Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DISPEPSIA

Tugas Mandiri

Stase KMB

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIZKY VICTORIA KAPU

NIM : PN 190202

PRODI PROFESI NERS

STIKES WIRAHUSADA YOGYAKARTA

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DISPEPSIA

Laporan pendahuluan ini telah dibaca, diperiksa pada

Hari/Tanggal :

Pembimbing Klinik Mahasiswa Praktikan

(....................................................) (..…………………………………..)

Mengetahui

Pembimbing Akademik

(...................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DISPEPSIA
A. PENGERTIAN
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer, 2000).
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yg tak mengenyangkan sesudah makan,
yg berhubungan dgn mual, sendawa, nyeri ulu hati & mungkin kram & begah perut.
Kerap kali kali diperberat karena makanan yg berbumbu, berlemak / makanan
berserat cukup tinggi, & karena asupan kafein yg berlebihan, dyspepsia tiada
kelainan lain menunjukkan adanya gangguan fungsi pencernaan (Williams &
Wilkins, 2011).
Batasan dyspepsia :
1. Dyspepsia organic, kalau/jika sudah diketahui adanya kelainan organic
sebagai
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yg nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
pembengkakan/radang pancreas, pembengkakan/radang empedu, & lain –
lain.
2. Dyspepsia non-organik / dyspepsia fungsional, / dyspepsia non-ulkus (DNU),
kalau/jika tak jelas penyebabnya. Dyspepsia fungsional tiada diikuti kelainan
atau gangguan struktur organ berlandaskan pemeriksaan klinis,
laboratorium,radiologi, endoskopi ( teropong saluran pencernaan).
B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia dikarenakan karena ulkus lambung / penyakit acid reflux..
Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yg terjadi pada saluran
cerna atas dampak proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung
(Wibawa, 2006). Kadar lambung lansia biasanya mengalami menurunnya hingga
85%. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, bisa menyebabkan
dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum bisa diketemukan.
Penyebab dispepsia secara rinci ialah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum / ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu & produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan, / depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory
11. Perubahan pola makan
12. Pengaruh obat-obatan yg dimakan secara berlebihan & dlm waktu yg lama
13. Alkohol & nikotin rokok
14. Stres
15. Tumor / kanker saluran pencernaan
C. Patofisiologi
Perubahan pola makan yg tak teratur, obat-obatan yg tak jelas, zat-zat seperti
nikotin & alkohol serta adanya keadann kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi minus sehingga lambung mau kosong, kekosongan lambung bisa
membuat dampak erosi pada lambung dampak gesekan antara dinding-dinding
lambung, keadann demikian bisa membuat dampak peningkatan produksi HCL yg
mau merangsang terjadinya keadann asam pada lambung, sehingga rangsangan di
medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tak adekuat baik
makanan maupun cairan.
Pathway

DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stress Kopi & Alkohol

Perangsangan Respon Mukosa Lambung


Saraf Simpatis NV
(Nervus Vagus)
Vaso Dilatasi Mukosa Gaster Eksfeliasi
(Pengelupasan)
Produksi HCL di
Lambung

HCL Kontak dengan


Mukosa Gaster
Mual

Nyeri
Muntah

Nyeri Epigastrium b/d iritasi


Kekurangan Pada Mukosa Lambung
Volume Cairan b d
Kehilangan Cairan
Aktif
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri perut (abdominal discomfort)
2. Rasa perih di ulu hati
3. Mual, kadang-kadang hingga muntah
4. Nafsu makan berkurang
5. Rasa lekas kenyang
6. Perut kembung
7. Rasa panas di dada & perut
8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
E. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti
halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan
gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya.
Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan,
selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis,
endoskopi, USG, dan lain-lain.
1. Laboratorium : Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak
ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti:
pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional
biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
2. Radiologis : Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu
penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya
menggunakan kontras ganda.
3. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi) : Sesuai dengan definisi bahwa
pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat
tidak spesifik.
4. USG (ultrasonografi) : Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini
makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari
suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat
digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat
dimanfaatkan.
5. Waktu Pengosongan Lambung : Dapat dilakukan dengan scintigafi atau
dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan
lambung pada 30 – 40 % kasus.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non farmakologis:
a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.
b. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-
obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres.
c. Atur pola makan
2. Penatalaksanaan farmakologis yaitu: Sampai saat ini belum ada regimen
pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi
kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun
masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif
terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan
asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam
lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah).
G. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul, Tujuan Dan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
a. Tujuan :
Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien
melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri.
b. Intervensi :
a) Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)
b) Berikan istirahat dengan posisi semifowler
c) Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat
meningkatkan kerja asam lambung
d) Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya
e) Observasi TTV tiap 24 jam
f) Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
g) Kolaborasi dengan pemberian obat analgesic
c. Rasional :
a) Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan
penyembuhan.
b) Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.
c) Dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan
aktivitas peristaltik.
d) Mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium.
e) Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya.
f) Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol.
g) Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
a. Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman
kebutuhan nutrisi.
b. Intervensi :
a) Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara
adekuat.
b) Timbang BB klien.
c) Berikan makanan sedikit tapi sering.
d) Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan,
integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising
usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
e) Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
f) Monitor intake dan output secara periodik.
g) Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar (BAB).
c. Rasional :
a) Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang
diharapkan.
b) Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat.
c) meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster.
d) Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi
yang tepat Berguna dalam pengawasan kefektifan obat,
kemajuan penyembuhan.
e) Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan
intake diet klien.
f) Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
g) Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
mual, muntah
a. Tujuan :
Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu
untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria
mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan,
dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
b. Intervensi :
a) Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status
membran mukosa, turgor kulit.
b) Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine
dengan akurat.
c) Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan
penggunaan laksatif/diuretic.
d) Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan
keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan
cairan.
e) Berikan/awasi hiperalimentasi IV.
c. Rasional :
a) Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler.
b) Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan
dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang
berdampak pada keseimbangan elektrolit.
c) Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan
atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan
lanjut.
d) Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki
keseimbangan untuk berhasil.
e) Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan
elektroli.
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
a. Tujuan :
Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan
kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang
penyakitnya.
b. Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan.
b) Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan
pikiran dan dengarkan semua keluhannya.
c) Jelaskan semua prosedur dan pengobatan.
d) Berikan dorongan spiritual.

c. Rasional :
a) Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan
oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya.
b) Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa
aman dalam segala hal tundakan yang diberikan.
c) Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau
bekejasama dalam perawatannya.
d) Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
e) EvaluasiTahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup
pencapaian terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau
tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan
dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek
tergantung respon dalam keefektifan intervensi.
Daftar pustaka

Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2, Jakarta,
EGCInayah Iin, 2004,

Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan, edisi


pertama, Jakarta, Salemba Medika.

Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika


aeusculapeus

Suryono Slamet, et al, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Jakarta,
FKUI

Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3, Jakarta,


EGC

Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC, Warpadji Sarwono, et
al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/17/askep-dispepsia/

Anda mungkin juga menyukai