2019
GANGGUAN HEMODINAMIK
Normal coronary
Ini merupakan gambaran arteri coroner tanpa adanya aterosklerosis, tampak jelas
bahwa ini adalah pembuluh yang luas yang dapat mengalirkan banyak darah yang
dibutuhkan mikardium. Tidak terdapat halangan dalam aliran darah.
Sebelum membahasa proses kalsifikasi, lebih dahulu saya akan membahas dahulu
pembentukan aterosklerosis yang pada tahap lanjutnya akan terjadi kalsifikasi
pembuluh darah arteri coroner. Tahap pembentukan aterosklerosis dimulai karena
ada tinggi nya LDL-C dalam aliran darah, endotel yang merupakan lapisan arteri
akan mengangkut LDL-C ke dalam ruang ekstraselluler sehingga LDL-C akan
menumpuk di lapisan intima. Disana sel darah putih yang disebut makrofag akan
mencerna kolesterol dan sel lipid lain menjadi sel busa yang berisi lipid. Sitokin
yang dilepaskan oleh makrofag merangsang sel otot polos untuk membelah diri.
Lesi tahap ini disebut dengan fatty streak.
Keadaan yang semakin berkembang, inti lipid akan tumbuh, dan sel-sel otot
bereproduksi membentuk plak yang menonjol ke dalam lumen arteri. Pada tahap
lanjut aterosklerosis, plak akan membentuk kolagen berserabut yang mengalami
kalsifikasi dan menjadi keras (silverthorn, 2012)
Sedangkan menurut Black (2014) membagi pembentukan aterosklerosis kedalam 5 fase
yaitu:
Thrombus yang
terorganisir tertutup
Tipe Vb-c oleh jaringan fibrosa
atau kalsifikasi
Jadi kalsifikasi terjadi saat thrombus padda plak mulai mengalami fibrosis
yang membentuk lesi stenotik kronik. Lesi jenis ini sering berisi thrombin yang
teratur/ teratur dari beberapa periode gangguan plak. Lesi ini dapat menyebabkan
oklusi yang besar padda lumen arteri dan sering menyebabkan oklusi total. Lesi
fase ini berkaitan dengan angina tidak stabil dan sering disertai perkembangan
sirkulasi kolateral.
d. Gambar
Organisasi thrombus:
Pada thrombus yang baru terbentuk atau kecil dapat mengalami
penyusutan yang cepat dan bahkan lisis total akibat aktifitas jalur fibrolisis
Pada thrombus yang lebih lama dan besar akan cenderung mengalami
organisasi hal ini dapt terlihat dengan pertumbuhan sel endotel, sel otot polos dan
fibroblast ke dalam thrombus yang kaya akan fibrin. Sesuai dengan perjalanan
waktu, akan terbentuk saluran kapiler yang akan beranastomosis untuk
membentuk saluran dari satu ujung thrombus ke ujung lainnya, yang hingga satu
batas tertentu dapat mengembalikan kesinabungan lumen asal.
Rekanalisasi thrombus
Vaskulitis adalah peradangan dinding pembuluh darah baik pada arteri maupun
vena. Vaskulitis diklasifiksai berdasrkan patogenesis yaitu
Infeksi langsung
Vaskulitis disebabkan oleh bakteri, ricketsia, fungi, ataupun virus. Perdanagn
terjadi karena invasi langsung ke pembuluh darah
Imunologik
Valkulitis terjadi akibat gangguan pada sistem imun seperti sindrom Churg-
Strauss, granulotosi Wegener, sindrom lupus eritema, penyakit Kawasaki
Tidak diketahui
Vaskulitis yang belum diketahui penyebanya seperti arteitis sel raksasa, Takayasu,
poliarteritis nodosa
Anindya Kirana Widowati
1906428303
FIK UI Ekstensi 2019
Pembentuken aterosklerosis
Fase 1 Fase 2
ARTEROSKLEROSIS.
nampak terdapatnya infark miokard pada dinding ventrikel kiri arterior, infark
mulai sembuh namun masih nampak pusat nekrotik
n. Apa saja penyebab dan dampak sistemik dari kelainan tersebut.
Adanya infark pada ventrikel kiri mengakibatkan ketidak adekuatan pemompaan
darah menuju aorta, darah berkurang, cardiac output menurun, darah yang masuk
dr artrium terus memenuhi ventrikel, terjadi pembengkakan ventrikel (kardio
megali) jika tak ditangani dengan segera maka darah akan kembai ke paru
memenuhi paru terjadi edema paru atau disebut gagal jantung kiri.
Manifestasi klinik yang paling nampak yaitu sesak. Erutama saat melakukan
aktifitas.
o. Apa yang dimaksud dengan aneurisma dan bagaimana mekanisme
terjadinya?
Menurut Black & Hawks (2014) menyatakan bahwa aneurisma yaitu dilatasi,
peregangan atau penggelembungan permanen arteri hingga sekitar 50% dari
ukuran semula. Aneurisma terjadi karena adanya aterosklerosis dan hipertensi.
Aneurisma dapat terjadi di vena dan arteri. Lokasi tersering aneurisma adalah
aorta thorak dan abdomen, arteri iliaka, arteri temporal dan poplitea.
Mekanisme terjadinya aneurisma:
AAdanya plak yang berada pada intima menyebabkan dinding arteri menipis dan
terjadi distruksi tunika medial. Dengan adanya peningkatan tekanan pada
pembuluh darah maka pembuluh darah akan melebar dan semakin tipis.
dan baru kemudian ke sirkulasi paru. Di sini emboli dapat menyumbat arteri dan
cabang-cabang utama arteri pulmonalis dan menimbulkan embolus sehingga dapat
menimbulkan peradangan bahkan kematian mendadak.
Ecchymosis
Gambar diatas adalah ekimosis. Area blotcy pada kulit tersebut disebut ekimosis.
Ekimosis lebih besar dibanding ptekie. Diantara ukuran yang perdarahan disebut
purpura. Mereka dapat muncul karena adanya gangguan koagulasi. Pada jaringan
normal yang mengalami trauma tumpul yang dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah kecil dan mengakibatkan perdarahan jaringan lunak. Proses ini
disebut kontusio.
Menurut Kumar, Cotran, & Robbins (2007), ekimosis adalah memar/hematoma
subkutan yang lebih besar, sekitar 1-2 cm. Sedangkan menurut Price & Wilson
(2006), Ekimosis lebih besar dari ptekie, membentuk bercak biru atau ungu yang
bulat dan irreguler. Bila mengalami perbaikan, maka perdarahan yang awalnya
berwarna biru kehitaman, akan berubah warna menjadi hijau kecoklatan dan
menjadi kuning. Diantara proses perdarahan tersebut terjadi purpura. Ekimosis
sering terjadi pada trauma, tetapi ekimosis bisa menggambarkan adanya kelainan
trombosit atau gangguan pembekuan.
Kumar, Cotran, & Robbins (2007) menyebutkan purpura adalah perdarahan yang
sedikit lebih besar sekitar 3-5 mm. Purpura dapat disertai dengan adanya
gangguan yang menyebabkan ptekie, kasus trauma, inflamasi pembuluh darah
(vaskulitis), atau peningkatan kerapuhan vaskular. Sedangkan menurut Price &
Wilson (2006), ptekie (lesi hemoragic keunguan, datar, tidak memucat, diameter 1
sampai 4 mm) yang bergabung menjadi lesi yang lebih besar. Lesi ini ditemukan di
membran mukosa dan kulit.
Anindya Kirana Widowati
1906428303
FIK UI Ekstensi 2019
Edema
Edema merupakan pengumpulan atau penumpukan abnormal sejumlah cairan
yang berlebih di dalam ruangan jaringan intersel (diantara tubuh) atau rongga
tubuh. Edema merupakan akibat dari perbedaan tekanan yang abbormal antara
kapiler dan interstisium yang memindahkan cairan dari bagian intravaskular ke
bagian interstisial. Hal ini dapat terjadi karna terdapat faktor-faktor berikut ini.
Penyebab edema dapat dkelompokkan menjadi empat kategori umum:
1. Berkurangnya konsentrasi protein plasma menurunkan tekanan osmotik
koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini menyebabkan kelebihan
cairan yang keluar sementara cairan yang direabsorpsi lebih sedikit daripada
normal, karena itu kelebihan cairan tersebut tetap berada dalam ruang
interstisium.
2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memungkinkan lebih banyak
ptotein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan interstisium. Penurunan
tekanan osmotik koloid plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif,
sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang terjadi
akibat peningkatan protein di cairan interstisium meningkatkan gaya keluar
efektif. Ketidakseimbangan ini ikut berperan menyebabkan edema lokal.
(Sherwood, 2011)
nefrotik!
Perbedaan edema pada malnutrisi, gagal jantung kanan, sirosis hepatis dan
nefrotik sindrom.
Malnutrisi
Edema yang terjadi pada orang yang malnutrisi adalah akibat kurangnya intake
nutrisi terutama makanan yang banyak mengandung protein sehingga terjadi
hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan terjadinya penurunan tekanan
osmotik plasma dan peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisial yang
dapat menyebabkan cairan berpindah ke ruang interstisial dan menyebabkan
edema.
Sirosis Hepatis
Edema yang terjadi pada sirosis hepatis diakibatkan karna terjadinya penurunan
sintesis protein plasma. Seperti kita ketahui hati membentuk hampir semua
protein plasma, jadi jika hati tidak mampu memproduksi protein akibat adanya
gangguan/ kerusakan seperti sirosis maka dapat menimbulkan edema, biasanya
edema rongga pritoneal yang biasa disebut asites. Asites adalah suatu kondisi
medis yang ditandai dengan akumulasi cairan di rongga perut. Penyebabnya yaitu
rendahnya kadar albumin dalam darah (hipoalbuminemia) dan akibat peningkatan
tekanan portal yang disebabkan oleh jaringan fibrosis hati. Rendahnya kadar
albumin dalam darah menyebabkan perubahan tekanan yang diperlukan untuk
mencegah terjadinya pertukaran cairan, yang memungkinkan cairan keluar dari
pembuluh darah, dan peningkatan tekanan portal yang mengarah pada
peningkatan tekanan di dalam cabang-cabang vena porta yang melalui hati.
Fibrosis hati kadang-kadang mengkompresi drainase pembuluh vena porta
abdomen saat pembuluh ini melewati hati sebelum bermuara kembali ke sirkulasi
sistemik. Hambatan aliran keluar vena porta meningkatkan tekanan hidrostatik
kapiler di seluruh daerah gastrointestinal dan selanjutnya meningkatkan filtrasi
cairan keluar dari plasma ke dalam area intra abdomen.
Gagal Jantung kanan
Anindya Kirana Widowati
1906428303
FIK UI Ekstensi 2019
Kegagalan jantung kanan disebabkan oleh penyakit pada jantung kanan sehingga
tidak dapat memompakan darah yang memadai, sehingga menyebabkan aliran
balik menuju atrium kanan dan sirkulasi vena menjadi terhambat. Peningkatan
tekanan vena menyebabkan stasis darah pada venula dan kapiler dan selanjutnya
peningkatan tekanan intrakapiler mendorong cairan tersebut kedalam rongga
interstisial. Pada gagal jantung kanan, edema yang muncul adalah edema pada
ekstremitas bawah. Karena pada ekstremitas bawah terdapat tekanan hidrostatik
tertinggi.
Nefrotik sindrom
Salah satu penebab terpenting dari penurunan konsentrasi protein plasma ialah
hilangnya protein dalam urin yang dijumpai pada nefrotik sindrom. Hal ini karna
membran glomerlus rusak sehingga membran menjadi bocor dan protein plasma
dapat melewatinya, dan seringkali memungkinkan sejumlah besar protein lewat
memasuki urin. Bila kehilangan ini melebihi kemampuan tubuh untuk mensintesis
protein, terjadilah penurunan konsentrasi protein plasma yang dapat
mengakibakan edema. Edema pada jaringan dikarenakan oleh akumulasi cairan
pada ruang antar jaringan. Hal ini dikarenakan kehilangan plasma protein
(albumin) dan akibat dari osmosis cairan dari darah.
(Guyton & Hall, 2008; Kumar, 2012; Pringgoutomo, 2006; Sherwood, 2011)
Syok
Syok atau sering disebut kolaps pembuluh darah adalah suatu keadaan dimana
pasokan aliran darah ke jaringan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Syok dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori umum: kardiogenik, hipovolemik,
neurogenik dan septik (Kumar, Cotran & Robbins, 2007)
Jenis syok Contoh klinis Mekanisme utama
Kardiogenik Infark miokard Kegagalan pompa miokard akibat
kerusakan miokard intrinsik atau
Ruptur ventrikel obstruksi aliran keluar
Aritmia
Anindya Kirana Widowati
1906428303
FIK UI Ekstensi 2019
Tamponade jantung
Embolus paru
Hipovolemik Perdarahan Volume plasma atau darah tidak
adekuat
Kehilangan cairan, misal:
muntah diare, luka bakar
atau trauma
Neurogenik Anastesi, jejas medula Vasodilatasi perifer disertai
spinalis penimbunan darah
Septik Infeksi mikroba berat, syok Vasodilatasi perifer dan pooling
endotoksik, septikemia gram darah; jejas/ aktivasi endotel,
positif, atau sepsis fungal kerusakan akibat leukosit
Mekanisme Syok
Tahap nonprogresif
Pada tahap awal atau tahap nonprogresif pada syok, curah jantung sedikit
menurun karena hilangnya volume darah aktual atau relatif. Selama tahap ini,
mekanisme tubuh akan mengkompensai dengan mempertahhankan TD dalam
rentang normal sampai rentang normal bawah dan dapat mempertahankan perfusi
ke organ vital. Selama fase kompensasi, sirkulasi sistemik dan mikrosirkulasi
bekerjasama dalam keadaan hiperdinamik. Kedaan hiperdinamik mengakibatkan
peningkatan asam laktat.
Tahap progresif
Jika syok dan vasokonstriksi kompensasi bertahan, tubuh mulai mengalami
dekompensasi dan sirkulasi sistemik maupun mikrosirkulasi tidak lagi bekerja
secara serempak. Sejalan dengan berlanjutnya vasokonstriksi, suplai darah yang
beroksigen ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan metabolisme anaerob dan
asidosis laktat lebih lanjut. Asidosis dan peningkatan PaCO2 menyebabkan
dilatasi mikrosirkulasi, dilatasi ini menyebabkan penurunan aliran balik vena dan
penurunan sirkulasi darah terkontaminasi yang mengalami reoksigenasi.
Asidosis laktat juga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan relaksasi
sfingter kapiler. Relaksasi sfingter ini menyebabkan peningkatan darah di kapiler
dan peningkatan tekanan tekanan kapiler. Peningkatan tekanan ini seiring dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ini memungkinkan cairan untuk keluar dari
ruang vaskular dan masuk kembali kedalam jaringan. Mikrosirkulasi membalik
Anindya Kirana Widowati
1906428303
FIK UI Ekstensi 2019
polanya dan mencoba mengambil lebih suplai yang terbatas dari darah yang
tersedia untuk dirinya sendiri dan jaringan yang disuplainya. Dengan demikian
suplai darah semakin dipertahankan di dasar kapiler, dan darah berkumpul di
mikrosirkulasi (Black & Hawks, 2014).
Tahap ireversibel
Tahap ireversibel dari syok ini terjadi jika siklus perfusi jaringan yang tidak
adekuat tidak terputus. Status syok menjadi semakin parah, meskipun penyebab
syok itu sendiri tidak menjadi lebih parah. Iskemia seluler dan nekrosis
menyebabkan kagagalan organ dan kematian (Black & Hawks, 2014).
menerus, jaringan tubuh mulai mongering. Sel-sel otak mulai mengkerut dan
mengalami gangguan fungsi. Sel-sel otak merupakan se yang paling mudah
terkena dehidrasi sehingga salah satu dari pertanda utama terjadinya dehidrasi
berat adalah kekacauan mental yang dapat berlanjut menjadi koma. Selain air,
dehidrasi juga menyebabkan hilangnya elektrolit dalam tubuh, terutama natrium
dan kalium. Karena itu dehidrasi sering ditandai kekurangan elektrolit. Jika terjadi
kekurangan elektrolit, air tidak dapat berpindah dari cadangannya di dalam sel ke
dalam darah. Sehingga jumlah air dalam aliran darah berkurang. Tekanan darah
dapat menurun, menyebabkan perasaan melayang atau seakan-akan hendak
pingsan, terutama jika sedang berdiri. Jika kehilangan air dan elektrolit terus
berlanjut, tekanan darah bisa turun sangat rendah, dan menyebabkan syok dan
kerusakan yang berat pada berbagai organ dalam ginjal, hati, dan otak.
FAKTOR PSIKOSOSIAL
Emosi
dengan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya. Ketakutan dan
perasaan berduka juga kerap datang karena harus tergantung seumur hidup dengan
obat - obatan pengencer darah dan obat - obatan kolesterol . Perasaan ini tidak
bisa dielakan dan seringkali afeksi emosional ini ditujukan kepada sekeliling
seperti pasangan, karyawan dan staf di rumah sakit. Kondisi ini perlu dikenali
oleh semua orang yang terlibat dengan pasien.
Harga Diri
Selain itu juga pasien sering kali merasa dirinya “berubah”. Adanya ring (stent)
yang menempel di dalam tubuh misalnya pada pasien dengan penyakit trombus
dengan pemasangan ballon atau ring (stent) dalam tindakan kateterisasi jantung
membuat percaya diri dan citra diri pasien terpengaruuh.
Gaya Hidup
Gaya hidup pasien akan berubah. Perubahan diet dan pembatasan kolesterol akan
membuat pasien berupaya untuk melakukan perubahan pola makannya.
Keharusan untuk kontrol atau melakukan kateterisasi jantung di rumah sakit juga
akan membuat keseharian pasien berubah. Terkadang karena adanya komplikasi
pasien harus berhenti bekerja dan diam di rumah. Hal-hal ini yang perlu
mendapatkan dorongan untuk pasien agar lebih mudah beradaptasi.
Fungsi Seksual
psikososial (perubahan harga diri,citra diri dan perasaan tidak menarik lagi) atau
masalah fisik (perasaan tidak nyaman dan keluhan-keluhan fisik akibat nyeri).
Masalah pengobatan yang mengganggu fungsi seksual juga bisa menjadi masalah.
Kumar, V,.Cotran,R. & Robbins, S.L. (2007). Buku ajar patologi robbins;alih
bahasa, Brahm U.P.; editor bahasa Indonesia, Huriawati H, dkk.-edisi 7.
Jakarta: EGC
Kumar, V., Cotran, R.S. & Robbins, S.L. (2012). Buku Ajar Patologi Robbins.
Volume 1. Edisi 7. Alih bahasa oleh: Awal Prasetyo, dkk. Jakarta: EGC
Kumar, V., Cotran, R.S. & Robbins, S.L. (2012). Buku Ajar Patologi Robbins.
Volume 1. Edisi 7. Alih bahasa oleh: Awal Prasetyo, dkk. Jakarta: EGC
Kumar; Cotran & Robbins. (2007). Buku ajar patofisologi Robbins. Edisi 7
Volume 1. Jakarta: EGC.
Maulina, Eva. (2011, Gangguan Hemodinamik. diakses di www.kompasiana.com,
pada tanggal 09 Maret 2016).
Nuzirwan, Acang. (2011).Majalah kedokteran Andalas No.2. vol.25. Juli-
desember.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Alih bahasa oleh: Brahm U. Pendit et.al.
Jakarta: EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Alih bahasa oleh: Brahm U. Pendit et.al.
Jakarta: EGC.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC.
Pringgoutomo, S., Himawan, S., & Tjarta, A. (2006). Buku Ajar: Patologi I
(Umum). Edisi ke-1. Jakarta: Sagung Seto.
Robbins. (2004). Patologi edisi 7. Jakarta. EGC
Sherwood, L. (2011). Fisiologi manusia dari sel ke sistem; alih bahasa Brahm
U.P.-edisi 6. Jakarta : EGC.
Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Edisi 6. Alih bahasa:
Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC
Silvertorn. D. U. (2012). Fisiologi manusia edisi 6. Jakarta. EGC