Anda di halaman 1dari 129

Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial

Volume 14 No 2 Juni 2015


ISSN 1412 - 6451

Daftar Isi

Editorial

1. Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan Kemiskinan Berperspektif 123 - 136
Gender
Three Pillars Approach as Gender Perspective and Poverty Alleviation Model
(Rosalia Indriyati S., Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki)

2. Efek Modal dan Dukungan Sosial terhadap Kesejahteraan Lanjut Usia Peserta 137 - 148
Program Home Care
The Effect of Social Capital and Social Support toward Elderly Welfare Members
of Home Care Program
(Mariani, Subhan Kadir, dan Sunarru Samsi Hariadi)

3. Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal 149 - 162


Analyze on Social Insurance and Protection of Informal Workers
(Akhmad Purnama)

4. Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) dalam Pengentasan Kemiskinan 163 - 180
Business Group Program Performance on Poverty Elevation
(Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

5. Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran 181 - 196


Measuring Social Change of Migrant Family
(Sri Kuntari)

6. Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja 197 - 210


The Influential Factors of Children to Work
(Ikawati)

7. Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS 211 - 224


People Knowledge on HIV/AIDS
(Soetji Andari)

8 Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk 225 - 236
Kedungombo
Social Change of Downstream Triangle Community as an Impact of Kedungombo
Dam Development
Gunanto Surjono
Editorial

Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan Kemiskinan Berperspektif Gender, tulisan
Rosalia Indriyati. S, Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki, membuka JPKS Volume 14 Nomor 2
Juni 2015. Disusul Efek Modal dan Dukungan Sosial terhadap Kesejahteraan Lanjut Usia Peserta
Program Home Care, yang disajikaan oleh Mariani, Subhan Kadir, dan Sunarru Samsi Hariadi. Dalam
permasalahan lain, Akhmad Purnama mengungkapkan tentang Analisis Perlindungan Jaminan Sosial
bagi Pekerja Informal, disusul dengan sajian tentang Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) dalam
Pengentasan Kemiskinan, oleh Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh. Kondisi
keluarga migran diungkapkan oleh Sri Kuntari dalam Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran,
disusul oleh Ikawati dengan tulisan tentang Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja. Pengetahuan
Masyarakat tentang HIV/AIDS di DIY diungkapkan oleh Soetji Andari, yang kemudian ditutup oleh
Gunanto Surjono dalam Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk
Kedungombo.

Dewan Redaktur
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial

ISSN 1412 - 6451 Vol 14 No 2 Juni 2015

Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh digandakan tanpa ijin dan biaya
Keywords are extacted from articles. Abstract may be reproduced without permission and cost

Rosalia Indriyati S., Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki (Universitas PGRI Yogyakarta)
Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan Kemiskinan Berperspektif Gender
Three Pillars Approach as Gender Perspective and Poverty Alleviation Model
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 14 No 2 Juni 2015, hal 123 - 136

The purpose of this research are to conduct an inventory of village poverty problems, describe
the actual conditions of rural women poverty map, analyze the poverty alleviation programs with
a gender perspective, as well as an overview of coordination between relevant agencies poverty
alleviation programs, formulate policy design strategy model of poverty reduction through socio-
cultural approach and economics. This research is qualitative approach. Data are collected through
observation, documentation, and depth interview. Research subjects are officials and community
members of poverty alleviation programs. It can be revealed that the numbers of poor households
in Sleman Regency are 45.037 families (13.89 persen). Various poverty alleviation programs have
been conducted by various work units, but the synergy among units in the poverty eradication
program not yet works, although the target data used program has been one source. Programs among
agencies run their own because they often work in sectoral programs. The results of the research
can be summarized as follows: Sleman district government strongly supports reduction gender
perspective model, since there is a gender disparity in Sleman, which can be seen from index of
79.29 persen, gender development index 75.76 persen and gender inequality gap 3.65 persen. This
is due to the access to better education school are male dominated; Access to capital strengthening
male-dominated, women still lack of access. Poverty alleviation models with a gender perspective
can be tested in Sleman, and will be a pioneer for women with access to poverty reduction. The
results of the questionnaire showed that the stage in the design of the model is expressed well, and
the meaning of each stage is considered good. Thus, the model of a gender perspective in poverty
reduction strategies can be tested.

Keywords: Three Pillars; Poverty Reduction Model; Gender Perpsective

Tujuan penelitian untuk melakukan inventarisasi masalah kemiskinan di desa, mendeskripsikan


kondisi aktual peta kemiskinan perempuan desa, menganalisis program pengentasan kemiskinan
berperspektif gender, gambaran koordinasi antar instansi terkait program pengentasan kemiskinan,
dan merumuskan rancangan kebijakan model strategi pengentasan kemiskinan melalui pendekatan
sosio kultural, dan ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi, wawancara mendalam. Subyek penelitian
pejabat dinas terkait dan masyarakat sasaran program pengentasan kemiskinan. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa jumlah KK miskin Kabupaten Sleman 45.037 KK (13,89 persen).
Berbagai program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh berbagai Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), tetapi belum diketahui secara pasti tingkat sinergitas antarinstansi dalam program
pengentasan kemiskinan, meskipun data sasaran program yang digunakan satu sumber. Program
antarinstansi berjalan sendiri-sendiri karena masih sering terjadi program sektoral. Hasil Focus
Group Discussion (FGD) dapat dirangkum sebagai berikut. Pemerintah Kabupaten Sleman sangat
mendukung model pengentasan berperspektif gender, mengingat masih ada ketimpangan gender,
yang dapat diketahui dengan IPM 79,29 persen, indeks pembangunan gender 75,76 persen ada
kesenjangan 3,65 persen kesenjangan gender, dikarenakan akses pendidikan lama sekolah lebih
bagus laki-laki, penguatan modal didominasi laki-laki, perempuan masih kurang mendapatkan
akses, sehingga model pengentasan kemiskinan dengan perspektif gender dapat diujicobakan di
Kabupaten Sleman, dan menjadi pionir untuk perempuan dengan akses mengurangi kemiskinan.
Hasil angket menunjukkan, bahwa tahapan dalam rancangan model dinyatakan baik, makna dari
setiap tahapan dinilai baik. Model dari strategi pengentasan kemiskinan berperspektif gender dapat
diujicobakan .

Kata Kunci: Tiga Pilar; Model Pengentasan Kemiskinan; Perspektif Gender

Mariani, Subhan Kadir, dan Sunarru Samsi Hariadi (PSTW Gau Mabaji Gowa)
Efek Modal dan Dukungan Sosial terhadap Kesejahteraan Lanjut Usia Peserta Program
Home Care
The Effect of Social Capital and Social Support toward Elderly Welfare Members of Home
Care Program
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 14 No 2 Juni 2015, hal 137 - 148

The purpose of the research is to analyze the influence of social capital and social support
toward elderly welfare, involving 35 elderly participants in Home Care Program as respondents.
This research is quantitative method. The results showed that although social capital and social
support are at a high level, but they did not necessarily have impact on improving the welfare for
the elderly. The result of regression analysis showed no significant effect of social capital (t = 0.812.
P> α 0.05) and social support (t = 0.333. P> α 0.05) separately and collectively (F = 0.552. P>
α 0,05) on the welfare of the elderly. The value of R = 0.191 indicates a very weak relationship
between social capital and social support to the elderly welfare. Contribution influenced of social
capital and social support to the elderly welfare is only 3.6persen (R2 = 0.036). The rest of 96.4
persen are caused by other factors not included in the variables of this study. The effect of social
capital and social support to welfare of the elderly is on physical and psychosocial aspects only.
Other aspects included welfare indicators consist of environmental conditions, especially housing,
access to public and social services, and household economic are not maximal. It is recommended
that home care program further to strengthen social capital and social support should be specifically
directed to elderly welfare. The program should be implemented by encouraging active participation
of community in order to continue the program without depending external parties.

Keywords: Social Capital; Social Support; Home Care; Elderly Welfare

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap
kesejahteraan lanjut usia. Melibatkan 35 lanjut usia peserta Program Home Care sebagai responden.
Penelitian menerapkan metode kuantitatif korelasional. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
walaupun modal sosial dan dukungan sosial berada pada tingkat yang tinggi tetapi tidak serta merta
berdampak pada meningkatnya kesejahteraan bagi lanjut usia. Analisis regresi menunjukkan tidak
ada pengaruh signifikan modal sosial (t = 0,812. p > α 0,05) dan dukungan sosial (t = 0,333. p >
α 0,05) secara terpisah dan secara bersama (F = 0,552. p > α 0,05) terhadap kesejahteraan lanjut
usia. Nilai R = 0,191 menunjukkan hubungan yang sangat lemah antara modal sosial dan dukungan
sosial terhadap kesejahteraan lanjut usia. Sumbangan pengaruh modal sosial dan dukungan sosial
terhadap kesejahteraan lanjut usia hanya 3,6 persen (R2 = 0,036). 96,4 persen disebabkan oleh
faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel penelitian ini. Modal sosial dan dukungan
sosial mempengaruhi kesejahteraan lanjut usia hanya pada aspek fisik dan Psikososial saja. Aspek
lainnya yang termasuk dalam indikator kesejahteraan meliputi kondisi lingkungan terutama tempat
tinggal, akses terhadap pelayanan publik dan sosial, serta ekonomi keluarga belum maksimal.
Disarankan agar program Home Care lebih memperkuat Modal Sosial dan Dukungan Sosial yang
secara spesifik diarahkan kepada kesejahteraan lanjut usia. Program dijalankan dengan mendorong
partisipasi aktif masyarakat agar terus berlanjut secara berkesinambungan tanpa bergantung pihak
luar.

Kata kunci: Modal Sosial; Dukungan Sosial; Home Care; Kesejahteraan Lanjut Usia

Akhmad Purnama (B2P3KS)


Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal
Analyze on Social Insurance and Protection of Informal Workers
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 14 No 2 Juni 2015, hal 149 - 162

The research means to know the beneficiary of New Initiative Social Welfare Insurance
program on informal workers protection. The research is implemented in Malang Regency, Central
Java Province. Data resources are participant and implementer of the program (LPA management
team, program guides, and controller) all are 60 people. Data are gathered through interview,
documentary analysis, and focus group discussion. Data are analyzed through qualitative-
descriptive technique. The result shows that New Initiative Social Welfare program is very beneficial
for informal workers, create safety feeling for the participant and get income substitute should
they face working accident and dye, reduce family bandage and enhance lives needs normally.
It is recommended that The Ministry of Social Affairs, through the General Directorate of Social
Insurance and Protection resume the program for informal workers with low wage and widen
the outreach of contribution assistance receivers (PBI). It needs also socialization and procures
adequate facilities of the program holders. It needs also joint-venture between The Ministry of
Social Affairs and Social Insurance Board holder in covering health, working accident, and mortal
insurance. The improvement of LPA role and guidance motivate low waged informal workers of
the importance to participate in social insurance.

Keywords: Informal Workers; Social Protection; New Initiative Social Welfare

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemanfaatan program Askesos New Initiative dalam
perlindungan bagi pekerja informal. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pemalang Provinsi
Jawa Tengah, sumber data penelitian meliputi peserta dan pelaksana (LPA, pendamping, tim
pengendali, PT Jamsostek) berjumlah 60 orang. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, dan
telaah dokumen serta dilakukan FGD. Analisis penelitian digunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan Program Askesos New Initiative yang dilaksanakan di Kabupaten
Pemalang sangat bermanfaat bagi pekerja sektor informal, yaitu terciptanya rasa aman bagi peserta;
Mandapatkan pengganti penghasilan apabila terjadi resiko kecelakaan kerja atau kematian; dapat
mengurangi beban keluarga dan meningkatkan kebutuhan hidup secara layak. Rekomendasi yang
diajukan Kementerian Sosial RI cq Direktorat Linjamsos untuk melanjutkan program jaminan
sosial bagi pekerja informal penghasilan rendah dan memperluas jangkaun penerimaan bantuan
iuran (PBI). Perlu adanya sosialisasi dan mempersiapkan sarana prasarana yang memadai oleh
penyelenggara. Perlu kerjasama antara Kementerian Sosial dengan BPJS Ketenagakerjaan
mengenai cakupan program jaminan sosial berupa jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan
jaminan kematian. Peningkatan peran LPA dan Pendamping memotivasi Pekerja Sektor Informal
berpenghasilan rendah tentang pentingnya ikut jaminan sosial.

Kata Kunci: Pekerja Sektor Informal; Perlindungan Sosial; Program Askesos New Initiative

Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh (B2P3KS)


Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) dalam Pengentasan Kemiskinan
Business Group Program Performance on Poverty Elevation
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 14 No 2 Juni 2015, hal 163 - 180

This research means to reveal business group (Kube) seen from social, economic, and
institutional aspects, including its benefit to the members of the poor community, its handicap and
supporting factors. This research is qualitative-descriptive approach. Data resources are from eight
business groups, the informants are rural local officials from related institution, social guides, social
volouteers, informal leaders, women caders, cooporational partners, and community members
form Kupang Municipality and Regency. Data are gathered through interview, observation, and
documentary analysis. Data are analysed through interpretive-descriptive technik. The result shows
that kubes are in developing category. If they seen form social performance aspect, five kubes have
good score, three kubes have sufficient score, seen from social aspect there are five kubes have good
score, three kubes have sufficient score. If they seen seen from institutional aspect, one kube has
good score, and three kubes have sufficient score, and four Kubes have poor score. kube as a mean
of empowerment and poverty elevation should improve its performance so that kube as a business
group can be achieved. Kube can be economic institution that based on the spirit of togetherness
and solidarity, national loyalty, that it can improve lives and social welfare qualities.

Keywords: Performance; Business Group; Poverty Elevation

Penelitian ini bertujuan mengungkap implementasi kinerja Kube dilihat dari aspek sosial,
ekonomi dan kelembagaan, faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Kube, serta manfaat
Kube bagi anggota dan masyarakat yang dijadikan indikator keberhasilan dalam pengentasan
kemiskinan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan sumber data informan terkait,
meliputi aparat pemerintah desa, pendamping, relawan sosial, tokoh masyarakat, kader perempuan,
dan mitra usaha (dunia usaha yang terlibat kegiatan Kube). Rincian informan meliputi, pejabat
instansi terkait, pendamping kube, relawan, tokoh informal, mitra usaha, warga masyarakat seki-
tar kube dari Kabupaten dan Kota Kupang. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara,
observasi, dan telaah dokumen. Data yang telah terkumpul di analisis secara deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan delapan Kube dalam kategori berkembang. Berdasarkan pada analisis
kinerja kube dilihat dari aspek sosial, ada lima kube bernilai baik dan tiga kube bernilai kurang,
dilihat dari aspek ekonomi terdapat satu kube bernilai baik, tiga kube bernilai cukup, dan empat
kube bernilai kurang. Dilihat dari aspek kelembagaan, ada satu kube yang bernilai baik dan tiga
kube bernilai cukup serta empat Kube bernilai kurang. Kube sebagai wadah pemberdayaan dalam
pengentasan kemiskinan perlu meningkatkan kinerjanya agar keberhasilan Kube menjadi usaha
ekonomi kelompok dapat terwujud. Kube dapat menjadi potensi ekonomi berbasis kelompok
yang mengedepankan semangat kebersamaan berlandaskan kesetiakawanan sosial sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial.

Kata Kunci: Kinerja; Kube; Pengentasan Kemiskinan

Sri Kuntari (B2P3KS)


Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran
Measuring Social Change of Migrant Family
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 14 No 2 Juni 2015, hal 181 - 196

The research on measuring social welfare of migrant families is to describe social change in
migrants familie structure. Methodologically, the approach used is qualitative-descriptive. Research
location ditermined purposively in Sukabumi Regency, West Java Province, based on cosideration
that in this regency many migrant workers go abroad, especially women working in informal sector.
Subjects in this research are migrant worker women, chosen purposively, based on criteria they
ever worked or are on leave status and will work back abroad. Data are gathered through interview
and documentary analysis, and analyzed through qualitative-descriptive technique. The research
finds that the decession of working abroad as migrant workers causes basic change in family
lives to be better. The change caused by remintant contribution from working abroad, families
are able enhance life quality, both on their children education and economic-social improvement.
But behind its positive change there is negative change, namely the cofusing of family member
functions, between husbands and wives during they are abroad. It is recommended it should be set
an integrated services unit, untited from related agencies to identify problems and needs of social
services to ex-migrant workers, also it should be set local group work and communication forum
for ex-migrant workers under supervision and guidance of related agencies.

Keywords: Migrant Worker Family; Social Change

Penelitian menakar kesejahteraan sosial keluarga pekerja migran bertujuan mengetahui


perubahan sosial dalam struktur keluarga migran. Secara metodologis, metode pendekatan yang
digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu di
Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, dengan pertimbangan bahwa daerah ini banyak
mengirim pekerja migran ke luar negeri, umumnya dilakukan oleh perempuan dan bekerja di sektor
informal. Subjek penelitian ditentukan secara purposive yang didasarkan pada kriteria tertentu yakni
orang yang pernah menjadi pekerja migran dan yang sedang pulang kampung tetapi masih ingin
bekerja lagi sebagai pekerja migran ke luar negeri. Pengumpulan data menggunakan wawancara
dan pengumpulan dokumen, data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan tehnik
analisis deskriptif-kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa keputusan perempuan pergi ke luar
negeri menjadi pekerja migran menyebabkan perubahan mendasar dalam kehidupan keluarga ke
arah yang lebih baik. Perubahan terjadi dengan kontribusi remitan yang diperoleh selama menjadi
pekerja migran, keluarga mampu memperbaiki kualitas hidup, baik dalam hal pendidikan anak
maupun dalam peningkatan sosial-ekonomi. Namun di balik keberhasilan tersebut ditemukan adanya
suatu perubahan negatif, yaitu kekacauan fungsi keluarga (suami atau istri) selama ditinggal ke
luar negeri. Rekomendasi yang diajukan adalah perlunya dibentuk unit pelayanan terpadu yang
terdiri atas beberapa instansi terkait dalam rangka mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan
pelayanan sosial bagi eks pekerja migran, juga perlunya dibentuk kelompok kerja dan forum
paguyuban pekerja migran di daerah asal dengan pengawasan dan pembinaan dari unit pelayanan
terpadu.

Kata Kunci: Perubahan Sosial; Keluarga Migran

Ikawati (B2P3KS)
Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja
The Influential Factors of Children to Work
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 14 No 2 Juni 2015, hal 197 - 210

This research is to analysis the influential factors children to work and its impact on their
physical, psychical, and social condition, and its contribution on economic and social, including
family, community, and government efforts on stemming the number of working children. This
research is qualitative descriptive, research location determined purposively in West Java, East
Java, West Nusa Tenggara. Research subjects are children working abroad that happen having
vacation in their villages. Based on purposive determination, it is found 30 children as samples. Data
gathered through interview, focus group discussion, observation, and documentary analysis. Data
are analyzed through qualitative-descriptive technique. The research finds that the causal factors
of children to work are the condition of parent education and their low income, and the number of
many family members that should be held, and family in harmony. The impact of children working
is delaying their growth, physically, psychologically, and socially. The contribution of children
work is increasing the social and economy of the family, such as income and schooling members
of the family, and increasing members of the family in social activity. Some family, community, and
government efforts to stem the number of working children are sending the children until primary
school, diffusing information on the important of children education, monitoring on learning time,
forming learning group, looking for reference on school grant, making data on children drop out,
giving work skills, giving entrepreneur capital for family with vulnerable economy, monitoring on
identity card faking, and limiting working letter to children under age. Some of the government
effort to stem the number of working children are, nine-year schooling obligation program,
electronic identification card, issuing regulation on the protection of working children and law
measurement on children traffickers. It is recommended for the Ministry of Social Affairs through
the Directorate of Violent Victims of Migrant Workers on poor family empowerment program, that
in sending migrants workers areas based on local potential, children committing in work should
be prevented.

Keywords: Working Children; Causal Factors

Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi anak bekerja,


dampaknya terhadap kondisi fisik, psikis, sosial anak, dan kontribusinya terhadap ekonomi dan
sosial, serta upaya keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam menekan jumlah anak bekerja.
Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, lokasi penelitian ditentukan secara purposif di
Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Subyek penelitian adalah anak yang
bekerja di luar negeri dan secara kebetulan sedang berada atau libur di desanya, berdasarkan teknik
purposif ditemukan 30 anak. Pengumpulan data menggunakan wawancara, FGD, observasi dan
telaah dokumen. Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif. Temuan dilapangan
menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab anak bekerja adalah kondisi tingkat pendidikan
orangtua dan penghasilan yang rendah serta jumlah tanggungan orangtua yang banyak dan adanya
ketidakharmonisan keluarga. Dampak anak bekerja dapat menghambat tumbuh kembang mereka,
baik secara fisik, psikis dan sosial. Kontribusi anak bekerja adalah meningkatkan kondisi ekonomi
dan sosial keluarganya, seperti peningkatan penghasilan, dapat menyekolahkan anggota keluarga,
dan meningkatnya keterlibatan anggota keluarga dalam kegiatan sosial. Upaya keluarga, masyarakat
dan pemerintah dalam menekan jumlah anak bekerja antara lain keluarga telah menyekolahkan anak
(tamat SD), mengadakan penyuluhan tentang pentingnya tumbuh kembang anak, pemantauan jam
belajar anak, membentuk kelompok belajar, mencarikan rujukan bea siswa, pendataan anak putus
sekolah, memberikan keterampilan kerja, modal usaha kepada keluarga rawan sosial ekonomi,
memantau terjadinya pemalsuan KTP, dan membatasi memberikan surat keterangan bekerja bagi
anak yang masih di bawah usia. Upaya pemerintah dalam menekan jumlah anak yang bekerja antara
lain, wajib belajar sembilan tahun, kartu penduduk sistem elektronik, penerbitan peraturan tentang
perlindungan anak yang bekerja dan penindakan hukum bagi pelaku trafficking. Rekomendasi yang
diajukan pada Kementrian Sosial RI melalui Direktorat Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja
Migran dalam program pemberdayaan keluarga miskin di daerah asal pekerja migran (PM) berbasis
potensi lokal, agar dapat tercegah keterlibatan anak yang bekerja.

Kata kunci: Masalah-Anak-Bekerja

Soetji Andari (B2P3KS)


Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS
People Knowledge on HIV/AIDS
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 14 No 2 Juni 2015, hal 211 - 224

The highest number of people living with HIV/AIDS are of childbearing age. The cumulative
proportion of people living with HIV/AIDS in Yogyakarta is located at the level of 20-29 years of
age. High activity in this age group makes a lot of productive risky sexual behavior. In the number
of persons over the last ten years has increased tenfold. The research is meant to find out about
people’s knowledge on the spread of HIV/AIDS in Yogyakarta. This study used is descriptive
method, a research procedure that produces descriptive data in the form of words written or
spoken by persons or behavior that being observed. This research is directed at the background
of the individual in holistic and detail describtion on the phenomena of various things about
the knowledge of the various groups on HIV/AIDS. The results of the study shows that there are
many who do not know the transmission mode of this virus. They do not know how the disease is
transmitted and only know the transmission of disease when in contact with people living with HIV/
AIDS. Nearly 50 percent of respondents of the communities living around people with HIV/AIDS
can not name a single cause of HIV/AIDS. This means that public knowledge about the disease
around the respondents are not widely known. However, the level of knowledge possessed by peers
(peer group) is quite good, because they are able to explain the cause of the spread of HIV/AIDS.
Similarly with PLWHA (People Living with HIV/AIDS) and OHIDA (People living with people
with HIV/AIDS) are used as the respondents have a fairly good knowledge about the causes of the
spread of HIV/AIDS.

Keywords: People; Knowledge; HIV/AIDS


Jumlah terbanyak dari penyandang HIV/AIDS adalah usia produktif. Secara kumulatif proporsi
penyandang HIV/AIDS di Yogyakarta berada pada tataran usia 20-29 tahun. Aktivitas yang tinggi
pada usia ini membuat banyak kelompok produktif yang melakukan perilaku seks berisiko. Per-
tambahan jumlah penyandang selama sepuluh tahun terakhir meningkat sepuluh kali lipat. Untuk
mengetahui pengetahuan masyarakat tentang penyebaran HIV/AIDS di Yogyakarta, penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif, yang merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.
Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh), mendeskripsikan secara
terperinci fenomena tentang berbagai pengetahuan dari berbagai kalangan masyarakat tentang virus
HIV/AIDS, dan berusaha menggambarkan suatu gejala sosial tersebut. Hasil penelitian menunjuk-
kan ternyata warga masyarakat banyak yang tidak tahu cara penularannya virus ini. Mereka tidak
mengetahui bagaimana penyakit tersebut ditularkan dan hanya tahu penularan penyakit apabila
bersentuhan dengan penyandang HIV/AIDS. Hampir 50 persen responden dari unsur masyarakat
yang tinggal di sekitar penyandang HIV/AIDS tidak dapat menyebutkan satu pun penyebab HIV/
AIDS. Artinya pengetahuan masyarakat tentang penyakit di sekitar responden sedikit. Namun ting-
kat pengetahuan yang dimiliki oleh teman sebaya (peer group) cukup baik, karena mereka mampu
menjelaskan penyebab penyebaran HIV/AIDS. Demikian pula dengan ODHA (Orang dengan HIV/
AIDS) atau OHIDA (Orang yang hidup dengan penyandang HIV/AIDS) yang dijadikan responden
memiliki pengetahuan baik mengenai penyebab penyebaran HIV/AIDS.

Kata kunci: Masyarakat; Penyebaran; HIV/AIDS

Gunanto Surjono (B2P3KS)


Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk Kedungombo
Social Change of Downstream Triangle Community as an Impact of Kedungombo Dam
Development
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 14 No 2 Juni 2015, hal 225 - 236

This research is done to describe social change on the community living at downstream
triangle of Kedungombo water reservoir, Central Java. Approaching model used in this research
is quantitative-descriptive, which is implemented through informants choosing, gahtering and
analizing data techniques as follows: Informants are choosen purposively those who saw and
experieced their changing environment, form piece of farm land to water reservoir (dam). Data
are gathered through interview with informants through snowball technique. The research finds
that a significant change happens to the downstream triangle community during 25 years of their
environmental change on the aspect of communal economy, family system, relation with local
government, and local belief.

Keywords: Social Change; Community; Downstream Triangle

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan perubahan sosial pada komunitas masyarakat
di daerah segitiga hilir waduk Kedungombo, Jawa Tengah. Model pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif, yang diimplementasikan melalui teknik pengumpulan
data wawancara, pemilihan informan secara purposif dengan jumlah yang ditentukan secara
snowball terhadap informan yang mengalami perubahan alam lingkungan dari semula hamparan
tanah pertanian ke air waduk irigasi. Penelitian ini menemukan bahwa perubahan sosial terjadi
dalam masyarakat segitiga hilir dalam aspek ekonomi lokal, sistem kekeluargaan, hubungan
dengan pemerintah setempat, dan kepercayaan yang dianutnya setelah perubahan alam lingkungan
berlangsung selama 25 tahun.

Kata Kunci: Perubahan Sosial; Komunitas; Segitiga Hilir


1
Pendekatan Tiga Pilar
Sebagai Model Pengentasan Kemiskinan Berperspektif Gender
Three Pillars Approach
as Gender Perspective and Poverty Alleviation Model

Rosalia Indriyati S., Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki


Universitas PGRI Yogyakarta, Jl. PGRI I/117 Sonosewu Yogyakarta Telpon (0274) 376808, fax (0274) 376808.
E-mail: iin.rosalia@yahoo.com Diterima 17 November 2014, direvisi 20 Februari 2015, disetujui 15 Maret 2015

Abstract

The purpose of this research are to conduct an inventory of village poverty problems, describe the actual conditions
of rural women poverty map, analyze the poverty alleviation programs with a gender perspective, as well as an overview
of coordination between relevant agencies poverty alleviation programs, formulate policy design strategy model of poverty
reduction through socio-cultural approach and economics. This research is qualitative approach. Data are collected
through observation, documentation, and depth interview. Research subjects are officials and community members of
poverty alleviation programs. It can be revealed that the numbers of poor households in Sleman Regency are 45.037
families (13.89 persen). Various poverty alleviation programs have been conducted by various work units, but the synergy
among units in the poverty eradication program not yet works, although the target data used program has been one source.
Programs among agencies run their own because they often work in sectoral programs. The results of the research can
be summarized as follows: Sleman district government strongly supports reduction gender perspective model, since there
is a gender disparity in Sleman, which can be seen from index of 79.29 persen, gender development index 75.76 persen
and gender inequality gap 3.65 persen. This is due to the access to better education school are male dominated; Access to
capital strengthening male-dominated, women still lack of access. Poverty alleviation models with a gender perspective
can be tested in Sleman, and will be a pioneer for women with access to poverty reduction. The results of the questionnaire
showed that the stage in the design of the model is expressed well, and the meaning of each stage is considered good. Thus,
the model of a gender perspective in poverty reduction strategies can be tested.

Keywords: Three Pillars; Poverty Reduction Model; Gender Perpsective

Abstrak

Tujuan penelitian untuk melakukan inventarisasi masalah kemiskinan di desa, mendeskripsikan kondisi aktual peta
kemiskinan perempuan desa, menganalisis program pengentasan kemiskinan berperspektif gender, gambaran koordinasi
antar instansi terkait program pengentasan kemiskinan, dan merumuskan rancangan kebijakan model strategi pengentasan
kemiskinan melalui pendekatan sosio kultural, dan ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi, wawancara mendalam. Subyek penelitian pejabat dinas terkait
dan masyarakat sasaran program pengentasan kemiskinan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah KK miskin
Kabupaten Sleman 45.037 KK (13,89 persen). Berbagai program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh berbagai
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tetapi belum diketahui secara pasti tingkat sinergitas antarinstansi dalam program
pengentasan kemiskinan, meskipun data sasaran program yang digunakan satu sumber. Program antarinstansi berjalan
sendiri-sendiri karena masih sering terjadi program sektoral. Hasil Focus Group Discussion (FGD) dapat dirangkum sebagai
berikut. Pemerintah Kabupaten Sleman sangat mendukung model pengentasan berperspektif gender, mengingat masih
ada ketimpangan gender, yang dapat diketahui dengan IPM 79,29 persen, indeks pembangunan gender 75,76 persen ada
kesenjangan 3,65 persen kesenjangan gender, dikarenakan akses pendidikan lama sekolah lebih bagus laki-laki, penguatan
modal didominasi laki-laki, perempuan masih kurang mendapatkan akses, sehingga model pengentasan kemiskinan dengan
perspektif gender dapat diujicobakan di Kabupaten Sleman, dan menjadi pionir untuk perempuan dengan akses mengurangi
kemiskinan. Hasil angket menunjukkan, bahwa tahapan dalam rancangan model dinyatakan baik, makna dari setiap tahapan
dinilai baik. Model dari strategi pengentasan kemiskinan berperspektif gender dapat diujicobakan .

Kata Kunci: Tiga Pilar; Model Pengentasan Kemiskinan; Perspektif Gender

123
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 123 - 136

A. Pendahuluan data tersebut, tampak bahwa jumlah penduduk


Kemiskinan merupakan masalah utama yang miskin di Kabupaten Sleman masih cukup
dihadapi negara yang sedang berkembang ter- tinggi (15.85 persen ), meskipun telah terjadi
masuk Indonesia. Sebagai fenomena sosial yang penurunan, namun jika kondisi ekonomi yang
multi dimensional, kemiskinan tidak hanya sangat sulit saat ini tidak makin membaik, ada
berhubungan dengan dimensi ekonomi saja kemungkinan akan bertambah jumlah kemiskin-
tetapi juga berkaitan dengan masalah struktural, an ditahun yang akan datang.
psikologis, kultural, ekologis dan faktor lain. Oleh karena itu, sudah selayaknya berbagai
Jumlah masyarakat miskin tampaknya akan program pengentasan kemiskinan perlu menjadi
semakin banyak, dan tidak dapat dipungkiri prioritas pembangunan. Dari hasil penelitian
bahwa sebagian besar korban kemiskinan adalah pendahuluan menunjukkan bahwa dalam pe-
perempuan dan anak. Masih banyak perempuan ngentasan kemiskinan perlu melibatkan perem-
mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek puan sebagai subyek, agar perempuan dapat
sosial, budaya juga ekonomi. Perempuan desa mengetahui permasalahan, potensi dan kebu-
khususnya masih banyak yang tidak berdaya. tuhannya, sehingga akan berkembang sesuai
Rupanya usaha peningkatan potensi perempuan potensi. Adanya bencana gunung merapi dapat
di Indonesia masih harus mendapat perhatian. diduga bahwa jumlah KK miskin di daerah Ka-
Pembangunan tidak hanya untuk memenuhi bupaten Sleman akan meningkat pasca bencana
kebutuhan praktis perempuan saja, tetapi juga Gunung merapi, karena bencana Gunung Merapi
berkaitan dengan pemenuhan hak kewajiban selain korban jiwa juga kerugian material yang
status dan akses dalam pengambilan keputusan tidak sedikit (Indriyati & Nugrahani, 2010).
dalam pembangunan. Kemiskinan merupakan Pembangunan yang telah dilakukan oleh
masalah utama yang dihadapi oleh banyak negara negara berkembang termasuk Indonesia belum
berkembang seperti Indonesia. Sebagai fenome- membawa dampak yang menguntungkan bagi
na sosial, kemiskinan tidak hanya berhubungan sebagian besar perempuan. Laju pertumbuhan
dengan dimensi ekonomi, tetapi juga berkaitan penduduk cenderung menurun, namun jumlah
dengan masalah struktural, psikologis, kultural, penduduk Indonesia terus bertambah dari 73,3
ekologis dan laju pertumbuhan penduduk yang juta tahun 1945 menjadi 219,5 juta pada tahun
tinggi (Indriyati & Nugrahani, 2010) 2005, dengan hampir setengahnya (49,8 persen)
Kondisi ekonomi keluarga di Kabupaten adalah perempuan. (Kementerian Koordina-
Sleman pada tahun 2006 dapat diklasifikasi- tor Kesejahteraan Rakyat RI, 2005: 5). Untuk
kan menjadi keluarga tidak miskin berjumlah Propinsi DIY pada tahun 2000 dengan jumlah
183.004 dan keluarga miskin berjumlah 62.518 penduduk sebanyak 3.295.127 jiwa, ini meru-
(proporsi 25,46 persen). Pada tahun 2007 dapat pakan daerah terpadat setelah DKI. Persentase
diklasifikasikan menjadi keluarga tidak miskin jumlah penduduk laki-laki 49,44 persen, dan
sebanyak 211.841 KK dan keluarga miskin se- 50,56 persen perempuan (Laporan Tim Pem-
banyak 58.701 (proporsi 21,70 persen) (Bapeda banguan Berperspektif Gender, 2003). Hal ini
Sleman, 2007: 6) Jumlah penduduk di kabupaten merupakan potensi yang dapat digunakan seba-
Sleman pada tahun 2012 sebesar 1.114.833 jiwa, gai subyek pembangunan sebagai langkah awal
terdiri dari 557.911 laki-laki dan 556.922 perem- pengembangan program pembangunan pengen-
puan . Kondisi ekonomi keluarga di Kabupaten tasan kemiskinan.
Sleman pada tahun 2012-2013 dapat diklasi- Kebijakan pembangunan Indonesia secara
fikasikan menjadi keluarga miskin berjumlah umum ditujukan untuk mencapai kesejahteraan
49.441 KK (15.85 persen) dan keluarga tidak rakyat yang didasarkan pada aspek keadilan
miskin berjumlah 262.618 KK (84,15 persen) dengan menghargai hak-hak warga negara tanpa
(BPS Kabupaten Sleman, 2013). Dengan melihat membedakan ras, suku, golongan, dan jenis ke-

124
Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan ... (Rosalia Indriyati S, Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki)

lamin. Untuk menuju ke arah pembangunan yang antara laki-laki dan perempuan dalam pemba-
adil gender dan mengikis ketimpangan pelaksa- ngunan. Perempuan perlu dilibatkan dalam mem-
naan pembangunan ini diwujudkan dalam ben- buat perencanaan, melaksanakan program kegi-
tuk kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) atan, dan melakukan evaluasi serta menganalisis
dalam setiap aspek pembangunan. Langkah ini dampak pembangunan. Upaya mengoptimalkan
diwujudkan dalam Instruksi Presiden No. 9 Ta- pemberdayaan perempuan dan upaya mem-
hun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender yang bangkitkan masyarakat miskin, dapat ditempuh
bertujuan untuk menurunkan kesenjangan antara salah satunya dengan mendampingi perempuan
perempuan dan laki-laki dalam mengakses dan melalui pendekatan humanistik, pendekatan
memperoleh manfaat pembangunan serta me- ekonomi produktif dan penyadaran lingkungan
ningkatkan partisipasi dan penguasaan terhadap hidup. Pengalaman melaksanakan Pengabdian
proses pembangunan. (Badan Pemberdayaan Masyarakat melalui Hibah PPM IbM tahun 2009
Perempuan dan Masyarakat, DIY 2013 ) (Indriyati, dkk., 2009) pemberdayaan perempuan
Kemiskinan merupakan isu gender, karena melalui partisipasi aktif sasaran, menghasilkan
peran sentral perempuan dalam manajemen manfaat bagi kesejahteraan perempuan dan ke-
kesejahteraan keluarganya. Krisis dimensional luarganya. Penelitian ini merupakan kelanjutan
seperti yang dialami bangsa Indonesia saat ini dari penelitian Kajian Wanita, yang berkaitan
ekonomi, politik dan sosial, bencana alam, banjir, dengan strategi penanggulangan kemiskinan
dan lain-lain, sehingga membuat harga kebutuh- (Indriyati dan Nugrahani, 2010).
an pangan seperti harga beras dan kebutuhan Dengan analisis gender memungkinkan
pokok lainnya naik, juga kesulitan air bersih suatu program pembangunan memfokuskan pada
dan lain-lain membuat perempuanlah yang relasi gender yang setara. Dengan demikian yang
memikul beban paling berat. Oleh karena itu menjadi agenda utama perjuangan pembangun-
memperhatikan masalah perempuan sangatlah an berperspektif gender adalah tidak sekedar
penting, karena antara kualitas ibu rumah tangga menjawab kebutuhan praktis perempuan saja
dan kualitas keluarga saling berhubungan. Hal tetapi menjawab kebutuhan strategis perem-
ini dapat dipahami, bahwa jika kualitas perem- puan, yaitu memperjuangkan perubahan posisi
puan sebagai ibu rumah tangga rendah, akan perempuan untuk keadilan. Usaha pemberdayaan
berpengaruh pada kualitas keluarga. Perempuan (empowerment) dan perubahan struktur gender
sebagai ibu rumah tangga berperan dalam men- yang dikenal dengan Gender and Development
jalankan fungsi keluarga dan fungsi reproduksi. (GAD). Pemberdayaan pada intinya adalah pe-
Bagaimana caranya melaksanakan peran dengan manusiaan dalam arti mendorong orang untuk
baik, jika dirinya sendiri sebagai perempuan menampilkan dan merasakan hak asasinya.
masih rapuh atau rentan. Pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri
Kaum perempuan pada masyarakat miskin dan orang yang diberdayakan untuk meraih ke-
umumnya selalu berupaya melepaskan diri dari berdayaannya, pemberdayaan sangat jauh dari
belenggu kesulitan ekonomi dan mengusahakan konotasi ketergantungan.
kehidupan ekonomis yang lebih baik dalam Untuk memberdayakan perempuan dan un-
bentuk atau kiat tertentu dengan memanfaatkan tuk meningkatkan statusnya perlu adanya model
potensi yang dimilikinya secara optimal, mem- pemberdayaan yang dapat menyadarkan perem-
berdayakan perempuan dalam rumah tangga puan agar dapat menggali potensi yang ada pada
miskin merupakan masalah yang mendesak perempuan baik sebagai pribadi maupun sebagai
dalam strategi pengentasan kemiskinan. kelompok. Model yang akan diterapkan dalam
Dalam menghadapi globalisasi diperlukan penelitian ini melalui pendekatan sosiokultural,
komitmen bersama, untuk bersatu dengan se- ekonomi, dan lingkungan. Dengan pendekatan
mangat solidaritas dan membangun relasi setara sosio kultural perempuan mempunyai kesadaran

125
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 123 - 136

akan dirinya sebagai manusia yang seutuhnya Dinas Nakersos Kabupaten Sleman, dan Badan
dan posisi dalam budayanya, sedangkan pem- KBPMPP diwakili oleh Kasubbid Penanganan
berdayaan melalui ekonomi merupakan hal yang Kemiskinan. FGD juga diikuti oleh kepala seksi
sangat penting, mengingat masalah pemenuhan kesmas kecamatan Turi, Cangkringan dan Ngem-
kebutuhan pokok merupakan unsur utama pada plak, dan beberapa tokoh perempuan yang sering
masyarakat miskin. Sedangkan kesadaran me- terlibat dalam program pengentasan kemiskinan.
ngenai pentingnya pemeliharaan lingkungan Teknik ini sengaja digunakan untuk memper-
hidup merupakan hal yang tidak dapat dipi- dalam, sekaligus sebagai crosscheck berbagai
sahkan dari pendekatan yang tersebut. Melalui informasi yang diperoleh dari wawancara.
penyadaran lingkungan hidup, maka generasi Analisis Data, menggunakan model Miles
mendatang tetap akan dapat menikmati ling- and Huberman yaitu analisis data dalam peneli-
kungan yang lestari, sehat dan aman. Dengan tian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan
latar belakang tersebut maka permasalahan yang data berlangsung, dan setelah selesai pengum-
dimunculkan adalah apakah melalui pendekatan pulan data dalam periode tertentu. Pada saat
tri pilar yaitu sosiokultural, ekonomi, dan ling- wawancara, peneliti sudah melakukan analisis
kungan hidup dapat dijadikan model yang tepat terhadap jawaban yang diwawancarai. Apabila
dalam Pengentasan Kemiskinan Berprespektif jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis
Gender? terasa belum memuaskan, peneliti melanjutkan
pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh
B. Penggunaan Metode Penelitian data yang dianggap kredibel. Miles dan Heber-
Teknik Pengumpulan Data: Data sekunder, man (1984) mengemukakan, bahwa dalam anali-
didapat dengan mengumpulkan dokumen pelba- sis data kualitatif dilakukan secara interakatif
gai kebijakan dan program pengentasan kemis- dan berlangsung secara terus menerus sampai
kinan, berupa profil lembaga, peraturan, sumber tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas
dana dalam mendukung pelaksanaan program, dalam analisis data yaitu data reduction, data
dikumpulkan secara acak dengan asas kelayakan, display, dan conclusion drawing, verification,
yakni peneliti menganggap data bersangkutan (Miles and Huberman dalam Sugiyono, 2012).
representatif. Data sekunder mempunyai peran Proses analisis dalam penelitian ini dilakukan
besar menjadi bahan perbandingan antara fakta setelah data berhasil dikumpulkan kemudian
yang ditemui dilapangan dan tulisan yang dipro- direduksi yaitu data yang ada disaring melalui
gramkan, mempengaruhi penulis dalam penafsir- pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan
an data. Data primer didapat melalui, wawancara transformasi data kasar yang muncul dari catatan
mendalam (depth interview), dengan pimpinan di lapangan sehingga mendapatkan data yang di-
lembaga yang bersangkutan, asumsinya pimpin- harapkan. Penyajian data berupa narasi, dari data
an merupakan penentu kebijakan atas kegiatan yang dimiliki dari berbagai informasi tersebut
program jejaring yang dibangun dengan lembaga digabungkan agar tersusun dalam bentuk terpadu
lain. Depth interview menggunakan instrumen dan mudah dipahami, kemudian dibuat deskripsi,
interview guide guna memudahkan dan mem- dan dilihat tendensi-tendensinya, kemudian
beri petunjuk dalam rangka pengumpulan data. dibuat interpretasi, yang pertanyaan dalam pene-
Observasi, dilakukan dengan pengamatan dan litian, lalu ditempatkan sebagai kesimpulan hasil
pencatatan langsung segala yang ada kaitannya penelitian program pemberdayaan perempuan
dengan obyek penelitian, teknik ini sebagai alat sebagai strategi pengentasan kemiskinan.
untuk melengkapi teknik lainnya. Focus grup Pengembangan Penelitian: meliputi ke-
discussion (FGD), sebagai narasumber dalam giatan mengidentifikasi masalah untuk melihat
FGD adalah pejabat Bappeda Kabupaten Sle- bagaimana identifikasi data berkaitan dengan
man (Kepala Bidang Sosial Budaya), Kepala program pemberdayaan masyarakat miskin,

126
Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan ... (Rosalia Indriyati S, Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki)

kemudian dianalis untuk mengetahui bagaimana rintahan, kabupaten ini secara berjenjang dibagi
tingkat partisipasi masyarakat, yang akhirnya menjadi 17 kecamatan, 86 desa serta 1.212 padu-
disusun laporan sebagai dasar untuk membuat kuhan. Secara geografis wilayah Kabupaten Sle-
rancangan model pengentasan kemiskinan dapat man terbentang mulai 110° 13' 00" sampai 110°
dilihat pada Gambar 1. 33' 00" Bujur Timur, dan mulai 7° 34' 52" sampai
Hasil dari penelitian tersebut perlu dianalisis 7° 47' 03" Lintang Selatan, dengan ketingggian
kemudian dirumuskan menjadi model pengen- antara 100 – 2.500 meter di atas permukaan air
tasan kemiskinan. Rancangan model perlu di- laut. Jarak terjauh Utara - Selatan kira-kira 35
lakukan ujicoba kemudian dilakukan pengkajian km, terdiri dari 17 kecamatan, 86 desa, dan 1.212
melalui Focus Group Discussion (FGD) diharap- padukuhan bagian utara berbatasan dengan Ka-
kan melalui FGD tersebut dapat menyempurna- bupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah, bagian
kan model. Model pemberdayaan masyarakat Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten,
berperspektif gender melalui Tri Pilar Pendekat- Provinsi Jawa Tengah, bagian selatan berbatasan
an Sosiokultural, ekonomi, dan Lingkungan dengan kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta,
hidup, dapat dijadikan panduan/acuan penetapan Provinsi D.I. Yogyakarta dan bagian Kabupaten
kebijakan dalam upaya pengentasan kemiskinan Kulon Progo, Provinsi D.I.Yogyakarta dan Ka-
yang akan datang. bupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Wilayah di bagian selatan merupakan dataran
C. Hasil Dan Pembahasan rendah yang subur, sedang bagian utara sebagian
1. Deskripsi Umum Kabupaten Sleman besar merupakan tanah kering yang berupa
Kabupaten Sleman merupakan salah satu ladang dan pekarangan, serta memiliki permu-
Kabupaten dalam Provinsi DIY yang berada di kaan yang agak miring ke selatan dengan batas
bagian utara dengan luas sekitar 247,82 km2. paling utara adalah Gunung Merapi. Di lereng
Untuk menyelenggarakan administrasi peme- selatan Gunung Merapi terdapat dua buah bukit,

Gambar 1.
Prosedur Pengembangan Penelitian

127
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 123 - 136

yaitu Bukit Turgo dan Bukit Plawangan yang penduduk laki-laki ada sebesar 50,04 persen,
merupakan bagian dari Kawasan Wisata Kali- sedangkan jumlah penduduik perempuan 49,96
urang. Beberapa sungai yang mengalir melalui persen. Dengan melihat data penduduk tersebut
Kabupaten Sleman menuju Pantai Selatan antara akan berpengaruh pada pengambilan kebijakan
lain Sungai Progo, Krasak, Sempor, Kuning tentang pembangunan daerah.
Boyong, Winongo, Gendol dan Opak.
3. Peta Kemiskinan di Kabupaten Sleman
2. Deskripsi Penduduk Untuk mengetahui peta kemiskinan di Ka-
Berdasarkan hasil proyeksi Sensus Penduduk bupaten Sleman dapat diketahui melalui data
2010 jumlah penduduk Sleman Tahun 2012 jumlah kepala keluar miskin di tingkat kecamat-
sebesar 1.114.833 jiwa, terdiri dari 557.911 laki- an, jumlah kepala keluarga miskin di lihat dari
laki dan 556.922 perempuan. Secara rinci dapat jenis kelamin. Dari Tabel 2 diketahui bahwa
dilihat dalam Tabel 1. tingkat kemiskinan di kabupaten Sleman pada
Dari Tabel 1 tersebut diketahui bahwa tahun 2012 sebesar 49.471 KK (15,85 persen),
persentase tertinggi jumlah penduduk ada pada dan tampak pula bahwa tiga kecamatan yang
usia 60 tahun lebih yaitu sebesar 10,40 persen. digunakan sebagai sampel penelitian ini cukup
Data tersebut menunjukan bahwa harapan usia tinggi tingkat kemiskinannya yaitu Kecamatan
hidup di Sleman cukup tinggi, namun jika dilihat Ngemplak 2.396 KK (14,76 persen), Kecamatan
untuk tingkat produktifitas usia tersebut sudah Turi 2.158 KK (19,45 persen), dan Kecamatan
kurang produktif. Urutan kedua ada pada usia Cangkringan 4.572 KK (47,78 persen). Untuk
20 – 24 tahun yaitu sebesar 10,25 persen usia Kecamatan terbesar tingkat kemiskinannya ada-
ini merupakan usia dewasa awal yang perlu lah di Kecamatan Cangkringan. Hal ini sangat
diperhatikan untuk dapat menjadi generasi dapat dimengerti, mengingat untuk Kecamatan
penerus yang mandiri,handal, dan berkarakter. Cangkringan merupakan daerah yang paling
Jika dilihat dari jenis kelamin tidak ada perbe- parah terkena dampak erupsi Gunung Merapi
daan yang menyolok antar jumlah penduduk pada Tahun 2010. Namun pada tahun 2014 ini
laki-laki dan penduduk perempuan. Jumlah dari data yang di peroleh dari Bappeda Kabu-

Tabel 1
Banyaknya Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Sumber: Sensus Penduduk 2010 dalam BPS Kab.Sleman (2013)

128
Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan ... (Rosalia Indriyati S, Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki)

Tabel 2
Jumlah Kepala Keluarga Miskin dan Menurut Jenis Kelamin

Sumber Bappeda Kabupaten Sleman 2014

paten Sleman telah terjadi penurunan tingkat kan berbagai instansi di Kabupaten Sleman.
kemiskinan di Kabupaten Sleman. Jumlah KK Tahapan penelitan berikutnya adalah menggali
Miskin untuk seluruh Kabupaten Sleman ada permasalahan mendasar kemiskinan, partisipasi
sebesar 45.037 KK (13,89 persen), dan untuk masyarakat khususnya keterlibatan perempuan
Kecamatan Ngemplak berjumlah 1.697 KK miskin, dan jenis-jenis program antarintansi .
(9,59 persen), Kecamatan Turi 2147 KK (19,91
persen), dan Kecamatan Cangkringan 2046 4. Program Pengentasan Kemiskinan di
KK (21,42 persen). Untuk Kecamatan Cang- Kabupaten Sleman
kringan ada penurunan yang sangat besar dari Dari hasil penelitian dapat dianalisis bahwa
47,78 persen menjadi 21,42 persen penurunan berbagai program yang dilakukan oleh beberapa
angka ini dapat dimungkinkan karena adanya instansi belum nampak program pengentasan
berbagai program pengentasan yang dilakukan kemiskinanan yang secara sinergi dilakukan
oleh pemerintah dan banyaknya lembaga baik bersama. Setiap instansi berjalan sendiri-sendiri
pemerintah maupun non pemerintah, baik dari meskipun sasaran programnya sama yaitu KK
dalam maupun luar negeri yang membantu pe- miskin. Program pengentasan kemiskinan yang
mulihan sosial ekonomi masyarakat yang terkena secara khusus untuk kelompok perempuan belum
dampak bencana erupsi Merapi. Namun secara tampak dilakukan secara sinergi antar instansi.
keseluruhan untuk tingkat Kabupaten penurunan Meskipun banyak diakui bahwa potensi perem-
angka kemiskinan tidak besar yaitu dari 15,85 puan dalam upaya pengentasan kemiskinan
persen menjadi 13,89 persen. Rendahnya penu- sangat penting. Dari hasil penelitian ini belum
runan angka kemiskinan tersebut dapat dijadikan tampak program pengembangan kemampuan
dasar untuk mengkaji lebih lanjut program- potensi perempuan di bidang ekonomi produk-
program pengentasan kemiskinan yang dilaku- tif dilakukan secara sinergi antar instansi. Oleh

129
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 123 - 136

karena itu untuk program pengentasan kemis- sedangkan peserta FGD antara lain Kasi Kesmas
kinan diperlukan program khusus pemberdayaan dan Kasi Ekobang Kecamatan Cangkringan,
perempuan yang dilakukan secara sinergi antar Turi, dan Ngemplak serta perwakilan kelompok
instansi, agar dapat memberikan efek ganda sasaran. Dalam FGD peneliti memaparkan draf
pada tumbuhnya swadaya dalam mencukupi model pengentasan kemiskinan, melalui delapan
kebutuhan kelurga yang juga berpengaruh pada langkah seperti tertera dalam Gambar 2.
wilayah setempat. Sebagai wilayah yang kaya Dari hasil diskusi, didapatkan berbagai ma-
akan potensi alam pedesaan, Sleman perlu du- sukan baik dari nara sumber, maupun dari peserta
kungan sektor ekonomi produktif yang mampu FGD yang terlibat sebagai pelaksana program
mengolah dan mengubah potensi alam menjadi serta sebagai sasaran program pengentasan ke-
karya inovatif yang memiliki nilai ekonomi miskinan, dapat dirangkum sebagai berikut. Pe-
tinggi. Potensi wilayah yang tersedia seperti merintah Kabupaten Sleman sangat mendukung
hasil bumi, salak pondoh, pisang, serta hasil model pengentasan berperspektif gender, meng-
pertanian lainnya merupakan kekayaan yang ingat masih ada ketimpangan gender di Kabu-
hendaknya diolah sehingga menambah perkem- paten Sleman, yang dapat diketahui Kabupaten
bangan ekonomi masyarakat. Melalui program Sleman IPM 79,29 persen indeks pembangunan
pemberdayaan perempuan akan meningkatkan gender 75,76 persen ada kesenjangan 3,65 persen
kualitas hidup keluarga. kesenjangan gender, hal ini dikarenakan akses
pendidikan lama sekolah lebih bagus laki-laki,
5. Hasil Focus Group Discussion penguatan modal didominasi laki-laki, sehingga
FGD dilaksanakan pada tanggal 4 November model pengentasan kemiskinan dengan perspek-
2014 di Rumah Makan Mr. Blangkon, Jalan Ka- tif gender jika dapat dijalankan akan baik, dan
liurang Yogyakarta. Peserta yang diundang dan Sleman menjadi pioneer untuk perempuan de-
hadir sebagai nara sumber adalah dari instansi ngan akses mengurangi kemiskinan, mengingat
SKPD Bappeda, Dinas Nakersos, BKBPMPP Sleman memiliki banyak potensi dan perkem-
instansi tersebut merupakan penentu dan pelak- bangan yang sangat dinamis, sehingga tersedia
sana dalam program pengentasan kemiskinan. market yang dapat dijadikan sarana pemasaran

Gambar 2
Rancangan Model

130
Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan ... (Rosalia Indriyati S, Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki)

sebagai akses perempuan untuk berkembang kepada masyarakat itu sendiri, tentunya dengan
dan mandiri. Untuk pelaksanaan pengentasan didukung dan difasilitasi oleh pemerintah, mau-
kemiskinan, subyek perlu dipikirkan startegi pun pihak swasta dan organisasi masyarakat
memperlakukannya untuk dapat mengetahui sipil lainnya, sehingga proses penanggulangan
potensi dan kebutuhannya. Untuk implementasi kemiskinan akan menjadi suatu gerakan masya-
model dapat diusulkan dengan mengambil salah rakat yang akan menjamin potensi kemandirian
satu kelompok sasaran di Sleman, misalnya dari dan keberlanjutan guna meningkatkan kehi-
P2KWSS, meskipun tahapan yang dirancang dupannya yang lebih layak (Keppi Sukesi, 2009:
dirasa sudah cukup lengkap, tetapi perlu tahapan 1). Selanjutnya salah satu rekomendasinya hasil
monitoring dan pendampingan yang berkelanjut- penelitiannya adalah model penanggulangan
an, agar model tampak hasilnya dengan nyata. kemiskinan partisipatif yaitu yang berasal masya-
rakat terutama perempuan miskin dan tokoh
6. Analisis Pengentasan Kemiskinan Ber- masyarakat adalah alternatif yang perlu diuji
perspektif Gender coba. Model ini dimulai dari kegiatan pemaha-
Undang-Undang (UU) No 40 tahun 2004 man dan penyamaan persepsi tentang perempuan
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah miskin, perencanaan dan pelaksanaan program
salah satu hasil bentuk perhatian pemerintah dengan prinsip adil, partisipatif, dan berorientasi
terhadap kesejahteraan masyarakat. Dari UU pemecahan masalah, kelembagaan terpadu dan
No 40 tahun 2004 tersebut terlihat, bahwa upaya monitoring serta evaluasi periodik dan berkelan-
untuk memberikan jaminan kesejahteraan bagi jutan (Keppi Sukesi, 2009: 15).
masyarakat adalah salah satu program yang harus Masalah kemiskinan di Indonesia masih di-
dilakukan oleh pemerintah meskipun bertahap. dominasi kemiskinan di pedesaan. Data Suse-
Beberapa program yang saat ini dijalankan de- nas 2003 menunjukan bahwa pada tahun 2003
ngan simultan adalah penyediaan perumahan penduduk miskin di perdesaan diperkirakan 67
murah, kesehatan dan pendidikan gratis bagi ke- persen, dan sebagian bekerja disektor pertanian.
luarga miskin, dan pemberdayaan masyarakat. Tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di
Untuk menjalankan program pemberdayaan perdesaan cenderung lebih tinggi dari perkotaan.
masyarakat, juga harus melihat potensi yang Masyarakat miskin diperdesaan dihadapkan pada
dimiliki di wilayah sekitar, baik sumber daya rendahnya kualitas sumberdaya manusia, ter-
alam maupun sumber daya manusia. Apabila batasnya pemilikan lahan yang rata-rata kurang
sudah mengetahui potensi wilayah tersebut, dari 0,5 ha, banyaknya rumah tangga yang tidak
maka akan mampu mengetahui pula daya saing mempunyai asset, terbatasnya alternatif lapang-
atau keunggulan dari wilayah tersebut, sehingga an kerja belum tercukupinya pelayanan publik,
masyarakat di sekitar wilayah tersebut akan lemahnya kelembagaan organisasi masyarakat,
merasa sejahtera karena masyarakat mampu dan ketidakberdayaan dalam menentukan produk
memiliki penghasilan yang cukup atau tidak yang dihasilkan. Berbagai persoalan agraria dan
dikatakan miskin pertanian mempunyai implikasi luas terhadap
Kemiskinan merupakan persoalan struk- kehidupan petani dan buruh tani. Dari hasil
tural dan multidimensi, sehingga secara umum penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa
masyarakat miskin adalah suatu kondisi masya- dalam pengentasan kemiskinan perlu melibatkan
rakat yang berada dalam situasi kerentaan, ke- perempuan sebagai subyek, agar perempuan
tidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmam- dapat mengetahui permasalahan, potensi dan
puan untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya kebutuhannya, sehingga akan berkembang sesuai
secara layak. Mengingat persoalan struktural dan potensi. Adanya bencana gunung merapi dapat
multidimensi tersebut, maka upaya penanggu- diduga bahwa jumlah KK miskin di daerah Ka-
langan seyogyanya diletakkan dan dipercayakan bupaten Sleman akan meningkat pasca bencana

131
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 123 - 136

Gunung merapi, karena bencana Gunung Merapi dilihat dalam perspektif perubahan masyarakat
selain korban jiwa juga kerugian material yang yang bersifat partial, bukan holistik. Pembangun-
tidak sedikit (Indriyati & Nugrahani, 2010). an fisik dengan demikian hanya dilihat dalam
Tiga Pilar Pendekatan (Sosio Kultural, perspektif teknikal saja dan kurang mempertim-
ekonomi, dan Lingkungan hidup): Manusia bangkan perspektif humanitas dan sosio-kultural
sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup masyarakat. Kedua, konsekuensi terhadap hasil
sendiri tanpa orang lain. Manusia lahir dari manu- pembangunan.
sia lain, hal ini menunjukan bahwa tidak ada satu Penyederhanan ini mengakibatkan keber-
orangpun dapat hihup tanpa orang lain. Kondisi hasilan pembangunan hanya dilihat atau dinilai
tersebut merupakan suatu realitas sosiokultural dari banyaknya fasilitas fisik yang telah di-
yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari bangun. Padahal dalam kenyataannya, hal ter-
secara riil karena menyangkut kondisi kehidup- sebut kurang merefleksikan keadaan yang se-
an manusia didalam di masyarakat. sungguhya dimana keberhasilan pembangunan
Dalam kehidupan masyarakat terdapat se- infrastruktur fisik pada dasarnya sangat ter-
kelompok orang yang saling berinteraksi satu kait erat dengan pemanfaatan infrastruktur ter-
dengan lainnya, sehingga dapat menimbulkan sebut oleh masyarakat. Oleh karena itu, bisa
suatu tata aturan bagi kehidupan bersama. De- saja di suatu daerah telah banyak fasilitas yang
ngan demikian realitas sosiokultural (sosial bu- dibangun, tetapi dampak positif dari pemba-
daya) merupakan kenyataan atau keadaan sosial ngunan tersebut bagi peningkatan kehidupan
budaya yang menempati daerah atau lingkungan masyarakat sangat kecil. Keadaan ini tentunya
sekitar kehidupan masyarakat. Dengan gambaran harus segera diperbaiki dengan cara memperluas
lebih jelas bahwa realitas sosiokultural adalah dan mengikutsertakan pendekatan socio-cultural
keadaan sosial budaya yang dapat dilihat dan dan socio-economy dalam pendekatan pemba-
sering terjadi setiap waktu disekitar kehidupan ngunan yang telah ada. Pendekatan sosiokultural
masyarakat (Tri Cahyo Wibowo, 2014). dalam pembangunan sendiri dapat diartikan se-
Upaya meningkatkan pembangunan yang di- bagai usaha untuk mempertimbangkan aspek
lakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk aspek sosiokultural dan menggali nilai kultural
meningkatkan taraf hidup, kualitas kehidupan serta pengetahuan lokal yang positif di dalam
dan martabat manusia di segala aspek, baik masyarakat yang berguna dalam proses pemba-
aspek fisik, ekonomi, politik, sosial dan bu- ngunan, termasuk pada pembangunan prasarana
daya. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan fisik, dengan cara ini pengabaian terhadap aspek
berbagai pendekatan. Secara sengaja atau tidak, sosio-kultural masyarakat dalam pembangunan
pembangunan seringkali hanya diinterpretasikan dapat dihindarkan. Sebagai hasilnya tercipta
sebagai pembangunan fisik dan ekonomi saja, keseimbangan dan sinergi antara pendekatan
walapun terlihat sederhana penyerderhanaan teknis dan sosiokultural. Apabila hal ini dapat
tersebut mempunyai konsekuensi yang besar ter- diwujudkan maka pembangunan infrastruktur
hadap cara pandang pihak-pihak tersebut dalam fisik lebih dapat dirasakan manfaatnya oleh
mengimplementasikan kebijakan di lapangan masyarakat dan terjadi perubahan kondisi so-
dan konsistensinya dalam mengarahkan tujuan siokultural masyarakat ke arah yang lebih baik
dan sasaran pembangunan yang pada hakekat- sesuai dengan fase-fase yang diharapkan dalam
nya untuk kepentingan peningkatan kehidupan pembangunan (Dhenov, 2008). Demikian juga
masyarakat. Paling tidak terdapat dua konseku- dalam upaya pengentasan kemiskinan, tiga
ensi yang muncul sebagai akibat dari hasil proses pendekatan sosiokultural,ekonomi dan lingku-
penyederhanaan tersebut: Pertama, konsekuensi ngan hidup dapat dilakukan secara holistik, sebab
terhadap proses pembangunan. Penyederhanaan jika pendekatan hanya dilakukan dari sisi ekono-
ini mengakibatkan proses pembangunan hanya mi, maka hasilnya akan lebih optimal. Proses

132
Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan ... (Rosalia Indriyati S, Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki)

pemberdayaan dilakukan dengan mengantarkan terjadinya refleksi mendasar secara jernih dan
agar manusia sadar akan harkat dan martabatnya kritis terhadap konsep kekuasan itu sendiri. Oleh
sebagai manusia yang seutuhnya, dan pendekat- karena itu, memahami soal pemberdayaan tidak
an ekonomi sangat penting untuk meningkatkan dapat dipisahkan dengan memahami tentang
pendapatan, sedangkan pendekatan lingkungan kekuasaan atau power, orang yang tidak ber-
hidup diharapkan akan dapat ikut melestarikan daya dapat berdaya dapat disebut sebagai orang
lingkungan untuk generasi penerus. yang tidak mempunyai kekuasaan. Kekuasaan,
Pemberdayaan Berperspektif Gender: berarti menguasai sesuatu, sehingga mempunyai
Pemberdayaan mempunyai makna harafiah wewenang untuk memutuskan sesuatu. Dalam
membuat seseorang dan kelompok berdaya, isti- melaksanakan pengembangan masyarakat ber-
lah lain untuk memberdayakan adalah penguatan wawasan gender perlu partisipasi masyarakat.
(empowerment). Pemberdayaan pada intinya Partisipasi disini diartikan sebagai keikutsertaan
adalah pemanusiaan dalam arti mendorong orang atau keterlibatan masyarakat sepenuhnya baik
untuk menampilkan dan merasakan hak-hak laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan
asasinya. Didalam pemberdayaan terkandung pembangunan. Keterlibatan ini harus dilakukan
unsur pengakuan dan penguatan posisi seseorang secara menyeluruh tanpa memandang perbedaan
melalui penegasan hak dan kewajiban yang gender, suku, ras, kelas, agama atau orientasi
dimiliki dalam seluruh tatanan kehidupan. Proses jenis kelamin, sehingga masyarakat tidak hanya
pemberdayaan diusahakan agar orang lain be- sebagai obyek pembangunan tetapi juga sebagai
rani menyuarakan dan memperjuangkan ketidak perencanaan dan pelaku (subjek) pembangun-
seimbangan hak dan kewajiban. Pemberdayaan an.
mengutamakan usaha sendiri dan orang yang Upaya mengoptimalkan pemberdayaan pe-
diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. rempuan dan upaya membangkitkan daerah yang
Oleh karena itu, pemberdayaan sangat jauh dari miskin, dapat ditempuh salah satunya dengan
konotasi ketergantungan. Pemberdayaan diterje- mendampingi perempuan untuk peningkatan
mahkan sebagai suatu usaha untuk mendapatkan potensi perempuan yang telah ada, melalui
kontrol dan sumber daya yang dibutuhkan. Suatu pengembangan usaha produktif dan diversifikasi
proses dikatakan memberdayakan apabila mam- hasil lokal secara berkelompok. Dalam proses
pu menolong perempuan untuk dapat mengem- pemberdayaan perempuan ini diajak untuk me-
bangkan kemampuan sehingga mereka menjadi ngenali dulu apa yang menjadi kebutuhan riil
entitas yang mampu menyelesaikan masalah perempuan baik kebutuhan praktis maupun ke-
secara mandiri dan mampu mengambil kepu- butuhan strategis, dan permasalahnya. Dengan
tusan secara otonom (Fatterman, et. all., 1996). mengetahui kebutuhannya sendiri diharapkan
Proses pemberdayaan menempatkan perempuan mampu menemukan solusi dari permasalahnya.
sebagai bagian terpenting dalam implementasi Sehingga perempuan sendirilah yang menen-
program (Badan Pemberdayaan Perempuan dan tukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Masyarakat DIY, 2013) dari solusi yang ditentukan. Proses ini pernah
Lahir dan berkembangnya konsep empo- dilakukan pada pelaksanaan pengabdian kepada
werment memerlukan sikap dan wawasan yang masyarakat melalui hibah PPM IbM tahun 2009,
mendasar, jernih serta kuat mengenai kekuasaan di Parangtritis Bantul, yang hasilnya bahwa de-
atau power itu sendiri. Kerancuan yang menyer- ngan metode partisipasi aktif, perempuan Ke-
tai perkembangan konsep empowerment itu tidak lompok perempuan pesisir setelah mendapatkan
saja disebabkan oleh adanya berbagai versi dan tambahan pelatihan , dan pendampingan pelak-
bentuk empowement akan tetapi juga disebab- sanaan hibah PPM 2009 ini adalah perempuan
kan karena tumbuh dan berkembangnya konsep pesisir menjadi mandiri dalam hal ekonomi dan
empowerment tersebut tidak disertai dengan sosial, dan dapat ikut mengembangkan lingku-

133
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 123 - 136

ngan sosialnya. Dengan meningkatnya kemandi- kemiskinan diketahui bahwa jumlah KK Miskin
rian perempuan dalam bidang ekonomi akan untuk seluruh Kabupaten Sleman ada sebesar
meningkatkan pula penghasilan dan kesejahte- 45.037 KK (13,89 persen). Berbagai program
raan keluarganya, yang selanjutnya akan mampu pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh
mempengaruhi perempuan lain agar mau ikut berbagai SKPD, tetapi belum diketahui secara
ambil bagian dalam peningkatan keterampilan pasti tingkat sinergitas antarinstansi dalam pro-
dan pengetahuan, sehingga akhirnya mampu pula gram pengentasan kemiskinan, meskipun data
meningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir yang digunakan sudah satu sumber. Program dan
selatan (Indriyati, dkk, 2009). kegiatan antar instansi berjalan sendiri-sendiri
Hasil penelitian PSW UGM tahun 2006, me- karena masih sering terjadi program sektoral.
rumuskan bahwa pada hakekatnya sasaran pro- Hasil FGD dapat disimpulkan bahwa pemerintah
gram pemberdayaan perempuan diarahkan untuk Kabupaten Sleman sangat mendukung model
mengembangkan dan mematangkan berbagai pengentasan berperspektif gender, mengingat
potensi yang ada pada diri perempuan yang masih ada ketimpangan gender di Kabupaten
memungkinkan dirinya dapat memanfaatkan hak Sleman, yang dapat diketahui Kabupaten Sleman
dan kesempatan yang sama dengan laki-laki ter- IPM 79,29 persen indek pembangunan gender
hadap sumber daya pembangunan. Selanjutnya, 75,76 persen ada kesenjangan 3,65 persen ke-
dalam salah satu rekomendasi penelitiannya me- senjangan gender, dikarenakan akses pendidikan
nyebutkan bahwa perlunya dirumuskan kebijakan lama sekolah lebih bagus laki-laki, penguatan
dan rencana program-program pemberdayaan modal didominasi laki-laki, perempuan masih
perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan kurang mendapatkan akses, sehingga model
keadilan gender sebagai implementasi Inpres pengentasan kemiskinan dengan perspektif
no 9 tahun 2000 (Tim PSW UGM, 2006: 70). gender dapat diujicobakan di Sleman, dan men-
Dengan penelitian ini nantinya akan berupaya jadi pionir untuk perempuan dalam mengurangi
menerapkan model pendekatan sosio kultural, kemiskinan.
ekonomi dan lingkungan, melalui pendekatan Rekomendasi: Model pendekatan sosio-
tersebut diharapkan perempuan miskin mampu kultural ekonomi dan lingkungan hidup alam
mengenali dirinya sebagai manusia yang utuh dan pengentasan kemiskinan berperspektif gender
menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, dan dengan dapat dijadikan rujukan untuk program-program
pendekatan kultural dapat diketahui faktor-faktor pembangunan di daerah. Perlu dilakukan pro-
budaya yang mendukung perubahan. Pendekatan gram yang sinergi antarinstansi dalam pengen-
ekonomi ini diharapkan perempuan dapat me- tasan kemiskinan agar hasil dari program dapat
ningkatkan penghasilanya melalui usaha ekono- benar-benar mengurangi angka kemiskinan.
mi produktif untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang layak. Sedangkan dengan pendekatan ling- Pustaka Acuan
kungan perempuan diharapkan mampu menjaga Badan Pemberdayaan Perempuan DIY. (2003). Laporan
kelestarian lingkungannya melalui penyadaran Tim Pembanguan Berperspektif Gender, Yogya-
karta
untuk masa depan generasi penerusnya. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat DIY
(2013). Panduan Sosialisasi Pemberdayaan Perem-
D. Penutup puan, Perlindungan Perempuan, Perlindungan
Kesimpulan: Hasil penelitian diketahui jum- Anak, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan
lah KK miskin perempuan hampir sebanding Masyarakat
Badan Perencana Pembanguan Daerah Kabupaten Sleman.
dengan jumlah KK laki-laki, perlu dikaji lebih (2012). Kajian Dana Bergulir Sebagai Bagian Upaya
dalam bagaimana keterlibatan kaum perempuan Penanggulanagn Kemiskinan, Sleman
dalam pengentasan kemiskinan. dari data peta Bappenas. (2005). Hasil Kajian Pembelajaran dari
Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan

134
Pendekatan Tiga Pilar Sebagai Model Pengentasan ... (Rosalia Indriyati S, Tri Siwi Nugrahani, dan Sri Rejeki)

BPS dengan BAPPEDA Kabupaten Sleman. (2013). Keppi Sukesi. (2009). Perempuan dan Kemiskinan Profil
Kabupaten Sleman Dalam Angka 2012/2013, BPS dan Upaya Pengentasan, Makalah Seminar Gender
Kabupaten Sleman. dan Keadilan Sosial, Pusat Studi Kependudukan
BPS dengan BAPPEDA Kabupaten Sleman. (2009). Pen- UGM kerjasama DP2M Dirjen Dikti .
duduk Kabupaten Sleman Hasil Regristrasi Penduduk Lembaran Negara. (2004). Undang-Undang No. 40, Sistem
Pertengahan tahun 2009, BPS Kabupaten Sleman Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Dhenov, http://dhenov.blogspot.com/2008/02/pendekatan- Maswita Jaya. (2006). Perempuan Indonesia 2005, Ke-
sosio-kultural-dalam.html, diunduh 26 Juni 2014 mentrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat,
Forum Komunikasi PSW DIY. (2000). Laporan hasil Pe- Jakarta.
nelitian Evaluasi Program Daerah dan Non Sektoral, Prasetyo Murniati. (2004). Getar Gender, Yabinkas Yog-
Yogyakarta yakarta
Handayani, Sih dan Yos Soetiyoso. (1997). Merekon- Sugiyono. (2012). Metode penelitian Kuantitatif dan
struksi Realitas Dengan Perspektif Gender, Sekretaris Kualitatif Dan R & D, Alfabeta, Bandung.
Bersama Perempuan Yogyakarta (SBPY) kerjasama Tim Peneliti PSW UGM, Profil Gender Development Index
OXFAM UK/I, Yogyakarta. (GDI) Dan Gender Empowerment Measure (GEM)
Indriyati, Nugahani, Gunawan, Bahrum, dan Purwanti. Kabupaten Sleman, PSW UGM Kerjasama dengan
(2009). Laporan Ibm Kelompok Perempuan Usaha Pemda Kabupaten Sleman
Pengolahan Makanan Hasil Laut di Pesisir Pantai Tri Cahyo Wibobowo, http://tricahyowibow.blogspot.
Parangtritis Kabupaten Bantul (Hibah IbM Peng- com/2014/02/realitas-sosio-kultural.html, diunduh
abdian Dikti) tanggal 26 Juni 2014
Indriyati, dan Nugahani. (2010). Pemberdayaan Perem- Tri Sakti Handayani & Sugiyarti, Konsep Dan Teknik
puan Sebagai Strategi Penanggula-ngan Kemiskinan Penelitian Gender, Universitas Negeri Malang.
(Studi Tentang Program Pengentasan Kemiskinan di Undang-Undang (UU) No 40 tahun 2004 tentang Sistem
Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman) (Hibah Jaminan Sosial Nasional
Penelitian Studi Kajian Wanita)

135
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 123 - 136

136
2
Efek Modal dan Dukungan Sosial
terhadap Kesejahteraan Lanjut Usia Peserta Program Home Care
The Effect of Social Capital and Social Support
toward Elderly Welfare Members of Home Care Program

Mariani1, Subhan Kadir2, dan Sunarru Samsi Hariadi3


PSTW Gau Mabaji Gowa, Jl. Poros Malino Km. 26 Samaya Kab. Gowa. Email: mariani.gunawan@yahoo.co.id.1
Sekolah Pasca Sarjana UGM, Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, Jl. Bulaksumur, Sleman Yogyakarta.
Email: subhan.kadir@mail.ugm.ac.id CP: +62813424414802.
Diterima 25 November 2014, direvisi 11 Maret 2015, disetujui 23 Mei 2015.

Abstract

The purpose of the research is to analyze the influence of social capital and social support toward elderly welfare,
involving 35 elderly participants in Home Care Program as respondents. This research is quantitative method. The results
showed that although social capital and social support are at a high level, but they did not necessarily have impact on
improving the welfare for the elderly. The result of regression analysis showed no significant effect of social capital (t =
0.812. P> α 0.05) and social support (t = 0.333. P> α 0.05) separately and collectively (F = 0.552. P> α 0,05) on the
welfare of the elderly. The value of R = 0.191 indicates a very weak relationship between social capital and social support
to the elderly welfare. Contribution influenced of social capital and social support to the elderly welfare is only 3.6persen
(R2 = 0.036). The rest of 96.4 persen are caused by other factors not included in the variables of this study. The effect
of social capital and social support to welfare of the elderly is on physical and psychosocial aspects only. Other aspects
included welfare indicators consist of environmental conditions, especially housing, access to public and social services,
and household economic are not maximal. It is recommended that home care program further to strengthen social capital
and social support should be specifically directed to elderly welfare. The program should be implemented by encouraging
active participation of community in order to continue the program without depending external parties.

Keywords: Social Capital; Social Support; Home Care; Elderly Welfare

Abstrak

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan lanjut
usia. Melibatkan 35 lanjut usia peserta Program Home Care sebagai responden. Penelitian menerapkan metode kuantitatif
korelasional. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa walaupun modal sosial dan dukungan sosial berada pada tingkat yang
tinggi tetapi tidak serta merta berdampak pada meningkatnya kesejahteraan bagi lanjut usia. Analisis regresi menunjukkan
tidak ada pengaruh signifikan modal sosial (t = 0,812. p > α 0,05) dan dukungan sosial (t = 0,333. p > α 0,05) secara
terpisah dan secara bersama (F = 0,552. p > α 0,05) terhadap kesejahteraan lanjut usia. Nilai R = 0,191 menunjukkan
hubungan yang sangat lemah antara modal sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan lanjut usia. Sumbangan
pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan lanjut usia hanya 3,6 persen (R2 = 0,036). 96,4 persen
disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel penelitian ini. Modal sosial dan dukungan sosial
mempengaruhi kesejahteraan lanjut usia hanya pada aspek fisik dan Psikososial saja. Aspek lainnya yang termasuk dalam
indikator kesejahteraan meliputi kondisi lingkungan terutama tempat tinggal, akses terhadap pelayanan publik dan sosial,
serta ekonomi keluarga belum maksimal. Disarankan agar program Home Care lebih memperkuat Modal Sosial dan
Dukungan Sosial yang secara spesifik diarahkan kepada kesejahteraan lanjut usia. Program dijalankan dengan mendorong
partisipasi aktif masyarakat agar terus berlanjut secara berkesinambungan tanpa bergantung pihak luar.

Kata kunci: Modal Sosial; Dukungan Sosial; Home Care; Kesejahteraan Lanjut Usia

137
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 137 - 148

A. Pendahuluan banyak berbeda dengan nilai-nilai yang dianut


Fenomena sosial yang dihadapi negara selama ini.
maju dan berkembang dewasa ini adalah me- Keluarga merupakan tempat paling baik
ningkatnya jumlah populasi lanjut usia. Hal ini bagi lanjut usia dibandingkan panti, namun ke-
tidak lepas dari meningkatnya kualitas hidup nyataannya tidak semua lanjut usia memiliki ke-
dan panjangnya usia harapan hidup. Terjadi luarga. Banyak di antara mereka tinggal sebatang
perubahan komposisi penduduk dalam dekade kara. Hidup sendiri tanpa sanak keluarga dengan
terakhir dimana penduduk lanjut usia lebih besar kondisi ekonomi dan fasilitas rumah tangga yang
dibandingkan penduduk usia anak dan dewasa. serba terbatas. Atau memiliki sanak keluarga
Data menunjukkan lanjut usia di Indonesia terus tetapi hidup terpisah karena masing-masing
mengalami peningkatan. Sensus BPS tahun 2010 membentuk rumah tangga sendiri-sendiri. Da-
mencatat jumlah lanjut usia sebanyak 19.036.600 lam kondisi seperti itu yang paling membantu
jiwa. Diprediksi terus mengalami peningkatan, lanjut usia adalah adanya kepekaan sosial atau
di tahun 2020 menjadi 28.986.200 jiwa, dan di masyarakat dan keluarga sendiri untuk mem-
tahun 2025 menjadi 35.916.000 jiwa. berikan bantuan, perlindungan, serta perhatian.
Lanjut usia rentan mengalami permasalahan Kekerabatan yang kuat, kepercayaan, dan jaring-
sosial berupa kemiskinan, keterlantaran baik an sosial yang ada merupakan bentuk-bentuk
secara ekonomi maupun sosial, dan perlakuan modal sosial. Sedangkan bantuan yang diterima
salah (tindak kekerasan). Negara berkewajiban dari orang lain ataupun lingkungan sosial dikenal
memberikan perlindungan sebagaimana amanat sebagai dukungan sosial. Program pelayanan lan-
dalam Undang-Undang Dasar dan Undang- jut usia di rumah, keluarga, bahkan dalam ling-
Undang Kesejahteraan Lanjut Usia nomor 13 kungan masyarakat sendiri perlu dikembangkan.
tahun 1998. Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Program ini sebaiknya menumbuh kembangkan
Lanjut Usia yang ada di Sulawesi Selatan tidak peran modal sosial dan dukungan sosial. Salah
dapat memenuhi kebutuhan dan jumlah lanjut satu program yang fokus pada pengembangan
usia yang ada. Tercatat ada tiga Panti Sosial kapasitas keluarga dan masyarakat untuk mem-
Tresna Werdha, masing-masing milik Kemen- berikan perawatan kepada lanjut usia adalah
sos, Pemda, dan Masyarakat (yayasan). Daya program Home Care.
tampung ketiga panti tersebut kurang lebih hanya Home Care adalah bentuk pelayanan pen-
255 orang (Direktorat Bina Pelayanan Lanjut dampingan dan perawatan sosial lanjut usia di
Usia, 2004). Jika dibandingkan dengan jumlah rumah sebagai wujud perhatian terhadap lanjut
lanjut usia Sulsel berdasarkan data BPS tahun usia dengan mengutamakan peran masyarakat
2013 yaitu sebanyak 614.892 orang, berarti daya berbasis keluarga. Program ini berupaya mem-
tampung Panti hanya 0,04 persen saja. perkuat peran anggota keluarga dan masyarakat
Data di atas menunjukkan keterbatasan lem- untuk memberikan pelayanan kepada lanjut
baga kesejahteraan lanjut usia untuk dapat di usia. Bertujuan untuk meningkatkan kemam-
akses oleh lanjut usia. Banyak lanjut usia yang puan lanjut usia menyesuaikan diri; memenuhi
memilih untuk tetap dalam perawatan keluarga kebutuhan dasar lanjut usia secara wajar; me-
daripada harus masuk dalam layanan Panti. Fak- ningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya
tor psikologis merupakan alasan utama. Ketidak- meningkatkan upaya kesejahteraan lanjut usia;
mauan untuk meninggalkan tempat tinggal yang menciptakan rasa aman, nyaman, dan tentram
telah dihuni cukup lama yang telah memberikan bagi lanjut usia (Kemensos, 2009).
cukup banyak kenangan. Dan bayangan akan Ada tiga pihak yang terlibat dalam program
sulitnya beradaptasi terhadap suasana baru ini yaitu: Pelaksana Program dalam hal ini adalah
yang dijalani di dalam panti yang mungkin saja PSTW Gau Mabaji Gowa; Pendamping, direkrut

138
Efek Modal dan Dukungan Sosial .................................. (Mariani, Subhan Kadir, dan Sunarru Samsi Hariadi)

dari masyarakat setempat; dan Keluarga Lanjut nya jaringan sosial yang dapat dijadikan aset
Usia peserta program. Pelaksana program mem- yang bernilai. Jaringan memberikan dasar ter-
punyai tugas sebagai fasilitator dan koordinator. hadap kohesi sosial karena mendorong orang-
Memberikan pelatihan kepada Pendamping dan orang bekerja sama satu sama lain untuk mem-
melakukan supervisi. Membiayai, membuat peroleh manfaat timbal balik.
pelaporan dan penanggung jawab dalam kegiat- Beberapa pakar mengemukakan definisi
an. Pendamping memberikan pelayanan secara modal sosial misalnya Bourdieu, Coleman, dan
langsung kepada lanjut usia, maupun tidak Putnam. Pada penelitian ini menggunakan defi-
langsung melalui penguatan peran keluarga. nisi modal sosial Putnam, dimana modal sosial
Sebagai pendamping lanjut usia dalam memper- sebagai kebersamaan dalam suatu kehidupan
oleh pelayanan publik dan memperkuat jaringan associational yang di dalamnya terdapat keper-
dalam masyarakat. Sedangkan Keluarga bekerja cayaan, norma dan jaringan. Ketiga nilai tersebut
sama dengan Pendamping secara aktif dalam akan menjadi efisien jika dikoordinasi dengan
perawatan lanjut usia. Dengan kata lain Program baik (Field, 2011).
Home Care ini sebagai bentuk pemberian dan Kepercayaan atau dalam bahasa inggris Trust
penguatan Dukungan Sosial. merupakan kata benda dan kata kerja. Trust
Bentuk pelayanan yang diberikan dalam berarti kepercayaan, keyakinan atau juga rasa
Home Care adalah perawatan sosial dan pen- percaya. Sedangkan sebagai kata kerja Trust
dampingan sosial. Perawatan sosial umumnya berarti proses mempercayai sesuatu yang jelas
secara fisik maupun emosional yang bersifat sasarannya (Lawang, 2005). Fukuyama (2002)
non medis yang menjamin lanjut usia dapat menyatakan “komunitas tergantung pada ke-
melaksanakan aktivitas sehari-hari (activity of percayaan timbal balik dan tidak akan muncul
daily living), perawatan sosial juga bagian dari secara spontan tanpanya”. Menurutnya modal
unsur medis dan praktek pekerjaan sosial. Pen- sosial adalah kapabilitas yang muncul dari keper-
dampingan sosial yaitu suatu proses kegiatan cayaan abadi di tengah-tengah masyarakat atau
yang terencana dan berkesinambungan, mulai pada bagian tertentu dari masyarakat tersebut.
dari sosialisasi sampai terminasi, sebagai upaya Lawang (2005) mendefinisikan kepercayaan
membantu lanjut usia, keluarga dan masyarakat sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih
dalam rangka memenuhi kebutuhan lanjut usia yang mengandung harapan yang menguntung-
yang bersangkutan (Kemensos, 2009). kan salah satu atau kedua belah pihak melalui
Program Home Care yang dilaksanakan interaksi sosial.
oleh PSTW Gau Mabaji Gowa menggunakan Jaringan menurut Lawang (2005) adalah
anggaran DIPA PSTW. Program berjalan selama keterkaitan antara orang atau kelompok oleh
setahun pada satu wilayah kemudian dilanjut- adanya hubungan sosial. Dimana hubungan itu
kan pada tahun berikutnya di wilayah berbeda. diikat oleh kepercayaan yang dipertahankan oleh
Dengan alasan keterabatasan anggaran program norma yang mengikat kedua belah pihak. Dari
hanya bisa menanggung sekitar 30-40 orang lan- adanya pertukaran yang berjalan saling mengun-
jut usia setiap tahun. Program harus berpindah tungkan maka akan muncul norma dalam bentuk
tempat (wilayah garapan program) ke tempat hak dan kewajiban bersama sehingga kedua be-
lain dalam satu periode untuk alasan pemerataan lah pihak diuntungkan oleh pertukaran tersebut.
pelayanan. Norma bersifat resiprosikal artinya bahwa norma
Realisasi program home care di masyarakat berisi hak dan kewajiban yang dapat menjamin
tidak menutup mata pada kearifan lokal warga keuntungan bersama.
setempat. Kearifan dalam bentuk modal sosial Penelitian sebelumnya menunjukkan pe-
masyarakat perlu di tumbuh kembangkan. Ga- ngaruh positif modal sosial yang terdiri dari
gasan utama mengenai modal sosial adalah ada- asosiasi lokal dan karakteristik masyarakat ter-

139
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 137 - 148

hadap tingkat kesejahteraan ekonomi objektif Sarafino (1998) menyebutkan lima bentuk
dan kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga dukungan sosial. Dukungan Emosional menca-
dengan nilai beta (β) masing-masing 4,46 dan kup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian
3,74. Hal ini berarti semakin tinggi modal sosial terhadap orang yang bersangkutan. Memberikan
yang dimiliki keluarga maka semakin tinggi dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi,
pula tingkat kesejahteraannya (Suandi, 2014). mengurangi kecemasan, membuat individu
Penelitian serupa mengenai peran modal sosial merasa nyaman, tentram, diperhatikan serta di-
terhadap kesejahteraan anggota kelompok tani. cintai saat menghadapi tekanan hidup. Dukungan
Menunjukkan hasil bahwa modal sosial ber- Penghargaan terjadi lewat ungkapan penghar-
peran aktif dalam penyelesaian masalah dalam gaan positif individu, dorongan untuk maju, atau
kelompok tani (Anam & Suman, 2013). Hasil persetujuan dengan gagasan atau perasaan indi-
penelitian lainnya menyatakan bahwa modal vidu, dan perbandingan positif individu dengan
sosial memprediksi kesejahteraan secara tidak individu lain. Dukungan Informatif mencakup
langsung. Tercatat bahwa modal sosial berpe- pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-
ngaruh terhadap perilaku kewirausahaan (t hi- saran, informasi atau umpan balik. Dukungan
tung 16,56 > t tabel 3,7), hubungan yang sangat Instrumental dapat berupa bantuan langsung,
kuat (R=0,89) dan modal sosial memprediksi berupa jasa atau materi. Dukungan Jaringan
79 persen perilaku kewirausahaan (R2 0,7921) Sosial mencakup perasaan keanggotaan dalam
(Thobias, Tungka, & Rogahang, 2013). kelompok, saling berbagi kesenangan dan ak-
Selain modal sosial program home care juga tifitas sosial.
berupaya menumbuhkembangkan dukungan Hasil penelitian sebelumnya telah mem-
sosial (social support). Dukungan sosial meru- buktikan pengaruh dukungan sosial terhadap
pakan salah satu istilah yang digunakan untuk kesejahteraan psikologis, misalnya mengatasi
menerangkan bagaimana hubungan sosial mem- kesepian pada lanjut usia (Hayati & Marini,
berikan manfaat bagi kesehatan mental atau ke- 2010), hubungan negatif antara dukungan sosial
sehatan fisik individu. Dukungan sosial sebagai dengan depresi pada lanjut usia (Saputri & In-
satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial. drawati, 2011). Dukungan sosial juga memiliki
Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat dan hubungan positif dengan kebermaknaan hidup
kualitas umum dari hubungan interpersonal. bagi pengidap Odha (R 0,885 < α 0,01), dukung-
Tailor, et al (1997) mendefinisikan dukung- an sosial memprediksi kebermaknaan hidup
an sosial sebagai pertukaran interpersonal di- sebesar 78,2 persen (Astuti & Budiyani, 2010).
mana salah seorang memberikan bantuan kepada Tujuan paling utama dari program home
orang lain. Senada dengan itu, Gibson, et al care pada dasarnya bagaimana meningkatkan
(1996) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kesejahteraan lanjut usia. Kesejahteraan memi-
kesenangan, bantuan, yang diterima seseorang liki makna sangat luas sehingga perlu dibahas
melalui hubungan formal dan informal dengan batasan kesejahteraan yang ideal bagi lanjut
orang lain atau kelompok. Dukungan sosial usia. Secara umum Kesejahteraan adalah Ter-
timbul oleh adanya persepsi bahwa akan ada penuhinya kebutuhan material, spiritual, dan
orang yang membantu jika ada suatu peristiwa sosial, sehingga dapat hidup layak dan mengem-
yang dipandang sebagai masalah. Bantuan terse- bangkan diri serta dapat melaksanakan fungsi
but dapat meningkatkan perasaan positif dan sosialnya (UU nomor 11 tahun 2009 tentang
meningkatkan harga diri. Kondisi psikologis Kesejahteraan sosial). Kesejahteraan dalam
ini dapat mempengaruhi respon dan perilaku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
antar individu sehingga berpengaruh terhadap 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
kesejahteraan secara umum. Usia didefenisikan sebagai suatu tata kehidupan
dan penghidupan sosial baik material maupun

140
Efek Modal dan Dukungan Sosial .................................. (Mariani, Subhan Kadir, dan Sunarru Samsi Hariadi)

spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, Penelitian lainnya menunjukkan ada dua
kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang faktor yang mempengaruhi kesejahteraan pada
memungkinkan bagi setiap warga negara untuk petani adalah: tingkat pendidikan (r=0,280) dan
mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, tingkat pendapatan (r=0,213) (Handayani, Juita,
rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri & Nefilinda, 2013). Penelitian di Temanggung
sendiri, keluarga, serta masyarakat dengan men- tercatat ada empat faktor yang mempengaruhi
junjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia kesejahteraan keluarga, yaitu: Faktor Keluarga
sesuai dengan Pancasila. (jumlah anggota keluarga dan jumlah anggota
Badan Pusat Statistik menggunakan beberapa keluarga usia produktif); Faktor Status Sosial
indikator untuk menentukan tingkat kesejateraan (tingkat pendidikan kepala keluarga, pekerjaan
rumah tangga meliputi: Tingkat pendapatan kepala keluarga); Faktor Produktifitas (umur
keluarga; komposisi pengeluaran rumah tangga kepala keluarga, jenis kelamin kepala keluarga,
dengan membandingkan pengeluaran untuk dan status kepesertaan keluarga berencana)
pangan dengan non-pangan; tingkat pendidikan (Prastyaningrum, 2009).
keluarga; tingkat kesehatan keluarga; dan kondisi Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian
perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh modal
rumah tangga. Indikator kesejahteraan tersebut sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahte-
memiliki aspek yang sangat luas, tidak hanya raan Lanjut Usia peserta Program Home Care.
pada fisik, rohani dan sosial, tetapi melingkupi
faktor ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan B. Metode Penelitian
kondisi lingkungan atau perumahan. Pangkahila Menerapkan metode penelitian survei kuan-
(2007) memberikan batasan sederhana kese- titatif dan melibatkan 35 responden peserta pro-
jahteraan lanjut usia meliputi indikator pening- gram Home Care yang dilaksanakan oleh PSTW
katan kualitas hidup dari segi fisik, psikososial, Gau Mabaji Gowa. Teknik pemilihan sampel
kemandirian, hubungan sosial, lingkungan dan secara sensus atau sampel total dipilih karena
spiritual (Pangkahila, 2007). populasi penelitian kecil. Penelitian dilakukan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, di Desa Bajeng, Kecamatan Bontonompo, Ka-
selain faktor modal sosial dan dukungan sosial bupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, Variabel dalam penelitian ini ada tiga, yaitu:
kesejahteraan juga dipengaruhi oleh faktor- modal sosial dan dukungan sosial sebagai varia-
faktor lainnya. Misalnya penelitian Iskandar, bel bebas serta kesejahteraan lanjut usia sebagai
et al (2006) kesejahteraan dipengaruhi oleh variabel terikat. Variabel penelitian dapat dilihat
faktor internal, eksternal dan unsur manajemen pada Gambar 1.
keluarga. Faktor internal meliputi: pendapatan,
pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga,
umur, kepemilikan aset dan tabungan. Faktor
eksternal meliputi kemudahan akses finansial
pada lembaga keuangan, akses bantuan peme-
Gambar 1
rintah, kemudahan akses dalam kredit barang/
Variabel Penelitian
peralatan dan lokasi tempat tinggal. Unsur
manajemen sumber daya keluarga meliputi: pe-
Dalam penelitian ini modal sosial didefi-
rencanaan, pembagian tugas, dan pengontrolan
nisikan sebagai suatu nilai-nilai sosial berupa
kegiatan. Pendapatan dan aset yang dimiliki
kebersamaan dalam suatu kehidupan bersama
keluarga adalah faktor yang paling berpengaruh
yang di dalamnya terdapat kepercayaan, norma,
terhadap kesejahteraan.
dan jaringan yang berguna sebagai sumber daya

141
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 137 - 148

mewujudkan kesejahteraan lanjut usia. Defenisi Kadir (2011) yang menunjukkan validitas dan
tersebut sesuai dengan konsep modal sosial yang reliabilitas yang baik di dalam penelitiannya
dikemukakan oleh Putnam (Field, 2011). Pengu- kepada lanjut usia program day care services.
kuran modal sosial menggunakan tiga indikator Kuisioner tersebut terdiri 20 item pernyataan
yaitu: kepercayaan, jaringan, dan norma dengan yang diukur menggunakan skala lima poin: 1
menggunakan kuisioner yang terdiri dari 13 item sangat tidak memuaskan, 2 tidak memuaskan,
pertanyaan. Respon dalam pernyataan kuisioner 3 netral atau ragu-ragu, 4 memuaskan, dan 5
diukur dengan menggunakan skala lima poin: 1 sangat memuaskan.
sangat tidak baik, 2 tidak baik, 3 cukup baik, 4 Untuk menguji kehandalan instrumen di-
baik, dan 5 sangat baik. lakukan uji validitas dan reliabilitas (Bungin,
Dukungan sosial didefinisikan sebagai eva- 2008). Uji validitas dimaksudkan untuk menge-
luasi subjektif individu mengenai kenyamanan, tahui ketepatan alat ukur dalam mengukur apa
perhatian, penghargaan, dan bantuan yang diper- yang ingin diukur. Melalui uji validitas item,
oleh dari hasil interaksinya dengan orang lain. Instrumen menunjukkan validitas yang baik,
Definisi tersebut sesuai konsep dari Sarafino masing-masing item pertanyaan menunjukkan
(1998). Untuk mengukur dukungan sosial digu- nilai probabilitas di bawah α 0,05. Uji reliabili-
nakan lima indikator yaitu: dukungan emosional, tas dimaksudkan untuk menilai konsistensi alat
dukungan penghargaan, dukungan informatif, ukur apakah instrumen yang digunakan dapat
dukungan instrumental, dan dukungan jaringan diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran
sosial. Indikator tersebut kemudian dijabarkan di ulang. Uji reliabilitas menggunakan metode
kedalam kuisioner yang terdiri dari 14 item Alfa (Cronbach’s). Hasil uji menunjukkan in-
pernyataan. Pernyataan dalam kuisioner diukur strumen memiliki reliabilitas yang baik dengan
menggunakan skala lima poin: 1 sangat tidak nilai Alfa Cronbach masing-masing: 0,75 untuk
baik, 2 tidak baik, 3 cukup baik, 4 baik, dan 5 modal sosial; 0,73 untuk Dukungan Sosial; dan
sangat baik. 0,74 untuk Kesejahteraan lanjut usia.
Sedangkan kesejahteraan lanjut usia didefi- Salah satu yang dipersyaratkan untuk uji
nisikan sebagai aspek kualitas hidup lanjut usia parametric adalah distribusi data harus normal.
dari segi fisik, psikososial, independensi (ke- Untuk mengetahui normalitas data dapat di-
mandirian), hubungan sosial, lingkungan dan lakukan dengan dua cara yaitu secara deskriptif
spiritual. Definisi tersebut sesuai dengan konsep dengan melihat grafik atau plots dan cara analisis
yang dikemukakan oleh Pangkahila (2007). Ke- melalui uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-
sejahteraan lanjut usia diukur melalui indikator: Wilk (Dahlan, 2009). Dalam penelitian ini meng-
kualitas fisik, kualitas psikososial, independensi, gunakan analisis karena cara ini menghindarkan
kualitas hubungan sosial, kualitas lingkungan, peneliti dari penilaian subjektif. Kolmogorov-
dan kualitas spiritual. Kuisioner kualitas hidup Smirnov digunakan jika responden lebih banyak
lanjut usia telah digunakan sebelumnya oleh (di atas 50) dan sebaliknya jika lebih sedikit

Tabel 1
Hasil Analisis Distribusi Normal

Sumber: diolah dari data primer, *signifikan di atas 0,05

142
Efek Modal dan Dukungan Sosial .................................. (Mariani, Subhan Kadir, dan Sunarru Samsi Hariadi)

Tabel 2
Karakteristik Responden

digunakan Shapiro-Wilk (Dahlan, 2009). Oleh C. Hasil dan Pembahasan (Efek Modal
penelitian ini hanya melibatkan 35 responden Sosial dan Dukungan Sosial terhadap
maka dipilih cara kedua yaitu Shapiro-Wilk. kesejahteraan Lanjut Usia)
Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai Karakteristik Responden: Usia responden
signifikan di atas 0,05. Hasil uji normalitas dapat berkisar antara 60-89 tahun dengan usia rata-rata
dilihat pada Tabel 1. 72 tahun. Terbanyak kelompok usia 60-69 tahun
Hasil analisis kuantitatif univariat yang ber- (42,9 persen). Sebagian besar perempuan 68,6
tujuan mendeskripsikan responden dan setiap persen. Semua responden tidak memiliki latar
variabel penelitian dan analisis multivariat yang belakang pendidikan formal. 91,4 persen masih
bertujuan menganalisis pengaruh dua variabel berwiraswasta sebagai pembuat batu merah dan
terikat yaitu modal sosial dan dukungan sosial bertani. 60 persen berstatus janda/ duda. Dalam
terhadap satu variabel bebas, yaitu kesejahtera- keluarga kebanyakan status mereka kembali
an lanjut usia dengan menggunakan analisis menjadi anggota keluarga (51 persen), kepala
regresi (menggunakan SPSS) dengan tingkat keluarga diambil oleh anak mereka yang telah
kepercayaan 95 persen atau kurang dari α 0,05, menikah dan menjadi tulang punggung ekonomi
menunjukkan bahwa sebagai berikut. H1: Modal keluarga. Kebanyakan dari mereka masih mampu
sosial berpengaruh terhadap kesejahteraan lanjut memenuhi aktifitas kebutuhan sehari-hari (ADL)
usia. H2: Dukungan sosial berpengaruh terhadap secara mandiri (94,3 persen). Karakteristik re-
kesejahteraan lanjut usia. H3: Modal sosial dan sponden dapat dilihat pada Tabel 2.
dukungan sosial secara bersama-sama berpe- Frekuensi Kategorikal Variabel Modal
ngaruh terhadap kesejahteraan lanjut usia. Sosial, Dukungan Sosial, dan Kesejahteraan:
Masing-masing variabel dikategorikan menjadi
Rendah, Sedang, dan Tinggi. Tujuannya agar
memberikan gambaran tentang karakteristik dari
setiap variabel. Perhitungan kedalam kategori
dilakukan dengan rumus (Nazir, 2011):

143
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 137 - 148

Tabel 3
Rentang Kategorikal Variabel Penelitian

MS: moda sosial, DS: dukungan sosial, K: kesejahteraan lanjut usia, s.d: sampai dengan.
Sumber: diolah dari data primer

Pengaruh Modal Sosial dan Dukungan


Sosial Terhadap Kesejahteraan Lanjut Usia:
Keterangan: K = interval kelas; R = range / Analisis dengan regresi dilakukan untuk menge-
jangkauan (nilai total maksimum dikurangi tahui empat hal. Pertama: Analisis korelasi ganda
nilai total minimum); I = jumlah kelas. Untuk (R), di gunakan untuk mengetahui hubungan
mengetahui rentang kategorikal masing-masing antara dua atau lebih variabel bebas terhadap
variabel berdasarkan rumus di atas dapat dilihat variabel terikat. Nilai coefficient dapat menun-
pada Tabel 3. jukkan seberapa besar hubungan yang terjadi
Data modal sosial, dukungan sosial, dan antara variabel bebas secara serentak terhadap
kesejahteraan lanjut usia yang diperoleh melalui variabel terikat. Nilai berkisar antara 0 sampai 1,
kuisioner kemudian diolah berdasarkan kriteria semakin mendekati 1 berati hubungan semakin
rentang kategori sebagaimana pada Tabel 4. Ha- kuat, sebaliknya mendekati 0 hubungan semakin
sil yang terangkum pada Tabel 4 memperlihatkan lemah (Priyatno, 2008). Hasil menunjukkan nilai
bahwa variabel modal sosial 100 persen dalam coefficient korelasi (R) sebesar 0,191 hal ini
kategori tinggi. Begitupun variabel dukungan menunjukkan hubungan antara variabel modal
sosial 85,7 persen dalam kategori tinggi dan sosial dan dukungan sosial bersama-sama ter-
hanya 5 persen dalam kategori sedang. Berbeda hadap variabel kesejahteraan lanjut usia sangat
dengan variabel kesejahteraan sebagian besar lemah. Hal tersebut berpedoman pada interpre-
berada pada kategori sedang (68,6 persen) dan tasi berikut (Sugiono, 2007): 0,00 – 0,199 =
hanya 11 persen dalam kategori tinggi. Semua sangat lemah; 0,20 – 0,399 = lemah; 0,30 – 0,599
variabel tidak memiliki kategori rendah. = sedang; 0,60 – 0,799 = kuat; 0,80 – 1,000 =
sangat kuat.
Tabel 4 Kedua, mengetahui seberapa besar persentase
Frekuensi Kategori Variabel Penelitian sumbangan pengaruh variabel bebas (X1 dan X2)
secara serentak terhadap variabel terikat (Y),
dapat di ketahui dengan analisis determinasi
(R2). Coefficient ini menunjukkan seberapa besar
persentase variabel bebas yang digunakan dalam
model mampu menjelaskan variasi variabel
terikat. berdasarkan nilai yang diperoleh pada
Tabel 5, nilai R2 sebesar 0,036 atau 3,6 persen.
Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase
sumbangan pengaruh modal sosial dan dukungan
sosial terhadap kesejahteraan lanjut usia hanya
3,6 persen saja. Sedangkan sisanya sebesar 96,4

144
Efek Modal dan Dukungan Sosial .................................. (Mariani, Subhan Kadir, dan Sunarru Samsi Hariadi)

persen di pengaruhi oleh faktor lain yang tidak signifikan terhadap kesejahteraan lanjut usia
termasuk dalam penelitian ini. peserta program home care.
Ketiga, untuk mengetahui apakah model re- Pembahasan: Hasil penelitian menunjukkan
gresi variabel bebas X1 dan X2 secara terpisah tingkat yang tinggi pada variabel modal sosial
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat dan dukungan sosial, sedangkan variabel kese-
(Y) dapat diketahui dengan coefficient regresi jahteraan lanjut usia menunjukkan tingkat yang
secara parsial (uji t). Pada tabel 5 menunjuk- sedang. Lokasi penelitian termasuk dalam daerah
kan nilai probabilitas uji t untuk variabel modal kategori pedesaan dimana masyarakatnya masih
sosial menunjukkan angka 0,812. Nilai tersebut menjunjung budaya dan norma agama terutama
lebih besar dari α 0,05 (tingkat kepercayaan dalam hal bagaimana memperlakukan orang
95 persen). Hal tersebut berarti hipotesis yang tua. Semangat kerja sama dan tolong menolong
menyatakan modal sosial berpengaruh terhadap sebagai bentuk modal sosial dan dukungan sosial
kesejahteraan lanjut usia peserta home care di antar keluarga maupun warga masyarakat masih
tolak. Sedangkan nilai probabilitas untuk varia- tinggi. Pada aspek kesejahteraan berdasarkan
bel dukungan sosial menunjukkan angka 0,333. data yang diperoleh tergolong dalam tingkat
Nilai tersebut juga lebih besar dari α 0,05 yang sedang. Hal itu sangat terkait dengan data de-
juga berarti bahwa hipotesis yang menyatakan mografi responden, misalnya tingkat pendidikan
dukungan sosial berpengaruh terhadap kese- yang rendah (100 persen tidak mengenyam
jahteraan lanjut usia peserta program home pendidikan formal), tingkat ketergantungan
care di tolak. Uji t menyimpulkan bahwa modal yang tinggi terhadap anggota keluarga, bekerja
sosial dan dukungan sosial secara terpisah tidak pada sektor nonformal sehingga tidak memiliki
berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan jaminan hidup berupa pensiun. Hal tersebut juga
lanjut usia. sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Keempat, untuk mengetahui apakah variabel Iskandar, et al., (2006); Prastyaningrum, (2009);
bebas (X1 dan X2) secara bersama-sama berpe- dan Handayani, et al., (2013).
ngaruh secara signifikan terhadap variabel terikat Tidak ditemukan pengaruh secara signifikan
(Y), dapat diketahui dengan uji coefficient secara modal sosial dan dukungan sosial terhadap ke-
bersama-sama (uji F). Jika signifikan berarti sejahteraan lanjut usia. Hal ini berarti walaupun
hubungan yang terjadi dapat berlaku untuk popu- modal sosial dan dukungan sosial masyarakat
lasi (dapat digeneralisasikan). Nilai probabilitas tinggi tidak serta merta dapat meningkatkan
untuk uji F pada tabel 5 menunjukkan angka kesejahteraan. Kesimpulan tersebut berbeda de-
0,552 lebih besar dari α 0,05. Dengan demikian ngan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang
hipotesis ketiga yang yang mengatakan modal mencatat pengaruh positif modal sosial terhadap
sosial dan dukungan sosial secara bersama-sama kesejahteraan, seperti pada temuan penelitian
berpengaruh terhadap kesejahteraan lanjut usia oleh Suandi (2014) dan temuan penelitian Anam
peserta program home care di tolak. Dapat di- & Suman (2013).
simpulkan bahwa modal sosial dan dukungan Kesejahteraan berdasarkan definisi dan hasil
sosial secara bersama-sama tidak berpengaruh penelitian sebelumnya tidak hanya dipengaruhi

Tabel 5
Analisis Regresi Modal dan Dukungan Sosial terhadap Kesejahteraan Lanjut Usia.

Sumber: diolah dari data primer (N=35)

145
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 137 - 148

oleh aspek psikososial saja, misalnya modal Hayati & Marini (2010), dan penelitian yang
sosial dan dukungan sosial. Kontribusi modal dilaporkan oleh Saputri & Indrawati (2011).
sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahter-
aan lanjut usia hanya 3,6 persen; selebihnya 96,4 D. Penutup
persen di pengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar Kesimpulan: Modal sosial dan dukungan
penelitian ini. Faktor-faktor yang berpengaruh sosial pada penelitian ini ditemukan tidak
terhadap kesejahteraan namun tidak dimasukkan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan
sebagai variabel dalam penelitian ini meliputi lanjut usia peserta program home care. Perlu
meliputi: ekonomi misalnya pendapatan, jumlah dicatat bahwa modal sosial dan dukungan sosial
anggota keluarga yang ditanggung, tingkat pen- masih memiliki andil terhadap kesejahteraan
didikan kepala keluarga, kondisi tempat tinggal (hubungan lemah tetapi tidak signifikan secara
atau lingkungan, akses terhadap pelayanan sosial statistik), terutama pengaruhnya pada aspek fisik
oleh pemerintah, akses untuk mendapat bantuan dan psikososial lanjut usia. Apabila tingginya
pinjaman finansial, dan faktor manajemen sum- modal sosial dan dukungan sosial dipadukan
ber daya dalam keluarga. Sebagaimana hasil dengan program lain (misalnya program untuk
penelitian yang telah dilaporkan oleh Iskandar, meningkatkan ekonomi keluarga, pendidikan,
et al. (2006), Prastyaningrum (2009), dan hasil akses sosial, perbaikan tempat tinggal, dll)
penelitian Handayani, et al. (2013). dalam jangka panjang, maka akan memberikan
Program Home Care merupakan program dampak yang besar pada kesejahteraan keluarga
yang sangat baik dalam meningkatkan partisipasi dan lanjut usia.
masyarakat dan mendidik anggota keluarga da- Rekomendasi: Penguatan modal sosial dan
lam memberikan perawatan yang terbaik kepada dukungan sosial yang secara spesifik diarahkan
lanjut usia. Namun pelaksanaan program masih untuk lanjut usia perlu digalakkan. Perluasan
memiliki kelemahan yang perlu diperbaiki. Pro- program Home Care dengan memadukan pada
gram berjalan sangat singkat dalam satu wilayah aspek-aspek ekonomi, pendidikan, manajemen
program, setelah berjalan setahun selanjutnya sumber daya keluarga, perbaikan lingkungan dan
berpindah ke wilayah lain. Dengan alasan ke- tempat tinggal, kemudahan akses pada pelayanan
terbatasan anggaran dan pemerataan program publik (rumah sakit, perbankan, pemerintahan,
akhirnya program tidak kontinyu. Masayarakat dll) dapat membantu mencapai kesejahteraan
tidak dididik untuk untuk tetap menjalankan pro- yang lebih luas bagi lanjut usia. Disarankan agar
gram Home Care secara swadaya. Program yang dilakukan upaya yang berkesinambungan dengan
dijalankan terkesan menciptakan ketergantungan menciptakan partisipasi aktif masyarakat agar
lalu menghilang. program dapat berjalan tanpa tergantung dengan
Walau tidak memiliki pengaruh yang sig- pihak luar.
nifikan, modal sosial dan dukungan sosial masih
memiliki hubungan (hubungan yang lemah) Pustaka Acuan
terhadap kesejahteraan (R = 0,091). Adanya Anam, K., & Suman, A. (2013). Identifikasi modal sosial
modal sosial dan dukungan sosial dari keluarga dalam kelompok tani dan implikasinya terhadap kese-
jahteraan kelompok tani. Malang: Fakultas Ekonomi
dan masyarakat sedikit banyak memberikan kon- dan Bisnis Universitas Brawijaya .
tribusi terhadap kesejahteraan pada aspek fisik, Astuti, A., & Budiyani, K. (2010). Hubungan antara
psikis dan sosial. Keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang diterima degan kebermaknaan
semangat bagi lanjut usia, bantuan baik materi hidup pada odha. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
maupun non materi dari anggota keluarga sangat Universitas Mercubuana.
Bungin, B. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
berati dalam meningkatkan moral lanjut usia. Hal Kencana Prenada Media Group.
tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya Dahlan, M. S. (2009). Statistik Untuk Kedokteran dan
yang dilaporkan oleh Astuti & Budiyani, (2010), Kesehatan (4th Edition). Jakarta: Salemba Medika.

146
Efek Modal dan Dukungan Sosial .................................. (Mariani, Subhan Kadir, dan Sunarru Samsi Hariadi)

Depsos. (2004). Lanjut Usia Dalam Data Dan Informasi Prastyaningrum, W. (2009). Analisis faktor yang mempe-
(4th ed.). Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Lanjut ngaruhi kesejahteraan masyarakat Kecamatan Tem-
Usia, Departemen Sosial RI. barak, Kabupaten Temanggung (skripsi). Semarang:
Field, J. (2011). Modal Sosial. Yogyakarta: Kreasi Wa- Universitas Negeri Semarang.
cana. Priyatno, D. (2008). Mandiri Belajar SPSS (Statistical
Fukuyama, F. (2002). Trust: Kebijakan Sosial dan Pen- Product and Services Solution) Untuk Analisis Data
ciptaan Kemakmuran. Yogyakarta: Qalam. & Uji Statistik. Yogyakarta: Media Com.
Gibson, Ivancevich, & Donnelly. (1997). Oranizations; Saputri, M. A., & Indrawati, E. S. (2011). Hubungan antara
Behavior, Structure, Processes. Chicago: Irwin. dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia yang
Handayani, F. S., Juita, E., & Nefilinda. (2013). Faktor- tinggal di panti wredha wening wardoyo Jawa Tegah.
Faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan Jurnal Psikologi Undip , 9 (1), 65-72.
petani kelapa di Nagari Kuranji Hilir Sungai Limau Sarafino, E. (1998). Health Psichology: Biopsychosocial
Kabupaten Padang Pariaman. Ejurnal STKIP PGRI, Interaction (3th Edition). New York: John Wiley &
2 (1). Sons Inc.
Hayati, S., & Marini, L. (2010). Pengaruh dukungan so- Suandi. (2014). Hubungan modal sosial dengan kesejah-
sial terhadap kesepian pada lansia (skripsi). Medan: teraan ekononomi keluarga di daerah pedesaan Jambi.
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Jurnal Komunitas, 6 (1), 38-46.
Iskandar, Hartoyo, Sumarwan, U., & Khomsan, A. (2006). Sugiono. (2007). Metode Penelitian Bisnis. Bandung:
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan Alafabeta.
keluarga. repository.usu.ac.id , 133-141. Tailor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (1997). Social
Kadir, S. (2010). Program day care services dan pengaruh- Psychology (9th Edition). New Jersey: Prentice Hal
nya terhadap kesejahteraan lanjut usia (tesis). Makas- Internationals Editions.
sar: Fakultas Sosiologi, Universitas Hasanuddin. Thobias, E., Tungka, A., & Rogahang, J. (2013). Pengaruh
Kemensos. (2009). Mengenal Home Care. Jakarta: Der- modal sosial terhadap perilaku kewirausahawan.
ektorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Jurnal Acta Diurna .
Lawang, R. M. (2005). Kapital Sosial dalam Perspektif
Sosiologik Suatu Pengantar. Jakarta: FISIK UI Press Peraturan-peraturan:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
Indonesia. 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Nazir, M. (2011). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indo- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
nesia. 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Pangkahila, W. (2007). Anti aging medicine: memperlam-
bat penuaan meningkatkan kualitas hidup. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.

147
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 137 - 148

148
3
Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal
Analyze on Social Insurance and Protection of Informal Workers

Akhmad Purnama
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS),
Jalan Kesejahteraan Sosial No.1 Nitipuran Yogyakarta. Telp. (0274) 377265, Fax (0274) 373530.
Badiklit Kesos Kementerian Sosial RI. Email: akhmadpurnama19@gmail.com.
Diterima 2 Oktober 2014, direvisi 21 Maret 2015, disetujui 25 Mei 2015.

Abstract

This research means to know the beneficiary of New Initiative Social Welfare Insurance program on informal workers
protection. The research is implemented in Pemalang Regency, Central Java Province. Data resources are participant and
implementer of the program (LPA management team, program guides, and controller) all are 60 people. Data are gathered
through interview, documentary analysis, and focus group discussion. Data are analyzed through qualitative-descriptive
technique. The result shows that New Initiative Social Welfare program is very beneficial for informal workers, create safety
feeling for the participant and get income substitute should they face working accident and dye, reduce family bandage
and enhance lives needs normally. It is recommended that The Ministry of Social Affairs, through the General Directorate
of Social Insurance and Protection resume the program for informal workers with low wage and widen the outreach of
contribution assistance receivers (PBI). It needs also socialization and procures adequate facilities of the program holders.
It needs also joint-venture between The Ministry of Social Affairs and Social Insurance Board holder in covering health,
working accident, and mortal insurance. The improvement of LPA role and guidance motivate low waged informal workers
of the importance to participate in social insurance.

Keywords: Informal Workers; Social Protection; New Initiative Social Welfare

Abstrak

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemanfaatan program Askesos New Initiative dalam perlindungan bagi pekerja
informal. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah, sumber data penelitian meliputi peserta
dan pelaksana (LPA, pendamping, tim pengendali, PT Jamsostek) berjumlah 60 orang. Teknik pengumpulan data melalui
wawancara, dan telaah dokumen serta dilakukan FGD. Analisis penelitian digunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan Program Askesos New Initiative yang dilaksanakan di Kabupaten Pemalang sangat bermanfaat
bagi pekerja sektor informal, yaitu terciptanya rasa aman bagi peserta; Mandapatkan pengganti penghasilan apabila terjadi
resiko kecelakaan kerja atau kematian; dapat mengurangi beban keluarga dan meningkatkan kebutuhan hidup secara layak.
Rekomendasi yang diajukan Kementerian Sosial RI cq Direktorat Linjamsos untuk melanjutkan melanjutkan program
jaminan sosial bagi pekerja informal penghasilan rendah dan memperluas jangkaun penerimaan bantuan iuran (PBI).
Perlu adanya sosialisasi dan mempersiapkan sarana prasarana yang memadai oleh penyelenggara. Perlu kerjasama antara
Kementerian Sosial dengan BPJS Ketenagakerjaan mengenai cakupan program jaminan sosial berupa jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Peningkatan peran LPA dan Pendamping memotivasi Pekerja Sektor
Informal berpenghasilan rendah tentang pentingnya ikut jaminan sosial.

Kata Kunci: Pekerja Sektor Informal; Perlindungan Sosial; Program Askesos New Initiative

A. Pendahuluan intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk


Pembangunan kesejahteraan sosial bertujuan memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan
untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat
bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas institusi-institusi sosial (Suharto, 2005: 9).
kebutuhan dasar warga Negara. Pembangunan Demi tercapainya kesejahteraan sosial, negara
kesejahteraan sosial adalah usaha yang terencana menyelenggarakan pelayanan dan pengem-
dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk bangan kesejahteraan sosial secara terencana,

149
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 149 - 162

terarah, dan berkelanjutan. Salah satu upaya Perlindungan sosial (social security) dalam
mewujudkan taraf kesejahteraan sosial adalah arti luas dapat didefinisikan sebagai inisiatif baik
melalui jaminan sosial. Jaminan sosial sebagai yang bertujuan menyediakan transfer pendapa-
skema yang melembaga untuk menjamin seluruh tan atau konsumsi pada orang miskin, melind-
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar ungi kelompok rentan terhadap resiko-resiko
hidupnya yang layak (Undang-undang No 11 penghidupan, meningkatkan status dan hak sosial
Tahun 2009). Sistem jaminan sosial sebenarnya masyarakat yang terpinggirkan. Perlindungan so-
telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sial juga diartikan sebagai seperangkat kebijakan
masyarakat, yaitu sistem jaminan sosial yang dan program kesejahteraan sosial yang dirancang
berbasis masyarakat dan diselenggarakan oleh untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan
institusi lokal, seperti: kelompok arisan, kelom- (vulnerability) melalui perluasan pasar kerja
pok keagamaan atau majelis taklim, kelompok yang efisien, pengurangan resiko kehidupan yang
kekerabatan, dan paguyuban. senantiasa mengancam manusia, serta penguatan
Jaminan sosial menjadi hak bagi setiap kapasitas masyarakat dalam melindungi dirinya
orang sebagaimana amanat UUD 1945 yang dari berbagai bahaya dan gangguan yang da-
tertuang dalam pasal 27 ayat 2 yaitu bahwa pat menyebabkan terganggunya atau hilangnya
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan pendapatan (Ditjen Banjamsos, 2006). Penting-
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. nya perlindungan sosial di Indonesia dilandasi
Demikian juga dalam pasal 28 ayat 3 dinyatakan alasan: Menguatnya konsep welfare pluralism,
bahwa “Setiap warga negara berhak atas jami- civil society dan social capital, dalam pelaksa-
nan sosial yang memungkinkan pengembangan naan pembangunan kesejahteraan sosial; Local
dirinya secara utuh sebagai manusia yang ber- safety net, perlindungan sosial merupakan bagian
martabat. Selanjutnya pasal 34 ayat 2 UUD 1945 dari budaya Indonesia dan telah dipratikkan
menyebutkan bahwa “Negara mengembangkan oleh kelompok masyarakat sebagai mekanisme
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan informal dalam melindungi warganya; Decen-
memberdayakan yang lemah dan tidak mampu tralization mainstreaming, pengarusutamaan
sesuai dengan martabat kemanusiaan. Undang- desentralisasi pembangunan yang menekankan
undang No 11 Tahun 2009 pada pasal 9 ayat 2 pentingnya kebutuhan lokal dan partisipasi
menyebutkan bahwa jaminan sosial diberikan publik (Ditjen Banjamsos, 2006). Kebijakan
dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan dan program perlindungan sosial menurut Su-
bantuan langsung berkelanjutan agar rakyat harto (2006) mencakup lima komponen, yaitu:
dapat memenuhi kebutuhan dasar dan kelang- Kebijakan pasar kerja (labour market policies),
sungan hidupnya secara layak. Undang-undang dirancang untuk memfasilitasi pekerjaan dan
No 32 Tahun 2004 mewajibkan pemerintah beroperasinya hukum penawaran dan permintaan
daerah untuk mengembangkan sistem jaminan kerja secara efisien. Sasarannya untuk angkatan
sosial yang tertuang dalam pasal 22 huruf h. kerja baik yang bekerja disektor formal mau-
Negara bertanggungjawab atas penyelengga- pun informal dan para pengangguran; Bantuan
raan kesejahteraan sosial yang tertuang dalam sosial (social assistence), yakni berupa program
pasal 4 Undang-undang No 11 Tahun 2009. Hal jaminan sosial yang berbentuk tunjangan uang,
tersebut di atas merupakan dasar bahwa setiap barang atau pelayanan kesejahteraan yang diberi-
warga negara berhak atas kesejahteraan sosial kan pada kelompok rentan yang tidak memiliki
secara layak dan pemerintah wajib memberikan penghasilan layak. Sasarannya meliputi keluarga
perlindungan bagi masyarakat dalam mewujud- miskin, pengangguran, penyandang cacat, lanjut
kan kesejahteraan sosial setiap warga negara usia, orang dengan kecacatan fisik dan mental,
Indonesia. dan yatim piatu (sesuai pasal 9 Undang-undang
Kesejahteraan Sosial Tahun 2009); Asuransi

150
Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal (Akhmad Purnama)

sosial (social insurance), merupakan jaminan lebih tinggi daripada jaminan sosial yang mereka
kesejahteraan sosial yang diberikan kepada peroleh dari iuran program asuransi sosial wajib.
para peserta sesuai dengan kontribusinya berupa Iuran untuk program asuransi swasta ini berbeda
premi atau tabungan yang dibayarkannya, me- menurut analisis risiko dari setiap peserta. (http://
liputi asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, id.wikipedia.org/wiki/Sistem Jaminan Sosial
asuransi kecelakaan kerja, asuransi kecacatan, Nasional). Jaminan sosial tenaga kerja adalah
asuransi hari tua, pensiun, dan kematian; Jaring suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam
pengaman sosial berbasis masyarakat (commu- bentuk santunan, berupa uang sebagai peng-
nity based-social safety nets). ganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau
Jaminan sosial (social security) merupakan berkurang, dan pelayanan sebagai peristiwa atau
salah satu jenis kebijakan sosial untuk mengatasi keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kemiskinan dan ketimpangan dalam masyarakat. kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua
Setiap negara memiliki definisi, sistem, dan dan meninggal dunia. Jaminan sosial tenaga
pendekatan yang berbeda dalam mengatasi kerja sangat diperlukan oleh tenaga kerja diluar
kemiskinan dan ketimpangan, sehingga memiliki hubungan kerja (TKLH) yang pada umumnya
sistem dan strategi jaminan sosial yang berbeda berusaha pada usaha-usaha ekonomi informal.
pula. Jaminan sosial umumnya diimplemen- David L Bickelhaupt (1964: 29) megolongkan
tasikan ke dalam berbagai bentuk tunjangan asuranasi menjadi dua yaitu pertama Asuransi
pendapatan secara langsung (income support) sosial (social insurance) adalah asuransi sosial
yang terkait erat dengan kebijakan perpajakan yang terbit berdasarkan undang-undang, sebab
dan pemeliharaan pendapatan (taxation and in- asuransi sosial diselenggarakan dalam rangka
come-maintenance policies). Namun demikian, memberikan jaminan sosial (social security)
jaminan sosial juga meliputi berbagai skema kepada masyarakat.
peningkatan akses terhadap pelayanan sosial Keberadaan sistem jaminan sosial dewasa
dasar, seperti perawatan kesehatan, pendidikan, ini sangat penting seiring dengan meningkat-
dan perumahan. Jaminan sosial yang berbentuk nya resiko ketidakpastian sosial ekonomi yang
tunjangan pendapatan dapat disebut benefits in dirasakan oleh masyarakat terutama masyarakat
cash, sedangkan yang berwujud bantuan barang miskin, sehingga menganggu ketahanan kelu-
atau pelayanan sosial sering disebut benefits in arga, karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
kind (Suharto, 2011). hidup. Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos)
Sistem jaminan sosial nasional dibuat sesuai sebagai salah satu bentuk jaminan kesejahteraan
dengan “paradigma tiga pilar” yang direkomen- sosial merupakan sistem asuransi sosial untuk
dasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasio- memberikan perlindungan, pertanggungan bagi
nal (ILO). Pilar-pilar itu adalah Program bantuan masyarakat miskin, terhadap resiko menurun-
sosial untuk anggota masyarakat yang tidak nya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari
mempunyai sumber keuangan atau akses ter- nafkah utama mengalami sakit, kecelakaan atau-
hadap pelayanan yang dapat memenuhi kebutu- pun meninggal dunia. Kemiskinan di Indonesia
han pokok mereka. Program asuransi sosial yang masih cukup besar, menurut data BPS pada
bersifat wajib, dibiayai oleh iuran yang ditarik Maret tahun 2012 mencapai 29,13 juta jiwa atau
dari perusahaan dan pekerja. Iuran yang harus 11,96% dari jumlah penduduk sebanyak 241 juta
dibayar oleh peserta ditetapkan berdasarkan ting- jiwa. Jumlah tersebut umumnya bekerja pada
kat pendapatan, dan berdasarkan suatu standar sektor informal dan pekerja mandiri. Pekerjaan
hidup minimum yang berlaku di masyarakat; di sektor informal sangat rentan terhadap resiko
Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta se- kecelakaan kerja, sakit bahkan kematian. Jumlah
cara sukarela, yang dapat dibeli oleh peserta apa- pekerja sektor informal yang tidak mempunyai
bila mereka ingin mendapat perlindungan sosial hubungan kerja (TKLH) sebesar 17.480.227

151
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 149 - 162

orang dan sebesar 62,7% tidak memiliki per- dibayarkan ditanggung pemerintah dan klaim
lindungan sosial (Kompas, 12 Juli 2012). Hal yang diterima bagi peserta yang meninggal da-
ini disebabkan pekerja sektor informal tidak lam kecelakaan kerja yaitu sebesar 21 juta.
mampu membayar premi, karena sebagian besar Askesos New Initiative telah memberikan
miskin berpenghasilan kecil dan tidak menentu, dampak bagi penerima manfaat dan dapat men-
bahkan seringkali tergantung pada musim, dan capai sasaran, yakni memberi jaminan sosial bagi
keterbatasan anggaran pemerintah dalam penye- TKLH. Oleh karena itu, diperlukan kajian imple-
lenggaraan jaminan sosial khususnya jaminan mentasi program Askesos New Initiative guna
sosial tenaga kerja. Mereka umumnya belum memberi input pada Direktorat Jenderal Perlind-
terjangkau oleh jaminan sosial tenaga kerja. ungan Jaminan Sosial. Perlu dilakukan penelitian
Oleh sebab itu, maka perlu perlindungan dan perlindungan pekerja informal melalui program
jaminan sosial. Berbagai upaya dilakukan oleh Askesos New Initiative. Rumusan masalah yang
pemerintah untuk melindungi tenaga kerja, salah diajukan adalah bagaimana kemanfaatan pro-
satunya melalui program Asuransi Kesejahteraan gram Askesos New Initiative bagi perlindungan
Sosial (Askesos). Program Askesos merupakan pekerja informal dan mengetahui faktor pendu-
program Kementerian Sosial RI yang dimulai kung dan pengahambat dalam pelaksananaan
sejak tahun 2003 dan diujicobakan sampai de- Askesos New Initiative? Fokus dalam penelitian
ngan tahun 2011 di seluruh Indonesia, sebagai ini adalah pelaksanaan kegiatan Askesos New
salah satu model perlindungan sosial berupa Initiative dapat melindungi pekerja informal.
jaminan sosial bagi pekerja informal dan pekerja Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian adalah
mandiri berkategori miskin. Program Askesos diketahui kemanfaatan program Askesos New
ini memberikan jaminan sosial berupa pengganti Initiative bagi perlindungan pekerja informal;
penghasilan yang hilang, akibat sakit, kecelakaan diketahui faktor pendukung dan penghambat da-
kerja dan kematian. Perkembangan program lam pelaksanaan program Askesos New Initiative
Askesos mengalami perbaikan yang terakhir bagi perlindungan pekerja informal. Selanjutnya
menjadi Askesos New Initiative. Sejalan dengan penelitian ini diharapkan sebagai masukan/per-
peraturan yang berlaku (Undang-undang Sistem timbangan bagi Kementerian Sosial RI melalui
Jaminan Sosial Nasional, Undang-undang Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan
Kesejahteraan Sosial, Undang-undang Badan Sosial dalam rangka keberlanjutan program
Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-undang Askesos New Initiative
Ketenagakerjaan dan Undang-undang Perasuran-
sian) serta akuntabilitas program Askesos dapat B. Metode Penelitian
lebih dipertanggungjawabkan. Askesos New Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
Initiative telah berjalan sejak tahun 2012 dalam yaitu mendiskripsikan tentang manfaat Program
implementasinya melibatkan organisasi sosial Askesos New Initiative bagi pekerja sektor infor-
sebagai Lembaga Pelaksana Askesos (LPA) dan mal. Lokasi penelitian ditentukan secara purpo-
PT. Jamsostek sebagai Badan Penyelenggara sive yaitu di Kabupaten Pemalang dengan alasan
Jaminan Sosial (BPJS). Askesos New Initiative daerah tersebut sudah melaksanakan program
merupakan pengganti dari Askesos yang pada Askesos New Initiative dan memiliki pekerja
awalnya penyelenggaraan jaminan diberikan sektor informal yang sebanyak 582.672 orang
kepada lembaga pelaksana Askesos yang kemu- (BPS Kabupaten Pemalang, 2013). Sumber data
dian penyelenggaraan jaminan diberikan kepada dalam penelitian ini adalah orang-orang yang
badan yang berwenang yaitu PT Jaminan Sosial terlibat secara langsung dalam pelaksanaan pro-
Tenaga Kerja (Jamsostek). Peserta yang diberi- gram Askesos New Initiative sebanyak 60 orang.
kan adalah pekerja informal miskin yang sudah Terdiri dari peserta 41 orang yang memiliki
ditentukan dari Kementerian Sosial. Premi yang kriteria sebagai pekerja sektor informal, berusia

152
Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal (Akhmad Purnama)

18 tahun- 55 tahun, sebagi pencari nafkah utama bagi dalam 14 Kecamatan yang terdiri dari 222
dan sebagai peserta Askesos New Iinitiative. desa/kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten
Pengelola ada 19 orang terdiri pengurus LPA Pemalang tercatat sebanyak 1.271.157 jiwa
sebanyak 12 orang, pendamping terdiri empat dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak
orang, Tim pengendali dua, dan dari PT Jam- 631.095 Jiwa dan perempuan ada 640.062 jiwa.
sostek ada satu orang sebagai responden. Rasio jenis kelamin jumlah penduduk perempuan
Data merupakan bagian terpenting dalam lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-
suatu penelitian karena hakekat dari penelitian laki dengan rasio jenis kelamin sebesar 98,6 yang
adalah pencarian data atau informasi. Berkait berarti dari sekitar 100 penduduk perempuan,
dengan hal tersebut maka pengumpulan data penduduk laki-laki yaitu 98,6 jiwa. Kabupaten
mengunakan teknik sebagai berikut. Teknik Pemalang memiliki jumlah penduduk kategori
wawancara kepada peserta, pengelola, pen- usia produktif ada sebanyak 729.611 jiwa (57%)
damping dan PT Jamsostek dalam rangka untuk dan yang tidak produkti 541.546 jiwa (43%).
memperoleh informasi yang berkaitan dengan (BPS Kabupaten Pemalang 2012).
kemanfaatan dan pelaksanaan program Askesos Jumlah pencari kerja pada tahun 2011 ada
New Initiative; FGD dilakukan untuk menda- sebanyak 9.125 orang sedangkan lowongan kerja
patkan data yang valid yaitu dengan cara cek dan yang telah dipenuhi menurut lapangan usaha
ricek dari sumber yang berbeda dari penerima, sebanyak 2.024 orang. Pencari kerja yang sudah
pengurus LPA, Pendamping, Pengendali dan PT memperoleh pekerjaan menurut tingkat pendidik-
Jamsostek; teknik Observasi untuk mengetahui an selama tahun 2011 terbanyak adalah lulusan
kondisi penerima manfaat program Askesos SLTA dari 7.271 pencari kerja memperoleh
New Initiative yang sudah menerima klaim; pekerjaan sebanyak 1.549 orang sedangkan yang
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh terkecil adalah lulusan sarjana dari jumlah 438
data yang belum tercaver dalam wawancara, orang pencari kerja hanya satu orang yang mem-
FGD maupun observasi yaitu berupa dokumen, peroleh pekerjaan. (BPS Kabupaten Pemalang,
file dan catatan-catatan yang berkaitan dengan 2012). Jumlah Organisasi sosial/Lembaga Sosial
pelaksanaan program Askesos New Initiative. masyarakat yang ada di Kabupaten Pemalang
Setelah data terkumpul dilakukan reduksi ada sebanyak 28 oraganisasi. Sementara jumlah
data: data yang diperoleh difokuskan pada per- Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) ada sebanyak
masalahan yang diteliti; Display data: menunjuk- 2.609 jiwa yang berasal dari berbagai macam
kan data yang telah diklasifikasikan atau bagian latar belakang baik dari karyawan pemerintah,
tertentu dari penelitian; Penarikan kesimpulan karyawan swasta, buruh, tani/nelayan dan da-
(verifikasi): memberikan makna atau interpretasi gang. Organisasi Karang Taruna di Kabupaten
terhadap hasil temuan penelitian. (Moleong, Pemalang ada sebanyak 222 buah dengan rincian
2002). Analisis penelitian melalui analisis des- kategori berkembang ada sebanyak 220 dan ada
kriptif kualitatif. dua kategori percontohan. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa potensi dan sumber kese-
C. Hasil dan Pembahasan (Kebermanfaatan jahteraan sosial di Kabupaten Pemalang cukup
Askesos New Initiative sebagai Perlindun- besar. Apabila potensi organisasi sosial tersebut
gan Sosial bagi Pekerja Sektor Informal diberdayakan dan didayagunakan maka dapat
di Kabupaten Pemalang) mengatasi permasalahan sosial yang ada.
Wilayah Kabupaten Pemalang merupakan Askesos New initiative adalah asuransi yang
daerah dataran tinggi, pantai, dataran rendah dan diberikan kepada tenaga kerja sektor informal
pegunungan. Luas wilayah Kabupaten Pemalang yang berkategori miskin dalam bentuk peng-
ada 1.115,30 Km2 yang terdiri dari lahan sawah ganti penghasilan yang hilang, akibat kecelakaan
378,74 Km2 dan bukan sawah 736,56 Km2. Ter- kerja dan atau kematian. Program Askesos New

153
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 149 - 162

Initative bertujuan untuk memberikan perlin- 590 orang anggota sebagian besar terdiri dari
dungan sosial kepada tenaga kerja sektor infor- pekerja sektor informal sebagai pedagang pasar,
mal berkategori miskin, agar dapat memenuhi sedangkan lainnya bekerja sebagai supir, tukang
kebutuhan hidup secara layak bagi keluarganya becak, petani dan pekerja serabutan. Kegiatan
apabila terjadi resiko kecelakaan kerja dan atau LPA Al-Hidayah berupa pendidikan ditingkat
kematian, sehingga ketahanan keluarga tetap TK, Taman pendidikan Al-quran dan kegiatan-
terjaga. Kelembagaan Askesos New Iniatiative kegiatan sosial seperti pengajian, pemberian
terdiri dari penaggungjawab program adalah santunan anak yatim piatu.
Direktorat Jaminan Sosial Direktorta Jenderal Pelaksana Askesos adalah mereka yang ter-
Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian libat secara langsung dalam kegiatan Askesos
RI. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah yaitu pengelola, pendamping, tim pengendali dan
PT. Jamsostek dan Lembaga Pelaksana Askesos petugas dari PT. Jamsostek. Pendidikan merupa-
(LPA) adalah Organisasi sosial. kan salah satu syarat seseorang memiliki penge-
Lembaga pelaksanan Askesos Al-Hidayah tahuan yang luas dan banyak, dengan pendidikan
terletak di Kecamatan Purwosari yang didirikan seeorang akan mendapatkan tempat atau jabatan
tahun 2007 dengan dasar pendirian akta notaris yang lebih baik dan tinggi daripada orang yang
No. 27/2007. Struktur organisasi terdiri dari tidak berpendidikan. Tabel 1 adalah menyajikan
ketua, sekretaris dan bendaharan dilengkapi karakteristik pelaksana Askesos di Kabupaten
dengan dua koordinator lapangan serta koor- Pemalang.
dinator anggota. LPA Al-Hidayah Purwosari Tabel 1 menunjukkan bahwa pelaksana Aske-
mempunyai tempat sekretariat di Desa Pur- sos New Initiative di Kabupaten Pemalang dilihat
wosari yang berdekatan dengan pasar. LPA dari aspek umur pelaksana memiliki umur yang
Al-Hidayah mempunyai anggota sebanyak 590 variatif yaitu ada satu orang (5 %) yang sudah
orang dan masing-masing terdiri dari pekerja berumur di atas 60 tahun. Hal ini dapat dimaknai
di sektor informal yang berpenghasilan rendah. bahwa orang yang sudah tua tetap berpartisipasi
Keanggotaan LPA Al-Hidayah berasal dari tujuh dalam kegiatan kemasyarakatan. Selain itu, ada
lokasi pedesaan diantaranya; Desa Purwosari delapan orang (42 %) pada rentang kelompok
dengan jumlah anggota 233 orang; Desa Lowa umur 40 – 49 tahun, mereka tergolong usia
dengan jumlah anggota 50 orang; Desa Gun- produktif dan memiliki semangat kerja sehingga
tung dengan jumlah anggota 48 orang; Desa mampu melaksanakan tugas sebagai pengelolaan
Sikayo dengan jumlah anggota 88 orang; Desa dengan baik. Pengelolaan Askesos new initiative
Gandi dengan jumlah anggota 41 orang; Desa membutuhkan tenaga yang handal dan memiliki
Kauman dengan jumlah anggota 80 orang; Desa kepedulian terhadap orang miskin.
Ambo Kulon dengan jumlah anggota 70 orang.

Tabel 1
Umur dan Pendidikan Pelaksana Askesos di Kabupaten Pemalang

Sumber data: Jawaban Responden Pelaksana (N=19)

154
Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal (Akhmad Purnama)

Pelaksana Askesos yang terdiri dari Tim cari nafkah utama dalam keluarga yang bekerja
Pengelola (ketua terdiri lima orang, sekretaris disektor informal dengan penghasilan setara atau
ada tiga orang, dua orang bendahara, petugas kurang dari upah minimum kabupaten Pemalang
lapangan terdiri dua orang), tim pengendali yaitu Rp. 908.000,- dan berumur antara 18 tahun
dari Dinas Sosial terdiri dua orang pendamping atau sudah menikah sampai dengan 55 tahun.
dari Tokoh Masyarakat Maupun TKSM serta Berdasarkan persyaratan tersebut dan data yang
PT Jamsostek sebagai BPJS Ketenagakerjaan. diperoleh lapangan mengenai peserta Askesos
Pelaksana Askesos New Initiative sudah se- New Iinitiative meliputi umur, tingkat pendidik-
suai dengan persyaratan yang telah ditentukan. an, pekerjaan dan penghasilan, status perka-
Jabatan masing-masing mempunyai peran dan winan dan jumlah tanggungan keluarga disajikan
tugas yang berbeda-beda mulai dari sosialisasi, dalam bentuk tabel sebagai berikut.
rekruetment sampai dengan pelaporan. Peran dan Umur sangat menentukan dalam produk-
tugas yang berbeda tersebut diharapkan program tivitas kerja seseorang, sehingga seseorang yang
Askesos dapat terlaksana dengan baik sehingga memiliki umur muda sangat memungkinkan
mencapai tujuan yang diharapkan. aktivitas kerja lebih giat apabila dibandingkan
Peserta Askesos adalah pekerja serta infor- dengan seseorang yang telah berusia lanjut.
mal miskin, PMKS diutamakan peserta PKH dan Hal ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas
penerima program layanan sosial berdasarkan kerja karena pada umumnya seseorang usia
data PPLS. Syarat menjadi peserta Askesos New relative muda tenaganya lebih kuat sehingga
Initiative adalah Sebagai pencari nafkah utama produktivitas kerja juga tinggi. Seseorang dalam
dalam keluarga; Berasal dari keluarga miskin; bekerja sangat dipengaruhi oleh umur ataupun
Maksimal berusia 55 tahun; Bekerja di sektor pendidikan. Umur yang masih produktif dan pen-
informal; Terdaftar sebagai peserta Askesos didikan yang baik memungkinkan orang dapat
dan bantuan iurannya sudah dibayarkan. Masa meningkatkan pengahasilan ataupun pendapatan
pertanggungan program askesos adalah satu ta- keluarga. Umur dan pendidikan peserta Askesos
hun terhitung mulai premi pertama dibayarkan New Initiative tersaji pada Tabel 2.
kepada PT. Jamsostek sebagai BPJS ketenaga- Umur merupakan salah satu ukuran untuk
kerjaan. Hasil pendataan yang dilakukan mela- membeda antara orang satu dengan orang lain
lui wawancara diperoleh data atau informasi dalam melakukan aktivitas kerja produktif, baik
mengenai pekerja informal yang mendapatkan disektor formal maupun informal. Selain itu,
perlindungan sosial dan jaminan sosial yang umur juga dijadikan salah satu persyaratan yang
dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Pe- digunakan dalam menentukan seleksi formasi
malang melalui program Askesos New Initiative. kerja baik disektor formal maupun informal.
Program tersebut ditentukan persyaratan antara Tabel dua jika dicermati menunjukkan bahwa
lain peserta Askesos New Initiative adalah pen- peserta askesos kebanyakan berumur antara

Tabel 2
Peserta berdasarkan Umur, dan Tingkat Pendidikan

Sumber data: Jawaban Responden Peserta (N=41)

155
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 149 - 162

31-42 tahun berjumlah 22 orang (54 persen). 83 persen pendiddikan SLTP ke bawah, tentunya
Hal ini menunjukkan bahwa peserta askesos juga akan berpengaruh terhadap pekerjaan dan
dalam golongan usia produktif dan mempunyai pendapatan mereka serta tingkat kesejahteraan
kemampuan untuk meningkatkan produktivi- mereka kurang memadai.
tas. Mereka dalam melakukan aktivitas kerja Data penelitian menunjukkan bahwa peserta
terutama yang bekerja disektor informal sangat laki-laki lebih banyak dari pada perempuan yakni
riskan mengalami resiko kerja, seperti kecela- 34 orang atau (83 persen) sedangkan peserta
kaan kerja ataupun kematian. Apabila terjadi perempuan 7 orang (17 persen). Peserta askesos
kecelakaan kerja bahkan kematian akan be- berarti didominasi laki-laki, karena laki-laki la-
dampak terhadap membuat perubahan sosial zimnya sebagai tulangpunggung keluarga, kepala
ekonomi keluarga. Keadaan ini apabila tidak keluarga dan bahkan menjadi peran utama dalam
segera diantisipasi menimbulkan permasalahan keluarga. Tujuh orang (17 persen) yang berjenis
sosial dan ekonomi yang lebih parah dalam kelamin perempuan namun demikian ada dua
kehidupannnya. Mereka perlu mendapatkan orang sebagai pencari nafkah utama dalam
perlindungan sosial khususnya menjaminan keluarga karena sudah menjanda, sedangkan
kelangsungan hidup keluarganya. Berdasarkan lima orang mewakili peserta laki-laki (suami)
temuan dilapangan menunjukkan bahwa sebagai karena bekerja di laut sebagai nelayan sehingga
peserta mereka merasa terlindungi karena telah dalam berkegiatan dimasyarakat mereka sering
terjamin sehingga membuat para pekerja sektor mengalami hambatan untuk hadir.
informal merasa aman dan bekerja lebih giat ada Kondisi daerah Pemalang yang memiliki
jaminan kelangsungan hidup. Pernyataan peserta wilayah pegunungan, dataran rendah dan pesi-
mengatakan, “saya merasa terlindungi dengan sir pantai memungkin penduduk di Kabupaten
ikut menjadi peserta Askesos New Initiative hati Pemalang memiliki berbagai macam profesi
menjadi tenteram apabila mendapat musibah pekerjaan. Pekerja Sektor Informal (PSI) adalah
ada yang menalangi.” Peserta Askesos New orang atau pekerja yang melakukan kegiatan atau
Initiative memiliki usia 18–54 tahun berarti telah usaha ekonomi secara mandiri dengan modal
memenuhi kriteria persyaratan sebagai peserta yang sangat terbatas dan atau rentan terhadap
yang sudah digariskan dalam pedoman keper- setiap perubahan sosial, ekonomi dalam rangka
sertaan. Dengan demikian program Askesos memperoleh penghasilan guna memenuhi kebu-
New Initiative secara umum memenuhi syarat tuhan dasar secara layak.
dan tepat sasaran diharapkan program tersebut Ciri pekerja sektor informal, antara lain,
dapat berjalan dengan baik dan bermanfaat bagi yaitu: Berskala mikro dengan ukuran kecil;
peserta. Menggunakan teknologi sederhana; Menghasil-
Tingkat pendidikan seseorang akan ber- kan barang dan atau jasa dengan kualitas relatif
pengaruh terhadap tinggi rendahnya,wawasan rendah; Tempat usaha tidak tetap; Mobilitas
pengetahuan dan cara berpikir. Semakin tinggi tenaga kerja sangat tinggi; Kelangsungan usaha
tingkat pendidikan seseorang kelihatan dari segi tidak terjamin; Jam kerja tidak teratur; Tingkat
pengetahuan, pemahaman dan keahliannya. produktivitas dan penghasilan relatif rendah dan
Jika diperhatikan tabel dua di atas menunjuk- tidak tetap (Kementerian Sosial RI, 2012: 13).
kan tingkat bahwa, pendidikan peserta Askesos Pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakukan
New Initiative mayoritas berpendidikan Sekolah seseorang mendapatkan penghasilan guna me-
Dasar yaitu 25 orang (61 persen) berpendidikan menuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pekerjaan
setingkat SLTA terdapat 7 orang (17 persen), tertentu harus memenuhi syarat dan keahlian
mereka bekerja dalam bidang jasa seperti tukang seseorang untuk mendapatkan kedudukan dan
ojek. Hal ini menunjukkan bahwa peserta Aske- penghasilan yang cukup baik. Namun berbeda
sos New Initiative perpendidikan rendah yakni bagi mereka yang bekerja tanpa keterampilan,

156
Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal (Akhmad Purnama)

keahlian sehingga mereka bekerja di sektor 29 orang (71 persen) dalam rentang antara Rp
informal dengan penghasilan rendah. Berikut 500.000,- s.d. Rp 1000.000,-, sedangkan yang
Tabel 3 tentang jenis pekerjaan dan pengahasilan berpenghasilan di atas Rp 1000,000,- yaitu 7
responden. orang (17 persen). Mereka ini adalah pekerja
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa peserta serabutan yang penghasilannya diperoleh dari
Askesos mencakup berbagai macam profesi. jasa sehingga tergantung pada penggunaan jasa
Sebagian besar peserta Askesos bekerja sebagai mereka. Dengan demikian pendapatan tersebut
buruh yaitu 24 orang (59 persen), meliputi buruh tidak rutin setiap bulan.
serabutan, buruh tani dan buruh nelayan. Peker- Status seseorang dalam kehidupan masyarakat
jaan sebagai buruh merupakan pekerjaan yang banyak ditentukan oleh beberapa faktor salah sa-
tidak menentu kadang-kadang mereka mendapat- tunya status perkawianan. Berikut status perka-
kan pekerjaan kadang tidak. Pernyataan peserta, winan dan tanggungan keluarga responden.
“saya kadang-kadang mendapat kerja memotong Tersaji dalam Tabel 4.
padi tapi kadang kalau sudah habis semua panen Tabel 4 menunjukkan bahwa peserta askesos
saya hanya nganggur.” Apabila dikaitkan den- berstatus nikah terbanyak yaitu 39 orang (95
gan tabel dua yakni tentang pendidikan bahwa persen) dan ada dua orang sebagai janda. Dua
mayoritas (83%) berpendidikan rendah, maka orang janda ini menjadi tulang punggung kelu-
mereka wajar bekerja disektor informal, karena arga karena suaminya telah meninggal dunia,
bekerja disektor informal tidak memerlukan sehingga mereka harus menanggung anak-anak
syarat pendidikan formal tertentu, yang penting dan berusaha untuk menghidupi keluarga demi
ada kemauan, bekerja keras dan ulet. Kondisi kelangsungan kehidupan selanjutnya. Apabila
tersebut apabila mereka tidak dapat memanfaat- diperhatikan tabel empat tentang tanggungan
kan penghasilan yang mereka dapatkan, akan keluarga, kebanyakan peserta memiliki tang-
membuat keadaan perekonomian dalam keluarga gungan keluarga cukup banyak rata-rata memi-
banyak yang mengalami kegoncangan. Dilihat liki tanggungan empat sampai enam orang ke
dari penghasilan mereka sebagian besar yaitu atas sebanyak 27 informan (69 persen). Hal ini

Tabel 3
Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Penghasilan

Sumber data: Jawaban Responden Peserta (N=41)

Tabel 4
Berdasarkan Status Perkawinan dan Tanggungan Keluarga

Sumber data: Jawaban Responden Peserta (N=41)

157
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 149 - 162

menunjukkan bahwa peserta Askesos cukup Asuransi yang mempunyai kewenangan menye-
berat dan harus bekerja keras untuk menghidupi lenggarakan jaminan sosial yaitu PT Jamsostek
keluarganya. Dengan demikian mereka perlu (Persero). Hal ini sudah sesuai dengan Undang-
mendapatkan perhatian dan perlindungan sosial undang No 2 tahun 1992, Undang-undang No
sebagai jaminan keamanan dalam bekerja yaitu 40 tahun 2004, Undang-undang No 11 tahun
program Askesos. Program askesos bertujuan 2009 dan Undang-undang No 24 tahun 2011.
untuk memberikan perlindungan bagi pekerja Program Askesos yang dilaksanakan di kabu-
sektor informal yang berkategori miskin dengan paten Pemalang, telah terlaksanan dengan baik,
program jaminan kecelakaan kerja dan kema- yaitu memberi perlindungan bagi peserta. Pada
tian. umumnya peserta Askesos menyatakan merasa
Program Askesos New Initiative di Kabupa- aman dan terlindungi jika terjadi kecelakaan
ten Pemalang dalam pelaksanaannya mendapat- kerja setelah menjadi peserta Askesos. Di Ka-
kan dukungan dan hambatan. Faktor pendukung bupaten Pemalang hal tersebut dinyatakan oleh
adalah kecepatan untuk mendapatkan pelayanan 41 peserta (100 persen), Sebagian peserta Aske-
yaitu apabila terjadi resiko kecelakaan kerja sos juga menyatakan dengan menjadi peserta
bahkan sampai meninggal dalam waktu 2 x 24 Askesos dapat mengurangi beban, yaitu ketika
jam, peserta segera melaporkan kepada petugas mendapat musibah selain dapat klaim dari PT
LPA dengan diengkapi syarat pengajuan klaim Jamsostek juga mendapat bantuan/kunjungan/
ke PT Jamsostek. Klaim lebih besar diban- perhatian/tali kasih dari pengurus LPA. Hal
dingkan askesos model lama, sangat dirasakan tersebut sangat bermanfaat bagi peserta Askesos,
manfaatnya ketika terjadi resiko kecelakaan dan terutama ketika mengalami musibah sakit atau-
kematian. Adapun hambatan program Askesos pun kematian. Akan tetapi peserta Askesos tidak
New Initiataive adalah sosialiasi yang kurang nyakin bahwa dengan menjadi peserta Askesos,
maksimal dan tidak optimal serta buku pedo- maka kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi se-
man yang diberikan tidak ada pada setiap LPA muanya sehingga mereka tidak dapat menjawab
sehingga kesulitan untuk memahami program secara yakin. Hal ini dikarenakan apabila terjadi
terlaksana dengan optimal. Kesulitan dan kesa- kecelakaan, maka sebagian dana klaim dapat di-
daran peserta dalam hal menabung masih sedikit, gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
padahal tabungan sangat membantu mereka apa- tetapi karena mereka belum pernah mendapat
bila membutuhkan uang segera. Pelaku program dana klaim, sehingga mereka tidak tahu atau
yaitu LPA/Tim Pengelola, Pendamping kurang tidak bisa menjawab.
memahami fungsi dan peran sebagai advokasi Selama menjadi peserta program Askesos
dan pendampingan, mekanisme pelaksanaan pada kurun waktu kurang lebih sembilan bulan
program. Menimbulkan kecemburuan bagi memberi pemahaman yang beragam terhadap
masyarakat karena mereka tidak semua masuk program Askesos. Namun semua peserta sepakat
menjadi peserta Askesos New Initiative. bahwa program Askesos bermanfaat dan perlu
Perlindungan sosial bagi masyarakat telah dilanjutkan bahkan diusulkan menambah pro-
dilakukan oleh pemerintah salah satunya melalui gram yakni jaminan hari tua (JHT) dan jaminan
program Askesos New Initiative. Program Aske- pemeliharaan kesehatan. Hal ini diusulkan oleh
sos New Initiative yang diimplementasikan mulai peserta, LPA, pendamping dan juga pengendali
tahun 2012 telah menerapkan konsep Asuransi dalam forum FGD. Seorang pendamping men-
murni sebagai bentuk perlindungan sosial bagi gusulkan agar dana untuk perlindungan bagi
PMKS khususnya Pekerja Sektor Informal dan masyarakat dilakukan dengan melalui sharing
pelaku ekonomi mikro. Program Askesos yang dana, yaitu pemerintah memberi bantuan se-
memberikan jaminan kecelakaan kerja dan jami- bagian untuk membayar premi dan sebagian
nan kematian telah dikelola oleh suatu lembaga dana dari peserta. Selain itu peserta bahkan

158
Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal (Akhmad Purnama)

mengusulkan agar anggota keluarganya bisa penghasilan yang hilang atau berkurang dan
dicover oleh program Askesos. Manfaat yang pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan
dirasakan oleh peserta yang telah mendapatkan yang dialami oleh tenga kerja berupa kecelakaan
klaim dengan jumlah besaran klaim yang sangat kerja. Hasil temuan dilapangan sebagian besar
signifikan yakni Rp 21.000.000,- untuk klaim peserta telah memiliki polis dan Kartu Peserta
kematian bukan karena kecelakaan kerja dan Rp Jamsostek sebagai bukti kepesertaan. Kewajiban
48.000.000,- untuk klaim kematian karena ke- peserta adalah menabung CDS tetapi peserta
celakaan kerja ternyata mendorong masyarakat belum berjalan sesuai yang diharapkan. Program
yang belum menjadi peserta untuk menjadi pe- Askesos bermanfaat bagi peserta berupa jaminan
serta dan bagi yang sudah menjadi peserta untuk kecelakaan kerja dan jaminan kematian dengan
melanjutkan kepersertaannya. nilai pertanggungan yang cukup besar. Peserta
Pelaksanaan Askesos sudah ada sesuai yang mengalami musibah baik kematian mau-
dengan standar operasional prosudur. Lembaga pun kecelakaan kerja telah mengajukan klaim
sosial yang ditunjuk telah melakukan kegiatan dan terbayar semua. Namun ada kendala dalam
pelayanan melalui dana bantuan iuran premi pencairan klaim, antara lain; Keterlambatan
bersumber dari DIPA Dit jamsos tahun 2012 pada saat pengajuan klaim ke PT Jamsostek
disalurkan melalui mekanisme pusat maupun karena kekurangtahuan peserta dan ataupun
dana dekonsentrasi kepada cabang PT Jam- LPA mengenai mekanisme pengajuan klaim;
sostek. Proses pelaksanaan program Askesos Waktu pencairan klaim cukup lama, rata-rata
sudah dilaksanakan akan tetapi belum berjalan dua bulan baru cair. Hal ini, cukup meresahkan
maksimal. Pelaku program yaitu LPA/Tim peserta; Apabila terjadi kecelakaan kerja yang
Pengelola dan Pendamping kurang memahami mengakibatkan sakit peserta harus membayar
perannya terutama peran advokasi dan pen- biaya Rumah Sakit dulu baru kwitansi ditukarkan
dampingan, mekanisme pelaksanaan program. di PT Jamsostek.
Sehingga kalau terjadi klaim belum maksimal Aksesos New Initiative berbeda dengan
untuk dilakukan terutama dalam syarat-syarat asuransi yang lain apabila kita ikut asuransi lain
yang harus dipenuhi dalam pencairan dan lama (mandiri) maka kita harus membayar premi itu
waktu yang dibutuhkan. Peserta program askesos menggunakan uang kita sendiri. Askesos new
ada sebagian yang belum memahami tentang Iniatiative uang premi dibayar oleh pemerintah
hak dan kewajibannya sebagai peserta, masa sebagai perlindungan bagi pekerja sektor in-
pertanggungan, manfaat KPJ, dan siapa yang formal yang telah ditentukan syarat-syaratnya.
membayar premi. Hal ini disebabkan rekruitmen Peserta asuransi mandiri mendapatkan klaim
peserta didaerah dilakukan secara terburu-buru sesuai dengan premi yang dibayarakan oleh
bahkan terkesan “dipaksakan”. Dalam waktu peserta kalau askesos new iniative klaim sudah
hanya dua hari harus memperoleh 584 peserta ditentukan yaitu Rp 21.000.000,- untuk klaim
dengan data by name dan by adrres. Sehingga kematian bukan karena kecelakaan kerja dan
masih ditemukan ketidaktepatan sasaran peserta Rp 48.000.000,- untuk klaim kematian karena
juga terdapat ketidaksesuaian data KTP dengan kecelakaan kerja.
KPJ, dikhawatirkan dapat berpotensi menjadi Para peserta program Askesos akan menda-
kendala dalam pencairan klaim. pat manfaat yang besar, maka diharapkan
Program Askesos New Initiative meliputi program dapat dilanjutkan sampai peserta bisa
jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. membayar premi secara mandiri. Bahkan peserta
Jaminan Kecelakaan Kerja adalah jaminan yang mengharapkan program ditambah yaitu jaminan
diberikan kepada tenaga kerja atau keluarga/ahli hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan
waris yang diberikan dalam bentuk santunan termasuk anggota keluarganya bisa disertakan.
berupa uang sebagai pengganti sebagian dari Hal ini didukung dari hasil temuan di lapangan

159
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 149 - 162

dari peserta yang mengutarakan bahwa manfaat oleh Badan Penyelenggara yaitu PT Jamsostek,
sebagai peserta sangat dirasakan seperti per- PT Askes, PT Asabri dan PT. Taspen. Program
kataan penerima klaim “sak sampunipun kula yang dilakukan meliputi jaminan pemeliharaan
nderek dados peserta askesos new initiative kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan
sanget ageng manfaatipun kula angsal klain 21 kerja, jaminan kematian dan jaminan pensiun.
juta awit kematian semahkula. Arta klaim saget Adapun yang menjadi pesertanya adalah PNS,
kula ginaken kangge selametan, nambal gubuk Pensiunan, ABRI, Pengusaha dan Pekerja dan
lan ugi kangge mbantu putra-putra.” Artinya se- masyarakat mampu. Sumber dana/ premi yang
telah ikut menjadi peserta Askesos new initiative didapatkan dari pemerintah, pengusaha dan
besar sekali manfaatnya saya mendapat klain 21 pekerja serta mandiri. Kemudian untuk Program
juta akibat kematian istri saya. Uang klaim dapat Askesos New Initiative yang merupakan program
saya gunakan selamatan, membangun rumah dan perlindungan bagi pekerja sektor informal miskin
membantu anak-anaknya. dilaksankan oleh Kementerian Sosial berdasar-
Perlindungan Jaminan Sosial di Indonesia kan undang-undang no 11 tahun 2009. Adapun
selama ini telah mengalami beberapa perubahan penyelenggaranya dilakukan oleh PT Jamsostek,
(lihat Tabel 5). Sistem Jaminan Sosial Nasional program yang ditawarkan adalah jaminan ke-
(SJSN) berdasarkan Undang-undang No 40 celakaan kerja dan jaminan kematian. Peserta
2004 sebagai penyelenggara jaminan sosial dari program ini adalah pekerja sektor informal

Tabel 5
Bagan Perubahan Perlindungan Jaminan Sosial

Sumber data: Disarikan dari Buku SJSN (2004); Askesos (2012); BPJS (2011)

160
Analisis Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal (Akhmad Purnama)

berpenghasilan rendah. Dana yang dihimpun dapat melaksanakan perannya. Sedangkan dalam
atau premi berasal dari Pemerintah/Kementerian pelaksanaanya faktor yang menghabat sosialiasi
Sosial.Selanjutnya undang-undang No 24 Tahun yang kurang maksimal dan tidak optimal serta
2011 mengamanatkan bahwa perlindungan jami- buku pedoman yang diberikan tidak ada pada se-
nan sosial dilakukan oleh Badan penyelenggara tiap LPA. Kedisiplinan peserta dalam hal mena-
Jaminan Sosial. Penyelenggara perlindungan bung, Pelaku program yaitu LPA/Tim Pengelola,
jaminan sosial dilakukan oleh BPJS Kesehatan Pendamping kurang memahami fungsi dan peran
dan Ketenaga kerjaan. Adapun program yang sebagai advokasi dan pendampingan,mekanisme
ditawarkan meliputi jaminan pemeliharaan pelaksanaan program. Menimbulkan kecembu-
kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan ruan bagi masyarakat karena mereka tidak semua
kerja, jaminan kematian dan jaminan pensiun. masuk menjadi peserta Askesos New Initiative.
Peserta meliputi seluruh warga negara indonesia Adanya perubahan penyelenggaraan perlindun-
dan premi bagi mayarakat miskin dibayarkan gan jaminan sosial dari PT Jamsostek kemudian
oleh pemerintah, pengusaha serta bagi pekerja dilaksanakan BPJS ketenagakerjaan membawa
serta secara mandiri. konsekuensi bagi pekerja sektor informal yang
Perubahan dalam penyelenggaraan tersebut berpenghasilan rendah mereka masuk kategori
mengandung konsukwensi bahwa peserta pada keluarga miskin premi dibayar oleh pemerintah
pekerja sektor informal berpenghasilan rendah (sebagai PBI).
mereka termasuk kategori miskin iuran dibayar Rekomendasi: Berdasarkan temuan hasil
oleh pemerintah (PBI). Pekerja sektor informal penelitian tentang kemanfaatan perlindungan
atau yang disebut tenaga kerja diluar hubungan berupa jaminan sosial (Program Askesos New
kerja (TKLH) tidak diwajibkan mengikuti selu- Initiative) bagi pekerja informal maka disaran-
ruh program jamsostek karena keterbatasan da- kan kepada Kementerian Sosial RI Cq Direktorat
lam pembayaran premi. Keikutsertaan program Perlindungan dan Jaminan Sosial diharapkan
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan melanjutkan program jaminan sosial bagi pekerja
kebutuhan dan kemampuan membayar premi informal penghasilan rendah agar hidup layak.
dari tenaga kerja yang bersangkutan. Selain untuk memperluas jangkaun penerimaan
bantuan iuran (PBI) bagi pekerja sektor informal
D. Penutup berpenghasilan rendah dan masyarakat miskin
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang belum tercaver dalam Penerima Bantuan
maka dapat disimpulkan bahwa manfaat Pro- Iuran (PBI). Kepersertaan ikut asuransi agar
gram Askesos New Initiative sebagai bentuk lebih lama, tidak dibatasi hanya satu tahun
perlindungan sosial bagi Pekerja Sektor Informal sehingga akan mendapatkan jaminan dan keten-
sangat dirasakan. Terciptanya rasa aman bagi traman hidupnya. Perubahan penyelenggaraan
peserta karena sudah ada jaminan dari asuransi program jaminan sosial dari PT Jamsotek ke
dan mendapatkan pengganti penghasilan apabila BPJS ketenagakerjaan tentunya membawa kon-
terjadi resiko kecelakaan kerja atau kematian senkuensi antara lain perlu adanya sosialisasi
dalam bentuk penggantian biaya pengobatan, kepada kemasyarakat, tentang prosedur menjadi
perawatan termasuk pengangkutan ke Rumah anggota, hak serta kewajiban sebagai anggota.
Sakit, santunan sementara tidak bisa bekerja Disamping itu perlu kesiapan sarana prasarana
(STMB) dan santunan kematian. Diperolehnya yang memadai dan sehingga meningkatkan mutu
klaim asuransi sangat bermanfaat bagi peserta pelayanan (khususnya memperingkat waktu
dan atau keluarganya yang mengalami resiko. penyelesain klaim) yang lebih baik. Perlunya
Hal ini karena dapat mengurangi beban keluarga peningkatan pelayanan bagi PT Jamsostek dan
dan memenuhi kebutuhan hidup secara layak ke- Rumahkesehatan
tika pencari nafkah utama dalam keluarga tidak

161
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 149 - 162

Perlu kerjasama antara Kementerian So- ___________. (2012). Askesos New Initiative, Apa,
sial dengan BPJS Ketenagakerjaan mengenai Mengapa, Untuk Apa ? Hand Out Askesos New Inisis-
tive. B2P3KS. Yogyakarta: Kementerian Sosial,
program jaminan sosial bagi pekerja sektor Man H. Suparman & Endang. (2003). Hukum Asuransi,
informal berpenghasilan rendah. Untuk itu agar Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usa-
kerjasama ini dapat memenuhi jaminan sosial ha Perasuransian, Bandung: Penerbit PT Alumni
yang dibutuhkan Pekerja sektor informal ber- Moleong. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Ban-
penhasilan rendah terkait jaminan kesehatan, dung: Remaja Rusdakarya
Undang-Undang no. 2 tahun 1992 tentang Perasuransian
jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Undang-Undang no. 3 tahun 1993 tentang Jaminan Sosial
Peningkatan peran LPA dan Pendamping untuk Tenaga Kerja
mengoptimalkan motivasi bahwa perlindungan Undang-Undang no 40 tahun 2004 tentang Sistem Jamin-
sosial perlu bagi pekerja sektor informal ber- an Sosial Nasional (SJSN)
penghasilan rendah yaitu dengan menumbuhkan Undang-Undang no. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial
kesadaran menabung secara tertib, sebagai pem- Undang-Undang no. 13 tahun 2011 tentang Penanganan
belajaran pola hidup yang berorientasi ke masa Fakir Miskin
depan dan mendorong mengikuti jaminan sosial Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang Badan Penye-
secara mandiri. lenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Peraturan Pemerintah no. 53 tahun 2012 tentang penye-
lenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pustaka Acuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, RI No,
David L. Bickelhaupt. (1964). General Insurance, Richard
Per 24/MEN/VI/2006 tentang Pedoman Penyeleng-
D. Irwin: Inc. Homewood Illionis.
garaan Program Jaminan Sosial Tenaga Keja bagi
Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial. Direktorat Jen-
Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar
deral Bantuan dan Jaminan Sosial. (2006). Panduan
Hubungan Kerja. Edisi April 2012
Umum Program Jaminan Kesejahteraan Sosial,
https://isearch.avg.com/search Biro Pusat Statistik (2012).
Jakarta: Departemen Sosial RI
Kabupaten Pemalang.
___________. (2006). Standar Pelaksanaan Askesos.
(redaksi@bisnis.co.id Koran Yogya 13 Desember 2012
Jakarta: Departemen Sosial RI
Jumlah UKM dinilai berlebih Pekerja Informal men-
___________. (2011). Panduan Managemen Asuransi
capai 41% Rio Sandy & Lutfi Zaenudin).
Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Kementerian Sosial
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_Jaminan_Sosial_Na-
RI
sional
Edi Suharto, 2005. Membangun Masyarakat Memberdaya-
kan Rakyat. Bandung: PT Refika Aditama

162
4
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube)
dalam Pengentasan Kemiskinan
Business Group Program Performance
on Poverty Elevation

Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh


Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI,
Jl. Kesejahteraan Sosial No.1 Sonosewu, Yogyakarta, Telp (0274) 377265, Fax (0274) 373530.
E-mail: <yunimurti@rocketmail.com> dan <anhidayatullah79@gmail.com>.
Diterima 5 Desember 2014, direvisi 27 Maret 2015, disetujui 5 Mei 2015.

Abstract

This research means to reveal business group (Kube) seen from social, economic, and institutional aspects, including
its benefit to the members of the poor community, its handicap and supporting factors. This research is qualitative-descriptive
approach. Data resources are from eight business groups, the informants are rural local officials from related institution,
social guides, social volouteers, informal leaders, women caders, cooporational partners, and community members form
Kupang Municipality and Regency. Data are gathered through interview, observation, and documentary analysis. Data
are analysed through interpretive-descriptive technik. The result shows that kubes are in developing category. If they seen
form social performance aspect, five kubes have good score, three kubes have sufficient score, seen from social aspect
there are five kubes have good score, three kubes have sufficient score. If they seen seen from institutional aspect, one kube
has good score, and three kubes have sufficient score, and four Kubes have poor score. kube as a mean of empowerment
and poverty elevation should improve its performance so that kube as a business group can be achieved. Kube can be
economic institution that based on the spirit of togetherness and solidarity, national loyalty, that it can improve lives and
social welfare qualities.

Keywords: Performance; Business Group; Poverty Elevation

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengungkap implementasi kinerja Kube dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan,
faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Kube, serta manfaat Kube bagi anggota dan masyarakat yang dijadikan
indikator keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan sumber data
informan terkait, meliputi aparat pemerintah desa, pendamping, relawan sosial, tokoh masyarakat, kader perempuan, dan
mitra usaha (dunia usaha yang terlibat kegiatan Kube). Rincian informan meliputi, pejabat instansi terkait, pendamping kube,
relawan, tokoh informal, mitra usaha, warga masyarakat sekitar kube dari Kabupaten dan Kota Kupang. Pengumpulan data
menggunakan teknik wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Data yang telah terkumpul di analisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan delapan Kube dalam kategori berkembang. Berdasarkan pada analisis kinerja kube dilihat
dari aspek social, ada lima kube bernilai baik dan tiga kube bernilai kurang, dilihat dari aspek ekonomi terdapat satu kube
bernilai baik, tiga kube bernilai cukup, dan empat kube bernilai kurang. Dilihat dari aspek kelembagaan, ada satu kube
yang bernilai baik dan tiga kube bernilai cukup serta empat Kube bernilai kurang. Kube sebagai wadah pemberdayaan
dalam pengentasan kemiskinan perlu meningkatkan kinerjanya agar keberhasilan Kube menjadi usaha ekonomi kelompok
dapat terwujud. Kube dapat menjadi potensi ekonomi berbasis kelompok yang mengedepankan semangat kebersamaan
berlandaskan kesetiakawanan sosial sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial.

Kata Kunci: Kinerja; Kube; Pengentasan Kemiskinan

A. Pendahuluan disandang oleh seseorang atau sekelompok


Kemiskinan dalam konsep, kesejahteraan warga masyarakat yang menyebabkan mereka
sosial, dimaknai sebagai masalah sosial yang mengalami keterbatasan tingkat kesejahteraan

163
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 163 - 180

sosialnya. Kesejahteraan sosial yang dimaksud daya ekonomi yang tersedia. Kemiskinan struk-
menurut UU No 11 tahun 2009 adalah kondisi tural merupakan kemiskinan yang dibuat oleh
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan manusia yang memiliki kekuasaan ekonomi
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan dan politik. Disebut kemiskinan strukural
mampu mengembangkan dirinya sehingga dapat karena yang membuat sebagian masyarakat
melaksanakan fungsi sosialnya. Kemiskinan me- miskin adalah perseorangan melainkan struktur
rupakan persoalan yang mengandung banyak ekonomi dan politik yang tidak hanya bersifat
dimensi yang menuntut pemecahan secara inte- eksplorasi terhadap pihak yang kurang memiliki
gral.Seperti yang dikemukakan Jamasy (dalam sumberdaya,tetapi juga hanya berpihak pada
Heru Nugroho, 2000) bahwa kemiskinan telah orang–orang yang memiliki akses ekonomi dan
melibatkan faktor ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
juga politik. Tidaklah mengherankan apabila Kemiskinan didefinisikan kondisi seseorang
kesulitan akan timbul ketika fenomena kemiskin- atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi
an diobjektifkan (dikuantifikasi) dalam bentuk hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
angka-angka, seperti halnya dalam pengukuran mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
dan penentuan garis batas kemiskinan yang Masalah kemiskinan merupakan masalah multi
hingga kini masih menjadi perdebatan. dimensional yang sangat mendasar dan krusial
Booth dan Mc Cawley (dalam Supriyatna karena menyangkut kehidupan dan penghidup-
Tjahya, 1997:82), mengemukakan bahwa suatu an banyak penduduk di negara berkembang,
keadaan dikatakan miskin apabila ditandai oleh termasuk Indonesia. Berdasarkan data Badan
kekurangan atau ketidakmampuan memenuhi Pusat Statistik dalam berita resmi statistik
tingkat kebutuhan manusia. Kemiskinan terse- nomor 06/01Th.XVII, tanggal 2 Januari 2014
but meliputi kebutuhan dasar yang mencakup menyampaikan bahwa jumlah penduduk mis-
aspek primer dan sekunder. Aspek primer berupa kin pada September 2013 sebanyak 28,55 Juta
miskinnya aset pengetahuan dan keterampilan. Orang dengan persentase nasional sebanyak
Kemiskinan dilihat dari aspek sekunder berupa 11,47 persen bila dibandingkan dengan dengan
miskinnya jaringan sosial, sumber-sumber ke- penduduk pada bulan Maret 2013 yang sebanyak
uangan, dan informal seperti kekurangan gizi, air, 28,07 Juta orang atau mengalami peningkatan
perumahan, perawatan kesehatan yang kurang sebesar 0,48 juta orang atau sekitar 11,37
baik dan pendidikan yang relatif rendah. Heru persen. Hal tersebut menandai kenaikan angka
Nugroho (2000) menambahkan, bahwa kemis- kemiskinan masih tetap menghantui kondisi
kinan merupakan masalah multidimensional Indonesia.Sebagai program prioritas penang-
yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi, tetapi gulangan kemiskinan terus menerus dilakukan
juga politik dan budaya. dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Faktor penyebab terjadinya kemiskinan Beberapa program yang pernah digulirkan pe-
dapat dibedakan menjadi kemiskinan strutural, merintah dalam penanggulangan kemiskinan
kemiskinan kultural, dan kemiskinan sumber diantaranya adalah program Prokesra, Program
daya ekonomi (Suyanto, 1995). Kemiskinan Inpres Desa Tertinggal, Program P2KP untuk
kultural bukan bawaan melainkan akibat dari masyarakat perkotaan, Program PPK untuk
ketidakmampuan menghadapi kemiskinan yang masyarakat pedesaan, Program Kredit Mikro,
berkepanjangan. Kemiskinan sumber daya Program Pendukung Pemberdayaan Masyarakat
ekonomi lebih melihat pada akar kemiskinan dan Pemberdayaan Daerah, Pengembangan
yang terletak pada ketidakmampuan sumber Prasarana Perdesaan, Program Beras Miskindan
daya ekonomi seperti tanah, modal, pendidikan BLSM untuk Keluarga Miskin.
dan keterampilan, karena pertumbuhan pen- Undang-Undang RI No 11 tahun 2009
duduk yang pesat tidak diiringi dengan sumber tentang Kesejahteraan Sosial ditindaklanjuti

164
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) .... (Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan merasakan manfaat dengan keberadaan kube
Penanggulangan Kemiskinan dan UU RI No 13 (Departemen Sosial RI, 2003)
tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin Arah yang ingin dicapai dari Kube adalah
dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan. untuk mempercepat penghapusan kemiskinan
Kementerian Sosial sebagai instansi pemerintah melalui upaya peningkatan kemampuan beru-
yang menjalankan sebagian tugas pemerintahan saha pada anggota Kube secara bersama dalam
dan pembangunan dalam bidang kesejahteraan kelompok, peningkatan pendapatan, pengem-
sosial, mencangkan Program Pemberdayaan Fa- bangan usaha dan peningkatan kepedulian dan
kir Miskin melalui pendekatan Kelompok Usaha kesetiakawanan sosial di antara para anggota
Bersama (Kube) dalam rangka Memantapkan Kube dengan masyarakat sekitar. Secara umum
Program Menghapus Kemiskinan (MPMK) Kube dibentuk dengan tujuan untuk meningkat-
(Kementerian Sosial, 2011). kan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial untuk
Kelompok Usaha Bersama (Kube) adalah penanggulangan kemiskinan.
kelompok warga atau keluarga binaan sosial Kementerian Sosial RI, Sejak tahun 2003
yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan memiliki kebijakan untuk mengintegrasikan
sosial melalui proses kegiatan Prokesos untuk kegiatan Usaha Ekonomi Produktif Keluarga
melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan Miskin melalui pendekatan terpadu Kube dengan
usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Beberapa
sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kese- program kegiatan Kube yang dicanangkan oleh
jahteraan sosial (Departemen Sosial RI, 1997). Kementerian Sosial diprioritaskan pada: Per-
Kube sebagai pendekatan program penanggu- tama, Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif
langan kemiskinan dilandasi suatu pertimbangan (UEP) dan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS)
atas kenyataan adanya keterbatasan yang melekat melalui Kelompok Usaha Bersama (Kube) bagi
pada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial fakir miskin. Kedua, Pengembangan Lembaga
(PMKS) dan keluarga miskin, seperti rendahnya Keuangan Mikro Kube Sejahtera yang didirikan
sumber daya manusia, kurangnya modal usaha di setiap desa miskin atau terpencil untuk mem-
dan keterbatasan kemampuan dalam menja- fasilitasi modal usaha bagi Kube fakir miskin.
lin jaringan pemasaran. Pendekatan Kelompok Berbagai upaya di atas diharapkan dapat:
Usaha Bersama (Kube) merupakan pendekatan Pertama, meningkatkan taraf kesejahteraan ke-
yang terintegrasi dari 15 program penanganan luarga miskin. Kedua, mewujudkan kemandirian
fakir miskin.Kegiatan kelompok diharapkan usaha ekonomi keluarga fakir miskin. Ketiga,
dapat meningkatkan kemampuan anggota meningkatkan aksesibilitas keluarga miskin
(PMKS keluarga miskin) dalam berwirausaha terhadap pelayanan sosial dasar, fasilitas pe-
dan berinteraksi sosial dengan sesama anggota layanan publik dan sistem jaminan sosial. Ke-
ataupun masyarakat, sehingga pada gilirannya empat, meningkatkan kepedulian dan tanggung
mereka dapat meningkatkan kualitas taraf hidup, jawab sosial masyarakat dan dunia usaha dalam
mengembalikan dan meningkatkan harkat dan penanggulangan kemiskinan. Kelima, mening-
martabatnya serta mampu berpartisipasi dalam katkan ketahanan sosial masyarakat dalam
pembangunan. Jalinan kerjasama dalam Kube mencegah kemiskinan. Keenam, meningkatkan
diharapkan timbul efek lain, yaitu kepedulian kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan
dan kesetiakawanan sosial. Cara tersebut dengan sosial bagi keluarga miskin. Upaya untuk men-
melibatkan partisipasi masyarakat sekitar untuk capai kondisi tersebut dapat dilakukan dengan
ikut serta dalam Proses Produksi yang dilakukan strategi pemberdayaan fakir miskin dalam arti
oleh para anggota Kube. Dengan demikian, memampukan fakir miskin baik dalam konteks
bukan hanya anggota Kube yang meningkat individu maupun kelompok, melalui pembe-
penghasilannya, tapi masyarakat sekitarnyapun rian bimbingan sosial dan keterampilan teknis

165
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 163 - 180

ekonomi Produktif, pengelolaan manajemen katkan efektivitas pelaksanaan kegiatan Kube,


usaha ekonomi produktif, manajemen pemasar- dan sebagai upaya pengembangan teoritik dan
an usaha dan pengembangan jaringan usaha, pengembangan pengetahuan praktek di bidang
kewirausahaan, keswadayaan, pengembangan pembangunan kesejahteraan sosial khususnya
pribadi dalam usaha, peranan keluarga dalam dalam penanggulangan kemiskinan.
usaha kesejahteraan sosial (UKS) serta kete- Secara eksplisit tujuan pembentukan Kube
rampilan IKS, asesmen kebutuhan, masalah adalah sebagai berikut. Pertama, meningkatkan
keluarga dan lingkungan taraf kesejahteraan sosial keluarga binaan sosial
Sejak Kube dicanangkan sebagai pendekatan (KBS) melalui UEP (Usaha Ekonomi Produktif)
dalam penanganan kemiskinan oleh pemerintah, dan UKS (Usaha Kesejahteraan Sosial). Kedua,
khususnya Kementerian Sosial RI selama kurang meningkatkan prinsip berkoperasi dalam me-
lebih sebelas tahun (sejak tahun 2003 sampai ningkatkan UEP kelompok; Ketiga, mampu
dengan tahun 2014), maka perlu dikaji, apakah menyisihkan hasil usahanya untuk ditabung guna
pendekatan tersebut mampu meningkatkan kese- menghadapi keperluan mendadak atau sebagai
jahteraan sosial mereka? Penelitian dilakukan tambahan modal; Keempat, terbinanya kegiatan
di Kabupaten dan Kota Kupang, Provinsi Nusa anggota keluarga; Kelima, mengingkatkan kese-
Tenggara Timur mengingat di lokasi tersebut jahteraan sosial kelompok binaan sosial (KBS)
merupakan wilayah dengan tingkat kemiskinan dan terbinanya usaha Jaminan Kesejahteraan
yang tergolong tinggi dan terdapat program pen- Sosial (JKS) yang berbasis masyarakat
anggulangan kemiskinan melalui Kube. Adapun Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali
permasalahan penelitian dirumuskan Bagaimana tidak memiliki mata pencaharian dan/atau mem-
gambaran pelaksanaan kinerja Kube ditinjau punyai sumber mata pencaharian tetapi tidak
dari aspek sosial, ekonomi, kelembagaan? Apa mempunya kemampuan memenuhi kebutuhan
saja faktor-faktor pendukung dan penghambat dasar yang layak bagi kehidupan dirinya atau
pelaksanaan Kube? Apakah manfaat Kube keluarganya. Mengacu pada persyaratan yang
bagi anggota dan masyarakat? Seiring dengan telah ditetapkan (UU Nomor 13 Tahun 2011
permasalahan yang diungkapkan di atas maka tentang Penanganan Fakir Miskin) maka yang
tujuan penelitian ini adalah diketahui gambaran menjadi sasaran program Kube adalah keluarga
pelaksanaan Kube ditinjau dari aspek sosial, fakir miskin (Ditjen Pemberdayaan Sosial dan
ekonomi, kelembagaan, teridentifikasi faktor- Penanggulangan Kemiskinan Direktorat Pem-
faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan berdayaan Fakir Miskin hal 17 Tahun 2010) de-
Kube. ngan kriteria sebagai berikut. Pertama, kepala ke-
Sejalan dengan permasalahan yang akan di- luarga fakir miskin yang mempunyai pendapatan
ungkap di atas maka tujuan penelitian ini adalah dibawah garis kemiskinan (tingkat pengeluaran
diketahui gambaran kinerja Kube ditinjau dari sama dengan 480 kg setara beras untuk perko-
aspek sosial, ekonomi, kelembagaan, dan fak- taan dan 320 kg untuk perdesaan); Kedua, warga
tor yang mendukung dan menghambat pelak- masyarakat yang berdomisili tetap; Ketiga, me-
sanaan kinerja Kube, diketahui manfaat Kube nyatakan kesediaan bergabung dalam kelompok;
bagi anggota dan masyarakat. Adapun manfaat Keempat, memiliki potensi dan keterampilan di
yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: bidang usaha ekonomi tertentu.
sebagai salah satu referensi dan bahan pertim-
bangan kepada Kementerian Sosial RI, khusus- B. Metode Penelitian
nya Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Penelitian ini dikategorikan sebagai pene-
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan litian deskriptif kualitatif yang bertujuan meng-
Penanggulangan Kemiskinan selaku pembuat identifikasi dan menggambarkan tentang pelak-
kebijakan terkait dengan upaya untuk mening- sanaan kinerja kube ditinjau dari aspek sosial,

166
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) .... (Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

ekonomi dan kelembagaan sebagai implemen- aparat pemerintah desa, pejabat instansi terkait,
tasi program penanganan kemiskinan, faktor pendamping, relawan sosial, tokoh masyarakat,
pendukung dan penghambat pelaksanaan Kube kader perempuan, dan mitra usaha (dunia usaha
dalam pengentasan kemiskinan, serta manfaat yang terlibat kegiatan kube). Rincian informan
Kube bagi anggota dan masyarakat. Penelitian meliputi aparat kelurahan dua orang, pejabat
ini menggunakan pendekatan dengan teknik instansi terkait sebanyak dua orang, pendamping
deskriptif dalam bentuk siklus, simultan, alami kube lima orang, relawan sebanyak dua orang,
dan wajar mulai dari data reduction, display, tokoh informal sebanyak tiga orang, mitra usaha
conclusion drawing, verification (Mill dan Hu- sebanyak dua orang, warga masyarakat sekitar
berman dikutip Sunit Agus Tri Cahyono, 2010: Kube sebanyak delapan orang.
39). Analis data dilakukan sejak dalam proses Teknik analisis data yang digunakan da-
pengumpulan data sampai setelah pengumpulan lam penelitian ini adalah analisis data secara
data di lapangan. kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Nusa menganalisis kinerja Kube akan dilihat dari as-
Tenggara Timur dengan mengambil Kabupaten pek sosial, ekonomi dan kelembagaan dan serta
dan Kota Kupang sebagai lokasi penelitian kare- faktor-faktor pendukung dan menghambat pelak-
na menurut data dari BPS jumlah penduduk sanaan kube. Teknik analisis data kualitatif yang
miskin di wilayah tersebut relatif banyak yakni menggambarkan pelaksanaan program Kube
21,03 persen pada maret 2011. Dengan melihat beserta faktor-faktor yang mempengaruhi (data
permasalahan tersebut, Kementerian Sosial RI yang bersifat kualitatif dari informan penelitian)
memberdayakan penduduk miskin melalui Kube. akan dianalisis secara deskriptif interpretatif.
Pelaksanaan pemberdayaan program kemiskinan
melalui kube disesuaikan dengan potensi lokal C. Hasil dan Pembahasan: Kinerja Kube
dan kebutuhan masyarakat setempat. dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan
Pengumpulan data mengggunakan teknik 1. Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten
wawancara berpanduan, observasi, dan telaah dan Kota Kupang
dokumen. Secara teknis diambil delapan Kube Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ter-
fakir miskin yang berdiri antara tahun 2005- letak di selatan khatulistiwa pada posisi 8°–12°
2009 sebagai sasaran analisis. responden pe- Lintang Selatan dan 118°–125° Bujur Timur.
nelitian adalah dua orang anggota dan empat Adapun batas wilayah Provinsi NTT di sebelah
orang pengurus di setiap Kube, merupakan utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah
sumber data primer yang dianggap memiliki selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, di
kompetensi untuk menjelaskan berbagai hal sebelah timur berbatasan dengan Negara Timor
yang terkait dengan kegiatan dan manfaat kube. Leste dan sebelah barat berbatasan dengan
Informasi yang diberikan responden penelitian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
menggambarkan kinerja kube dalam upaya Jumlah penduduk Nusa Tenggara Timur,
pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk
keluarga miskin beserta faktor pendukung dan 2010 (BPS, 2010) 4.679.316 jiwa, dengan rin-
penghambat yang ditemui dalam pengelolaan cian penduduk yang berjenis kelamin laki-laki
kube. Untuk memperoleh data yang lebih akurat tercatat 2.323.534 jiwa, sedang 2.355.782 jiwa
penelitian berupaya menggali informasi dari lainnya berjenis kelamin perempuan. Penyebaran
berbagai informan yang dipilih secara purposive. penduduk terbayak di NTT masih bertumpu di
Pemilihan informan didasarkan pada kriteria Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) sebesar
tertentu, yaitu sejumlah orang yang terlibat 9,41 persen dari total penduduk NTT, menyusul
secara langsung maupun tidak langsung dalam Kabupaten Belu sebesar 7,53 persen, dan Kota
kegiatan kube. Informan yang dimaksud meliputi Kupang sebesar 7,17 persen. Kabupaten yang

167
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 163 - 180

memiliki jumlah penduduk paling sedikit atau 36´ 14” - 10° 39´ 58” Lintang Selatan (LS) dan
terendah adalah Sumba Tengah, Sabu Raijua, 123° 32´ 23” - 123° 37´ 01” Bujur Timur (BT).
dan Sumba Barat masing-masing berjumlah Kondisi geografis 180, 27 km² atau 18
62.510 orang, 73.000 orang, dan 111.023 orang. 027 Ha. Daerah tertinggi di atas permukaan
Kabupaten Sikka di Pulau Flores merupakan ka- laut di bagian selatan berkisar antara 100–350
bupaten yang paling banyak penduduknya untuk meter. Daerah terendah di atas permukaan laut
wilayah di luar Pulau Timor, yakni sebanyak di bagian utara antara 0-50 meter dan tingkat
300.301 orang. kemiringannya 15 persen. Jumlah penduduk
Persentase penduduk miskin Provinsi NTT Kota Kupang pada tahun 2012 sebanyak 291.794
pada Maret 2011 mengalami penurunan jika jiwa dengan rincian laki-laki sebanyak 147.872
dibandingkan dengan Maret 2010 dari sebesar jiwa dan perempuan sebanyak 143.922 jiwa.
23,03 persen menjadi 21,23 persen pada Maret Dalam kaitannya dengan persoalan sosial yang
2011. Keadaan penduduk miskin Provinsi NTT ada di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang
pada periode 2010-2011 juga mengalami penu- ada beberapa hal yang menonjol terkait dengan
runan sebesar 1,2 ribu. Penurunan penduduk permasalahan sosial diantaranya adalah sebagai
miskin pada periode dua tahun ini yaitu Maret berikut.
2010 sebesar 1.014,1 ribu (23,31 persen) menjadi
1.012,9 ribu (21,23 persen) pada Maret 2011. Grafik 1
Pada periode 2007-2011 jumlah penduduk mis- Data Penyandang Masalah Kesejahteraan
kin cenderung menurun dari 1.163,6 ribu (27,51 Sosial
persen) pada tahun 2007, menjadi 1.098,3 ribu
(25,65 persen) tahun 2008, 1.013,2 ribu (23,31
persen) tahun 2009, 1.014,1 ribu (23,03 persen)
pada tahun 2010 dan menjadi 1.012,9 ribu
(21,23 persen) pada tahun 2011. Pada periode
2012–2013 jumlah penduduk miskin mengalami
penurunan dari 20, 41 persen (1.009.15 ribu)
pada tahun 2012 menjadi 20, 24 persen menjadi
1.000,29 ribu di tahun 2013.
Kabupaten Kupang terletak antara 121° 30’
BT – 124° 11’ BT dan 9° 19’ LS–10° 57’ LS.
Batas-batas kabupaten ini adalah sebagai beri- Sumber: BPS Provinsi NTT Tahun 2012
kut. Utara dan Barat dengan laut Sawu, Selatan
dengan Samudera Hindia dan Timur dengan Ka- Berdasarkan data PMKS yang paling menon-
bupaten Timor Tengah Selatan dan Negara Timor jol adalah fakir miskin diikuti keluarga yang ting-
Leste. Kabupaten Kupang mencakup 27 pulau, gal di rumah tidak layak huni. Fakir Miskin yang
di antaranya terdapat delapan pulau yang belum dimaksud adalah orang yang sama sekali tidak
memiliki nama. Hanya lima pulau yaitu Pulau memiliki mata pencaharian atau mempunyai
Timor, Sabu, Raijua, Semau, dan Kera yang telah sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunya
dihuni. Permukaan tanah di wilayah Kabupaten kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang
Kupang umumnya berbukit-bukit, bergunung- layak bagi kehidupan dirinya atau keluarganya.
gunung dan sebagian terdiri dari dataran rendah Hal itu terjadi mengingat kondisi mereka yang
dengan tingkat kemiringan rata-rata mencapai hidup di bawah garis kemiskinan sehingga untuk
45°. Sedangkan ketinggian Kabupaten Kupang mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka merasa
permukaan laut adalah antara 0-500 meter. Kota berat apalagi untuk membangun rumah yang
Kupang secara geografis terletak di antara 10°

168
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) .... (Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

layak. Permasalahan yang paling menonjol di (Ditjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggu-
Kabupaten dan Kota Kupang adalah kemiskinan, langan Kemiskinan Direktorat Pemberdayaan
maka Kementerian Sosial mencanangkan salah Fakir Miskin hal 17 Tahun 2010) dengan kriteria
satu program penanggulangan kemiskinan yakni sebagai berikut. Pertama, Kepala Keluarga fakir
melalui Kube. Keberhasilan program penang- miskin yang mempunyai pendapatan dibawah
gulangan kemiskinan salah satunya melalui garis kemiskinan (tingkat pengeluaran sama
Kube tidak terlepas keterlibatan berbagai pihak dengan 480 kg setara beras untuk perkotaan
diantaranya dunia usaha dan masyarakat baik dan 320 kg untuk perdesaan); Kedua, warga
perorangan maupun LSM dalam penanganan masyarakat yang berdomisili tetap; Ketiga, me-
kemiskinan sangat diperlukan dari tingkat atas nyatakan kesediaan bergabung dalam kelompok;
hingga masyarakat lokal sehingga harapan pe- Keempat, memiliki potensi dan keterampilan di
merintah untuk menanggulangi kemiskina atau bidang usaha ekonomi tertentu.
paling tidak mengurangi jumlah warga miskin Kebijakan dan strategi dalam pengentasan
dapat terwujud. kemiskinan sangat erat dengan proses pember-
dayaan terhadap individu, kelompok, masyarakat
2. Gambaran Kube di Kabupaten dan Kota miskin. Proses pemberdayaan menurut Jim Ife
Kupang (1997) didefinisikan sebagai berikut. “Empow-
a. Gambaran Kube di Kabupaten dan Kota erment means providing people with resourses,
Kupang opportunities, knowledge, and skills to increase
Pada dasarnya Kube merupakan organisasi their own future,and participate in and effec-
yang menekankan pada semangat berusaha dari tive life of their community”. (Pemberdayaan
anggota yang telah ditetapkan melalui kepu- berarti menyediakan manusia dengan sumber,
tusan bersama dalam menentukan arah tujuan kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan
bersama dalam konteks kesejahteraan.Secara untuk meningkatkan masa depan mereka dan
eksplisit tujuan pembentukan Kube adalah berpartisipasi di dalam kehidupan yang efektif
sebagai berikut. Pertama, meningkatkan taraf pada komunitasnya). Sementara Deopa Narayan
kesejahteraan sosial keluarga binaan sosial (2001) mendefinisikan pemberdayaan sebagai
(KBS) melalui UEP (Usaha Ekonomi Produk- berikut: “empowerment is the expansions of
tif) dan UKS (Usaha Kesejahteraan Sosial). assets and capabilities of poor people so par-
Kedua, meningkatkan prinsip-prinsip gotong ticipate in, negotiate with influence, control,
royong dalam melaksanakan pembangunan serta and hold accountable institutions that affect
mengumpulkan dana masyarakat melalui Iuran their lives”. (Pemberdayaan adalah upaya-upaya
Kesetiakawanan Sosial (IKS). Ketiga, mening- untuk memperluas akses dan kemampuan pada
katkan prinsip berkoperasi dalam meningkatkan kelompok miskin sehingga mau berpartisipasi,
UEP kelompok. Keempat, mampu menyisihkan dengan menekankan negosiasi, kontrol dan
hasil usahanya untuk ditabung guna menghadapi kepercayaan pemegang kekuasaan yang berpen-
keperluan mendadak atau sebagai tambahan garuh sehingga berdampak terhadap kehidupan-
modal. Kelima, terbinanya kegiatan anggota nya).
keluarga. Keenam, mengingkatkan kesejahtera- Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu
an sosial kelompok binaan sosial (KBS) dan proses untuk ’memampukan’ atau ’membuat
terbinanya usaha Jaminan Kesejahteraan Sosial berdaya’ orang miskin yang memiliki beberapa
(JKS) berbasis masyarakat. keterbatasan dan ketidakberuntungan di dalam
Mengacu pada persyaratan yang telah di- kehidupannya sehingga mereka memiliki kekua-
tetapkan (UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang tan atau kekuasaan baik secara fisik, material,
Penanganan Fakir Miskin) maka yang men- ekonomi, kelembagaan, kerja sama dan intelek-
jadi sasaran Kube adalah keluarga fakir miskin tual (Istiana Hermawati, 2011: 105). Pember-

169
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 163 - 180

dayaan juga dapat dimaknai sebagai serangka- dalam perencanaan dan penentuan jenis usaha
ian proses untuk meningkatkan kemampuan sehingga Kube yang dibentuk sesuai kebutuhan,
atau kualitas sumber daya manusia komunitas potensi dan keterampilan yang dimiliki anggota
miskin. Kemampuan berdaya menurut Jamasy (bottom up). Sosialisasi dilakukan oleh Dinas
(2004: 39) mempunyai arti yang sama dengan Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabu-
kemandirian. Dapat disimpulkan, bahwa proses paten Kupang, kepada aparat kelurahan, instansi
pemberdayaan yang dilaksanakan dalam rangka terkait, sumber daya sosial (tokoh masyarakat,
pengentasan kemiskinan bertujuan untuk mem- pengurus LSM) untuk mendapatkan dukungan
buat orang miskin berdaya dan mandiri atau tidak dengan harapan pelaksanaan program tersebut
tergantung pada orang lain. Dengan kemandirian dapat berjalan lancar dan berhasil dengan baik.
yang dimilikinya tersebut orang miskin dapat Hasil wawancara dengan informan (pengu-
menata kehidupannya secara relatif lebih baik rus dan anggota Kube), kepala kelurahan, tokoh
dan dapat meningkatkan kesejahteraan atau masyarakat, Aparat Dinas Sosial dan instansi
kualitas hidupnya. terkait serta pemerintah daerah (Bappeda) me-
Proses pembentukan Kube Fakir Miskin nunjukkan dukungan terhadap keberadaan Kube.
di Kabupaten dan Kota Kupang mengikuti Sebagai tindak lanjut Undang-Undang RI Nomor
prosedur panduan Kube Kementerian Sosial RI, 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin
disesuaikan dengan potensi lokal, peluang pasar Dalam Penanggulangan Kemiskinan merupakan
daerah sasaran dan kelayakan calon Kelompok salah satu faktor pendorong dalam perkembang-
Binaan Sosial (KBS). Proses pembentukan Kube an Kube. Namun dalam implementasinya perlu
meliputi kegiatan identifikasi dan seleksi calon peningkatan koordinasi program lintas sektor
KBS, orientasi dan observasi, penyuluhan sosial, terkait.
pe-rencanaan program, pembentukan Kube, bim- Bimbingan teknis keterampilan dan pengelo-
bingan teknis keterampilan dan pengelolaan laan Kube serta pembinaan usaha kesejahtera-
Kube dan pembinaan usaha kesejahteraan sosial, an sosial, diberikan setelah Kube terbentuk
serta pemberian dana bantuan stimulan. Sebelum kemudian pemberian dana bantuan stimulan.
dana bantuan stimulan diberikan kepada Kube, Bimbingan usaha ekonomi produktif dan bim-
dilakukan kegiatan penyuluhan sosial atau so- bingan usaha kesejahteraan sosial dilakukan
sialisasi program pemberdayaan keluarga fakir oleh Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Timur
miskin melalui Kube. Kegiatan identifikasi dan sebagai pembina fungsional Kube berlangsung
seleksi dilaksanakan oleh aparat Dinas Sosial selama dua hari (12 jam latihan). Alokasi waktu
Kabupaten dan Kota Kupang bekerjasama den- pelatihan kurang memadai bila dikaitkan den-
gan aparat kelurahan (Kaur Kesra) dan Lurah, gan bobot materi pelatihan yang harus diserap
TKSK (Tenaga Kesekahteraan Sosial Kecama- KBS. Mengingat sebagian besar KBS memiliki
tan), Pendamping Kube dan Tokoh Masyarakat. keterbatasan pengetahuan dan berpendidikan
Seleksi calon KBS sebagian besar sesuai kriteria SD, temuan di lapangan penyerapan materi
yang ditentukan oleh Kementerian Sosial, dan pemberdayaan yang diberikan kurang optimal,
sebagian kecil sebesar empat persen bukan terbukti KBS kurang memahami pengadminis-
fakir miskin namun dapat menjadi penggerak trasian kegiatan Kube, Pengelolaan keuangan
anggota dalam usaha ekonomi produktif secara dan kurang mampu dalam mengakses akses
berkelompok. sumber daya lokal untuk pengembangan Kube.
Orientasi dan observasi dilaksanakan agar Perlu adanya penambahan waktu, materi pelatih-
jenis usaha Kube yang dibentuk sesuai potensi an, sarana, prasarana, dana, kurikulum teori
anggota, sumber daya lokal dan sesuai budaya dan praktek keterampilan teknis UEP seimbang
lokal sehingga dapat berkembang. Hasil obser- yang disesuaikan kebutuhan Kube. Pemberian
vasi dan orientasi sebagai dasar pertimbangan dana bantuan stimulan usaha ekonomi produktif

170
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) .... (Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

(UEP) diberikan melalui transfer ke rekening di antara sesama anggota kube dan antarkube
pengurus Kube setelah membuat proposal UEP dengan masyarakat sekitarnya. Kedua, man-
dengan bimbingan pendamping Kube yang telah tapnya usaha kube. Ketiga, berkembangnya
mendapat pelatihan pendampingan Kube dari jenis kegiatan kube. Keempat, meningkatnya
Kementerian Sosial RI. pendapatan Kube. Kelima, tumbuh berkem-
Proses pendampingan dilakukan sesuai de- bangnya kesadaran dan rasa tanggungjawab
ngan perannya sebagai pembimbing, pengarah, sosial dalam bentuk pengumpulan dana iuran
penghubung, perencana, advokasi/pendamping- kesetiakawanan sosial (IKS) (Departemen So-
an untuk kepentingan Kube. Peran pendamping sial, 1997). Berdasarkan kategorisasi tersebut,
masih perlu ditingkatkan baik secara kuantitas delapan kube yang diteliti di Kabupaten dan Kota
maupun secara kualitas sehingga Kube mampu Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur semua
berkembang optimal. Dukungan dan kerja sama (100 persen) berada pada kategori berkembang
dari masyarakat dan instansi terkait dalam sebagaimana tersaji dalam Tabel 1.
pemberdayaan dan pembentukan Kube) relatif Dari delapan Kube di Provinsi NTT yang
telah terbentuk, dalam arti sebagai fasilitator. diteliti, dua Kube berlokasi di Kabupaten Ku-
Koordinasi program dari berbagai instansi ter- pang dan enam Kube berlokasi di Kota Kupang.
kait sebagai pembina teknis operasional bagi Dua Kube yang berlokasi di Kabupaten Kupang
pengembangan Kube perlu ditingkatkan dalam lebih memfokuskan pada usaha ternak sapi di
upaya penanganan kemiskinan di Kabupaten dan samping ternak babi dan kambing serta ayam
Kota Kupang. Pengendalian yang dilaksanakan yaitu Kube Jati diri sedangkan Kube Sinar bidang
oleh pendamping dan Dinas Sosial sebagai usaha yang ditekuni adalah pertanian. Kondisi
pembina fungsional dalam pemberdayaan kelu- di lapangan menunjukkan, bahwa dua Kube
arga fakir miskin dan pengendalian Kube telah tersebut (yang seharusnya beranggotakan 10
dilaksanakan cukup baik. orang, dalam kenyataannya memiliki anggota 20
Perkembangan Kube berdasarkan pada ke- orang). Hal itu tidak sesuai dengan persyaratan
tentuan kategorisasi Kube terbagi kedalam yang menyebutkan, bahwa keanggotaan Kube
tiga kategori yaitu tumbuh, berkembang dan maksimal adalah 10 orang atau 10 KK. Melihat
mandiri. (Depsos, 1997). Kategori Kube dilihat kondisi tersebut baik dinas sosial maupun pen-
dari aspek organisasi, administrasi, kepemilikan damping Kube menyerahkan sepenuhnya pada
aset, aset sumber, jangkauan pemasaran ha- kelompok sesuai dengan kearifan lokal masing-
sil usaha dan pengembangan usaha. Ada tiga masing berdasarkan keputusan bersama. Be-
kategori kube yaitu tumbuh, berkembang dan berapa jenis usaha yang paling banyak ditekuni
mandiri. Kriteria kube tumbuh yaitu memiliki Kube di daerah ini adalah bidang peternakan
struktur organisasi, pengadministrasian seder- (sapi, babi, kambing dan ayam). Sementara usaha
hana bahkan kurang lengkap (terinci), kepemi- di luar sektor pertanian yang dikembangkan
likan aset dan jangkauan pemasaran terbatas. adalah sektor perdagangan dengan jenis kegiatan
Kriteria Kube berkembang yaitu administrasi perkiosan.
lengkap, berkembangnya organisasi, kepemili- Keberadaan Kube di lokasi Kabupaten dan
kan aset, jenis usaha dan jangkauan pemasaran Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur secara ke-
bertambah serta berkembangnya akses sumber. seluruhan Kube masuk dalam kategori berkem-
Kriteria kube mandiri, selain sama dengan kri- bang. Kriteria Kube dalam kategori berkembang
terian Kube berkembang juga dapat mengakses ditunjukkan dengan kepemilikan buku admi-
lembaga keuangan komersial seperti Lembaga nistrasi cukup lengkap namun dalam pencatatan
Keuangan Mikro (LKM) dan koperasi. kegiatan, ada yang cukup lengkap administasi
Secara khusus perkembangan kube ditunjuk- tetapi ada juga yang kurang terinci. Pengurus dan
kan oleh: Pertama, berkembangnya kerjasama anggota cukup memahami tugasnya. Di antara

171
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 163 - 180

Tabel 1
Kategorisasi Kube di Kota dan Kabupaten Kupang Provinsi NTT

Sumber: Dokumen Profil Kube NTT (2014)

Kube di Kabupaten dan Kota Kupang memiliki anggota, buku kegiatan kelompok, buku kas
uraian tugas yang jelas dan tertulis dan ada yang IKS (UKS). Perkembangan Kube dari kategori
tidak memiliki uraian tugas yang jelas namun tumbuh menjadi berkembang hingga mandiri
tidak tertulis. Pemilikan aset secara umum ber- memerlukan waktu antara empat sampai dengan
tambah. Kegiatan yang cukup berkembang di enam tahun.
Nusa Tenggara Timur antara lain dengan adanya
usaha membuka warung sebagai sarana pengem- b. Gambaran Kinerja Penyelenggaraan Kube
bangan usaha untuk mewujudkan kesejahteraan Keberlanjutan Kube tidak dapat terlepaskan
anggota kube. pada peran kinerja organisasi. Kinerja Organisasi
Kategori Kube berkembang merupakan lang- dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian
kah awal untuk meningkatkan kinerjanya dalam hasil. Kinerja merupakan hasil dari serangkaian
mewujudkan kube mandiri. Upaya yang dilaku- proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
kan dengan mempersiapkan segala hal antara lain tujuan tertentu dalam suatu organisasi. Bagi
struktur organisasi, tata kerja pembagian tugas suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari
yang jelas secara tertulis, memiliki aturan yang kegiatan kerjasama diantara anggota atau kom-
jelas hasil musyawarah bersama (surat kese- ponen organisasi dalam rangka mewujudkan
pakatan bagi hasil, persyaratan dan peraturan tujuan organisasi. Kinerja individu, kelompok
bagi pemohon pinjaman). Pengadministrasian maupun organisasi diperlukan suatu penilaian
kegiatan usaha bersama secara lengkap dan jelas, untuk mengetahui tujuan akhir yang ingin di
adanya berbagai catatan kegiatan yang terlihat capai. Penilaian kinerja sangat penting dilakukan
dalam berbagai buku daftar pengurus dan ang- karena dapat di gunakan sebagai ukuran keber-
gota, buku tamu, buku daftar hadir dan notulen hasilan organisasidalam mencapai misinya. Se-
rapat, buku inventaris, buku surat keluar-masuk, lain itu kinerja dapat digunakan untuk mengukur
buku kas, UEP kelompok, buku kas simpan pin- tingkat prestasi atau kebijakan individu maupun
jam, buku kas tabungan pribadi masing-masing kelompok individu.

172
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) .... (Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

Kinerja merupakan produk dari kegiatan ad- tujuan dan indikator keberhasilan yang telah
ministrasi yaitu kegiatan kerjasama untuk men- ditetapkan.
capai tujuan yang pengelolaannya biasa disebut Kinerja Kube menggambarkan pelaksanaan
sebagai manajemen sedangkan kinerja organisasi kegiatan Kube dari aspek sosial, ekonomi, dan
adalah bentuk hasil kerja yang didapatkan dalam kelembagaan. Aspek sosial terdiri dari indikator
suatu lembaga dalam mencapai tujuan yang telah yaitu motivasi berkelompok, kerja sama antar
ditetapkan. Menurut Keban (2004) menyebutkan anggota Kube dan antar kube, kesetiakawanan
bahwa kinerja (performance) dalam organisasi sosial dan tanggung jawab sosial, iuran kes-
didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil etiakawanan sosial (IKS) dan usaha kesejahter-
“the degree of accomplishment” atau kinerja aan sosial (UKS), keaktifan anggota kube dalam
merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi kegiatan kemasyarakatan, perubahan perilaku
secara berkesinambungan. Kinerja menggam- positif (tentang pendidikan, kesehatan, gizi
barkan sampai seberapa jauh organisasi tersebut makanan dan kebersihan lingkungan). Pengu-
mencapai hasil ketika dibandingkan dengan kuran kinerja kube, berdasar pedoman petunjuk
kinerjanya terdahulu (previous performance) pelaksanaan (juklak) Kelompok Usaha Bersama
dibandingkan dengan organisasi lain (bench- (Kube) direktorat penanggulangan kemiskinan
marking) dan sampai seberapa jauh pencapai- perdesaan Kemensos RI tahun 2014. Pedoman
an tujuan dan target yang telah ditetapkan tersebut menjadi dasar terhadap penilaian kinerja
(Keban,2004). terhadap aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan
Keban (2004), menyatakan pencapaian ha- kube.
sil kinerja dapat dinilai menurut pelaku yaitu: Aspek Ekonomi terdiri dari indikator
Pertama, kinerja individu yang menggambarkan persepsi terhadap dana stimulan UEP, intensi-
sampai seberapa jauh seseorang telah melaksana- tas usaha dan jumlah jenis usaha, peningkatan
kan tugas pokoknya sehingga dapat memberikan kualitas produk, kemampuan mengakses sumber
hasil yang telah ditetapkan oleh kelompok atau dan potensi (ekonomi), kemampuan merencana-
instansi; Kedua, kinerja Kelompok yaitu meng- kan usaha, melihat peluang pasar, kemampuan
gambarkan sampai seberapa jauh seseorang pemupukan modal, kemampuan menabung,
telah melaksanakan tugas pokoknya sehingga peningkatan usaha simpan pinjam, kemampuan
dapat memberikan hasil yang telah ditetapkan menjalin kerja sama (kemitraan usaha).
oleh kelompoknya atau instansi; Ketiga, kinerja Aspek Kelembagaan terdiri dari indikator
organisasi yaitu menggambarkan seberapa jauh kepengurusan dan pembagian tugas, pengad-
satu kelompok telah melaksanakan semua kegia- ministrasian, proses pengambilan keputusan,
tan pokok sehingga mencapai visi dan misi insti- pertemuan anggota, pemeliharaan (sarana, pra-
tusi; Keempat, kinerja program yaitu berkenaan sarana, peralatan), perencanaan usaha, pening-
dengan sampai seberapa jauh kegiatan-kegiatan katan SDM, pengelolaan keuangan, kemiteraan
dalam program yang telah dilaksanakan sehingga dan pengendalian (monitoring, evaluasi dan pe-
dapat mencapai tujuan program. laporan).
Dari beberapa pendapat diatas dapat di- Pengukuran kinerja Kube terdiri dari tiga
simpulkan bahwa kinerja organisasi adalah gradasi, yaitu baik, cukup dan kurang sesuai
seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan dengan kriteria yang telah ditentukan. Aspek
tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian Sosial terdiri dari tujuh pertanyaan, nilai terendah
tujuan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki 7 dan nilai tertinggi 21. Kinerja Kube dari aspek
sesuai program, kebijakan, visi dan misi yang sosial dinilai baik apabila mendapat skor antara
ditetapkan sebelumnya. Pengertian kinerja dalam (17–21), cukup apabila mendapat skor antara
organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau (12-16), kurang apabila mendapat skor (7-11).
tidaknya tujuan organisasi didalam mencapai Aspek Ekonomi terdiri dari 10 pertanyaan, nilai

173
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 163 - 180

terendah 10 dan tertinggi 30. Kinerja Kube dari dilakukan secara berkala selalu dihadiri lebih
aspek ekonomi dinilai baik apabila mendapatkan dari 79 persen anggota.
skor antara 24-30, cukup apabila mendapat skor Hasil wawancara terhadap salah satu anggota
antara 17-23 dan kurang apabila mendapat skor Kube, mereka mengatakan, “Saya selalu hadir
10 antara 10-16. Aspek Kelembagaan terdiri dari dalam pertemuan rapat anggota Kube, kecuali
14 item nilai terendah 14 dan nilai tertinggi 42, ada keperluan mendesak, karena kegiatan itu
kinerja Kube dari aspek kelembagaan dinilai dapat memberi manfaat untuk saling bertukar
baik apabila mendapat skor antara 33-42, cukup pengetahuan, pengalaman dan dapat digunakan
mendapat skor antara 23-32 dan kurang menda- untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi
pat skor 14-22. Gambaran kinerja Kube secara baik permasalahan pribadi maupun permasalahan
rinci dapat dilihat pada grafik 3 berikut. kube.” Sebagian besar responden beranggapan
dengan adanya Kube, mereka merasa memiliki
Grafik 3 kekuatan atau keberanian dalam menghadapi
Penilaian Kinerja Kube Berdasarkan Aspek masalah dan beranggapan tidak sendirian dalam
Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan menghadapi kehidupan.
Sebagai bentuk kepedulian dan kesetiakawa-
nan sosial terhadap sesama anggota, dilaksana-
kan iuran kesetiakawanan sosial (IKS) setiap
bulan sesuai kesepakatan di masing-masing
Kube. Temuan di lapangan menunjukkan, bahwa
setiap tahun kube memberi dana IKS, dana ke-
sejahteraan sosial, kepada anggota kube yang
terkena musibah. Walaupun nilainya relatif kecil
tetapi cukup berarti, karena merasa diperhatikan
dan mendapat bantuan pemecahan masalah yang
Sumber: Dokumen Profil Kube NTT (2014) dihadapi serta dapat mengurangi beban keluarga.
Di samping untuk kepentingan anggota, sebagian
Grafik 3 di muka menggambarkan kinerja dana dipergunakan untuk membantu uang trans-
delapan Kube yang diteliti dilihat dari aspek por pendamping, apabila hadir pada pertemuan
sosial, ekonomi dan kelembagaan. Dari Aspek kelompok. Sebagian besar responden menyadari
sosial, menunjukkan bahwa sebanyak lima Kube arti penting pendamping untuk kemajuan kube.
(62,5 persen) kinerjanya dalam kategori cukup, Kinerja Kube dilihat dari Aspek Ekonomi
tiga Kube (37,5 persen) dalam kategori kurang. menunjukkan, bahwa sebanyak satu Kube (12,5
Dari data ini dapat disimpulkan, bahwa secara persen) kinerjanya dalam kategori baik, tiga
umum kinerja Kube dilihat dari aspek sosial Kube (37,5 persen) kinerjanya dalam kategori
dalam kategori cukup baik. Namun demikian, cukup dan sebanyak empat kube (50 persen)
tidak ditemukan Kube dalam kategori baik. dalam kinerjanya dalam kategori kurang. Dari
Dari hasil observasi di lapangan ditemukan data ini dapat disimpulkan, bahwa secara umum
bahwa kinerja Kube dilihat dari aspek sosial kinerja kube dilihat dari aspek ekonomi dalam
dalam kategori cukup dapat dilihat dari anggota kategori kurang. Dari hasil pengumpulan data
memiliki motivasi kelompok, saling memiliki di lapangan, kube dalam kategori kurang, dike-
ikatan emosional dalam menjalin hubungan satu tahui persepsi para anggota terhadap bantuan
sama lain. Hal tersebut ditunjukkan mereka stimulan. Anggota kurang mendukung bantuan
merasa senang menghadiri setiap pertemuan stimulan untuk pengembangan usaha. Stimulan
yang diadakan, terbukti pertemuan rutin yang yang diberikan dianggap bantuan hibah yang

174
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) .... (Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

tidak perlu mengembalikan sehingga kurang lihat membangun kerja sama dalam pemasaran,
adanya tanggung jawab pengembangan usaha sebagaimana adanya kerja sama antara kube da-
untuk pengguliran kepada masyarakat sekitar. lam melayani pelanggan. Jangkauan pemasaran
Kube tersebut hanya menggeluti satu jenis usaha, mulai di luar lingkungan setempat meskipun
belum ada upaya untuk melakukan diversifikasi belum optimal. Untuk meningkatkan usahanya
usaha, kurang kreatif dan kurang memahami dan kube mengakses dana usaha dari luar terutama
mengakses sumber untuk pengembangan usaha. untuk usaha simpan pinjam, dengan adanya sim-
Kube kurang mampu mengakses sumber dan pan pinjam, secara ekonomi dapat menjadikan
mengembangkan jaringan usaha. peningkatan modal usaha kube meskipun sedikit
Kube pada kinerja aspek ekonomi kategori jumlahnya, juga dapat meningkatkan jumlah
cukup ditunjukkan adanya persepsi positif ter- usaha ekonomi masyarakat, sehingga dapat
hadap bantuan stimulan yang harus dikembang- merasakan manfaat kube.
kan bukan dibagi habis oleh anggota, adanya ke- Dari aspek kelembagaan menunjukkan,
berlanjutan usaha, diversifikasi usaha termasuk bahwa lebih dari separuh Kube kinerjanya pada
usaha simpan pinjam dan upaya peningkatan kategori kurang yaitu sebanyak empat Kube
kualitas produk, cukup dapat melihat peluang (50 persen), sebanyak tiga Kube (37,5 persen)
pasar walaupun belum maksimal hasil usahanya. kinerjanya pada kategori cukup dan selebihnya
Kube sudah mulai membangun kerjasama dalam yaitu sebanyak satu Kube (12,5 persen) kiner-
pemasaran, sebagaimana adanya kerjasama janya pada kategori baik. Dari data ini dapat
antara kube dalam melayani pelanggan. Jang- disimpulkan, bahwa secara umum kinerja kube
kauan pemasaran sudah mulai diluar lingkun- dilihat dari aspek kelembagaan dalam kategori
gan walaupun belum optimal. Kube mampu kurang baik. Kinerja kube pada kategori kurang
mengaksesdana usaha dari luar terutama untuk terlihat dari indikator lemahnya dalam pengad-
usaha simpan pinjam. Usaha simpan pinjam, ministrasian (buku kurang lengkap dan pencatat-
secara ekonomi dapat menjadikan peningkatan an kurang rinci), uraian tugas kurang jelas dan
modal usaha. Temuan di lapangan, kube yang kurang dipahami oleh pengurus, dalam pengen-
kinerjanya baik, cukup baik maupun kurang ada dalian kube kurang dilakukan evaluasi kegiatan
dalam kategori berkembang. dan laporan kurang lengkap, kemitraan terbatas,
Kube sebagai kelompok usaha yang dikelola tidak menginventarisasi sumber atau kurang bisa
secara bersama oleh KBS dapat dikatakan berha- mengakses sumber untuk perkembangan kube,
sil apabila memenuhi indikator sebagai berikut. pengelolaan aset kurang memadai terbukti ada
Pertama, secara umum keberhasilan kube ter- aset yang mengalami kerusakan tidak diperbaiki
cermin pada meningkatnya taraf kesejahteraan dengan yang baik. Kube pada kategori cukup,
masyarakat disekitarnya yang ditandai dengan terlihat dari indikator: memiliki buku adminis-
meningkatnya kemampuan dalam memenuhi trasi cukup lengkap dan pencatatan cukup terinci,
kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang dan pengurus dan anggota cukup memahami tugas
papan); Kedua, meningkatnya dinamika sosial; yang dibebankan, dapat menjalin kemitraan den-
Ketiga, meningkatnya kemampuan dan keter- gan berbagai sumber untuk perkembangan kube
ampilan pemecahan masalah. (tetapi perlu ditingkatkan), sarana dan prasarana
Hasil pengamatan di lapangan, semua kube yang dimiliki kube cukup memadai dan dapat
dalam kategori berkembang menunjukkan menunjang kegiatan usaha serta pengelolaan
adanya keberlanjutan usaha, adanya upaya aset dan keuangan cukup memadai sehingga
peningkatan kualitas produk, kemampuan yang aset yang dimiliki tidak berkurang. Kube pada
cukup dapat melihat peluang pasar walaupun kategori baik, terlihat dari sarana administrasi
belum maksimal hasil usahanya,telah mulai ter- lengkap dan pencatatan terinci, jalinan kemitraan

175
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 163 - 180

berkembang lebih luas dan pengelolaan aset sarana yang cukup memadai untuk menunjang
keuangan relatif lebih baik dibandingkan dengan kegiatan usaha. Pengelolaan aset dan keuangan
kube pada kategori cukup. cukup memadai terbukti aset yang dimiliki tidak
Sebagian besar kinerja Kube dilihat dari ke- berkurang tetapi semakin berkembang.
lembagaan yakni 50 persen masuk dalam kate- Dari data di lapangan hanya ditemukan satu
gori kurang, terbukti kepemilikan buku kurang kube dilihat dari aspek kelembagaan dalam
lengkap dan pencatatan kurang rinci,hanya men- kategori baik yakni Kube Jati Diri terlihat dari
gungkap nama, usia, jenis kelamin,pendidikan, adanya pembagian kerja yang jelas, rinci se-
pekerjaan namun tidak mengungkap potensi cara tertulis yang dipahami oleh pengurus dan
yang dapat dikembangkan, keterampilan dan anggota. Ketua sebagai pemimpin kelompok
kemampuan yang dimiliki. Buku agenda ke- bertugas mengkoordinir pengelolaan, mengatur
lompok pertemuan tidak mengungkap topik dan pelaksanaan usaha. Sekretaris, bertugas melak-
materi hasil pertemuan sebagai dokumen atau sanakan kegiatan administrasi pengelolaan kube
bahan evaluasi dalam upaya pengembangan dibantu oleh pengurus yang lain. Demikian juga
Kube. Kegiatan Kube tidak melalui perenca- tugas bendahara yakni menjalankan pengelolaan
naan. Bendahara hanya memiliki catatan buku keuangan baik yang masuk maupun keluar se-
kas sederhana tanpa menyertakan bukti pen- pengetahuan ketua. Memiliki kelengkapan buku
geluaran. Pengurus kurang memiliki inisiatif, administrasi dan pencatatan terinci, antara lain:
kreatif, dan inovatif dalam pengembangan usaha. buku daftar pengurus dan anggota kube, buku
Kube masih memiliki keterbatasan dalam kemi- tamu, buku daftar hadir rapat pengurus, buku
teraan dan mengakses sumber-sumber untuk administrasi surat masuk-keluar, buku daftar
kemajuan Kube.Evaluasi sebagai pengendalian inventaris, buku kas usaha kelompok, buku kas
Kube kurang dilakukan dan dalam penyusunan IKS, buku kas simpan pinjam, buku kegiatan
laporan masih sangat tergantung pada peran kelompok, buku rencana kerja, buku kas tabung-
pendamping. an pribadi masing-masing anggota. Selanjutnya
Kelembagaan kube pada kategori cukup, anggota bertugas sebagai pemasaran, mendoku-
terlihat kube memiliki pembagian tugas secara mentasikan kegiatan, dan membantu pengurus
tidak tertulis, namun tetapi pengurus dan ang- dalam menjalankan, mengatur dan menjaga
gota cukup memahami tugas yang menjadi peralatan inventaris yang dimiliki.
tanggung jawabnya. Ketua kube mampu meng- Kesuksesan kube dapat dilihat dari: Per-
gerakkan dan mendayagunakan potensi anggota tama, usaha ekonomi berdasarkan rencana usaha
kelompok. Ketua kube dapat mengidentifikasi, dan anggaran belanja yang disepakati bersama;
mengakomodasi, dan menggerakan serta me- Kedua, usaha ekonomi berorientasi pasar; ke-
manfaatkan segenap potensi atau kemampuan tiga, menggunakan modal usaha sesuai dengan
dan sumber-sumber yang dimiliki. Dalam kebutuhan usaha; Keempat, menggunakan bahan
menggerakan anggota, mengacu pada aturan baku yang mudah diperoleh dari lingkungan set-
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing- empat; Kelima, melakukan usaha sesuai dengan
masing anggota. Pengadministrasian kegiatan keterampilan yang dimiliki; Keenam, sistem
dan keuangan cukup tertib dan terinci disertai pengelolaan usaha ekonomi dapat dilaksanakan
bukti pengeluaran, terbukti kube memiliki ke- semua anggota; Ketujuh, ada komitmen dan
lengkapan buku catatan yang dibutuhkan. Kube kerjasama yang kuat dari setiap anggota untuk
mampu menjalin kemitraan dengan berbagai berhasil; Kedelapan, harga yang ditawarkan
sumber dalam upaya diversifikasi usaha untuk menguntungkan dan bersaing di pasar. Kesem-
perkembangan kube meskipun masih perlu di- bilan, adanya kebersamaan dalam menghadapi
tingkatkan. Kube telah memiliki prasarana dan berbagai hambatan usaha.

176
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) .... (Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

1. Manfaat Kube bagi Anggota diberdayakan; Keenam, kube dapat diharapkan


Penggalian secara kualitatif terhadap dampak menjadi bagian dari pranata sosial masyarakat
Kube bagi anggota dapat dilihat dari manfaat untuk dijadikan acuan kelompok bersama secara
kube bagi anggota dan masyarakat di sekitarnya. ekonomi dalam menentukan dan meningkatkan
Dari hasil wawancara diperoleh informasi, bahwa kesejahteraan sosial.
manfaat Kube bagi anggota antara lain: Pertama,
sebagai wadah aktualisasi diri terhadap lem- E. Faktor Pendukung dan Penghambat
baga usaha bersama secara kolektif mengangkat Pelaksanaan Kube
derajat sesama anggota; Kedua, kube sebagai Faktor yang menjadi pendukung akan ke-
media pembelajaran secara ekonomi baik secara berhasilan usaha kesejahteraan sosial keluarga
individu maupun berkelompok; Ketiga, Kube miskin melalui program Kube, yakni semangat
memberikan pemahaman bagi setiap individu anggota kelompok yang cukup tinggi dalam
mengenai interaksi sosial sesama anggota Kube upaya peningkatan kesejahteraan sosial melalui
itu sendiri; Keempat, sebagai ajang untuk ber- program Kube, seperti keaktifan anggota Kube
organisasi antara satu dengan anggota yang lain dalam mengadakan kegiatan rutin, kedisiplinan
dalam satu organisasi kube; Kelima, memahami anggota kube dalam pengelolaan administrasi
kerangka kerja administratif pengelolaan dan dan keuangan serta penambahan sarana dan
manajemen kube; Keenam, membangun kese- prasarana untuk menunjang kegiatan; Kuatnya
tiakawanan dan solidaritas antaranggota kube rasa ikatan persaudaraan di antara anggota kube
(tercermin dari sikap saling membantu, tolong-
2. Manfaat Kube bagi Masyarakat menolong, gotong royong, dan kerja sama yang
Manfaat kube bagi masyarakat sekitar mes- baik). Semangat kerja sama dan gotong royong
kipun tidak dapat dilihat secara langsung tetapi tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya
keberadaan kube di lingkungan masyarakat tingkat kepercayaan masyarakat kepada kel-
tersebut memiliki arti penting yaitu sebagai ompok, yang diwujudkan dalam bentuk keikut-
sebuah pranata yang secara sosial dan ekonomi sertaan masyarakat dalam kegiatan kelompok,
mengupayakan sebuah kebersamaan, terbingkai seperti arisan dan simpan pinjam; Adanya pen-
dalam kolektivitas kerja sosial demi meningkat- dampingan sosial yang selalu berusaha menjalin
kan kesejahteraan secara berkelompok melalui relasi sosial diantara pendamping,anggota kube
kube. Beberapa manfaat kube bagi masyarakat dan masyarakat dalam memecahkan masalah,
meliputi: Pertama, terdapatnya manfaat sosial memperkuat akses dan mendayagunakan po-
kelembagaan secara kelompok bagi Fakir tensi dan sumber kesejahteraan sosial; Masih
Miskin yang memberdayakan Kelompok fakir tingginya minat masyarakat miskin untuk dapat
miskin tersebut. Kedua, semakin berkembangnya berkembang bersama dalam program Kube;
dinamika kehidupan masyarakat khususnya bagi Interaksi sosial yang tinggi atas dasar kesamaan
kelompok masyarakat yang tergolong kurang visi dan pandangan untuk mengubah kehidupan
mampu; Ketiga, kube dalam masyarakat men- yang lebih baik; Terdapatnya sistem atau jar-
jadi penguat jaringan kerja bagi kelompok fakir ingan kerja kelembagaan serta keberfungsian
miskin; Keempat, kube sebagai bagian dari area pendamping dalam mengarahkan dan membimb-
publik bagi fakir miskin dalam mengakses sum- ing kube sehingga kinerja kube meningkat di
ber sumber potensi kesejahteraan sosial; Kelima, masa mendatang; Adanya Perda No 14 Tahun
kube sebagai ornamen motivator bagi kelompok 2011 tentang keterlibatan semua sektor dalam
fakir miskin untuk membentuk kekuatan ekono- penanganan kemiskinan tetapi dalam implemen-
mi dan sosial demi kesejahteraan masyarakat tasinya perlu peningkatan koordinasi program
secara umum karena kaum fakir miskin meru- lintas sektor terkait.
pakan bagian dari sebuah komunitas yang perlu

177
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 163 - 180

Faktor yang menjadi penghambat dalam menjalin relasi kerja (networking). Kesepuluh,
penyelenggaraan kegiatan usaha kesejahteraan sistem kerja kelompok yang belum tertata de-
sosial program pengentasan kemiskinan melalui ngan baik ditingkat internal dan anggota belum
Kube adalah sebagai berikut. Pertama, rendah- secara penuh dilibatkan dalam setiap kegiatan.
nya tingkat pendidikan anggota kelompok, yang Kesebelas, menejemen pengelolaan dan sistem
menyebabkan kemampuan untuk pengelolaan pengadministrasian kube yang relatif masih
kube relatif kurang, mengakibatkan usaha yang sederhana, meskipun di beberapa kube telah ada
dilakukannya kurang bisa berkembang secara sistem yang relatif baik.
optimal. Kedua, terbatasnya kemampuan diver-
sifikasi usaha, kelompok terbiasa dalam kondisi D. Penutup
sebelumnya dan tidak berani berspekulasi untuk Hasil penelitian Kube di lokasi Kabupten dan
membuka usaha yang baru. Ketiga, rendahnya Kota Kupang dapat disimpulkan sebagai konk-
mobilitas yang menyebabkan sempitnya pemasa- lusi penelitian. Ditinjau dari kategori Kube, dari
ran hasil usaha, kondisi ini merupakan penyebab delapan Kube yang diteliti di lokasi penelitian,
kecilnya daya serap dana bantuan secara maksi- mayoritas Kube (100 persen) termasuk dalam
mal. Dana bantuan yang diperoleh cenderung di- kategori berkembang. Kinerja dilihat dari aspek
manfaatkan untuk keperluan konsumtif diband- sosial, menunjukkan terdapat lima Kube (62,5
ing usaha produktif. Keempat. kurangnya keter- persen) memiliki kinerja cukup baik dan terdapat
bukaan antar pengurus dan anggota kube dalam tiga Kube (37,5 persen) memiliki kinerja kurang.
mengelola usaha bersama yang pada akhirnya Kinerja Kube ditinjau dari aspek ekonomi
mendorong terjadinya rendahnya partisipasi dan menunjukkan terdapat empat Kube (37,5 persen)
semangat kebersamaan di antara para anggota memiliki kinerja kurang, tiga Kube (37,5 persen)
kube dan kurang kondusifnya iklim kerja di ke- memiliki kinerja cukup, dan satu Kube (12,5
lompok. Kelima, kendala budaya berupa adanya persen) memiliki kinerja baik. Dilihat dari aspek
rasa kurang saling percaya di antara para anggota kelembagaan menunjukkan terdapat empat Kube
kube yang berasal dari marga yang berbeda. (37,5 persen) memiliki kinerja kurang baik, tiga
Apabila anggota kube terdiri dari berbagai etnis Kube (37,5 persen) memiliki kinerja cukup, dan
dan beragam karakter, budaya dan istiadat yang satu Kube (12,5 persen) memiliki kinerja dalam
berbeda, berimplikasi pada perbedaan strategi kategori baik. Ditinjau dari ketiga aspek kinerja
dalam mengembangkan usaha Kube. Ketujuh, Kube yang diteliti, ditemukan kelemahan pada
kondisi geografis yang kurang mendukung se- aspek kelembagaan dan ekonomi.Hal ini tampak
hingga komunikasi menjadi kurang lancar antara dari hasil evaluasi pada kedua aspek ini berada
kube dengan pembina dan atau pendamping. Ke- dalam kategori kurang.Pada aspek sosial masuk
delapan, proses pembentukan kube yang relatif pada kategori cukup.
lemah dalam asessmen, sehingga kegiatan kube Dilihat dari faktor yang mempengaruhi ki-
kadang tidak berdasarkan kebutuhan riil ang- nerja Kube dapat dilihat beberapa faktor pen-
gota kube dan tidak sepenuhnya diawali dengan dukung dan penghambat antara lain semangat
pemberian kegiatan bimbingan penyuluhan so- anggota kelompok yang tinggi, kuatnya rasa
sial, pelatihan manajemen usaha, UEP, IKS dan kebersamaan, adanya pendamping yang kom-
UKS. Muatan kegiatan lebih banyak bermateri- peten, adanya dukungan masyarakat, adanya
kan tertib administrasi organisasi. Kesembilan, dukungan SDA potensi lokal dan nilai kearifan
kelemahan anggota kube dalam merencanakan lokal yang dijunjung tinggi oleh sebagian besar
program kegiatan usaha, manajemen organisasi, anggota Kube. Sedangkan faktor penghambat
dan rendahnya kemampuan mendistribusikan ha- pelaksanaan Kube diantaranya adalah rendahnya
sil produksi kube ke berbagai institusi ekonomi kualitas SDM sasaran (pendidikan rendah dan
sebagai akibat dari lemahnya kemampuan keterampilan dalam mengelola usaha terbatas),

178
Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube) .... (Sri Yuni Murti Widayanti dan A. Nururrochman Hidayatulloh)

kendala geografis dan nilai sosial-budaya yang ————, 1997.Peranan Pembangunan Kesejahteraan
kurang kondusif, lemah dalam membangun Sosial Dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui
Kelompok Usaha Bersama, Jakarta: Departemen
networking. Sosial.
Rekomendasi yang diberikan kepada ————, 2003. Pola Pembangunan Kesejahteraan So-
Direktorat Dayasos Ditjen Dayasos dan Gulkin sial, Jakarta: Depsos RI
Kementerian Sosial mengenai kinerja kube ————, 2003.Profil KUBE Berkembang, Jakarta: De-
khususnya dari aspek ekonomi dan kelembagaan partemen Sosial.
————, 2003. Profil Kemiskinan di Indonesia, Jakarta:
terbukti kurang, sementara aspek sosial menun- Pusdatin Kesos Depsos RI
jukkan hasil cukup. Ke depan agar kinerja kube ————, 2003. Mewujudkan Kemandirian Keluarga
menjadi lebih baik, dalam penyusunan program Melalui KUBE KMM, Jakarta: Depsos RI.
pemberdayaan keluarga miskin, di samping ————, 2003. Panduan Pengelolaan Kelompok Usaha
menekankan pada pengembangan aspek sosial Bersama Keluarga Muda Mandiri, Jakarta: Depsos
RI
juga menekankan pada pengembangan aspek ————, 2003. Petunjuk Teknis Penanggulangan Fakir
ekonomi dan kelembagaan dalam porsi yang Miskin Melalui Program Pengembangan Potensi
seimbang. Perlu adanya sinergi pada aspek Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Depsos RI
ekonomi dan kelembagaanya yang terintegrasi ————, 2004. Panduan Umum Pengembangan Usaha
dengan aspek sosial. Dari sisi pendamping kube Ekonomis Produktif Melalui KUBE dan LKM, Jakarta:
Depsos RI
juga diharapkan agar meningkatkan kinerja ad- Kementerian Sosial Republik Indonesia, 2010. Pedoman
vokasi sosial kelembagaan dalam pengelolaan Kelompok Usaha Bersama. Jakarta: Dirjen Dayasos
kube dengan menekankan pada dimensi ekonomi dan Penanggulangan Kemiskinan.
dan kelembagaan dengan melakukan penyadaran ————, 2014.Petunjuk Pelaksanaan Kelompok Usaha
pada elemen anggota. Bagi Dinas Sosial setem- Bersama. Jakarta: Ditjen Dayasos dan Penanggulang-
an Kemiskinan.
pat, perlunya peningkatan koordinasi (program) Heru Nugroho. 2000. Negara, Pasar dan Keadilan Sosial,
dengan instansi terkait, baik dalam proses pem- Jakarta: Pustaka Pelajar.
bentukan, pelaksanaan maupun dalam pengem- Ife, Jim. 2002. Community development. Community
bangan kube. Perlu adanya pendampingan dan based alternatives in an ag of globalizational second
peningkatan hubungan kemitraan dengan ber- edition. South Melbourne: Addison Wesley Longman
Australia Pty Ltd.
bagai pihak terkait dalam rangka peningkatkan Issac, S, Michael, W.D. 1981. Handbook in Research
kualitas dan kuantitas produk untuk mencapai and Evaluation: For Education and the Behavioural
hasil usaha dan perkembangan kube yang op- Sciences (2nd edittion) . San Diego California : Ed III
timal, perlu peningkatan kelengkapan sarana/ Publishers.
prasarana, pengadaan insentif yang memadai Istiana Hermawati, 2001. Program Penanganan Kemiskin-
an Melalui KUBE (Suatu Analisis Kritis Terhadap
bagi pendamping dan waktu pendampingan yang Kebijakan Pemerintah di Bidang Kesejahteraan
intensif dalam rangka menunjang perkembangan Sosial, Jakarta: Program Pasca Sarjana Fisip UI,
Kube. Perlu peningkatan kualitas KBS agar dapat tidak diterbitkan.
memiliki kemampuan pengelolaan usaha (me- Istiana Hermawati dkk. 2005. Efektifitas Program Pengen-
nejerial) kube, kemampuan mengakses sumber tasan Kemiskinan di Era Otonomi Daerah. Yogya-
karta: B2P3KS
daya sosial ekonomi, kemampuan mengakses Khatib Pahlawan Kayo, 2009, KUBE Sebagai Wahana
peluang pasar, dan kemampuan menjalin kemit- Intervensi Komunitas dalam Praktek Pekerjaan Sosial,
eraan usaha (networking). Padang:B2P2KS
Narayan, Deopa. 2002. Empowment and Poverty Reduc-
Pustaka Acuan tion a Source Book. Washington, DC: The World
Biro Pusat Statistik, 2005-2014. Statistik Indonesia dan bank
Susenas. Jakarta: BPS RI Owin Jamasay. 2004. Keadilan, Pemberdayaan dan Pe-
Departemen Sosial Republik Indonesia, 1996. Meningkat- nanggulangan Kemiskinan. Bandung: Blantika
kan Kesejahteraan Sosial Melalui Kelompok Usaha Sutrisno Hadi, 1991. Metodologi Research Jilid 3, Yog-
Bersama, Jakarta: Departemen Sosial. yakarta: Andi Offset

179
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 161 - 178

Tjahya Supriyatna, 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan Inpres RI no.5/ 1993 tentang Program Peningkatan Pe-
Pengentasan Kemiskinan. Bandung: PT Humaniora nanggulangan Kemiskinan
Utama Press Perpres No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penang-
Weiss, CH (1972). Evaluation Research Method for As- gulangan Kemiskinan
sesing Program Effectiveness. Engle word cliffs : Peraturan Pemerintah No 42/ 1981 tentang Pelayanan
Prentice. Hall.Inc. Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin
Yeremias T. Keban. 2004. Enam Dimensi Strategis Admi- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
nistrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta. 1945 (pasal 27 dan 34)
Gaya Media Undang-undang No 22/ 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Sejak Januari 2001 terkenal dengan UU
Peraturan Perundangan tentang Otonomi Daerah)
Inpres No 3/ 1996 tentang Pembangunan Keluarga Se- Undang-Undang no 25 tahun 2000 tentang Program Pem-
jahtera dalam Rangka Peningkatan Penanggulangan bangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004.
Kemiskinan Undang-undang No 11/ 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial

180
5
Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran
Measuring Social Change of Migrant Family

Sri Kuntari
Balai Besar Pengembangan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Badiklit Kesos, Kementerian Sosial RI,
Jl. Kesejahteraan Sosial No 1, Nitipuran, Yogyakarta. Telpon (0274) 377265 Fax (0274) 373530
Email: <srikuntari48@yahoo.com>.
Diterima 23 Desember 2014, direvisi 12 April 2015, disetujui 11 Mei 2015

Abstract
The research on measuring social welfare of migrant families is to describe social change in migrants familie
structure. Methodologically, the approach used is qualitative-descriptive. Research location ditermined purposively in
Sukabumi Regency, West Java Province, based on cosideration that in this regency many migrant workers go abroad,
especially women working in informal sector. Subjects in this research are migrant worker women, chosen purposively,
based on criteria they ever worked or are on leave status and will work back abroad. Data are gathered through interview
and documentary analysis, and analyzed through qualitative-descriptive technique. The research finds that the decession
of working abroad as migrant workers causes basic change in family lives to be better. The change caused by remintant
contribution from working abroad, families are able enhance life quality, both on their children education and economic-
social improvement. But behind its positive change there is negative change, namely the cofusing of family member functions,
between husbands and wives during they are abroad. It is recommended it should be set an integrated services unit, untited
from related agencies to identify problems and needs of social services to ex-migrant workers, also it should be set local
group work and communication forum for ex-migrant workers under supervision and guidance of related agencies.

Keywords: Migrant Worker Family; Social Change

Abstrak

Penelitian menakar kesejahteraan sosial keluarga pekerja migran bertujuan mengetahui perubahan sosial dalam
struktur keluarga migran. Secara metodologis, metode pendekatan yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Lokasi
penelitian ditentukan secara purposive yaitu di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, dengan pertimbangan bahwa
daerah ini banyak mengirim pekerja migran ke luar negeri, umumnya dilakukan oleh perempuan dan bekerja di sektor
informal. Subjek penelitian ditentukan secara purposive yang didasarkan pada kriteria tertentu yakni orang yang pernah
menjadi pekerja migran dan yang sedang pulang kampung tetapi masih ingin bekerja lagi sebagai pekerja migran ke luar
negeri. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan pengumpulan dokumen, data yang telah terkumpul dianalisis
dengan menggunakan tehnik analisis deskriptif-kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa keputusan perempuan pergi ke
luar negeri menjadi pekerja migran menyebabkan perubahan mendasar dalam kehidupan keluarga ke arah yang lebih baik.
Perubahan terjadi dengan kontribusi remitan yang diperoleh selama menjadi pekerja migran, keluarga mampu memperbaiki
kualitas hidup, baik dalam hal pendidikan anak maupun dalam peningkatan sosial-ekonomi. Namun di balik keberhasilan
tersebut ditemukan adanya suatu perubahan negatif, yaitu kekacauan fungsi keluarga (suami atau istri) selama ditinggal
ke luar negeri. Rekomendasi yang diajukan adalah perlunya dibentuk unit pelayanan terpadu yang terdiri atas beberapa
instansi terkait dalam rangka mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan pelayanan sosial bagi eks pekerja migran,
juga perlunya dibentuk kelompok kerja dan forum paguyuban pekerja migran di daerah asal dengan pengawasan dan
pembinaan dari unit pelayanan terpadu.

Kata Kunci: Perubahan Sosial; Keluarga Migran

A. Pendahuluan segera dilakukan penanganan adalah besarnya


Salah satu permasalahan kesejahteraan jumlah penduduk miskin dan tingginya angka
sosial yang sampai sekarang masih ada dan pengangguran. Berdasarkan data dari Badan
menjadi tanggung jawab pemerintah untuk Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin

181
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 181 - 196

sampai bulan September 2013 mencapai 28,55 negeri dengan harapan mendapat gaji yang lebih
juta orang (11,47 persen). Berbagai program pe- tinggi daripada bekerja di negeri sendiri dengan
nanganan kemiskinan dan percepatan mengatasi pekerjaan yang sama. Merantaunya perempuan,
pengangguran yang telah dilakukan pemerintah terutama istri ke luar negeri dapat berdampak
belum dapat sepenuhnya mengurangi jumlah pada perubahan fungsi dan peran dalam rumah
kemiskinan dan pengangguran secara signifi- tangga, dimana perempuan dan laki-laki mem-
kan, sehingga masih banyak penduduk miskin punyai hak dan kewajiban yang sama dalam
dan penganggur yang membutuhkan pekerjaan. memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga.
Kondisi ini yang menjadi faktor pendorong se- Menjadi pekerja migran dapat berdampak
seorang mencari pekerjaan ke luar negeri dengan adanya perubahan pada tingkat ke-sejahteraan
menjadi pekerja migran. sosial ekonomi keluarga yang ditandai adanya
Dalam buku standar pemberdayaan dan perubahan tingkat kesejahteraan fisik-material
rujukan pekerja migran dijelaskan pekerja mi- keluarga sebagai hasil remitansi, juga mem-
gran adalah orang yang berpindah ke daerah ke bawa perubahan sosial berupa pranata yang
daerah lain, baik di dalam maupun di luar ne- didalamnya berisi peran dan fungsi keluarga;
geri untuk bekerja dalam jangka waktu tertentu perubahan status sosial yang menyangkut aspek
(Sutaat dkk, 2011: 6). Seseorang memutuskan kekuasaan ekonomi, harga diri di masyarakat
menjadi pekerja migran karena alasan ekonomi, sebagai konsekuensi dari keberhasilan sebagai
hal ini sesuai dengan pendapat Titus (1978) yang pekerja migran, dan adanya konsekuensi pe-
mengemukakan bahwa motivasi seseorang untuk rubahan perilaku akibat dari adanya kontak atau
pindah atau melakukan migrasi karena motif interaksi antara pekerja migran dengan budaya
ekonomi. masyarakat tempat tujuan bekerja.
Berdasarkan laporan BNP2TKI pada tahun Banyaknya kaum perempuan yang memilih
2013 jumlah pekerja migran yang bekerja di menjadi pekerja migran di satu sisi berharap
luar negeri mencapai 512.168 orang yang terdiri dapat mengubah kehidupan yang semula berada
dari 285.197 orang bekerja di sektor formal dan pada kondisi sosial ekonomi rendah sehingga
226.871 orang di sektor non formal. Dari jumlah mengalami kesulitan dalam mencukupi kebu-
tersebut tenaga kerja wanita masih mendomi- tuhan dasar, dengan pekerjaan baru mereka
nasi jumlahnya mencapai 203.490 orang, yang berharap mampu mengubah dan meningkatkan
sebagian besar bekerja sebagai penata laksana kesejahteraan sosial keluarga. Undang-undang
rumah tangga (PLRT). Dalam hal jumlah pengiri- No 11 Tahun 2009 menyebutkan kesejahteraan
man pekerja migran ke luar negeri, Provinsi Jawa sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
Barat sepanjang tahun 2014 menurut Kepala material, spiritual, dan sosial warga negara agar
BNP2TKI Moh. Jumhur Hidayat masih menjadi dapat hidup layak dan mampu mengembang-
daerah pengirim terbesar pekerja migran yakni kan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sebesar 119.620 orang terdiri dari pekerja migran sosialnya. Kesejahteraan sosial mempunyai tu-
formal dan non formal. juan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera
Direktur Penyiapan dan Pembekalan pem- dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok
berangkatan BNPTKI Wisantoro menyatakan, seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan
Tenaga Kerja (BNP2TKI) mencatat pada Janu- lingkungannya. Dengan demikian dapat dikata-
ari-September 2014 sebanyak 105.694 orang dan kan kondisi keluarga sejahtera apabila dapat ter-
23,44 persen hanya tamat sekolah dasar (SD), penuhi sebagai besar kebutuhan dasar manusia,
yang tamat sekolah menengah pertama (SMP) baik kebutuhan jasmani, rohani maupun sosial.
37,79 persen. Pekerja migran terutama perem- Perempuan merantau, baik istri maupun
puan, memilih menjadi pekerja migran di luar anak, akan mengurangi intensitas komunikasi

182
Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran (Sri Kuntari)

interpersonal dengan anggota keluarga yang yang diteliti (Satori & Aan Komariah, 2009:
ditinggal di rumah, sehingga kepergian istri 25), menggambarkan secara obyektif perubahan
bekerja dalam jangka waktu lama dimungkinkan sosial yang terjadi dalam keluarga migran yang
terjadi permasalahan sosial seperti terjadinya bekerja di luar negeri. Lokasi penelitian ditentu-
perselingkuhan yang dilakukan suami karena kan secara purposive di Kecamatan Cireunghas,
kurang terpenuhinya kebutuhan biologis dalam Kabupaten Sukabumi, Jawa barat, dengan per-
jangka waktu lama. Pekerja migran perempuan timbangan daerah ini banyak mengirim pekerja
juga rentan terhadap berbagai tindak kejahatan migran ke luar negeri, yang umumnya dilakukan
di antaranya eksploitasi, perkosaan, kekerasan oleh perempuan dan bekerja di sektor informal
yang dilakukan oleh majikan, contoh kasus yang sebagai pembantu rumah tangga (Ikawati, dkk,
dialami oleh dua pekerja migran asal Kabupaten 2004: 38).
Sukabumi Nesi dan Eni, terancam hukuman mati Subjek dalam penelitian ditentukan secara
karena dituduh membunuh majikannya di Arab purposive, didasarkan pada kriteria orang yang
Saudi. Kisah pilu lain menimpa Satinah asal pernah menjadi pekerja migran dan yang sedang
Ungaran, Semarang, Jawa Tengah yang ting- pulang kampung tetapi masih ingin bekerja lagi
gal menghitung hari untuk menjalani hukuman sebagai pekerja migran ke luar negeri. Subjek
pancung, karena tidak mampu membayar diyat penelitian sebanyak 22 orang yang berasal dari
sebesar 25 milliar yang divonis bersalah oleh Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi.
Pengadilan Arab Saudi karena membunuh istri Pengumpulan data menggunakan dua teknik
majikan dan mencuri uang sebesar 37 Riyal, yaitu wawancara dan telaah dokumen. Wawan-
walaupun apa yang dilakukan Satinah semata- cara dilakukan dengan menggunakan alat pedo-
mata untuk membela diri dari siksaan majikan. man wawancara yang berisi garis besar materi
Banyaknya kaum perempuan yang memilih wawancara yang harus dikembangkan sendiri
menjadi pekerja migran, mempunyai tujuan oleh peneliti, dengan tujuan untuk mengungkap,
membantu meningkatkan kesejahteraan sosial mengetahui, memahami dan menganalisis dina-
ekonomi keluarga, hal ini merupakan fenomena mika perubahan sosial keluarga migran. Penelu-
yang menarik untuk dikaji. Pertanyaan dalam suran data juga dilakukan dengan menggunakan
penelitian ini adalah perubahan sosial apa yang cara telaah dokumen dari berbagai data baik
terjadi dalam keluarga migran. Tujuan penelitian berupa catatan maupun dokumen yang meliput
ini untuk mengetahui perubahan sosial yang ter- permasalahan kesejahteraan sosial pekerja mi-
jadi dalam keluarga migran. Hasil penelitian ini gran. Telaah dokumen untuk memperkaya infor-
diharapkan menjadi salah satu referensi bagi Ke- masi setelah wawancara. Data dianalisis dengan
menterian Sosial, khususnya Direktorat Jendral menggunakan tehnik deskriptif kualitatif.
Pemberdayaan Masyarakat dalam perumusan
program, kebijakan, dan strategi penanganan C. Hasil dan Pembahasan (Perubahan Sosial
masalah kesejahteraan sosial pekerja migran. Keluarga Migran)
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
B. Penggunaan Metode Penelitian. Kecamatan Cireunghas merupakan salah satu
Metode pendekatan yang digunakan dalam kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi.
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu Batas wilayah antar kecamatan adalah sebelah
suatu proses penelitian yang menyelidiki suatu utara berbatasan dengan Kecamatan Sukalarang,
fenomena sosial, memaparkan atau menggam- sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
barkan segala peristiwa yang diperoleh di lapang- Gegerbitung, sebelah barat berbatasan dengan
an, untuk menuturkan pemecahan masalah yang Kecamatan Kebonpedes dan sebelah timur
ada berdasarkan data yang diperoleh, dan bertu- berbatasan dengan Kecamatan Cianjur, yang di-
juan untuk memberikan penjelasan dari variabel batasi dengan jalan kabupaten dan jalan provinsi.

183
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 181 - 196

Jarak dari ibu kota kabupaten (Pelabuhan ratu) apakah perpindahan itu bersifat sukarela atau
adalah 72 km. Luas wilayah Kecamatan Cire- terpaksa, serta tidak diadakan perbedaan antara
unghas adalah 2.783.292 ha, secara adminis- migrasi dalam negeri dan migrasi ke luar negeri.
tratif, Kecamatan Cireunghas terdiri atas lima Keputusan berpindah tempat tinggal dari satu
desa yaitu, Desa Cipurut, Cereunghas, Bencoy, wilayah ke wilayah lain adalah konsekuensi dari
Cikurutug dan Desa Tegalpanjang, serta 50 RW perbedaan dalam nilai kefaedahan antara daerah
da 179 RT. asal dan daerah tujuan, perpindahan terjadi jika
Kecamatan Cireunghas berada pada keting- ada faktor pendorong dari tempat asal dan faktor
gian 500-700 meter dari permukaan laut, de- penarik dari tempat tujuan (Lee, 2000: 8). Faktor
ngan kondisi topografi beraneka ragam. Kondisi yang menjadi pendorong seseorang melakukan
topografi di wilayah Kecamatan Cireunghas migrasi dilatarbelakangi kemiskinan, rendahnya
yaitu daerah landai berupa lahan sawah sebesar tingkat pendidikan, dan kurangnya ketersediaan
25 persen, bergelombang 52,5 persen berupa lapangan kerja, sehingga seseorang rela mencari
lahan sawah dan darat serta daerah berbukit pekerjaan meskipun harus keluar dari daerah
27,5 persen berupa lahan darat. Kecamatan asal dengan resiko yang tidak sedikit (Darwin,
Cireunghas berpenduduk 31.511 jiwa, dengan 2003: 3).
jumlah penduduk laki-laki 15.781 jiwa dan Berdasarkan data dari Dinas Sosial Tenaga
jumlah penduduk perempuan 15.730 jiwa (BP3K Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) kabu-
Cireunghas). Permasalahan yang dihadapi oleh paten Sukabumi, animo warga kabupaten Su-
masyarakat di Kabupaten Sukabumi termasuk kabumi, Jawa Barat melakukan migrasi ke luar
di Kecamatan Cireunghas diantaranya adalah negeri yaitu untuk mengadu nasib sebagai tenaga
menurunnya kepemilikan dan beralihnya fungsi kerja terutama ke Negara-negara Timur Tengah
lahan pertanian menjadi pemukiman penduduk, datanya terbilang tinggi, sehingga kabupaten ini
tidak seimbangnya komposisi antara peluang merupakan salah satu daerah pemasok migran ke
kerja yang ada dan jumlah pencari kerja, serta luar negeri terbesar. Pengiriman pekerja migran
rendahnya upah tenaga kerja, sehingga menim- ke luar negeri merupakan salah satu cara yang
bulkan masalah kesejahteraan sosial terutama dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah
kemiskinan dan pengangguran. pengangguran dengan harapan dapat meningkat-
Kondisi masyarakat yang miskin juga kan kesejahteraan rumah tangga pekerja, walau-
disebabkan oleh ketidakberdayaan dan tidak pun ada juga beberapa permasalahan yang timbul
memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan dari pengiriman tenaga kerja misalnya ada yang
sumber daya individu dalam keluarga, sebagai disiksa majikannya, ditipu dan tidak dibayar.
konsekuensi dari kondisi tersebut, istri ataupun Pekerja migran Kabupaten Sukabumi 24.269
anak dilibatkan dalam mencari pekerjaan guna orang, rata-rata sebulan mencapai 300-400
mencukupi kebutuhan dasar keluarga. Salah satu orang. Dari jumlah tersebut 3.585 orang sebagian
upaya yang dilakukan adalah dengan melaku- adalah sebagai pekerja non-formal, dan sebagian
kan migrasi atau pindah penduduk ke daerah besar perempuan (BPS, Kabupaten Sukabumi,
lain atau ke luar negeri, yang memungkinkan 2013). Pekerja migran legal yang tercatat di Din-
mereka mendapatkan penghidupan yang lebih sosnakertrans Kabupaten Sukabumi pada tahun
layakdi daerah tujuan. Terjadinya migrasi pada 2011 4.785 orang terdiri dari laki-laki 191 dan
masyarakat di Kecamatan Cireunghas sesuai perempuan 4,549 orang. Pekerja migran yang
dengan pendapat Lee yang menyebutkan migrasi berasal dari Kecamatan Cireunghas belum ada
ialah perubahan tempat tinggal secara permanen data yang dapat diakses. Beberapa negara tujuan
atau semi permanen. Tidak ada pembatasan, baik pengiriman pekerja migran ke luar negeri asal
pada jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 1.

184
Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran (Sri Kuntari)

Tabel 1
Pekerja Migran Legal Kabupaten Sukabumi Menurut Negara Tujuan

Sumber: Disnakertrans Kabupaten Sukabumi (2014)

Data pada Tabel 1 menunjukkan, ternyata kepulangan ke tanah air, Pemerintah Daerah Ka-
tenaga kerja wanita banyak, 4.594 orang, yang bupaten Sukabumi telah menetapkan Peraturan
rela bekerja ke luar negeri dengan tujuan mem- Daerah Nomor 3 tahun 2009 tentang Pengerahan
bantu suami mencari nafkah untuk meningkatkan dan Perlindungan Calon Tenaga Kerja Indonesia
kesejahteraan sosial keluarga. Dalam perspektif ke Luar Negeri. Berkaitan dengan hal tersebut di
keluarga, seorang perempuan yang memutuskan atas, upaya pengiriman tenaga kerja dilakukan
melakukan migrasi ke luar negeri selain menun- oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang
jukkan partisipasi perempuan dalam mengatasi berkoordinasi dengan BNP2TKI serta perusa-
persoalan finansial keluarga, juga memberi gam- haan pengerah tenaga kerja Indonesia. Peraturan
baran adanya perubahan sosial dalam struktur daerah tersebut bertujuan untuk memberdaya-
dan fungsi keluarga. Perubahan itu terutama pada kan dan mendayagunakan tenaga kerja secara
relasi jender yang mengarah pada kesetaraan optimal dan manusiawi, juga menjamin dan
antara laki-laki dan perempuan, meskipun peran melindungi calon tenaga kerja di negara tujuan
laki-laki di dalam keluarga masih dominan, sampai kembali ke daerah asal.
perempuan sudah memiliki keberanian dalam Ditinjau dari negara tujuan yang diminati
mengemukakan pendapat dan berani mengambil oleh migran adalah Negara Arab (4029 orang),
keputusan sendiri. Kuwait (24 orang), Yordania (14 orang) dan
Fenomena ini menunjukkan pembagian kerja Taiwan sebanyak 17 orang, dari jumlah tersebut
yang selama ini berlaku dalam keluarga telah 96 persen berjenis kelamin perempuan (Diolah
mengalami pergeseran, batas-batas pekerjaan dari data BPS Kabupaten Sukabumi, 2013). Pada
sektor domestik dan publik antara suami dan istri umumnya para tenaga kerja bekerja di sektor
menjadi kabur. Perempuan tidak lagi memiliki non-formal seperti pembantu rumah tangga,
peran utama sebagai ibu rumah tangga, tetapi buruh perkebunan, dan pelayan rumah makan.
telah memberikan kontribusi dalam peningkatan Banyaknya perempuan bekerja sebagai pekerja
ekonomi keluarga karena memiliki penghasilan migran lintas negara merupakan satu bentuk
sendiri. partisipasi perempuan di bidang ekonomi. Dari
hasil wawancara, motivasi perempuan menjadi
2. Pengiriman Pekerja Migran ke Luar Negeri pekerja migran karena alasan ekonomi, diakui
Dalam rangka melindungi para pekerja oleh keluarga pekerja migran bahwa dengan
migran sebelum, selama penempatan sampai pekerjaan tersebut memberikan kontribusi

185
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 181 - 196

ekonomi yang cukup signifikan bagi keluarga. untuk memperbaiki rumah, dulu rumah saya
Namun tidak dapat dipungkiri fenomena masih dari papan sekarang Alhamdulillah sudah
tersebut telah menggeser peran suami sebagai sudah seperti ini, lantai sudah keramik,dinding
pencari nafkah utama dalam keluarga, meru- dari batako. Kalau suami masih mengizinkan
pakan perubahan peranan dan fungsi yang saya masih ingin kembali bekerja karena maji-
dijalankan oleh suami dan istri dalam keluarga. kan saya baik dan cocok dengan cara kerja saya,
Hal tersebut berlangsung secara tidak sengaja, sampai sekarang saya masih sering di tilpon
sebagian besar responden beralasan bahwa be- disuruh kembali bekerja disana.” Kondisi yang
kerja menjadi tenaga kerja di luar negeri bermula dialami oleh responden senada dengan pendapat
dari motivasi memperbaiki kondisi ekonomi Mulyati yang menyatakan faktor yang menjadi
keluarga untuk keluar dari lingkaran kemiskin- pendorong seseorang melakukan migrasi ka-
an, mereka beranggapan bekerja di luar negeri rena kurang bervariasinya peluang kerja dan
dengan pekerjaan yang sama akan mendapatkan kesempatan berusaha khususnya di luar sektor
gaji lebih besar dibandingkan dengan bekerja di pertanian; semakin sempitnya lahan pertanian;
negeri sendiri. rendahnya upah tenaga kerja; keterbatasan sa-
rana dan prasarana sosial; dan adanya perasaan
3. Gambaran Umum Responden lebih terpandang bila dapat bekerja di kota serta
Jenis kelamin dan usia responden: Seluruh tidak merasa cocok lagi dengan pola kehidupan
responden berjenis kelamin perempuan, jika di- di desa (Mulyati, 2013: 152). Merasakan realitas
tinjau dari aspek usia tergolong dalam kategori kehidupan sehari-hari yang dialami, atas persetu-
produktif. Dari 22 responden, sebagian besar juan keluarga mereka memutuskan melakukan
berusia antara 24-34 berjumlah 15 orang (68,18 migrasi ke luar negeri yaitu ke Arab Saudi, Abu
persen), sedang yang berusia antara 35-49 lima Dhabi, Qatar dan Kuwait, seluruh responden
orang (22,72 persen) dan dua orang (10 persen) bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dengan
responden berusia di atas 50 tahun. Status mere- harapan memperoleh penghasilan lebih banyak
ka sudah menikah dan sebagian besar responden sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masih berusia produktif, sehingga mereka masih keluarga.
bersemangat bekerja untuk memperbaiki kondisi Pekerjaan yang ditekuni di luar negeri tidak
ekonomi keluarga. Hasil wawancara menunjuk- terlepas dari tingkat pendidikan dan keterampilan
kan bahwa kondisi kemiskinan merupakan faktor yang mereka miliki, dengan tingkat pendidikan
utama responden memutuskan menjadi migran yang sebagian rendah, mereka tidak mempunyai
dengan bekerja ke luar negeri, sedang faktor lain banyak alternatif untuk memilih jenis pekerjaan
pemicu menjadi pekerja migran karena semakin yang dikehendaki. Dari penjelasan responden,
sempitnya lahan pertanian, kurangnya keterse- mereka harus menerima pekerjaan sebagai pem-
diaan lapangan kerja yang sesuai dengan tingkat bantu rumah tangga meskipun pekerjaan tersebut
kemampuannya, serta rendahnya upah tenaga di daerah asal dianggap sebagai jenis pekerjaan
kerja. Dari penjelasan salah satu responden Bu yang harus dihindari karena dianggap pekerjaan
ENR (37 tahun), “Suami saya mengizinkan saya yang rendah. Namun pekerjaan ini diminati oleh
bekerja menjadi TKW ke Arab karena kondisi responden karena gaji yang lebih tinggi diban-
ekonomi kami yang masih kurang, kami tidak dingkan dengan pekerjaan yang sama di daerah
mempunyai sawah/ladang, dan suami hanya asal responden, dan adanya perasaan bangga dan
bekerja sebagai buruh bangunan yang kadang lebih terpandang karena mereka dapat bekerja di
tidak ada kerjaan. Walaupun harus mening- luar negeri, dengan gaji yang lebih tinggi dapat
galkan anak dan suami tetapi hasil yang saya membantu suami mencukupi kebutuhan hidup
peroleh dapat digunakan untuk membantu suami keluarga bahkan dapat meningkatkan status
mencukupi kebutuhan rumahtangga dan sedikit kehidupan ekonomi keluarga.

186
Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran (Sri Kuntari)

Tingkat Pendidikan: Sebagian besar res- dilakukan melalui jalur yang benar seperti di
ponden yaitu 14 orang (63,63 persen) berpen- kantor Dinsosnakertrans dan perusahaan swasta
didikan sekolah dasar dan delapan orang (36,33 yang bergerak di bidang pengerah tenaga kerja
persen) berpendidikan SLTP. Ketidakmampuan ke luar negeri yang bekerjasama dengan peme-
mengakses pendidikan tinggi menjadi salah satu rintah. Sebanyak 77,27 persen responden yang
penyebab ketidakberdayaan mereka memperoleh mencari informasi tentang pendaftaran kerja ke
pekerjaan yang layak. Dalam pendalaman lebih luar negeri kurang memperhatikan status peru-
lanjut melalui wawancara, ternyata rendahnya sahaan pengerah tenaga tersebut, apakah sudah
pendidikan mereka berkait dengan kondisi sosial terdaftar di Dinsosnakertrans atau belum. Me-
ekonomi keluarga yang relatif miskin ketika me- reka juga tidak menanyakan lebih lanjut tentang
reka masih berusia sekolah. Pada saat itu, mereka persyaratan yang lebih rinci, prosedur pengirim-
dibesarkan oleh keluarga petani tradisional yang an mulai dari pemberangkatan, penempatan dan
memiliki pendidikan rendah bahkan tidak memi- kepulangan, mereka cenderung hanya menye-
liki pendidikan sama sekali. Menurut pengala- rahkan sepenuhnya kepada petugas pengerah
man responden (YY, 26 tahun), banyak keluarga tenaga kerja tempat mereka daftar. Responden
yang tidak memiliki pendidikan yang memadai yang mencari informasi langsung kepada pihak
serta mengalami keterbatasan ekonomi, sehingga yang berwenang dalam hal ini Dinsosnakertrans
penghasilan yang diperoleh hanya cukup bahkan sebanyak 22,73 persen, mereka adalah pencari
kurang untuk memenuhi kebutuhan minimal kerja yang mengetahui prosedur pengiriman
sehari-hari. Gambaran tentang kemiskinan yang tenaga kerja yang dilakukan oleh pihak yang
dialami oleh keluarga responden senada dengan berwenang.
pendapat Sumodiningrat yang menyatakan kon- Alasan bekerja ke luar negeri: Perubahan
disi keluarga miskin ditandai dengan: Pertama, peran dalam keluarga, maka dapat kita lihat
jumlah rata-rata anggota keluarga rumahtangga fenomena yang terjadi mengenai peran perem-
miskin cenderung lebih besar dibanding jumlah puan yang tidak hanya sebagai ibu rumahtangga
rata-rata anggota keluarga tidak miskin; Kedua, dan pengasuh anak namun juga menjadi pekerja
rumah tangga miskin menanggung beban sosial membantu suami mencari nafkah, bahkan terka-
ekonomi lebih besar dibanding rumahtangga dang memiliki penghasilan lebih tinggi dari
tidak miskin; Ketiga, beban rumahtangga miskin suami. Peran perempuan bekerja tidak hanya
di daerah perdesaan dalam memenuhi kebutuh- dituntut bekerja mencari nafkah tetapi juga harus
an hidup lebih besar daripada rumahtangga mampu mendidik dan berinteraksi dengan anak
miskin di daerah perkotaan; Keempat, tingkat dan keluarga.
pendidikan kepala rumahtangga miskin rendah; Demikian juga dengan responden, mereka
Kelima, penghasilan utama rumahtangga miskin beralasan memilih menjadi perempuan pekerja
di perdesaan bersumber pada kegiatan sektor karena kesulitan memenuhi kebutuhan hidup,
pertanian (Sumodiningrat, 2000: 24). kondisi yang demikian menjadi alasan respon-
Rendahnya tingkat pendidikan juga tidak den memilih bekerja ke luar negeri. Dari hasil
memungkinkan bagi mereka mengakses in- wawancara diperoleh penjelasan bahwa peng-
formasi dari luar yang mampu meningkatkan hasilan yang diperoleh digunakan untuk biaya
pengetahuan dan pengalaman hidup mereka. sekolah anak, dan merenovasi rumah yang layak
Oleh karena itu, informasi tentang pekerjaan (22,72 persen), merubah nasib agar kehidupan
sebagai tenaga kerja ke luar negeri lebih ban- bertambah baik (27,27 persen), membantu suami
yak diperoleh dari saudara yang terlebih dahulu mencari tambahan penghasilan (27,27 persen),
menjadi migran ke luar negeri. Berdasarkan membayar hutang (13,63 persen), ingin hidup
hasil wawancara ditemukan bahwa tidak semua mandiri agar tidak menjadi beban orangtua (4,54
informasi awal mencari pekerjaan ke luar negeri

187
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 181 - 196

persen), dan untuk modal membuka usaha (4,54 lebih tinggi (Lee, 2000: 5).
persen). Pekerjaan Responden Sesudah Bermi-
Alasan bermigrasi ke luar negeri sebagian grasi: Dari hasil wawancara dengan responden
besar karena alasan ekomoni, meskipun juga diperoleh penjelasan bahwa lima orang (22,73
dijumpai alasan non-ekonomi yaitu ingin hidup persen) masih ingin melanjutkan pekerjaan seba-
mandiri dan mencari pengalaman kerja, dike- gai pekerja migran di tempat yang sama dengan
mukakan oleh responden yang belum menikah. majikan yang sama, karena masih dianggap
Apabila dicermati lebih mendalam, baik alasan cocok dan tidak terjadi permasalahan dengan
ekonomi maupun non ekonomi memiliki tujuan majikan. Sedang satu orang (4,54 persen) beralih
utama adanya perubahan, dalam arti keinginan pekerjaan dengan membuka warung di rumah,
mengubah hidup dari keluarga yang semula ber- satu orang (4,54 persen) sebagai pelayan toko
ada pada kondisi sosial ekonomi rendah sehingga dan dua orang (9,11 persen) masih menunggu
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuh- untuk diberangkatkan kembali menjadi tenaga
an dasarnya, dengan pekerjaan baru mereka kerja di Negara Arab dengan majikan yang sama.
berharap mampu mengubah dan meningkatkan Tiga responden (13,63 persen) bekerja sebagai
kesejahteraan hidup keluarga. Alasan ekonomi, buruh cuci di rumah tetangga yang membutuh-
ini senada dengan pendapat Titus dalam Kuntari kan jasanya, dan 10 orang (45,45 persen) kembali
yang mengemukakan bahwa motivasi untuk menjadi ibu rumah tangga.
pindah atau melakukan migrasi karena motif Bagi responden yang kembali menjadi ibu
ekonomi (Kuntari, 2010: 34). rumah tangga mengemukakan beberapa alasan
Pekerjaan Responden Sebelum Bermi- di antaranya ingin beristirahat karena usia sudah
grasi: Sebelum menjadi pekerja migran, seba- tua, tidak mau kembali menjadi pekerja migran
nyak 12 orang (54,54 persen) responden bekerja karena sewaktu bekerja mendapat majikan yang
sebagai pembantu rumah tangga baik di Jakarta keras, bahkan ada seorang pekerja migran yang
maupun di Kota Sukabumi, dua orang(9,11 pernah ditangkap pihak berwajib karena dituduh
persen) sebagai pelayan toko, satu orang (4,54 “mengguna-gunai” majikan, tetapi di pengadilan
persen) sebagai tukang sayur dan tujuh orang tidak terbukti sehingga responden tidak menda-
(31,81 persen) tidak bekerja atau sebagai ibu ru- pat hukuman dan dilepaskan, dengan kejadian
mah tangga. Terdapat pengaruh antara pekerjaan, tersebut responden memilih pulang ke kampung
penghasilan dan pemenuhan kebutuhan kelu- dan merasa jera tidak lagi tertarik bekerja di luar
arga, pekerjaan responden belum menghasilkan negeri walaupun dijanjikan gaji tinggi. Respon-
pendapatan yang cukup untuk membantu suami den yang menyatakan ingin kembali menjadi
dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarga. pekerja migran karena kondisi di daerahnya tidak
Bagi keluarga responden yang terpenting adalah memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan
setiap hari dapat memenuhi kebutuhan pangan dengan gaji seperti gaji yang mereka peroleh
keluarga, sedang dalam hal biaya sekolah anak, sebagai pekerja migran. Revenstein menyatakan
kebutuhan sandang dan papan belum dapat ter- faktor paling dominan yang mempengaruhi sese-
penuhi secara wajar. Berangkat dari kenyataan orang untuk bermigrasi adalah sulitnya memper-
ini, responden atas persetujuan keluarga memu- oleh pekerjaan di daerah asal dan kemungkinan
tuskan mencari pekerjaan yang dianggap mampu untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan
meningkatkan kualitas kehidupan keluarga yang lebih baik di daerah tujuan. Daerah tujuan
dengan bekerja menjadi migran ke luar negeri. harus mempunyai nilai kefaedahan lebih tinggi
Pemahaman responden senada dengan pendapat dibandingkan dengan daerah asal (Refenstein
Lee yang menyatakan pekerja migran mencari dalam Mantra, 1999:12).
pekerjaan di wilayah manapun selama di wilayah Penghasilan Responden: Penghasilan
tersebut mereka mendapatkan penghasilan yang responden sebagai pekerja migran bervariasi

188
Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran (Sri Kuntari)

tergantung dari kesepakatan antara penyalur batin dalam keluarga. Merujuk pendapat Connel,
dan majikan yang akan ditempati, juga tergan- remitan adalah pengiriman uang, barang bahkan
tung di negara mana responden bekerja. Dari ide-ide selagi migran berada di daerah lain atau
hasil wawancara dengan responden diperoleh di bawa ke daerah asal (Cornel dalam Kuntari,
penjelasan bahwa penghasilan yang diper- 2010: 35).
oleh sebagai pembantu rumah tangga berkisar Penjelasan lebih lanjut diperoleh dari satu
antara Rp1.500.000-Rp 2.000.000. Sebanyak responden yang menyatakan bahwa penghasilan
tujuh orang (31,82 persen) berpenghasilan Rp sebagai pekerja migran yang pernah dilakukan
2.000.000, sedang sembilan orang (40,90 persen) dua tahun sebelum wawancara ini dilakukan
berpengasilan Rp 1.900.000, dan sisanya seban- dipergunakan untuk modal usaha membuka
yak enam orang (27,28) berpenghasilan antara warung dirumah, dampak yang terlihat adalah
Rp 1.500.000 sampai Rp 1.800.000. Perbedaan peningkatan kesejahteraan sosial keluarga da-
penghasilan dipengaruhi oleh adanya standart lam jangka panjang. Hasil wawancara dengan
pengupahan yang ditetapkan oleh negara tujuan Bu DDH (47 tahun) menyatakan “Saya bekerja
serta pengalaman dan lamanya waktu kerja. di Abu dhabi selama dua tahun, gaji yang saya
Dibandingkan dengan penghasilan suami, peroleh Alhamdulillah sebagian dapat saya kum-
gaji yang diperoleh responden relatif lebih tinggi, pulkan. Setelah pulang kampong uang tabung-
walaupun kehidupan dan beban kerja di negara an saya gunakan sebagai modal buka warung
penempatan juga relatif lebih berat. Dari hasil walaupun kecil, dan sekarang sudah semakin
wawancara penghasilan yang diterima respon- banyak dagangan saya, ya seperti yang ibu
den pada waktu menjadi pekerja migran, setelah lihat sekarang”. Responden lain menyatakan
mendapatkan gaji, sebagian dikirimkan ke kelu- penghalannya dipergunakan untuk biaya seko-
arga. Dari hasil cross cek dengan suami respon- lah, juga ada yang digunakan untuk merenovasi
den PW (37 tahun) menyatakan, dengan kondisi rumah dan membeli perabotan rumah tangga,
ekonomi kami yang kurang, saya menyetujui istri serta ada yang digunakan untuk melunasi hutang
saya bekerja menjadi tkw di arab selama dua keluarga. Besar kecilnya remitan yang dikirim
tahun, selama bekerja disana penghasilan yang kepada keluarga di daerah asal dapat menyum-
diperoleh sebagian kirimkan ke kampung untuk bang pendapatan keluarga. Dalam kaitan ini,
membantu mencukupi kebutuhan rumahtangga Curson menyebutkan pengiriman remitan ber-
dan biaya sekolah anak, karena pekerjaan saya tujuan untuk menyokong keluarga, dalam arti
hanya sebagai buruh pabrik yang penghasilan- remitan yang dikirim disamping untuk mencu-
nya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuh- kupi kebutuhan keluarga, juga untuk membayar
an keluaga, Alhamdulillah istri saya dapat mem- hutang sendiri maupun keluarga dan digunakan
bantu bahkan gajinya jauh lebih tinggi dari sebagai investasi untuk berusaha, membeli ter-
saya.”Saat kami tanya mengenai keharmonisan nak atau membeli tanah (Curson dalam Sakur,
hubungan suami istri, jawaban yang diberikan 1981: 23).
“Wah masalah itu tidak menjadi masalah, yang
penting orang berumah tangga saling percaya, 4. Perubahan Sosial Pada Struktur Keluarga
dan saya tidak pernah berbuat yang aneh-aneh, Migran.
kasihan istri saya sudah rela jauh dari anak Perubahan sosial secara umum dapat di-
dan suami demi membantu saya yang tidak artikan sebagai suatu proses pergeseran atau
mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga, berubahnya struktur di dalam masyarakat,
saya sudah terhibur dengan anak dan sering meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap
komunikasi lewat tilpon bagi saya sudah cukup”. serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan
Pengiriman uang (remitan) ini selain berfungsi kehidupan yang lebih bermanfaat. Ira kaufman
ekonomi juga berfungsi sebagai perekat ikatan menyatakan bahwa perubahan sosial sebagai

189
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 181 - 196

suatu proses yang berlangsung dalam struktur sosial dengan masyarakat, dan perubahan kondisi
dan fungsi suatu sistem sosial (Ira kaufman ekonomi keluarga.
dalam Jusman, 1993: 3). Ada dua faktor yang Perubahan peran pengasuhan anak: Peran
menyebabkan terjadinya proses perubahan sosial pengasuhan anak sebelum istri menjadi migran
yaitu fakor intern dan ekstern. Faktor intern ada- lebih banyak dilakukan oleh ibu (90,90 persen)
lah faktor yang berasal dari sistem sosial budaya walaupun tidak mengesampingkan peran ayah
keluarga dan masyarakat yang bersangkutan dalam pengasuhan dan pengawasan terhadap
akibat adanya inovasi dalam bentuk ide, gagasan anak, dan dua orang (9,10 persen) tidak mempu-
baru, atau peralatan baru. Faktor ekstern berasal nyai tanggungan anak. Saat istri masih di rumah
dari luar sistem sosial budaya daerah asal migran peran ayah lebih banyak sebagai pencari nafkah,
yang dapat menyebabkan perubahan baik pada dan pengasuhan anak lebih banyak dilakukan
pranata keluarga maupun masyarakat. oleh ibu, sehingga interaksi emosional antara
Menurut Mulyadi, faktor intern yang menjadi anak dan ibu terjalin dengan baik, kondisi seperti
penyebab adanya perubahan sosial bagi pekerja ini akan menyebabkan anak merasa mendapatkan
migran seperti munculnya gagasan melakukan perhatian dan kasih sayang yang utuh walaupun
migrasi. Kesulitan ekonomi, terbatasnya lapang- dalam keterbatasan ekonomi. Interaksi timbal-
an kerja dan menyempitnya lahan pertanian balik antara orangtua dan anak menimbulkan
menjadi latar belakang munculnya gagasan keakraban dalam keluarga. Anak terbuka kepada
untuk melakukan migrasi, dengan harapan da- orangtua, sehingga komunikasi bisa dua arah dan
pat membawa perubahan terhadap peningkatan segala permasalahaan dapat dipecahkan bersama
kesejahteraan keluarga. Faktor ektern yang me- karena adanya kedekatan dan kepercayaan antara
nyebabkan terjadinya perubahan sosial karena orangtua dan anak. Interaksi sangat berpengaruh
adanya kontak, komunikasi dan interaksi dengan terhadap perkembangan anak, ibu yang sering
budaya luar yang kemudian dibawa, dianut dan berinteraksi lebih mengetahui perkembangan
diterapkan dalam kehidupan keluarga di daerah anak dibandingkan dengan ibu yang tidak se-
asal. ring berinteraksi (Agustinus, dalam Widayanti,
Bentuk perubahan sosial yang diharapkan 2008: 226).
pada keluarga yang salah satu anggota keluar- Pada saat istri menjadi migran bekerja ke
ganya menjadi pekerja migran adalah perubahan luar negeri, anak di bawah pengasuhan ayah dan
yang membawa keuntungan terhadap kehidupan dalam pengasuhan nenek (72,72 persen), dalam
sosial ekonomi yaitu peningkatan taraf kese- pengasuhan keluarga lain yang masih ada hubung-
jahteraan sosial keluarga. Namun pada sisi lain an darah (18,18 persen). Informasi yang diper-
perubahan sosial dapat menimbulkan dampak oleh selama istri bekerja diluar negeri, strategi
negatif terhadap kesejahteraan sosial keluarga yang ditempuh adalah menyerahkan tanggung
berupa keterlantaran anak, kasus perceraian, jawab pengasuhan anak kepada suami, nenek
perselingkuhan dan kasus pekerja migran yang dan keluarga terdekat. Tiga orang responden
mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh ma- (13,63 persen) menyebutkan kepergian ibu be-
jikan maupun oleh agen penyalur tenaga kerja kerja di luar negeri berdampak kurang baik bagi
(Yad Mulyadi, 1999: 63). perkembangan anak karena terjadi kesenjangan
Kepergian istri ke luar negeri menjadi peker- komunikasi dan merenggangnya interaksi fisik
ja migran menyebabkan terjadinya perubahan antara anak dan orangtua, anak menjadi kurang
mendasar pada struktur keluarga. Perubahan mendapat perhatian yang berakibat anak lebih
yang terjadi di antaranya adalah perubahan peran senang bermain bersama teman sebaya daripada
pengasuhan anak, perubahan pemberian kesem- berada dirumah bersama nenek yang sudah tua.
patan bersekolah, perubahan hubungan kasih Kondisi ini lebih disebabkan kurangnya keber-
sayang dalam keluarga, perubahan hubungan samaan dan keterlibatan ibu dalam pengasuhan

190
Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran (Sri Kuntari)

anak. Hasil wawancara dengan anak responden lingkungan dan mempengaruhi dalam perilaku
KN (16 tahun), “Saat mamak bekerja di luar baik kepada dirinya maupun terhadap orang lain
negeri, saya dirumah dengan bapak dan kakak (Hurlock, 1998: 27). Sosialisasi pada anak sangat
perempuan, mungkin karena saya laki-laki dan dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan
kebetulan saya lebih dekat dengan mamak jadi anak tumbuh dan berkembang. Tempat anak
saat mamak pergi saya merasa tidak punya te- menghabiskan waktu sehari-hari sangat menen-
man apalagi sore hari saya merasa kesepian tukan perkembangan sosialisasi anak tersebut
ditinggal mamak, saya sering pergi main de- (Berns dalam Widayanti, 2013: 224).
ngan teman-teman paling nongkrong di warung Perubahan Pemberian Kesempatan Se-
atau di rumah teman, saat itulah saya mengenal kolah: Hasil wawancara dengan semua respon-
rokok dan sampai sekarang walaupun mamak den yang memiliki anak usia sekolah (90,90
sering marah tapi saya belum bisa mening- persen) diperoleh penjelasan, dengan minimnya
galkan rokok, maaf mak uangnya habis untuk penghasilan keluarga membuat mereka merasa
beli rokok.” Permasalahan yang dialami ketiga kesulitan membiayai sekolah anak walaupun
responden ternyata tidak sejalan dengan penda- biaya sekolah gratis, tetapi untuk biaya pem-
pat yang dikemukakan oleh Soetjiningsih yang belian buku, seragam sekolah, transportasi dan
menyatakan interaksi tidak ditentukan berapa uang saku masih menjadi beban bagi responden.
lama kita bersama anak, tetap lebih ditentukan Setelah terbukanya kesempatan mereka bekerja
oleh kualitas dari interaksi tersebut yaitu pema- ke luar negeri ternyata telah menguatkan rasa
haman terhadap kebutuhan masing-masing dan tanggung jawab yang lebih tinggi terhadap
upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan yang pemenuhan ekonomi, termasuk dalam hal me-
dilandasi oleh rasa saling menyayangi (Soetjin- nanggung biaya sekolah anak. Hasil wawancara
ingsih, 1995). dengan responden EN (29 tahun), diperoleh men-
Setelah istri tidak lagi bekerja di luar negeri, jelaskan bahwa perempuan yang bekerja sebagai
pengasuhan anak kembali dilakukan oleh ayah pekerja migran di daerahnya setelah pulang ke
dan ibu. Dalam melakukan pengasuhan anak, tanah air kebanyakan telah berubah pola ber-
lebih banyak mengadopsi pola pengasuhan yang fikirnya dalam hal pendidikan anak. Lebih lanjut
dilakukan oleh majikan pada saat responden dijelaskan yang semula menganggap walaupun
menjadi pembantu rumah tangga di luar ne- anak disekolahkan akan tetap sulit mendapatkan
geri, yaitu pola pengasuhan anak menjadi lebih pekerjaan, tetapi sekarang menganggap bahwa
demokratis. Hasil wawancara dengan responden pendidikan bukan semata-mata untuk mencari
yang masih mempunyai tanggungan anak, dalam pekerjaan, tetapi mencari ilmu sebagai bekal
hal pengasuhan mereka lebih bersikap realistis kehidupan di masa depan. Suatu keluarga yang
terhadap kemauan anak untuk mengembangkan sudah berdaya dapat mengandalkan sekolah-
kemampuannya, walaupun dalam batas ke- sekolah untuk mempersiapkan anak-anak untuk
mampuan orangtua. Dengan pola asuh seperti menghadapi masa depan mereka, mewarisi dunia
ini responden berharap anak menjadi mandiri, yang lebih baik (R. Wirjana, 2008: 97).
bertanggung jawab terhadap masa depannya Tanggung jawab responden sebagai orangtua
dan dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan sejalan dengan pendapat Gunarso yang me-
lingkungan sosial tanpa mengalami hambatan. nyatakan fungsi keluarga tidak hanya sebatas
Pendapat responden senada dengan pendapat fungsi reproduksi penerus generasi, tetapi juga
Hurlock yang menyatakan perkembangan sosial- meliputi fungsi ekonomi, pendidikan, sosial dan
isasi sangat penting dan perlu diperhatikan dalam rekreasi. Dalam fungsi ekonomi, keluarga harus
mendidik anak. Perkembangan sosialisasi yang dapat menyediakan berbagai kebutuhan pokok
dimaksud adalah kemampuan anak dalam ber- bagi seluruh anggota keluarga. Dalam fungsi
interaksi dengan lingkungan, mengerti keadaan pendidikan, orangtua wajib mengembangkan

191
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 181 - 196

intelektualitas anak baik melalui pendidikan Yah karena ingin mencari uang ya saya ijinkan,
formal maupun non formal. Dalam fungsi sosial dan DDN anak YY saya bawa ke rumah, saya
dan rekreasi, keluarga berperan memberikan asuh sampai ibunya pulang, ya untungnya DDN
kesempatan untuk bersosialisasi dan menjalin tidak pernah sakit, hanya flu biasa. Selama DDN
silaturahmi untuk mempererat ikatan emosional saya asuh, suami YY setiap sabtu sore datang
baik antaranggota keluarga maupun dengan ling- mengambil DDN dibawa pulang, tapi minggu
kungan sosial (Gunarso,1986: 3). sore diantar lagi ke rumah karena suami YY
Perubahan hubungan kasih sayang da- bekerja sebagai tukang dan hanya minggu dia
lam keluarga: Keterlibatan perempuan dalam libur sehingga dapat mengasuh DDN.”
pekerjaan di luar rumah bahkan sampai ke luar Perubahan hubungan sosial dengan ma-
negeri menyebabkan waktu yang tercurah untuk syarakat: Pola hubungan sosial dapat bersifat
menjalin hubungan kasih sayang baik dengan positif dan negatif. Bersifat positif apabila
suami ataupun anak menjadi sangat terbatas. hubungan sosial dapat mempererat jalinan atau
Keterbatasan waktu untuk menjalin interaksi solidaritas antaranggota keluarga maupun den-
dengan anggota keluarga menempatkan mere- gan masyarakat di lingkungannya. Sebaliknya,
ka pada posisi dilematis, karena tanpa bekerja hubungan sosial yang bersifat negatif adalah
kebutuhan ekonomi keluarga tidak tercukupi. hubungan yang justru dapat merenggangkan
Sebaliknya, dengan bekerja ke luar negeri dalam jalinan atau solidaritas keluarga dan masyarakat
jangka waktu yang lama disatu sisi perempuan yang telah terbangun dengan baik. Secara fisik
lebih mandiri dan mampu memberi sumbangan pengambilan keputusan responden menjadi
pada perbaikan ekonomi keluarga, namun disisi pekerja migran telah menurunkan intensitas in-
lain kewajibannya sebagai istri yang wajib me- teraksi responden dengan tetangga di sekitarnya,
layani suami dan sebagai ibu yang berkewajiban di antaranya mereka tidak lagi dapat melaksana-
mengasuh anak menjadi terabaikan. kan kewajiban sosial seperti melayat, pertemuan
Terlebih bagi ibu yang masih mempunyai dasa wisma, menghadiri upacara pernikahan
anak balita, seperti YY (26 tahun) saat memilih dan upacara adat di desa. Relasi sosial menjadi
menjadi pekerja migran ke Arab Saudi masih renggang karena faktor geografis dan jarak se-
memiliki anak berusia empat tahun, dia memilih hingga komunikasi tidak berjalan dengan baik
bekerja dibandingkan hanya mengasuh anak di sebagaimana saat para responden belum bekerja
rumah tetapi mengalami keterbatasan ekonomi, ke luar negeri.
dengan mengambil resiko terjadi kerenggangan Dari hasil wawancara dengan responden ibu
hubungan interaksi dengan anak. Agar anak tidak DDH (36 tahun), diperoleh penjelasan “Saya
kehilangan kasih sayang dan figur seorang ibu lebih memilih untuk bekerja walaupun harus ke
maka selama bekerja pengasuhan anak diserah- Arab demi membantu suami mencukupi kebutu-
kan kepada nenek, walaupun tidak mengesam- han ekonomi keluarga. Masalah hubungan sosial
pingkan peran ayah sebagai orang yang berkewa- seperti menghadiri undangan manten, melayat
jiban mengasuh anak selama ibu tidak berada di ataupun kegiatan sosial lain yang berhubungan
rumah. Salah satu hak anak adalah untuk dicintai dengan lingkungan masyarakat disini, masih
dan dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang bisa dilakukan suami, dan masyarakat memak-
dan perlakuan yang adil dari orangtuanya, agar lumi karena di kampung ini banyak ibu-ibu yang
dikemudian hari menjadi anak yang tidak som- bekerja ke Arab. Tapi pas saya sudah di rumah,
bong dan memberi kasih sayang pula kepada ya, saya kembali seperti semula, bergaul dengan
sesama (Soetjiningsih, 1995). Hasil wawancara lingkungan masyarakat seperti semula.” Res-
dengan Bu Eng (56 tahun) “YY saat akan bekerja ponden lebih memilih sementara mengabaikan
ke Arab meminta ijin pada saya, dan menitipkan interaksi sosial dengan masyarakat dan lebih
anak yang waktu itu baru berusia empat tahun. memilih memprioritaskan kelangsungan hidup

192
Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran (Sri Kuntari)

keluarga, namun pada saat pulang karena kontrak lebih baik) dan sudah mampu membiayai seko-
kerja yang sudah habis hubungan sosial terjalin lah anak. Hasil yang diperoleh selama menjadi
kembali dengan baik. Bila mengacu dari hasil pekerja migran ternyata habis untuk keperluan
wawancara dengan responden maka hal tersebut konsumtif, hanya ibu RDY (42 tahun) yang
sesuai dengan pendapat Gizman yang menyata- mampu membuka usaha warung di rumah se-
kan bahwa keberfungsian keluarga dilihat dari hingga penghasilan yang diperoleh dari bekerja di
kemampuan: Dalam melaksanakan peran sosial, luar negeri tidak habis untuk biaya yang bersifat
memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan konsumtif. Pendapat yang dikemukakan Kuntari
masalah yang dihadapi keluarga serta kemam- yang menyatakan remutan yang dikirim kepada
puan dalam melaksanakan tugas kehidupan keluarga mampu mempengaruhi kondisi kese-
(Gizman dalam Heru Sukoco, 2000: 9). jahteraan keluarga, berupa adanya perubahan
Terdapat keyakinan di kalangan responden, dalam taraf hidup keluarga seperti terpenuhinya
bahwa dengan membaiknya kondisi ekonomi pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis sehingga
keluarga akan diikuti dengan perubahan kehor- dapat memberikan kebahagiaan bagi seluruh
matan di hadapan masyarakat. Oleh karena itu, anggota keluarga (Kuntari, 2010: 37).
nilai kesejahteraan sosial tidak hanya direflek-
sikan dalam bentuk kemampuan keluarga dalam E. Kesimpulan dan Rekomendasi
melaksanakan peranan dan fungsi sosialnya Kesimpulan: Kemiskinan yang dialami ke-
melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mening- luarga responden mengakibatkan mereka hidup
katkan jumlah kepemilikan kekayaan, melainkan dalam status sosial pada strata lapisan paling
juga adanya keikutsertaan dalam pengambilan bawah (miskin dan kurang sejahtera), tidak mau
keputusan dalam komunitas serta adanya pen- terkukung dalam kemiskinan, mereka berke-
ingkatan status sosial di mata masyarakat. inginan mencari penghidupan yang lebih baik.
Perubahan kondisi ekonomi keluarga: Upaya untuk merubah status sosial mereka ke-
Pada umumnya para pekerja migran perempuan arah status sosial yang lebih tinggi dengan meli-
mengaku mengalami perubahan dalam aspek batkan perempuan mencari nafkah dengan beker-
kesejahteraan ekonomi. Hasil wawancara de- ja ke luar negeri sebagai pekerja migran. Menjadi
ngan seluruh responden bahwa ternyata seba- pekerja migran ternyata mampu membawa pe-
nyak 86,37 persen mengalami kesulitan ekonomi rubahan sosial dalam keluarga. Perubahan sosial
sebelum mereka memutuskan menjadi pekerja yang berhubungan dengan jenis kelamin adalah
migran ke luar negeri. Dengan penghasilan terjadinya pergeseran pada pranata keluarga teru-
suami yang relatif kecil mereka mengalami tama peran dan fungsi keluarga yang diperankan
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga oleh suami dan istri. Perubahan ekonomi terlihat
secara wajar, seperti pemenuhan gizi pada anak, dari adanya perubahan tingkat kesejahteraan fisik
pendidikan anak, dan biaya perbaikan rumah keluarga sebagai hasil remitansi pekerja migran
dan mengganti perabotan rumah yang sudah ke luar negeri. Dengan adanya perubahan terse-
tidak layak. Namun setelah menjadi pekerja but mampu mengangkat status sosial mereka di
migran remitan yang dikirimkan mampu me- mata masyarakat.
ningkatkan kesejahteraan keluarga yaitu menjadi Perubahan sosial dalam hal hubungan sosial
90,90 persen, hal ini dinyatakan oleh responden dengan masyarakat disekitarnya, selama menjadi
bahwa sebelum menjadi pekerja migran kondisi pekerja migran responden secara fisik tidak lagi
rumah mereka masih menggunakan anyaman dapat mengikuti kegiatan sosial yang ada di
bambu sekarang sudah berhasil membangun masyarakat, namun secara ekonomi tidak dapat
rumah dengan menggunakan batu bata, peralatan lepas dari tanggungjawab sebagai masyarakat
rumah tangga yang cenderung sudah modern seperti tetap melayat, memberi kado saat ada
(mempunyai kulkas, perabotan rumah tangga hajatan walaupun yang datang hanya suami atau

193
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 181 - 196

diwakilkan pada keluarga yang tinggal dirumah. mengelola pendapatannya untuk meningkatkan
Namun setelah pulang ke tanah air, hubungan kesejahteraan sosial ekonomi tanpa harus pergi
sosial kembali terjalin seperti sebelum menjadi ke luar negeri, dengan memanfaatkan sumber
migran. daya lokal. Kedua, upaya yang memungkinkan
Perubahan sosial juga terjadi pada pola dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk
hubungan suami istri yang tidak lagi berdasar- pelayanan terpadu antarinstansi terkait dalam
kan peranan tradisional, dengan perubahan ini melakukan kegiatan dapat melibatkan pen-
hubungan suami istri menjadi setara, demikian damping sosial yang bertugas mengidentifikasi
juga perubahan sosial yang berkaitan dengan permasalahan dan kebutuhan pelayanan sosial
jenis kelamin adalah terjadinya pergeseran peran bagi para eks pekerja migran. Upaya ini sebagai
dan fungsi keluarga yang diperankan oleh suami dasar bagi terbentuknya kelompok kerja (pokja),
dan istri. Dengan pendapatan yang diperoleh selanjutnya pokja tersebut perlu diberdayakan
responden merasa lebih mandiri, tidak lagi ba- dengan menumbuhkan semangat keswadayaan
nyak tergantung pada suami dan lebih percaya dan kewirausahaan, sehingga hasil kerja sebagai
diri dalam memutuskan suatu persoalan kelu- migran ke luar negeri dapat dimanfaatkan men-
arga, khususnya yang berkait dengan persoalan jadi penggerak tumbuhnya usaha bersama dan
ekonomi. Dengan kepergian istri ke luar negeri mampu menjadi sumber penghasilan di daerah
dalam jangka waktu lama juga, mempunyai asal, kegiatan ini dilakukan dengan pemberian
resiko terganggunya hubungan pribadi antara bimbingan keterampilan yang berorientasi pada
suami dan istri. Demikian juga dengan aspek kebutuhan pasar. Ketiga, perlu dibentuk suatu
lainnya seperti pengasuhan anak, pemberian Forum Paguyuban Pekerja Migran di daerah
kasih sayang, dan perlindungan menjadi ter- asal dibawah pengawasan dan pembinaan dari
ganggu. Peranan ibu yang selama ini menjadi Unit Pelayanan Terpadu yang terdiri dari be-
kunci utama dalam memberikan pendidikan, berapa instansi yang terkait. Fungsi dari forum
perlindungan kepada anak, juga hubungan kasih ini adalah sebagai wadah yang dapat digunakan
sayang yang biasanya lebih banyak dilakukan untuk menampung dan mengatasi berbagai
oleh ibu yang mempunyai hubungan emosional permasalahan sosial yang dihadapi pekerja mi-
khusus dengan anak, kemudian harus diserahkan gran dan eks pekerja migran, yang selanjutnya
kepada ayah dan nenek dengan pola pengasuhan dapat dilakukan penanganan oleh instansi yang
yang berbeda, bagi anak akan sangat sulit dan berwenang.
tidak mudah menerima perubahan ini, sehingga
anak menjadi kecewa dan merasa diterlantarkan Pustaka Acuan
baik dalam pendidikan dan maupun pengasuhan. Bernardine R Wirjana. (2008). Mencapai Masa Depan
Namun setelah istri kembali ke tanah air, baik Yang Cerah, Pelayanan Sosial yang berfokus pada
anak. Yogyakarta: Yayasan Sayap Ibu.
pola hubungan relasi antara suami dan istri mau- Dwi Heru Sukoco. (2000). Makalah Fungsi-fungsi Peker-
pun peran ibu akan kembali berubah, responden jaan Sosial. Bandung: BDPTS.
juga banyak mengadopsi pola pengasuhan anak ……….., (2013). Data dan Informasi kemiskinan. Jakarta:
dari majikannya dengan pola pengasuhan yang Badan Pusat Statistik.
lebih demokratis. ……….., (2013). Kabupaten Sukabumi dalam angka. BPS
Kota Sukabumi.
Rekomendasi: Berkait dengan hasil peneli- Elizabeth B Hurlock. (1998). Psikologi perkembangan
tian ini, maka direkomendasikan kepada Kemen- Suatu Pendekatan Sepanjang rentang kehidupan.
terian Sosial dan Dinas terkait sebagai berikut. Jakarta: Erlangga.
Pertama, dalam rangka mengatasi dampak yang Everret S. Lee. (2000). Teori Migrasi. Yogyakarta: Pusat
dihadapi keluarga pekerja migran, pemerintah Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada.
Gunawan Sumodiningrat. (2000). Pembangunan daerah
beserta instansi terkait seyogyanya berupaya dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Bina Rena
memberdayakan eks-pekerja migran agar dapat Pariwara.

194
Menakar Perubahan Sosial Keluarga Migran (Sri Kuntari)

Ikawati Dkk. (2009). Penanganan Eks Tenaga Kerja Indo- Soetjiningsih. (1995). Tumbuh kembang anak. Jakarta:
nesia di Daerah Asal. Yogyakarta: Citra Media. Buku Kedokteran EGC.
Ida Bagus Mantra. (1995). Mobilitas Penduduk Sirkuler Satori & Aan Komariah. (2009). Metode Penelitian Kuali-
dari Desa ke Kota di Indonesia. Yogyakarta: Pusat tatif. Bandung: Alfabeta.
penelitian kependudukan, Universitas Gajah Mada. Sri Kuntari. (2010). Kontribusi Remitan Migran Sirkuler
Jusman Iskandar. (1993). Strategi Dasar Membangun Dalam Peningkatan Kesejahteraan Sosial Keluarga.
Kekuatan Masyarakat. Bandung: Koperasi STKS. Yogyakarta: Jurnal Penelitian Kesejateraan Sosial Vol
Lia Mulyati. (2013). Pembelajaran Study Sosial. Bandung: IX,No 31 Maret 2010.
Alfabeta. Sutaat dkk. (2011). Pendamping sosial bagi calon pekerja
Muhajir Darwin. (2003). Pekerja Migran dan Seksualitas. migran dan keluarganya di daerah asal:studi masalah
Yogyakarta: Gajah Mada University. dan kebutuhan. Jakarta: P3KS Press.
Perda No 3 tahun 2009 tentang Pengerahan dan Per- Wiwik Widayanti. (2013). Menjaga Pola Interaksi Sehat
lindungan Calon Tenaga Kerja Indonesia ke Luar antara Ibu Bekerja dan Anak Ketika Memasuki Day
Negeri. Care. Yogyakarta: Media Informasi Penelitian Kese-
Singgih D Gunarso. (1986). Psikologi untuk keluarga. jahteraan Sosial, Vol 37 No 3 September 2013.
Jakarta: Gunung Mulia Titus, Milan J. (1978). Migrasi antar daerah di Indonesia.
Sakur. (1988). Mobilitas penduduk dan remitan study Yogyakarta: Lembaga kependudukan UGM.
kasus di Desa Nguter Kecamatan Nguter Kabupaten Yad Mulyadi. (1999). Antropologi. Jakarta: Departemen
Sukoharjo. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Pendidikan dan Kebudayaan.

195
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 181 - 196

196
6
Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja
The Influential Factors of Children to Work

Ikawati
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS).
Jl. Kesejahteraan Sosial No 1 Nitipuran Yogyakarta. Nomor telpon: (0274) 377265.
Email: <ikawati.susatyo@yahoo.com>. Diterima 16 Februari 2015, direvisi 16 Maret 2015, disetujui 15 April 2015.

Abstract
This research is to analysis the influential factors children to work and its impact on their physical, psychical, and social
condition, and its contribution on economic and social, including family, community, and government efforts on stemming
the number of working children. This research is qualitative descriptive, research location determined purposively in West
Java, East Java, West Nusa Tenggara. Research subjects are children working abroad that happen having vacation in their
villages. Based on purposive determination, it is found 30 children as samples. Data gathered through interview, focus
group discussion, observation, and documentary analysis. Data are analyzed through qualitative-descriptive technique.
The research finds that the causal factors of children to work are the condition of parent education and their low income,
and the number of many family members that should be held, and family in harmony. The impact of children working is
delaying their growth, physically, psychologically, and socially. The contribution of children work is increasing the social
and economy of the family, such as income and schooling members of the family, and increasing members of the family
in social activity. Some family, community, and government efforts to stem the number of working children are sending
the children until primary school, diffusing information on the important of children education, monitoring on learning
time, forming learning group, looking for reference on school grant, making data on children drop out, giving work
skills, giving entrepreneur capital for family with vulnerable economy, monitoring on identity card faking, and limiting
working letter to children under age. Some of the government effort to stem the number of working children are, nine-year
schooling obligation program, electronic identification card, issuing regulation on the protection of working children and
law measurement on children traffickers. It is recommended for the Ministry of Social Affairs through the Directorate of
Violent Victims of Migrant Workers on poor family empowerment program, that in sending migrants workers areas based
on local potential, children committing in work should be prevented.

Keywords: Working Children; Causal Factors

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi anak bekerja, dampaknya terhadap kondisi fisik,
psikis, sosial anak, dan kontribusinya terhadap ekonomi dan sosial, serta upaya keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam
menekan jumlah anak bekerja. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, lokasi penelitian ditentukan secara purposif
di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Subyek penelitian adalah anak yang bekerja di luar negeri
dan secara kebetulan sedang berada atau libur di desanya, berdasarkan teknik purposif ditemukan 30 anak. Pengumpulan
data menggunakan wawancara, FGD, observasi dan telaah dokumen. Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif
kualitatif. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab anak bekerja adalah kondisi tingkat pendidikan
orangtua dan penghasilan yang rendah serta jumlah tanggungan orangtua yang banyak dan adanya ketidakharmonisan
keluarga. Dampak anak bekerja dapat menghambat tumbuh kembang mereka, baik secara fisik, psikis dan sosial. Kontribusi
anak bekerja adalah meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial keluarganya, seperti peningkatan penghasilan, dapat
menyekolahkan anggota keluarga, dan meningkatnya keterlibatan anggota keluarga dalam kegiatan sosial. Upaya keluarga,
masyarakat dan pemerintah dalam menekan jumlah anak bekerja antara lain keluarga telah menyekolahkan anak (tamat
SD), mengadakan penyuluhan tentang pentingnya tumbuh kembang anak, pemantauan jam belajar anak, membentuk
kelompok belajar, mencarikan rujukan bea siswa, pendataan anak putus sekolah, memberikan keterampilan kerja, modal
usaha kepada keluarga rawan sosial ekonomi, memantau terjadinya pemalsuan KTP, dan membatasi memberikan surat
keterangan bekerja bagi anak yang masih di bawah usia. Upaya pemerintah dalam menekan jumlah anak yang bekerja
antara lain, wajib belajar sembilan tahun, kartu penduduk sistem elektronik, penerbitan peraturan tentang perlindungan
anak yang bekerja dan penindakan hukum bagi pelaku trafficking. Rekomendasi yang diajukan pada Kementrian Sosial
RI melalui Direktorat Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran dalam program pemberdayaan keluarga miskin di
daerah asal pekerja migran (PM) berbasis potensi local, agar dapat tercegah keterlibatan anak yang bekerja.

Kata kunci: Masalah-Anak-Bekerja


197
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 197 - 210

A. Pendahuluan an di masyarakat lapisan paling bawah belum


Anak seharusnya dapat menikmati masa terpecahkan.
kanak-kanak dan remaja dengan bersekolah, ber- Masyarakat miskin pada awalnya ingin mem-
main dan mengembangkan potensi yang dimi- perbaiki ekonomi, atas dasar motivasi tersebut,
likinya dalam naungan kasih sayang keluarga. maka mereka terdorong untuk mengadu nasib ke
Namun kenyataannya tidak sedikit kita jumpai kota-kota besar bahkan ke luar negeri, dengan
anak-anak yang tidak memiliki kesempatan sama dalih mendapatkan pekerjaan yang menjanji-
sekali untuk menikmati masa kanak-kanak dan kan masa depan yang lebih cerah. Ironisnya
remaja dengan bahagia, bahkan tercerabut dari banyak kasus orangtua atau kerabat menyerah-
lingkungan keluarga yang disebabkan dorongan kan anaknya kepada para calo atau agen yang
ekonomi maupun kekerasan dalam keluarga- berkeliling desa , karena dijanjikan akan dibayar
nya. hutang-hutangnya yang melilit keluarganya,
Banyaknya anak putus sekolah berkaitan apabila anaknya mau dicarikan kerja dan juga
erat dengan kemampuan ekonomi dan pema- “diiming-imingi gaji besar”.
haman orangtua tentang perlunya pendidikan Lilitan utang pada keluaraga miskin biasanya
bagi masa depan anak (St. Sularto, 2000). diciptakan oleh agen/calo tenaga kerja, mucikari
Kesulitan finansial keluarga terutama keluarga dan lain-lain terhadap anak dan keluarganya.
miskin mengakibatkan meningkatnya jumlah Sistem ini sengaja diciptakan guna menjerat si
anak putus sekolah secara signifikan meningkat anak untuk tetap bekerja secara paksa, akibatnya
juga jumlah anak yang harus bekerja, kesulitan anak tersebut semakin sulit untuk melepaskan
diatas juga dapat mengakibatkan menurunnya diri dari pekerjaannya baik sebagai pelacur,
status gizi dan kesehatan. Kondisi ini juga dapat pelayan toko, perawat bayi, perawat lanjut usia,
mengakibatkan meningkatnya jumlah prosti- pembantu rumahtangga baik yang bekerja dida-
tusi yang dilakukan anak, karena mereka belum lam negeri maupun luarnegeri.
siap berkompetitif dalam dunia kerja, yang Pengiriman pekerja migran ke luar negeri
disebabkan kurang pengalaman, pengetahuan, merupakan salah satu alternatif penyelesaian
keahlian dan ketrampilan yang dimiliki anak, masalah pengangguran dan kemiskinan di tanah
sehingga mereka harus bekerja menjadi pekerja air, sehinga dapat merubah tingkat kesejahtera-
seks komersial yang tidak memperlukan per- an keluarganya melalui remitansi dan sumber
syaratan tertentu. Ledakan pengangguran yang devisa negara. Namun demikian ada problem
berpendidikan menengah kebawah (SMP-SD) yang mendasar yang dihadapi oleh para pekerja
merupakan makanan empuk bagi para majikan migran kita di luar negeri. Perundang-undangan
di sektor ekonomi, karena mampu menekan kita belum mampu memberikan jaminan per-
pasar tenaga kerja dengan upah murah. Kondisi lindungan hukum bagi para pekerja migran
tersebut dikarenakan rendahnya pendidikan, ter- diluar negeri agar bisa nyaman bekerja dan
batasnya kemampuan dan ketrampilan sehingga mendapat perlindungan hukum. Menurut Galuh
gaji yang didapatpun juga rendah. Krastawan Endar dkk (Ikawati,2008) dalam penelitiannya
(1992) mengatakan bahwa wujud keterlibatan menemukan penyebab banyaknya masyarakat
anak dalam dunia kerja formal maupun infor- menjadi tenaga kerja wanita antara lain desa-
mal terjadi hampir pada semua kasus ekonomi kan ekonomi, kurangnya lapangan pekerjaan
dan pemerintah harus mengakui bahwa anak di Indonesia, keinginan untuk mendapat honor
bekerja merupakan akibat dari “pembangunan” yang lebih tinggi dan dorongan dari pihak luar
itu sendiri, sehingga standar upah minimal yang yang sudah berhasil . Dibalik pengiriman pekerja
diterapkan di Indonesia masih di bawah standar, tersebut keluar negeri selain dapat memecah-
hal ini membuktikan bahwa problem kemiskin- kan masalah diatas, banyak masalah-masalah

198
Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja (Ikawati)

yang dihadapi mereka didaerah tujuan seperti dampak ekonomi perlu dipikirkan kebijakan
gaji tidak dibayarkan, dipenjara, disiksa, bunuh penggunaan remitan yang tidak selalu ke aspek
diri karena tidak tahan terhadap permasalahan konsumtif, tetapi ke aspek ekonomi produktif
yang dialaminya. Kondisi tersebut dapat terjadi sekalipun mulai dengan skala usaha yang kecil.
dikarenakan pengiriman tenaga kerja mempu- Dari yang kecil diharapkan dapat berkembang
nyai sumber daya manusia yang rendah, se- sehingga menjadi diversifikasi usaha, atau me-
hingga hanya dapat mengisi sektor informal yang nambah kesempatan kerja, atau mengurangi
berisiko sangat tinggi (Depnakertrans,2007). pengangguran yang muaranya meningkatkan
Menurut Nina Karinina dan Sri utami (2005) pendapatan atau kesejahteraan.
mengatakan bahwa ada beberapa faktor holistik Berdasarkan latar belakang permasalahan
yang berkaitan dengan pengiriman tenaga kerja di atas, rumusan masalah yaitu apa faktor yang
atau pekerja migran salah satunya yang mendasar mempengaruhui anak bekerja? Tujuan penelitian
faktor ekonomi, yaitu kondisi ekonomi yang adalah menganalisis faktor-faktor penyebab
rendah menjadi pendorong mencari peluang anak bekerja, dampaknya terhadap kondisi
untuk meningkatkan kondisi ekonomi dengan fisik, psikis dan sosial anak dan kontribusinya
cara bekerja keluar negeri. terhadap ekonomi dan sosial keluarganya, serta
Aktivitas mobilitas penduduk yang berlang- mengetahui upaya keluarga, masyarakat dan
sung memunculkan dampak nyata, terutama pemerintah dalam menekan jumlah anak bekerja.
pada kehidupan migran, keluarga migran dan Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat ke-
masyarakat di sekitarnya. Pada skala mikro pada Kementerian Sosial RI melalui Direktorat
berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan ke- Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran
luarga, berubahnya perilaku konsumtif keluarga dalam program pemberdayaan keluarga miskin
, terjadinya mobilitas sosial melalui perubahan di daerah asal pekerja migran (PM).
status sosial ekonomi keluarga migran yang
ditujukan dari pemilikan rumah dan benda- B. Penggunaan Metode Penelitian
benda berharga lainnya merupakan salah satu hal Tipe penelitian ini adalah deskriptif-kuali-
nyata yang mudah dilihat. Pada skala yang lebih tatif, bertujuan untuk mendapatkan gambaran
luas, aktivitas mobilitas penduduk juga secara yang ada di lapangan secara sistematis, faktual
tidak langsung ikut mempengaruhi terjadinya dan akurat mengenai fakta, sifat, fenomena yang
perubahan-perubahan perilaku masyarakat yang diselidiki (Arikunto, 2002). Pendekatan kuanti-
ditandai dengan perubahan perilaku konsumtif tatif, karena penelitian ini akan memberi pemak-
dan berkembangnya kehidupan ekonomi di naan tentang fakta yang ditemukan di lapangan
sekitar daerah migran. Perubahan-perubahan melalui prosentase dan kemudian pemaknaan
fisik juga tidak dapat dilepaskan dari remitan tersebut akan disimpulkan untuk dipakai sebagai
yang dihasilkan. bahan penyusunan saran dan tindakan (Nawawi
Aktivitas migrasi yang dilakukan juga mem- dan Martini,1996). Lokasi penelitian ditentukan
butuhkan biaya sosial yang sangat tinggi seperti secara purposif, berdasarkan daerah yang banyak
terjadi disintegrasi keluarga dan ketidakharmo- menyumbangkan pekerja migran ke luar negeri.
nisan hubungan antar generasi. Disintegrasi Pertama, Provinsi Jawa Barat, yaitu di desa Bon-
keluarga yang ditandai dengan banyaknya kasus gas kecamatan Bongas, kabupaten Indramayu
perceraian dan keretakan di dalam keluarga. dan di desa Tugu, kecamatan Sliyeg, kabupaten
Mobilitas penduduk mengakibatkan munculnya Indramayu dan di desa Cipurut, kecamatan Cire-
berbagai dampak positif maupun negatif oleh ungas, kabupaten Sukabumi; Kedua, Provinsi
karena itu dampak positif perlu dipertahankan Jawa Timur, yaitu di Desa Jenangan, Kecama-
atau bahkan ditingkatkan dan dampak negatif da- tan Jenangan, Kabupaten Ponorogo dan Desa
pat dikurangi atau dihilangkan. Khusus dengan Arjowilangun, Kecamatan Kalipare ,kabupaten

199
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 197 - 210

Malang; Ketiga, Provinsi Nusa Tenggara Barat berkaitan dengan masalah anak bekerja yang
yaitu di kelurahan Praya, kecamatan Praya, kabu- rawan terjadinya trafficking.
paten Lombok Tengah dan Kelurahan Gerunung, Data dianalisis dengan mempergunakan des-
Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah. kriptif-kualitatif dan interpretatif (persentase)
Data primer diperoleh dari informan yaitu yaitu penggambaran tentang obyek yang diteliti,
orang yang dipandang dapat memberikan kete- kemudian dikaitkan dengan tujuan penelitian
rangan tentang obyek yang akan diteliti (Mo- untuk dipakai mendapatkan kesimpulan yang
leong, 2000), dalam penelitian ini yakni anak nantinya sebagai rekomendasi atau tindakan
yang bekerja di luar negeri dan secara kebetulan (Nawawi dan Martini, 1996)
sedang berada atau libur di desa dijadikan sam-
pel. Teknik penentuan sampel adalah purposif C. Hasil dan Pembahasan Faktor Penyebab
jumlahnya 30 orang. Sasaran obyek penelitian Anak Bekerja)
adalah faktor-faktor penyebab anak bekerja, 1. Faktor-Faktor Penyebab Anak Bekerja
dampaknya terhadap kondisi fisik, psikis dan Salah satu tujuan penelitian adalah meng-
sosial anak dan kontribusinya terhadap ekonomi analisis faktor-faktor penyebab anak bekerja,
dan sosial keluarga. berdasarkan temuan di lapangan maka faktor-
Teknik Pengumpulan data menggunakan faktor penyebab tersebut adalah kondisi tingkat
wawancara mendalam terhadap sampel, untuk pendidikan ayah dan ibu yang rendah (<SMP
menghindari tidak terjawabnya suatu pertanyaan yaitu 83 persen -100 persen). Pendidikan orang-
dan biasanya digunakan untuk sampel yang ting- tua yang rendah menyebabkan mereka mem-
kat pendidikannya rendah. Observasi digunakan punyai keterbatasan dalam mendapat peluang
untuk mengumpulkan data yang berkaitan de- kerja ada sekitar 26-47 persen yang mengalami
ngan perilaku manusia, proses kerja, gejala alam hal tersebut. Temuan di atas didukung oleh
dan digunakan apabila sampel yang diamati tidak temuan dari Musni Umar (2011) bahwa pencari
terlalu besar jumlahnya. Pelaksanaan observasi kerja yang tidak memiliki kepakaran, keahlian,
dalam penelitian ini adalah non-partisipan yaitu ketrampilan dan tingkat pendidikan yang tidak
peneliti tidak ikut terlibat tetapi hanya sebagai memadai, maka akan kesulitan dalam menda-
pengamat independen, dengan cara mencatat, patkan pekerjaan. Pekerjaan yang didapat hanya
menganalisis dan selanjutnya dapat dibuat kes- terbatas, maka akan berpengaruh terhadap be-
impulan tentang apa yang diamati. Good, dkk. sarnya penghasilan orangtua yaitu kurang dari
(Sutrisno Hadi, 2000) mengemukakan, bahwa 300 ribu ada sebanyak 67-83 persen, penghasilan
teknik ini dipilih agar peneliti mampu membuat yang terbatas akan semakin terasa berat, apa-
kesimpulan tentang apa yang diamatinya dan bila jumlah tanggungan orangtua juga banyak,
juga untuk mengecek kebenaran data yang di- tampak dalam penelitian ini ditemukan jumlah
kumpulkan.Telaah dokumen digunakan untuk tanggungan orangtua yang lebih dari 3 orang 80
mengumpulkan data yang bersifat dokumentatif persen. Data tersebut didukung hasil penelitian
sebagai sumber data yang nantinya dapat untuk dari Hugo (Abdul Haris, 2002) bahwa penyebab
menguji, menafsirkan bahkan meramalkan seseorang mobilitas untuk mencari kerja di
(Moleong, 2000). Telaah dokumen dapat me- luar daerah asal dikarenakan kondisi ekonomi.
lengkapi teknik wawancara dan observasi (Sud- Perbedaan kondisi ekonomi yang ada di daerah
jono, 1998). Diskusi kelompok dipergunakan asal dan daerah tujuan (Goma, 1993). Dengan
untuk memperoleh data primer melalui diskusi kata lain migrasi terjadi apabila dua wilayah
dengan LSM yang peduli terhadap penanganan mempunyai perbedaan kefaedahan yaitu daerah
anak bekerja yang rawan menjadi korban traf- asal dan daerah tujuan (Mantra, 1999). Sedang-
ficking, instansi terkait dan melalui forum ini kan menurut Utama (1994) faktor penyebab
didapatkan masukkan yang komprehensif yang seseorang, mobilitas besar-besaran, karena ada

200
Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja (Ikawati)

ketimpangan dalam faktor ekonomi yang bersi- ketrampilan kerja ada sebanyak 70 persen, maka
fat selektif seperti perbedaan upah yang sangat pekerjaan anakpun yang didapat juga terbatas
menyolok. biasanya ada di sektor informal seperti pem-
Keterbatasan ekonomi dalam keluarga ber- bantu rumah tangga, pelayan restoran, perawat
dampak terhadap kesejahteraan keluarganya, se- lansia atau anak dan buruh pabrik. Jenis-jenis
perti terjadi ketidakharmonisan seperti pertenga- pekerjaan yang didapat tersebut yang rawan,
karan kadang-kadang sering terjadi (70 persen), berbahaya, merendahkan dan kotor, dikarena-
terjadi kekerasan fisik orangtua kepada anak (73 kan tidak adanya keahlian atau ketrampilan,
persen) dan terjadinya hubungan yang tidak baik sehingga para calo tenaga kerja mengincar
antara anak dan orangtua (70 persen). Menurut melalui penipuan atau sesuatu pembayaran yang
Suyanto (2003) kenyataan di masyarakat tidak disepakati (Amiruddin, 2008). Nuryana (2005)
semua orangtua dapat melakukan kewajiban- di dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa
nya, seperti hubungan yang ada tidak serasi permasalahan yang dihadapi tenaga kerja perem-
dalam keluarga, disharmoni, ketegangan, keke- puan antara lain minimnya keterampilan teknis
rasan. Surya Mulandar (1996) juga menemukan sebagai persyaratan tentang ketentuan pokok
bahwa kekurang-harmonisan dalam hubungan pemerintah. Kondisi yang menyebabkan anak
keluarga, kondisi orangtua seperti di atas yang harus bekerja antara lain agar orangtua tidak
menyebabkan anak harus terjun ke dunia kerja. merasa terbebani anak, maka anak dinikahkan
Selain kondisi orangtua tersebut yang dapat pada usia muda dengan harapan dapat membantu
menyebabkan anak bekerja adalah kondisi anak adik-adiknya, hampir semua responden dinikah-
sendiri antara lain keterbatasan ekonomi kelu- kah pada usia kurang dari 18 tahun (100 persen).
arga menyebabkan anak harus putus sekolah, Selain dinikahkan di usia muda, agar orangtua
artinya anak mempunyai tingkat pendidikan tidak terbebani, persyaratan kerja ke luar negeri
yang terbatas (tidak tamat SD sampai dengan biasanya seseorang yang sudah menikah, se-
tidak tamat SMP ada sebanyak 50 persen) dan hingga anak dipaksa menikah guna kepentingan
yang 50 persen adalah tidak tamat SLTA sampai mencari kerja. Perkawinan yang tidak dilandasi
dengan tamat SLTA. Kurangnya pemahaman cinta dan ketidaksiapan secara mandiri tentunya
keluarga akan pentingnya pendidikan bagi masa dapat berakibat buruk bagi anak antara lain ter-
depan anak dan ada suatu anggapan bahwa anak jadi perceraian (55 persen), Hubungan kurang
merupakan aset ekonomi keluarga serta peluang sampai dengan tidak baik antara suami-istri
untuk bekerja atau tenaga anak guna membantu (70 persen) dan terjadi kekerasan dalam rumah
mencari nafkah untuk keluarganya. Effendi tangga kadang-kadang sampai dengan sering ada
Tadjuddin Noer (1992), bahwa anak-anak yang sebanyak 80 persen. Data tersebut diatas diper-
bekerja dikarenakan kemiskinan orangtuanya, kuat temuan yang dilakukan oleh Musni Umar
kondisi ini bila berlarut-larut maka banyak anak (2011) bahwa perempuan yang sudah berkelu-
yang menjadi korban trafficking. Hasil tersebut arga dan harus meninggalkan rumahtangganya
juga diperkuat dengan hasil temuan Mariana dengan waktu yang lama, maka akan rawan
Amiruddin (2008) bahwa feminisasi kemiskinan, terjadi ketidakharmonisan. Kondisi orangtua dan
pengangguran kronis dan kurangnya kesempatan kondisi anak diatas yang menyebabkan orangtua
ekonomi adalah beberapa faktor yang mempe- memperkerjakan anak atau anak terjun ke dunia
ngaruhi perdagangan anak dan perempuan. kerja.
Dalam penelitian ditemukan usia anak pada
waktu bekerja dibawah 18 tahun ada sebanyak 90 2. Dampak Anak Bekerja terhadap Kondisi
persen. Bekerja diusia muda tentu saja kepemi- Fisik Psikis dan Sosial
likan ketrampilan kerja juga terbatas, dari 30 Hasil temuan pada penelitian ini adalah
responden ditemukan yang tidak mempunyai diketahuinya dampak anak bekerja terhadap

201
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 197 - 210

kondisi fisik, psikis dan sosialnya, berdasarkan kelamin. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja
hasil temuan di lapangan maka dapat disimpul- No 10 tahun 1987 bahwa jam kerja bagi anak
kan bahwa anak yang bekerja pada usia muda, yaitu empat jam dalam sehari, apabila lebih dari
maka anak tersebut ada pada posisi rentan dan itu dan melebihi ambang batas yang dapat di-
apabila anak harus bekerja, maka akan dapat tolerir, maka dapat berdampak pada kondisi fisik,
menghambat perkembangan kepribadiannya psikis dan sosialnya (Irwanto, dkk 1999), sedang-
dan pada akhirnya dapat menghambat tumbuh kan Sumadi Suryabrata (1982) mengemukakan
kembangnya (Sumadi Suryabrata, 1982; Asril bahwa apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut,
Aini, 1982). Menurut Brechendrige dan Vincent berdampak pada terhambatnya perkembangan
(Ikawati 2003), mengatakan “Apabila seorang kepribadiannya. Usia anak bekerja sangat rentan
anak harus bekerja berat, maka kondisinya pada terhadap berbagai hal yang negatif seperti terje-
umumnya akan lemah, karena pekerjaan yang rumus dalam penyalahgunaan narkoba.
ringanpun bila dikerjakan terus-menerus dalam Pada penelitian ini ditemukan bahwa mereka
waktu yang lama, maka akan berpengaruh ter- kadang-kadang sampai sering ditawari narkoba
hadap pertumbuhan tubuh dan psikososialnya.” (63 persen), Irwanto, dkk (1999) menemukan
Dampak tersebut dapat terlihat apabila anak bahwa seorang anak yang terpaksa bekerja
bekerja dalam waktu yang lama, ternyata anak rawan terhadap ekspoitasi. Dalam penelitian ini
bekerja lebih dari sembilan jam sehari, dari 30 ditemukan bahwa yang mengeksploitasi adalah
responden yang mengalami hal tersebut ada 70 orangtuanya sendiri (100 persen) yaitu melalui
persen. jerat hutang dari agen pencari kerja, orangtua
Anak sangat membutuhkan istirahat, bermain rawan terhadap eksploitasi, salah-satunya ter-
dengan teman sebaya, memperoleh pendidikan, hadap terjerumusnya dalam penyalahgunaan
semua itu harus dipenuhi oleh anak, apabila ka- narkoba yang mendapatkan uang muka dari
rena bekerja sehingga kebutuhan tersebut tidak agen, nanti anaknya yang membayar dengan
terpenuhi, akibatnya anak terhambat tumbuh- bekerja. Jeratan hutang tersebut dari agen kepada
kembangnya. Anak bekerja pada usia muda, orangtuanya dan biasanya dipergunakan untuk
maka keterbatasan pendidikan, wawasan dan membeli tanah, memperbaiki atau beli rumah,
keterampilan kerja juga terbatas, sehingga anak kendaraan.
dalam melakukan pekerjaan banyak melakukan Anak bekerja, menerima uang dan ada pemo-
kesalahan. Kondisi ini yang memicu kejengkelan tongan upah yang katanya untuk biaya orangtua
majikan yang pada akhirnya anak kadang-kadang di daerah asal (70 persen), tidak digaji beberapa
sampai dengan sering mendapatkan perlakuan bulan alasan untuk biaya keberangkatan (18
kasar dan tindak kekerasan di tempat kerja (100 persen), tidak diberi kebebasan berhubungan
persen). Bentuk tindak-tindak kekerasan tersebut dengan orang lain, teman dan keluarga (70
bersifat fisik, psikis dan sosial. Menurut Suyanto persen) dan pekerjaan yang dijanjikan tidak se-
(2003), anak bekerja merupakan fenomena ter- suai dengan kenyataan (57 persen). Kondisi ini
jadinya trafficking karena telah terjadi terabai- sangat memprihatinkan, kadang orangtua tidak
kannya hak-hak anak untuk dapat tumbuh dan tahu perlakuan yang didapat anak di tempat
berkembang secara wajar dan optimal. kerja, tetapi orangtua selalu menuntut anak un-
Anak yang bekerja sangat lemah dan rentan tuk selalu mengirim hasil kerjanya, baik melalui
terhadap kondisi kesehatannya, dalam penelitian kiriman langsung maupun mealui jeratan hutang
ini dapat dilihat frekuensi sakit anak dalam satu dari agen pencari kerja. Semua yang dirasakan
bulan ternyata, dari 30 responden ada lebih lima anak ditempat kerja tidak dihiraukannya, asal ke-
kali ke dokter (67 persen). Sakitnya bervariasi luarganya bahagia dan sejahtera. Kondisi di atas
yaitu pusing kepala, maag, sakit perut, asam menurut Debora Imelda, dkk (2004) menemukan
urat, flu dan bahkan ada yang terkena penyakit persamaam dan perbedaan dengan sistem ijon

202
Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja (Ikawati)

di bidang pertanian dan di perdagangan orang persen). Semua kebutuhan sehari-hari keluarg-
atau manusia atau trafficking antara lain melalui anya juga dapat dipenuhi (80 persen).
jeratan hutang kepada keluarga calon yang akan Kontribusi sosial dampak anak bekerja dalam
diperkerjakan. Dalam krisis ekonomi keluarga, penelitian ini ditemukan, responden bisa me-
tidak ada salahnya memanfaatkan anak untuk nyekolahkan anak (33 persen), menyekolahkan
bekerja (Mohamad Farid, 1999). kakaknya (17 persen) dan adiknya (20 persen).
Dengan penghasilan responden ternyata mampu
3. Kontribusi Anak Bekerja terhadap Eko- memberikan kontribusi pada keluarganya yaitu
nomi dan Sosial Keluarganya ikut terlibat dalam kegiatan sosial (100 persen),
Salah satu tujuan penelitian ini untuk menge- yang dulunya tidak pernah dilakukannya dikare-
tahui kontribusi anak bekerja terhadap kondisi nakan waktunya habis untuk mencari nafkah.
ekonomi dan sosial keluarganya, berdasarkan Kegiatan sosial lainnya seperti menengok ke-
data di lapangan maka temuan dalam penelitian luarga dan tetangga yang sakit dan membantu
bahwa kontribusi anak bekerja terhadap keluar- keluarga dan tetangga yang membutuhkan. Data
ganya baik secara ekonomi maupun sosial tidak yang ditemukan di lapangan ini juga didukung
dapat dipungkiri, hal ini dapat dilihat tumbuh- penelitian Ikawati, dkk (2009) yang menemukan
nya sektor-sektor ekonomi lainnya di daerah bahwa sebelum pekerja migran anak bekerja
asal, sehingga menyebabkan perputaran uang ke luar negeri akses keluarga untuk melakukan
menjadi lebih cepat mendorong pertumbuhan kegiatan sosial kurang dimiliki, tetapi setelah
perekonomian masyarakat disekitarnya (multi- bekerja dengan kontribusi secara ekonomi mela-
player effect economy). Kegiatan ekonomi yang lui remitan kepada keluarganya , maka keluarga
ditimbulkan membawa dampak positif terhadap dapat melakukan fungsi sosialdi masyarakat.
pertumbuhan perekonomian daerah. Selain itu,
yang lebih penting adalah kontribusi terhadap 4. Upaya Keluarga, Masyarakat dan Pemer-
kondisi ekonomi dan sosial keluarganya. Da- intah dalam Menekan Jumlah Pekerja
lam penelitian ini ditemukan kondisi ekonomi Anak
keluarga seperti peningkatan penghasilan yang a. Upaya Keluarga dalam Menekan Anak
dulunya kecil bahkan tidak punya penghasilan, Terjun ke Dunia Kerja
setelah anaknya bekerja ke luar negeri penghasi- Kemiskinan telah memaksa banyak kelu-
lannya dapat mencukupi keluarganya. Hal terse- arga melakukan imigrasi, dengan harapan dapat
but di lapangan dapat dilihat dalam peningkatan mencari pekerjaan yang lebih baik, sehingga
penghasilan yaitu yang dulunya kurang dari 300 dapat membayar hutang dan mendapatkan ke-
ribu per bulan kemudian lebih dari satu juta (80 hidupan yang lebih layak atau baik. Informasi
persen dari 30 responden). Kondisi tersebut dapat tentang bekerja baik di dalam atau luar negeri
diartikan bahwa pekerja migran anak mampu dengan upah atau gaji yang tinggi mendorong
membawa perubahan terutama ekonomi dengan mereka untuk berimigrasi dengan perhitungan
berbagai konsekuensi negatif dan positif (Sunit yang matang, akibatnya mereka terperangkap
ATC, dkk, 2010). Hasil anak bekerja juga dapat para calo atau penipu tenaga kerja (trafficker)
menabung secara rutin (70 persen), dari peng- yang menjadikan sebagai korban trafficking.
hasilannya tersebut dapat mempunyai roda dua Perdagangan manusia bukan suatu hal yang baru
(100 persen), kendaraan roda empat (40 persen), di muka bumi ini dengan makin beradabnya ma-
untuk beli rumah (60 persen), tanah (33 persen) nusia, perbudakan tidak kemudian berhenti atau
dan perhiasan (80 persen). Penghasilan yang hilang, tetapi beralih menjadi perdagangan pada
didapat responden juga dapat memberikan modal jenis manusia yang dilemahkan yaitu perempuan
untuk keluarganya (40 persen), untuk modal dan anak.
suami (30 persen) dan untuk modal anaknya (20

203
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 197 - 210

Kondisi keluarga yang miskin mendesak b. Upaya Masyarakat dalam Menekan Anak
dan memaksa anaknya untuk tidak melanjutkan Bekerja
sekolah dikarenakan tidak ada biaya, akibatnya Penyuluhan Sosial tentang Pentingnya
anak terpaksa bekerja dengan bekal tingkat Memberi Pendidikan Anak: Perlindungan anak
pendidikan yang rendah, walaupun demikian adalah segala kegiatan untuk menjamin dan me-
keluarga telah menunjukkan upaya dalam me- lindungi anak berserta hak-haknya, agar mereka
nekan jumlah anak bekerja, antara lain melalui dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berparti-
pemberian pendidikan di bangku sekolah. Hal sipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat
tersebut dapat dilihat dari kepemilikan tingkat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
pendidikan responden (SD tamat,13 persen), penelantaran, kekerasan dan diskriminasi. Hak
sedangkan yang mengatakan SLTP tidak tamat anak adalah bagian dari hak asasi manusia wajib
5 orang (17 persen), SLTP tamat 6 orang (20 dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua,
persen), SLTA tidak tamat 8 orang (27 persen) keluarga,masyarakat dan pemerintah atau negara
dan SLTA tamat 7 orang (23 persen). Kondisi (Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang
tersebut dapat dimaknai bahwa orangtua sudah perlindungan anak). Berdasarkan hal tersebut,
berupaya agar anak mendapat bekal pendidikan masyarakat wajib melakukan kegiatan dalam
walaupun sebatas kemampuan mereka yaitu rangka perlindungan anak antara lain telah di-
nampak terlihat yang tidak tamat SD tidak lakukan dalam bentuk penyuluhan tentang
ada dan rata-rata pernah mengenyam bangku pentingnya memberi pendidikan anak, dengan
sekolah walupun hanya sampai SLTA. Data di maksud orangtua dapat memahami pentingnya
atas diklarifikasikan pada orangtua responden anak bersekolah, sehingga dapat mencegah tidak
ternyata ada beberapa statemen yang mendukung terjadi pemaksaan anak bekerja demi membantu
data tersebut antara lain: “Saya menyekolahkan ekonomi keluarga. Dari 30 responden yang me-
anak cukup bisa baca dan tulis saja sudah cukup, ngatakan rutin mendatangi penyuluhan tersebut,
minimal anak saya sekolahkan hingga tamat ada 10 orang (33 persen), yang mengatakan apa-
SD sudah cukup.” “Saya punya banyak anak, bila perlu saja mendatangi penyuluhan, 9 orang
agar semua dapat sekolah, ya, gantian dengan (30 persen) dan responden yang mengatakan
adik-adiknya cukup lulus SD minimal.” “ Saya tidak pernah mendatangi 11 orang (67 persen).
membekali anak sekolah minimal SMP, biar Data tersebut dapat dimaknai bahwa masyarakat
gantian dengan adik-adiknya yang penting anak telah berupaya melakukan agar jumlah anak
saya tidak bodoh.” “Saya sekolahkan anak saya yang bekerja dapat dicegah, untuk dapat meli-
sampai SLTA, agar mudah dapat cari kerjanya.” hat manfaat penyuluhan tersebut bagi orangtua
“Saya hanya mampu menyekolahkan anak sam- responden dapat diklarifikasikan pada statemen
pai dengan lulus SMP saja.” sebagai berikut.
Menurut Aswarni Sudjud (1999), masa anak “Saya setelah dapat pengetahuan melalui
merupakan masa strategis sekaligus kritis. Stra- pertemuan di RW tentang anak harus diseko-
tegis, karena masa ini merupakan masa peka un- lahkan, maka saya berusaha anak disekolahkan
tuk memperoleh stimulan dan pembelajaran yang walaupun hanya sampai SD.” “Saya berusaha
memungkinkan anak dikondisikan memperoleh menyekolahkan anak sampai SLTA, agar anak
keberhasilan di dalam kelompoknya. Kritis, punya bekal nantinya di masyarakat.” “Saya tahu
apabila terjadi salah asuh dapat menyebabkan bahwa anak harus sekolah di balai desa, saat
gangguan perkembangan atau pembelajaran itu saya sekolahkan anak-anak saya , walaupun
yang pada akhirnya terganggu perkembangan hanya sampai SLTP.”
selanjutnya. Pada kaitan di atas keluarga telah Pemantauan Jam Belajar: Upaya masya-
berupaya menyekolahkan anak dan tampak tidak rakat dalam menekan jumlah anak bekerja telah
ada yang tidak sekolah. dilakukan melalui pemantauan jam belajar anak

204
Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja (Ikawati)

yaitu antara jam 18.00–21.00 , tujuan diadakan fikasikan dengan responden (masyarakat, tokoh
pemantauan tersebut antara lain agar anak bisa masyarakat, kader, tokoh ulama, tokoh adat), ada
konsentrasi belajar sehingga tidak bermasalah beberapa yang mendukung data tersebut antara
dalam proses belajar, anak tidak terpengaruh lain: “Rujukan biasa dilakukan ke instansi terkait
perilaku yang tidak baik di sekitarnya, anak apabila ada warga atau orangtua yang menel-
dapat lancar sekolahnya (naik kelas) serta me- antarkan anaknya tidak diperbolehkan sekolah,
motivasi anak lain untuk melakukan kegiatan dan harus bekerja.” “Rujukan dilakukan bila
belajar. Data tersebut dapat digambarkan, 30 lingkungan sudah tidak bisa mengatasi, maka
responden yang mengatakan ada pemantauan, dimintakan bantuan ke instanisi terkait.” “saya
12 orang (40 persen), yang mengatakan kadang membantu mencarikan rujukan apabila anak
ada pemantauan 8 orang (27 persen) dan yang memamg memerlukan, agar anak dapat sekolah
mengatakan tidak pernah dipantau 10 orang (33 dengan tenang biaya gratis.” “selama lingkungan
persen). Data tersebut dapat dimaknai bahwa sekitar dapat membantu permasalahan anak,
masyarakat telah mengupayakan penekanan maka kami tidak merujuk ke instansi lain, karena
jumlah anak bekerja melalui pemantauan jam masalah dapat diselesaikan antar RT/RW dengan
belajar, diharapkan anak-anak tidak terhambat swasembada.”
proses belajar dan dapat memotivasi anak terus Melakukan Pendataan kepada Anak Pu-
bersekolah. Data tersebut diklarifikasikan pada tus Sekolah: Efektivitas dalam memecahkan
respoden yang mendukung temuan di atas antara permasalahan anak terutama dalam menekan
lain: “Saya merasa ada yang memperhatikan be- jumlah anak yang bekerja dilakukan pendataan
lajar bila ada pemantauan.” Saya tidak enak bila kepada anak-anak yang putus sekolah, kemu-
jam belajar, saya tidak belajar.” “Saya merasa dian ditindaklanjuti dengan suatu aksi agar anak
terdorong untuk belajar selama ada aturan waktu tercegah dalam dunia kerja. Gambaran ini dapat
belajar.” “Mau tidak mau saya harus membiasa- dilihat dalam temuan di lapangan, 30 orang yang
kan bahwa pada waktu jam belajar tidak pergi mengatakan ada pendataan 10 orang (33 persen),
dan harus belajar.” “terdorong untuk belajar se- setelah diklarifikasikan dengan salah satu re-
lama ada aturan waktu belajar.” “Mau tidak mau sponden ada yang mengatakan “Biasanya saya
saya harus membiasakan bahwa pada waktu jam melakukan pendataan kepada anak-anak putus
belajar tidak pergi dan harus belajar.” sekolah yang dikarenakan keterbatasan ekonomi
Mencarikan kepada Instansi Terkait un- saja.” yang mengatakan tidak ada pendataan
tuk Beasiswa: Masyarakat yang bertanggung 20 orang (66,67 persen), salah satu responden
jawab terhadap kesejahteraan anak, terutama yang mendukung data yang ditemukan tersebut
dalam mencegah jumlah anak yang bekerja dengan statemen berikut. “Saya tidak melakukan
tentunya dapat melihat apa yang telah terjadi pendataan, karena bila perlu saja atau mendesak
di sekitar atau lingkungannya seperti telah ter- bila ada permasalahan anak putus sekolah.”
jadi banyaknya anak yang dipaksa orangtuanya Memberi Ketrampilan Kerja dan Modal
bekerja. Hasil penelitian menemukan bahwa Usaha bagi Keluarga Rawan Sosial Ekonomi:
masyarakat telah berupaya mencegah timbulnya Keterbatasan ekonomi keluarga, menyebabkan
anak yang karena sesuatu hal harus bekerja, dari orangtua harus memaksa anak tidak lagi sekolah
30 orang yang mengatakan sering mencarikan karena harus membantu ekonomi keluarganya.
rujukan apabila ada anak yang tidak bersekolah, Masyarakat berupaya membantu melalui ke-
3 orang (10 persen), yang mengatakan kadang- luarga atau orangtuanya dengan pemberian
kadang melakukan rujukan 6 orang (20 persen) ketrampilan kerja dan modal usaha pada ke-
dan yang mengatakan belum pernah rujukan 21 luarga rawan sosial ekonomi, dengan harapan
orang (70 persen). Data tersebut setelah diklari- pemberian keterampilan mampu meningkatkan

205
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 197 - 210

penghasilan keluarga yang pada akhirnya dapat terhadap orangtuanya sehingga anak harus terjun
membiayai sekolah anak-anaknya. Data tersebut kedunia kerja. Apabila wajib belajar sembilan
dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini, tahun dapat dilaksanakan dengan baik dan be-
dari 30 responden yang mengatakan diberikan nar, maka angkatan kerja usia 10 -14 tahun akan
secara rutin 5 orang(17 persen), yang menga- berangsur-angsur berkurang, karena proporsi
takan tidak rutin 6 orang (20 persen) dan yang yang melanjutkan sekolah akan semakin besar
mengatakan tidak pernah ada kegiatan pem- sehingga akan berdampak pada pengurangan
berian keterampilan dan modal usaha kepada angkatan kerja pada usia tersebut.
keluarga rawan sosial ekonomi 19 orang (63 Wajib belajar sembilan tahun diselengga-
persen). Data tersebut setelah diklarifikasikan rakan agar anak di keluarga miskin atau tidak
pada responden ada beberapa yang menyatakan: mampu mempunyai akses terhadap pendidikan,
“Keterampilan bengkel yang pernah diberikan apabila perlu wajib belajar ditentukan tanpa
kepada saya cukup membantu ekonomi keluarga biaya artinya mereka dibebaskan dari semua
saya.” “Saya pernah menanyakan kepada Pak pengeluaran pendidikan. Wajib belajar diperkuat
Lurah, kenapa saya tidak pernah diikutkan dalam dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002
pelatihan, tetapi jawabannya nunggu giliran atau tentang perlindungan anak pasal 9 ayat 1 tentang
bertahap.” setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
Memantau Pemalsuan Kartu Tanda Pen- pengajaran dalam rangka pengembangan pri-
duduk (KTP): Pemalsuan KTP sebelum ada badinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat
KTP elektronik sangat marak terjadi, biasanya dan bakatnya. Pertama, Kartu Tanda Penduduk
dibuat untuk memalsukan usia anak (< 18 tahun) (KTP) Melalui Sistem Elektronik (EKTP).
menjadi usia kerja (>18 tahun) atau sesuai per- Sistem elektronik salah satunya bertujuan untuk
mintaan perusahaan yang akan ditempati kerja. mencegah seseorang mempunyai KTP dibeber-
Pembuatan KTP melalui elektronik salah satunya apa tempat dan mencegah anak dibawah umur
berlaku on line artinya terdata di seluruh Indo- melakukan pekerjaan buruk serta mencegah
nesia dan apabila ada kesalahan yang disengaja aparat dapat melakukan pemalsuan identitas
maupun tidak disengaja akan terpantau terutama usia, status perkawinan dan alamat.
Kedua, Peraturan Perundang-undangan:
c. Upaya Pemerintah dalam Menekan Anak Banyaknya anak terjun ke dunia kerja salah
Terjun ke Dunia Kerja satunya telah terjadi pemalsuan usia, agar
Wajib Belajar Sembilan Tahun: Upaya anak bisa diterima kerja, karena apabila tidak
pemerintah melalui wajib belajar (pembebasan dipalsukan akan terkena sanksi yang tertulis
uang SPP) yang telah dilakukan untuk me- dalam undang-undang yang mengatakan bahwa
ngurangi adanya siswa putus sekolah (drop seseorang yang masih berusia kurang dari 18
out), tetapi kenyataannya masih tetap banyak tahun tidak boleh melakukan pekerjaan yaitu
yang tidak sekolah. Kondisi tersebut menurut dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002,
pengamatan peneliti dikarenakan kemiskinan, Undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003
sehingga keluarga miskin sangat sulit menyeko- dan Undang-undang nomor 20 tahun 1999
lahkan anak, walaupun ada pembebasan uang tentang pengesahan ILO Convention nomor
SPP, tetapi mereka juga tetap harus menge- 138 Concerning Minimum Age for Admission
luarkan uang untuk membeli buku, uang saku, to Employment (Konvensi ILO mengenai usia
uang transpot bila jarak sekolah dengan rumah minimum untuk diperbolehkan bekerja) dan
jauh. Selain hal tersebut masih ada anggapan Undang-undang nomor 1 tahun 2000 tentang
masyarakat bahwa anak adalah potensi keluarga pengesahan konvensi ILO nomor 189 mengenai
untuk dapat membantu mencari nafkah keluar- pelarangan dan tindakan segera penghapusan
ganya, maka anak tidak bisa menolak harus patuh bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

206
Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja (Ikawati)

Dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tanggungjawab masyarakat yaitu melalui keg-
pasal 11 bahwa setiap anak berhak untuk beris- iatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
tirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul perlindungan anak (pasal 25).
dengan anak sebaya, bermain, berkreasi sesuai Kewajiban tanggung jawab negara dan pe-
dengan minat , bakat dan tingkat kecerdasannya merintah dalam Undang-undang nomor 23
dalam pengembangan diri. Dengan peraturan tahun 2002 dijabarkan dalam pasal 20, 21, 22,
perundang-undangan tersebut, pelarangan dan 23 dan pasal 24 tentang pengawasan menjamin
tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk penyelenggaraan perlindungan anak. Selanjutnya
pekerjaan terburuk anak harus dilakukan. pasal 13 ayat 1 dan ayat 2 dalam undang-undang
Anak adalah amanah sekaligus karunia tersebut menjelaskan bahwa setiap anak selama
Tuhan yang Maha Esa, yang senantiasa harus dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak
kita jaga, karena dalam dirinya melekat harkat, lain manapun yang bertanggungjawab atas pen-
martabat dan hak-hak sebagai manusia yang gasuhan berhak mendapat perlindungan dari
harus dijunjung tinggi. Undang-undang nomor perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak meru- maupun seksual, penelantaran, kekejaman,
pakan peraturan perundang-perundangan untuk kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya perlakuan salah dan lain-lain. Pada ayat 1 dan
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan ber- ayat 2, apabila orangtua, wali atau pengasuhan
partisipasi secara optimal sesuai dengan harkat anak melakukan segala bentuk perlakuan (ayat
dan martabat kemanusiaan,serta mendapatkan 1 diatas), maka pelaku dikenakan pemberatan
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. hukuman. Perundang-undangan Ketenagaker-
Berdasarkan hal tersebut maka undang-undang jaan menurut Menaker RI, SE-12/M/BM tahun
tentang perlindungan anak harus berazaskan non 1997 tentang larangan anak bekerja lebih dari 4
diskriminasi, kepentingan yang terbaik untuk jam, apalagi di sektor yang berbahaya. Undang-
anak, hak anak untuk hidup, kelangsungan hidup undang nomor 13 tahun 2003 memperkuat
dan perkembangan serta penghargaan terhadap larangan tersebut yaitu anak yang berusia 13-
pendapat anak. Azas dalam undang-undang 15 tahun diperbolehkan melakukan pekerjaan
tersebut telah dijabarkan dalam undang-undang yang ringan apabila ada izin tertulis orangtua
nomor 23 tahun 2002 pasal 14 tentang setiap atau wali, waktu kerja maksimal tiga jam dan
anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya dilakukan di siang hari serta tidak mengganggu
sendiri, kecuali jika ada alasan aturan hukum sekolah, menjamin keselamatan dan kesehatan
syah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu kerja dan adanya hubungan yang jelas peneri-
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan maan upah.
merupakan pertimbangan terakhir. Upaya yang dilakukan masyarakat guna
Dalam undang-undang tentang perlindungan menekan jumlah anak bekerja antara lain mem-
anak menyatakan bahwa kewajiban kita semua berikan penyuluhan tentang pentingnya pen-
dalam melaksanakan perlindungan anak. Pasal didikan bagi anak kepada keluarga yang rawan
26 ayat 1 mengatakan bahwa kewajiban dan memperkerjakan anak, ternyata masyarakat
tanggung jawab keluarga dan orangtua da- sangat peduli terhadap permasalahan pekerja
lam perlindungan anak antara lain mengasuh, anak terlihat dalam temuan di lapangan dari
memelihara, mendidik dan melindungi anak. 30 responden, rutin mendatangi penyuluhan
Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan ada 33 persen dan masih ada 67 persen yang
kemapuan bakat dan minat serta mencegah kadang-kadang- tidak pernah mendatangi Upaya
terjadinya perkawinan pada usia anak. Dalam masyarakat juga melakukan pemantauan jam
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 juga belajar anak, agar anak dapat konsentrasi dan
menjabar perlindungan anak melalui kewajiban lancar sekolahnya sehingga anak termotivasi un-

207
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 197 - 210

tuk sekolah dari pada bekerja dari 30 responden menekan jumlah anak bekerja antara lain, ke-
ada 40 persen, sedangkan masih ada 60 persen luarga telah menyekolahkan anak (tamat SD),
yang mengatakan kadang-kadang- tidak pernah masyarakat melalui kegiatan penyuluhan tentang
memantau jam belajar anak. pentingnya pendidikan anak, pemantauan jam
Masyarakat juga membentuk kelompok belajar anak, membentuk kelompok belajar,
belajar secara rutin 30 persen dari 30 responden mencari rujukan bea siswa, pendataan anak pu-
yang melakukan hal tersebut, sedangkan masih tus sekolah, memberi ketrampilan kerja, modal
ada 70 persen yang tidak membentuk kelompok usaha kepada keluarga rawan sosial ekonomi,
belajar. Upaya masyarakat dalam rangka mene- memantau terjadinya pemalsuan KTP dan mem-
kan jumlah anak bekerja antara lain mencarikan batasi memberikan surat keterangan bekerja bagi
rujukan seperti bea siswa dari 30 persen 10 anak di bawah usia. Upaya pemerintah dalam
persen dari 30 responden, masyarakat juga telah menekan jumlah anak bekerja, antara lain wajib
melakukan pendataan kepada anak-anak yang belajar sembilan tahun, kartu penduduk sistem
putus sekolah ada sebanyak 33 persen dari 30 elektronik, penerbitan perundang-undangan
responden dan upaya masyarakat juga mem- tentang perlindungan anak yang bekerja dan
berikan ketrampilan kerja, baik secara rutin (17 penindakan hukum bagi pelaku trafficking.
persen) maupun tidak rutin (20 persen) dari 30 Rekomendasi: Berdasarkan temuan hasil
responden dan masyarpemberian modal usaha penelitian direkomendasikan kepada Kemen-
kepada keluarga yang rawan sosial ekonomi (63 terian Sosial RI melalui Direktorat Korban
persen), masyarakat juga memantau terjadinya Tindak-Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran
pemalsuan KTP (26 persen) dari 30 responden dalam program pemberdayaan keluarga miskin
dan masyarakat juga membatasi memberikan di daerah asal pekerja migran (PM) berbasis
surat keterangan untuk bekerja bagi anak usia di potensi lokal agar dapat tercegah keterlibatan
bawah 18 tahun. Upaya yang dilakukan pemerin- anak yang bekerja, melalui program-program
tah/instansi terkait dalam menekan jumlah anak dengan pendekatan holistik komprehensif
yang bekerja antara lain wajib belajar sembilan kepada anak yang terpaksa bekerja melalui
tahun, kartu penduduk sistem elektronik, pener- pendidikan formal yaitu program wajib belajar
bitan perundang-undangan tentang perlindunga yang telah dicanangkan pemerintah, sehingga
anak yang bekerja dan penindakan hukum bagi dapat member waktu anak agar dapat belajar
orang-orang pelaku trafficking dan sedikit bekerja. Pendidikan non-formal perlu
dilakukan untuk kemampuan keterampilan dan
D. Penutup kreatifitas anak yang nantinya dapat untuk bekal
Kesimpulan: ditemukan faktor-faktor pe- masa depannya. Keluarga yang rawan memper-
nyebab anak bekerja adalah kondisi tingkat kerjakan anak perlu adanya pemberdayaan baik
pendidikan orangtua, penghasilan yang rendah dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan
serta jumlah tanggungan orangtua yang banyak, dan pemberdayaan ekonomi, sehingga keluarga
dan adanya ketidakharmonisan dalam keluarga. mendapat penghasilan yang pada akhirnya anak
Dampak anak bekerja dapat menghambat tum- dapat tercegah tidak terlibat dalam dunia kerja.
buh kembangnya baik secara fisik, psikis dan Masyarakat dapat sebagai mediator dalam pe-
sosial. Kontribusi anak bekerja yaitu meningkat- nyampaian informasi tentang pentingnya hak
kan kondisi ekonomi dan sosial keluarga, seperti anak dan perlindungannya, sehingga masyarakat
peningkatan penghasilan, dapat menyekolahkan juga peduli dan ikut berpartisipasi dalam pence-
anggota keluarga, dan meningkatnya keterlibatan gahan terjadinya keterlibatan anak dalam dunia
anggota keluarga dalam kegiatan sosial. Upaya kerja
keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam

208
Faktor yang Mempengaruhi Anak Bekerja (Ikawati)

Pustaka Acuan Krastawan,W. (1992). Buruh Anak pada Sektor Tradisi-


Asril Aini. (1982). Anak Yang Terpaksa Bekerja dan onal. Seminar Nasional. Kerjasama Pusat Pembinaan
Masalahnya. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM SDM (PPSM) dan Yayasan TKI dan Friedrich Ebert.
dan BP3K Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Stifing (FES). Jakarta.
Aswarni Sujud. (1999). Beberapa Aspek Perkembangan Mantra, Ida Bagoes dkk. (1999). Mobilitas Tenaga Kerja
Anak dan PAUD. Yogyakarta: PSW, UII. Indonesia ke Malaysia: Studi Kasus Flores Timur,
Arikunto, S. (2002). Manajemen Penelitian. Jakarta: Lombok Tengah dan Pulau Bawean. Yogyakarta:
Rineka Cipta Pusat Penelitian Kependudukan UGM.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dep- Mantra, Ida Bagoes, (1999). Mobilitas Penduduk Sirkuler
nakertrans). (2007). Pekerja Migran dalam Perspektif dari Desa ke Kota. Yogyakarta: Pusat Penelitian
Hukum Indonesia – Malaysia. Surakarta: Fakultas Kependudukan UGM.
Hukum UNS. Mariana Amirudin. (2008). Wilayah Tertinggal Migrasi
Effendi, Tadjuddin Noer. (1992). Buruh Anak Phenomena dan Perdagangan Manusia. Jurnal Perempuan nomor
di Kota dan Pedesaan. Seminar Nasional. Jakarta 59. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Indonesia: Kerjasama Pusat Pembinaan SDM (PPSM) Moleong, Lexy, J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif
Yayasan Tenaga Kerja Indonesia dan Friedrich Ebert- . Bandung: PT Rosdakarya.
stifing. Nuryana, Mukman. (2005). Permasalahan Sosial Tenaga
Farid, M. (1999). Kekerasan Seksual, Eksploitasi Seksual Kerja Wanita Indonesia Perjalanan Pekerja Migran
dan Eksploitasi Seksual Komersial terhadap Anak. Indonesia dari Desa Hingga Negara Tujuan. Jakarta:
Jakarta. Litbangkesos, Departemen Sosial.
.............. (1999). Anak Yang Dilacurkan di Indonesia. Karinina, N dan Sri Utami. (2005). Permasalahan So-
Semarang sial Tenaga Kerja Wanita Indonesia: Permasalahan
Goma, Johana Naomi. (1993). Mobilitas Tenaga Kerja Flores Pekerja Migran Perempuan di Sulawesi Tenggara.
Timur ke Sabah Malaysia dan Pengaruhnya terhadap Jakarta: Pusat Penelitian Kesejahteraan Sosial, De-
Daerah Asal : Studi Kasus Desa Neleren, Kecamatan partemen Sosial.
Adonaru, Kabupaten Flores Timur. Yogyakarta: UGM. Sudjana, (1998). Statistik. Bandung: Tarsito.
Haris, Abdul. (2002). Memburu Ringgit Membagi Kemis- Sularto, St. (2000). Seandainya Aku Bukan Anakmu. Ja-
kinan: Fakta Dibalik Migrasi Orang Sasak Ke Ma- karta : Kompas.
laysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sumadi, Suryabrata.(1982). Hubungan antara Perkem-
Nawawi, H dan Martini, M. (1996). Penelitian Terapan. bangan Pribadi dan Keterlantaran. Yogyakarta:
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fakultas Psikologi dan BP3K Departemen Pendidikan
Ikawati dkk. (2003). Uji coba Pola Pencegahan Hilangnya dan Kebudayaan.
Masa Perkembangan pada Pekerja Anak. Yogyakarta: Sunit, ATC dkk. (2010). Perubahan Sosial dalam Struktur
B2P3KS. Keluarga Migran Domistik dan Lintas Negara pada
—————. (2008). Pekerja Migran dan Permasalahan Penduduk Miskin di Pedesaan. Yogyakarta: B2P3KS
Suatu Studi Kasus di Lombok Tengah NTB. Yogya- PRESS.
karta: Jurnal penelitian Kesejahteraan sosial Vol.VII, Surya Mulandar. (1996). Dehumanisasi Anak Marjinal.
Nomor 25 september 2008. Bandung: Yayasan Akatiga 4 Gugus Analisis.
—————. (2009). Penanganan Eks Tenaga Kerja Indo- Sutrisnohadi. (2000). Metodologi Research. Jilid 2. Yog-
nesia di Daerah Asal. Yogyakarta: Citra Media. yakarta: Andi Offfset.
Irwanto, dkk. (1999). Anak yang Memerlukan Perlind- Suyanto, Bagong. (2003). Pekerja Anak dan Kelangsungan
ungan Khusus di Indonesia. Analisis Situasi kerja- Pendidikannya. Surabaya: Litfansah
sama PKPM Unika Atmajaya. Jakarta: Depsos RI Suyanto, Bagong. (2003). Perdagangan dan Eksploitasi
UNICEF. Seksual Komersial anak Perempuan. Jurnal Perem-
Johana Debora Imelda, dkk. (2004). Utang Selilit Ping- puan nomor 29. Edisi Mei 2003. Jakarta: Yayasan
gang: Sistem Ijon dalam Perdagangan Anak dan Jurnal Perempuan.
Perempuan. Yogyakarta: Ford Foundation dengan Utama Bey Sapta. (1994). Migrasi dan Pembangunan
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Daerah di Indonesia. Dalam Warta Demografi, tahun
ke 24 nomor 3.

209
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 197 - 210

210
7
Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS
People Knowledge on HIV/AIDS

Soetji Andari
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Jl. Kesejahteraan Sosial No. 1, Telpon (0274) 377265. E-mail soetjiandari@gmail.com.
Diterima 20 Oktober 2014, direvisi 30 Maret 2015, disetujui 3 Mei 2015.

Abstract

The highest number of people living with HIV/AIDS are of childbearing age. The cumulative proportion of people
living with HIV/AIDS in Yogyakarta is located at the level of 20-29 years of age. High activity in this age group makes a
lot of productive risky sexual behavior. In the number of persons over the last ten years has increased tenfold. The research
is meant to find out about people’s knowledge on the spread of HIV/AIDS in Yogyakarta. This study used is descriptive
method, a research procedure that produces descriptive data in the form of words written or spoken by persons or behavior
that being observed. This research is directed at the background of the individual in holistic and detail describtion on the
phenomena of various things about the knowledge of the various groups on HIV/AIDS. The results of the study shows that
there are many who do not know the transmission mode of this virus. They do not know how the disease is transmitted and
only know the transmission of disease when in contact with people living with HIV/AIDS. Nearly 50 percent of respondents
of the communities living around people with HIV/AIDS can not name a single cause of HIV/AIDS. This means that public
knowledge about the disease around the respondents are not widely known. However, the level of knowledge possessed
by peers (peer group) is quite good, because they are able to explain the cause of the spread of HIV/AIDS. Similarly with
PLWHA (People Living with HIV/AIDS) and OHIDA (People living with people with HIV/AIDS) are used as the respondents
have a fairly good knowledge about the causes of the spread of HIV/AIDS.

Keywords: People; Knowledge; HIV/AIDS

Abstrak

Jumlah terbanyak dari penyandang HIV/AIDS adalah usia produktif. Secara kumulatif proporsi penyandang HIV/
AIDS di Yogyakarta berada pada tataran usia 20-29 tahun. Aktivitas yang tinggi pada usia ini membuat banyak kelompok
produktif yang melakukan perilaku seks berisiko. Pertambahan jumlah penyandang selama sepuluh tahun terakhir meningkat
sepuluh kali lipat. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang penyebaran HIV/AIDS di Yogyakarta, penelitian
ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yang merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan
individu secara holistik (utuh), mendeskripsikan secara terperinci fenomena tentang berbagai pengetahuan dari berbagai
kalangan masyarakat tentang virus HIV/AIDS, dan berusaha menggambarkan suatu gejala sosial tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan ternyata warga masyarakat banyak yang tidak tahu cara penularannya virus ini. Mereka tidak mengetahui
bagaimana penyakit tersebut ditularkan dan hanya tahu penularan penyakit apabila bersentuhan dengan penyandang HIV/
AIDS. Hampir 50 persen responden dari unsur masyarakat yang tinggal di sekitar penyandang HIV/AIDS tidak dapat
menyebutkan satu pun penyebab HIV/AIDS. Artinya pengetahuan masyarakat tentang penyakit di sekitar responden
sedikit. Namun tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh teman sebaya (peer group) cukup baik, karena mereka mampu
menjelaskan penyebab penyebaran HIV/AIDS. Demikian pula dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) atau OHIDA
(Orang yang hidup dengan penyandang HIV/AIDS) yang dijadikan responden memiliki pengetahuan baik mengenai
penyebab penyebaran HIV/AIDS.

Kata kunci: Masyarakat; Penyebaran; HIV/AIDS

A. Pendahuluan masuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Acquired


Penyebaran penyakit HIV/AIDS sudah me- Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupa-
landa hampir semua provinsi di Indonesia, ter- kan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan

211
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 211 - 224

oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Jumlah pengidap HIV/AIDS menurut Dinas
HIV adalah virus yang menyerang dan merusak Kesehatan Provinsi Yogyakarta hingga Oktober
sistem kekebalan tubuh, sehingga tidak bisa ber- 2012 tercatat 160 kasus HIV dan 355 kasus AIDS
tahan terhadap penyakit-penyakit. apabila sistem jumlah keseluruhan 515 orang yang terkena
kekebalan tubuh rusak atau lemah, berbagai jenis kasus HIV/AIDS di Yogyakarta, angka popu-
penyakit seperti TBC, diare, sakit kulit akan lasi yang cenderung beresiko pengidap HIV/
mudah menyerang. Kumpulan gejala penyakit AIDS tergolong tinggi. Menurut data dari hasil
yang menyerang tubuh manusia itulah yang KPA (Komisi Penanggulangan Aids) Daerah
disebut AIDS. Berdasarkan data Kementerian Istimewa Yogyakarta sampai dengan Oktober
Kesehatan, pada 2012 HIV ditemukan sebanyak 2012 Kota Yogyakarta merupakan daerah pa-
21.511 kasus dan AIDS sebanyak 5.686 kasus. ling banyak kasus HIV/AIDS dan angka ini
Berdasarkan persentase kasus AIDS menurut belum menggambarkan kasus keseluruhan yang
faktor risiko pada 1987 hingga Desember, secara ada di masyarakat sehingga ke depan masih
kumulatif faktor risiko penularan HIV terbanyak dimungkinkan adanya peningkatan penemuan
pada heteroseksual (58,7 persen), injecting drug kasus4. Jumlah ini meningkat drastis dari tahun
users (IDU) sebanyak 17,5 persen, penularan sebelumnya yang hanya tercatat kasus HIV 107
perinatal 2,7 persen, dan homoseksual sebanyak orang dan 182 kasus AIDS dengan faktor resiko
2,3 persen.1 penularan meningkat lebih dari 50 persen.
Gambaran epidemiologi penularan HIV/ Resiko penularan HIV/AIDS melalui kon-
AIDS cukup tinggi di kelompok penduduk usia tak seksual semakin tinggi karena fenomena
produktif yang menjadi korban keganasan HIV. free sex yang mulai marak di Indonesia, tidak
Sebagian besar masyarakat belum mengenal ada cara apapun yang bisa mendeteksi apakah
penyakit HIV/AIDS merupakan retrovirus yang pengunjung atau penjaja cinta sudah terjang-
menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh kit virus. Padahal, ketika terlanjur melakukan
manusia. Sebagian besar orang yang terkena kontak seksual dengan ODHA, semuanya
infeksi HIV tidak menyadari gejala infeksi HIV sudah terlambat karena virus sudah terlanjur
tahap awal karena tidak ada gejala mencolok. menular. Berdasarkan keterangan yang dilansir
Meskipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, oleh Komisi Nasional Penanggulangan AIDS
seseorang yang terinfeksi HIV akan membawa Nasional dalam simposium internasional men-
virus HIV dalam darahnya. Orang yang terinfeksi genai AIDS, kecenderungan penularan HIV/
tersebut akan sangat mudah menularkan virus AIDS pada kurun 2011 didominasi oleh seks
HIV kepada orang lain, terlepas dari apakah bebas yang mencapai persentase 76,3. Data ini
penderita tersebut kemudian terkena AIDS atau berbanding terbalik dengan data pada 2006 yang
tidak. Untuk menentukan apakah virus HIV hanya menunjukkan persentase 38,5.5 Penularan
ada di dalam tubuh seseorang adalah dengan juga akibat kontaminasi darah yang terinfeksi
tes HIV2. Kendatipun infeksi HIV tidak diser- dengan virus, melalui penggunaan jarum suntik
tai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV secara bergantian antara ODHA dengan orang
sangat mudah menularkan virus tersebut kepada sehat atau melalui transfusi darah. Penggunaan
orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan jarum suntik erat hubungannya dengan peng-
apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang ada- gunaan jarum untuk memasukkan narkotika
lah melalui tes HIV. Infeksi HIV menyebabkan ke dalam tubuh. Ketika sekelompok pecandu
penurunan dan melemahnya sistem kekebalan berkumpul dan melakukan pesta, seringkali me-
tubuh, sehingga menyebabkan tubuh rentan ter- reka mengunakan jarus suntik secara bergantian.
hadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan Dalam situasi ini, jarum menjadi media primer
berkembangnya AIDS3. yang bisa menghantarkan virus ke orang lain.
Penularan HIV/AIDS juga bisa terjadi pada masa

212
Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS (Soetji Andari)

prinatal, tetapi hanya melibatkan ibu dan anak. dan pemuda yang disinyalir pengguna Narkoba
Masa prinatal mencakup saat di dalam rahim, dengan jarum suntik. Upaya pengobatan dan
proses persalinan, dan menyusui. perawatan yang dilakukan, baik berbasis klinis
Penyebaran HIV/AIDS belum dapat ditang- maupun masyarakat, perlu dikembangkan
gulangi secara terpadu sehingga masih merupa- untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah
kan masalah kesehatan masyarakat yang mempu- ODHA, karena tingkat penyebaran HIV/AIDS
nyai implikasi sosial ekonomi luas. Penderitaan tidak hanya di perkotaan, tetapi telah masuk ke
bukan saja dialami oleh orang yang tertular HIV/ wilayah kecamatan, bahkan di tingkat kelura-
AIDS, tetapi juga dirasakan oleh keluarga dan han. Meningkatnya jumlah penyandang HIV/
masyarakat, karena belum ditemukan vaksin AIDS yang begitu cepat di Kota Yogyakarta,
pencegah dan obat yang dapat menyembuhkan mendorong dilakukannya penelitian ini guna
HIV/AIDS. Penyebaran penyakit ini masih mengetahui pengetahuan masyarakat tentang
akan berkepanjangan karena masih terdapatnya penyebaran penyakit HIV/AIDS, cara penularan
faktor-faktor yang memudahkan penularan. Be- HIV/AIDS, dampak penyebaran virus HIV/
berapa cara penularan infeksi HIV antara melalui AIDS, dan bahaya penyakit HIV/AIDS di kota
hubungan seks yang tidak aman, transfusi darah, Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dan penyalahgunaan Napza dengan mengguna- memberi masukan bagi pembuat kebijakan pada
kan jarum suntik. instansi pemerintah daerah dan lembaga swadaya
Upaya mengurangi penyebaran penyakit ini masyarakat yang tugas dan fungsinya berkaitan
telah dilakukan oleh berbagai lembaga peduli dengan penanganan masalah HIV/AIDS.
HIV/AIDS, meskipun hasilnya belum memuas-
kan. Melalui kelompok dukungan sebaya, oleh B. Penggunaan Metode Penelitian
dan untuk orang dengan HIV/AIDS (ODHA): Penelitian ini menggunakan metode deskrip-
Orang yang terinfeksi HIV (ODHA) sangat tif (Moleong, 2004), yang menekankan pada
membutuhkan dukungan psikososial. Pendam- makna daripada generalisasi dan keabsahan.
ping penyandang HIV/AIDS atau OHIDA dapat Data diperoleh melalui triangulasi dengan
membantu minum obat secara teratur, mendam- melakukan klarifikasi kebenaran yang diperoleh
pingi dalam menjalani gaya dan perilaku hidup dari pihak ketiga, kemudian dianalisis secara in-
sehat, ODHA berani mengakui secara terbuka duktif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta
bahwa dirinya terinfeksi HIV. Berbagai jaring- dengan interpretasi yang tepat, untuk membuat
an ODHA berupaya memberi layanan yang deskripsi tentang pengetahuan masyarakat ter-
berkualitas untuk hidup mandiri dan bermartabat hadap penyebaran penyakit HIV/AIDS sehingga
bagi anggotanya. mendapat gambaran secara sistematis, faktual
Pendidikan dan penyuluhan bagi penyan- dan akurat mengenai fakta-fakta yang terjadi di
dang HIV/AIDS didasari oleh norma agama sekitar masyarakat. Penelitian ini di lakukan di
dan budaya telah dilakukan bersamaan dengan Kota Yogyakata, dengan menggunakan teknik
intervensi kesehatan masyarakat seperti pence- pengumpulan data wawancara menggunakan
gahan, pengobatan infeksi menular seksual, interview guide dengan 30 responden yang ter-
upaya pengobatan, perawatan dan dukungan diri dari tokoh masyarakat, teman sebaya (peer
bagi ODHA, dan dengan OHIDA. Upaya pence- group), ODHA, OHIDA dan keluarga yang di-
gahan yang dilakukan melalui pendidikan dan duga salah satu anggota keluarga terjangkit HIV/
penyuluhan masyarakat ini terutama ditujukan AIDS, dan masyarakat yang berada di sekitar
kepada kelompok berisiko tinggi dan kelompok penyandang HIV/AIDS di kota Yogyakarta. Data
rentan menyebarkan penyakit seperti pekerja dianalisis secara deskriptif kualitatif.
seks, waria, penghuni lembaga pemasyarakatan,

213
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 211 - 224

C. Hasil dan Pembahasan (Pengetahuan dengan retroviruses (HIV). Seorang yang terkena
Masyarakat tentang HIV/AIDS atau terinfeksi HIV AIDS sistem kekebalan tu-
1. Penyebaran HIV/AIDS di Yogyakarta buhnya akan menurun drastis. AIDS disebabkan
Penyebaran HIV/AIDS di Daerah Istimewa oleh virus yang di sebut HIV, virus ini ditemu-
Yogyakarta sudah sangat meluas dan mengkha- kan oleh Montagnier, seorang ilmuan Perancis
watirkan dengan meningkatnya kasus penyakit (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi
per tahun. Komisi Penanggulangan HIV/AIDS virus dari seorang penderita dengan gejala lim-
Nasional mengistimasi penyandang sebanyak fadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan
61.350, sementara estimasi HIV positif 3.320. Lymhadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo
Dari data estimasi HIV positif, penyandang yang (National Institute of health, USA 1984) me-
terkena HIV/AIDS di DIY dapat di lihat dalam nemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic
Grafik.1 berikut. Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada
penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua
Grafik 1 virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil per-
Data Estimasi Pengidap HIV Positif di Empat temuan International Committee on Taxonomy
Kabupaten/Kota DIY of Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi
HIV (Widoyono, 2005).
Penyebaran virus HIV dapat ditularkan de-
ngan berbagai cara antara lain hubungan seksual
bebas, seperti hubungan seksual dengan pasang-
an berganti-ganti dan hubungan heteroseksual
dengan pasangan yang menderita infeksi HIV
tanpa menggunakan pelindung (kondom). HIV
juga dapat ditularkan melalui pemakaian jarum
suntik secara bergantian yang terkontaminasi,
juga melalui perantara produk darah seperti
Sumber: Komisi Penanggulangan AIDS DIY (2014) transfusi darah atau organ lain (Smeltzer &
Bare, 2001). Aquired artinya didapat, bukan
Angka populasi risiko pengidap di Kota berasal dari penyakit keturunan. Immune terkait
Yogyakarta tergolong tinggi. Dari empat kabu- dengan sistem kekebalan tubuh. Deficiency be-
paten dan 1 kota terdapat 1.941 penyandang, rarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti
estimasi HIV positif 1.110 dan yang dinyatakan penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala
AIDS 831 penyandang. Angka estimasi yang tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala aki-
tertinggi berada di Kota Yogyakarta, yaitu 377 bat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan
orang positif, dan 189 dinyatakan AIDS, disusul tubuh yang dibentuk setelah lahir. Jelasnya AIDS
Kabupaten Sleman dengan jumlah penyandang adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul
HIV positif 225, dan yang dinyatakan AIDS 208, akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh ma-
Kabupaten Gunungkidul HIV positif 29, dan nusia yang didapat (bukan karena keturunan),
yang dinyatakan AIDS 59, di Kabupaten Bantul tetapi di sebabkan oleh virus HIV. Perbedaan
HIV positif 184 dan yang dinyatakan AIDS 157, antara penderita HIV positif dengan penderita
dan Kabupaten Kulonprogo HIV positif 56 dan AIDS adalah kalau penderita HIV positif se-
yang dinyatakan AIDS 45. seorang yang tertular tampak sehat tanpa gejala
Kehadiran virus dalam tubuh menyebabkan penyakit apapun, tetapi dapat menularkan virus
defisiensi (kekurangan) sistem imun. AIDS atau AIDS kepada orang lain. Sedang penderita AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome disebab- adalah seseorang yang menunjukkan gejala dari
kan salah satu kelompok virus yang disebut sekumpulan penyakit yang setelah sekian waktu

214
Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS (Soetji Andari)

terinfeksi HIV, biasanya timbul antara 5-10 ta- berasal dari teman sebaya atau peer group dan
hun setelah tertular HIV. Penularan HIV/AIDS 8 orang atau (26,7 persen), responden berasal
tidak mudah seperti penularan virus influenza, dari tetangga sekitar rumah yaitu orang yang
karena virus HIV terdapat di dalam darah, cairan tinggal tidak jauh dari rumah penyandang HIV/
sperma, cairan vagina dan sedikit dalam ASI AIDS 5 orang.
(Maryunani, 2009).
Data terbaru Penyebaran menurut Komisi Grafik 2
Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Yogyakarta Identitas Responden dalam Penelitian
hingga Maret 2014, tercatat ada 714 kasus terjadi
di Kota Yogyakarta, jumlah tersebut meningkat
5,4 persen dari jumlah kasus tahun sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, penyebab paling banyak
(56 persen) adalah perilaku seks heteroseksual.
Rata-rata umur penderita 20 hingga 29 tahun.
Sekitar 64 persen dari 714 kasus tersebut adalah
oleh laki-laki. Estimasi paling banyak adalah di Sumber data: Identifikasi Responden (N = 30)
Kota Yogyakarta. Pengidap HIV di Daerah Is-
timewa Yogyakarta meningkat cukup signifikan Seorang ODHA tidak dapat hidup sendiri,
dalam tiga bulan terakhir, yakni dari 700 menjadi sehingga memerlukan teman atau pendamping
832 kasus (KPA DIY, 2014). Hal itu disebab- yang disebut OHIDA. OHIDA sebutan bagi me-
kan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat reka yang tinggal bersama dengan ODHA. ODHA
untuk memeriksakan darah ke rumah sakit atau yang seharusnya memperoleh dukungan, khusus-
laboratorium. nya dukungan emosional dari semua pihak,
sehingga permasalahan yang dialami ODHA
2. Meluas Penyebaran Virus HIV/AIDS di tidak meluas. Akan tetapi orang yang memiliki
Yogyakarta sikap negatif sebaliknya terhadap ODHA, cen-
Faktor terbesar penyebaran virus HIV/AIDS derung menolak. Namun sikap negatif ini juga
adalah adanya praktek seksual bebas serta peng- dapat menghambat upaya pencegahan, dengan
gunaan alat suntik bagi pengguna narkoba. Ba- membuat orang takut untuk mengetahui apakah
nyak sekali pendatang terutama mahasiswa yang mereka terinfeksi atau tidak. ODHA dilihat se-
merupakan kalangan pengguna narkoba suntik. bagai suatu masalah, bukan sebagai bagian dari
Perilaku seksual dari pemuda-pemudi pendatang solusi untuk mengatasi masalah, sebuah proses
dari luar daerah yang kos tanpa pengawasan yang seharusnya mendorong penerimaan ter-
dari pemilik rumah di Yogyakarta menyubur- hadap kondisi mereka. Namun, masyarakat dan
kan penyebaran HIV/AIDS. Untuk mengetahui lembaga terkadang memberikan opini negatif
identitas responden berkaitan dengan penelitian serta memperlakukan ODHA sebagai warga
ini dapat dijabarkan pada Grafik 2. masyarakat kelas dua atau inferior, sehingga
Responden yang berasal dari ODHA (orang dapat menyebabkan melemahnya kualitas
dengan HIV/AIDS) 5 orang (16,6 persen), hidup ODHA (Agung, 2009). Berdasarkan ha-
responden OHIDA (orang yang hidup dengan sil wawancara dengan responden, pengetahuan
penyandang HIV/AIDS) 5 orang atau (16,6 masyarakat tentang penyebaran penyakit HIV/
persen), sedangkan responden dari unsur tokoh AIDS dapat dijelaskan dalam Grafik 3.
masyarakat 7 orang (23,3 persen). Responden

215
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 211 - 224

Grafik 3 menyadari bahwa aku mengidap HIV, setelah


Pengetahuan Responden tentang dorongan dari beberapa sahabatku menyarankan
Cara Penularan HIV/AIDS agar saya mengikuti test di klinik kesehatan.
Hasil dari tes tersebut sangat mengagetkan dan
membuat aku nggak pernah menyangka akan
terjangkit penyakit ini. setelah mendengar hasil
tes, sukar menerima kenyataan dan gak dipercaya
rasanya ingin mati saja dan Aku merasa terpu-
kul!”. “Hidup saya terasa hancur, Saya frustrasi.
Saya bingung dan harus apa. Saya mengalami
depresi berat. Hidup saya habis hanya karena be-
berapa malam saya melakukan hubungan seksual
Sumber: Jawaban Responden (N=30) dengan pekerja seks. Saya takut dan tidak bisa
tidur, saya merasa terkucilkan dan takut keluarga
Menurut hasil wawancara tentang pengeta- mengetahui penderitaanku.”
huan responden tentang cara penularan yang dia- Perilaku seksual di usia pra-nikah dan pe-
lami oleh penyandang HIV/AIDS, kebanyakan makaian obat-obatan terlarang bagi pengguna
responden menyatakan akibat dari seks bebas injecting drug user (IDU) atau narkoba dengan
(33 persen), sedangkan yang tidak tahu cara jarum suntik, menempati peringkat kedua ter-
penularannya yaitu 23 persen. Ada juga yang banyak. Penggunaan narkoba yang dilakukan
salah memahaminya dengan mengatakan bahwa bersama-sama merupakan hal untuk mengu-
penyakit tersebut ditularkan apabila bersentuhan rangi rasa takut kepada aparat, takut kepada
dengan penyandang HIV/AIDS, artinya mereka rasa bersalah karena menggunakan zat terlarang,
tidak mengatahui penularan penyakit HIV/AIDS. takut ketahuan oleh keluarga atau masyarakat
Pengetahuan responden tentang penyebaran di sekitarnya. Pengetahuan masyarakat tentang
melalui penggunaan jarum suntik sebanyak 17 penyebaran HIV/AIDS karena seks bebas 33
persen. Mereka mengetahui penyebaran penyakit persen, akibat dari tertular pasangan suami/istri/
HIV/AIDS akibat pengguna narkoba meng- pacar 10 persen. Artinya pengetahuan responden
gunakan media jarum suntik bersama-sama. tentang penyebaran penyakit akibat hubungan
Informasi mengenai penggunaan jarum suntik seks yang tidak aman sudah cukup baik, sedang-
sebagai media penularan penyakit HIV/AIDS kan pengetahuan responden tentang HIV/AIDS
kurang begitu dipahami oleh responden. Mereka akibat transfusi darah 17 persen. Responden
tidak menyadari dampak dari penggunaan jarum menjelaskan tentang teman terkena HIV/AIDS
suntik secara bersama-sama dapat menularkan padahal dia belum menikah dan tidak pernah
penyakit HIV/AIDS, alasannya penyandang memakai narkoba apapun, setelah ditelusuri dia
HIV/AIDS menggunakan jarus suntik bersama- tertular penyakit ini karena transfusi darah akibat
sama karena selain ekonomis juga menjaga kecelakaan yang pernah dialaminya. Dampak
solidaritas kelompok pengguna narkoba. yang dirasakan setelah dia mengalami radang
Salah seorang responden ODHA mengung- saluran pernafasan atas yang berulang-ulang,
kapkan pengalamannya, sebut saja MJ 32 Th): kemudian setelah tes HIV ternyata positif.
“Saya seorang laki-laki yang berusaha menjaga Masyarakat seharusnya memberikan du-
syahwat. Tapi, setelah melakukan hubungan kungan, khususnya dukungan emosional pada
seksual dengan beberapa pekerja seks. Selain ODHA sehingga permasalahan yang dialami
pengalaman itu saya pernah menggunakan suntik oleh ODHA tidak meluas. Ketika ODHA su-
ketika menggunakan narkoba...karena hal terse- dah mencapai masa AIDS, keluarga dan teman
but pada akhirnya saya cek darah “Saya baru serta lingkungannya diharapkan memberikan

216
Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS (Soetji Andari)

dukungan yang positif agar semangat hidupnya tidak dapat menyebutkan satu pun penyebab
tetap tinggi. Masyarakat mempunyai beberapa HIV/AIDS. Artinya pengetahuan masyarakat
tanggung jawab yang sangat penting untuk lingkungan sekitar penyandang HIV/AIDS tidak
penanggulangan HIV/AIDS, yaitu mencari dan banyak yang tahu tentang penyebaran penyakit
memberikan informasi yang jelas dan benar HIV-AIDS, hal ini terjadi karena pemukiman
kepada orang yang memerlukannya tentang yang padat di tengah kota. Penduduk sekitar
penularan HIV/AIDS, bersikap bersahabat, menghabiskan waktu untuk mencari uang,
tidak menggosipkan, dan meremehkan ODHA, petugas sudah sering melakukan sosialisasi
mendukung dan membantu program pemerintah baik langsung maupun tidak langsung kepada
dalam penanggulangan HIV/AIDS, membantu masyarakat tentang penyebaran penyakit HIV/
ODHA menemukan mekanisme pertahanan yang AIDS tetapi kepedulian masyarakat rendah, se-
sehat, termasuk sikap yang selalu positif dalam hingga tidak mengetahui penyeberan penyakit.
menghadapi begitu banyak tantangan dan stres Sebagai contoh, menyosialisasikan pencegahan
dalam perjalanan penyakitnya, dan membantu dan bahayanya HIV/AIDS dengan cara me-
ODHA membangun strategi untuk berhadapan nyebarkan brosur tidak ditanggapi masyarakat,
dengan krisis nyata yang mungkin terjadi, baik banyak yang membuang brosur tersebut tanpa
dalam kesehatan maupun sosioekonomi. dipahami lebih dalam isi pesannya.
Kegiatan Sosialisasi bertujuan memberikan
3. Pengetahuan Masyarakat tentang Penya- pengetahuan dan wawasan kepada peserta sosia-
kit HIV/AIDS lisasi tentang hal-ihwal HIV/AIDS belum mam-
Dari hasil wawancara dengan responden pu meningkatkan informasi mendalam mengenai
mengenai pengetahuan dan pemahaman tentang penyebaran dan informasi penyakit HIV/AIDS.
Penyakit HIV/AIDS dapat terlihat pada Grafik 4. Minat masyarakat tentang layanan kesehatan
berupa pengecekan dan konsultasi HIV dan
Grafik 4 AIDS masih minim. Akibatnya, banyak orang
Pengetahuan Responden tentang Penyakit dewasa mengalami gejala HIV dan AIDS tidak
HIV/AIDS segera memeriksakan diri sehingga berpotensi
menularkan pada orang lain. Masih rendahnya
pengetahuan dan pemahaman yang benar akan
HIV/AIDS membuat pencegahan HIV-AIDS
belum maksimal serta memunculkan stigma
dan diskriminasi bagi Orang Dengan HIV-AIDS
(ODHA). Salah satu tokoh masyarakat GH (45
thn) menggambarkan tentang penyakit HIV/
AIDS, sebagai berikut.
Sumber: Jawaban Responden (N=30)
“Saya sesungguhnya sangat takut terhadap
Keterangan : Kurang apabila tidak dapat menyebutkan orang yang terkena penyakit tersebut, selain
satupun penyebab HIV/AIDS takut menyebarkan penyakitnya ke kelu-
Cukup apabila dapat menjelaskan lebih dari 1 penyebab arga dekat juga kepada masyarakat sekitar,
HIV/AIDS meskipun saya tahu bahwa penularannya
Baik apabila dapat menjelaskan lebih dari 3 penyebab
tidak mudah, seperti bersentuhan dengan
HIV/AIDS
penderita HIV/AIDS. Kemajuan dunia ke-
dokteran saat ini telah mampu mengatasi
Dalam Grafik 4, ternyata 50 persen dari
penyebarannya, meskipun belum ada obat
responden dari unsur masyarakat yang tinggal
yang ampuh yang dapat menyembuhkan
di sekitar lingkungan penyandang HIV/AIDS
penyakit tersebut.”

217
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 211 - 224

Tingkat pengetahuan yang dimiliki, baik ODHA mendapat pengetahuan tentang HIV/
oleh teman sebaya (peer group), maupun tokoh AIDS dengan baik karena pernah mengikuti
masyarakat, cukup baik karena mereka mampu konseling setelah dinyatakan positif HIV yang
menjelaskan lebih dari satu penyebab penyebar- dilakukan oleh petugas medis di rumah sakit
an HIV/AIDS. Demikian pula dengan ODHA pada saat pemeriksaan dan perawatan, sedangkan
dan OHIDA yang dijadikan responden, penge- bagi OHIDA pengetahuan tentang penyebaran
tahuan dari semua responden mengetahui cukup HIV/AIDS melalui petugas medis setelah pe-
baik mengenai penyebab penyebaran HIV/AIDS. nyakit ini menimpa salah satu keluarga mereka.
Mereka dapat menerangkan tentang penyebaran Keluarga sebagai OHIDA merupakan pihak per-
penyakit HIV/AIDS antara lain disebabkan dari tama yang berhak dan berkewajiban mengetahui
pemakaian jarum suntik bergantian, hubungan atas kondisi ODHA. Namun pada kenyataanya
seks tidak aman, berganti-ganti pasangan, dan tempat makan, tempat tidur, dan alas kasur
transfusi darah. Sebagian besar ODHA berupaya penderita HIV/AIDS dibakar begitu keluar dari
untuk mengasingkan diri dari pergaulan. Hal ruang perawatan. Mereka juga dilecehkan, diu-
tersebut wajar, karena memang mereka merasa sir, disisihkan dari lingkungan dan masih sering
terasing. Masih saja ada anggapan buruk dan menjadi ‘santapan’ sehari-hari. Penderita HIV/
perlakuan diskriminatif terhadap mereka yang AIDS juga belum bisa diterima oleh lingkungan
sudah terinveksi HIV/AIDS, akhirnya ODHA kerja mereka sampai akhirnya dengan cara ha-
menjadi orang yang tidak mau terbuka karena lus si penderita diminta untuk berhenti bekerja,
takut statusnya diketahui oleh orang lain. padahal penderita selama ini menjadi tulang
Pengidap HIV/AIDS memiliki kebutuhan- punggung bagi nafkah keluarga.
kebutuhan khusus terutama bagi OHIDA dalam ODHA dikucilkan oleh masyarakat sekitar
menetapkan tujuan pendampingan antara lain. sehingga seharusnya keluarga yang menjadi
Pertama, membantu ODHA mempertahankan pendamping, pendukung, dan pelindung bagi
kontrol akan hidupnya dan membantu menemu- ODHA. Untuk menjadi pendamping ODHA,
kan mekanisme pertahanan yang sehat, termasuk seorang harus mengutarakan kejujuran ter-
sikap yang selalu positif dalam menghadapi lebih dahulu, paham seluk beluk HIV/AIDS,
begitu banyak tantangan dan stres dalam per- mengenali watak dari ODHA sehingga sebagai
jalanan penyakitnya. Kedua, membantu ODHA pendamping, orang tersebut bisa memahami
menghadapi perasaan bersalah, penyangkalan, ODHA. Meskipun keluarga sebelumnya tidak
panik, dan putus asa. Ketiga, berupaya untuk memiliki pengetahuan tentang penyakit ini
menciptakan perasaan self-respect (menghormati secara mendalam.Jika dalam keluarga ODHA
diri sendiri) dan menyelesaikan konflik mereka sudah dikucilkan bagaimana dengan dunia di
jika ada (misalnya homoseksualitas, penggunaan luar keluarga. Sudah seharusnya keluarga yang
obat-obat terlarang, dan sebagainya). Keem- menjadi pendamping, pendukung, dan pelindung
pat, membantu ODHA berkomunikasi dengan bagi ODHA.
keluarga, pasangan hidup dan teman-teman Salah satu tempat terbaik untuk merawat
mengenai penyakit mereka dan rasa takut akan ODHA adalah di rumah, dengan dikelilingi oleh
penolakan serta ditinggalkan. Juga membantu orang-orang yang mencintainya. Banyak ODHA
mereka membina hubungan interpersonal yang dapat tetap hidup aktif untuk waktu lama. Se-
memuaskan. Kelima, membantu ODHA dalam bagian besar waktu ODHA tidak perlu dirawat
membangun strategi untuk berhadapan dengan di rumah sakit akan tetapi di rumah. Dirawat di
krisis nyata yang mungkin terjadi, baik dalam rumah biasanya lebih murah, lebih menyenang-
kesehatan maupun sosioekonomi, dan hal-hal kan, lebih akrab, dan membuatnya bisa mengatur
dalam kehidupan lainnya (Psikologizone, edisi hidupnya sendiri. Sebenarnya, penyakit yang
17 Des 2010). berhubungan dengan ODHA biasanya akan

218
Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS (Soetji Andari)

cepat membaik, dengan kenyamanan di rumah, penularan HIV/AIDS. Selain itu dijumpai ban-
dengan dukungan dari teman dan orang-orang yak keluarga menyembunyikan anggota keluarga
yang dicintai. yang terinfeksi HIV. Masyarakat sekitar hanya
Intervensi tingkat individu (Individu Level) mengetahui bahwa penyakit ini dapat menular,
peningkatan pengetahuan individu tentang HIV/ dan belum ada obatnya, sehingga mereka sangat
AIDS dan PMS, promosi positif terhadap seks takut terhadap ODHA. Masyarakat melihat pe-
aman, dan meningkatkan keterampilan dalam nyandang HIV/AIDS sebagai stigma, yang ada
menerapkan perilaku seks aman. Intervensi pikiran mereka bahwa AIDS merupakan jenis
tingkat kelompok (Group Level), menciptakan penyakit yang mematikan, mengerikan, bahkan
norma-norma sosial untuk membantu kelompok- membahayakan bila terjangkit pada manusia.
kelompok masyarakat menerapkan perilaku seks Dalam hal penanggulangan HIV/AIDS,
aman. Di tingkat masyarakat (Community Level) penyuluhan oleh petugas kesehatan atau oleh
mengubah situasi dan factor risiko penularan sektor-sektor lain yang terkait biasanya dilaku-
HIV dengan menghilangkan hambatan-hambatan kan kalau ada permintaan dari masyarakat.
terjadinya perubahan perilaku, melalui: Intervensi dalam pencegahan penyebaran HIV/
1. Meyakinkan tokoh panutan masyarakat agar AIDS menjadi 3 tingkatan intervensi, antaralain:
remaja/pemuda memiliki pengetahuan dan counseling, advoactive, dan AIDS awareness
kemampuan yang cukup untuk melindungi campaign (penyuluh lewat berbagai media).
diri. Banyak dilaksanakan di lapangan adalah pe-
2. Mengusahakan agar persediaan alat kon- nyuluhnya melalui ceramah (AIDS awareness).
trasepsi mencukupi, kualitas baik dan harga Jenis KIE ( Komunikasi, informasi dan Edukasi)
yang terjangkau. hanya menyentuh domain kognitif masyarakat
3. Mengembangkan pelayanan penyakit menu- umum atau kelompok masyarakat yang dijadikan
lar seksual (PMS) yang mudah terjangkau sasaran program. Konseling ditujukan untuk
oleh masyarakat yang membutuhkan. individu atau grup kecil, berdasarkan kebutuhan
4. Mengupayakan agar pendidikan agama klien. Tujuannya untuk membantu klien mampu
tidak hanya dogmatis tetapi mudah dihayati keluar dari kemelut permasalahannya, sehingga
oleh umat yang dapat diterapkan dan dira- mereka mampu mengambil keputusan lebih
sakan dalam kehidupan sehari-hari (Gde rasional, bertanggung jawab dan benar-benar
Muninjaya,1999) menyadari akibat dari keputusan yang diambil.
Advokasi ditujukan untuk mengubah sikap atau
Pada dasarnya orang yang mendiskriminasi mitos yang berkembang pada diri individu di-
ODHA karena orang tersebut tidak paham akan tujukan untuk mengubah kebijakan pemerintah
penyakit HIV/AIDS dan penularannya. Mere- dalam penanggulangan HIV/AIDS.
ka belum pernah membayangkan bila mereka Sampai sekarang penyakit ini belum ditemu-
juga suatu saat terinfeksi HIV AIDS. Dari fakta kan obatnya, dan penyandang HIV/AIDS di
dilapangan pengetahuan masyarakat tentang dunia mengalami peningkatan dari tahun ke
penyakit HIV/AIDS, bahwa penularan penyakit tahun. Masyarakat yang mengetahui enggan ber-
tersebut dapat terjadi melalui hubungan intim gaul dengan penyandang HIV/AIDS sehingga
saja, padahal penyakit ini bisa saja tertular selalu menjauhinya. Namun tidak demikian de-
melalui berbagai cara seperti jarum suntik yang ngan kelompok sebaya atau peer grup, mereka
digunakan bersama-sama, dan transfusi darah. cukup memahami penyebab penularan penya-
Pengetahuan masyarakat tentang penyebaran kit ini. Mereka mengetahui setelah salah satu
HIV/AIDS masih rendah, mereka memiliki keta- dari mereka terjangkit HIV/AIDS. Solidaritas
kutan yang besar terhadap penderita HIV/AIDS mereka cukup tinggi meskipun salah satu dari
karena minimnya pengetahuan tentang pola mereka tejangkit penyakit ini tapi berkumpul

219
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 211 - 224

dalam kelompok tersebut masih tetap mereka mental dan penderitaan batin karena sebagian
jalankan. Dalam kelompok ini memiliki minat besar orang di sekitarnya akan mengucilkan atau
bersama antara lain suka menenggak minuman menjauhinya. Penderitaan akan bertambah lagi
keras bersama, “ngoplo”, bahkan menggunakan akibat tingginya biaya pengobatan. Bahaya AIDS
zat terlarang secara bersama di sebuah tempat yang lain adalah menurunnya sistim kekebalan
yang biasa mereka berkumpul. tubuh, sehingga serangan penyakit yang biasanya
tidak berbahaya pun akan menyebabkan penyan-
Grafik 5 dang sakit, bahkan meninggal.
Pengetahuan Responden tentang Bahaya Semua responden ODHA dapat menjelaskan
Penyakit HIV/AIDS bahaya dari penyakit ini karena mereka pernah
melakukan VCT atau Voluntary Conseling and
Testing, yang merupakan kegiatan konseling
atau pengarahan yang diberikan oleh seorang
konselor kepada seorang yang akan melakukan
tes HIV dan meyakinkannya sebelum ia melaku-
kan tes HIV, atau untuk mengetahui sejauhmana
seseorang beresiko tertular HIV. Konseling
diberikan kepada orang yang ingin mengetahui
informasi mengenai HIV dan AIDS secara lebih
Sumber : data primer n = 30 mendalam. Konseling bertujuan menyiapkan
Keterangan : Kurang apabila tidak dapat menyebutkan
satupun bahaya penyakit HIV/AIDS. Cukup apabila dapat mental orang yang akan melakukan tes HIV
menjelaskan lebih dari 1 bahaya penyakit HIV/AIDS. Baik apabila hasil tesnya positif. Konseling bersifat
apabila dapat menjelaskan lebih dari 3 bahaya penyakit rahasia dan dilakukan di sebuah ruangan tertutup
HIV/AIDS yang di dalamnya hanya terdapat konselor dan
kliennya. VCT tidak hanya dilakukan sebelum
Mengacu pada grafik 5 di atas, ternyata ham- tes HIV. Konseling juga dilakukan setelah tes.
pir semua responden termasuk tokoh masyarakat Jika hasil tes seorang positif, konseling ini akan
dan penduduk sekitar banyak yang belum menge- memberikan dukungan moril kepada orang
tahui bahaya penyakit ini. Pengetahuan menge- tersebut.
nai bahaya penyakit HIV/AIDS pada masyarakat Melalui konseling responden akan menge-
sekitar masih rendah, hal tersebut diketahui tahui cara-cara menghindari penularan HIV
bahwa 50 persen responden tidak dapat menye- kepada orang lain. Mereka juga akan dibantu
butkan bahaya HIV/AIDS, sedangkan 25 persen untuk dapat menghadapi dan menjalani kehidup-
responden dapat menjelaskan 1 bahaya penyakit an secara positif. Jika hasil tes yang didapatkan
ini. Mereka hanya tahu bahwa HIV/AIDS belum negatif, VCT tetap dilakukan. Konseling akan
ada obatnya dan berbahaya karena penyandang memberikan pengetahuan tentang bagaimana
kehilangan kekebalan tubuh. ODHA memiliki menghindari penularan HIV, memperlakukan se-
pengetahuan lebih baik dibandingkan responden orang penyandang HIV, dan menanggulangi HIV
lain mengenai bahaya HIV/AIDS. Bahaya orang di masa mendatang. Dalam kelompok OHIDA,
yang telah mengidap virus AIDS akan menjadi hanya 1 responden yang tidak dapat menjelaskan
pembawa dan penular AIDS selama hidupnya, mengenai bahaya penyakit ini, mereka lebih tahu
walaupun tidak merasa sakit dan tampak sehat. bahaya dari penularan virus HIV/AIDS karena
AIDS juga dikatakan penyakit yang berbahaya mereka hidup dengan ODHA.
karena sampai saat ini belum ada obat atau vak- Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan
sin yang bisa mencegah virus AIDS. Orang yang terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem
terinfeksi virus AIDS akan merasakan tekanan kekebalan tubuh baik. Kebanyakan kondisi

220
Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS (Soetji Andari)

tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi/ Dengan HIV/AIDS). Masyarakat yang rendah
jamur dan parasit, biasanya dikendalikan oleh pengetahuannya akibat kurangnya sosialisasi
unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak mengenai penyebaran penyakit ini selalu ber-
HIV. Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling anggapan bahwa penyandangHIV/AIDS adalah
umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV, seseorang yang berperilaku buruk, cenderung
penyandang AIDS beresiko lebih besar men- melakukan seks bebas.
derita kanker seperti sarkoma kaposi, hepatitis, Akibat kurangnya pengetahuan dan informasi
kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan tentang penyebaran penyakit HIV/AIDS, ODHA
yang disebut limfoma. Biasanya penyandang menjadi ancaman di masyarakat. Seringkali
memiliki gejala infeksi sistemik, seperti demam, mereka mendapatkan perlakuan diskriminatif
berkeringat (terutama pada malam hari), pem- dari orang-orang di sekitarnya. Perlakuan ini
bengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, dilakukan oleh keluarga, lingkungan masyarakat,
serta penurunan berat badan6. bahkan petugas kesehatan. ODHA akan menga-
lami berbagai masalah seperti dikucilkan teman,
Grafik.6 bahkan oleh keluarga sendiri. ODHA menjadi
Pengetahuan Responden tentang takut untuk berbagi pengalaman, takut akan
Dampak Penyebaran HIV/AIDS reaksi dan penerimaan orang lain atas dirinya,
orang lain pun pasti akan menjaga jarak.
Persepsi bahwa pengidap adalah pembawa
virus berbahaya memunculkan perilaku dis-
kriminatif. Keluarga dan masyarakat cenderung
melakukan tindak pengucilan pada ODHA. Mi-
salnya, tidak mengizinkan anggota keluarga
untuk mendekat pada ODHA, tidak diakui se-
bagai anggota keluarga lagi, mengusir ke ping-
Sumber: Jawaban Responden (N=30) giran desa, dan mengucilkan dari pergaulan
Keterangan:
Kurang apabila tidak dapat menyebutkan satupun dampak
kemasyarakatan. Hasil penelitian tentang penge-
HIV/AIDS. Cukup apabila dapat menjelaskan lebih dari 1 tahuan dampak penyebaran penyakit HIV/AIDS
dampak HIV/AIDS. Baik apabila dapat menjelaskan lebih pada peer group atau teman sebaya sebanyak
dari 3 dampak HIV/AIDS 37,5 persen dapat menjelaskan dampak pe-
nyebaran HIV/AIDS. Penjelasanannya, bahwa
Pengetahuan responden mengenai dampak dampak dari penyakit ini tidak punya kekebalan
dari penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada sehingga rentan terhadap berbagai penyakit,
Grafik 6, pengetahuan mengenai dampak pada seperti hepatitis dan tumor. Pengetahuan tokoh
masyarakat sekitar, 42 persen atau hampir sete- masyarakat hampir semua mengetahui dampak
ngah responden kurang mengetahui dampak dari penyakit HIV/AIDS lebih dari satu jawaban.
penyebaran HIV/AIDS karena tidak dapat Responden dari kalangan tokoh masyarakat men-
menjelaskan satu pun dampak penyakit terse- jelaskan, dampak penyakit ini adalah dijauhi dari
but. Sisanya, 48 persen responden hanya dapat masyarakat sekitar karena mereka ketakutan akan
menjelaskan satu dari dampak penyebaran HIV/ tertularnya penyakit ini, timbulnya stigmatisasi,
AIDS. Hal ini berarti masyarakat sekitar masih diskriminasi dan pelanggaran hak azasi manusia
banyak yang belum mengetahui secara jelas (HAM) terhadap pengidap dan keluarganya.
dampak penyebaran penyakit tersebut. Rendah- Diskriminasi masih ditemukan pada tempat pe-
nya pengetahuan HIV/AIDS dapat menyebabkan layanan kesehatan, sekolah, tempat kerja, bahkan
masyarakat tersebut menjauhi ODHA (Orang pada kehidupan sehari-hari masyarakat.

221
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 211 - 224

D. Penutup HIV/AIDS belum maksimal dan memunculkan


Kesimpulan: Meningkatnya jumlah penyan- stigma dan diskriminasi bagi Orang Dengan
dang HIV/AIDS atau Orang Hidup Dengan HIV/ HIV/AIDS (ODHA).
AIDS (ODHA) memunculkan pertanyaan subs- Saran: Untuk mengurangi dampak yang
tantif pemikir pada area sosial tentang ODHA lebih dalam bagi penyandang HIV/AIDS perlu
yang dapat hidup di lingkungan sekitarnya. ada pencegahan terhadap keluarga dan individu
Hal tersebut diiringi asumsi bahwa penyandang dari penularan HIV/AIDS yang salah satu ang-
HIV/AIDS tidak dapat hidup di masyarakat gotanya adalah ODHA. Mereka, baik ODHA
akibat pengetahuan mengenai penyakit ini di maupun OHIDA yang hidup berdampingan
masyarakat sekitar kurang, karena sosialisasi dengan penderita HIV/AIDS, selain harus dapat
yang diberikan oleh instansi terkait belum me- hidup secara wajar juga harus didukung oleh
madai. Kurangnya sosialisasi pada masyarakat masyarakat sekelilingnya. Permasalahan HIV/
menyebabkan penyandang HIV/AIDS merasa AIDS harus dihadapi secara bersama dan ter-
semakin terpuruk akibat dijauhi masyarakat. buka melalui kegiatan saling tukar pengalaman,
Pengetahuan masyarakat tentang penyebaran informasi, memberikan dukungan kebersamaan
HIV/AIDS masih rendah, mereka memiliki dalam mengatasi masalah. Suatu masalah pada
ketakutan yang besar terhadap penderita HIV/ dasarnya akan lebih ringan apabila dapat disele-
AIDS karena minimnya pengetahuan tentang saikan secara bersama. Pemerintah hendaknya
pola penularan HIV/AIDS. Banyak keluarga memberi dukungan kepada ODHA dan OHIDA
menyembunyikan anggota keluarga yang terin- dalam mengatasi penyakit ini, membantu dalam
feksi penyakit HIV/AIDS, karena ketidaksiapan memulihkan diri mereka, dan menyosialisasikan
menerima konsekuensi secara psikologi atau rasa penyakit HIV/AIDS agar penyebaran penyakit
malu akibat kurangnya pengetahuan masyarakat tidak meluas.
tentang penyakit tersebut berdasarkan norma
kehidupan dalam masyarakat setempat sehingga Pustaka Acuan
menimbulkan stigma terhadap orang yang posi- Aris Ananta, (1994), Biaya HIV/AIDS di Indonesia, Ja-
tip HIV. karta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI.
Bambang Sudibyo S, (2004), Pengantar Metode Peneli-
Terapi pemulihan bagi pecandu narkoba de- tian, edisi revisi, Bandung: STIE-STIMIK PASIM.
ngan sesama pecandu membantu pecandu yang Gde Muninjaya, (1999), AIDS di Indonesia Masalah dan
lain untuk mengubah pola pikir. Peran orang tua Kebijakan Penanggulangannya, Jakarta: Penerbit
dan keluarga sangat membantu dalam meningkat- Buku Kedokteran EGC.
kan percaya diri penyadang HIV/AIDS. Semua ————, (1998), AIDS dan Kebijakan penanggulangan-
nya di Indonesia, Jakarta: Buku Penerbit Kedokteran
keluarga besar yang membantu masa penyem- EGC.
buhan menggambarkan segala bentuk stigma dan Husein Umar, (2003). Metode Riset Bisnis, Jakarta: Gra-
diskriminasi terhadap ODHA maupun OHIDA, media Pustaka Utama.
hal tersebut bersinggungan dengan hak asasi ma- Hutapea, Ronald, (1995). Pencegahan AIDS. Dalam: AIDS
nusia penyandang HIV/AIDS. Akibat kurangnya & PMS dan Perkosaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Moleong, L.J., (2007). Metode Penelitian Kualitataif,
pengetahuan dan informasi tentang penyebaran Bandung : PT. Remaja Rosda
penyakit HIV/AIDS, ODHA menjadi ancaman Susi Adisti, (2007), Belenggu, Hitam Pergaulan dan
di masyarakat. Mereka mendapatkan perlakuan Hancurnya Generasi Akibat Narkoba, Jakarta: Restu
diskriminatif dari orang-orang disekitarnya. Per- Agung.
lakuan ini dilakukan oleh keluarga, lingkungan Syaiful W Harahap, (2000), Pers Meliput AIDS, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
masyarakat, bahkan petugas kesehatan. Masih Zubairi Djoerban, (2000), Membidik AIDS Ikhtiar Mema-
rendahnya pengetahuan dan pemahaman yang hami HIV dan ODHA, Yogyakarta: Galang Press.
benar akan HIV/AIDS membuat pencegahan

222
Pengetahuan Masyarakat tentang Penyebaran HIV/AIDS (Soetji Andari)

Website UNAIDS, WHO (2008) AIDS Epidemic Update. 2008.


Harahap, Syaiful W, (2003). Diskriminasi Terhadap Diakses tanggal 13
Pengidap HIV, Jakarta. Diperoleh dari: http://www. URL: http://www.wawasandigital.com/index.php?option=
kesrepro.info/?q=node/318 Diakses 16 Maret 2014 com_content&task=view&id
Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Istimewa Yo-
gyakarta (2014), http://aidsyogya.or.id/category/ Footnotes
data-hiv-aids/ 1
Rois Jajeli, Penderita AIDS di Indonesia 5.686 dan HIV
Sandy P. VCT Tonggak Hijrah Seorang Beresiko HIV/ 21.511 Orang, Detik.com edisi Rabu, 03/04/2013
AIDS. (2008). Diakses 12:28 WIB
September (2013). URL : http://www.surya.co.id/2009/ 2
Nursalam, & Ninuk Dian Kurniawati, (2007), Asuhan
06/16/kasus-hivaids-diindonesia-terus-naik.html. Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS,
September 2014 URL : http://www.who.int Jakarta: Salemba Medika. Hal 40.
Sugeng W. Kasus HIV/AIDS di Indonesia Terus Naik. 3
Gde Muninjaya, 1998, AIDS dan Kebijakan penang-
(2009). Diakses tanggal 17 gulangannya di Indonesia, Jakarta Buku Penerbit
Sulis S. Stop Stigmatisasi ODHA. 2008. Diakses tanggal Kedokteran, hal 9
17 September 20013. 4
Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Istimewa Yog-
tanggal 17 September 2009URL:http://www.jangkar.org/ yakarta 2012
index.php?option=com_content&task=view&id=18 5
Kompas edisi 21/11/2011
6&Itemid=28=28078&itemid=62 6
Ahamad Fanani, 2009, Kamus Kesehatan, Jakarta, Citra
Pustaka, hlm 12

223
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 211 - 224

224
8
Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir
Dampak Pembangunan Waduk Kedungombo
Social Change of Downstream Triangle Community
as an Impact of Kedungombo Dam Development

Gunanto Surjono
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), Badiklit Kesos,
Kementerian Sosial RI. Jl Kesejahteraan Sosial No 1, Nitipuran, Yogyakarta, Indonesia. Telpon (0274) 377265.
E-mail gunsuryo@yahoo.com. Diterima 9 Februari 2015, direvisi 20 Maret 2015, 17 April 2015.

Abstract

This research is done to describe social change on the community living at downstream triangle of Kedungombo
water reservoir, Central Java. Approaching model used in this research is quantitative-descriptive, which is implemented
through informants choosing, gahtering and analizing data techniques as follows: Informants are choosen purposively
those who saw and experieced their changing environment, form piece of farm land to water reservoir (dam). Data are
gathered through interview with informants through snowball technique. The research finds that a significant change hap-
pens to the downstream triangle community during 25 years of their environmental change on the aspect of communal
economy, family system, relation with local government, and local belief.

Keywords: Social Change; Community; Downstream Triangle

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan perubahan sosial pada komunitas masyarakat di daerah segitiga hilir
waduk Kedungombo, Jawa Tengah. Model pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif,
yang diimplementasikan melalui teknik pengumpulan data wawancara, pemilihan informan secara purposif dengan jumlah
yang ditentukan secara snowball terhadap informan yang mengalami perubahan alam lingkungan dari semula hamparan
tanah pertanian ke air waduk irigasi. Penelitian ini menemukan bahwa perubahan sosial terjadi dalam masyarakat segitiga
hilir dalam aspek ekonomi lokal, sistem kekeluargaan, hubungan dengan pemerintah setempat, dan kepercayaan yang
dianutnya setelah perubahan alam lingkungan berlangsung selama 25 tahun.

Kata Kunci: Perubahan Sosial; Komunitas; Segitiga Hilir

A. Pendahuluan pusat genangan. Disebut kontroversial karena


Pengalaman menunjukkan, bahwa kegiatan pelaksanaan pembangunan waduk Kedungombo
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah tidak semulus pembangunan waduk Jatiluhur,
dalam suatu negara yang semula direncanakan Purwakarta; Sempor, Kebumen; Gajahmung-
secara matang untuk kesejahteraan masyarakat, kur, Wonogiri; Wadaslintang, Wonosobo; dan
sering menimbulkan dampak perubahan sosial Karangkates, Malang. Sejak waduk Kedung-
negatif tidak terduga (unintended impact) bagi ombo mulai dioperasikan tahun 1989 dengan
masyarakat tertentu. Pembangunan waduk meninggalkan permasalahan bagi masyarakat
Kedungombo di Jawa Tengah, yang semula terdampak yang belum tuntas benar,1 ada be-
direncanakan untuk meningkatan kesejahteraan berapa perubahan sosial terjadi pada masyarakat
masyarakat melalui pembukaan lahan-lahan per- yang tempat tinggalnya terkena sasaran proyek.
tanian baru beririgasi teknis juga telah menim- Masyarakat tersebut adalah mereka yang tinggal
bulkan masalah kontroversial antara pemerintah di sebagian wilayah kecamatan Kemusu, Boyo-
dengan masyarakat desa yang tinggal di wilayah lali; kecamatan Geyer, Grobogan; dan kecamat-

225
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 225 - 236

an Sumberlawang, Sragen (disebut kemudian pencaharian, hubungan sosial, dan pola mobilitas
dengan masyarakat Segi Tiga Hilir).2 masyarakat.
Waktu telah melintas selama 25 tahun sejak
Waduk Kedungombo praktis digenangi pada C. Hasil dan Pembahasan (Perubahan Sosial
tahun 1989, masyarakat yang memilih bertahan Masyarakat Segitiga Hilir)
di sekitar genangan telah melakukan adaptasi Hubungan antarsistem yang teratur, seim-
berkaitan dengan perubahan lingkungan yang bang, dan bersatu, kemudian membawa ke arah
semula tanah pertanian ke hamparan air waduk, pemahaman sekilas, bahwa masyarakat yang di-
sehingga pola matapencaharian, hubungan pahami menurut fungsionalisme struktural cende-
sosial, mobilitas menghalami perubahan yang rung stabil dan statis. Namun Parsons (2014:
signifikan. Kondisi tersebut yang mendorong 230-231) menegaskan, bahwa teori tindakan
dilakukannya penelitian tentang perubahan so- sama-sama memperhatikan antara persyaratan
sial masyarakat di wilayah segitiga hilir (sekitar stabilitas dan perubahan, karena dalam mempela-
genangan waduk). Permasalahan yang diajukan jari mekanisme stabilitas juga harus mempelajari
dalam penelitian ini adalah sejauhmana pe- mekanisme pengubah, pemahamannya dapat
rubahan sosial yang terjadi pada masyarakat di dilakukan melalui struktur.
wilayah segitiga hilir dan apa makna subjektif Dalam tujuh ciri umum tentang fungsio-
keberadaan Waduk Kedungombo yang telah 25 nalisme struktural yang dikembangkan oleh Van
tahun melingkungi kehidupan mereka. Den Berghe (dalam Demerath, 2011: 294-295)
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi- terdapat dua ciri yang menyangkut perubahan
kan perubahan sosial sehubungan dengan pe- sosial. Pertama, perubahan berlangsung secara
rubahan alam lingkungan masyarakat wilayah lambat dan lebih merupakan penyesuaian diri.
segitiga hilir dari semula tanah pertanian ke air Kedua, perubahan sebagai hasil penyesuaian
waduk dan segala konsekuensinya bagi mata- terhadap apa yang terjadi di luar masyarakat
pencaharian, hubungan sosial, dan mobilitas bersangkutan, melalui penemuan internal. Neil
kehidupan mereka. Smelser (dalam Cuff et. al, 2014: 61) berpenda-
pat, karena berbasis pada kestabilan dan ketera-
B. Metode Penelitian turan tersebut biasanya perubahan sosial dalam
Model pendekatan yang digunakan dalam konsep fungsionalisme struktural selalu dimulai
penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif, de- dengan ketegangan (strain or tension) antarang-
ngan implementasi teknis pemilihan informan, gota dalam komunitas .
pengumpulan dan analisis data sebagai berikut. Neil Smelser (Cuff, et. al., 2014: 61), masih
Pemilihan informan dilakukan secara purposif, dalam konteks pengembangan persepsi fungsio-
dalam arti memilih kategori informan di wilayah nalisme struktural memandang perubahan sosial
segitiga hilir yang mengetahui dan mengalami berpendapat, bahwa adanya kebutuhan akan
perubahan lingkungan di wilayahnya sejak sebe- kegiatan produksi yang tidak memadai lagi yang
lum dan sesudah dijadikan waduk. kemudian mendorong perubahan sistem pada
Pemilihan informan ditentukan secara snow struktur sosial masyarakat. Namun perubahan
ball, dalam arti tidak menentukan jumlah, tetapi tersebut tetap dikendalikan oleh sistem nilai
kemudian dihentikan ketika data yang diperoleh yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan,
dari informan dipandang sudah memenuhi tujuan sementara menurut Talcott Parson (Ritzer, 2011:
penelitian. Pengumpulan data utama dilakukan 245), bahwa perubahan pada personality system
dengan teknik wawancara dengan informan. sangat dipengaruhi oleh sistem sosial dan budaya
Analisis data dilakukan secara deskriptif-kua- masyarakat tempat personal tersebut berada,
litatif yang meliputi aspek perubahan mata- yang dipersatukan oleh norma, nilai, dan moral

226
Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk Kedungombo (Gunanto Surjono)

yang dianut secara umum oleh masyarakat ber- niannya berada di lereng-lereng bukit (slope hill
sangkutan (Ritzer, 2011: 266). farming) sehingga aliran air sungai tidak dapat
Dalam kumpulan laporan tentang indikator terangkat ke atas. Kemanfaatan kelima sungai
sosial untuk pengembangan manusia (human besar bagi masyarakat Segi Tiga Hilir hanyalah
development) yang dilakukan oleh UNO for So- hasil ikan, yang menjadi sumber nafkah mayor
cial Condition (1976) dan Sheldon Moore (2010: setelah penghasilan minor dari sektor pertanian
57) diperincikan, bahwa indikator sosial meli- tadah hujan.
puti aspek: kependudukan, lingkungan, ilmu dan Masyarakat desa segitiga hilir memiliki
teknologi, seni dan kebudayaan, pekerjaan, jam pola kerja tidak seperti masyarakat desa pada
kerja, pendapatan dan pengeluaran, ketimpangan umumnya di Jawa, yang pada waktu tenggang
dan stratifikasi sosial, produksi dan konsumsi, kerja di sawah pergi berurbanisasi ke kota untuk
aktivitas politik, hiburan, media massa, hukum mencari pekerjaan, masyarakat Segi Tiga Hilir
dan kriminalitas, agama dan sistem kepercayaan, tidak suka mencari pekerjaan di kota (urbanisasi)
nilai, etika, dan hubungan antarkelompok sosial tetapi tetap bertahan di desa kecuali ke kota
(Miles, 2010: 138-139). untuk menjual hasil ikan yang mereka tangkap
Prakondisi: Dari data sekunder3 yang di- dari Waduk Kedungombo. Mereka tidak acuh
ambil dari 370 kepala keluarga diketahui, bah- terhadap pekerjaan formal sehingga jarang yang
wa mata pencaharian masyarakat Segi Tiga berminat menyekolahkan anaknya ke jenjang
Hilir sebagian besar adalah bertani (79 persen), pendidikan tinggi. Sikap tidak acuh terhadap
pedagang hasil bumi (12 persen), dan sisanya kehidupan formal tersebut dapat dirunut dari
(9 persen) sebagai pekerja di sektor formal sikap beberapa generasi sebelumnya, yang tidak
pemerintahan. Dari keterangan informan, 85 mau tunduk pada kekuasaan kerajaan Surakarta
persen masih bagian dari keturunan Etnis Samin, dengan tidak mau membayar pajak, tidak mau
yang pesebaran kehidupannya meliputi kawasan kompromi dengan pemerintahan Hindia Belanda
pegunungan Kapur Utara (sebagian kabupaten (di lain pihak pemerintah Hindia Belanda sendiri
Blora, Cepu, Rembang, Boyolali, dan Sragen). memang kurang berminat menguasai kawasan
Meskipun telah melewati beberapa generasi yang menjadi tempat tinggal masyarakat Segi
hidup bersosialisasi dengan masyarakat Jawa Tiga Hilir karena daerahnya kurang produktif).
pada umumnya, jalinan batin antarsesama etnis Setelah kemerdekaan, meskipun mereka menga-
Samin masih sangat kuat.4 kui pemerintahan republik, mereka masih se-
Masyarakat Segi Tiga Hilir memakai bahasa ring menunjukkan sikap kritis terutama apabila
komunikasi, cara berpakaian, dan alat kehidupan menghadapi kebijakan yang tidak sesuai dengan
sehari-hari tidak berbeda dengan yang digunakan aspirasinya.
masyarakat Jawa pada umumnya yang tinggal Sistem Keluarga: Sistem pembentukan
berdekatan dengan mereka. Hal yang membe- keluarga baru melalui perkawinan di kalangan
dakan dengan masyarakat Jawa pada umumnya masyarakat Segi Tiga Hilir masih lebih mengu-
adalah sikap hidupnya yang keras, ulet, kritis, tamakan memilih pasangan hidup dari sesama
solider, dan spontan sehingga tampak menonjol (internal) Etnis Samin. Masing-masing satuan
sebagai struktur komunitas sosial tersendiri. Ke- keluarga memiliki catatan jelas dalam ingatan
banyakan mereka hidup tenggang menenggang yang selalu di ceritakan pada generasi berikutnya
di sektor ekonomi pertanian berlahan kering. tentang garis keturunan mereka, mirip dengan
Lima sungai besar yang mengalir di kawasan sistem perkawinan keluarga Kalang di Kotagede,
dekat tempat tinggal masyarakat Segi Tiga Hilir Yogyakarta.5 Kepala keluarga, lelaki, masih ber-
(Serang, Lusi, Tuntang, Jragung, dan Juwana) fungsi menjadi penentu utama tanggung jawab,
tidak dapat memberi kemudahan irigasi tanah kebijakan, dan arah ketaatan dalam hubungan
pertanian pada mereka disebabkan lahan perta- fungsional anggota keluarga dan dengan anggota

227
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 225 - 236

komunitas masyarakat lain. Meskipun demikian, tidak memerlukan orang dengan pendidikan
hubungan fungsional suami-isteri, ayah-ibu- tinggi.
anak, dan antara saudara menyamping sangat Sistem Ekonomi dan Kemasyarakat:
egaliter, spontan, dan lugas. Hubungan fungsi- Meskipun masyarakat Segi Tiga Hilir telah me-
onal yang egaliter ini diekspresikan dengan lewati beberapa generasi, tetapi masing-masing
sistem komunikasi yang tidak menggunakan satuan keluarga masih memiliki lahan tanah yang
bahasa andhap-asor (stratified language) se- cukup untuk menafkahi secara subsistens keluar-
perti bahasa yang digunakan masyarakat Jawa di ga mereka. Satuan keluarga yang tidak memiliki
lingkungan Keraton, tetapi menggunakan bahasa cukup lahan untuk menghidupi keluarga biasa-
ngoko, bahkan dengan orang luar yang baru be- nya bekerja pada satuan keluarga yang memiliki
berapa saat dikenalnya pun mereka dengan cepat lahan lebih luas. Perbandingan pemilikan tanah
berubah menggunakan bahasa ngoko, sehingga sebagai alat produksi antara keluarga yang pa-
cepat terbangun suasana akrab dan egaliter. ling luas tanah pertaniannya dengan keluarga
Masyarakat Segi Tiga Hilir mengartikan yang paling sempit tanah pertaniannya di bawah
keluarga lebih extended, meliputi hubungan kelipatan enam, yang menurut Svalastoga (2013:
horisontal dan vertical. Hubungan fungsional 86) berperan besar pada sikap egaliter hubungan
antaranggota keluarga sangat terbuka, dalam arti fungsional antaranggota masyarakatnya.6
cepat dan mudah mengekspresikan kekecewaan Satuan keluarga yang masuk kelompok ber-
dan kepuasannya, kebencian dan kesenangan- lahan lebih luas adalah mereka yang lepas dari
nya, dalam interaksi sehari-hari. Sumber dan mainstream sikap hidup Masyarakat Segi Tiga
akumulasi penghasilan keluarga ditumpukan Hilir, yaitu menjadi pegawai negeri, atau peda-
pada satu orang, yaitu kepala keluarga, dan ang- gang hasil bumi. Kelompok tersebut berfungsi
gota keluarga yang lain meskipun sudah mampu sebagai katup pengaman ekonomi bagi satuan
bekerja sendiri (kecuali kalau sudah menikah) keluarga berlahan sempit dalam struktur sosial
cukup meminta sepanjang ada kebutuhan. Fungsi masyarakat Segi Tiga Hilir, melalui penyediaan
ayah-ibu menafkahi, mendidik, dan melindungi kesempatan kerja dalam pengelolaan sawah
serta mengawasi sosialisasi anak (William J. atau pada satuan keluarga berlahan sempit, atau
Goode, 1991: 186) dalam bayang-bayang ken- menggarap sawah dengan sistem bagi hasil.
dali norma kakek-nenek. Konkretnya, kakek dan Sistem pengupahan dalam hubungan kerja di
nenek, masih dirasa oleh cucu-cucunya memiliki sektor pertania diwujudkan dalam bentuk bawon
kedekatan hubungan batin tidak ubahnya dengan (bagian tertentu yang diberikan pekerja berdasar-
ayah-ibu mereka sendiri, yang nasihat, petuah, kan prestasi petik) khususnya di masa panen,
dan restunya dipandang sebagai sesuatu yang pada masa garap diwujudkan dalam jaminan
harus diperhatikan oleh generasi yang lebih makan dua kali sehari ditambah dengan uang
muda. sekadarnya yang jauhdari standar upah di kota.
Sistem tersebut diungkapkan dengan pang- Apabila pemilik sawah ingin menjual hasil
gilan Pak Tuwo dan Mbok Tuwo kepada kakek- panennya (tebas) kepada pedagang, pekerja
neneknya, dan biasanya ketika ekonomi ayah- yang semula ikut menggarap mendapat hak
ibunya belum mapan (masih keluarga muda) bagian kecil dari penjualan, sepadan dengan
pengasuhan anak masih dipegang oleh kakek- jumlah bawon yang biasanya didapat, meskipun
neneknya, sedang fungsi anak adalah membantu pekerja bersangkutan tidak ikut memanen tetapi
pekerjaan orangtua sampai kemudian menikah karena ikut menanam dan mengelola sehingga
dan hidup mandiri. Fungsi “membantu” tersebut mereka tetap mendapatkan hak atas hasil panen
yang kemudian membawa konsekuensi anak akhir. Apabila pemilik ingin memanen sendiri,
tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena mereka pekerja penggarap tetap mendapat hak previlige
berpendapat bahwa pekerjaan di sektor pertanian bagian khusus dari bawon dibandingkan dengan

228
Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk Kedungombo (Gunanto Surjono)

pekerja pemanen yang sejak awal tidak pernah hardjo (2011: 48) bahwa keluarga berlahan luas
terlibat dalam pengerjaan sawah. Hubungan membayar kewajiban banyak tetapi juga mem-
kerja dengan sistem tukar jasa tenaga kerja, peroleh hak lebih banyak. Akan tetapi sistem
seperti konsep Sosrodihardjo (2011: 91), juga sosial masyarakat segitiga hilir, kelompok berada
masih dilakukan masyarakat Segi Tiga Hilir, memiliki posisi donator semu bagi anggota yang
terutama bagi mereka yang memiliki lahan tanah masyarakat yang berekonomi miskin, sehingga
setingkat, dengan pertimbangan apabila mereka hak kelompok berada dalam meminjam uang
saling tukar tenaga (reciprocal) pekerjaan di atau bahan pangan di lumbung paceklik belum
sawah akan terasa lebih ringan karena dikerjakan tentu memiliki hak pinjam tinggi, bahkan tidak
bersama-sama. Sistem barter (urup-urup), yaitu pernah meminjam.
menukar hasil panen dengan makanan jadi (siap Hubungan dengan Pemerintah Setempat:
makan) juga masih dikenal masyarakat segitiga Sistem pemerintah desa di kawasan Segi Tiga
hilir. Hubungan kerja ini tidak dapat dilakukan Hilir tidak berbeda dengan sistem pemerintah
dengan baik manakala masyarakat Segi Tiga desa pada umumnya di Indonesia, yang berbeda
Hilir bekerja sama dengan masyarakat luar, hanyalah sistem implementasi sikap hubungan
karena berangkat dari tradisi ekonomi pertanian antara aparat dan warga. Kesempatan tertinggi
lokal yang berbeda.7 yang pernah dicapai oleh masyarakat Segi Tiga
Kelompok pemberi kerja dan pekerja, dalam Hilir dalam jabatan pemerintahan setempat
struktur sosial masyarakat Segi Tiga Hilir tidak adalah kepala desa. Hubungan fungsional aparat
dikenal diferensiasi sosial. Sebutan kelompok dan warga sangat egaliter, yang memang telah
elit seperti konsep Chambers (2013: 25) untuk dikenal dari basis sistem keluarga. Kebijakan
menyebut satuan keluarga dalam masyarakat pembangunan desa selalu diserap dari aspirasi
yang berlahan luas dan pedagangnya sebenarnya masyarakat, hubungan fungsional aparat dan
tidak tepat, karena hubungan fungsionalnya warga sejak RT sampai Kepala Desa ada dalam
dengan satuan keluarga berlahan sempit sangat suasana dialogis.
egaliter. Sikap egaliter tersebut dicerminkan Pelayanan administrasi kependudukan lebih
dengan adanya kebebasan dari warga biasa bersifat kekeluargaan, warga bisa dilayani kapan
untuk ikut menikmati barang-barang mewah dan di mana saja, di rumah aparat atau di kantor
(untuk ukuran desa) yang dimiliki oleh satuan desa, di pagi-siang-sore hari, tidak terikat jam
keluarga berlahan luas seperti televisi, sepeda kerja. Fungsi aparat lebih bersifat pangemong
motor, mobil, traktor, pada saat-saat tertentu praja dibandingkan pemerintah formal. Atribut
membutuhkan,8 sehingga yang dikenal dalam kekuasaan lebih luruh dalam hubungan fung-
struktur sosial masyarakat Segi Tiga Hilir lebih sional aparat dan warga seperti konsep Soetardjo
tepat kalau disebut stratifikasi sederhana tetapi dalam manunggaling kawulo gusti (dalam
fungsional dan kolektif. Sosrodihardjo, 2011: 12-15). Sikap kritis dan
Struktur Sosial yang terstratifikasi secara membantah sering ditunjukkan dalam merespons
fungsional ini tampak dari cara masyarakat Segi kebijakan “instruktif” pemerintah yang berkaitan
Tiga Hilir mengelola organisasi ekonomi desa, dengan desa tempat masyarakat Segi Tiga Hilir
yang disebut Lumbung Paceklik dalam organi- berada, khususnya kebijakan yang dikeluarkan
sasi tersebut keluarga berlahan pertanian lebih oleh aparat pemerintah di atas kepala desa.
luas membayar iuran padi lebih banyak, tetapi Namun sistem hubungan aparat dan warga
kemungkinan meminjam pada masa paceklik tersebut hanya sampai pada tingkat kepala desa,
lebih sedikit. Dalam pengelolaan Lumbung di atas tingkat tersebut (karena biasanya sudah
Paceklik ini sistemnya terbalik dibandingkan dijabat oleh orang yang bukan etnis Samin)
hubungan fungsionalnya dengan pemerintah, hubungan fungsional tidak dapat diekspresikan
seperti apa yang digambarkan oleh Sosrodi- lagi. Oleh karena itu, masyarakat Segi Tiga

229
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 225 - 236

Hilir apabila tidak dipaksa oleh keadaan, enggan Sistem keluarga, ekonomi dan kemasyara-
meminta pelayanan administratif pada pejabat katan, hubungan dengan pemerintah, dan ke-
di atas kepala desa, bahkan kalau bisa mereka percayaan setempat dalam struktur sosial
menghindari. masyarakat Segi Tiga Hilir tersebut saling ber-
Sistem Kepercayaan Setempat: Kebanyak- hubungan fungsional dalam mempertahankan
an masyarakat Segi Tiga Hilir belum menganut eksistensi dan integrasi hidup mereka melewati
agama wahyu (yang secara umum dikenal se- beberapa generasi. Hubungan antarsistem terse-
bagai Islam, Kristen, Budha, Hindu). Identitas but juga menjadi karakteristik spesifik sebuah
Islam hanyalah terbatas pada apa yang tercantum struktur sosial yang membedakan masyarakat
dalam KTP. Namun demikian, ada tiga pegangan Segi Tiga Hilir dengan masyarakat sekitarnya,
hidup, tri purusa, yang dipegang kuat dalam ke- dan menjadi defense mechanism dalam me-
hidupan mereka yaitu: (1) Percaya pada adanya neguhkan sikap, misalnya tidak berminat berur-
Tuhan pencipta alam semesta (2) Jangan berke- banisasi dan meraih kedudukan formal seperti
inginan untuk memiliki hak orang lain secara yang biasa dilakukan oleh masyarakat desa dari
tidak sah atau merugikan orang lain (3) Apabila daerah pertanian berlahan kering pada umumnya,
mampu, menolong orang yang membutuhkan.9 dan bangga dengan eksistensi diri mereka.
Pegangan hidup tersebut meskipun tidak diser- Timbulnya Faktor Pengubah: Hubungan
tai dengan konsekuensi ibadah lahir dan formal fungsional antarsistem dalam struktur sosial
seperti yang biasa dikenal dalam agama wahyu, masyarakat Segi Tiga Hilir yang berjalan
tetapi warga masyarakat Segi Tiga Hilir akan seimbang, teratur, dan dalam suatu kesatuan
merasa sempurna apabila dapat memenuhi tiga tersebut tiba-tiba terusik oleh adanya suatu
pegangan sederhana tersebut. berita kebijakan dari pemerintah yang isinya
Masyarakat Segi Tiga Hilir juga percaya akan menjadikan kawasan mereka sebagai lokasi
pada mitos-mitos tentang akan datangnya masa pembangunan waduk irigasi besar. Pemaknaan
kesengsaraan dan kebahagiaan. Mitos tentang masyarakat Segi Tiga Hilir dari basis sistem
adanya ramalan leluhur yang memprediksi akan yang mereka kenal, kebijakan tersebut sangat
datangnya kesengsaraan apabila ada ikan mema- instruksional, jauh dari tradisi sistem hubungan
kan bunga kelapa (iwak badher mangan mang- dengan pemerintah setempat (egaliter) yang
gar) masih mengisi benak warga masyarakat selama ini mereka pahami, apalagi adanya kon-
Segi Tiga Hilir, khususnya kelompok tuanya. sekuensi bahwa mereka harus pindah dari tempat
Juga mitos tentang akan datangnya kebahagiaan tinggalnya, bertransmigrasi atau pindah ke mana
apabila sudah ada Ratu Adil (Stanley, 2014: 69). saja mereka suka dengan uang sendiri.
Sesembahan ritual banyak ditujukan pada leluhur Namun kebijakan pemerintah tetaplah kebi-
yang dianggap menjadi cikal bakal mereka, jakan, terlepas dari respons dari masyarakat Segi
diwujudkan dengan kunjungan rutin mereka ke Tiga Hilir, pembangunan waduk yang kemudian
makam setiap Senin sore atau Kamis sore berte- dinamakan Kedungombo tetap dilaksanakan
patan dengan hari Jawa Kliwon (malem Selasa dan mulai operasi tahun 1989, setelah melalui
Kliwon atau Jumat Kliwon). Atau kepada dewi berbagai ketegangan. Dari data sekunder tentang
padi (Sri) dengan sesaji yang dibuat pada awal 300 kepala keluarga yang bertindak sebagai res-
tanam dan panen, dan juga pada penguasa desa, ponden pada waktu prakondisi, 11 (4 persen)
sungai besar, pohon, dan perempatan jalan dalam responden bersedia transmigrasi, 37 (12 persen)
manifestasi memberi sedekah kenduri tiap bulan, responden bertahan di tempat tinggal semula, dan
juga kerpercayaan terhadap makhluk-makhluk 252 (83 persen) menolak transmigrasi dengan
halus yang menurut Geertz (2011: 19-37) me- memanfaatkan kompensasi ganti rugi tanah un-
nyebut sistem kepercayaan ini sebagai varian tuk mencari tempat tinggal baru di lokasi yang
agama abangan. berdekatan dengan waduk.6 Dengan demikian

230
Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk Kedungombo (Gunanto Surjono)

benar menurut persepsi fungsionalisme struk- masyarakat Segi Tiga Hilir juga menurun rata-
tural (dalam Lauer, 2013: 106), bahwa faktor rata 35 persen, apabila dihitung dengan nilai
pengubah tersebut datangnya dari luar struktur belanja dan uang konkret.7
sosial masyarakat Segi Tiga Hilir, yaitu adanya Produk pertanian pascagenangan yang mam-
kebijakan dari pemerintah pusat untuk memba- pu dihasilkan oleh mereka hanyalah ketela,
ngun waduk irigasi Kedungombo. jagung, dan wijen. Suasana lingkungan yang
Hubungan antarsistem yang teratur, seim- dahulu berupa lahan tanah agraris berubah men-
bang, dan bersatu, kemudian membawa ke arah jadi hamparan air waduk (aquaris). Perubahan
pemahaman sekilas, bahwa masyarakat yang sistem-sistem dalam struktur sosial masyarakat
dipahami menurut fungsionalisme struktural cen- Segi Tiga Hilir tersebut adalah dalam rangka
derung stabil dan statis. Namun Parsons (2014: adaptasi lingkungan, sebagaimana menurut
230-231) menegaskan, bahwa teori tindakan persepsi Fungsionalisme Struktural (Van Den
sama-sama memperhatikan antara persyaratan Berghe dalam Demerath, 2011: 294-295), dalam
stabilitas dan perubahan, karena dalam mempela- rangka menuju pada keseimbangan, keteraturan,
jari mekanisme stabilitas juga harus mempelajari dalam mempertahankan eksistensi mereka.
mekanisme pengubah, hanya pemahamannya Dari pengamatan selama 10 tahun sejak waduk
harus melalui struktur dalam masyarakat. Kedungombo dioperasikan pada tahun 1989, pe-
Dalam tujuh ciri umum tentang fungsio- rubahan hubungan fungsional antarsistem yang
nalisme struktural yang dikembangkan oleh Van terjadi pada struktur sosial masyarakat Segi Tiga
Den Berghe (Demerath, 2011: 294-295), terdapat Hilir dapat dideskripsikan sebagai berikut.
dua ciri yang menyangkut perubahan sosial. Sistem Keluarga: Apabila pada masa pra-
Pertama, perubahan berlangsung secara lambat kondisi kepala keluarga menjadi sentral tang-
dan lebih merupakan penyesuaian diri. Kedua, gung jawab ekonomi seluruh anggota keluarga,
perubahan yang merupakan hasil penyesuaian pada masa pos-kondisi anggota keluarga teru-
terhadap apa yang terjadi di luar masyarakat tama yang telah dewasa secara ekonomi lebih
bersangkutan, melalui penemuan internal. Neil otonom. Perubahan tersebut disebabkan ditemu-
Smelser (dalam Cuff et. al, 2014: 61) berpenda- kannya lapangan pekerjaan baru yang berbasis
pat, karena berbasis pada kestabilan dan ketera- tidak pada lahan tanah keluarga secara turun
turan tersebut, biasanya perubahan sosial dalam temurun sehingga ada tradisi untuk menyerahkan
konsep fungsionalisme struktural selalu dimulai pendapatan dari hasil kerja pada kepala keluarga,
dengan ketegangan (strain or tension). Dalam tetapi berbasis pada lahan air waduk milik umum
konteks masyarakat segitiga hilir, perubahan so- sehingga tidak harus menyerahkan pendapatan
sial masyarakat menemui kebenarannya, karena dari hasil kerjanya pada kepala keluarga.
perubahan masyarakat segitiga hilir dimulai de- Pergeseran demografis dan sosialisasi dengan
ngan adanya ketegangan karena adanya kebijakan masyarakat Jawa yang menyebabkan masyarakat
dari pemerintah untuk membangun waduk irigasi Segi Tiga Hilir sekarang tidak lagi mendominasi
besar yang menggusur tempat tinggalnya. komunitas sosial, juga membawa konsekuensi
Pos-kondisi: Sejak waduk Kedungombo banyak warga dari etnis Samin yang kemudian
dioperasikan, masyarakat Segi Tiga Hilir meng- menikah dengan warga dari komunitas Jawa.
alami pergeseran demografis yang berkisar pa- Selama sepuluh tahun observasi, sudah ada 21
da rentang 15-25 kilometer dari tempat tinggal warga keturunan etnis Samin yang menikah
semula. Kondisi alat produksi yang berupa lahan dengan warga dari etnis Jawa. Letak pesebaran
tanah juga mengalami perbedaan drastis, kalau tempat tinggal di tempat yang baru yang terpisah-
dulu bisa ditanami padi sekarang tidak bisa pisah, meskipun masih dalam lingkungan satu
karena kualitas kesuburan tanah di tempat yang desa, juga menyebabkan jalinan antaranggota ke-
baru lebih buruk. Lahan tanah yang dimiliki

231
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 225 - 236

luarga yang dulu extended menjadi terbatas pada pekerja perahu penyebarangan untuk memenuhi
satu generasi vertikal ke bawah dan ke atas. kebutuhan mobilitas masyarakat Segi Tiga Hilir
Sistem Ekonomi dan Kemasyarakatan: ke daerah lain.
Dalam masa transisi ke bentuk lingkungan alam Kemampuan masyarakat Segi Tiga Hilir
baru tersebut, kelompok yang semula berlahan yang semula beradaptasi dengan lingkungan
tanah luas dan pedagang masih berfungsi sebagai tersebut disebabkan mereka sebelumnya telah
katup pengaman ekonomi masyarakat Segi Tiga memiliki elemen dasar sebagai nelayan sungai
Hilir. Dengan keluangan modal yang dimiliki, sebagai profesi minor di samping profesi mayor
mereka mampu jadi pioneer untuk melakukan sebagai petani. Elemen dasar tersebut yang
penemuan internal dalam bentuk alat produksi menurut Auguste Compte (dalam Etzioni, 2013:
guna menopang kehidupan mereka di tempat 51) mampu mendorong masyarakat ke arah
yang baru (faktor ini juga yang dikonsepsikan perubahan sosial. Perubahan pada alat dan sa-
oleh persepsi Strukturalisme Fungsional dalam rana produksi yang menyebabkan perubahan
memandang perubahan sosial). Perubahan sarana pada sistem dan struktur ekonomi tersebut juga
produksi yang semula dalam bentuk lahan perta- membawa perubahan pada organisasi ekonomi
nian ke bentuk lahan air, karena lahan pertanian setempat, yang semula berbentuk Lumbung
di tempat baru tidak menjanjikan lagi, telah men- Paceklik dengan sistem iur padi, menjadi Mina
dorong mereka untuk mengubah alat produksi Mukti dengan sistem iur uang.
yang semula dalam bentuk cangkul, garu, dan Sistem Hubungan dengan Pemerintah
bajak ke bentuk jarring, keramba, bubu, dan Setempat: Pergeseran demografis masyarakat
sampan. Kemampuan beradaptasi tersebut segera Segi Tiga Hilir ke tempat yang baru membawa
diikuti oleh kelompok yang semula petani berla- konsekuensi status kependudukan mereka dalam
han sempit (dengan penghasilan yang subsistens) struktur sosial masyarakat setempat berubah
untuk mengikuti cara produksi pendahulunya, dari penduduk asli ke status komunitas penda-
tanpa merasa takut gagal. tang. Mundurnya tokoh-tokoh formal dari etnis
Perubahan sarana dan alat produksi tersebut Samin yang dulu pernah berada dalam struktur
menyebabkan struktur dalam sistem ekonomi pemerintahan di lingkungan masyarakat Segi
masyarakat Segi Tiga Hilir juga mengalami Tiga Hilir karena hilangnya wilayah otoritas
perubahan. Kalau dulu ekonomi jasa dengan mereka oleh genangan waduk Kedungombo, me-
pertukaran tenaga kerjanya lebih dominan, nyebabkan mereka tidak dapat lagi mendominasi
sekarang digeser dengan ekonomi uang. Sistem sistem dalam hubungannya dengan pemerintah
penjualan hasil produksi (ikan) yang langsung setempat. Dalam struktur pemerintahan desa ke
dapat dijual kepada pembeli menyebabkan bawah mereka tidak lagi menjadi sistem tetapi
uang lebih cepat didapat, upah dalam bentuk sub sistem. Sebab, kesempatan berada dalam
uang juga mudah diberikan, tidak lagi sekedar struktur jabatan formal hanya sampai pada ting-
numpang hidup dengan jaminan makan dan upah kat RT, jabatan di atas RT sudah diduduki oleh
sekadarnya. Sistem ekonomi tersebut menyebab- orang-orang dari komunitas etnis Jawa, sehingga
kan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja hubungan dengan pemerintah setempat tidak da-
berpenghasilan riel, dalam arti mempunyai dan pat lagi diwarnai dengan sistem egaliter seperti
memegang penghasilan sendiri serta tidak terikat dulu yang mereka kenal, tetapi sistem hubungan
oleh kepala keluarga. Posisi ekonomi anggota yang formalistik.
keluarga dalam sistem keluarga menjadi lebih Struktur sosial antarstatus warga biasa dan
otonom, karena kalau tidak bekerja dalam satuan aparat pemerintahan, terutama sejak dari RW ke
keluarga lain mereka juga dapat membuat alat atas, tidak lagi functional stratified tetapi formal
produksi sendiri dengan lahan air waduk milik stratified. Masyarakat Segi Tiga Hilir memahami
umum, sebagai nelayan, peternak keramba, dan aparat tidak lagi sebagai pamong projo yang

232
Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk Kedungombo (Gunanto Surjono)

setiap waktu bisa di ajak bicara dan dimintai perempatan jalan, sudut-sudut desa juga tidak
pelayanan kapan dan di mana saja, tetapi sebagai dapat direplikasikan di desa tempat mereka
orang yang harus dihormati dalam stratifikasi tinggal yang baru. Sebab, desa tersebut bukan
derajat tertentu. Salah satu bentuk konkret dari peninggalan nenek moyangnya, sehingga ken-
sistem tersebut adalah pelayanan administrasi duri bulanan dianggap tidak perlu dilakukan.
kependudukan pada saat poskondisi hanya dapat Bahkan, genangan air waduk besar yang dulunya
dilayani pada saat jam kerja saja dan di kantor pe- juga dipercayai sebagai salah satu tempat sakral
merintahan desa. Diawali dari sikap masyarakat dan mempunyai danyang, tidak dapat diterapkan
Segi Tiga Hilir sebelum menempati pemukiman pada kehadiran waduk baru yang lebih besar,
baru yang menolak transmigrasi, menjadikan yaitu Kedungombo. Masyarakat Segi Tiga Hilir
sistem hubungan dengan aparat pemerintah di sebaliknya memaknai waduk tersebut sebagai
tempat tinggal yang baru menjadi lebih formal “simbol perjuangan” hidup baru, ke dalam
dan tidak egaliter. hubungan fungsional sistem-sistem baru, dan
Respons terhadap sistem tersebut sering struktur sosial yang baru.
diungkapkan oleh masyarakat Segi Tiga Hilir Sistem kepercayaan setempat tersebut hanya
dalam sikap ketaatan semu, atau “sabotase”8 tinggal di dalam benak generasi tuanya. Salah
dalam arti apabila ada perintah bersih-bersih satu mitos yang masih kukuh dan makin kuat
(desa) lalu diterjemahkan menjadi membersih- hadir di benak masyarakat Segi Tiga Hilir, teru-
kan segala hal, baik yang tidak berguna maupun tama kelompok tuanya, adalah akan datangnya
yang berguna. Sikap yang sering “kritis” tersebut (dan kemudian telah datang) masa kesulitan yang
yang kemudian menjadikan masyarakat Segi ditandai dengan iwak badher mangan manggar,
Tiga Hilir sering memperoleh sebutan sebagai karena terbukti bahwa benar ada ikan yang me-
masyarakat waton suloyo dan BAKMI (bosenan, makan bunga kelapa, yaitu setelah waduk Ke-
aras-arasan, keset, malu dan isinan) oleh aparat dungombo dioperasikan, ikan-ikan banyak yang
pemerintah setempat. Sebuah sebutan yang sebe- makan bunga kelapa yang terbenam di dalam air
narnya sangat bertolak belakang dengan realitas waduk. Harapan yang ditunggu masyarakat Segi
karakteristik etnis Samin. Tiga Hilir kemudian adalah datangnya Ratu Adil
Sistem Kepercayaan Setempat: Perubahan yang menandai datangnya masa kebahagiaan
lingkungan dan alam Masyarakat Segi Tiga kembali. Namun di lain pihak, ada perubahan
Hilir juga menyebabkan hilangnya sarana tra- sistem kepercayaan pada generasi anak-anaknya.
disi kegiatan dalam mengekspresikan keper- Sosialisasi dengan lebih banyak komunitas Jawa
cayaan setempat. Pemujaan pada leluhur yang menyebabkan konsep kepercayaannya tidak
diekspresikan dengan seringnya berkunjung ke terisi oleh informasi satu arah dari orangtuanya,
makam-makam yang menjadi cikal bakal atau tetapi juga dari pendidikan dasar dan pengaruh
yang ditokohkan terpaksa tidak dapat diteruskan ketetanggaan, sehingga banyak anak-anak dari
lagi karena makam-makam tersebut tenggelam masyarakat Segi Tiga Hilir yang belajar mengaji
oleh air waduk. Kepercayaan kepada Dewi Sri, (Islam) sejalan dengan tersedianya sarana dan
sebagai dewi kesuburan (padi) yang diekspresi- guru ibadah di tempat yang baru.
kan dengan pemberian sesaji pada masa awal Namun perubahan sistem kepercayaan (ke
tanam dan panen, juga tidak dapat diteruskan Islam) tersebut tidak banyak terjadi pada ke-
karena sarana kepercayaan (sawah) yang seka- lompok tuanya, sehingga mereka rawan terhadap
rang dimiliki oleh masyarakat Segi Tiga Hilir sebutan yang selalu dikait-kaitkan dengan partai
sudah tidak dapat memberi mereka hasil padi terlarang. Sebutan yang, sebenarnya, juga tidak
lagi, bahkan tidak subur. berdasarkan pemahaman etnis, tetapi hanya demi
Kepercayaan pada danyang-danyang desa, mempermudah menghitamputihkan kelompok
yang menguasai sungai besar, pohon besar, masyarakat yang sering “kritis” terhadap kebi-

233
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 225 - 236

jakan yang bersifat instruksional dari pemerintah pada sistem keluarga (dari ekonomi keluarga
setempat. yang tersentralisasi ke kepala keluarga, men-
jadi lebih otonom ke setiap anggota keluarga).
D. Penutup Pergeseran demografi masyarakat Segi Tiga Hilir
Kesimpulan: Dari hasil penelitian melalui juga telah mengubah sistem perkawinan keluarga
pengamatan dan penggunaan key-informant yang semula internal sesama etnis ke eksternal.
secara snowball tentang masyarakat Segi Tiga Perubahan pada kondisi alam juga telah me-
Hilir sejak setahun pra-kondisi dan sepuluh ngubah sistem tradisi kegiatan dalam mengeks-
tahun pos-kondisi dibangunnya waduk Kedung- presikan kepercayaan setempat, yaitu hilangnya
ombo, terutama dilihat dari persepsi Fung- sarana persembahan leluhur berupa makam-
sionalisme Struktural, perubahan yang terjadi makam; hilangnya tradisi kenduri desa bulanan
dalam struktur sosial masyarakat Segi Tiga Hilir untuk persembahan danyang-danyang desa
dapat disimpulkan sebagai berikut. Sistem yang karena tidak adanya fungsi ritual desa di tempat
menonjol dalam struktur sosial masyarakat Segi yang baru; dan hilangnya tradisi persembahan
Tiga Hilir adalah sistem keluarga, ekonomi dan pada dewi padi (Sri) karena fungsi ritual sawah
kemasyarakatan, hubungan dengan pemerintah di tempat baru tidak seritual sawah di tempat
setempat, dan kepercayaan setempat. Hubungan asal (tidak subur dan tidak dapat menghasilkan
fungsional antarsistem tersebut telah mengu- padi). Perubahan demografis, dengan berpindah-
kuhkan eksistensi masyarakat Segi Tiga Hilir nya masyarakat Segi Tiga Hilir ke tempat ting-
dalam beberapa generasi. Seperti teori Talcott gal baru menyebabkan yang semula merupa-
Parson, bahwa awal perubahan sosial masyarakat kan sebuah struktur sosial yang di dalamnya
disebabkan oleh faktor dari luar. Masyarakat memiliki hubungan fungsional sistem-sistem
Segi Tiga Hilir mengalami hal yang sama, tersendiri, menjadi masyarakat subsistem dalam
perubahan disebabkan oleh faktor dari luar, sistem struktur sosial yang lebih besar, yaitu
yaitu kebijakan pemerintah untuk membangun masyarakat di tempat tinggal yang baru dengan
waduk Kedungombo di kawan tempat tinggal dominasi etnis Jawa. Perubahan demografi terse-
mereka. Perubahan yang berdampak pada alam but berakibat sistem hubungan fungsional warga
lingkungan (dari agraris ke aquaris) tersebut dan aparat pemerintahan yang dulu egaliter men-
menyebabkan hubungan fungsional antarsistem jadi terstratifikasi secara formal menurut budaya
dalam struktur sosial masyarakat Segi Tiga Hilir masyarakat di tempat yang baru.
juga mengalami perubahan, dari sistem menjadi Sesuai dengan persepsi fungsionalisme
sub sistem. struktural, bahwa perubahan sosial antarsistem
Sesuai dengan teori Neil Smelser, bahwa pe- dalam struktur sosial masyarakat Segi Tiga Hilir
rubahan pada masyarakat selalu diwarnai dengan tidak terjadi secara radikal (seperti persepsi teori
ketegangan (strain or tension) karena berangkat konflik), tetapi sedikit demi sedikit (evolusi),
dari kondisi hubungan fungsional antar sistem dalam menuju ke kondisi hubungan fungsional
yang sudah teratur, stabil, dan dalam keseim- antarsistem baru yang teratur, integratif, dan
bangan, yang kemudian diikuti dengan kebutuh- seimbang. Keberhasilan mencari keseimbangan
an perubahan akan alat produksi. Masyarakat baru yang dilakukan masyarakat Segi Tiga Hilir
Segi Tiga Hilir juga mengalami hal yang sama, tersebut tergantung dari adanya sikap empati
ketegangan sebelum mereka pindah tempat dari factor pengubah semula, yang berarti butuh
tinggal dan diikuti dengan kebutuhan akan alat kehadiran sistem-sistem baru dalam bentangan
produksi baru dalam menyikapi lingkungan alam struktur sosial yang lebih besar, menuju pada
yang baru berupa hamparan air. Perubahan dari kemanfaatan dampak pembangunan waduk
sistem ekonomi (petani ke nelayan), pertukaran Kedungombo untuk kesejahteraan masyarakat
jasa ke standar uang, menyebabkan perubahan yang lebih luas, termasuk masyarakat Segi Tiga

234
Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk Kedungombo (Gunanto Surjono)

Hilir, dengan sedapat mungkin meminimalisasi 2)


Disebut segitiga Hilir karena di wilayah tempat tinggal
dampak negatifnya. masyarakat yang terdampak genangan, kemudian
menjadi hilir tiga sungai besar yang memasok air ke
Waduk Kedungombo, yaitu sungai Jragung, Tuntang
Pustaka Acuan dan Serang.
Chamber, Robert (2010). Membangun Masyarakat dari 3)
Data sekunder dikompilasikan dari monografi desa
Belakang. Jakarta: Rajawali. setempat.
Cuff, E.C. et al; 2014; Perspective in Sociology; London, 4)
Almarhum Sadjono Jatiman, pembimbing penelitian
George allen & Unwin Co. Masyarakat Segi Tiga Hilir, juga mengaku keturunan
Demerath, N.J.; 2011; System, Change, and Conflict; New dari etnis Samin. Beliau mengaku sebagai sedikit
York, Free Press. orang-orang keturunan Samin yang “menyimpang”
Etzioni, Emitai, and Eva Etzioni-Halevy; 2013; Social dari tradisi, menjadi orang Samin yang bekerja di
Changes: Sourches, Patterns, and Qonsequences; sektor formal, sebagai dosen FISIP-UI jurusan So-
New York, Basic Book Inc. Publisher. siologi.
Geertz, Clifford; 2011; Abangan, Santri, Priyayi, dalam 5)
Keterangan dari To Pawiro, ketua RT setempat. Wawan-
Masyarakat Jawa; Jakarta, Pustaka Jaya. cara dilakukan siang hari ketika To Pawiro sedang
Goode, William J.; 1991; Sosiologi Keluarga; Jakarta, menikmati hari sehabis be-kerja di tanah pertanian
Radar Jaya. di pagi harinya.
Moore, J.F. (2010). Community and Social Changes. 6)
Dalam tradisi Jawa pada umumnya, sistem bagi hasil
London: Sage. buruh pemanen sawah dan pemilik sawah berlaku
Miles, lan; 2010; Social Indication for Human Develop- pembagian antara perdelapan dan perduabelas.
ment; London, Frances Printer Publiser. 7)
Keterangan dari Bapak Parno, petani, warga masyarakat
Lauer, Robert H.; 2013; Perspektif tentang Perubahan Segi Tiga Hilir yang mengaku bukan dari keturunan
Sosial; Jakarta, Rineka Cipta. etnis Samin.
Parsons, Talcott and Edward A. Shils; 2014; Toward Ge- 8)
Keterangan Bapak Saadi, pedagang, sekretaris organisasi
neral Theory of Action; New York, Herper & Row. ekonomi desa, Lumbung Paceklik
Poloma, Margaret M.; 2014; Sosiologi Kontemporer; 9
) Keterangan dari Bapak Sukilan, petani, tokoh yang
Jakarta, Rajawali Pers. dituakan dalam lingkungan masyarakat Segi Tiga
Ritzer, George; 2011; Sociological Theory; New York, Hilir.
The McGraw-Hill. 6)
Menurut keterangan Sutar, pekerja perahu penyeberang-
Sosrodihardjo, Soedjito; 2011; Aspek Sosial Budaya an, yang bersedia transmigrasi adalah satuan keluarga
dalam Pembangunan Pedesaan; Yogyakarta, Tiara yang tidak berasal dari etnis Samin.
Wacana. 7)
Keterangan dari Bapak Saroto, ketua RT, nelayan se-
Stanley; 2014; Seputar Kedungombo; Jakarta, Elsam. tempat.
Svalastoga, Kaare; 2013; Deferensiasi Sosial; Jakarta, 8)
Soedjito Sosrodihadjo (1987: 56), pernah menggam-
Bina Aksara. barkan sedikit tentang sikap masyarakat Samin ini,
meskipun dalam konteks yang berbeda.
Footnotes
1)
Di antaranya ganti rugi tanah yang terkena genangan
waduk milik masyarakat setempat, yang kemudian di
simpan di pengadilan negeri setempat sebagai uang
konsinyasi.

235
Jurnal PKS Vol 14 No 2 Juni 2015; 225 - 236

236
Ucapan Terima Kasih

Dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial (JPKS) Volume 14 Nomor 2 Juni 2015, riview
dan proses cetak artikel melibatkan empat mitra bestari, dewan redaktur mengucapkan terima kasih
kepada mitra bestari yang namanya tersebut di bawah ini:
1. Prof. Dr. Phil. Janianton Damanik, M.Si. (Pembangunan Sosial, UGM)
2. Drs. Latiful Khuluq, M.A., Ph. D. (Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga)
3. Harmona Daulay, S.Sos., M.Si. (Sosiologi, USU)
4. Drs. Doddy Sumbogo Singgih, M.Si. (Sosial Kemasyarakatan, Unair)
Semoga kerjasama dengan mitra bestari tersebut dapat mengontrol kualitas sajian tulisan di
JPKS, dapat lebih membawa manfaat bagi pembaca, masyarakat yang memiliki kepedulian dalam
permasalahan sosial pada umumnya, dan masalah kesejateraan sosial pada khususnya.

Dewan Redaktur JPKS

237

Anda mungkin juga menyukai