Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

ILMU TEKNOLOGI DAN REPRODUKSI


“Pengumpulan dan evaluasi semen yang dikumpulkan dari jaguarundi
(Puma yagouaroundi) melalui kateterisasi uretra dan elektroejakulasi”

OLEH
KELOMPOK 12
1. Wilhelmina Yeyen Ali (2209010056)
2. Natalia Alyanti Huru (2209010058)
3. Febrianto montianus sife (2209010060)
4. Sonia Maharani Sidabutar (2209010062)
5. Viore

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krioreservasi gamet dan kontruksi bank gen telah muncul sebagai alat penting untuk
membantu melestarikan spesies kucing yag terancam punah. Krioservasi sifatnya konstan
dimana mencari teknik yang lebih efisien dan kurang beresiko bagi hewan. teknik
pengumpulan semen berdasarkan kateterisasi uretra (UC) telah dievalusi sebagai alternatif
berbasis elektroejakulasi, pengumpuln semen di alam liar felida.
Teknik ini memiliki keuntungan penting yang memungkinkan adanya peluang
pengumpulan semen di lapangan, sehingga memerlukan sedikit infrastruktur serta tidak
memerlukan peralatan khusus dan tenaga kerja yang banyak.
Spesies P. yagouaroundi diklasifikasikan sebagai spesies yang paling tidak
memprihatinkan menurut Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam dan sebagai spesies
yang rentan dalam daftar spesies yang terancam punag di wilayah Brasil.
1.1. Bahan dan metode
Hewan, protokol anestesi dan desain eksperimental
7 ekor jaguarundi yang berpartisipasi dalam peneitian ini. Dengan 6 hewan yang ditawan
di Lembaga tersebut dan satu hewan yang hidup secara bebas (hewan 7). Lima pengumpulan
semen dilaukan pada tujuh hewan selama penelitian, dalam interbal setidaknya 3 bulan,
antara tahun 2018 dan 2020.
Pengumpulan semen pada hewan ini dilakukan dengan 3 cara yang berbeda. Pertama
dengan cara Kateterisasi uretra (UC), kedua Elektroejakulasi (UC-EEJ)., dan tepat setelah
UC. Pada elektroejakulasi dilakukan sebanyak 80 rangsangan listrik sebesar 2-6 V dengan
diterapkan dalam tiga seri yaitu 30.30. dan 20 rangsangan.
1.1.1. Kateterisasi uretra
Kedalaman penyisipan kateter uretra akan diuji pada koleksi pertama, berkisar antara 5
hingga 7 cm. dan berdasarkan hasilnya, kedalaman 7 cm ditetapkan sebagai kedalaman paling
memadai karena memungkinkan diperolehnya jumlah cairan semen yang lebih banyak .
Prosedur kerjanya diawali dengan glans penis yang dibersihkan dengan larutan garam
(NaCL 0.9%) lalu kateter yang telah dilumasi akan dimasukan ke dalam uretra penis. Selain
itu adanya tekanan tambahan dengan menyambungkan jarum suntih 1 mL bertujuan sebagai
pengisap semen. Pemasangan kateter dilakukan 20 menit setelah pemberian anestesi standar.
Penyisipan dilakukan 15 dan 35 menit setelah pemberian anestesi pada hewan yang dengan
cepat mencapai rencana anestesi yang memadai atau yang membutuhkan waktu lebih lama
untuk mencapai rencana tersebut, secara spektroskopi. Upaya penyisipan baru dilakukan
dalam waktu 20 menit, setelah pemberian anestesi jika pemeriksaan dilakukan dalam waktu
15 menit. Namun, tidak ada pemasangan kateter pada 20 menit dalam kasus yang dilakukan
pada 35 menit, karena rencana anestesi yang ideal tidak ditetapkan.
1.1.2. Evalusi Semen
Sampel yang diperolah disimpan dalam 2 mL tabung mikro yang sudah disterilkan. Dan
dianalisis pada slide yang telah dihangatkan sebelumnya dalam mikroskop optik pada
perbesaran 100×, pada suhu 37°C. Evaluasi ini akan mencari kekuatan sperma (0-5), motilitas
sperma (%), pH dengan strip indicator, konsentrasi, vitaliras (% seluruh sel) dengan eosin dan
nigrosine pewarnaan, teratospermia (cacat besar dan kecil) dengan pewarnaan mawar begal
(3%), dan adanya eritrosit dan leukosit setelah menggunakan pewarnaan panaoptik cepat.
Cacat utama yang dipertimbangkan dalam analisis ini adalah kepala piriformis,
mikrosefalik, pemenggalan kepala, fla-gelum melingkar, bagian tengah bengkok, tetesan
sitoplasma di bagian tengah, dua kepala dan kepala fusiform kecil, flagel bengkok, kepala
bulat, tidak ada flagel dengan bagian tengah, drop distal dan flagel pendek.
Ada juga dilakukan biometri testis untuk menentukan volume testis dan untuk menilai
perlengketan testis, memar atau lesi pada penis dan scrotum. Volume pada testis ditemukan
dengan menjumlahkan volume masing-masing testis. Dengan rumus V = L × W2 × 0,524
dimana 0,524 adalah konstanta terhadap standar tiga dimensi bentuk testis yang keras.
1.1.3. Analisis mikroskopis
Dua apusan dari setiap sampan semen segar diambil untuk menilai vitalitas, teratosperma
dan adanya eritrosit dan leukosit. Sampel akan diwarnai berbeda lalu akan di bawa di
mikroskop optik.Secara keseluruhan 200 sel dihitung (100 di setiap replika) untuk vitalitas
dan teratospermia. Pembacaan vitalitas dilakukan tepat setelah sampel dikumpulkan; yang
lainnya diperoleh setelah pengumpulan semen selesai.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Semen ini dikumpulkan melalui tiga tahap cara pengumpulan yaitu enam kali ejakulasi
melalui uretra kateterisasi pada 18 percobaan, lalu 11 ejakulsi melalui elektroejakulasi
dilakukan tepat setelah UC (UC-EEJ) di 18 percobaan , dan 11 ejakulasi melalui
elektroejakulasi (EEJ) pada 12 upaya.
Hewan ini menunjukan duri penis normal dan tidak menunjukan testis atau perubahan
biometrik penis. Ditemukan tidak adanya sampel semen yang diperoleh dari hewan 7, namun
tidak dalat disimpulkan bahwa ini merupakan kasus aspermia. Rata-rata testis jaguarundi ini
adalah 2,39 ± 0,92 cm3 dan untuk kekencangannya adalah 2,5 ± 0,5.
Pada percobaan ejakulasi memperoleh 44,4% pengumpulan semen yang dilakukan
melalui UC. Volume rata-ratanya 2,11 ± 0,57 μL, tetapi tidak ada sperma yang teramati di
dalamnya.
Selain sampel yang dikumpulkan melalui UC tidak menunjukan adanya sperma, enam
sampel semen yang dikumpulkan dicatat volume rata-ratanya 3,53 ± 0,69 μL. Hanya satu dari
mereka yang memeuhi standar kulaitas pembekuan dengan dara kekuatan 3, motilitas 80%
dan vitalitas 88%. Karena volume semen kecil maka pembekuan tidak mungkin dilakukan.
Penelitian ini tidak menggunakan waktu 220 menit untuk sesi kateterisasi uretra sebanyak
empat kali karena lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai obat penenang yang
cukup untuk prosedur yang akan dilakukan. Dengan demikian, uretra hewan diperiksa pada
15 dan 20 menit, dalam dua kasus, dan 35 menit setelah pemberian anastesi, dalam dua kasus
lainnya.
Sampel UC-EEJ dan EEJ tidak menunjukan perbedaan yang signifikan, tapi kedua
metode ini mencatat volume yang lebih besar dibandingkan yang diperoleh melalui UC.
Sampel semen dikumpulkan melalui UC-EEJ di 16 dari 18 upaya (78%), dan melalui EEJ
dalam 11 dari 12 upaya (92%).
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat pengaruh yang signifikan antar variabel (p =
0,0479) yang menunjukkan bahwa peningkatan volume testis berkontribusi terhadap
peningkatan konsentrasi semen.

B. Pembahasan
Penggunaan teknik UC untuk pengumpulan semen tidak memerlukan peralatan
khusus dan tenaga khusus, berbeda dengan pengumpulan elektroejakulasi, oleh karena itu UC
dinilai menjanjikan. Hasil fertilisasi in vitro (IVF) menunjukan bahwa semen diperoleh
melalui UC menghasilkan jumlah embrio yang sama dalam dalam semen segar dan semen
kriopreservasi sampel yang diperoleh dari epididymis diangkat melalui orkiektomi.
Dalam keseluruhan mereka menyajikan kualitas yang sama, dan ternyata tidak
berbeda secara signifikan setelah kriopreservasi, meskipun diamati secara spesifik perbedaan
di antara jenis sampel.
Semen UC tahan terhadap pengenceran tinggi (hingga 1 × 106 /mL), tanpa kerugian
kualitas signifikan. Sampel akuntansi untuk standar kualitas tertinggi diperoleh melalui
elektroejakulasi, dan yang terendah dikumpulkan melalui UC. Dengan kaa lain jumlah total
sperma kemungkinan besar lebih tinggi saat pengumpulan dilakukan melalui elektroejakulasi,
dalam kedua bentuk yang diuji.
Teknik elektroejakulasi adalah metode yang sering digunakan pada spesies liar.
Dalam sebuah penelitian pada Purna (P. concolor) dan penelitian pada Jaguarundi (P.
yagouaroundi), telah membandingkan efisiensi metode ini denga UC. Secara keseluruhan,
tidak ada perbedaan antar metode ketika diterapkan pada spesies P. concolor tapi pada
penelitian ini menunjukan bahwa elektrejakulasi menyumbang hasil yang cocok untuk
kriopreservasi, sedangkan UC tidak. Sedangkan pada elektroejakulasi, UC-EEJ dan EEJ tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan walaupun ada perbedaan pada numeriknya.
Sperma diperoleh melalui UC menunjukan tingkap abormalitas yang lebih tinggi
dibandingkan daripada UC-EEJ dan EEJ. arena volume semen yang sangat kecil yang
diperoleh melalui metode UC, kami menganggap bahwa lebih tepat untuk menampilkan
teratospermia hewan melalui metode EEJ dan UC-EEJ, yang memungkinkan untuk
mendapatkan ejakulasi volume normal untuk spesies yang dinilai di sini dan secara statistic
sama
Data lain yang menarik dan belum pernah terjadi sebelumnya dari penelitian ini
adalah menemukan sel darah dalam sampel elektroejakulasi yang dikumpulkan tepet setelah
aplikasi UC. Kalau ditemukan adanya sel darah dalam sampel semen yang dikumpulkan
melalui UC atau melalui elektroejakulasi, tepat setelah UC makan menunjukan adanya lesi
pada uretra yang mungkin disebabkan leh keteterisasi, walaupun keteter memiliki ketebalan
yang memadai untuk spesies tersebut dan dilumasi.
UC merupakan alternatif yang menjanjikan untuk elektroejakulasi; namun,
kemungkinan teknik ini menyebabkan lesi pada hewan perlu dipahami dengan lebih baik,
Penelitian yang mengevaluasi kerusakan yang disebabkan oleh kedua teknik tersebut masih
jarang, meskipun sangat dianjurkan, karena berkontribusi dalam pengambilan keputusan
mengenai metode pengambilan sampel yang akan digunakan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teknik UC tidak efektif dalam pengumpulan semen dari jaguarundi. Kualitas yang
dihasilkan tidak memenuhi standae kriopreservasi dan kualitasnya lebih rendah daripada
semen yang dikumpulkan melalui dua modalitas elektrejakulasi yang diuji (UC-EEJ dan EEJ)

Anda mungkin juga menyukai