Anda di halaman 1dari 120

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU

YANG LALAI MENGAKIBATKAN KERUSAKAN


LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Putusan Nomor: 388/Pid.B/LH/2020/PN Rhl)

SKRIPSI

OLEH:
FAHRIZAL WARDANA
NPM.198400025

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2023
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU
YANG LALAI MENGAKIBATKAN KERUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Putusan Nomor: 388/Pid.B/LH/2020/PN Rhl)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


di Fakultas Hukum Universitas Medan Area

Oleh:

FAHRIZAL WARDANA
198400025

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU

YANG LALAI MENGAKIBATKAN KERUSAKAN

LINGKUNGAN HIDUP (Studi Putusan Nomor:

388/Pid.B/LH/2020/PN Rhl)

Nama : Fahrizal Wardana

Npm : 198400025

Fakultas : Hukum

Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing

Beby Suryani Fitri, SH, MH Nanang Tomi Sitorus, SH, MH


Pembimbing I Pembimbing II

Dr. M. Citra Ramadhan, SH. MH


Dekan

Tanggal Lulus: 06 September 2023


HALAMAN PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya susun, sebagai syarat

memperoleh gelar serjana merupakan hasil karya tulis saya sendiri. Adapun

bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil

karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,

kaidah, dan etika penulisan ilmiah. Saya bersedia menerima sanksi pencabutan

gelar akademik yang saya peroleh dan sanksi-sanksi lainnya dengan peraturan

yang berlaku, apabila di kemudian hari ditemukan adanya plagiat dalam skripsi

ini.

Medan, 17 Juli 2023

FAHRIZAL WARDANA
198400025
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Medan Area, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : FAHRIZAL WARDANA
NPM : 198400025
Program Studi : ILMU HUKUM
Fakultas : HUKUM
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Medan Area Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: PERTANGGUNGJAWABAN

PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENGAKIBATKAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Putusan Nomor:

388/Pid.B/LH/2020/PN Rhl).

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Medan Area berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan memublikasikan tugas akhir/skripsi/tesis saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 17 Juli 2023

FAHRIZAL WARDANA
ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG


LALAI MENGAKIBATKAN KERUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Putusan Nomor: 388/Pid.B/LH/2020/PN RHL)

Oleh
FAHRIZAL WARDANA
NPM: 198400025

Lingkungan adalah jumlah semua benda, kondisi yang ada dalam ruang
yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Penelitian ini membahas
Peraturan hukum terhadap pelaku yang lalai mengakibatkan kerusakan lingkungan
hidup dan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang lalai mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup. Jenis penelitian pada penulisan skripsi ini
menggunakan metode penelitian normatif-empiris yang dapat disebut juga
dengan penelitian hukum normatif-terapan (applied law reaserch,)
merupakan penelitian hukum yang mengkaji pelaksanaan atau
pengimplementasian suatu peraturan Perundang-undangan (hukum positif)
dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, Hasil dari
penelitian ini adalah pengaturan hukum terhadap pelaku yang lalai mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup yang di atur di dalam Undang-undang khusus yaitu
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang lalai
mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, Dengan adanya pengaturan
pembakaran hutan dan atau lahan, diharapkan penegak hukum agar dalam
menangani kasus yang berhubungan dengan hutan dan atau lahan agar lebih tegas
dalam penangannya dan perlunya peningkatan peran instansi terkait dalam
penyuluhan fungsi hutan dan atau lahan dan hukum tentang pembakaran lahan,
serta kesadaran masyarakat dalam upaya mencegah pembukaan lahan dengan cara
membakar.

Kata Kunci :Pertanggungjawaban Pidana, lalai, kerusakan Lingkungan


Hidup

i
ABSTRACT

THE CRIMINAL LIABILITY TOWARD THE NEGKIGENCE OF


PERPETRATORS RESULTING IN ENVIRONMENTAL DAMAGE
(Study Of Decision Number: 388/Pid. B/LH/2020/PN Rhl)

BY:
FAHRIZAL WARDANA
REG NUMBER: 198400025

The environment is the sum of all objects, and conditions in the space we
occupy affect our lives. This research discussed legal Regulations for perpetrators
who were negligent in causing environmental damage and criminal liability for
perpetrators who were negligent in causing its damage. This type of research
study used a normative-empirical research method. It is also named normative-
applied legal research (applied law research), which is legal research that
examines the implementation of statutory regulations (positive law) and contracts
factually in each case of certain legal events that occur in society to achieve
predetermined goals. The results of this research were legal regulations for
perpetrators who were negligent in causing environmental damage, which was
regulated in a distinctive law, Law Number 32 of 2009, concerning environmental
management and protection. Then, criminal liability for negligent perpetrators
resulting in environmental damage was through the regulation of forest and or
land burning. It was hoped that law enforcers would be more assertive in
handling cases related to forests or land and also needed to increase the role of
relevant agencies in providing information on forest functions counseling and or
land and laws regarding land burning, as well as public awareness to prevent
land clearing by burning.

Keywords: Criminal Liability, Negligence, Environmental Damage

ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Data Pribadi

Nama :Fahrizal wardana

Tempat/tanggal lahir :Bagan Batu, 27 September 1999

Alamat :Dusun XIV Suka Damai Km 19

Mahato, Kec.tambusai utara,

Kab. Rokan Hulu, Prov.Riau

Jenis Kelamin :Laki-Laki

Agama :Islam

Status Pribadi :Pelajar/Mahasiswa

2. Data Orang Tua

Ayah :Selamat

Ibu :Suminah

Anak Ke :1(satu) dari 2(dua) Bersaudara

3. Pendidikan

SD Negeri 025 Tambusai utara :Lulus Tahun 2012

MTS Nurul Iman Mahato :Lulus Tahun 2015

Smk Pelayaran Buana Bahari Medan :Lulus Tahun 2018

Universitas Medan Area :Lulus Tahun 2023

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah karunia-Nya berupa kesehatan,

rezeki dan ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: Pertanggungjawaban Pidana

Terhadap Pelaku Yang Lalai Mengakibatkan Kerusakan Lingkungan

Hidup (Studi Putusan Nomor: 388/Pid.B/LH/2020/PN Rhl).

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak akan berhasil

tanpa dukungan baik moril maupun materil dari seseorang yang sangat berjasa

kepada penulis yaitu, kedua orang tua penulis. Maka pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan beribu kata ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada

kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Selamat sebagai sosok yang sangat

bijaksana dan menyayangi juga menguatkan penulis hingga saat penulisan skripsi

ini berakhir beliau adalah panutan dalam menjalankan kehidupan dan tak henti-

hentinya memberikan nasihat kepada penulis serta mendidik penulis untuk meraih

kesuksesan di masa depan dan Ibunda Suminah yang paling tercinta yang penuh

kesabaran dan menguatkan juga mendidik penulis menempuh pendidikan serta

dukungan kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini dengan baik, dan juga

kepada adik kandung penulis Dwi Indah Wardani, dan juga Saudari Herni Amd.

Kes yang juga banyak memberikan semangat didalam menyelesaikan skripsi ini.

Selain itu dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dadan Ramdan, M.Eng, M.Sc, selaku Rektor Universitas
iv
Medan Area atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Medan Area.

2. Bapak Dr. M. Citra Ramadhan, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Medan Area, atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menjadi

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Medan Area;

3. Ibu Anggreni Atmei Lubis, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik Fakultas Hukum Universitas Medan Area.

4. Bapak Nanang Tomi Sitorus, SH. MH, selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Medan Area, Sekaligus Sebagai

Pembimbing II penulis yang senantiasa memberikan waktu dalam membimbing

dan mengarahkan selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Arie Kartika SH. M.H selaku Kepala Bidang Hukum Kepidanaan Fakultas

Hukum Universitas Medan Area.

6. Ibu Fitri Yanni Dewi Siregar, SH, MH, selaku Kepala Bidang Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Medan Area.

7. Ibu Beby Suryani Fitri, SH, MH selaku dosen Pembimbing I penulis dengan

penuh dengan kesabaran, yang senantiasa memberikan waktu dalam

membimbing dan mengarahkan selama proses penyusunan skripsi ini

8. Ibu Ria Nurvika Ginting, SH.MH, selaku Sekretaris penulis dengan

kesabaran, yang senantiasa memberikan waktu dalam membimbing dan

mengarahkan selama proses penyusunan skripsi ini

9. Seluruh Staf dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Medan Area yang telah

memberikan ilmu dan wawasan pengetahuan kepada penulis selama kuliah

v
pada Fakultas Hukum Universitas Medan Area;

10. Seluruh Rekan-Rekan mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Hukum Universitas

Medan Area terutama untuk teman-teman dekat saya, Hilmi Daib Anshori,

Imam Wahyudi, Ari Putra Utama, Akbar Rizki, Mutti Gunaldy, Ad Alvian dan

Rinaldi Fauzy Harahap yang telah banyak membantu dan memberikan

masukan beserta semangat.

11. Pengadilan Negeri Rokan Hilir, ibu Richa Rionita Meilani Simbolon SH,

beserta jajarannya yang telah memberikan tempat bagi penulis untuk

memperoleh dan menggali data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

12. Himpunan Mahasiawa Islam (HMI) Komisariat Universitas Medan Area yang

telah menjadi Sekola dan keluarga Bagi penulis, sehingga si penulis mampu

mengenal dunia intelektual, islam dan Indonesia.

Akhir kata, atas segala budi dari semua pihak kiranya mendapatkan

lindungan dari ALLAH SWT dan semoga ilmu yang di pelajari selama masa

perkuliahan dapat berguna untuk kepentingan dan kemajuan Agama, Bangsa, dan

Negara. Demikian penulis niatkan dengan tulisan, semoga tulisan ini bermanfaat

bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk

ini kepada pembaca di harap memberikan kritik dan saran yang membangun bagi

skripsi ini.

Medan 17 Juli 2023

Hormat penulis,

FAHRIZAL WARDANA

vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1: Pengambilan Surat Selesai Riset Bersama Ibu Richa Rionita

Meilani Simbolon S.H............................................................................................90

Lampiran 2: Surat Pengambilan Data....................................................................91

Lampiran 3: Surat Selesai Riset............................................................................92

vii
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK.......................................................................................................i

ABSTRACT.....................................................................................................ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................iii

KATA PENGANTAR....................................................................................iv

DAFTAR ISI...................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................8

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................8

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................8

1.5 Hipotesis...............................................................................................9

1.6 Keaslian Penelitian...............................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................13

2.1 Tinjauan Umum PertanggungJawaban Pidana..................................13

2.1.1 Pengertian Pertanggungjawaban Pidana.................................13

2.1.2 Syarat-Syarat Pertanggungjawaban Pidana..............................15

2.1.3 Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana...............................17

2.2 Tinjauan Umum Kelalaian....................................................................19

2.2.1 Definisi Kesalahan....................................................................19

2.2.2 Definisi Kelalaian/kealpaan......................................................22

2.3 Tinjauan Umum Kerusakan Lingkungan...........................................25

2.3.1 Pengertian Lingkungan Hidup................................................25

viii
2.3.2 Definisi Kerusakan Lingkungan Hidup....................................28

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................31

3.1 Waktu Dan Tempat.............................................................................31

3.1.1 Waktu Penelitian......................................................................31

3.1.2 Tempat Penelitian.....................................................................32

3.2 Metode Penelitian................................................................................32

3.2.1 Jenis Penelitian.........................................................................32

3.2.2 Jenis Data..................................................................................33

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data......................................................33

3.2.4 Analisis Data............................................................................34

BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................36

4.1 Pengaturan Hukum Terhadap Pelaku Yang Lalai

Mengakibatkan Kerusakan Lingkungan Hidup....................................36

4.2 Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Yang Dengan

Lalai Mengakibatkan Kerusakan Lingkungkungan Hidup..................55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................84

5.1 Kesimpulan...........................................................................................84

5.2 Saran.....................................................................................................85

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................86

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan adalah jumlah semua benda, kondisi yang ada dalam ruang

yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Tingkah laku manusia juga

ix
merupakan bagian lingkungan kita, oleh karena itu lingkungan hidup harus

diartikan secara luas, yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga

lingkungan ekonomi, sosial dan budaya. Istilah lingkungan hidup Pasal 1 ayat (1)

Undang–Undang Nomor. 32 tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

dirumuskan sebagai berikut, Lingkungan hidup adalah kesatuan benda ruang

dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan kehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.1

Secara subjektif sesungguhnya hukum lingkungan telah tumbuh dan

berkembang sejak berabad-abad yang lalu, substansi hukum lingkungan di

pengaruhi oleh cara berfikir, kondisi, geografi, dan mata pencarian pokok warga

masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ajaran nilai-nilai agama serta

kepercayaan yang di anutnya juga memberikan warna yang signifikan pada

hukum lingkungan tersebut, bahkan menjad penentu corak dan perkembangan

hukum tersebut.2

Berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan lingungan hidup di

indonesia dalam rangka perlindungan lingkungan hidup, penegakan hukum,

lingkungan hidup merupakan suatu hal yang patut di lakukan oleh pemerintah,

karena lingkungan hidup selalu terbebani dengan semangkin meningkatnya

manusia. Upaya tersebut penting di lakukan melalui penegakan hukum untuk

mencegah dan menanggungai pencemaran dan kerusakan lingkungan, baik

disebabkan oleh masyarakat maupun pelaku usaha. Perlindungan hukum terhadap


1
Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
2
A.M Yunus Wahid, Pengantar Hukum Lingkungan, (jakarta Timur, Prenemedia Group,
2018, hal.77

x
lingkungan hidup harus di dukung pula oleh instrumen hukum yang baik,

peraturan perundang-undangan maupun institusi hukumnya, serta di dukung pula

oleh peningkatan kesadaran masyarakat.3

Kehadiran Undang-Undang Lingkungan Hidup ternyata tidak bisa

menjawab tentang pengelolaan lingkungan hidup maka diganti dengan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPLH). Bahwa agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan

perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan

ekosistem, perlu dilakukan pembaruan terhadap peraturan tentang lingkungan

hidup digantilah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).4

Penjelasan umum atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menyatakan bahwa

penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum

remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya

terakhir setelah penerapan penegakan hukum administratif dianggap tidak

berhasil. Namun, asas ultimum remedium tersebut hanya berlaku bagi tindak

pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air

limbah, emisi, dan gangguan, sebagaimana diatur dalam Pasal 100 Undang-

Undang Lingkungan Hidup. Dengan demikian, untuk tindak pidana lainnya

(selain dalam Pasal 100) tidak berlaku asas ultimum remedium. Artinya,
3
Muhammad Sood, Hukum Llingkungan Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2019), hal.
379
4
Muhammad Ridwansyah, Pengaturan Tindak Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Dan
Peradilan, Vol. 6, No 2, (juli 2017), hal. 180

xi
penegakan hukum terhadap tindak pidana selain dalam Pasal 100 berlaku asas

premium remedium (mendahulukan penegakan hukum melalui sarana hukum

pidana).5

Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupahkan upaya penegakan

hukum. Penegakan hukum secara konsepsional merupahkan kegiatan peyerasian

hubungan nilai-nilai yang di jabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan

tindak sebagai penjabaran tahap akhir.6

Pada dasarnya peraturan perundang-undangan lingkungan nasional di

klasifikasikan dua kelompok, pertama peraturan perundang-undangan sektoral

tertentu yang erat kaitanya dengan pengelolaan lingkungan. Seperti sektor

kehutanan, sektor pertambangan, pengairan dan lainya. Kedua peraturan

perundang-undangan secara khusus mengatur pengelolaan lilngkungan hidup.

Peraturan yang mengatur secra khusus yaitu Undang-Undang no 32 tahun 2009.7

Begitu banyak aspek yang berkaitan dengan Hukum lingkungan, misalnya

yaitu hukum pidana, Seperti kita ketahui hukum pidana iyalah sekumpulan

peraturan yang mengatur dua jenis perbuatan yaitu pelanggaran dan kejahatan

istilah dari hukum pidana lingkungan isampai saat ini belum ada yang memberi

pengertian secara formal. Para ahli hukum belum membuat gaya dan perspektif

tersendiri dalam memberikan penjelasan terkait hukum pidana lingkungan.

Perbedaan tersebut yaitu, beberapa ahli mengggunakan istilah Hukum pidana

lingkungan dan para ahli lainya menggunakan hukukm lingkungan kepidanaan.

5
Lidya Suryani Widayati, Ultimum Remedium dalam Bidang Lingkungan Hidup, Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum Vol. 22 No. 1 (Januari 2015), hal. 2
6
Ibid, hal.379
7
Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Perspekif Global dan Nasional, Jakarta, Rajawali
Pers, (2016), hal.77

xii
Istilah hukum kepidanaan di gunakan Muhammad Akib dalam penulisan

bukunya. Belliau menjelaskan bahwa hukum lingkunga membuat aspe-aspek

pidana (strafrechtelijk miliericht) bukan berbicara dalam konteks ilmu hukum

pidana pada umumnya. Hal ini mengingat hukum lingkungan merupahkan cabang

ilmu hukum yang baru yang berdiri sendiri dan memiliki banyak segi, salah

satunya ialah segi kepidanaan.8

Undang-Undang Lingkungan Hidup No 32 tahun 2009, ketentuan pidana

di atur dari pasal 97 sampai pasal 120. Dari ketentuan tersebut secara umum

rumusan delik lingkungan di bagi dalam delik formal dan delik materil. Rumusan

delik formil di atur dari pasal 100 sampai pasal 111, delik materil di atur di pasal

113 sampai pasal 115.9

Penyelesaian kasus lingkungan hidup secara pidana ke pengadilan umum

di awali dari pengajuan tuntutan pidana oleh pihak-pihak yang merasakan dampak

kerugian akibat dari pencemaran atau perusakan lingkungan hidup ke pihak aparat

penegak hukum Kepolidisn Negara atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil Bidang

Lingkukngan Hidup (PPNS LH). Setelah menerima laporan atau aduan dari

pihak-pihak yang terkena dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup,

maka kepolilisan melakukan penyidikan ke lapangan untuk memperoleh bukti-

bukti tentang adanya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. 10 Regulasi

yang mengatur persoalan pengelolaan lingkungan hidup ini sudah beberapa kali di

perbarui hal ini di sebabkan perubahan zaman, yang mana penyebab timbulnya

pencemaran lingkungan tidak hanya karena peristiwa alam atau eksploitasi

8
Ibid, hal.168
9
Ibid, hal.169
10
Muhammad Sood, op.cit. hal 421

xiii
sumber daya alam yang berlebihan oleh masyarakat tetapi bisa di sebabkan

beberapa faktor lainya.

Usaha penegakan hukum lingkungan tidak menjadi tugas pemerintah saja

namun seluruh anggota masyarakat harus ikut serta, bahkan harus di mulai dari

diri sendiri. Selain itu perlu juga kerjasama antar instansi tersebut harus serasi,

terkordinasi, dan terpadu serta penegakan hukum yang baik. Namun dengan

demikian di dalam pelaksanaanya perlu mendapatkan perhatian yang serius dari

dari pengelola lingkungan hidup. Hal ini sangat terkait dengan niat baik

pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak-pihak, termasuk Dinas kingkungan

hidup yang berkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-

baiknya agar tidak terus terjadi kebakaran hutan dan lahan/Karhutla di

Kabupaten Rokan Hilir.

Putusan yang dihasilkan oleh hakim di pengadilan idealnya tidak

menimbulkan masalah-masalah baru di lingkungan masyarakat, artinya kualitas

putusan hakim berpengaruh penting pada kalangan masyarakat dan berpengaruh

pada kewibawaan dan kredibilitas lembaga pengadilan itu sendiri. Kenyataan di

lapangan masih banyak putusan hakim dalam proses peradilan yang justru

menciptakan polemik baru dan tidak menyelesaikan masalah. Padahal idealnya

putusan hakim yang dilahirkan tersebut harus mampu menyelesaikan perkara.

Berdasarkan pembahasan yang sudah dijelaskan mengenai Putusan Mahkamah

Agung tentang kerusakan lingkungan karena kelalaian. Hal inilah yang melatar

belakangi penulis untuk menulis skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban

Pidana Terhadap Pelaku Yang Lalai Mengakibatkan Kerusakan Lingkungan

Hidup” studi putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir. Penulis akan memberikan

xiv
tinjauan analisis, metode dan pengkajian secara mendalam.

Kronologis Putusan (Nomor:388/PPID.B/LH/2020/PN RHL) nama

Agustus Sianturi pada hari Kamis 09 April 2020 sekira pukul 15.30 Wib, bulan

April ditahun 2020, bertempat di Dusun Pematang Kunyit Kepenghuluan Bangko

Permata Kec Bangko Pusako Kab. Rokan Hilir, Prov. Riau atau setidak-tidaknya

pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri

Rokan Hilir yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili, setiap orang yang

membuka dan atau mengolah lahan dengan cara membakar.11

Perbuatan tersebut dilakukan oleh Agustus Sianturi dengan cara sebagai

berikut: Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana dijelaskan bekerja dilahan

milik Pormen Silitonga yang pada saat itu sedang bekerja untuk menunas/

memotong pelepah tanaman kelapa sawit pada saat bekerja Agus menjumpai

adanya semut dipelepah tanaman kelapa sawit dan dipotong dengan

menggunakan dodos lalu meminta mancis kepada Dani Surbakti untuk membakar

dahan tersebut namun apinya berjatuhan dari sarang semut kerumput kering yang

ada dibawahnya sehingga rumput kering tersebut juga ikut terbakar, melihat

kejadian tersebut Agus langsung mengambil ember dan pergi kesumber air yang

berjarak sekitar 20 meter dari rumput yang terbakar lalu menyiram rumput yang

terbakar tersebut namun api sudah meluas sehingga tidak bisa dipadamkan lalu

terdakwa meminta bantuan teman yang ada dilahan tersebut yaitu pormen

Silitonga, Ragil dan Dani Surbakti untuk memadamkan api tersebut namun

karena api cepat merambat dan membakar rumput kering tersebut Agustus

11
Putusan nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL hal. 3-6

xv
Sianturi bersama kawan kawan tidak mampu lagi memadamkan api tersebut

sehingga menyerah.

Selanjutnya sekitar pukul 15.30 WIB Bhabinkamdikbmas Junaedi

Sembiring datang kelokasi lahan yang terbakar serta meminta Agustus Sianturi

dan kawan kawan tidak melarikan diri dan Agustus Sianturi bersama kawan

kawan dikumpulkan oleh Bapak Junaedi Sembiring disuruh memadamkan api

bersama dengan Masyarakat Peduli Api yang ada didesa tersebut dengan

menggunakan mesin dan beberapa saat kemudian datang anggota kepolisian

berpakaian preman dan membawa Agustus sianturi dan kawan-kawan ke Pos

Polisi Km 8 Balam dan selanjutnya dibawa kepolres Rokan Hilir guna proses

lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan di

teliti dalam permasalahan tentang “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku

Yang Dengan Lalai Mengakibatkan Kerusakan Lingkungan Hidup” studi

putusan di Pengadilan Negeri Rokan Hilir adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana kerusakan

Lingkungan Hidup?

2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana Terhadap pelaku yang dengan

lalai mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup berdasarkan putusan

nomor: 338/PID.B/LH/2020/PN RHL?

1.3 Tujuan Penelitian

Berkaitan latar belakang di atas yang telah di uraikan sebelumya, maka

tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah:


xvi
1. Untuk mengetahui dan memehami pengaturan hukum tentang pertanggung

jawaban pidana.

2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku tindak pidana yang dengan

lalai mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup.

3. Untuk mengetahui dan memahami putusan hakim terhadap putusan

nomor:338/PID.B/LH/2020/PN RHL.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat di ambil dari penelian yang peneliti lakukan

antara lain:

1. Secara teoritis

Untuk mengungkap permasalahan-permasalahan di dalam proses

pemidanaan, sehingga dapat membuat gambaran mengenai pertanggung

jawaban pidana terhadap pelaku yang melakukan kerusakan lingkungan

hidup. Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan kajian lebih

lanjut untuk melahirkan beeberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan

memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hikum pidana

khusnya mengenai pertanggungjawaban pidana karena kelalaian yang

mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup nomor:338/PID.B /LH/2020/PN

RHL (studi putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir)

2. Secara praktis

Bahan-bahan yang di peroleh dari studi dan penelitian akan sangat

berharga sekali bagi perumusan politik hukum yang tepat dan serasi atau

dalam bidang hukum yang terkait yaitu sebagai berikut:

xvii
1. Sebagai pedoman, masukan, dan evaluasi dalam bagi para pihak atau

lembaga yang menangani kasus dengan putusan

Nomor:338/PID.B/LH/2020/PN RHL di Pengadilan Negeri Kabupaten

Rokan Hilir.

2. Sebagi bahan informasi bagi semua pihak dan kalangan akademisi untuk

menambah wawasan dalam bidang hukum kepidanaan dalam hal ini

berkaitan dengan pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku yang

melakukan perusakan lingkungan hidup.

1.5 Hipotesis

Hipotesis atau hipotesa merupakan suatu pandangan yang bersifat

dugaan ataupun asumsi, dan dapat juga di katakan sebuah pemecahan

masalah untuk sementara waktu sebelum penelitian tersebut lebih lanjut. 12

Adapun hipotesis yang dibuat oleh sipenulis untuk sebuah permasalahan

yang di bahas sebagai berikut:

1. Pengaturan hukum perusakan lingkungan hidup sudah jelas di atur

dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009.

2. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang dengan lalai

mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dapat di tinjau dari aspek

empiris dan beberapa landasan hukum sebagaimana penulis lampirkan di

atas.

1.6 Keaslian Penelitian

Penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

judul skripsi ini di antaranya:


12
Ahmad Juhaidi, Metodologi Penelitian Dasar Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula,
Banjarmasin, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Antasari, (2020), hal. 47

xviii
a) Skripsi, karya SRI Rahayu Rahmat, Npm B011181073 yang berjudul

“Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Pencemaran Lingkungan

Yang Diakibatkan Oleh Dumping Limbah” (2022) Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin.

Rumusan masalah:

1. Bagaimanakah kualifikasi tindak pidana pencemaran lingkungan yang

dilakukan oleh korporasi dalam prespektif hukum pidana ?

2. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Pencemaran

Lingkungan yang diakibatkan oleh Dumping Limbah (Studi Kasus Putusan

Nomor 991/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk) ?

b) Skripsi karya Tiara Andrianti Npm 1806200064 yang berjudul

“Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Deteriorasi Lingkungan Hidup

Terhadap Bencana Alam”, (2022), Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara Medan penelitian ini berfokus pada

pertanggung jawaban pidana kerusakan lingkungan.

Rumusan masalah:

1. Bagaimana perilaku korporasi yang menyebabkan deteriorasi terhadap

lingkungan hidup?

2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana akibat korporasi yang

menyebabkan deteriorasi ?

3. Bagaimana pemulihan korban dampak deteriorasi yang disebabkan oleh

korporasi?

c) Skripsi Karya Atika Rezky Amelia Awaluddin, NPM. B011171605, yang

berjudul” Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana

xix
Korporasi Tanpa Memiliki Izin Lingkungan (Studi Kasus Putusan Nomor

1673/Pid.B/Lh/2020/Pn Mks), (2021), Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin Makassar.

Rumusan Masalah:

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana

korporasi tanpa memiliki izin lingkungan (Studi Kasus Putusan Nomor

1673/Pid.B/LH/2020/PN Mks)?

2. Bagaimanakah penerapan hukum terhadap pertanggungjawaban pidana

korporasi dalaam tindak pidana korporasi tanpa memiliki izin lingkungan

(Studi Kasus Putusan Nomor 1673/Pid.B/LH/2020/PN Mks)?

Penelitian yang penulis lakukan tidak di temukan adanya kesamaan dalam

penelitian sebelumnya.

xx
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum PertanggungJawaban Pidana


2.1.1 Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada

pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang

terdakwa atau tersangka di pertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang

terjadi atau tidak. Tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur

delik yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya

tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-

tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan

pembenar atau penidanaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya.

Dan dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang

yang mampu bertanggungjawab yang dapat dipertanggungjawabkan atas

perbuatannya.13

Simons mengatakan, “kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan

sebagai suatu keadaan psikis sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan

sesuatu upaya pemidanaan”. Selanjutnya dikatakan, bahwa seseorang mampu

bertanggungjawab, jika jiwanya sehat, yakni apabila: Ia mampu untuk mengetahui

atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum. Ia dapat

menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut14


13
Fitri wahyuni, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di indonesia, Nusantara Persada Utama,
Tangerang Selatan, (2017), hal. 67
14
Suyanto, Pengantar Hukum Pidana, (Yogyakarta, Cv Budi Utama, (2018), hal. 77
21
Menurut van Hamel, kemampuan bertanggungjawab adalah suatu

keadaan normalitas psichis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa 3 (tiga)

kemampuan, Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya

sendiri, Mampu untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut pandangan

masyarakat tidak diperbolehkan, Mampu untuk menentukan kehendaknya atas

perbuatan-perbuatannya itu.

Adapun yang menjadi persoalan dalam kemampuan bertanggungjawab

adalah apakah seseorang itu merupakan "norm addressat" (sasaran norma) yang

mampu. Seseorang dianggap (dsuppose) dasarnya terdakwa pada

bertanggungjawab, kecuali dinyatakan sebaliknya. KUHPidana tidak memuat

perumusan mengenai kapan seseorang mampu bertanggungjawab, tetapi hanya

memuat ketentuan yang menunjuk ke arah itu, seperti ditentukan dalam Buku I,

Bab III, Pasal 44 KUHPidana, yang berbunyi: "barang siapa melakukan perbuatan

yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam

tumbuhnya atau terganggu jiwanya karena penyakit, tidak dipidana”.15

Terkait dua indikator kemampuan bertanggungjawab yang dirumuskan

secara negatif di atas, Satochid Kartanegara menyatakan bahwa terdapat tiga

metode untuk menentukan seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap

tindak pidana yang dilakukannya, yaitu: 104 “Pertama, metode biologis. Pada

metode yang pertama ini psikiater akan menyatakan bahwa terdakwa sakit jiwa

atau tidak. Jika jawabannya adalah iya, maka terdakwa akan dipidana karena dia

dinyatakan mampu bertanggung jawab atas tindak pidana yang telah

dilakukannya. Kedua, metode psikologis. Pada metode yang kedua ini hubungan

15
Lukman Hakim, Asas-Asas Hukum Pidana Buku Ajar Bagi Mahasiswa, (Yogyakarta,
Grup Penerbitan Cv Budi Utama, (2019), hal. 35
22
antara keadaan jiwa yang abnormal dengan perbuatannya menjadi penting. Akibat

jiwa terhadap perbuatan seseorang menjadi penentu apakah orang tersebut

dikatakan mampu bertanggung jawab dan pidana yang dijatuhkan secara teoretis

dibenarkan. Ketiga, metode campuran antara biologis-psikologis. Pada metode

yang ketiga ini, di samping memerhatikan keadaan jiwa seseorang, juga keadaan

jiwa tersebut dinilai dengan perbuatannya untuk dinyatakan mampu tidaknya

orang tersebut bertanggung jawab.16

2.1.2 Syarat-Syarat Pertanggungjawaban Pidana

a. Dengan sengaja (dolus)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (criminal wetboek) tahun 1809

dicantumkan: “sengaja ialah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan

perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-undang”. Dalam

Memori Van Toelichting (Mvt) Menteri Kehakiman sewaktu pengajuan Criminal

Wetboek tahun (yang menjawab Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Indonesia 1915), dijelaskan: “sengaja” diartikan” dengan sadar dari kehendak

melakukan suatu kejahatan tertentu”.Menurut teori pengetahuan atau teori

membayangkan, manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat

karena manusia hanya dapat menginginkan., mengharapkan, atau membayangkan

adanya suatu akibat adalah sengaja apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena

suatu tindakan di bayangkan sebagai maksud tindakan dan karena itu tindakan

yang bersangkutan dilakukan sesuai denganbayangan terlebih dahulu telah

diabuat.

b. Kelalaian (culpa)

16
Ibid. hal.38
23
Undang-undang tidak memberikan definisi yang dimaksud dengan

kelalaian itu. Tetapi hal tersebut dapat dilihat dalam Mvt (Memori van toelichting)

mengatakan bahwa kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan.

Hazewinkel Suringa mengatakan bahwa delik culpa merupakan delik semu

sehingga diadakan pengurangan pidana. Bahwa kelalaian itu terletak antara

sengaja dan kebetulan. Dalam Memori jawaban Pemerintah mengatakan bahwa

siapa yang melakukan kejahatan dengan sengaja berarti mempergunakan salah

kemampuannya, sedangkan siapa karena salahnya (culpa) melakukan

kejahatan berarti mempergunakan kemampuannya yang ia harus mempergunakan.

Selanjutnya, delik kelalaian itu dalam rumusan undang-undang ada dua

macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak

menimbulkan akibat, tetapi yang diancam dengan pidana adalah perbuatan ketidak

hati-hatian itu sendiri.17

c. Tidak adanya alasan penghapusan pidana

Pertanggungjawaban pidana secara negatif, terutama berhubungan dengan

fungsi represif hukum pidana. Dalam hal ini, dipertanggungjawabkannya

seseorang dalam hukum pidana berarti dipidana. Dengan demikian, konsep

pertanggungjawaban pidana merupakan syarat-syarat yang diperlukan untuk

mengenakan pidana terhadap seorang pembuat tindak pidana. Sementara itu

berpangkal tolak pada gagasan monodualistik (daad en dader strafrecht), proses

wajar (due process) penentuan pertanggungjawaban pidana, bukan hanya

dilakukan dengan memerhatikan kepentingan masyarakat, tetapi juga kepentingan

pembuatnya itu sendiri. Proses tersebut bergantung pada dapat dipenuhinya syarat

17
Aryo Fadlian, Pertanggungjawaban Pidana Dalam Suatu Kerangka Teoritis, Jurnal
Hukum Positum, Vol.5, No.2, (Desember 2020), hal. 15-16
24
dan keadaan dapat dicelanya pembuat tindak pidana, sehingga sah jika dijatuhi

pidana.18

2.1.3 Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana


Menurut Barda Nawawi Arief, untuk adanya pertanggungjawaban pidana

harus jelas lebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, artinya harus

dipastikan dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pelaku suatu tindak pidana

tertentu. Masalah ini menyangkut masalah subyek tindak pidana yang pada

umumnya sudah dirumuskan oleh pembuat undang-undang untuk pidana yang

bersangkutan. Setelah pelaku ditentukan, selanjutnya bagaimana mengenai

pertanggungjawaban pidananya.19

Pertanggungjawaban pidana merupakan unsur-unsur yang diperlukan

untuk menjatuhkan pidana terhadap seorang pembuat tindak pidana. Sementara

itu, berpangkal tolak pada gagasan monodualistik (daad en dader strafrecht),

proses wajar (due process) penentuan pertanggungjawaban pidana, bukan hanya

dilakukan dengan memerhatikan kepentingan masyarakat, tetapi juga kepentingan

pembuatnya itu sendiri. Menurut Galligan, seorang Profesor Hukum Publik eropa

mengatakan “apabila persyaratan ini diabaikan dan tidak tampak keadaan kriminal

yang menunjukkan pembuat dapat dicela, maka hukum dan institusinya telah

gagal memenuhi fungsinya.20

Berbicara masalah pertanggungjawaban pidana, terdapat dua pandangan,

yaitu pandangan yang monistis, antara lain dikemukakan oleh Simon yang

18
Kornelia Melansari, Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Terkait Pemberian
Delegasi Kewenangan, Mimbar Keadilan Vol. 14 No. 28, (2019), hal, 186
19
Nuzul Qur’aini Mardiya, Pengaturan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Tindak
Pidana Lingkungan Hidup , Jurnal Hukum, Vol.7 ,No.3,(2018), hal. 493
20
Sherlina Mandagi, Jeanita A. Kermite, Dan Butje Tampi, Pemidanaan Percobaan
Kejahatan Dalam Delik Aduan, Lex Crimen, Vol. 10, No. 13, (Desember 2021), hal. 37
25
merumuskan “strafbaarfeit sebagai “eene strafbaar gestelde, onrechtmatige, met

schuld in verband staande handeling van een torekeningvatbaar persoon” (suatu

perbuatan yang oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan

hukum, dilakukan oleh seseorang yang bersalah dan orang itu dianggap

bertanggungjawab atas perbuatannya)”. Menurut aliran monisme, unsur-unsur

strafbaarfeit itu meliputi baik unsur perbuatan, yang lazim disebut unsur objektif,

maupun unsur pembuat yang lazim disebut unsur subjektif. Oleh karena itu,

dicampurnya unsur perbuatan dengan unsur pembuatnya, maka dapatlah

disimpulkan bahwa strafbaarfeit itu adalah sama dengan syarat-syarat penjatuhan

pidana, sehingga seolah-olah dianggap bahwa kalau terjadi strafbaarfeit, maka

pasti pelakunya dapat dipidana.21

Van Hamel mengartikan strafbaar itu adalah sama dengan perumusan

Simons, tetapil Van Hamel menambahnya dengan kalimat bahwa kelakuan itu

harus patut dipidana. Jadi tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar hukum

dan dapat dikenakan sanksi bagi barang siapal yang melakukannya. Pembentuk

undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan perkataan

“tindak pidana” sebagai terjemahan dari “strafbaar lfeit” tanpa memberikan

sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan

“tindak pidana” tersebut. Secara harfiah perkataan tindak pidana dapat

diterjemahkan sebagai suatu kenyataan yang dapatl di hukum. Akan tetapi,

diketahui bahwa yang dapat di hukum sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi

dan bukan kenyataan, perbuatan, ataupun tindakan.22

21
Muhammad Atho Mudzhar, Muhammad Amin Suma, Dan Salman Maggalatung, Jurnal
Cita Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 1 No. 1, (Juni
2013), hal. 41
22
Pramudya Kusumawardana , Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Perusakan Barang
Milik Orang Lain, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal, (2022), hal. 19
26
2.2 Tinjauan Umum Kelalaian
2.2.1 Definisi Kesalahan

Kesalahan dalam arti luas memiliki pengertian yang sama dengan

pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Kesalahan dalam arti sempit:

kesalahan berarti kealpaan. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan, kesalahan

disengaja (dolus/opzet). Prinsip dari kesengajaan dalam Memori van Toeliching

adalah mengetahui (weten) dan menghendaki (willen) kesalahan karena kealpaan.

Kealpaan terjadi bila pelaku mengetahui tetapi secara tidak sempurna karena

dalam kealpaan seseorang mengalami sifat kekurangan (kurang hati-hati, kurang

teliti dan sebagainya.23

Menurut Van Hamel kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian

psikologis, berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur

delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam

hukum.24

Simons, dalam leerboek-nya hanya menyatakan, "Van hem ncemt No

kewetgever aan, dat hij met schuld kan handelen, van hem mag worden,

sangenomen, dat hij in staat is het onrechtmatige van zijn handelen in te zien en

in overeenstemming daarmede zijn wil te bepalen” “(Seseorang yang menurut

pembentuk undang-undang dianggap bahwa ia berbuat. salah, jika dia dapat

menyadari perbuatannya melawan hukum dan sesuai dengan itu dia dapat

menentukan kehendak perbuatan tersebut). Pernyataan Simons ini tidak

23
Joko Sriwidodo, Kajian Hukum Pidana Indonesia, Jakarta, Penerbit Kepel Press,
(2019), hal. 149
24
Ibid, hal. 150
27
memberikan definisi kesalahan, namun memberikan syarat kesalahan berupa

perbuatan melawan hukum dan adanya kehendak perbuatan tersebut.25

Definisi kesalahan secara jelas diberikan oleh Remmelink sebagai

pencelaan yang ditujukan oleh masyarakat yang menerapkan standar etis yang

berlaku pada waktu tertentu terhadap manusia yang melakukan perilaku

menyimpang yang sebenarnya dapat dihindari.26 Kesalahan selalu ditujukan pada

perbuatan yang tidak patut, yaitu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak

dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Kesalahan dalam pengertian psikologis adalah hubungan batin antara

pelaku dengan perbuatan yang di lakukannya. Jika perbuatan tersebut di

kehendaki, maka pelaku telah melakukan perbuatan dengan sengaja. Sebaliknya,

jika perbuatan yang di lakukan tidak di kehendaki olehnya, maka perbuatan

tersebut terjadi karena suatu kealpaan. Pengartian kesalahan secara psikologis, di

lihat dari sifat batin subjek pelaku. Berbeda dengan kesalahan dalam pengertian

normatif yang di lihat dari luar pelaku. Tegasnya, pengertian kesalahan secara

normatif merupakan penilian dari luar dengan menggunakan ukuran-ukuran yang

bersifat normatif untuk kemudian menentukan apakah perbuatan tersebut dapat di

celakakan kepada pelaku dan apakah perbuatan tersebut dapat di hindari atau

tidak oleh pelaku.27

Senada dengan pendapat Simons, menurut Sutorius dalam tulisannya yang

berjudul Het Schuldbeginsel/Opzet en de Varianten Daarvan, mengatakan:

“Bahwa orang tidak dapat bicara tentang kesalahan tanpa adanya perbuatan

25
Eddy O.S Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Edisi Revisi, (Yogyakarta),cahaya
atma pustaka, (22 Desember 2015), hal. 147
26
Fitri wahyuni, op.cit., hal. 70
27
Eddy O.S Hiariej, op.cit., hal. 159
28
tercela atau yang tidak patut. Karena itu di dalam asas tiada pidana tanpa

kesalahan itu diartikan sebagai tiada pidana tanpa perbuatan tidak patut yang

objektif yang dapat dicelakan kepada pelakunya. Kesalahan memandang

hubungan antara perbuatan tidak patut dan pelakunya sedemikian rupa, sehingga

perbuatan itu dalam arti yang sesungguhnya merupakan perbuatannya. Dalam hal

ini, Roeslan Saleh berpendapat:28 “Bahwa untuk menentukan adanya kemampuan

Bertanggungjawab itu ditentukan pertama-tama oleh akal, yaitu dapat atau mampu

membeda bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak

diperbolehkan. Tetapi mengenai faktor kedua, yaitu faktor kehendak bukanlah

merupakan faktor dalam menentukan mampu tidaknya orang bertanggungjawab”.

Pompe mengatakan bahwa ada kesalahan jika perbuatan yang dilakukan

oleh terdakwa verwijtbaar (dapat dicela) dan vermijdbaar (dapat dihindari).

Mezger menerangkan bahwa kesalahan adalah adanya syarat-syarat yang

mendasarkan celaan pribadi terhadap orang yang melakukan perbuatan. 29

Sementara menurut Moeljatno, kesalahan adalah adanya keadaan psikis yang

tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan

antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa,

hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. Dengan demikian,

untuk adanya kesalahan harus dipikirkan dua hal di samping melakukan perbuatan

pidana, yaitu: pertama, adanya keadaan psikis (batin) yang tertentu, dan kedua,

adanya hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan

yang dilakukan, hingga menimbulkan celaan tadi.30

28
Lukman Hakim, op.cit., hal. 40
29
Ibid. hal. 41
30
Ibid. hal. 42
29
2.2.2 Definisi Kelalaian/kealpaan

Ilmu pengetahuan hukum pidana dan yurisprudensi menafsirkan

kelalaian/kealpaan (culpa) sebagai “kurang mengambil tindakan pencegahan” atau

“kurang berhati-hati”. Menurut Vos kealpaan mempunyai 2 unsur, yaitu:31

1. Pembuat dapat “menduga terjadinya” akibat dari perbuatannya.

2. Pembuat “kurang berhati-hati” (pada pembuat ada kurang rasa

tanggungjawab).

Adanya dapat menduga terjadinya (voorzienbaarheid) saja belum

merupakan kealpaan (culpa) karena selain itu diperlukan juga adanya kurang hati-

hati (onvoorzichtigheid). Seseorang yang sebelumnya sudah dapat menduga

bahwa mungkin akan terjadinya suatu akibat yang buruk dari perbuatannya, akan

tetapi pebuatan itu merupakan cara satu-satunya untuk memperoleh hasil yang

baik sehingga ia tidak dapat memilih dengan cara lain. Selain daripada itu ia telah

berusaha dengan sebaik-baiknya atau dengan sangat teliti agar dapat berhasil

dengan baik, meskipun besar kemungkinan akan terjadinya akibat yang buruk.

Misalnya seorang dokter yang harus mengoperasi pasiennya yang sakit keras.

Dokter itu mengetahui bahwa dengan operasinya besar kemungkinan pasien akan

mati, tetapi operasi itu adalah cara satu-satunya untuk menyembuhkan pasien itu.

Unsur kurang hati-hati (onvoorzechtigheid) tidak ada pada dokter itu, meskipun ia

mengetahui sebelumnya bahwa besar kemungkinan pasiennya akan mati dengan

operasinya. Jadi disini belum merupakan kealpaan (culpa).32

Kelalaian merupakan salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena

pelakunya tidak memenuhi standar perilaku yang telah ditentukan menurut

31
Andi Sofyan, Nur Azisa, Buku Ajar Hukum Pidana, Makassar, Pustaka Pena Press,
(Desember 2016), hal.133
32
Ibid, hal. 134
30
undang- undang, kelalaian itu terjadi dikarenakan perilaku orang itu sendiri.

Dalam pelayanan kesehatan misalnya yang menyebabkan timbulnya kelalaian

adalah karena kurangnya pengetahuan, kurangnya pengalaman dan atau

kurangnya kehati-hatian, padahal diketahui bahwa jika dilihat dari segi

profesionalisme, seorang dokter dituntut untuk terus mengembangkan ilmunya.

Kelalaian menurut hukum pidana terbagi dua macam yaitu:33

1) Kealpaan perbuatan, apabila hanya dengan melakukan perbuatannya sudah

merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang timbul

dari perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 205 KUHPidana.

2) kealpaan akibat, merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari

kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum

pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 359, 360,361 KUHPidana. Sedangkan kealpaan itu sendiri memuat

tiga unsur, yaitu:

a. Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis

maupun tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan

(termasuk tidak berbuat) yang melawan hukum;

b. Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh dan kurang berpikir panjang

c. Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung

jawab atas akibat dari perbuatannya tersebut.

Jadi kelalaian yang disadari terjadi apabila seseorang tidak melakukan

suatu perbuatan, namun dia sadar apabila dia tidak melakukan perbuatan tersebut,

maka akan menimbulkan akibat yang dilarang dalam hukum pidana. Sedangkan

33
Fitri Wahyuni, op.cit, hal 74
31
kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila pelaku tidak memikirkan

kemungkinan adanya suatu akibat atau keadaan tertentu, dan apabila ia telah

memikirkan hal itu sebelumnya maka ia tidak akan melakukannya.34

Kelalaian adalah seseorang yang sembrono, teledor, lalai, berbuat kurang

hati-hati atau kurang menduga-duga.35 Perbedaan dengan kesengajaan adalah

bahwa ancaman pidana pada delik-delik kesengajaa lebih berat bila di bandingkan

dengan delik-delik culpa atau kelalaian. Ahli hukum Noyon dan Langemeijer

menyatakan “De sehuld Hl At 200 cen uiterst gecomplu eende juridiu he

serm.tuur ta hcbben. Zi omvut maa cihaar uiterli ke gudruysfouten, die op cen

bepoakde innerlika gesteliheid wy.en, anderziyds die gesteldheid telf Zoo opgevat

omvat uhuld In enyeren can alle schuld In rumeren xzin die met is op.et. Het opzet

onderschuult .ich van de mhuld dooe cen positicf kenmerk, hct bewuste willen of

aanvuarden van de door het opzet behcerizhte bestanddkelen, de schuld van het

opzet sie hts door het onibreken van dit kenmerk Duarom Is het ook nedelujk, sa

hut niet practimh, dut voor ahuld in ruimen en in engen zin hetasifle woond

gcbruikt wonlrt” “Kealpaan/kelalaian adalah suatu struktur hukum yang sangat

kompleks kealpaan mengandung di satu pihak adalah kekeliruan dalam perbutan

lahir yang menunjuk adanya keadaan batin tertentu, namun di lain pihak adalah

keadaan batin itu sendiri. Jika memang demikian, kealpaan meliputi semua makna

kealahan dalam arti yang bukan berupa kesengajan. Perbedaan kesengajaan dari

pada kealpaan ialah bahwa dalam kesengajaan ada sifat yang positif, yaitu adanya

kehendak dan persetujuan yang disadari dari unsur-unsur delik yang diliputi oleh

kesengajaan, sedangkan sifat positif ini tidak ada dalam kealpaan. Oleh karena itu

34
Ibid. hal.75
35
Eddy O.S Hiariej, op.cit., hal. 187
32
dapatlah dimengrti, meskipun tidak praktis, dipakai istilah yang sama untuk

kesalahan dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit”.36

2.3 Tinjauan Umum Kerusakan Lingkungan

2.3.1 Pengertian Lingkungan Hidup

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang

mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik secara langsung maupun

tidak langsung. Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia. Dengan

lingkungan fisik manusia dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan

materialnya. Dengan lingkungan biologi manusia dapat memenuhi kebutuhan

jasmaninya.37

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain”. Adapun Istilah lingkungan atau lingkungan

hidup adalah terjemahan dari berbagai bahasa antara lain, environment dalam

bahasa Inggris, atau I’evironement dalam bahasa Perancis, umwelt dalam bahasa

kapaligiran dalam bahasa Tagalog, dan sin-valt-lom dalam bahasa Thailand.38

Munadjad Danusaputra Lingkungan hidup adalah semua benda dan serta

kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuat yang terdapat dalam

ruang di mana manssia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta

kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup Lainnya.

36
Ibid, hal. 188-148
37
Satya Darmayani Dan Rudy Hidana,Fransina, Ekologi, Lingkungan Hidup Dan
Pembangunan, Bandung, Widina Bhakti Persada, (Agustus, 2021), hal. 23
38
Muhammad Sood, op.ct., hal. 5
33
Emil Salim berpendapat bahwa Lingkungan adalah bagian dari benda,

kondisi keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan

memengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang

lingkungan ini sangat luas, namun untuk praktisnya kita batasi ruang lingkungan

denga faktor-faktor yang dapat kita jangkau oleh manusia seperti faktor alam

faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial dan lainn-lain. 39

Lingkungan adalah seluruh faktor luar yang memengaruhi suatu

organisme; faktor-faktor ini dapat berupa organisme hidup (biotic factor) atau

variabel-variabel yang tidak hidup (abiotic factor). Dari hal inilah kemudian

terdapat dua komponen utama lingkungan, yaitu: Biotik: Makhluk (organisme)

hidup, dan Abiotik: Energi, bahan kimia, dan lain-lain.40

Makna lingkungan menurut Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana tertera

Pasal 1 ayat (13) adalah: Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua

benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya,

yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Kesatuan ruang maksudnya

semua yang disebutkan di atas berada dalam ruang/atau tempat yang sama dan

bersamasama membentuk satu sistem. Jadi dalam kesatuan ruang itu masing-

masing saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penggunaan istilah “lingkungan” sering kali digunakan secara bergantian dengan

istilah “lingkungan hidup”. Kedua istilah tersebut meskipun secara harfiah

dibedakan, tetapi pada umumnya digunakan dengan makna yang sama, yaitu

39
Ibid, hal. 6
40
Sihadi Darmo Wihardjo Dan Henita Rahmayanti, Pendidikan Lingkungan Hidup,
(Bojong Pekalongan, Jawa Tengah, PT. Nasya Expanding Management, (2021), hal. 15
34
lingkungan dalalm pengertian yang luas, yang meliputi lingkungan fisik, kimia,

maupun biologi (lingkungan hidup manusia, lingkungan hidup hewan dan

lingkungan hidup tumbuhan). Lingkungan hidup juga memiliki makna yang

berbeda dengan ekologi, ekosistem, dan daya dukung lingkungan. Kendati

demikian, ketiga hal yang disebutkan terakhir tidak dapat dipisahkan dari

pengertian lingkungan atau lingkungan hidup.41

RM. Gatot P. Soemartono mengutip pendapat para pakar sebagai berikut,

“Secara umum lingkungan diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan

pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal

yang hidup termasuk kehidupan manusia.42

Lingkungan hidup adalah sebuah medan yang telah Allah Ta’ala

ciptakan sebagai tempat manusia hidup, untuk dikaji dan dipahami secara

komprehensif sebagai sebuah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain. Ruang merupakan berbagai komponen

lingkungan menempati dan melakukan proses, sehingga antara ruang dan

komponen lingkungan merupakan sutu kesatuandengan semua benda, daya,

keadaan, makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan.43

41
Ibid, hal. 16
42
Ibid, hal. 19
43
L. Sholehuddin, Ekologi dan Kerusakan Lingkungan dalam Persepektif Al-Qur’an,
Jurnal Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Vol. 4, No. 2, (2021), hal. 117
35
2.3.2 Definisi Kerusakan Lingkungan Hidup

Berdasarkan pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup definisi kerusakan

llingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan hayati

lingkungan hidup yang dapat di tenggang oleh lingungan hidup untuk dapat tetap

melestarikan fungsingnya. Definisi kerusakan lingkungan hidup merupakan

patokan atau ukuran untuk mengetahui apakah telah terjadi pencemaran atau

kerusakan lingkungan hidup, karena itu perlu di pahami pengertian pencemaran

lingkungan hidup, kerusakan lingkungan hidup, dan perusakan lingkungan

hidup44.

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau di masukanya makhluk

hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan

manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah di

tetapkan.45 Adapun perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang

menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,

dan hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup. Sedangkan kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan

langsung atau tidak llngsung terhadap sifat fisik, kimia, dan hayati lingkungan

hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup46

Pengertian perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan

perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan hayati

lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi

44
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
45
Muhammad Sood, op.cit,hal. 219
46
Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
36
dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan, sehingga terjadi

penurunan lingkungan bahkan hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah.

Ketika alam rusak dihancurkan oleh sumber daya menghilang, maka lingkungan

sedang mengalami kerusakan47

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk

hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya

tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas

lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan

menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi. Zat atau bahan yang dapat

mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut

polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makluk hidup48

kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya

sumber daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar.

Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi

diperingatkan oleh High Level Threat Panel dari PBB. The World Resources

Institute (WRI), United Nations Environment Programme (UNEP), United

Nations Development Programme (UNDP) dan Bank Dunia telah melaporkan

tentang pentingnya lingkungan dan kaitannya dengan kesehatan manusia, pada

tanggal 1 Mei 1998.49

47
Rosyid Ari Prabowo, Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Badamai Law
Journal, vol.7, No. 2, (2022), hal. 20
48
Sihadi Darmo Wihardjo Dan Henita Rahmayanti, op.cit, hal. 120
49
Muannif Ridwan, Sri Hidayanti, Dan Nilfatri, Studi Analisis Tentang Kepadatan
Penduduk Sebagai Sumber Kerusakan Lingkungan Hidup, Jurnal Indratech, Vol. 2, No. 1 (Mei
2021), hal.30
37
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat


3.1.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan di laksanakan secara singkat yaitu setelah di

lakukan seminar outline skripsi dan telah di lakukan perbaikan seminar

outline yang akan di laksanakan sekitar bulan januari 2023.

Bulan

September Januari Februari Juni April

No Kegiatan 2022 2023 2023 2023 2023 ket

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan judul

2 Seminar Proposal

3 Acc Perbaikan

4 Penelitian

5 Penulisan Skripsi

6 Bimbingan Skripsi

7 Seminar Hasil

8 Meja Hijau

3.1.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan di lakukan di Pengadilan Negeri Kabupaten Rokan

Hilir Riau, Jalan Lintas Riau-Sumut km 167, Kel.Banjar 12-Ujung Tanjung, Kec.

Tanah Putih, Kab Rokan Hilir, Riau.

38
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan metode

penelitian Normatif-Empiris yang dapat disebut juga dengan penelitian

hukum normatif-terapan (applied law reaserch,) merupakan penelitian hukum

yang mengkaji pelaksanaan atau pengimplementasian suatu peraturan

Perundang-undangan (hukum positif) dan kontrak secara faktual pada setiap

peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai

tujuan yang telah ditentukan.50 Data yang digunakan dalam penelitian ini

ialah data primer dan sekunder yang terdiri dari:51

a. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari

lapangan yang berdasarkan dari responden dan narasumber.

Pengumpulan data dilapangan yang dilakukan oleh penelitian dengan

cara wawancara.

b. Data sekunder yang dapat digunakan dalam penelitian ini diperoleh

melalui studi kepustakaan yang meliputi: buku, jurnal, makalah, kamus

hukum dan bahan hukum tertulis lainnya, dokumen-dokumen hukum,

yurisprudensi, dan dokumen lainnya.

3.2.2 Jenis Data

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yang artinya penelitian ini

menggambarkan bagaimana suatu ketentuan hukum dalam konteks teori-teori

hukum yang dalam pemaparannya menggambarkan tentang barbagai persoalan

50
Muhaimin, ,“ Metode Penelitian Hukum”, Unram Press, Mataram,(2020), hal. 29
51
Ibid, hal. 124.

39
yang berkaitan untuk memberikan data yang konkrit pada pemidanaan

kerusakan lingkungan di Kabupaten Rokan Hilir.52

Sifat penelitian ini untuk mengetahui pertanggung jawaban pidana

terhadap pelaku yang lalai yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di

Pengadilan Negeri Kabupaten Rokan Hilir yang berkaitan dengan penulisan

skripsi.

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian dikumpulkan

dengan melakukan penelusuran (searching) dan studi dokumentasi,

baik melalui toko-toko buku, perpustakaan dan media internet, serta

media dan tempat-tempat (lembaga) lainnya yang mengeluarkan

serta menyimpan arsip (dokumen) yang berhubungan dengan

permasalahan penelitian.53 Suatu karya ilmiah sudah seharusnya didukung

oleh data-data, demikian juga dengan penlisan skripsi ini yang mana penulis

berupaya untuk memperoleh data-data maupun bahan-bahan yang diperlukan

dalam penulisan skripsi ini setidaknya dapat lebih dekat dengan

golongan/karakteristik karya ilmiah yang baik.

Untuk mengetahui data yang digunakan dalam penulisan ini, terdapat 2(dua)

metode yaitu:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu dengan melakukan

penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, pendapat


52
Astri Wijayanti. Strategi Penulisan Hukum. Bandung: Lubuk Agung, ( 2011),
hal.163
53
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, Mataram-NTB, Mataram University Press, Juni
(2020), hal. 64-65

40
sarjana, peraturan perundang-undangan dan juga bahan-bahan selama

perkuliahan.

2. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penulisan langsung dengan

melakukan studi wawancara pada hakim di Pengadilan Negeri Kabupaten

Rokan Hilir.

3.2.4 Analisis Data

Penelitian ini akan menganalisis data yang dilakukan secara kualitatif

yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam

kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas, kompleks dan rinci.54 Data

kualitatif yang diperoleh secara sistematis dan kemudian substansinya

dianalisis untuk memperoleh jawaban tentang pokok permasalahan yang

akan dibahas dalam penulisan skripsi ini secara kualitatif untuk

mendapatkan jawaban yang pasti dan hasil yang akurat. Sedangkan data-data

berupa teori yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan sub bab

pembahasan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga diperoleh

gambaran yang jelas tentang pokok permasalahan.

Selanjutnya data yang disusun akan di analisa secara deskriptif analis oleh

penulis sehingga dapat diperoleh suatu gambaran secara menyeluruh

terhadap pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang dengan lalai

mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup. Serta diakhiri dengan penarikan

kesimpulan dengan menggunakan metode induktif sebagai jawaban dari

permasalahan yang dirumuskan. Menurut Millis dan Huberman sebagaimana

54
Syamsul Arifin, “Metode Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Hukum”, Medan Area
University Press, Medan, (2012), hal. 36
41
dikutip oleh Djumhan Pida, data kualitatif analisisnya tetap menggunakan kata-

kata yang disusun kedalam teks yang diperluas melalui tiga alur kegiatan yang

terjadi secara bersama-sama, berulang-ulang dan terus menerus sehingga langkah

analisisnya dibagi menjadi :55

1. Reduksi data, terdiri dari kegiatan mengolahkan, menajamkan, membuang

yang tidak perlu dan mengorganisasikan data hasil wawancara sehingga

kesimpulan final dapat ditarik dan diverifikasikan. Reduksi dapat dilakukan

dengan merangkum pembahasan materi penelitian yang sudah ditentukan.

2. Display data, yaitu mensistematiskan data secara jelas dan dalam bentuk

yang jelas untuk membantu peneliti menguasai data tentang pembahasan

materi penelitian yang sudah ditentukan.

55
Muhaimin, op.cit., hal. 105-106
42
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengaturan Hukum Terhadap Pelaku Yang Lalai Mengakibatkan


Kerusakan Lingkungan Hidup
a. Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Deklarasi

Stockholm (1972) Swedia

Deklarasi Stockholm 1972, Indonesia mengambil beberapa langkah untuk

memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup, termasuk dengan diterbitkan

Undang-Undang pertama Nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian dsigantikan oleh Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan digantikan oleh

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan pengelolaan

Lingkungan Hidup yang berlaku hingga saat ini. Pengelolaan lingkungan hidup

yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan,

dan asas manfaat mengharapkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan

yang berwawasan lingkungan hidup dalam kerangka pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.56

Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat di pisahkan dari gerakan

dunia untuk memberikan perhatian yaang lebih besar kepada lingkungan hidup,

mengingat bahwa kenyataannya lingkungan hidup telah menjadi permasalahan

yang perlu di atasi dan di tanggulangi bersama demi kelancaran hidup dunia.

56
Rodrigo Christopher Rembet, Flora Pricilla Kalalo. Dan Fernando J. M. M. Karisoh,
Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Deklarasi Stockholm 1972, Lex Et
Societatis Vol. 8, No. 4, (2020), hal.40
43
Konferensi lingkungan hidup dalam nuansa global pertama kali di selenggarakan

di kota Stockham swedia tahun 1972, konferensi ini terselenggara atas inisiatif

dan prakarsa dari negara swedia dan negara-negara maju sebagai akibat dari

semangkin meningkatnya kepedulian masyarakat dunia terhadap permasalahan

lingkungan hidup yang semangkin memperhatinkan sebagai akibat kegiatan

manusia yang tidak pro lingkungan. Konferensi ini merupahkan gerakan dunia

untuk memberikan perhatian terhadap lingkungan hidup manusia karena dalam

dalam kenyataanya masalah lingkungan semangkin parah dan memprihatinkan.

Oleh karena itu harus segera di atasi dan di tanggulangi bersama demi

kelangsungan hidup manusia.57

b. Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Deklarasi Nairobi

(1982) Kenya

Sepuluh tahun kemudian setelah deklarasi stockhom, konferensi

lingkungan hidup manusia (The United Conference On The Human

Environmen) di selenggarakan kembali di nairobi tanggal 5 juni 1982 yang di

hadiri oleh 105 negara, konferensi ini mengasilkan deklarasi lingkungan.. Di

sebut pula denga Deklarasi Nairobi dengan berfokus menyelamtkan

keberlangsungan hidup manusia.58

Sidang khusus Gouvering councel UNEP telah lahir Deklarasi nairobi,

yang di dalamnya memuat 10 asas bagi pengelola lingkungan hidup dunia.

Konferensi nairobi secara umum memandang bahwa asas atau prinsip yang

telah di putuskan dalam konferensi Stockham masih relevan.59

57
Muhammad Sood, op.cit, hal.29-30
58
Ibid, hal.37
59
Aditia Syahprilia. Buku Ajar Hukum Lingkungan, Cv Budi Utama, Yogyakarta,2018,
hal. 23
44
c. Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Deklarasi Rio de

janeiro (1992) Brazil

Selanjutnya tahun 1992 lahirnya Deklarasi Rio De Janeiro di Brazil.

Deklarasi Rio De Janeiro merupakan konfrensi persatuan bangsa-bangsa (PBB)

mengenai lingkungan hidup. Hasil konfrensi deklarasi Rio De Janeiro menetapkan

serangkaian asas sebagai pedoman pembangunan di masa mendatang. Asas-asas

ini menetapkan hak-hak manusia atas pembangunan, dan tanggung jawab manusia

terhadap pelestarian lingkungan bersama, juga perlu adanya perlindungan

lingkungan.60

d. Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Deklarasi

Johannesburg (2002) Afrika Selatan

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pembangunan berkelanjutan di

selenggarakan di johannesburg afrika selatan pada tanggal 26 Agustus sampai

dengan 4 September 2004, konferensi ini melahirkan banyak banyak

kesepakatan komprensip di bidang kehutanan yang berkelanjutan dari KTT

Rio de Janiero.61

e. Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Konferensi Bali

(2007) Indonesia

Konferensi ini di selenggarakan untuk upaya lanjutan untuk memenuhi

pengurangan rumah kaca yang menyebabkan pemanasan glonal, selain itu

membahas mengenai cara membantu negera-negara miskin dalam mengatasi

permasalahan dunia62

60
Susi Yanuarsi, Pengaruh Global Terhadap Hukum Lingkungan Di Indonesia, Vol. 17
No. 3, (2019) hal. 261
61
Muhammad Sood, op,cit. hal.46
62
Ibid, hal.50
45
f. Pengaturan Hukum Lingkungan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP)

Tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam Bab XV, yang terdiri dari 23

pasal, dimulai dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 Undang-Undang

Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Dalam Pasal 97

disebutkan, bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Bab XV itu adalah

kejahatan. Dengan demikian, mengenai kejahatan terhadap lingkungan hidup

diatur dalam bab tersebut. samping dalam UUPPLH, kejahatan terhadap

lingkungan hidup juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), misalnya dalam Pasal 187, Pasal 188, Pasal 202, Pasal 203, Pasal 502,

dan Pasal 503 KUHPidana. Kejahatan terhadap lingkungan hidup juga terdapat

dalam peraturan perundang-undangan di dalam KUHPidana dan diluar UUPLH

Kejahatan atau tindak pidana lingkungan hidup terdapat dalam berbagai peraturan

perundang-undangan selain UUPLH dan KUHP. Oleh karena itu, kecermatan dari

para penegak hukum, terutama penyidik, penuntut umum dan hakim sangat

diperlukan dalam menemukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan tindak pidana lingkungan hidup dalam berbagai macam peraturan

perundang-undangan itu. Dengan kata lain, peraturan perundang-undangan mana

yang akan digunakan, tergantung pada terhadap sumber daya apa tindak pidana

lingkungan hidup itu dilakukan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

pada hakikatnya adalah penerapan prinsip–prinsip ekologi dalam kegiatan

manusia terhadap dan atau yang berdimensi lingkungan hidup.63

63
Tarya Sonjaya1, Budi Heryanto2, Aji Mulyana3, dan M Rendi Aridhayandi, Kebijakan
Hukum Pidana Dalam Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Berdasarkan Prinsip Pembangunan,
Lambung Mangkurat Law Journal, Vol. 5, No. 2, (2020), hal. 208
46
f. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Peyelenggaraan

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 memuat beberapa peraturan

baru, antara lain:

Izin lingkungan didasarkan pada Keputusan Kelayakan ernyataan Kemampuan

Pengelolaan lingkungan yang baik. Lingkungan dikeluarkan dengan persiapan

upaya persiapan lingkungan (UPL), yang merupakan persyaratan untuk

mendapatkan izin usaha atau izin pemerintah. Keputusan yang dikeluarkan oleh

Dewan Negara atau pemerintah negara berfungsi sebagai dasar untuk pelaksanaan

kegiatan badan-badan negara. Persetujuan teknis adalah persetujuan pemerintah

negara bagian atau provinsi dalam bentuk peraturan dan/atau analisis standar

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. dampak lalu lintas terhadap

usaha dan/atau kegiatan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Surat Kelayakan Operasional (SLO) adalah surat yang memberikan pernyataan

kepatuhan terhadap standar lingkungan dan tata kelola bisnis dan/atau operasi.

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bidang untuk

melakukan uji tuntas. Sistem informasi lingkungan adalah gabungan sistem

teknologi informasi dan aktivitas manusia yang menggunakan teknologi yang

mendukung operasi dan pengelolaan lingkungan. Menurut definisinya, izin

lingkungan adalah syarat atau ketentuan izin.64

g. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Penataan Hukum Lingkungan Hidup Propinsi Riau

64
H. Effendi, M Ursalin, R. Sonaji, Dinamika persetujuan lingkungan dalam perspektif
Peraturan Pemerintah nomor22 tahun 2021dan peraturan turunannya, Jurnal Pengelolaan
Lingkungan berkelanjutan, Vol. 5, No.3, 2021, hal. 761-762
47
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam

kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu

dilakukan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh sungguh. Pengelolaan

lingkungan hidup adalah upaya untuk melestarikan dan mengembangkan

lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang

terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Segala bentuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan akan memberikan dampak

terhadap lingkungan hidup dan oleh sebab itu perlu dilakukan pengelolaan

lingkungan hidup. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, maka perlu

menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan

Penaatan Hukum Lingkungan Hidup Provinsi Riau.65

Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah Pasal 18 ayat (6) UUD 1945; UU No.

61 Tahun 1958; UU No. 32 Tahun 2004; UU No. 32 Tahun 2009. Peraturan

Daerah ini mengatur tentang:

a. Ketentuan Umum;

b. Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup;

c. Perencanaan dan Pemanfaatan Lingkungan Hidup;

d. Pemeliharaan Lingkungan Hidup;

e. Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun;

f. Peran Masyarakat;

g. Perlindungan Masyarakat Hukum Adat;

h. Hak, Kewajiban dan Larangan;

i. Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

65
Ll Setda Prov. Riauperaturan daerah provinsi riau nomor 8 tahun 2014 tentang
pengelolaan-lingkungan-hidup-dan-penaatan-hukum-lingkungan-hidup-provinsi-riau/,
https://riau.bpk .go.id 2015 di akses pada Jumat, 7 juli 2023
48
j. Kelembagaan;

k. Sistim Pengelolaan Lingkungan Hidup;

l. Perizinan;

m. Pembiayaan;

n. Pengawasan;

o. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup;

p. Penyidikan;

q. Ketentuan Pidana;

r. Ketentuan Peralihan;

s. Ketentuan Penutup.

Peraturan ini terdiri dari XIX Bab, 60 Pasal, dan Penjelasan.

h. Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009

Pada Asas Societas Delinquere Non Potest ini meberikan jawaban

kenapa di dalam KUHP tidak dapat menemukan korporasi merupakan

subyek hukum. Pengertian dari subyek hukum yaitu semua yang memiliki hak

dan kewajiban. Hak yang dimaksud merupakan kekuasaan dan/ atau

kekuasaan yang diberi oleh hukum kepada subyek hukumnya.66 Pengaturan

hukum tentang lingkungan hidup sudah jelas tertuang di dalam undang-

undang khusus yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang di perbarui

menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Dan

Perlindungan Lingkungan Hidup.67

66
Disemadi, Hari Sutra, and Nyoman Serikat Putra Jaya. "Perkembangan
Pengaturan Korporasi Sebagai Subjek Hukum Pidana Di Indonesia." Jurnal Hukum Media
Bhakti 3, No. 2, (2019), hal. 121
67
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan
Negeri Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB
49
Undang–Undang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup

(PPLH), dalam ketentuan tindak pidana terdapat dalam Undang-Uundang

terdapat 4 hal yang dapat diperhatikan, dalam Undang–Undang pengeelolaan

dan perlindungan lingkungan hidup (PPLH) pelaku tindak pidana disamping

perorangan dapat berupa badan hukum ataupun perserikatan, organisasi dan

sejenisnya, sementara dalam KUHPidana yang dapat dijadikan pelaku hanya

berupa manusia atau orang. Undang – Undang PPLH selain mempergunakan

sanksi pidana pokok dan pidana tambahan layaknya pada KUHPidana

mempergunakan tindakan tata tertib untuk menjaga norma. Tiga, dalam

rumusan pemidanaan terdapat norma yang kabur yang

mempergunakan kata “dan/atau” membuat hukum bimbang untuk

menjatuhkan sanksi kumulatif atau alternatif, terakhir yaitu Undang – Undang

PPLH melihat hukum pidana sebagai ultimum remedium untuk tindak pidana

formil tertentu, sedangkan tindak pidana lain mempergunakan asas premum

remedium (mendahului pelaksana penegakan hukum pidana). Undang–

Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) masih

belum memadai untuk pemidanaan untuk oknum dari tindak pidana

lingkungan. Meskipun beberapa pasal yang dijelaskan bisa diperbaiki untuk

dijadikan petunjuk didalam menyusun Rancangan Kitab Undang-Undang

Hukum pidana (RKUHP) yang diatur secara tersirat mengenai pelaku tindak

50
pidana lingkungan untuk dijatuhkan sanksi yang berat baik perorangan

51
maupun korporasi.68

Pengaturan pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat di kenakan

terhadap individu, korporasi, dan pejabat yang berwenang sebagaimana di atur

pada pasal 98 tindak pidana lingkungan pada ayat 1 secara materil di

rumuskan yang artinya akan terjadi tindak pidana lingkungan jika ada akibat

dari perbuatan yang di lakukan. Ayat 2 ada unsur tambahan yaitu unsur

mengakibatkan luka serius atau bahaya terhadap kesehatan orang lain. Unsur

ini menjad pemberat pada ayat 1 yang di lakukan sengaja. Pada ayat 3 unsur

tambahan yaitu korban dari pencemaran lingkungan luka sangat berat atau

sampai mati maka ancaman pidana lebih berat dari ayat 1 dan ayat 2 pasal 99,

rumusan pasal 99 juga merupahkan rumusan materil, artinya perbuatan pelaku

menyebabkan terjadinya perusakan lingkungan. Pasal 99 memiliki kesamaan

dengan rumusan pasal 98 UUPPLH, hanya saja ancaman pidana lebih ringan

di bandingkan pasal 98. Pasal 100 rumusan pidana pasal 100 ayat

merupahkan rumusan formil, yaitu tidak di perlukan adanya akibat perbuatan,

bahwa perbuatan itu telah di lakukan sehingga terjadi pelanggaran kualitas air

limbah, kualitas emisi, dan kualitas gangguan. Pada ayat 2 ketentuan pidana

yang di atur dalam ayat 1 akan dapat di berikan kepada pelaku jika sanksi

administratif tersebut telah di jatuhkan kepadanya atau pelaku sudah

meakukan pelanggaran lebih dari satu kali. Dimaksud sanksi administratif

yaitu pembekuan izin lingkungan, teguran tertulis, paksaan pemerintah serta

52
di cabut izin lingkungan. Pasal 101 rumusan tindak pidana lingkungan dalam

53
pasal 101 di rumusakan secara formil.69

Tindak pidana yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di

Provinsi Riau dengan cara membakar hutan dan lahan yang dilakukan oleh

perorangan maupun perusahan sampai saat ini masih dalam proses penyidikan

oleh penyidik Subdit IV Ditreskrimsus Polda Riau dengan mendatangkan ahli

yaitu ahli di bidang lingkungan seperti ahli kerusakan tanah, kebakaran hutan, ahli

gambut, serta ahli hukum lingkungan. Sifat dan keterangan yang diberikan oleh

ahli tersebut yaitu menurut pengetahuannya pada bidang lingkungan hidup.

Sehingga dengan keterangannya tersebut dapat memberikan kelengkapan

pemeriksaan kepada penyidik dalam mencapai kesuksesan proses penyidikan.

Penindakan kasus kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh penyidik Subdit

IV Ditreskrimsus Polda Riau dalam 4 (empat) tahun terakhir menunjukkan bahwa

pelaku pembakaran hutan dan lahan terbanyak dilakukan oleh perorangan.

Sebanyak 77 orang jumlah tersangka yang dilakukan secara perorangan dan 4

tersangka merupakan dari korporasi, dengan total jumlah tindak pidana sebanyak

74. Berdasarkan data tersebut diatas, total luas hutan dan lahan yang terbakar

adalah sebanyak 1.687,342 Ha. Daerah yang paling luas areal terbakarnya adalah

54
Kabupaten Rokan Hilir seluas 515,59 Ha. Sedangkan areal yang paling sedikit

55
luas areal yang terbakarnya adalah Kabupaten Rokan Hulu yaitu seluas 2 Ha.70

Berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup di

indonesia dalam rangka perlindungan lingkungan hidup, penegakan hukum

lingkungan merupakan suatu hal yang patut di lakukan oleh pemerintah, karena

lingkungan hidup selalu terbebani dengan semangkin meningkatnya jumlah

manusia. Upaya tersebut penting di lakukan melalui penegakan hukum untuk

mencegah dan menanggunagi pencemaran dan kerusakan lingkungan, baik di

sebabkan oleh masyarakat maupun pelaku usaha. Perlindungan hukum terhadap

lingkunngan hidup harus di dukung pula oleh instrumen hukum yang baik,

56
peraturan perundang-undangan maupun institusi hukumnya, serta didukung pula

57
oleh peningkatan kesadaran hukum masyarakat.71

Penegakan hukum lingkungan hidup adalah proses dilakukanya upaya

untuk tegaknya atau fungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai

pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Upaya penegakan hukum yang di

lakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup di

indonesia, baik secara preventif maupun reprensif tidak terlepas dari terminologi

sistem hukum untuk memahami efektifitas berfungsinya hukum dalam mengubah

58
perilaku manusia agar mempunyai kesadaran hukum dalam rangka melindungi

59
dan melestarikan fungsi lingkungan hidup.72

Menurut Lawrence M. Friedman bahwa berfungsinya hukum dalam

mengatasi berbagai permasalahan dalam masyarakat mencakup tiga unsur yaitu:

1. Substansi Hukum (legal substance) adalah peraturan-peraturan yang terdiri

dari peraturan substantif dan peraturan-peraturan tentang bagaiana institusi-

institusi harus bertindak. Peraturan-peraturan primer adalah norma tingkah

laku, sedangkan peratura sekunder mengatur bagaimana norma-norma

pokok di lakukan.

2. Sruktur Hukum (Legal Stucture) adalah pola yang memperlihatkan

bagaimana hukum bekerja dengan bentuk yang tetap sebagai suatu sistem

badan, jika kita menggambarkan struktur sebuah pengadilan maka

pembicaraan tentang jumlah hakim, yuridiksi pengadilan, bagaimana

pengadilan yang lebih tinggi menangani pengadilan yang lebih rendah dan

apa peran mereka.

3. Budaya Hukum (Legal Culture) adalah sikap yang berpola, nilai-nilai,

prinsip-prinsip, gagasan atau pendapat yang terstruktur sedemikian rupa

sehingga di anut oleh setiap pribadi pada level budaya hukum sifatnya lebih

oprasional dan dapat diamati melalui cara berbuat dan berfikir.

Fungsinya hukum dalam rangka memberikan perlindungan pada

masyarakat, maka hukum harus di tegakan. Menurut Soerjono Soekanto “wujud

perlindungan hukum pada dasarnya upaya penegakan hukum. Upaya penegakan

hukum secara konsepsonal merupahkan kegiatan penyerasian hubungan nilai-nilai

yang dijabarkan nilai tahap akhir untuk menciptakan pemeliharaan dan

mempertahankan perdamaian pergaulan hidup.”Oleh karena itu, faktor-faktor


60
yang patut dipertimbangkan dalam perlindungan hukum adalah faktor itu sendiri,

faktor penegakan hukum, yakni pihak yang membentuk atau yang menerapkan

hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor

masyarakat yakni dimana hukum sebagai hasil karya cipta rasa yang di dasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Menurut Arief Shidarta, upaya

penegakan hukum tidak terlepas dari cita-cita hukum yang di atur dalam

masyarakat yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan berbagai

aturan hukum positif, lembaga hukum, dan proses (perilaku birokrasi pemerintah

dan warga masyarakat). Selanjutnya Sudikno Mertokusumo, menyatakan bahwa

61
dalam penegakan hukum terdapat tiga unsur yang harus di perhatikan yaitu

62
kepasstian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan.73

Berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan

hidup, perlindungan lingkungan hidup merupahkan upaya untuk mencegahdan

menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup baik disebabkan

oleh perbuatan manusia, hewan, proses alam, maupun haa penyakit. Upaya ini

dimaksudkan untuk mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat

dan perorangan atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Menurut Pasal 1

angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan

hidup, perlindungan lingkungan hidup (UUPPLH) bahwa “perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang di

lakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya

pencemaran dan/atau kerusakan lingkngan hidup yang meliputi perencanaan,

pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum”.

Dengan demikian bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan llingkungan

hidup harus di lakukan secara sistematis terpadu dengan melibatkan semua pihak,

baik institusi pemerintah, penegak hukum, pelaku usaha, lembaga swadaya

masyarakat (LSM), maupun warga masyarakat sekitar lingkungan, Dengan

demikian maka penegakan hukum dalam rangka perlindungan lingkungan hidup

guna mengatasi permasalahan lingkungan hidup dapat dilakukan, baik secara

preventif (pencegahan) maupun refresif (pemidanaan sanksi).

(1) Penegakan Hukum Lingkungan Secara Preventif

Penegakan hukum lingkugan secara preventif dalam rangka perlindungan

hukum lingkungan hidup merupahkan upaya untuk mencegah terjadinya

pencemaran da kerusakan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Hal ini dapat

63
dilakukan melalui persiapan instrumen hukum berupa regulasi, melakukan

pembinaan aparatur pemerintah, sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha,

64
pengajian sistem dan prosedur perizinan lingkungan, dan pengawasan terhadap

65
kegiatan pengelolaan lingkungan, antara lain sebagai berikut:74

a) Pengaturan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Substansi hukum atau peraturan perundang-undangan tentang lingkungan

hidup merupahkan landasan hukumm dalam pelaksanaan dan penegakan hukum

oleh aparatur dan aparat penegak hukum dalam rangka mengatasi permasalahan

lingkungan hidup di indonesia. Berbagai peraturan perundang-undangan yang di

gunakan menjadi landasan hukum sebagai acuan dalam pelaksaan dan penegakan

hukum lingkungan di indonesia, baik jaman penjajahan belanda, zaman

pendudukan jepang, maupun jaman kemerdakaan. Selain itu berbagai deklarasi

atau kesepakatan internasional yang merupahkan hasil konferensi lingkungan

hidup internasional, juga menjadi acuan dalam pelaksaaan dan penegakan hukum

lingkungan di indonesia. Setelah indonesia merdeka, berbagai peraturan

perundang-undangan nasional tentang perlindungan lingkungan hidup yaitu,

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup, yang

kemudian di ganti oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang

Pengelolahan Lingkungan hidup, selanjutnya di ganti oleh Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup.

Demikian pula dengan berbagai peraturan lain yang berkaitan dengan lingkungan

hidup, seperti Undang-Undang konservasi Sumber Daya alam dan Ekosistem,

Undang-Undang kehutanan, Undang-Undang kelautan, dan sebagainya. Hal ini ini

dapat di lihat pada Bab II bagian D tentang “sejarah perkembangan hukum

lingkungan hidup di indonesia”. Peraturan perundang-undangan tersebut

merupahkan landasan hukum dalam penegakan hukum lingkungan di indonesia

baik secara preventif maupun secara represif.

66
b) Pembinaan Aparatur Pemerintah dan aparat Penegak Hukum

Peran institusi atau struktur hukum (Legal Structure) terutama dalam

melakukan penagakan hukum sangat di perlukan, hal ini merupahkan pola yang

memperlihatkan bagaimana suatu hukum bekerja dengan suatu bentuk uyang tetap

pada suatu sistem badan. Bagaimana peranan institusi dalam melaksanakan fungsi

dan tugasnya, dan bagaimana institusi hukum memainkan perananya yang di

dukung kemampuan sumber daya manusia, dan manajemen atau tata kelola sarana

dan prasarana dalam melaksanakan dan penegakan hukum. Jika kita

menggambarkan struktur sebuah pengadilan yang tunggi menangani pengadilan

67
yang rendah.75 Oleh karena itu, pembinaan terhadap aparatur pemerintah pada

institusi terkait maupun terhadap aparat penegak hukum sangat di perlukan,

Pembinaan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, penataran, atau

pendidikan keterampilan hukum, agar apatur dan aparat penegak

hukummempunyai pengetahuan memadai tentang lingkungan hidup, dan

mempunyai keterampilan dalam melaksanakan funsi, tugas dan wewenang, serta

agar terciptanya kerja sama dan kordinasi yang terpadu, baik terkait dengan sistem

dan prosedur perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum lingkungan hidup.

c) Pembinaan Pelaku usaha (Pemegang Izin Usaha) Pengelolaan lingkungan

Hidup

Pembinaan selain dilakukan kepada apaatur pemerinthan dan aparat

penegak hukum, juga di lakukan terhadap pelaku usaha yang memperoleh azin

lingkungan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pembinaan ini juga dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan atau pelatihan

tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, agar para pemegang izin

usaha tidak melakukan kegiatan eksploitasi sumber daya alam tanpa izin(Ilegal

ek\\exploitation) seperti penambangan mineral dan batu bara tanpa izin,

pembakaran dan pembabatan hutan, pemanfaatan hutan melampaui daya dukung

lingkungan atau pengelolaan hutan di luar kawasan yang diizinkan, penangkapan

68
ikan dengan menggunakan bahan peledak, dan sebagainya sehingga menimbulkan

69
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.76

Penegakan hukum lingkungan hidup ialah pengamatan lingkungan hidup

melalui pengawasan(supervision) dan pemeriksaan(inspection) serta melalui

deteksi pelanggaran hukum, pemulihan kerusakan lingkungan dan tindakan

kepada pembuat. Sejalan dengan siklus pengaturan ini maka pada hakikatnya

tujuan penegakan hukum lingkungan menurut Ahmad Sentosa adalah penataan

terhadap nilai-nilai perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkugan

70
hidup yang pada umumnya diformalkan ke dalam peraturan perundang-undangan,

71
termasuk ketentuan yang mengatur baku mutu limbah atau emisi. 77

Oleh karena itu dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup, pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi bertugas dan berwewenang

melakukan pembinaan dan pengawasann mengenai ketaatan penanggung jawab

usaha atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan

perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Adanya pembinaan tersebut diharapkan pelaku usaha memiliki kesadaran hukum

dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pengembangan ekonomi yang

berwawasan lingkungan. Dengan demikian bahwa dalam kegiatan usaha yang

berkaitan dengan pegelolaan lingkungan hidup, maka para pelaku usaha di bidang

llingkungan hidup harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang

memadai, mengetau prossedur perizinan dan perencanaan lingkungan hidup,

metode atau cara penataan lingkungan hidup, pemanfaatan lingkungan,

pengembangan lingkungan, pemeliharaan lingkungan dan pemulihan lingkungan.

Pengendaliaan lingkungan, perlindungan lingkungan hidup, serta pengetahuan

sanksi hukum apabila melakukan pelanggaran atau kejahatan lingkungan hidup,

Pembinaan pelaku usaha hendaknya di lakukan secara terus menerus

dengan harapan untuk meningkatkan kesadaran hukum pelaku usaha dalam upaya

pengelolaan lingkugan hidup, agar senantiasa memelihara dan melestarikan

lingkungan hidup, tidak menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan

selain itu perlindungan lingkungan hidup di akukan dalam rangka menunjang

72
pembangunan berkelanjutan yang berawasan lingkungan hidup bagi peningkatan

73
kesejahteraan masyarakat.78

d) Sosialisasi dan Penyuluhan Hukum Lingkungan Kepada Masyarakat

Sosialisasi dan penyuluhan hukum kepada masyarakat tentang pentingnya

fungsi lingkungan hidup bagi manusia dan makhluk hidup lainya baik secara

ekologis, ekonomis maupun sosial budaya. Hal ini patut di lakukan dalam upaya

peninkatan kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan hidup, lebih-lebih

indoneisa sebagai negara berkembang dangan jumlah penduduk yang sangat

besar, masih cendrung melakukan kegiatan pencemaran dan perusakan

lingkungan, seperti membuang sampah sembarangan, melakukan ekspoitasi

sumber daya alam secara melawan hukum, antara lain; pembabatan hutan untuk

areal pertanian, perkebunan peternakan dan pertambakan, penambangan pasir dan

batu, penggalian penambangan mineral dan batu bara, penangkapan satwa, dan

sebaginya, Kegiatan tersebut telah berlangsung secara terus-menerus dengan tanpa

memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup, hal ini karena kehidupan

sebagian besar masyarakat indonesia masih bergantung pada sumber daya alam,

selain itu kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat

rendah.

Oleh karena itu, dengan adanya sosialisasi tentang pentingnya fungsi

lingkungan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainya, diharapkan

masyarakat mempunyai pengetahuan dan keterampilan mengenai rencana

pengelolaan lingkungan hidup, pemeliharaan lingkungan hidup, perlindungan

lingkungan hidup, pengendalian lingkungan hidup, maupun sanksi hukum apabila

melakukan pencemaran dan pengerusakan lingkungan hidup. Dengan demikian

kegiatan sosialisasi ini akan mampu meningkatkan kesadaran hukum, sehingga

74
masyarakat mampu memanfaatkan lingkungan hidup dengan memperhatikan

75
fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya79.

76
4.2 Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Yang Dengan Lalai
Mengakibatkan Kerusakan Lingkungkungan Hidup

Hukum adalah jumlah total dari semua aturan Masyarakat tetap dipaksa

untuk memenuhi sanksi jika terjadi pelanggaran Perundang-undangan yang lebih

banyak. Sanksi atau sanksi yang ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) memisahkan hukum pidana dengan bagian hukum lainnya.

Tujuan hukum pidana adalah untuk memelihara keamanan dan ketertiban dalam

kehidupan. Terdapat tiga teori tentang diadakannya hukuman yakni:80

1. Teori Imbalan

Menurut teori ini, alasan pemidanaan harus dicari dalam kejahatan itu sendiri,

karena Kejahatan itu, pada gilirannya, menyebabkan penderitaan bagi orang

lain Penderitaan juga harus ditimpakan kepada para pelakunya.

2. Teori Niat dan Tujuan

Berdasarkan teori ini, hukuman dikenakan untuk terwujudnya suatu tujuan atau

niat Hukuman, yaitu dengan meningkatkan ketidakpuasan masyarakat

68
Ridwansyah, Muhammad. "Pengaturan Tindak Pidana Dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Tinjauan Fiqh Al- Bi’ah)." Jurnal Hukum dan Peradilan 6, no. 2 (2017), hal. 182.
69
I Komang Agus Edi Suryawan, I Nyoman Gede Sugiartha, Dan I Nyoman Sutama,
Pertanggug Jawaban Pidana Terhadap Penemaran Lingkungan Di Indonesia, Jurnal Interprestasi,
Hukum, Vol. 2, No.1 (2021), hal. 61
70
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan
Negeri Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB
71
Muhammad Sood, op. Cit., hal.379
72
Ibid, hal.380
73
Ibid, hal.381
74
Ibid, hal.382
75
Ibid, hal.383
76
Ibid, hal.384
77
Supriadi, Op,Cit, hal.269
78
Muhammad Sood, Op,Cit, hal.385
79
Ibid, hal.386
80
Andika Try Anantama, Zaini Munawir dan Rafiqi, Pertanggung Jawaban Pidana
Karyawan Korporasi Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup (Studi Putusan No.
133/Pid.B/2013/PN. MBO), JUNCTO: Jurnal Ilmiah Hukum, 2 No. 2 2020, hal. 124

77
kejahatan ini. Tujuan hukuman harus dilihat secara ideal. Juga Hukuman untuk

mencegah kejahatan.

3. Teori Kesatuan

Pada dasarnya teori gabungan merupakan gabungan dari teori-teori di atas.

Koneksi lain Teori ini mengajarkan bahwa hukuman adalah untuk dukungan

supremasi hukum dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat.

Asas kesalahan (asas culpabilitas) adalah bagian dari pertanggungjawaban

pidana, yang pada dasarnya memiliki keseimbangan monodualistik bahwa asas

kesalahan yang pada dasarnya memiliki nilai keadilan harus disejajarkan

berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan dengen nilai kepastian.

Walaupun konsep pertanggungjawaban pidana didasarkan dengan asas kesalahan,

namun dalam beberapa hal ini tidak menutupi adanya pertanggungjawaban

pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict

liability). Guna menanggulangi serta mencegah perbuatan yang tidak dikehendaki

atau tindak pidana, hukum pidana sangatlah penting dan diperlukan

keberadaannya. Sanksi yang negative yang digunakan dalam hukum pidana

harulah tetap mempertimbangkan serta memperhatikan kemampuan kinerja dari

instansi yang berkaitan dan juga merpertimbangkan biaya perkara, guna untuk

menghindari adanya beban tugas yang terlalu banyak (overbelasting) dalam

melaksanakannya. Seluruh faktor yang mempengaruhi suatu organisme yaitu

lingkungan.81

81
Made Aditya Dwipayana, A. A Sagung Laksmi Dewi dan Luh Putu Suryani,
Pertanggungjawaban Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Jurnal Analogi
Hukum, Vol. 1 No.3, 2019, hal, 362

78
Tindak Pidana lingkungan sama dengan delik lingkungan merupakan

perintah serta larangan Undang-Undang kepada subyek hukum, jikalau

dilanggar akan mendapat ancaman berupa dijatuhkan sanksi pidana,

diantaranya pidana penjara dan pidana denda yang bertujuan melindungi

lingkungan secara menyeluruh maupun unsur- unsur dalam lingkungan hidup.

Delik lingkungan bukan saja mengenai ketentuan pidana yang terdapat dalam

Undang – Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH),

tapi terdapat pula yang sudah dirumuskan kedalam Undang-Undang lainnya

selagi rumusan ketentuan tersebut menunjukkan untuk melindungi

keseluruhan lingkungan hidup.82

Ada dua macam delik yang di perkenalkan dalam Undang-Undang

nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup, yaitu delik formil dan delik meteril.

Tindak pidana atau delik yang di atur di dalam pasal 98-99 Undang-umdamg

Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup diklasifikasikan sebagai delik materil. Delik ini menganut asa

kesalahan, dimana untuk menjatuhkan pidana kepada pelakunya harus di

buktikan terlebih dahulu danya kesalahan. Pasal 100-107 Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup diklasifikasikan delik formil. Untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada

pelakunya cukup dengan mengisyaratkan adanya pelanggaran “aturan–aturan

admonistrasi”. Jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak di

perlukan pembuktian atas kesengajaan atau kealpaan seperti dalam delik


82
Siregar, Januari, and Musaz Zul. "Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana
Lingkungan Hidup Di Indonesia." Jurnal Mercatoria 8, no. 2 (2015), hal. 119

79
materil, tetapi cukup dengan pembuktian pelanggaran hukum administrasi

dalam artian dalam pembuktian delik sajat tanpa kesaalahan.83

Azas pertanggngjawaban dalam hukum pidana adalah azas legalitas.

Karena KUHPidana adalah unsur dasar bagi berlakunya hukum pidana di

indonesia, makasemua ketentuan yang berlaku dalam KUHPidana secara

otomatis juga berlaku bagi seluruh peraturan pidana yang beraa di luar KUHP.

Salah satu peraturan yang mengandung aspek pidana adalah Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengeloaan lingkungan

hidup. Sistem pertanggugjawaban pidana ottomatis berdasarkan azas

kesalahan, Subjek hukum yang bertindak dalam dalam melakukan tindak

pidana lingkungan hidup dapat di tuntut pidana dan di jatuhkan sanksi pidana

beserta tindakan tata tertib.84

Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Di Bidang Lingkungan Hidup

Rokan Hilir merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Riau yang

memiliki luas daratan seluas 8,852 hektar. Data Balai Besar Konservasi Sumber

Daya Alam (BBKSDA) menyatakan bahwa Sebanyak 56% dari luas daratan di

Rokan Hilir tersebut merupakan ekosistem lahan gambut dan selebihnya (44%)

berupa lahan mineral.85 Kabupaten yang memiliki ibu kota Bagan Siapi-api ini

mempunyai potensi unggulan yang meliputi pertanahan, pertambangan, pertanian/

perkebunan, kehutanan, kelautan/perikanan, dan industri/ jasa.

Kenyataan bahwa Rokan Hilir memiliki area tutupan hutan lahan gambut

yang luas ternyata tidak hanya menjadikan Rokan hilir sebagai wilayah yang kaya
83
Olivia Anggle Johar, M. Yusuf Daeng, Dan Tri Novitasari Manihuruk,
Pertanggungjawaban Pdana Penceramaran Dan Perusakan Lingkungan Hidup Akibat
Pembakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau, Jurnal Hukum Respublica Fakultas Hukum
Universitas Lancang Kuning, (2022), hal. 137-138
84
Ibid, hal.139
85
Data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau

80
akan hasil alam, justru seringkali ditemukan kasus atau aktivitas yang mengarah

pada ekploitasi alam yang menyebabkan kondisi lingkungan di Rokan Hilir

berada pada kondisi memprihatinkan. Rusaknya hutan dan lingkungan hidup di

wilayah Riau khususnya Kabupaten Rokan Hilir dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti, antara lain:

a. Faktor Ekonomi

Pengelolaan lahan dan hutan secara tidak benar yang dilakukan secara

berkepanjangan menjadi faktor utama penyebab rusaknya ekologi di wilayah

Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Banyak hal yang dapat menjadi alasan

seseorang untuk melakukan eksplotasi hutan, Seperti halnya tuntutan ekonomi

untuk bertahan hidup. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi banyaknya

kegiatan pembukaan lahan, pembalakan bahkan pertambangan.

1. Pembukaan Lahan dan Kebakaran Hutan

kebakaran hutan dan lahan akibat pembukaan lahan di wilayah Provinsi

Riau juga menjadi permasalahan yang rutin terjadi setiap tahun khususnya pada

musim kemarau. Menururut Undang-undang 23 Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana, Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di

mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan

lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. 86 Karhutla

seolah menjadi rutinitas tahunan yang menghabiskan anggaran pendapatan belanja

negara (APBN) dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang cukup

besar jumlahnya untuk pemadaman kebakaran, yang tentunya sangat merugikan

baik secara ekonomis, ekologi, estetika, maupun politik.

86
http://bnpb, riau, go.id, Diakses Pada Hari Kamis, Tanggal 04 mei 2023,

81
Maraknya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau merupakan bagian

dari rentetan kasus lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia. Provinsi Riau

dianggap sebagai salah satu wilayah yang paling rawan mengalami kebakaran

hutan dan lahan. Analisis World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia

menunjukan ketika tahun 2010 Provinsi Riau didapati memiliki titik panas

(Hotspot) tertinggi kedua setelah Provinsi Kalimantan Barat yakni sebanyak 1.608

titik. Sedangkan pada tahun 2013 Provinsi Riau menjadi daerah Sumatera yang

terluas menyumbangkan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yakni seluas

1.547.079,70 Hektar Tampak kebakaran hutan di Provinsi Riau.

Penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten

Rokan Hilir 99,9% terjadinya Kekabaran hutan dan lahan (Karhutla) disebabkan

oleh perbuatan manusia, baik sengaja maupun karena kelalaian, sedangkan

sisanya (0,1%) faktor alam seperti, petir, letusan gunung berapi. 87 Penyebab

karhutla oleh manusia dapat terjadi karena

1. konversi lahan yang disebabkan oleh kegiatan penyiapan (pembakaran) lahan

untuk pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan, bangunan, dan lain-lain.

2. pembakaran vegetasi, yang disebabkan oleh kegiatan pembakaran vegetasi

yang disengaja namun tidak terkendali sehingga belukar dan aktivitas memasak

oleh para penebang liar atau pencari ikan di dalamhutan terjadi api lompat,

misalnya pembukaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan, atau

penyiapan lahan oleh masyarakat.

87
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan Negeri
Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB

82
3. pemanfaatan sumber daya alam, yang disebabkan oleh aktivitas seperti

pembakaran semak- belukar dan aktivitas memasak oleh para penebang liar

atau pencari ikan di dalam hutan.

4. pemanfaatan lahan gambut, yang disebabkan oleh aktivitas pembuatan kanal

atau saluran tanpa dilengkapi dengan pintu kontrol yang memadai air sehingga

menyebabkan gambut menjadi kering dan mudah terbakar.

5. sengketa lahan, yang disebabkan oleh upaya masyarakat lokal untuk

memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan atau aktivitas penjarahan

lahan yang sering diwarnai dengan pembakaran.88

Selain faktor kelalaian dan kesengajaan yang dilakukan oleh manusia,

Secara alamiah karakteristik lahan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau

memang rawan kebakaran karena didominasi oleh lahan gambut yang jika musim

kemarau mudah sekali terbakar.89 Di sisi lain kondisi hutan primer di Riau sudah

sulit ditemukan, seluruhnya merupakan bekas tebangan atau sudah dirambah

sehingga rentan terhadap kebakaran yang kemudian diperparah oleh ulah manusia.

Tingginya kebutuhan akan CPO (Crowd Petroleum Oil) atau minyak

Saawit di dunia, membuat banyak investor untuk tetap melirik sektor Perkebunan

Kelapa Sawit di Rokan Hilir. Pembukaan kebun kelapa sawit menggunakan

sistem tradisional dengan cara membakar hutan dan lahan, telah berakibat

terjadi kerusakan hutan dan lahan yang cukup parah di Indonesia.

Kerusakan tersebut dapat terjadi, ketika pembersihan (land clearing)

dilakukan dengan membakar hutan. Pembukaan kebun kelapa sawit dengan

88
Sri Nurhayati Qodriyatun, Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan Dan Lahan,
Jakarta, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI 2014, hal.25
89
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan Negeri
Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB

83
cara dibakar, telah menyebabkan berbagai masalah dalam kehidupan manusia,

tidak hanya di Riau, tetapi juga di luar Rokan Hilir seperti, di Rokan Hulu sampai

ke Provinsi sebelah seperti, Palembang, Sumatera Utara, dan beberapa negara

tetangga seperti, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan lain

sebagainaya90. Pembakaran lahan juga merupakan salah satu upaya yang

dilakukan oleh Perkebunan Besar untuk dapat menaikkan pH tanah karena pada

umumnya tanah di Rokan Hilir bergambut hanya dengan pH 3-4 yang tidak

cocok untuk tanaman kelapa sawit. Pembukaan lahan dengan cara membakar

lahan hutan secara disengaja selalu menjadi problematis atas banyaknya kasus

kebakaran hutan di wilayah Rokan hilir, kedaan kering serta panas pada musim

kemarau dapat memudahkan penyebaran percikan api, sehingga seringakali api

merembet melebar ke wilayah lainya.91

Menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB

Sutopo Purwo Nugroho, modus pembakaran hutan dan lahan di Rokan Hilir

Provinsi Riau adalah efisiensi. Aktivitas alih fungsi hutan menjadi lahan

perkebunan merupakan alibi yang sering digunakan baik warga maupun

perusahaan-perusahaan dalam melakukan pembukaan lahan hutan yang seolah-

olah telah menjadi pola dan budaya untuk bertani. Pembukaan hutan dan lahan

baik untuk perkebunan ataupun pertanian merupakan jalan yang terbaik bagi 26

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan lahan guna menopang perokonomian,

misalnya pada pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit yang telah menghasilkan

90
Miswar Pasai, Dampak Kebakaran Hutan Dan Penegakan Hukum, Jurnal Pahlawan
Vol. 3 No. 1, 2020, hal 37
91
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan Negeri
Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB

84
angka pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat dan keuntungan bagi pemerintah

dalam mendatangkan investor.92

2. Pembalakan Liar

Permasalahan hutan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau semakin hari

semakin kompleks. Kasus kegiatan pembalakan liar semakin marak, pembukaan

hutan dari skala besar sampai skala kecil terus terjadi. Definisi dari pembalakan

liar atau illegal logging itu sendiri adalah sebuah tindakan menebang kayu dengan

melanggar peraturan kehutanan.93 Illegal logging atau pembalakan liar merupakan

sebuah kejahatan yang mencakup kegiatan seperti menebang kayu di wilayah

yang dilindungi, areal konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa

ijin di hutan-hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan

produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Dengan kata

lain, batasan atau pengertian illegal logging merupakan serangkaian pelanggaran

peraturan yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya hutan yang berlebihan.

Tumpang tindih regulasi sebab kebutuhan dan disparitas interpretasi juga turut

mendorong eksploitasi sumber daya alam termasuk di sektor kehutanan.

b. Faktor Kelemahan Birokrasi

Kapabilitas pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Kabupaten

Rokan Hilir maupun Provinsi Riau sangat dituntut dalam mengendalikan laju

kerusakan hutan diwilayah tersebut. Pemerintah berhak membuat dan melakukan

kebijakan publik yang diharapkan dapat menangani masalah lingkungan dengan

tepat dan bijaksana. Namun dalam praktiknya justru banyak kebijakan pemerintah

yang justru dinilai tidak mampu dan justru memperparah kerusakan di Kabupaten

92
http://bnpb, riau, go.id, Diakses Pada Hari Kamis, Tanggal 4 mei 2023,
93
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

85
Rokan Hilir atau biasanya sering disebut dengan kelembaman birokrasi.

Pemerintah pada dasarnya telah memberi perhatian dalam permasalahan

kebakaran hutan dan lahan khususnya di ekosistem gambut. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya peraturan-peraturan yang telah mengatur pemanfaatan ekosistem

gambut, seperti, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 mengenai “Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2014 mengenai “Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Peraturan

Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009 mengenai “Pedoman Pemanfaatan

Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit”.94

Ketiga peraturan diatas sudah cukup jelas mengatur mengenai pentingnya

menjaga kelestarian ekosistem gambut, namun pada kenyataannya terdapat dua

hal yang menjadi kelemahan, yaitu peraturan yang kurang jelas (pasal karet) dan

pelanggaran yang kurang mendapat sangki tegas. Adanya ketidakjelasan pasal

yang ditunjukkan dalam UU 32 Tahun 2009 ayat (2) yang berisi seperti berikut

ini: “kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan

pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektar perkepala keluarga untuk

ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai

pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya” Isi 31 peraturan tersebut

memungkinkan seseorang/ kelompok usaha untuk melakukan pembakaran hutan

dalam pembukaan lahan sesuai dengan luas yang telah ditentukan. Kenyataanya,

banyak pihak-pihak yang justru menyalahgunakan izin tersebut, seperti membakar

lahan melebihi luas yang telah diatur dalam pasal yang tertuang.

94
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009

86
Menggambarkan bahwa karhutla terkait dengan transaksi lahan terbakar

untuk kepentingan pembukaan kebun kelapa sawit, dimana didalamnya berkaitan

dengan kepentingan elit politik lokal. Realita ini menggambarkan bahwa dibalik

karhutla terkandung persoalan ekonomi politik dan ketimpangan relasi kuasa,

kekuasaan dan kapital menjadi faktor pendorong terjadinya pembukaan hutan


95
secara masif untuk kepentingan bisnis dan pasar. Selain itu, kebijakan lain yang

dapat dilihat adalah dari agenda pembangunan infrastruktur yang membuka jalan

bagi investor besar masuk ke Indonesia dengan jaminan atas ketersediaan lahan

dan peredaman konflik yang padahal kenyataanya berpotensi merampas

sumberdaya alam. Untuk memuluskan agenda tersebut Pemerintah saat ini,

membuka jalan bagi investasi dengan memberikan fasilitas ‘peningkatan daya

saing nasional melalui proses penyederhanaan perizinan investasi dan membentuk

layanan one-stop-service nasional’. Kebijakan ini memberikan gambaran

bagaimana kebijakan pemerintah dalam mengelola dan mengurus sumber daya

alam. Kebijakan infrastruktur dibuat untuk menfasilitasi investasi dan pengerukan

sumber daya alam untuk kepentingan modal asing di Indonesia. 96 Tumpang tindih

regulasi dan kebijakan pemerintah tentang pembangunan dengan tata kelola

lingkungan mengakibatkan kerusakan yang semakin parah, harusnya pemerintah

dapat mengkaji kembali peraturan yang ada dibarengi dengan perbaikan sistem-

sistemnya.

95
Herry Purnomo, Bayuni Shantikoa, Haris Gunawanc, Soaduon Sitorusa, M. Agus
Salima dan Ramadhani Achdiawan, Ekonomi Politik Kebakaran Hutan dan Lahan: Sebuah
pendekatan analitis Jurnal, 2015, hal.2
96
Wahana Lingkungan Indoneasia(WALHI)

87
c. Faktor Kesadaran Masyarakat

Banyaknya masyarakat yang selama ini dimanfaatkan oleh korporasi guna

melakukan kegiatan pengrusakan hutan, tentunya menjadi salah satu alasan

susahnya bagi pemerintah untuk memerangi kerusakan hutan. Padahal Sejatinya,

Keberhasilan di dalam menyelesaikan masalah kerusakan hutan akan sangat

ditentukan oleh kerjasama antar pihak dari berbagai sektor, termasuk keterlibatan

pihak-pihak dan individu yang memiliki kepentingan di dalamnya.

Banyaknya warga di Kabupaten Rokan Hilir yang melakukan aktivitas

menyalahi aturan sektor kehutanan dan lingkungan hidup seperti pembukaan

lahan berbasis bakar, pertambangan hasil alam, pembalakan kayu, menunjukan

masih minimnya edukasi masyarakat tentang tata cara mengelola hutan yang

benar dan bertanggung jawab. Pengetahuan yang terbatas, minimnya akses dan

fasilitas pendidikan di daerah desa seolah menjadi alasan dibenarkanya kegiatan

illegal yang dapat merusak hutan dan alam. Kegiatan Kampanye dan penyuluhan

tentang tata kelola hutan masih terus dibutuhkan untuk mengumpulkan partisipasi

serta untuk membangun kesadaran masyarakat secara total sehingga mampu

melakukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat guna terlaksannya

penjagaan kelestarian ekosistem bumi.

Dampak Kerusakan Lingkungan Hidup

Riau merupakan salah satu pemasok devisa yang besar bagi bangsa

Indonesia termasuk Kabupaten Rokan HIlir. Tetapi karena adanya pembukaan

lahan baru dengan cara membakar hutan, banyak hal ironis yang terjadi khususnya

bagi masyarakat Riau sendiri. Berikut dampak-dampak yang dapat terjadi pada

alam Riau:

88
a. Dampak Biologi

1. Habitat Makhluk Hidup Yang Menghilang

Kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir yang terjadi otomatis dapat

menghilangkan habitat satwa lokal.97 Bahwa adanya konflik manusia dengan

satwa liar seperti gajah dan harimau yang diakibatkan oleh hilang dan rusaknya

habitat alami dari satwa liar tersebut karena aktivitas manusia seperti pembukaan

hutan atau alih fungsi hutan untuk pertanian, perkebunan, pemukiman dan

pembangunan infrastruktur. Konflik antara manusia dengan satwa liar merupakan

fenomena yang sering terjadi di dunia bahkan di Indonesia. Seiring

berkembangnya zaman dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, alih

fungsi lahan hutan juga semakin meningkat sehingga menyebabkan fragmentasi

habitat satwa.Makhluk hidup yang tinggal di hutan tersebut pun akan tergusur,

kelangsungan hidup mereka pun terganggu seperti untuk berinteraksi, mencari

makanan, bernafas dan lainnya. Bahkan dikabarkan bahwa ada seekor harimau

yang keluar dari hutan.98 Ia mencari tempat tinggal lain sebagai pengganti tempat

tinggalnya yang hilang. Bukan hanya kehilangan tempat tinggal, bahkan makhluk

hidup yg ada di dalam hutan tersebut dapat mati apabila ia tidak bisa melarikan

diri/menyelamatkan diri. Jika satwa atau tanaman yg terdapat di dalam hutan

tersebut langka, maka mereka juga dapat punah. Maakhluk hidup yg keluar dari

hutan/mecari habitat baru karena habitatnya rusak akan menggaggu masyarakat

setempat. Kerugiannya akan terjadi kepunahan jika hal ini terus berlanjut dan

97
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan Negeri
Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB
98
M.Aidin Syafaat, Pengaruh Lingkungan Terhadap Perilaku Satwa Liar, Prodi Biologi
Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2022, hal.2

89
tidak ada penangana lebik lanjut. Masyarakat juga akan kehilangan lingkungannya

karena tergusur oleh hewan-hewan yang kehilangan tempast tinggalnya.

2. Menipisnya Lapisan Ozon

Perubahan iklim adalah perubahan iklim yang diakibatkan langsung

atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan

komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan

variabilitas alamaiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan

Hutan yg terdapat di Riau khusunya Kabupaten Rokan Hilir merupakan hutan

tanah gambut.99 Gambut adalah vegetasi yang mudah terbakar bahkan saat musim

kemarau. Karena kesengajaan yg terjadi oleh oknum-oknum yang bersangkutan,

mereka membuat parit-parit untuk mengeringkan gambut dan membakarnya. Hal

ini membuat tanah di hutan menjadi kering dan vegetasi penyubur tanah pun

hangus. Apabila tanah menjadi kering makan tanah tersebur akan sukar untuk

ditanami. Maka kesuburan tanah pun akan bekurang. Dan petani tersebut akan

menggunakan zat kimia secara berlebihan untuk menyuburkan tanah. Apabila zat kimia

penyubur tanah diberikan secara berlebihan hal ini tidak akan baik untuk

kesuburan tanah selanjutnya. Kerugiannya adalah vegetasi tanah akan berkurang

seperti tanah akan menjadi mampat (mengeras) karena kehilangan unsur hara

organik, dan hewan-hewan yang dapat menguraikan unsur hara organik mati.

3. Pohon-Pohon Besar Yang Tumbang

Membakar hutan supaya dapat dijadikan lahan pertanian pohon-pohon

besar yang terdapat di hutan pun akan ditumbangkan. 100 Pohon yang seharusnya
99
Susilawati, Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan, Vol 1, No 2, Juni 2021,
hal.26
100
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan
Negeri Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB

90
dapat hidup sekian tahun tersebut secara sengaja ditumbangkan. Kelangsungan

hidup yang terjadi pun juga akan terganggu. Jika hal ini terus terjadi pembakaran

hutan terjadi secara terus menerus dan tidak diimbangi dengan perbaikan yang

sepadan kita akan kehilangan wilayah hijau yang dapat menghasilkan oksigen dan

sumber daya alam. Memang saat ini hal tersebut menghasilkan hasil yang sangat

banyak, tapi kerugian yang terjadi akan jau lebih besar. Kerugiannya adalah lahan

pertanian yang ada dijadikan bangunan dan pemukiman sementara hutan yang

semestinya menjadi tempat makhluk hidup lain untuk hidup justru digunakan,

dibakar untuk memperluas lahan pertanian, dimasa yang akan datang, generasi

kita pun hanya akan menganggap bahwa hutan itu hanyalah dongeng belaka

karena masa yg akan datang mereka tidak dapat menemukan hutan. Ketiadaan

hutan pun akan mengakibatkan banyak kerugian. Antara lain banjir, tanah

longsor, pemanasan global, suhu yang bertambah tinggi.

4. Kebutuhan Air Bersih Tidak Dapat Terpenuhi

Hutan merupakan wadah penahan air ysng sangat diperlukan dalam

kelangsungan hdup. Apabila hutan secara terus menerus dihabiskan, secara

otomatis tidak ada yang bisa menahan air baik air hujan maupun air kiriman dari

pegunungan. Keberadaan air dan hutan itu berbanding lurus. Jikan hutan semakin

menipis, maka tak ada yang bisa menampung air akibatnya adalah cadangan air

tanah (artesis) berkurang. Apabila hal ini terus terjadi, maka makhluk hidup akan

kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Kerugian yang ditimbulkan dari

kurangnya air bersih antara lain kesehatan masyarakat akan terganggu,

91
terganggunya siklus air sehingga berpengaruh pada perubahan iklim seperti

kemarau yang berkepanjangsan dan siklus hujan yang tidak menentu.101

b. Dampak Sosial

1. Mengganggu Daerah Sekitar

Dampak Yang paling parah terkena dampak kabut asap Riau adalah Riau

sendiri, kemudian daerah tetangga seperti Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.

Kabarnya daerah tetangga pun juga terkena asap dari pembakaran di hutan

Riau. Kerugian yang terjadi pun akan mengganggu hubungan kerjasama antar

negara atau daerah karena asap yg terjadi menghambat kerja sama antar daerah

atau negara. Hubungan politik antar negara pun juga dapat tergangg karena negara

tetangga akan menganggap Indonesia amatir dalam mengelola negara.

C. Dampak Sosial Ekonomi

1. Kegiatan Perekonomian Masyarakat Terganggu

Hal ini dapat terjadi karena asap polusi dari pembakaran hutan di riau

sangat tebal sehingga menghambat masyarakat untuk melakukan transaksi

ekonomi. Hal ini dapat merugikan masyarakat karena dapat mengurangi

penghasilan masyarakat yg bekerja swasta. Dan bagi instansi daerah juga

menghambat kegiatan dari pemerintah daerah dalam menjalankan pembangun

daerah.102

2. Transportasi Terganggu

Pembakaran hutan yang terjadi di Riau mengakibatkan asap yg sangat

pekat sehingga terjadi kemacetan yg panjang karena jalan yg tidak bisa dilewati

101
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan
Negeri Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB
102
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan
Negeri Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB

92
karena tertutup oleh asap tebal. Jarak pandang pengendara yang sangat terbatas

(300m) juga dapat mengakibatkan kecelakaan. Kerugian dari terganggunya

transportasi ini adalah waktu yg dibutuhkan untuk menuju suatu tempat akan lebih

lama dari biasanya, terjadi banyak kecelakaan pun membuat masyarakat yg

menjadi korban harus menjalani pengobatan dan mengeluarkan biaya yg cukup

banyak. Tidak hanya transportasi darat tetapi transportasi udara pun juga

terhambat. Pesawat dari luar daerah tidak dapat mendarat di bandara Sultan Syarif

Kasim II, Pekanbaru, Riau karena asap yang sangat tebal menghalangi pendaratan

pesawat maupun penerbangan pesawat. Yang di timbulkan adalah kerugian secara

nominal (finansial) bagi bandara yang tidak dapat beroperasi dan kecelakaan serta

menghambat kegiatan penduduk. Kerjasama bilateral pun juga akan terganggu

karena pesawat delay hingga batas waktu yang ditentukan. Secara tidak

langsungitu juga merugikan bagi daerah Riau maupun bagi negara.103

d. Dampak Fisik Dan Kimia

1. Dampak Pada Kualitas Udara

Polusi dari hasil pembakaran hutan secara sengaja jauh lebih berbahaya

dibanding hutan yang terbakar secara alami, karena terdapat zat-zat kimia di

dalamnya seperti karbon monoksida (CO) dan Aldehid. Dari asap polusi yang

ditimbulkan adalah kesehatan masyarakat yang terganggu, menghambat tumbuhan

untuk dapat berfotosintesis. Selain itu akibat merugikan dari ozon, Nitrogen

oksida, Karbon dioksida, dan Hidrokarbon. berbagai jenis zat dapat terbang jauh

dan dalam transportasi ini dikonversikan menjadi gas lain seperti ozon, atau

103
Hasil Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan
Negeri Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB

93
berubah menjadi partikel seperti spesies nitrat dan oksigen organik. Lapisan ozon

juga dapat robek akibat zat-zat kimia tersebut. Apabila lapisan ozon robek, suhu

di muka bumi pun akan naik, terjadi pemanasan global, dan dapat mencairkan es

kutub pula. Selain itu, sinar ultra violet akan langsung terpancar ke bumi (tidak

ada yang menghalangi). Hal ini juga dapat mengganggu kesehatan masyarakat

seperti kanker kulit karena sinar ultraviolet. Kerugian selanjutnya adalah efek

rumah kaca yang ditimbulkan. Karena asap yang ditimbulkan menghalangi panas

yang memantul dari biosfer. Sehingga panas akan memantul kembali ke

permukaan dan tidak bisa keluar karena terpantul oleh asap yang ada. Apabila hal

ini terus dibiarkan efek rumah kaca yang terjadi dapat mencairkan es di kutub,

apabila hal ini terjadi, daratan dapat tenggelam.

Kasus dalam putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor

388/PID.B/LH/2020/PN RHL merupakan kasus yang di lakukan dengan lalai

yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup

A. Barang Bukti

Penuntut umum mengajukan bukti sebagai berikut:

1. 4(empat) unit ember

2. 1(satu) unit dodos

3. 1(satu) unit semprot solo

4. 1(satu) unit parang babat

5. 4(empat) potong kayu bekas terbakar

Barang bukti yang di ajukan tersebut telah di sita secara sah menurut hukum serta

di perlihatkan kepada terdakwa dan saksi-saksi dan yang bersangkutan telah

membenarkanya.104
104
Surat Putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL

94
B. Keterangan

Penuntut umum mengajukan saksi-saksi sebagai berikut:

A. Zustianus Barus Dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut:

a. Bahwa pada hari kamis tanggal 9 april 2020 sekira pukul 16. 00 wib bertempat

di Dusun Pematang Kunyit Kepenghuluan Bangko Permata RT 018 RW 006

Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir telah terjadi kebakaran

lahan,

b. Bahwa awalnya saksi di telpon oleh brigadir Denny Varulian Nainggolan yang

memberi informasi dari masyarakat telaah terjadi kebakaran lahan yang terjadi

di Dusun Pematang Kunyit Kepenghuluan Bangko Permata RT 018 RW 006

Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir, kemudian saksi langsung

datang ke tkp dan setibanya di lokasi api masih ada dan saksi bersama tim ikut

memadamkan api,

c. Bahwa setelah di lakukanya introgasi terhadap 4(empat) orang laki-laki yang

berada di lahan tersebut yaitu Pormen Silitonga, Agusrus Sianturi, Dani

Surbakti, dan Ragil Prayoga di dapatkan informasi yang melakukan

pembakaran yaitu Agustus Sianturi,

d. Bahwa keterangan terdakwa kebakaran terjadi akibat terdakwa membakar

saramg semut yang ada di lahan tersebut yang terdapat tanaman pohon sawit

dengan menggunakan mancis merah milik terdakwa akan tetapi api yang

berasal dari sarang semut juga membakar lahan di sekitar pohon sawit,

e. Bahwa lahan tersebut sudah di tanami tanaman pohom sawit dan terbakar

95
seluas 4 hektar yang merupakan milik pormen silitonga,

f. Bahwa kondisi lahan yang terbakar adalah tanah gambut,

Terhadap keterangan saksi, terdakwa Agustus sianturi memberikan pendapat tidak

keberatan.

B. Junaidi Sembiring di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut:105

a. Bahwa pada hari kamis tangga l 9 april 2020 sekira pukul 16. 00 wib bertempat

di Dusun Pematang Kunyit Kepenghuluan Bangko Permata RT 018 RW 006

Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir telah terjadi kebakaran

lahan,

b. Bahwa awalnya saksi di telvon oleh brigadir Denny Varulian Nainggolan yang

memberi informasi dari masyarakat telaah terjadi kebakaran lahan yang terjadi

di Dusun Pematang Kunyit Kepenghuluan Bangko Permata RT 018 RW 006

Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir, kemudian saksi langsung

datang ke tkp dan setibanya di lokasi api masih ada dan saksi bersama tim ikut

memadamkan api,

c. Bahwa setelah di lakukanya introgasi terhadap 4(empat) orang laki-laki yang

berada di lahan tersebut yaitu Pormen Silitonga, Agusrus Sianturi, Dani

Surbakti, dan Ragil Prayoga di dapatkan informasi yang melakukan

pembakaran yaitu Agustus Sianturi,

d. Bahwa keterangan terdakwa kebakaran terjadi akibat terdakwa membakar

saramg semut yang ada di lahan tersebut yang terdapat tanaman pohon sawit

dengan menggunakan mancis merah milik terdakwa akan tetapi api yang

105
Surat Putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL

96
berasal dari sarang semut juga membakar lahan di sekitar pohon sawit,

e. Bahwa lahan tersebut sudah di tanami tanaman pohom sawit dan terbakar

seluas 4 hektar yang merupakan milik pormen silitonga,

f. Bahwa kondisi lahan yang terbakar adalah tanah gambut,

Terhadap keterangan saksi, terdakwa Agustus sianturi memberikan pendapat tidak

keberatan Dan membenarkan keterangan tersebut.

Penuntut umum juga mengajukan saksi ahli sebagai berikut:

1. Prof,Dr.Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr, Ahli kebakaran hutan dan lahan

Menerangkan sebagai berikut:

a. Bahwa dampak yang di timbulkan dangan adanya pembakaran lahan yang

terjadi di Dusun Pematang Kunyit Kepenghuluan Bangko Permata RT 018 RW

006 Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir pada hari kamis

tanggal 9 april 2020 sekira pukul 15.30 wib tersebut yaitu telah terjadi

keruskan lapisan pemukaan lahan gambut setebal rata-rata 10 cm. Lapisan

yang rusak ini tidak bisa di kembalikan lagi seperti kondisi awal, kalaupun bisa

di kembalikan lagi maka akan membutuhkan waktu lama dengan syarat lokasi

yang terbakar teersebut tidak boleh di ganggu. Akibat keruskan ini jelas

mengganggu kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainya dan juga dapat

menimbulkan peluang terjadinya masa pakai lahan yang terbakar tersebut

berkurang sehingga tentu saja akan mengurangi produktivitas lahan tersebut.

Selain itu selama pembakaran berlangsung telah pula di lepaskan gas-gas

rumah kaca yang telah melewati batas yang di perkenankan sehingga terjadi

pencemaran udara.106

b. Bahwa akibat terjadinya kebakaran maka telah di lepaskanya gas rumah kaca
106
Surat Putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL

97
13,5 ton karbon, 4,725 ton CO2, 0,094 ton CH4, 0,022 ton Nox, 0,60 ton NH3,

0,05 ton O3 dan 0,087 ton CO serta 0,6 ton partikel. Gas-gas rumah kaca yang

di lepaskan selama kebakaran berlangsung telah melewati batas ambang

terjadinya pencemaran yang berarti bahwa gas-gas yang di hasilkan sekama

pembakaran telah mencemari lingkungan di lahan teerbakar dan sekitarnya.

Selain gas rumah kaca yang di lepaskan selama kebakaran berlangsung, maka

panas yang ada di permukaan telah merusak lapisan permukaan dengan

ketebalan rata-rata 10 cm sehinga akan menggangu siklus hidro-orologis pada

lahan yang rusak di butuhkan biaya Rp.3.654.900.00(tiga milyar enam ratus

empat puluh lima juta enam ratus lima puluh empat ribu sembilan ratus

rupiah).

2. Veri Verdinal, SP, ahli bidang perkkebunan menerangkan bahwa:

a. Adapun akibat dari pembakaran lahan dan hutan tersebut mempunyai dampak

terhadap lingkungan yaitu mengakibatkan dampak kabut asap, dan dapat

menggangu kesehatan manusia, gangguan trasportasi dan kerusakan tanah serta

terganggunya hewan dan tumbuhan.

Keterangan saksi ahli, terdakwa Agustus Sianturi tidak mengajukan keberatan.

Keterangan terdakwa Agustus Sianuri memberikan keterangan sebagai berikut:107

a. Bahwa pada hari kamis tangga l 9 april 2020 sekira pukul 16. 00 wib bertempat

di Dusun Pematang Kunyit Kepenghuluan Bangko Permata RT 018 RW 006

Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir telah terjadi kebakaran

lahan,

b. Bahwa awalnya terdakwa sedang bekerja menunas/memotong pelepah tanaman


107
Surat Putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL

98
sawit kemudian terdakwa menjumpai adanya tanaman kelapa sawit yang

pelepah/dahanya ada sarang semut terdakwa memotong menggunakan dodos,

kemudian melihat sarang semut tersebut terdakwa dengan mengguanakan

mancis terdakwa membakar sarang semut tersebut dan apinya berjatuhan

sehingga rumput kering yang ada di bawahnya juga ikut terbakar,

c. Bahwa kemudian terdakwa mengamnil ember dan pergi ke sumber air yang

berjarak sekitar 20 meter dari rumput yang terbakar dan pada saat terdakwa

menyiram rumput yang terbakar tersebut terdakwa melihat bahwa api sudah

meluas membakar rumput kering yang berada di sekitaran pohon kelapa sawit

dan sudah meluas kemudian terdakwa meminta bantuan kepada Pormen

silitingan, Dani Surbakti< Ragil Prayoga untuk membantu memadamkan api

tersebut dan tidak lama kemudian daatang anggota kepolisian dan selanjutnya

terdakwa di amankan,

d. Bahwa lahan tersebut sudah di tanami pohon kelapa sawit dan terbakar seluas 4

hektar yang merupahkan milik Pormen Slitonga,

e. Bahwa kondisi lahan yang terbakar adalah lahan gambut.

Terdakwa Agustus Sianturi tidak mengajukan saksi yang meringankan(a de

change)

C. Peraturan Perundang-undang

Selain bukti-bukti dan keterangan diatas hakim juga mempertimbangkan

melalui Peraturan Perundang-Undangan seperti:108

Dakwaan alternatif yang mana terdapat pada pasal 99 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan

hidup , yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:


108
Surat Putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL

99
1. Setiap orang

2. Karena kelalaiannya mengakibatkan dilampaui baku mutu udara ambien, baku

mutu air, danbaku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan

hidup.

Majelis hakim mempertimbangkan unsur-unsur sebagai berikut:109

1. Setiap orang

a. Bahwa berdasarkan pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, yang memberikan

pengertian setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbadan hukum, maupun yang tidak berbadan hukum;

b. Bahwa setiap orang dalam perkara ini adalah di tujukan sebagai subjek

hukum, baik orang perseorangan maupun badan usaha baik yang berbadan

hukum maupun tidak berbadan hukum;

c. Bahwa subyek hukum yang di hadapkan jaksa penuntut umum di persidangan

ini harus di pastikan ada atau tidaknya kekeliruan terhadap orang yang di

hadapkan di persidangan(error in persona) dengan apa yang terdapat dalam

surat dakwaaan Penuntut Umum;

d. Bahwa dalam perkara ini Penuntut umum telah menghadapkan terdakwa

lengkap dengan identitasnya beserta saki-saksi yang di berikan di bawah

sumpah, di mana atas pertanyaan majlis hakim telah mengaku dan

membenarkan dalam surat dakwaanya bahwa Agustus sianturi adalah

pelakunya;

109
Surat PutusanPengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL

100
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka unsur ini telah terpenuhi

secara sah menurut hukum;

f. Karena kelalaiannya mengakibatkan dilampaui baku mutu udara ambien, baku

mutu air, danbaku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan

hidup.110

g. Bahwa kelalaian dimaksud sebagai suatu perbuatan yang terjadi karena

salahnya atau karena kealpaanya atau karena kurang kehati-hatian di mana

dalam hukum pidana seering di sebutkan dengan delik culpa;

h. Bahwa kesalahan atau kelalaian atau culpa menurut ilmu pengetahuan

mempunyai 2(dua) syarat, yaitu:

i. Pelaku melakukan sesuatu perbuatan kurang berhati-hati atau kurang waspada;

j. Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena perbuatan ya yang

dilakukan dengan kurang berhati-hati;

k. Bahwa untuk menentukan suatu kesalahan juga dapatdi lihat dari tindakan

pelaku dalam melakukan usaha-usaha untuk mencegah timbulnya suatu akibat;

l. Bahwa oleh karena unsur ini dengan sengaja merupahkan unsur yang bersifat

subjektif, sehingga untuk memberikan penilaian hukumm tentang apakah

perbuatan terdakwa telah memenuhi sub unsur “karena kelalaian”. Majelis

hakim akan mempertimbangkan sub unsur dilampauinya baku mutu udara

ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup;

m. Bahwa unsur ini terdapat kata hubung atau sehingga bersifat alternatif, yaitu

apabila perbuatan terdakwa telah di anggap dapat memenuhu salah satu dari

110
Surat PutusanPengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL

101
perbuatan, maka unsur kedua ini di anggap elah terpenuhi;

Untuk memahami unsur ini majelis hakim akan memaparkan terlebih

dahulu mengenai makna baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air

laut, dan baku mutu kerusakan lingkungan hidup.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup telah memberikan pengertian “baku mutu air”

adalah ukuran batas atau kadar zat energy, dan/ atau komponen yang harunya ada,

ada/atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaanya dalam udara ambien,

sedangkan yang di maksud dengan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar

makhluk hidup, zat energy atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur

pencemaran yang ditenggang keberasdaanya di dalam air dan yang dimaksud

baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, eergy, atau

komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsur pencemaran yang di tenggang

keberadaanya di dalam air laut;

Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan

dan Pengelolaan lingkungan hidup, memberikan pengertian “kriteria baku

kerusakan lingkungan” adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia dan/atau

hayati lingkungan hidup yang dapat di tenggang oleh lingkungan hidup untuk

dapat melestarikan fungsinya;

Semua unsur dari pasal 99 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah terpenuhi, maka terdakwa

agustus sianturi harus di nyatakan secara sah dan menyakinkan melakukan tindak

pidana sebagaimana di dakwakan dalam dakwaaan alternatif ketiga.

102
Mengadili

1. Menyatakan Terdakwa Agustus Sianturi telah terbukti secara sah bersalah

melsakukan tindak pidana karena kelalainya mengakibatkan kerusakan

lingkungan hidupsebagaimana dalam dakwaan alternatif

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan oidana penjara

selama 1 tahun 6 bulan dan pidana denda sejumlah rp 1.000.000.000 (satu

milyar rupiah), dengan ketentuan apabila tidak di bayar, maka diganti dengan

pidana kurungan 1 bulan

3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahananyang telah di jalani

4. Menetapkan terdakwa agar tetap di tahan

5. Menetapkan barang bukti berupa:

a. 4(empat) unit ember

b. 1(satu) unit dodos

c. 1(satu) unit semprot solo

d. 1(satu) unit parang babat

e. 4(empat) potong kayu bekas terbakar

Analisi Putusan

Putusan Nomor 388/PID.B/LH/2020/PN RHL majelis hakim tidak

menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana baik

sebagai alasan pembenar dan/atau alasan pemaaf maka terdakwa agustus sianturi

harus mempertanggungjawabkan perbuatanya.

Terhadap permohonan terdakwa yang pada pokoknya memohon

keringanan hukuman akan menjadikan pertimbangan majelis hakim dalam

menjatuhkan pidana terhadap terdakwa karena penjatuhan pidana bukanlah

103
bersifat pembalasan melainkan bersifat edukasi agar terdakwa dapat menjadi

orang lebih baik dan juga untuk memotivasi terdakwa agar tidak mengulangi

perbuatanya kelak setelah selesai menjalani hukuman yang dijatuhkan, serta

tujuan penjatuhan pidana ini sebagai tindakan pencegahan bagi masyarakat lainya

agar tidak melakukan tindak pidana seperti yang telah di lakukan agustus sianturi.

Perbuatan terdakwa yang membakar dengan menggunakan mancis

terdakwa membakar sarang semut tersebut dan apinya berjatuhan sehingga rumput

kering yang di sekitar ikut terbakar kemudian lahan tersebut kebakaran

menunjukan niat terdakwa adalah membakar sarang semut bukan untuk

membakar lahan namun karena kurang berhati-hati sehingga menyebabkan

kebakaran, dan terhadap kebakaran tersebut terdakwa mengambil ember dan pergi

ke sumber air yang berjarak sekitar 20 meter dari rumput yang terbakar untuk

menyiram rumput yang terbakar tersebut namun kebakaran sudah meluas dan

memanggil teman-temanya untuk memadamkannya menunjukan adanya usaha

terdakwa agar tidak terjadi kebakaran yang lebih luas, maka menurut majelis

hakim termasuk dalam hal yang di maksud dengan kelalaian dan di samping itu

terdakwa yang berusaha memadamkan api juga di pandang sebagai usaha-usaha

untuk mencegah timbulnya suatu akibat maka demikian sub unsur karena

kelalaianya telah terpenuhi.

Berdasarkan asas keadilaan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.jadi asas

keadilaan ini harus melihat perbuatan pelaku yang karena lalai mengakibatkan

kerusakan lingkungan hidup, jadi keseimbangan dalam memberi putusan itu

penting agar berjalannya asas keadilan,asas kemanfaatan ini sangat penting

terhadap masyarakat dikarena hukum harus bermanfaat terhadap lingkungan dan

104
masyarakat, Asas kepastian hukum jika diartikan suatu hal harus ditaati dan

dilaksanakan jadi dalam hal ini harus kita lihat dalam putusan tersebut sesuai atau

tidak dengan yang terjadi dalam kasus tersebut.

Kasus kerusakan lingkungan yang karena lalai dilakukan oleh pelaku

dengan hukuman pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan sangat tepat

dikarena pelaku telah diberikan pasal yang tepat sesuai hal yang diperbuatnya.

Hakim juga melihat pelaku dengan hal-hal yang meringankan dan

memberatkan terdakwa seperti belum pernah dihukum, mengakui perbuatannya,

umur yang masih mudah, diharapkan kedepannya pelaku dapat mengubah sifatnya

dan perilakunya,hakim menjatuhkan Pidana penjara 1 tahun 6 bulan dikarenakan

hukuman untuk memberikan edukasi kepada terdakwa dan kepada masyarakat

bahayanya melakukan pembakaran saat membuka lahan.

105
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengaturan Hukum Lingkungan Hidup di atur dalam Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

khususnya tentang pembakaran hutan dan lahan diatur dalam Pasal 187 KUH

Pidana, Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

kehutanan, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Perkebunan.

Pertanggungjawaban pidana namun terkait Putusan Nomor:

388/PID.B/LH/2020/PN RHL kelalaian yang mengakibatkan kerusakan

lingkungan hidup diberikan sanksi pidana yaitu menyatakan perbuatan

terdakwa Agustus Sianturi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “Lingkungan Hidup Yang karena kelalaian.

2. Pertanggungjawaban pidana terhadap terhadap pelaku yang lalai

mengakibatkan kerusakan Lingkungan Hidup pada putusan Nomor:

388/PID.B/LH/2020/PN RHL Tuntutan jaksa 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan

penjara namun Hakim melihat pelaku dengan hal-hal yang meringankan

terdakwa seperti berusaha memadamkan api sehingga Hakim memutuskan

tuntutan 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan pidana penjara atau denda Rp

1.000.000.000 (satu milyar rupiah), Putusan Nomor 388/PID.B/LH/2020/PN

RHL menjatuhkan sanksi pidana bukan untuk pembalasan melaimkan untuk

mengedukasi pelaku tindak pidana kerusakan lingkungan hidup.

106
5.2 Saran
1. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup dapat memberikan

kesadaran kepada masyarakat dalam upaya mencegah pembukaan lahan

dengan cara membakar.

Pihak aparat penegak hukum baik kepolisian, babinsa, maupun petugas

Badan penanggulangan bencana daerah (BPBD), memberikan sosialisasi

akan bahayanya membuka lahan dengan cara membakar.

2. Hakim dalam menjatuhkan putusan hendaknya memberikan putusan yang

berisifat memberi efek jera bukan hanya untuk mengedukasi bahaya

kebakaran lahan dan hutan, agar masyarakat lainya tidak melakukan

perbuatan yang sama seperti yang di perbuat terdakwa.

107
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Akib, Muhammad, (2016), Hukum Lingkungan Perspekif Global dan Nasional,


Jakarta, Rajawali Pers,

Darmayani, Satya. Dan Hidana, Rudy Fransina, , (2021), Ekologi, Lingkungan


Hidup Dan Pembangunan, Bandung, Widina Bhakti Persada.

Hakim, Lukman (2019), Asas-Asas Hukum Pidana Buku Ajar Bagi Mahasiswa,
Yogyakarta, Grup Penerbitan Budi Utama.

Hamzah, Andi, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011),

Hiariej, Eddy O.S. (2015), Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Edisi Revisi,


Yogyakarta,cahaya atma pustaka.

Juhaidi, Ahmad. (2020), Metodologi Penelitian Dasar Bagi Mahasiswa dan


Peneliti Pemula, Banjarmasin, Pascasarjana Universitas Islam Negeri
Antasari.

Muhaimin. (Juni 2020), Metode Penelitian Hukum, Mataram-NTB, Mataram


University Press.
Qodriyatun, Nurhayati Sri, (2014), Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan Dan
Lahan, Jakarta, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI
Sofyan, Andi. Nur Azisa, (2016), Buku Ajar Hukum Pidana, Makassar, Pustaka
Pena Press.

Sood, Muhammad. (2019), Hukum Llingkungan Indonesia, Jakarta, Sinar


Grafika.
Sriwidodo, Joko. (2019), Kajian Hukum Pidana Indonesia, Jakarta, Penerbit
Kepel Press
Supriadi, (2010), Hukum Lingkungan Di Indoneia, Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan
Ketiga

Suyanto, (2018), Pengantar Hukum Pidana, Yogyakarta, Budi Utama.

Syahprilia. Aditia, (2018), Buku Ajar Hukum Lingkungan, Yogyakarta, , Budi


Utama,

Wahid Yunus A.M, (2018), Pengantar Hukum Lingkungan, (jakarta Timur,


Prenemedia Group),

108
wahyuni, Fitri. (2017), Dasar-Dasar Hukum Pidana Di indonesia, Tangerang
Selatan Nusantara Persada Utama.

Wihardjo, Sihadi Darmo Dan Henita Rahmayanti, (2021), Pendidikan Lingkungan


Hidup, Bojong Pekalongan, Jawa Tengah, PT. Nasya Expanding
Management.

Wijayanti, .Astri. ( 2011), Strategi Penulisan Hukum. (Bandung: Lubuk


Agung).
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Perkebunan.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009

C. Jurnal/Karya Ilmiah

Anantama, Andika Try, Zaini MunawiR Dan Rafiqi, (2020) Pertanggung


Jawaban Pidana Karyawan Korporasi Dalam Tindak Pidana Lingkungan
Hidup (Studi Putusan No. 133/Pid.B/2013/PN. MBO), JUNCTO: Jurnal
Ilmiah Hukum, 2 No. 2 ,

Effendi, H, M Ursalin, R. Sonaji, (2021) Dinamika persetujuan lingkungan dalam


perspektif Peraturan Pemerintah nomor22 tahun 2021dan peraturan
turunannya, Jurnal Pengelolaan Lingkungan berkelanjutan, Vol. 5, No.3

Disemadi, Hari Sutra, and Nyoman Serikat Putra Jaya. (2019),


"Perkembangan Pengaturan Korporasi Sebagai Subjek Hukum Pidana
Di Indonesia." Jurnal Hukum Media Bhakti 3, no. 2

Dwipayana, Made Aditya A. A Sagung Laksmi Dewi dan Luh Putu Suryani, ,
(2019), Pertanggungjawaban Terhadap Tindak Pidana Pencemaran
Lingkungan Hidup, Jurnal Analogi Hukum, Vol. 1 No.3

Fadlian, Aryo, ( 2020Pertanggungjawaban Pidana Dalam Suatu Kerangka


Teoritis, Jurnal Hukum Positum, Vol.5, No.2,

Herry Purnomoa, Bayuni Shantikoa, Haris Gunawanc, Soaduon Sitorusa, M. Agus


Salima dan Ramadhani Achdiawan, (2015), Ekonomi Politik Kebakaran
Hutan dan Lahan: Sebuah pendekatan analitis Jurnal,

I Komang Agus Edi Suryawan, I Nyoman Gede Sugiartha, Dan I Nyoman


Sutama, (2021), Pertanggug Jawaban Pidana Terhadap Penemaran
Lingkungan Di Indonesia, Jurnal Interprestasi, Hukum, Vol. 2, No.1

109
Johar, Anggle Olivia M. Yusuf Daeng, Dan Tri Novitasari Manihuruk, , (2022),
Pertanggungjawaban Pdana Penceramaran Dan Perusakan Lingkungan
Hidup Akibat Pembakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau, Jurnal
Hukum Respublica Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning

Mandagi, Jeanita, Sherlina A. Kermite, Dan Butje Tampi, (Desember 2021),


Pemidanaan Percobaan Kejahatan Dalam Delik Aduan, Lex Crimen, Vol.
10, No. 13,

Mandagi, Sherlina, Kermite Jeanita A., Dan Butje Tampi, (2021), Pemidanaan
Percobaan Kejahatan Dalam Delik Aduan, Lex Crimen, vol. 10, No. 13.

Mardiya,Nuzul Qur’aini. (2018), Pengaturan Pertanggungjawaban Korporasi


dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup , Jurnal Hukum, Vol.7,No. 3.

Melansari, Kornelia, (2019),Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Terkait


Pemberian Delegasi Kewenangan, Mimbar Keadilan Vol. 14 No. 28,

Mudzhar, Atho Muhammad, Muhammad Amin Suma, Dan Salman Maggalatung,


(Juni 2013), Jurnal Cita Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Vol. 1 No. 1,

Mudzhar, Muhammad Atho, Suma, Muhammad Amin, Dan Salman Maggalatung,


(2013), Jurnal Cita Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Vol. 1 No. 1.

Pasai, Miswar, Dampak Kebakaran Hutan Dan Penegakan Hukum, Jurnal


Pahlawan Vol. 3 No. 1, 2020,

Prabowo, Rosyid Ari., (2022), Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup,


Badamai Law Journal, vol.7, No. 2.

Rembet, Christopher Rodrigo, Kalalo, Flora Pricilla. Dan Fernando J. M. M.


Karisoh, , (2020) Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Deklarasi Stockholm 1972, Lex Et Societatis Vol. 8, No. 4

Ridwan, Muannif, Sri Hidayanti, Dan Nilfatri, (Mei 2021), Studi Analisis
Tentang Kepadatan Penduduk Sebagai Sumber Kerusakan Lingkungan
Hidup, Jurnal Indratech, Vol. 2, No. 1

Ridwan, Muannif. Sri Hidayanti, Dan Nilfatri, (2021), Studi Analisis Tentang
Kepadatan Penduduk Sebagai Sumber Kerusakan Lingkungan Hidup,
Jurnal Indratech, Vol. 2, No. 1.
Ridwansyah, Muhammad Pengaturan Tindak Pidana Dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Dan Peradilan, Vol. 6, No 2, (juli
2017), hal. 180

110
Ridwansyah, Muhammad. (2017) Pengaturan Tindak Pidana Dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Dan Peradilan, Vol. 6, No 2.
Sholehuddin, L. (2021), Ekologi dan Kerusakan Lingkungan dalam Persepektif
Al-Qur’an, Jurnal Ilmu Al-Quran dan Tafsi, Vol. 4, No. 2.

Siregar, Januari, and Musaz Zul. (2015), "Penegakan Hukum Dalam Tindak
Pidana Lingkungan Hidup Di Indonesia." Jurnal Mercatoria 8, no. 2
Widayati, Suryani Lidya, (Januari 2015), Ultimum Remedium dalam Bidang
Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Vol. 22 No. 1
Widayati,Lidya Suryani. (2015), Ultimum Remedium dalam Bidang
Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Vol. 22 No. 1.

Yanuarsi, Susi, (2019), Pengaruh Global Terhadap Hukum Lingkungan Di


Indonesia, Vol. 17 No. 3,

Tarya Sonjaya1, Budi Heryanto2, Aji Mulyana3, dan M Rendi Aridhayandi,


(2020), Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penegakan Hukum
Lingkungan Berdasarkan Prinsip Pembangunan, Lambung Mangkurat
Law Journal, Vol. 5, No. 2,

D. Skripsi
kusumawardana, Pramudya. (2022), Pertanggungjawaban Pidana Pelaku
Perusakan Barang Milik Orang Lain, Skripsi, Fakultas Hukum
Universitas Pancasakti Tegal.
E. Putusan
Putusan Nomor:388/PID.B/LH/2020/PN RHL.

F. Website
http://bnpb, riau, go.id, Diakses Pada Hari Kamis, Tanggal 04 mei 2023,

Ll Setda Prov. (2023) Riauperaturan daerah provinsi riau nomor 8 tahun 2014
tentang pengelolaan-lingkungan-hidup-dan-penaatan-hukum-lingkungan-
hidup-provinsi-riau/, https://riau.bpk.go.id 2015 di akses pada Jumat,

G. Wawancara
Wawancara Dengan Bapak Hendrik Nainggolan,S.H, Hakim di Pengadilan
Negeri Rokan Hilir, Hari Rabu 15 Februari 2023 pukul 10.00 WIB

111
HALAMAN LAMPIRAN

Gambar 1: Pengambilan Surat Selesai Riset Bersama Ibu Richa Rionita Meilani
Simbolon S.H Panitera Muda Pengadilan Negeri Rokan Hilir

112
Gambar 2 : Surat Pengambilan Data

113
Gambar 3 : Surat Selesai Riset

114
115

Anda mungkin juga menyukai