Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

FILSAFAT ILMU DAN INTEGRASI ISLAM

NAMA KELOMPOK:
1. MAULIDYAH NUR AZIZZAH W. (220602110068)
2. ZALFAH SHAFIRA SOFYAN (220602110069)
3. SHOFIA AZZAHRA (220602110126)
4. FIRDA DINDA PUTRI OKTA Y. (220602110071)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Yang mucul pada awal adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus yang merupakan bagian
dari filsafat. Sehingga dapat dikatakan bahwa filsafat adalah induk dari semua ilmi
(materscientiarum). Karena filsafat bersifat umum . seiring berkembangnya ilmu, filsat tidak
hanya dipandang sebagai induk dari semua ilmu. Namun sudah menjadi bagian ilmu itu
sendiri.. filsafat sudah tidak lagi mencakup keseluruhan, tetapi sudah menjadi beberapa
sektoral yaitu filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu. Filsafat ilmu adalah bentuk
perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan menjadi bagian dari satu bidang
tertentu. Dan karena hal ini ilmu sebagai kajian silsafat sangat relevan untuk dikaji dan
didalami.
Dengan ciri kekhususan yang dimiliki oleh setiap ilmu, hal ini menyebabkan batas-
batasan yang jelas diantara masing-masing bidang ilmu. Dengan kata lain tidak ada bidang
pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Disinilah peran filsafat
untuk berusaha menyatukan dan mempadukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah
merumuskan pandangan hidup yang didasarkan dari pengalaman kemanusiaan yang sangat
luas.
Banyak masalah dari filsafat yang membutuhkan landasan pada pengetahuan ilmiah
agar pembahasannya dapat dikatakan dangkal dan keliru. Berfilsafat sesungguhnya dilakukan
dalam bermasyarakat. Ini membuktikan bahwa pada dasarnya filsafat pun membantu
masyarakat dalam memecahkan bermacam-macam masalah kehidupan. Salah satu tujuan
tulisan ini adalah menunjukkan apa yang dapat diberikan filsafat dalam hal Integrasi Islam
dan Ilmu Pengetahuan yang dapat diberikan dalam kehidupan.
Selain dari filsafat, ilmu pengetahuan pada hakekatnya mambantu manusia dalam
menjalani kehidupan. Namun secara hakiki terbatas sifatnya, untuk menghasilkan
pengetahuan yang setepat mungkin, semua ilmu membatasi diri pada tujuan atau bidang
tertentu. untuk meneliti bidang tersebut secara maksimal, ilmu-ilmu semakin mengkhususkan
metode-metode mereka. Dengan demikian, ilmu-ilmu tersebut tidak membahas pertanyaan
yang menyangkut manusia secara keseluruhan dan sebagai kesatuan yang utuh. Pertanyaan
yang mendasar tentang apa arti dan tujuan dari kehidupan apa kewajiban dan tujuan dari
kehidupan manusia, atau pun pertanyaan tentang pengetahuan dasar dari manusia.
Sebenarnya jawaban yang diberikan dapat mempengaruhi penentu dasar kehidupan manusia.
Di sinilah filsafat memainkan perannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pemabahasan pada latar belakang, dapat disimpulkan rumusan
masalahnya adalah:
1. Apa pengertian filsafat ilmu dan integrasi islam?
2. Bagaimana peran penting filsafat ilmu dalam berintegrasi islam?
3. Bagaiman hubungan antara filsifat ilmu dengan ilmu pengetahaun?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat ilmu dan integrasi islam.
2. Untuk peran penting filsafat ilmu dalam berintegrasi islam.
3. Untuk mengetahui hubungan antara filsafat ilmu dengan ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Filsafat Ilmu dan Integrasi Islam
Pengertian filsafat sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan antara satu ahli
filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda serta hamper sama banyaknya dengan ahli
filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni etimologi dan
terminology.
Kata filsafat dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah Falsafah dan dalam Bahasa
Inggris dikenal dengan Phylosophia terdiri atas kata Philein yang berarti cinta dan Sophia
yang berarti kebijaksanaan (wisdom) sehingga secara etimologis filsafat berarti cinta
kebijaksaan dalam arti yang sedalam-dalamnya. Plato berpendapat bahwa filsafat adalah
pengetahuan yang mecoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena
kebenaran itu mutlak di tangan Tuhan. Aristoles, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, dan
estetika.
Kata ilmu berasal dari Bahasa Arab “alima” dan berarti pengetahuan. Pemakain kata
ini dalam Bahasa Indonesia kita sebanding dengan istilah “science”. Science berasal dari
Bahasa latin. Ilmu adalah pengetahuan. Namun ada berbagai macam pengetahuan. Dengan
“pengetahuan ilmu” dimaksud pengetahuan yang pasti, dan betul-betul terorganisasi, jadi
berdasarkan kenyataan dan tersusun baik.
Setelah umat Islam mengalami kemunduran sekitar abad 13-20 M, pihak Barat
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah
dipelajarinya dari Islam, sehingga ia mencapai masa renaissance, ilmu pengetahuan umum
(sains) berkembang pesat di Barat, sedangkan ilmu pengetahuan Islam mengalami
kemunduran, yang pada akhirnya muncullah dikotomi antara dua bidang ilmu tersebut. Tidak
hanya sampai di sini, tetapi muncul pula sekularisasi ilmu pengetahuan di Barat yang
mendapat tantangan dari kaum Gereja. Galileo (L. 1564 M) yang dipandang sebagai
pahlawan sekularisasi ilmu pengetahuan mendapat hukuman mati pada tahun 1633 M, karena
mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan pandangan Gereja. Galileo memperkokoh
pandangan Copernicus bahwa matahari adalah pusat jagat raya berdasarkan fakta empiris
melalui observasi dan eksperimen. Sedangkan Gereja memandang bahwa bumi adalah pusat
juga raya (Geosentrisme) yang didasarkan pada informaasi Bibel.
Kondisi inilah yang memotivasi para cendekiawan muslim berusaha keras dalam
mengintegrasikan Kembali ilmu dan agama. Pendekatan integrative-interkonektif merupakan
usaha yang menjadikan sebuah keterhubungan antara keilmuan agama dan keilmuan umum.
Muara dari pendekatan integrative-interkonektif menjadikan ilmuan mengalami proses
obyektivikasi dimana keilmuan tersebut dirasakan oleh orang non Islam sebagai sesuatu yang
natural, tidak sebagai perbuatan keagamaan. Sekalipun demikian, dari sisi yang mempunyai
perbuatan, bisa tetap menganggapnya sebagai perbuatan keagamaan, termasuk amal,
sehingga Islam dapat menjadi rahmat bagi semua orang. Perbedaan pendekatan integrasi
dengan islamisasi ilmu adalah dalam hubungan antara keilmuan umum dengan keilmuan
agaman.
2.2 Peran Penting Filsafat dalam Berintegrasi Islam
Tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia berkaitan erat dengan
perkembangan ilmu dan teknologi. Keduanya saling melengkapi, menemukan, dan
memperbaharui konsep masing-masing dalam rangka mewujudkan tujuan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi ilmu tidak selalu membawa nilai positif terhadap
kehidupan manusia, mengingat selalu ada sisi negatif yang menciptakan kehancuran bagi
manusia itu sendiri.Perkambangan ilmu dan teknologi juga membawa manusia itu sendiri
melanggar berbagai hakikat ilmu yang telah ada. Dehumanisasi merupakan contoh nyata
akses teknologi yang memiliki sifat negatif. Adapun dehumanisasi merupakan suatu proses
yang menyebabkan manusia keluar dari jalur kodratnya sebagai manusia seutuhnya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dampak keberadaan ilmu bagi kehidupan manusia
bergantung pada operasional ilmu dan kontribusinya pada pemenuhan kebutuhan setiap
orang.
Filsafat ilmu mengalami perkembangan pesat sejak tahun 1960 seiring dengan
perkembangan pesat pada ilmu dan teknologi akibat hadirnya dukungan positivismeempirik
pada penelaahan dan pengukuran kuantitatif atas suatu gagasan atau kajian ilmiah.
Munculnya berbagai penemuan teori atas eksplorasi suatu ilmu dan teknologi berlangsung
dengan mengesankan, sebab dahulu keberadaan ilmu dan teknologi yang kini digunakan
manusia merupakan suatu kemustahilan. Berkat kemajuan ilmu dan teknologi semakin
meyakinkan manusia bahwa keterbatasan yang dihadapi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
dapat diatasi dengan baik lewat revolusi ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, keberadaan sifat
positivisme-empirik yang serba ilmiah telah membuktikan kehebatan ilmu dalam rangka
membangun kejayaan peradaban manusia.
Kontribusi ilmu tidak dipungkiri memiliki peran kuat dalam tatanan kehidupan
manusia. Selain itu, timbul persoalan-persoalan baru yang juga hampir menjadi krisis di
berbagai belahan dunia. Ilmu yang seharusnya menjadikan manusia lebih memiliki sifat
manusiawi justru membuatnya semakin serakah sehingga menyebabkan alam marah akibat
perlakuan manusia yang semakin hari semakin bertindak mengeksploitasi tanpa
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Selain itu, terjadi benturan
kebuadayaan yang muncul dari nilai dan pemaknaaan yang berbeda sehingga menciptakan
konflik yang tidak terkendali. Bahkan kemjauan teknologi-teknologi akibat munculnya teori-
teori terbarukan dari berbagai disiplin ilmu telah membawa dampak pada perubahan pola
aktivitas manusia, namun juga membawa petaka bagi manusia itu sendiri. Raksasaraksasa
teknologi justru berbalik menghantam manusia dengan menggantikan peran manusia dalam
berbagai aspek kehidupan. Berbagai persoalan tersebut merupakan dampak nyata yang
dihadapi oleh manusia akibat adanya perkembangan ilmu dan pergeseran paradigma
pembangunan.
Ilmu pengetahuan merupakan segala hal yang diketahui manusia yang sudah teruji
secara ilmiah sebagai suatu disiplin ilmu. Ilmu pengetahuan uncul dari kemampuan berpikir
manusia akibat pengalaman yang telah dilewati. Adapun kemampuan berpikir ini
ditransformasikan dalam bentuk lambang untuk kemudian dikomunikasikan sebagai simbol
ataupun formula tertentu. Keberadaan ilmu yang dikomunikasikan satu sama lain ini menjadi
wujud bahwa ilmu merupakan bentuk pemikiran yang diharapkan dapat membawa
kesejahteraan bagi umat manusia. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan manusia maka
hakikat ilmu berorientasi pada produk, proses, serta paradigma etika.
Integritas ilmu dalam aspek kehidupan manusia secara harafiah menggambarkan
peran ilmu dalam setiap dimensi kehidupan. Kehadiran ilmu pengetahuan dapat membantu
dan mempermudah pemahaman manusia atas setiap proses alam sehingga manusia secara
utuh dapat menjalankan fungsi kekhalifahan. Ilmu pengetahuan dengan segala
perkembangannya akan selalu dinantikan oleh umat manusia mengingat manfaatnya yang
dapat memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Perusakan nilai-nilai akibat perilaku
manusia yang melanggar tatanan ilmu harus diminimalisir dengan perwujudan pendidikan
karakter. Adapun karakter memegang peranan penting agar jati diri manusia sebagai makhluk
yang paling sempurna dan berdaya pikir tidak kehilangan esensinya. Manusia harus berilmu
dan berkarakter sehingga perkembangan ilmu tidak membawa petaka bahkan menjadikan
krisis identitas diri di masyarakat.
Integritas ilmu yang berlandaskan nilai-nilai atas norma sosial yang berlaku di
masyarakat ataupun norma agama akan membawa kemaslahatan bagi setiap manusia itu
sendiri. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa manusia berkedudukan sebagai pelaku (homo
faber), artinya manusia digambarkan sebagai makhluk yang membuat alat, adapun
keterampilan membuat alat dimungkinkan diperoleh manusia dari pengetahuan yang dimiliki.
Perpaduan antara ilmu dan pengetahuan memungkinkan manusia mendyagunakan
pemikirannya agar menciptakan suatu produk baru yang bermanfaat. Dengan kata lain ilmu
dan pengetahuan merupakan dua sisi yang saling melengkapi.
Revolusi ilmu pengetahuan dari wkatu ke waktu harus disikapi dengan moralitas yang
baik sehingga mampu memberikan arah bagi pengembangan ilmu, pengetahuan, teknologi,
dan segala aspek pendukung lainnya sehingga dapat membawa kemaslahatan bagi seluruh
umat manusia. Perkembangan ilmu juga harus tidak melunturkan nilai-nilai yang berkembang
utamanya nilai agama, sebab ilmu tanpa agama akan menjadi buta, sebaliknya agama tanpa
ilmu akan menjadi rapuh. Oleh karena itu, dua hal antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
moral merupakan satu kesatuan yang terikat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Ilmu pengetahuan yang ditransfer terhadap manusia lain dalam hal ini peserta didik
harus memuat pendidikan nilai karakter. Tujuan pendidikan nilai adalah membantu
mengembangkan kemahiran berinteraksi pada tatanan yang lebih tinggi serta meningkatkan
kebersamaan dan kekompakan interaksi yang terjalin antar umat mnausia. Keseluruhan
tujuan pendidikan nilai tersebut tidak akan terlaksana tanpa adanya pertimbangan
pinsipprinsip belajar. Keterlaksanaan pendidikan nilai sama halnya dengan mewujudkan
integritas ilmu dalam kehiddupan manusia. Nilai-nilai moral yang terbentuk di dalamnya
akan menjadi bekal bagi manusia yang bersangkutan ketika bertingkah laku di masyarakat.
Oleh karena itu, tidak heran jika bangsa Indonesia mengharapkan perwujudan konsep
manusia Indonesia seutuhnya dalam tujuan pendidikan nasionalnya. Konsep manusia
seutuhnya pada dasarnya memuat makna bahwa pendidikan memiliki tujuan untuk
membentuk manusia yang baik.
Setiap negara memiliki konsep ideal terhadap sosok manusia yang baik dengan
menerapkan dimensi dalam segala aspek kehidupannya. Bagi negara-negara dengan paham
sosialis maka konsep ideal manusia baik berlandaskan pada dimensi sosial, manusia ideal
dalam konsep ini cenderung tidak memiliki kebebasan karena kepentingan individu
tereliminasi oleh kepentingan umum atau negara. Begitu juga dengan negara-negara yang
menekankan dimensi religius maka konsep ideal manusia baik berlandasakan pada aspek
nilai-nilai religusitas. Adapun bangsa Indonesia telah sepakat bahwa sosok manusia baik ala
Indonesia disebut dengan manusia Indonesia Seutuhnya yang menempatkan seluruh dimensi
kemanusiaan secara serasi, seimbang, selaras berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
Konsep lain tentang definisi manusia Indonesia sutuhnya tertuang dalam tujuan
pendidikan nasional. Adapun konsep tujuan pendidikan nasional merupakan rumusan
manusia baik yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia pada periode waktu tertentu. Adapun
tujuan
2.3 Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah insting akal manusia yang secara sistematis dalam
menciptakan kebutuhan (teori) baru sebagai pemenuhan hasrat atas rasa ingin tahu (Wilujeng,
2014: 104). Ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) kelanjutan konseptual dari ciri-ciri
“ingin tahu” sebagai kodrat manusiawi. Rasa ingin tahu manusia boleh dikatakan tak pernah
ada batasnya.Selalu ingin mencari dan menemukan yang baru. Dalam kehidupannya manusia
selalu berhadapan dengan berbagai peristiwa dan gejala di lingkungan. baik yang
menyangkut alam, maupun manusia. Didorong rasa ingin tahunya manusia berupaya untuk
menemukan jawabannya. Ilmu pengetahuan terus berkembang melalui kajian-kajian yang
dilakukan para ilmuwan (Jalaludin, 2013: 91). Ilmu pengetahuan digunakan sebagai pijakan
manusia untuk mencari teori-teori baru dengan metode dan prosedur tertentu agar
memperoleh tujuan yang telah ditentukan. Disisi lain, ilmu pengetahuan harus bersifat
sistematis dan teratur berdasarkan metodologi tujuannya agar mencapai generalisasi keilmuan
yang diinginkan.
Ilmu pengetahuan merupakan sebuah rangkaian konseptual atau teori yang saling berkaitan
dan memberi tempat untuk pengkajian secara kritis menggunakan metode ilmiah yang
bersifat sistematik, objektif dan universal. Ilmu pengetahuan memang berdasarkan
“pengetahuan biasa”, yang disempurnakan, diperluas, supaya pasti dan benar, sehingga
manusia bisa mendekati apa yang dicita-citakannya. Secara sederhana ilmu pengetahuan
dapat diartikan sebagai pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah
pencapaiannya dapat dipertanggungjawabkan secara teoritis.
Hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan bahwa semuanya merupakan dari kegiatan manusia.
Kegiatan manusia diartikan dalam sebuah prosesnya dan juga dalam hasilnya. Bila dilihat
dari hasilnya, keduanya merupakan hasil daripada berpikir manusia secara sadar. Bila dilihat
dari segi prosesnya, menunjukkan suatu kegiatan yang berusaha untuk memecahkan masalah-
masalah dalam kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan), dengan
menggunakan metode-metode atau prosedur-prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.
Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah satu kesatuan dan memiliki hubungan yang saling
melengkapi antara satu dengan lainnya. Perbedaan yang terdapat dari keduanya bukan untuk
dipertentangkan, melainkan untuk saling melengkapi, dan saling mengisi. Pada hakikatnya,
perbedaan itu terjadi disebabkan cara pendekatan yang berbeda. Filsafat tidak hanya
melukiskan sesuatu, melainkan membantu manusia untuk mengambil keputusan tentang
tujuan, nilai dan tentang apa-apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak netral, karena
faktor-faktor subjektif memegang peranan yang penting dalam berfilsafat, ilmu mulai dengan
asumsi-asumsi. Filsafat juga mempunyai asumsi-asumsi dan menyelidiknya atau
merenungkannya karena ia meragukan terhadap asumsi tersebut. Ilmu pengetahuan
menggunakan eksperimentasi terkontrol sebagai metode yang khas. Verifikasi terhadap teori
dilakukan dengan jalan mengujinya dalam praktik berdasarkan penginderaan. Sedangkan
filsafat dengan melalui akal pikiran yang didasarkan kepada semua pengalaman insani,
sehingga dengan demikian filsafat dapat menelaah masalah-masalah yang tidak dapat
dicarikan penyelesaiannya oleh ilmu (French & McKenzie, 2016).
Hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan saling berkaitan karena semuanya merupakan
kegiatan manusia. Hubungan keduanya diibaratkan filsafat sebagai induknya ilmu sedangkan
ilmu pengetahuan sebagai anak filsafat. Mengapa demikian, karena filsafat sifatnya lebih luas
atau universal objeknya. Sedangkan ilmu pengetahuan objeknya terbatas karena hanya di
dalam bidang tertentu. Filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat saling bertemu sebab kedua-
duanya menggunakan metode pemikiran reflektif dalam usaha untuk menghadapi fakta-fakta
dunia dan kehidupan. Keduanya menunjukkan sikap kritik, dengan pikiran terbuka dan
kemauan yang tidak memihak, untuk mengetahui hakikat kebenaran. Mereka berkepentingan
untuk mendapatkan pengetahuan yang teratur. Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan
yang deskriptif dan faktual yang sangat penting untuk membangun filsafat. Tiap filsuf dan
suatu periode lebih condong untuk merefleksikan pandangan ilmiah pada periode tersebut.
Sementara itu, ilmu pengetahuan melakukan pengecekan terhadap filsafat, dengan
menghilangkan ide-ide yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Sedangkan Filsafat
mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dan berbagai ilmu, kemudian mengaturnya
dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu. Dalam hubungan ini, kemajuan
ilmu pengetahuan telah mendorong kita untuk menengok kembali ide-ide dan interpretasi
kita, baik itu dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam bidang-bidang lain. Sebagai
salah satu contoh, konsep evolusi mendorong kita untuk meninjau kembali pemikiran kita,
hampir dalam segala bidang. Kontribusi yang lebih jauh, yang diberikan filsafat terhadap
ilmu pengetahuan, adalah kritik tentang asumsi, postulat ilmu dan analisa kritik tentang
istilah-istilah yang dipakai (Juhaya, 2003: 13).
Hubungan Ilmu dengan Filsafat pada mulanya ilmu yang pertama kali muncul ialah filsafat
dan ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat. Sedangkan filsafat merupakan induk dari
segala ilmu karena menjelaskan tentang abstraksi/sebuah yang ideal. Filsafat tidak terbatas,
sedangkan ilmu terbatas sehingga ilmu menarik bagian filsafat agar bisa dimengerti oleh
manusia. Filsafat dan ilmu saling terkait satu sama lain, keduanya tumbuh dari sikap refleksi,
ingin tahu, dan dilandasi kecintaan pada kebenaran. Filsafat dengan metodenya mampu
mempertanyakan keabsahan dan kebenaran ilmu, sedangkan ilmu tidak mampu
mempertanyakan asumsi, kebenaran, metode, dan keabsahannya sendiri. Ilmu merupakan
masalah yang hidup bagi filsafat dan membekali filsafat dengan bahan-bahan deskriptif dan
faktual yang sangat perlu untuk membangun filsafat. Filsafat dapat memperlancar integrasi
antara ilmu-ilmu yang dibutuhkan. Filsafat adalah meta ilmu, refleksinya mendorong
peninjauan kembali ide-ide dan interpretasi baik dari ilmu maupun bidang-bidang lain. Ilmu
merupakan konkretisasi dari filsafat. Filsafat dapat dilihat dan dikaji sebagai suatu ilmu, yaitu
ilmu filsafat. Sebagai ilmu, filsafat memiliki objek dan metode yang khas dan bahkan dapat
dirumuskan secara sistematis. Filsafat dan ilmu pengetahuan mengkaji seluruh fenomena
yang dihadapi manusia secara kritis refleksi, integral, radikal, logis, sistematis, dan universal
(kesemestaan) guna mencapai tujuan yang diinginkannya.
pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional tersebut
diimplikasikan dalam kurikulum 2013 sebagai penegasan kembali agar generasi bangsa tidak
sekedar unggul dalam aspek kognitif, melainkan juga maju dalam aspek sikap, kepribadian,
dan keterampilannya.
Implikasi pendidikan nilai menjadi bagian tak tepisahkan dari penegasan integritas
ilmu agar kebermanfaatan ilmu dalam segala aspek kehidupan manusia membawa dampak
positif. Rumusan integritas ilmu dalam aspek kehidupan manusia dapat dimulai dengan
penekanan kembali mengenai wawasan spiritual untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan
dengan dimensi religusitas. Selain itu, dapat dilakukan penyelenggaraan pendidikan yang

Anda mungkin juga menyukai