Anda di halaman 1dari 163

1

Cestoda
Helminthes
Platyhelminthes
Trematoda

Nematoda
Nemathelminthes
Filaria
2

NEMATHELMINTHES
KELAS: NEMATODA
3

Nematoda atau CacingGilig


• Mempunyai jumlah spesies terbesar di antara
cacing yg hidup sebagai parasit.
• Memiliki tubuh fusiform silindris dan memiliki
saluran pencernaan mulai dari mulut pada
bagian anterior hingga ke anus pada bagian
posterior.
• Alat kelamin terpisah, dan umumnya jantan
lebih kecil dari betina.
• Dapat mengeluarkan telur 20-200.000/hari
dari badan hospes melalui tinja.
4
5

➢ Berdasarkan Tempat Hidup, Nematoda dibagi ke


dalam 2 golongan:
1.Nematoda Usus: tidak memerlukan IH
2.Nematoda Jaringan: memerlukan IH
➢ Bentuk infektif dpt memasuki badan manusia
dengan cara:
1) Masuk secara aktif
2) Tertelan
3) Vektor
6

NEMATODA USUS
7

Nematoda Usus
Nematoda usus yang umum menginfeksi manusia:
• Ascaris lumbricoides (cacing gelang)
• Enterobius vermicularis (cacing kremi)
• Cacing tambang (hookworm):
- Necator americanus
- Ancylostoma duodenale
• Trichuris trichiura (cacing cambuk)
• Strongyloides stercoralis
8

• Infeksi dari keenam Nematoda tersebut menimbulkan


ketidaknyamanan, malnutrisi, anemia, hingga kematian.
• Cacing dewasa dapat bertahan di usus selama bulanan
atau tahunan di dalam lumen usus manusia.
9
10

NEMATODA USUS
Enterobius vermicularis
11

• Hospes : Manusia
• Nama penyakit: enterobiasis, oksiuriasis
• Distribusi geografik: Kosmopolit, tetapi lebih banyak
ditemukan di daerah dingin dengan daerah panas
➢ Daerah dingin jarang mandi/mengganti baju
dalam
• Morfologi dan Daur Hidup
▪ Cacing betina: 8-13 mm; jantan: 2-5 mm
▪ Habitat: daerah sekum
▪ Makanan: isi usus
12

▪ Telur 11.000-15.000 butir, matang setelah 6 jam


dikeluarkan.
▪ Telur resisten terhadap desinfektan dan udara
dingin hidup 13 hari.
▪ Tertelan telur  menetas di daerah perineal 
bermigrasi ke usus besar.
▪ Waktu untuk siklus hidup 2 minggu s/d 2 bulan.
▪ Dapat sembuh sendiri bila tidak reinfeksi
13

Siklus HidupEnterobiusvermiculoris
14

Life Cycle Enterobiusvermicularis


15
16
17

▪ Gejala Klinis
- Enterobiasis relatif tidak
berbahaya
- Iritasi pada daerah anus,
perineum dan vagina
bermigrasi menggaruk
anus pada malam hari
- Kurang nafsu makan,
berat badan menurun,
aktivititas meninggi,
cepat marah, insomania.
▪ Diagnosis: Anal swab
Telur dan Cacing betina
18

Teknik PengambilanSampel dan Pemeriksaan


19

Epidemiologi Pencegahan dan


Pemberantasan
• Penyebaran lebih luas
• Memutuskan rantai daur
• Penularannya dapat
hidup dengan :
dipengaruhi oleh:
1.Penularan dari tangan ke - Defekasi dikakus
mulut sesudah - Menjaga kebersihan
menggaruk daerah - Pengobatan massal
perianal
• Pemberian penyuluhan
2.Debu Yang
mengandung telur cacing kepada masyarakat
mengenai sanitasi
3.Retroinfeksi melalui
anus: larva dari anus yg lingkungan
menetas kembali masuk
ke usus
20

NEMATODA USUS
Trichuris trichura (cacing cambuk)
21

• Hospes: manusia trikuriasis


• Distribusi geografik: kosmopolit
• Morfologi:
❖ Betina kira-kira 5 cm, jantan 4 cm

❖ Bagian anterior spt cambuk 3/5 dari panjang


seluruhnya; posterior lebih gemuk
❖ Cacing dewasa hidup di kolon
❖ Betina3.000-10.000 butir/hari
22

Cacing dewasa dan Telur

Betina Betina

Jantan
23

Patologi danGejala Klinis


• Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di
sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon
asendens.
• Pada infeksi berat terutama pada anak, tersebar di
seluruh kolon dan rektum.
• Menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus.
• Pada tempat perlekatannya terjadi pendarahan.
24

• Daur hidup
• Tinja  Telur  menjadi infektif 3 minggu  tertelan
 mukosa usus
• Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam usus 
timbul iritasi
• Epidemiologi/Penyebaran: Penyebaran penyakit
karena tanah terkontaminasi dengan tinja. Frekuensi
di pedesaan antara 30-90%.
• Pemeriksaan: pemeriksaan feses.
25

Siklus Hidup
• Cacing dewasa melekat pada dinding usus. Cacing betina akan
melepaskan telurnya melalui feses.
• Pada wilayah dengan sanitasi yang kurang, telur menetap di
tanah (±10 hari).
• Lalu berembrionasi hingga menjadi larva matang.

• Larva yang matang akan terbawa tangan lalu masuk ke mulut.


• Telur akan menetas di duodenum, melepaskan larva yang
matang ke usus.
• Cacing dewasa akan bermigrasi ke sekum.
26

Life Cycle Trichuristrichura


27

NEMATODA USUS
Ascaris lumbricoides
28

• Merupakan nematoda usus terbesar


• Berwarna putih kekuningan – merah muda, cacing mati
berwarna putih
• Hospes: manusia (satu-satunya DH)
• Habitat: usus halus

• Penyakit: askariasis

• Distribusi geografik: Survei  70%


• Morfologi dan siklus hidup:

 Cacing jantan: 10-30 cm.


 Betina 22-35 cm 100.000-200.000 (dibuahi dan tidak
dibuahi).
 Dlm lingkungan yang sesuai, telur dibuahi menjadi bentuk
infektif  3 minggu
29

Cacing betina dewasa


30

Siklus Hidup
➢ Masuk ke tubuh manusia tertelan
➢ Siklus hidup: tertelan usus larva pembuluh
darah/sal. Limfa  jantung aliran darah paru
dinding pembuluh darah alveolus  rongga
alveolus trakea faring rangsangan batuk
tertelan ke dlm esofagus, usus halus cacing
dewasa. Dari telur matang sampai cacing dewasa
bertelur 2 bulan.
31

• Ascaris dewasa hidup di usus halus manusia.


• Telur akan dikeluarkan melalui feses.
• Telur berembrionasi di tanah (biasanya selama 3 minggu)
hingga menghasilkan larva yang matang.
• Larva tertelan oleh manusia, dan telur pecah di dalam saluran
pencernaan manusia.
• Setelah menetas, larva akan berpenetrasi ke dalam mukosa
usus dan mauk ke pembuluh darah.
• Terbawa ke hati hingga ke paru-paru. Selama proses ini larva
terus berkembang menjadi besar.
• Ketika cacing mencapai pembuluh darah paru, akan
merangsang batuk dan menjadi tertelan melalui esofagus dan
mencapai usus. Di sini cacing berkembang menjadi cacing
dewasa dan mengalami perkawinan.
32

Larva masuk ke
tubuh melalui
Telur keluar dari
mulut, cairan
tinja dlm keadaan
lambung akan
blm membelah
mengaktifkan
larva
Proses
pematangan 20-
24 hari, suhu
optimal 30 oC

Ususkapiler darah masuk alat pernafasan ke lambungusus halus

Waktu migrasi 10-15 hari, siklus ke 2 di usus dan mulai menghasilkan telur
6-10 minggu
33

❖Epidemiologi: Tertinggi pada anak-anak (60-90%). Tanah liat,


kelembaban tinggi, suhu 25-350 C, faktor penting untuk
berkembangbiak telur
❖ Gejala

▪ Gejala pada stadium larva: Ketika larva berada di paru 


perdarahan kecil pada dinding alveolus dan batuk.
▪ Gejala pada stadium dewasa: Biasanya ringan. Terjadi
gangguan usus: mual, nafsu makan berkurang dan diare
▪ Pada infeksi berat: anak-anak malnutrisi malobsorbsi 
obstruksi usus
• Diagnosis

Pemeriksaan tinja secara langsung telur


34

NEMATODA USUS
Cacing Tambang: Necator
americanus dan Ancylostoma
duodenale
35

 Sejarah: Cacing tambang  di Eropa dulu ditemukan


pada pekerja tambang
 Hospes: manusia
 Penyebab: nekatoriasis/ankilostomiosis
 Distribusi Geografik: Di daerah khatulistiwa
(pertambangan dan perkebunan).
 Epidemiologi: Di Indonesia (pedesaan) perkebunan
pekerjaberhubungan dng tanah70%
 Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja
sebagai pupuk penting dalam penyebaran infeksi.
 Tanah gembur/berpasir/humus suhu 28-32C
N.americanus; A. duodenale suhu 23-25C
36

Morfologi dan Daur Hidup


• Cacing dewas di rongga usus mulut melekat pada
mukosa dinding usus.
• N. americanus  9.000 telur/hari
• A. duodenale  10.000 telur/hari
• Cacing betina 1 cm, jantan 0,8 cm
• N. americanus  seperti huruf S
• A. duodenale  seperti huruf C
• Telur dikeluarkan melalui tinja, menetas 1-1,5 hari
larva rabditiform, tiga hari larva filariform tembus
kulit (hidup 7-8 minggu).
37

Gejala
1. Stadium larva: Terjadi perubahan pada kulit 
griund itch
2. Stadium dewasa: Tergantung spesies dan keadaan
gizi penderita.
➢ N.americanus darah 0,005-0,1 cc/hari/ekor
➢ A. duodenale darah 0,08-0,34 cc/hari/ekor
• Diagnosis: telur dalam tinja
• Menghindari infeksi: sandal/sepatu.
38

SiklusHidup
❖ Daur Hidup

Telur  larva rabditiform  larva filariform 


menembus kulit kapiler darah jantung
parubronkustrakhealaringusus halus
❖ Infeksi terjadi bila larva menembus kulit
❖Infeksi A. duodenale juga mungkin dengan menelan
larva filariform
39

Life Cycle Necator americanus and


Ancylostoma duodenale
40

NEMATODA USUS
Strongyloides stercoralis
41

• Hidup bebas di tanah /sbg parasit


• Manusia merupakan hospes utama cacing ini,
walaupun ada yang ditemukan pada hewan (kucing
dan anjing). Tidak punya perantara hospes.
• Cacing ini dapat mengakibatkan penyakit
strongilodiasis.
• Diagnosis: dengan menemukan telur pd tinja.
42

Daur Hidup
Strongyloides
stercoralis
Menembus
kulit  vena
 jantung
kanan dan
paru-paru.
43
44
45

NEMATODA DARAH
46

• Kelompok ini merupakan kelompok heterogen. Tiga


anggotanya (Toxocara canis, Trichinella spiralis, dan
Ancylostoma braziliense) merupakan parasit pada
hewan karnivora liar maupun domestik. Meskipun
dapat menginfeksi manusia, akan tetapi mereka tidak
dapat menyelesaikan daur hidupnya di dalam tubuh
manusia.
• Empat anggota utama (Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi, Onchocerca volvulus, and Loa loa) merupakan
parasit dengan manusia sebagai DH. Dapat hidup pada
jaringan bawah kulit selama tahunan  Lymphatic
Filariasis.
47

• Lymphatic filariasis menginfeksi sistem limfatik


manusia. Infeksi tersebut menyebabkan reaksi
inflamasi, terhambatnya sistem limfatik, hingga
menyebabkan pembangkakan bagian kaki yang dikenal
sebagai elephantiasis atau kaki gajah.
• W. bancrofti and Brugia malayi are transmitted by
mosquitoes;
• Loa loa, the rarely pathogenic eyeworm, by deerflies of
the genus Chrysops;
• Onchocerca volvulus, feared agent of river blindness,
by blackflies of the genus Simulium
48
49
50

NEMATODA DARAH
Wuchereria dan Brugia
51

• W. bancrofti dan B. malayi merupakan agen utama penyebab


filariasis limfatik.
• Keduanya merupakan cacing pita. Jangka waktu hidupnya bisa
mencapai dekade.
• W. bancrofti betina berukuran 100 mm, dan jantan 40 mm. B. malayi
dewasa diperkirakan setengah dari W. bancrofti.
• Vektor W. bancrofti : Nyamuk (IH). Anopheles atau Culex; B. malayi:
nyamuk Mansonia (ditemukan pada wilayah pantai Asia dan Pasifik
Selatan).
• Di wilayah timur kepulauan Indonesia, juga ditemukan spesies B.
timori yang ditularkan melalui nyamuk Anopheles pada malam hari.
• Penyakit yang disebabkan cacing ini telah menginfeksi sekitar 120
juta individu di Afrika, Amerika Latin, Kepulauan Pasifik, dan Asia.
75% lebih kasus terkonsentrasi di Asia.
52

Siklus Hidup
• Cacing betina menghasilkan telur yang telah berembrionasi.

• Telur tersebut akan berkembang menjadi mikrofilaria.


• Mikrofilaria akan mencapai pembuluh darah.
• W. bancrofti dan B. malayi akan terakumulasi di saluran
pernapasan pada siang hari.
• Pada malam hari, karena terjadi perubahan tekanan oksigen,
cacing tersebut terbawa pada sirkulasi periferal (paling banyak
ditemukan pada pukul 9 p.m. dan 2 a.m.
• Pada strain W. bancrofti Polynesia akan ditemukan banyak
menjelang dini hari.
• Cacing mengalami perkembangan pada otot dada nyamuk:
mikrofilaria menjadi rhabtidiform, lalu menjadi larva filaria.
53
54

TREATMENT
• Harus menghilangkan mikrofilaria dari darah dan membunuh
cacing dewasa.
• Perubahan pembengkakan jaringan akibat filariasis tidak bisa
kembali normal, kecuali dengan menekan luka atau operasi
plastik.
• Melakukan program terkontrol, dengan memberantas nyamuk
dan kebersihan pribadi maupun lingkungan.
• Pengobatan: Diethylcarbamazine (Hetrazan) kills circulating
filarial microfilariae, but immunologic toxic reactions may be
severe.
• Ivermectin (Stromectol) is effective against some of the other
filariae.
55

NEMATODA DARAH
Onchocerca volvulus =
Onchocerciasis or river
blindness
56

• Onchocerciasis or river blindness is characterized by


subcutaneous nodules, thickened pruritic skin, and blindness.
• The female gives birth to more than 2.000 microfilariae each
day of her 15-year lifespan.
• These progeny lose their sheaths soon after leaving the uterus,
exit from the fibrous capsule, and migrate for up to 2 years in
the subcutaneous tissues, skin, and eye.
• Ultimately they die or are ingested by black flies of the genus
Simulium, which breed along the banks of turbulent, fast-
moving streams.
• After transformation into filariform larvae, they are transmitted
to another human host.
• There they molt repeatedly over 6 to 12 months before
reaching adulthood and becoming encapsulated.
57

NEMATODA DARAH
Loa loa = Loiasis
58

• Loiasis is a filarial disease of West Africa.


• The long-lived adults migrate continuously through the
subcutaneous tissues of humans at a maximum rate of about 1
cm/hr.
• During migration, they produce localized areas of allergic
inflammation termed Calabar swellings.
• These egg-sized lesions persist for 2 to 3 days and may be
accompanied by fever, itching, urticaria, and pain.
• At times, the adult worms may cross the eye subconjunctivally,
producing intense tearing, pain, and alarm.
• The female produces sheathed microfilariae, which are found
in the bloodstream during daytime hours.
59

Diagnosis dan Pengobatan


• The diagnosis is made by recovering the adult worm
from the eye or by isolating the characteristic
microfilariae from the blood or Calabar swellings.
• Albendazole slowly decreases microfilarial levels
without producing allergic reactions, possibly by
preferential action on the adult worms.
60

TERIMA KASIH
1

B. TREMATODA
2

Cestoda
Helminthes
Platyhelminthes
Trematoda

Nematoda
Nemathelminthes
Filaria
3

Kelas Trematoda (cacing daun)


• Pada umumnya cacing ini bersifat hermafrodit, kecuali
cacing Schistosoma
• Mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut
(asetabulum)
• Spesiesyang merupakan parasit pada manusia
termasuk subkelas Digenea yang hidup sebagai
endoparasit
• Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai
hospes definitif cacing Trematoda, antara lain: kucing,
anjing, sapi, kambing, babi, tikus, burung, luwak,
harimau dan manusia.
4

• Kelompok Trematoda yang menginfeksi manusia: cacing darah


yang merupakan anggota dari genus Schistosoma (S. mansoni,
S. haematobium, dan S. japonicum), Cacing paru (Paragonimus
spp.), Cacing hati (Clonorchis sinensis), Cacing usus dan jaringan
lainnya.
5
6

Paragonimus
7

Paragonimus westermani
• Hospes definitif, selain manusia, juga mamalia peliharaan dan
mamalia liar.
• Hospes perantara pertama siput, hospes perantara kedua
ketam air tawar.
• Cacing dewasa berada dalam paru-paru dalam bentuk kista,
dapat bermigrasi ke organ-organ lain dan menimbulkan abses
pada organ tersebut (a.l. hati, limpa, otak, otot, dinding usus)
• Nama penyakitnya paragonimiasis.
8

Paragonimus westermani
9

Siklus Hidup
• Telur cacing keluar melalui batuk.
• Jika sampai pada perairan tawar, telur tersebut akan
berembrionasi selama beberapa minggu, lalu
berkembang menjadi miracidia bersilia.
• Miracidia masuk ke dalam siput dan berkembang
menjadi sporokista → Radia → Serkaria (sekitar 3—5
bulan).
• Serkaria keluar dari siput, masuk ke dalam tubuh
Crustacea → mengalami enkisatasi menjadi
metaserkaria (6—8 minggu).
10

• Manusia memakan Crustacea mentah → metaserkaria


akan berenkistasi di duodenum dan akan berjalan
melalui dinding usus menuju peritoneal cavity.
• Sebagian besar lainnya akan terus bermigrasi melalui
diafragma dan mencapai paru-paru (5—6 minggu) →
cacing dewasa.
• Di dalam paru-paru, cacing dewasa akan berenkapsulasi
dan menghasilkan telur. Telur terbawa ke brankiolus →
BATUK
11

Clonorchis
12

Clonorchis sinensis
• Clonorchis sinensis (cacing hati Cina): manusia, kucing,
anjing, beruang kutub dan babi merupakan hospes
parasit ini.
• Memiliki 2 hospes perantara: siput air dan ikan (Famili
Cyprinidae)
• Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-
kadang di saluran pankreas
• Pada stadium lanjut bisa menimbulkan sirosis hati
• Penyakitnya disebut klonorkiasis
13

Clonorchis sinensis
14

Clonorchis sinensis (kiri: cacing dewasa,


kanan: telur cacing)
15

Clonorchis sinensis
29

Fasciola hepatica
30

• Fasciola hepatica: hospes cacing ini adalah kambing


dan sapi, kadang-kadang dapat ditemukan pada
manusia. Hospes perantaranya siput air dari marga
Lymnaea dan tumbuhan air.
• Cacing dewasa berbentuk pipih seperti daun,
besarnya sekitar 30 x 13 mm.
• Infeksi terjadi dengan makan tumbuhan air yang
mengandung larva metaserkaria.
• Cacing dewasa hidup di saluran empedu.
• Penyakitnya disebut fasioliasis
31

Fasciola hepatica
32

Fasciola hepatica (cacingdewasa)


33

Fasciola hepatica (kiri: telur; kanan: larva serkaria)


34
35

Fasciolopsis buski
36

• Fasciolopsis buski: trematoda yang paling besar


ukurannya. Panjang 2—7,5 cm, lebar 0,8—2,0 cm,
bentuk agak lonjong dan tebal.
• DH: Manusia, babi dan terkadang anjing. Parasit ini
ditemukan di RRC, Taiwan, Thailand, Indo Cina dan
Indonesia
• Cacing dewasa hidup di dalam usus halus, kadang-
kadang ditemukan dalam lambung atau usus besar.
• Hospes perantara pertama sejenis siput air dan hospes
perantara kedua tumbuhan air.
• Infeksi pada manusia biasanya terjadi dengan
tertelannya larva metaserkaria yang terdapat pada
tumbuhan air yang dapat dimakan.
37

Fasciolopsis buski
38

Fasciolopsis buski
39

Fasciolopsis buski: telur


16

Schistosoma
17

• Pada manusia ditemukan 3 spesies penting:


Schistosoma japonicum, S. mansoni, dan S.
haematobium.
• Menginfeksi sekitar 200—300 juta orang di wilayah
Afrika, Timur Tengah, Asia Tenggara, Karibia, dan
Amerika Selatan.
• Cacing-cacing ini hidup di pembuluh darah, terutama
dalam kapiler darah dan vena kecil dekat permukaan
selaput lendir usus atau kandung kemih.
• Hanya mempunyai satu macam hospes perantara,
yaitu siput air. Tidak terdapat hospes perantara kedua
• Cacing dewasa jantan berukuran 9,5—19,5 mm x 0,9
mm, betina 16—26 mm x 0,3 mm
18

Siklus hidup Schistosoma


19

Schistosoma japonicum
• DH: manusia dan berbagai macam binatang, seperti
anjing, kucing, rusa, tikus sawah, sapi, babi rusa dll.
• Parasit ini pada manusia menyebabkan “oriental
schistosomiasis” atau skistosomiasis japonika atau
penyakit Katayama atau penyakit demam keong.
• Cacing ini ditemukan di RRC, Jepang, Filipina, Taiwan,
Muangthai, Vietnam, Malaysia dan Indonesia
• Di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah,
yaitu di daerah danau Lindu dan lembah Napu.
• Hospes perantara di danau Lindu dan lembah Napu
adalah siput air Oncomelania hupensis lindoensis.
20

• Kelainan tergantung dari beratnya infeksi


• Kelainan yang ditemukan pada stadium 1: gatal-gatal
(urtikaria), gejala intoksikasi disertai demam,
hepatomegali dan eosinofilia tinggi.
• Pada stadium 2: ditemukan pula sindroma disentri
• Pada stadium 3 atau stadium menahun: ditemukan
sirosis hati dan splenomegali, biasanya penderita
menjadi lemah
21

Schistosomajaponicum (siklus hidup)


22
23

Schistosoma mansoni
• DH: manusia, kera baboon dan kera lain dilaporkan
sebagai hospes reservoir.
• Cacing ini ditemukan di Afrika, Mesir (sungai Nil) dan
beberapa negara Arab, Amerika Selatan dan Amerika
Tengah.
• Cacing dewasa jantan berukuran ±1 cm; betina ± 1,4 cm.
• Hidupnya di vena, kolon dan rektum.
• Telur ditemukan di alat-alat dalam (hati, paru dan otak)
• Kelainan dan gejala yang ditimbulkannya kira-kira sama
seperti pada S. japonicum, akan tetapi lebih ringan.
24
25
26

Schistosomamansoni; dengan SEM (scanning electron


microscope)
27

Schistosoma haematobium
• DH: manusia.
• Cacing ini menyebabkan skistosomiasis kandung
kemih, kera baboon dan kera lainnya dilaporkan
sebagai hospes reservoir.
• Cacing ini ditemukan di Afrika, Spanyol dan Lembah
sungai Nil, serta beberapa negara Arab.
• Cacing dewasa jantan berukuran ±1,3 cm, betina ±2,0
cm, hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena
kandung kemih.
28

• Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam lainnya,


juga di alat kelamin dan rektum
• Kelainan terutama ditemukan pada dinding kandung
kemih. Gejala yang ditemukan adalah hematuria dan
disuria. Sindrom disentri ditemukan bila terjadi
kelainan di rektum.

cacing jantan dewasa

larva serkaria

telur
40

Perbandingan ukuran telur beberapa cacing Trematoda


41
42
HELMINTHES

TIM MKROBIOLOGI FARMASI ISTN


Klasifikasi Kingdom Animalia
 Helmintologi adalah ilmu tentang cacing (helminthes).
 Cacing parasit pada manusia terdiri dari 2 filum:
• Filum Platyhelminthes (cacing pipih/flat worm)
• Filum Nemathelminthes/Nematoda (cacing bulat/cacing
gilig/round worm)
Helminthes
Cestoda
Platyhelminthes
Trematoda

Nematoda
Nemathelminthes
Filaria
Morphology and Classification
• Cacing berbentuk panjang, simetris bilateral, panjang
tubuh bervariasi (kurang dari mm hingga m).
• Dinding tubuhnya memiliki kutikula aseluler, dengan
tekstur halus, bergelombang, berduri, dan memiliki
tonjolan.
• Pada bagian anterior, memiliki suckers (penghisap),
hooks (pengait), gigi, atau plates untuk pelekatan.
Physiology
• Helminthes parasit makan dengan cara melalui proses
pencernaan atau dengan absorpsi cairan tubuh,
melisiskan jaringan atau isi usus inangnya.
• Respirasi anaerobik, meskipun beberapa larva ada yang
aerobik.
• Helminthes, umumnya, ovipar (menghasilkan telur), akan
tetapi ada yang vivipar (beranak).
• Pertahanan diri terhadap inang melalui kutikula dan
menyekresikan enzim. Sebagai contoh, Schistosoma
dapat melindungi dirinya dari sistem imun inang dengan
bergabung pada antigen inang melalui kutikulanya.
1. PLATYHELMINTHES
Filum Platyhelminthes (cacing pipih)
Ada 3 kelas :
• Kelas Planaria: non parasit, hidup bebas

• Kelas Cestoda: banyak yang parasit

• Kelas Trematoda: banyak yang parasit

Planaria Cestoda
A. CESTODA
CIRI – CIRI CESTODA:
 Tubuh pipih dorsoventral, panjang seperti pita.
 Tidak mempunyai saluran pencernaan dan pembuluh
darah.
 Hermafrodit.
 Tubuh terdiri dari :
1. Scolex
2. Leher
3. Strobila: mempunyai banyak segmen (proglottid) 
proglottid immature, mature & gravid
 Terdiri dari 2 ordo :
1) Pseudophyllidea (mempunyai lubang uterus)
2) Cyclophyllidea (tidak mempunyai lubang uterus)
Klasifikasi cestoda berdasarkan
habitat:
1. Cestoda Usus :
• Taenia solium
• Taenia saginata
• Diphyllobothrium latum
• Hymenolepis nana
• Hymenolepis diminuta
• Dipylidium caninum
2. Cestoda Jaringan (dalam bentuk larva)
• Echinococcus granulosus  kista hidatid
• Taenia solium  cysticercus cellulosae
• Diphyllobothrium  sparganum
Taenia saginata &
Taenia solium
Cestoda Usus:
Taenia saginata = cacing pita pada sapi.
 Penyebab Taeniasis saginata pada manusia
 Distribusi geografis: Kosmopolit
 Masa hidup: sampai 25 tahun dan bisa tumbuh hingga 10
m.
 Hospes
 DH : manusia
 IH : sapi/kerbau
 Habitat: Usus halus (jejunum) bagian atas
MORFOLOGI
• TELUR: 30-40 µm, bulat, kulit telur tebal dan mempunyai
garis-garis radial, berisi embrio hexacanth (onkosfer)
• LARVA : Cysticercus bovis (Pada jaringan organ tubuh
sapi), 5 x 9 mm
• DEWASA : panjang 4-10 m
Scolex : segi 4, Ø 1-2 mm, mempunyai 4 buah sucker,
tidak mempunyai rostelum & kait
• Strobila : tdd 1000 – 2000 proglotid immature, mature,
gravid (uterus gravid tdd 15-30 cabang lateral). Dalam 6-9
rentet proglotid bisa berisi 100.000 telur.
Gejala klinis
- Rasa tidak enak di perut,
mual, muntah, diare.
- Bila cacing dewasa
banyak  obstruksi usus
 ileus.
- Eosinofilia ringan.
Cestoda Usus:
Taenia solium = cacing pita pada babi.
• Penyebab Taeniasis solium pada manusia
• Distribusi geografis: Kosmopolit. Di Indonesia, endemik di
Papua, Bali, dan Sumatera Utara.
• Masa hidup: sampai 25 tahun
• Hospes/host: :
• DH : Manusia
• IH : Babi
• Habitat: Usus halus (jejunum bagian atas)
MORFOLOGI
• TELUR: 30-40µm, bulat, kulit telur tebal dan mempunyai
garis-garis radial, berisi embrio hexacanth
• LARVA: berupa cysticercus cellulosae (pada jaringan
organ tubuh babi), 5 x10 mm.
• Dewasa: Panjang 2-4 m
• Scolex : segi 4, Ø 1 mm, mempunyai 4 buah sucker &
rostellum dengan 2 baris kait 25-30 kait
• Strobila: tdd 800-1000 proglotid immature , mature &
gravid (uterus gravid memp 7-12 cabang lateral)

• CYSTICERCOSIS CELLULOSAE: Infeksi yang


disebabkan oleh Larva Taenia solium
GEJALA KLINIS
• Rasa tidak enak di perut
• Diare bergantian dengan
konstipasi
• Anemia
• Peritonitis (jarang)
Life cycle Taenia
• Daging babi yang mengandung cysticercus (kantung
larva) sebesar biji padi , dicerna pada usus halus manusia
dan melepaskan larva cacing tersebut.
• Larva akan berkembang menjadi cacing bersegmen .
• Segmen paling ujung yang berisi telur pecah dan dialirkan
melalui feses manusia.
• Telur dapat berkembang pada usus manusia juga pada
usus babi.
• Telur akan pecah melepaskan embrio, yaitu hexacanth
yang memiliki pengait (onkosfer), yang dapat menginvasi
dinding usus dan bermigrasi ke berbagai jaringan dalam
tubuh (otot atau otak), menghasilkan cysticercus.
• Cacing sapi (Taenia saginata) hanya tumbuh sebagai
cacing dewasa, cysticercus berkembang pada sapi.
DIAGNOSA TAENIASIS
Pemeriksaan feces :
 Diagnosis pasti ditetapkan jika ditemukan skoleks,
proglottid gravid.
 Ditemukannya telur belum dapat memastikan diagnosis
spesies cacing.

PENGOBATAN TAENIASIS
• Praziquantel 50 mg/kgBB, dosis tunggal
• Mebendazol, 2x200 mg/hari, 4 hari
• Abendazol
• Dewasa: 400 mg/hari, 3 hari
• 1-2 th : 200 mg dosis tunggal
• Atabrin
PENCEGAHAN TAENIASIS
• Pengobatan penderita
• Pengawasan daging babi & sapi
• Memasak daging di atas 50°C selama 30’
• Pembekuan daging pada minimal -2°C
• BAB pada jamban
• Note : Pengawetan daging dengan cara pengasinan tidak
selalu berhasil dengan baik
Taenia solium Taenia saginata
Infeksi yang disebabkan oleh
Larva Taenia solium
Cara infeksi : tertelan telur Taenia solium, misalnya:
• Menelan makanan atau air yang terkontaminasi oleh tinja
penderita taeniasis
• Melalui mulut karena tangan yang tercemar tinja
• Autoinfeksi interna karena tertelan muntahan berasal dari
lambung yang mengandung telur cacing akibat terjadinya
gerak peristaltik balik usus
Gejala klinis
• Tergantung lokasi larva 
 pada SC & Otot  gejala ringan
 pada Otak  epilepsi & hydrocephalus
 pada Mata  keradangan pada iris, retina & conjunctiva
Image:Centerisanimageofa Taeniaeggata highmagnificationof400x.WhenconsumedbyhumansTaeniaeggscan
leadtocysticercosis,includinga seriousconditionknownasneurocysticercosis.Ontheleftandrightarex-rayimagesof
humanswithneurocysticercosis.Thedarkerregionsarecystsinthebrainofthepatient.
Credit(LtoR):WestchesterMedicalCenter,PHIL,TheCysticercosisWorkingGroupinPeru.
• Pengobatan :
• Prazikuantel 50 mg/kg BB/hari, dosis tunggal
• Albendazole 15 mg/kg BB/hari, dosis tunggal
• Operasi

• Pencegahan :
- pengobatan penderita taeniasis
- personal hygiene
(mencegah autoinfeksi)
Diphyllobothrium latum
Diphyllobothrium latum
• Diphyllobothrium latum (cacing pita ikan): parasit, panjang
bisa sampai 10 m, hidup di usus halus, difilobotriasis.
• Tidak terdapat di Indonesia. Ditemukan di wilayah: Baltic
dan Negara2 Skandinavia, Rusia, Swiss, Itali, Jepang,
China, Asia Pasifik, Chili & Argentina.
• The increasing popularity of raw fish dishes such as
Japanese sushi and sashimi may lead to increased
prevalence of this disease in the United States.
• Among Ontario Indians, infection is acquired by eating
fresh salted fish. Even when fish is appropriately cooked,
individuals may become infected by sampling the flesh
during the process of preparation.
Diphyllobothrium latum
Siklus Infeksi
• On reaching fresh water they hatch, releasing ciliated,
free-swimming larvae or coracidia.
• If ingested within a few days by small freshwater
crustaceans of the genera Cyclops or Diaptomus, they
develop into procercoid larvae.
• When the crustacean is ingested by a freshwater or
anadromous marine fish, the larvae migrate into the
musculature of the fish and develop into infectious
plerocercoid larvae.
• Humans are infected when they eat improperly prepared
freshwater fish containing such forms.
Diphyllobothrium latum
Gejala dan Penanganan
• Gejala: Most infected patients are asymptomatic. On
occasion, however, they have complained of epigastric
pain, abdominal cramping, vomiting, and weight loss.
• Terjadi defisiensi vitamin B12.
• Penanganan: Personal protection can be accomplished
by thorough cooking of all salmon and freshwater fish.
Echinococcus granulosus
Echinococcus granulosus
• Penyakit: Echinococcosis (infeksi jaringan), Hydatid
disease, Hydatid cyst, Hydatidosis.
• Hospes
• DH: Anjing, serigala, kucing (jarang), carnivora lain
• IH : Herbivora, manusia
• Distribusi geografik: Penyebaran terjadi hampir di
seluruh dunia terutama di daerah peternakan lembu,
kambing, domba yang terjadi kontak dekat dengan anjing.
• Parasit ini ditemukan di Australia, Selandia Baru, Afrika,
Amerika Selatan, Eropa, RRC, Jepang, Filipina, Arab.
MORFOLOGI
Cacing dewasa :
 Panjang 2,5–9 mm

 Tdd

 Skoleks (bulat, mempunyai 4 batil isap dan


rostellum yang dilengkapi dengan dua deret kait
yang tdd. 30 – 36 kait)
 Leher: pendek dan lebar

 Proglottid :

 Immature

 Mature

 Gravid (mengandung uterus di tengah dengan


12 -15 cabang yang melebar, dengan kira-kira
500 telur)
Telur :
 30 – 38 µm
 Menyerupai telur Taenia
lainnya
Kista hidatid :
 Bentuk :
 Unilokuler
 Osseus
 Alveoler (E. multilocularis)
 Mempunyai
 Lapisan kutikulum
 Lapisan germinativum
 Cairan steril
 Brood capsule
 Kista sekunder
S.H. E.granulosus
• When one of these hosts ingests eggs, they hatch. The embryos
penetrate the intestinal mucosa and are carried by the portal blood to
the liver.
• Here, many are filtered out in the hepatic sinusoids.
• The rest traverse the liver and are carried to the lung, where most
lodge. A few pass through the pulmonary capillaries, enter the
systemic circulation, and are carried to the brain, heart, bones,
kidneys, and other tissues.
• Many of the larvae are phagocytosed and destroyed.
• The survivors form a cyst wall composed of an external laminated
cuticle and an internal germinal membrane.
• The cyst fills with fluid and slowly expands, reaching a diameter of 1
cm over 5 to 6 months.
• Secondary or daughter cysts form within the original hydatid.
• Within each of these daughter cysts, new protoscolices are produced
from the germinal lining.
• Some break free, dropping to the bottom of the cyst to form hydatid
sand.
• When hydatid-containing tissues of the intermediate host are ingested
by a canine, thousands of scolices are released in the intestine to
Echinococcus granulosus (siklushidup)
Larva hydatid E.granulosus
Echinococcus multilocularis
• is found primarily in subarctic and arctic regions in North
America, urope, and Asia.
• The adult worms are found in the gut of foxes and, to a lesser
extent, coyotes.
• Their larval forms find harborage in the tissues of mice and
voles, the canines’ rodent prey.
• Domestic dogs may acquire adult tapeworms by killing and
ingesting these larval-infected sylvatic rodents.
• Humans are infected with larval forms through the ingestion of
eggs passed in the feces of their domestic dogs or ingestion of
egg-contaminated vegetation.
• Unlike the larval forms of E. granulosis, those of E.
multilocularis bud externally, producing proliferative,
multilocular cysts that slowly but progressively invade and
destroy the affected organs and adjacent tissues.
Hymenolepis nana
Hymenolepis diminuta
Hymenolepis nana

• Infeksi : -Hymenolepiasis nana


-Dwarf Tapeworm Infection
-Infeksi cacing pita kerdil
• DH : Manusia, mencit, tikus
• IH : H. nana var. fraterna memakai pinjal &
kumbang sebagai IH
Penyebaran:
kosmopolit
►prevalensi tinggi untuk daerah tropik
dan subtropik, juga ditemukan di
Indonesia.
► sering dijumpai pada anak-anak
Hymenolepis nana
Morfologi
• Ukuran 20-40 mm x 0,5-1 mm
• Tubuh terdiri dari
• Scolex
• Leher
• Proglottid
 Scolex :
• Bulat kecil
• Rostelum pendek & refraktil
dilengkapi dengan sebaris kait (20-
30 kait)
• Mempunyai 4 batil isap ~ mangkuk
 Leher :
 Proglottid
• ± 200 proglottid
• Proglottid matang berbentuk trapezium, lebarnya 4 X
panjangnya
• Mempunyai 3 testis yang bulat, ovarium berlobus dua,
lubang kelamin hanya satu di sebelah kiri.
• Proglottid gravid berisi 80-180 telur di dalam kantung
uterus.
Telur :
• 47 x 37 µm
• Bujur atau bulat
• Mempunyai 2 membran yg
meliputi embrio hexacanth
• Membran sebelah dalam
mempunyai 2 penebalan pada
kedua kutub dari mana keluar 4 -
8 filamen halus.

• Cacing dewasa hidup dalam usus


halus (ileum 2/3 bagian atas)
• Life span : beberapa minggu
Siklus hidup H.nana
GEJALA KLINIK
• Infeksi ringan
asimptomatis atau hanya gangguan perut
yang tidak nyata
• Infeksi berat
BB berkurang, anorexia, insomnia, sakit
perut disertai diare, muntah, sakit kepala,
gangguan pada saraf.
Pada orang yang peka dapat terjadi alergi (ringan sampai
berat) :
• Pruritus pada kulit
• Urticaria
• Sesak
Diagnosis: menemukan telur pada tinja
Pengobatan & Pencegahan
Pengobatan
• Atabrin (Kuinakrin HCL): Single dose 35 mg/kg BB
• Bithionol: 30 – 50 mg/kg BB
• Praziquantel: Single dose 25 mg/kg BB
• Niclosamid: 2 gr/hari selama 6 hari
Pencegahan
• Perbaikan kebiasaan kebersihan pada anak.
• Pengobatan orang yang mengandung cacing ini.
• Sanitasi lingkungan.
• Menghindarkan makanan dari kontaminasi tinja.
• Rodent Control
Hymenolepis diminuta
 Merupakan parasit pada tikus dan mencit, juga dapat
menimbulkan infeksi pada manusia. IH: Pinjal, Kumbang,
Myriapoda, Lipas, Lepidoptera.
 Penyebaran : kosmopolit, juga ditemukan di Indonesia.
MORFOLOGI
 Cacing dewasa
• Panjang 10 – 60 cm, lebar 3 – 5 mm
• Mempunyai 800 – 1000 segmen
• Tubuh tdd scolex, leher, proglottid
 Scolex :
• Seperti gada
• Rostelum apikal rudimenter
• Mempunyai 4 batil isap kecil
 Proglottid
• Proglottid matur 0,8 x 2,5 mm
mirip proglottid H. nana
• Proglottid gravid tdp uterus
berbentuk kantung yang
dipenuhi telur
 Telur
• 58 – 86 µ
• Oval
• Transparan atau kuning pucat
• Kulit sangat tebal, filamen –
• Isi embrio hexacanth
GEJALA KLINIK
• Umumnya cacing ini tidak menimbulkan kelainan
sehingga gejala klinik jarang terjadi.
• Jika terjadi berupa kelainan ringan seperti tidak enak di
perut atau diare ringan.
• Diagnosis: Ditegakkan dengan menemukan telur di
dalam tinja.
• Pengobatan: Atabrin, Niclosamide, Praziquantel.

PENCEGAHAN:
• Membasmi tikus & serangga yang dapat berfungsi
sebagai hospes perantara.
Perbandingan morfologi H. nana dan H. diminuta

H. nana H. diminuta
4 batil isap rostelum 4 batil isap tanpa
Skoleks
dengan kait kait

Penebalan polar Penebalan polar


Telur
dengan filamen tanpa filamen

Segmen Ovarium
Dua lobus Dua lobus
yang matang

Testis 3 globulus 3 globulus

Gravid Segmen Seperti kantong Seperti kantong


Uterus ireguler ireguler

Anda mungkin juga menyukai