PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Guna mengembangkan human resource yang unggul di berbagai bidang di
masa depan, kurikulum merdeka mulai diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia
mulai tahun 2022 (Kemdikbud, 2022). Menurut Makarim (2019), kurikulum
merdeka dibentuk dengan tujuan untuk membawa pendidikan Indonesia sejajar
dengan negara-negara maju, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk memilih
mata pelajaran yang paling mereka minati. Selain itu, guru kini memiliki lebih
banyak keleluasaan dalam sumber daya dan strategi pengajaran yang mereka
gunakan untuk memfasilitasi pembelajaran. Namun Indonesia belum secara
bersamaan mengadopsi kurikulum merdeka, data menunjukkan sebanyak 6.863
SMK di Indonesia telah mengimplementasikan kurikulum merdeka (Kemdikbud,
2022).
Menurut Fatah dkk. (2022), Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN)
siap menerapkan kurikulum merdeka karena sudah terbiasa dengan aturan-
aturannya. Tingkat kesadaran guru terhadap peraturan kurikulum merdeka dengan
kategori sangat tinggi (28,30%), tinggi (59,10%), dan rendah (13,60%) menjadi
bukti adanya hal tersebut. Namun jika dilihat dari kemampuannya dalam
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kurikulum Merdeka di SMK
2.1.1. Pengertian Kurikulum Merdeka
Hermawan (2020) menyatakan kurikulum bukan cuma sebatas bidang riset
yang termuat di dalamnya ataupun aktivitas pembelajarannya saja, namun pula
mencakup seluruh suatu yang mempengaruhi pertumbuhan individu siswa yang
cocok dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sehingga bisa
meningkatkan mutu pendidikan. Sesuai pertumbuhan pembelajaran, arti
kurikulum yang awal mulanya berbentuk kumpulan mata pelajaran setelah itu
berganti arti jadi kumpulan seluruh aktivitas ataupun seluruh pengalaman belajar
yang diberikan kepada siswa dalam rangka menggapai tujuan pembelajaran serta
terletak dalam tanggung jawab sekolah, lebih tepatnya hasil belajar yang
diharapkan (Nurmadiah, 2018). Kurikulum akan terus berubah seiring dengan
kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, seiring dengan pemahaman
pengguna tentang ide, sikap, dan kebutuhan kurikulum (Anengsih dkk., 2023).
Kurikulum berperan sangat strategis dalam setiap jenjang pendidikan formal
karena keberadaannya menghubungkan sebuah idealisme tujuan pendidikan
dengan kenyataan atau praktik pendidikan yang memungkinkan pencapaian tujuan
tersebut Agustina dkk., 2023).
Kurikulum merdeka merupakan kurikulum dengan pendidikan akademik
yang bermacam-macam, perihal ini terbuat supaya siswa mempunyai cukup waktu
buat mendalami konsep serta memantapkan kompetensi kemampuan
(Kemendikbud, 2022). Kurikulum Merdeka ialah kurikulum yang mempunyai 2
aktivitas utama ialah pendidikan intrakurikuler yang mengacu pada Capaian
Pembelajaran (CP), dan proyek pemantapan profil pelajar pancasila (P5) yang
mengacu pada standar kelulusan yang harus dipunyai siswa (Hamdi dkk., 2022).
Dalam kurikulum merdeka, guru mempunyai kebebasan buat memilah bermacam
fitur pendidikan sehingga pendidikan bisa disesuaikan dengan CP serta atensi
14
siswa. Terdapat pula projek P5 yang dibesarkan bersumber pada tema tertentu
serta sudah diresmikan oleh Kemendikbud. Proyek tersebut tidak ditunjukan buat
menggapai sasaran Capaian Pembelajaran (CP) tertentu, sehingga tidak terikat
pada isi mata pelajaran (Makarim, 2022).
Kurikulum merdeka mengutamakan strategi pembelajaran berbasis proyek
atau PjBL. Artinya, siswa akan mengimplementasikan materi yang telah dipelajari
melalui proyek atau riset permasalahan, sehingga pemahaman konsep bisa lebih
terlaksana. Ada pula P5, yaitu kegiatan pembelajaran yang dapat
menginternalisasikan karakter pelajar Pancasila melalui penelitian, diskusi, bakti
sosial, serta penguatan fisik dan mental (Kemendikbud, 2022). Yang dimaksud
dengan kurikulum merdeka adalah suatu konsep kurikulum yang mengharuskan
siswa bekerja secara mandiri. Kemandirian berarti seluruh siswa mempunyai
kebebasan dalam mengakses informasi yang diperolehnya baik dalam pendidikan
formal maupun nonformal. (Oktariani, 2023).
2.1.2. Transisi K-13 Menuju Kurikulum Merdeka
Kurikulum mandiri adalah salah satu ide terpenting dalam mengubah
pendidikan Indonesia untuk masa depan yang cerah. Selain itu, berbagai program
dipromosikan. Freedom Learning adalah salah satunya, yang memanfaatkan
potensi guru dan siswa untuk meningkatkan pembelajaran di kelas (Widiyono
dkk., 2021). Perubahan K-13 menjadi Kurikulum Mandiri tidak mencakup aspek
tersebut secara keseluruhan. Tujuan Kurikulum Merdeka adalah untuk
memperbaiki bagaimana K-13 digunakan. Strategi guru untuk menerapkan
perubahan kurikulum pada tahun 2013 sudah mengarah pada kurikulum merdeka.
Kurikulum merdeka mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran
interaktif dan relevan. Namun, dalam pelaksanaannya, guru harus lebih kreatif dan
inovatif dalam membuat jadwal dan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan
peserta didik (Firmansyah, 2023).
Kurikulum merdeka dan K-13 memiliki beberapa perbedaan yang mendasar.
Perbedaan yang cukup besar terdapat pada bentuk pembelajaran, yang mana pada
saat K-13 memakai tematik dan pada kurikulum merdeka kembali menjadi mata
pelajaran dan terdapat elemen-elemen pada mata pelajaran tersebut (Pambudi,
15
2022). Perbedaan selanjutnya yakni K-13 menerapkan evaluasi per semester serta
berdasarkan KI dan KD, sedangkan kurikulum merdeka menerapkan evaluasi
berdasarkan fase, yaitu: fase A hingga fase F. Fase A sederajat kelas I, II SD; Fase
B sederajat kelas III, IV SD; Fase C sederajat kelas V, VI SD. Fase D berlaku
untuk kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan Fase E diperuntukkan untuk kelas X,
serta Fase F sederajat kelas XI dan XII (Juniardi, 2023).
2.1.3. Pembaruan Pendidikan pada Kurikulum Merdeka
Salah satu pembaruan pendidikan yang diperlukan dalam praktiknya adalah
keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas.
Tujuan inovasi pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) Mengejar
ketinggalan dari berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
pendidikan di Indonesia pada akhirnya semakin berjalan sejajar dengan kemajuan
tersebut. (2) Berusaha memastikan bahwa pendidikan disediakan dalam berbagai
jenis, jalur, dan jenjang yang dapat melayani setiap warga Negara secara merata
dan adil. (3) Mengubah sistem pendidikan Indonesia menjadi sistem yang lebih
efisien dan efektif, yang memungkinkan semua siswa menerima pendidikan
dengan cara yang sama (Oktariani, 2023). Sebagai bagian dari kebijakan baru
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, Mendikbud
merencanakan kurikulum Freedom Learning, yang merupakan langkah inovatif.
Tetapi pada tahap pengaplikasian, semuanya belum berjalan dengan baik. Butuh
waktu untuk semuanya berjalan sesuai dengan harapan (Amirahlilis, 2023).
Kurikulum merdeka memiliki beberapa pembaruan dibandingkan dengan
kurikulum sebelumnya seperti: adanya capaian pembelajaran berdasarkan fase,
adanya P5, serta perubahan bentuk penilaian yang lebih difokuskan ke asesmen
yang bersifat formatif (Hamdi dkk., 2022). Pada kurikulum merdeka pula terdapat
mata pelajaran pilihan yang bebas dipilih sesuai dengan keinginan siswa. Dengan
menerapkan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa, beragam sumber
belajar digital, kurikulum yang disederhanakan, dan penilaian yang menekankan
pada kemampuan berpikir kritis, diperkirakan terdapat 2.500 sekolah yang
menerapkan kurikulum merdeka (Agustina dkk., 2023).
2.1.4. Dampak Kurikulum Merdeka
16
Pancasila dan menjadi manusia utuh yang sejalan dengan tahap perkembangan.
Ketika hal ini terjadi, mata pelajaran kelompok kejuruan membantu siswa
berkembang menjadi orang-orang dengan keterampilan yang sesuai dengan
standar pekerjaan (Kemendikbud, 2022).
Dalam projek P5 siswa SMK dapat terlibat sejak awal perencanaan
pembelajaran sampai pada masa refleksi dari kegiatan pembelajaran. Siswa
memiliki kesempatan untuk meneliti subjek penting termasuk perubahan iklim,
budaya, teknologi, dan budaya tempat kerja melalui proyek ini. sehingga siswa di
SMK benar-benar dapat menyikapi kesulitan tersebut sesuai dengan tuntutan dan
tahapan pembelajarannya (Kemendikbud, 2022). Leny (2022) mengatakan bahwa
beberapa hambatan untuk menerapkan kurikulum mandiri di sekolah menengah
kejuruan adalah keterbatasan sumber daya dan sarana, jumlah buku yang tersedia,
dan respons siswa yang cenderung pasif. Qolbiyah (2022) menyatakan bahwa
kurikulum merdeka memberikan sekolah kejuruan kemerdekaan untuk
mengeksplorasi pembelajaran sesuai dengan kemampuan mereka. Selain itu,
kurikulum ini memberikan guru keleluasaan untuk menyampaikan pelajaran
secara langsung. Kurikulum mandiri di SMK, menurut Ariga (2022) telah
memperbaiki dan memulihkan krisis pembelajaran yang disebabkan oleh
pandemi.
2.2 Project-based Learning (PjBL) di SMK
2.2.1. Pengertian PjBL
Dunia pendidikan di Indonesia, mengenal model pembelajaran PjBL sejak
tahun 1976. Model pembelajaran PjBL dikembangkan oleh tiga ahli yaitu: Lucas,
Doppelt, serta Laboy-Rush (Kamdi, 2017). Model pembelajaran PjBL
menempatkan siswa sebagai pusat proses pembelajaran, mereduksi peran guru
hanya sebagai fasilitator, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpartisipasi dalam pembelajaran berbasis masalah, sebagai langkah awal dalam
mendapatkan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman di kehidupan nyata
(Ernisaneli, 2023). Model pembelajaran PjBL menggunakan pendekatan
pembelajaran kolaboratif serta interaktif antara guru dengan siswa yang
memungkinkan siswa untuk terlibat aktif di kelas (Jaiswal dkk., 2021).
18
sejauh mana suatu data dijelaskan sehingga siswa dapat mempelajarinya dengan
tingkat kesalahan yang rendah; 2) Kesesuaian Tingkat Pembelajaran, yaitu sejauh
mana guru mempersiapkan siswa untuk mendalami materi baru; Dan; (3) Insentif,
atau besarnya upaya yang dikedepankan untuk mendorong siswa menyelesaikan
pekerjaan rumah dan mempelajari modul pengajaran yang disediakan; (4) Waktu,
atau jumlah waktu yang dialokasikan kepada siswa untuk mempelajari modul
berbagai lingkungan kerja, sadar diri dan saling mendukung dalam mengatasi
hambatan sehingga mencapai tujuan bersama (Raniah, 2018). Seorang pekerja
dengan keterampilan kolaboratif dapat bekerja sama dalam tim, belajar dari dan
mengajar orang lain, dan terlibat dalam percakapan dengan orang lain di luar kelas
(Ridwan, 2019). Selain itu, kerja sama dapat digambarkan sebagai alat yang
fleksibel, efektif, dan dapat diandalkan untuk melaksanakan tugas kerja sama
dengan anggota kelompok lainnya (Taher, 2022). Untuk memungkinkan setiap
karyawan melakukan sosialisasi, keterlibatan, dan tanggap terhadap lingkungan
terdekatnya serta mengelola egonya guna mencapai tujuan bersama, diperlukan
kerangka kolaboratif (Tama, 2018).
Nilai pengembangan dalam pembelajaran yang dilakukan secara bermakna
melalui penyelesaian permasalahan intelektual dalam konteks sosial ditekankan
melalui pembelajaran kolaboratif. Hasilnya, siswa bekerja sama dan memperoleh
manfaat darinya (Zainuddin, 2017). Strategi kolaborasi dapat mengurangi
perselisihan dan menawarkan saran selama diskusi. Untuk mencapai tujuan
bersama, kolaborasi juga dapat menjadi landasan interaksi dan gaya hidup siswa
dalam hal tanggung jawab atas tindakan mereka di kelas dan rasa hormat antar
anggota kelompok (Pattipeilohy, 2020). Keterampilan kolaborasi dapat
ditunjukkan dengan mengajukan berbagai isu yang berkaitan dengan proses
pencapaian tujuan, membuat desain, memutuskan strategi, mencoba menemukan
solusi, dan menyempurnakan rencana (Saenab dkk., 2019). Siswa belajar
bagaimana berkolaborasi ketika mereka berbagi ide.
Berikut ini adalah indokator keterampilan kolaborasi sebagaimana
dikemukakan oleh Fadhilaturrahmi dkk. (2021) dan Pratiwi dkk. (2020): 1)
Mampu bekerjasama dengan anggota kelompok. 2) Terlibat dalam kegiatan
kelompok dan partisipasi. 3. Keseimbangan antara mendengarkan, berbicara, dan
bertindak sebagai pengikut kelompok. 4) Mampu bertindak adaptif dalam
percakapan. 5) Mampu bekerja dalam tim dengan berbagai individu. 6) Mampu
menghargai pandangan orang lain. 7) Tunjukkan kemampuan Anda untuk
mengambil keputusan. 8) Mampu menghargai sudut pandang masing-masing
kelompok.
2.5 Program Keahlian Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP)
29
BAB III
METODE PENELITIAN
31
b. Merencanakan Proyek
c. Menyusun Jadwal
d. Guru Memantau Siswa dan Perkembangan Proyek
e. Penilaian
f. Evaluasi Pengalaman
3) Observasi (Observing)
Observasi dilakukan ketika pelaksanaan tindakan sedang berjalan.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran. Data yang dikumpulkan berupa hasil aktivitas pembelajaran
serta keterampilan 4C siswa. Sedangkan instrumen penelitian yang dipakai
adalah lembar observasi dan wawancara
4) Refleksi (Reflecting)
Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) refleksi meliputi analisis,
sintesis, serta penilaian terhadap hasil pengamatan berdasarkan tindakan
yang telah dilaksanakan. Jika selama proses refleksi masih ditemukan
kekurangan, maka dilakukan pengkajian untuk melakukan perbaikan pada
siklus selanjutnya (Machali, 2022).
menilai efektivitas guru ketika mengajar serta aktivitas yang dilakukan siswa
ketika pembelajaran sedang berlangsung. Adapun kisi-kisi lembar observasi
terdapat pada tabel 2:
Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi Guru
Aspek yang Indikator No. Item
Diamati
Kemampuan guru
dalam mengelola 1) Guru menentukan pertanyaan mendasar. 1
Triwibowo (2013), distribusi normal merupakan distribusi data yang simetris atau
berbentuk lonceng. Jika data yang dianalisis memiliki distribusi normal, maka uji
statistik parametrik dapat digunakan untuk analisis data. Namun, jika data tidak
berdistribusi normal, maka uji statistik non-parametrik harus digunakan. Variabel
yang digunakan dalam uji ini adalah efektivitas penerapan Project-Based learning
(PjBL) (X) serta keterampilan 4C siswa (Y). Uji normalitas yang digunakan
berdasar pada Teorema Limit Central (CLT), yang artinya apabila jumlah data
lebih besar atau sama dengan 30 maka dapat dinyatakan normal. Uji normalitas
dilakukan menggunakan aplikasi SPSS versi 25 dengan taraf signifikansi yang
digunakan 0,05 dengan data berdistribusi normal.
3.8.2.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui
apakah dua atau lebih sampel memiliki variansi yang sama atau tidak. Menurut
Nursalam (2018), homogenitas varian diperlukan untuk memastikan bahwa
perbedaan yang diamati antara dua atau lebih kelompok data bukan karena
perbedaan varian yang signifikan. Jika varian antar kelompok berbeda, maka
harus menggunakan uji statistik yang khusus untuk data yang tidak homogen.
Pada penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji-F yang apabila nilai F
hitung lebih kecil daripada F pada taraf signifikan 0,05, maka data dapat
dinyatakan bersifat homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan aplikasi SPSS
versi 25.
3.8.2.3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis adalah metode statistik yang digunakan untuk menguji suatu
asumsi atau hipotesis terhadap data yang diperoleh. Menurut Arikunto (2019),
hipotesis adalah suatu pernyataan yang diasumsikan benar atau salah dan dapat
diuji kebenarannya melalui metode ilmiah. Penelitian ini menggunakan uji-T
untuk melakukan uji hipotesis tersebut. Hipotesis yang diajukan yaitu:
Ho: Penerapan model pembelajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka tidak efektif
dalam meningkatkan keterampilan 4C siswa.
Ha: Penerapan model pembelajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka efektif
dalam meningkatkan keterampilan 4C siswa.
Pengolahan data yang digunakan pada uji hipotesis dengan aplikasi SPSS
45
versi 25 taraf signifikan berpengaruh apabila sig < α (0,05). Apabila taraf
signifikansi < 𝛼 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
BAB IV
HASIL ANALISIS
4.1. Deskripsi Siklus
4.1.1 Deskripsi Awal Sebelum Siklus
Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan
Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo yang berjumlah 35 siswa. Kegiatan
observasi sebagai langkah awal penelitian dilakukan pada hari Rabu, 23 Agustus
2023. Observasi dilakukan pada siswa yang sedang mengikuti pembelajaran mata
pelajaran konsentrasi keahlian elemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Wawancara juga dilakukan pada guru mata pelajaran guna menggali informasi
lebih lanjut mengenai kurikulum dan capaian pembelajaran siswa khususnya
jurusan TKP. Wawancara dilakukan dengan kepala jurusan TKP yakni bapak
Achmad Fauzi, S.Pd.
Berdasarkan wawancara dengan kepala jurusan TKP, sebelum pelaksanaan
kegiatan penelitian tindakan kelas, mata pelajaran konsentrasi keahlian TKP
menggunakan kurikulum K-13 revisi. Kurikulum 2013 yang diberlakukan secara
nasional sejak 2016/2017 bukanlah kurikulum 2013, melainkan kurikulum 2013
yang telah direvisi oleh Kemendikbud dan diberi nama kurikulum 2013 revisi atau
K-13 revisi (Elisa, 2021). Adapun perangkat pembelajaran yang digunakan adalah
RPP yang merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu
pertemuan ataupun lebih (Kurniawan, 2022).
Materi atau media pembelajaran pada K-13 revisi menggunakan buku cetak
dan atau pdf. Penilaian pada K-13 revisi memakai penilaian ranah kognitif, ranah
agnetif, dan ranah psikomotorik. Tujuan penilaian ranah kognitif adalah untuk
mengukur penguasaan konsep dasar keilmuan, yaitu ide-ide penting dan prinsip-
prinsip utama dalam materi akademik. Sikap dan nilai yang berfokus pada
penguasaan dan kepemilikan serta keahlian proses atau metode dikenal sebagai
47
b. Pelaksanaan Tindakan
Materi yang dibahas pada pertemuan kali ini adalah pekerjaan pondasi.
Guru menjelaskan konsep dasar model pembelajaran PjBL kepada siswa. Guru
menjelaskan serta membuat perencanaan proyek pembuatan maket pondasi batu
kali. Siswa terlibat aktif dalam perencanaan proyek pembuatan maket pondasi
48
batu kali. Selanjutnya dibentuk lima kelompok untuk melaksanakan proyek yang
telah direncanakan. Kemudian para siswa berdiskusi serta berkolaborasi untuk
melaksanakan proyek pembuatan maket pondasi batu kali.
c. Hasil Observasi
Pada saat guru pengampu mata pelajaran elemen pelaksanaan pekerjaan
konstruksi melaksanakan tindakan, peneliti dibantu oleh guru kolaborator
melakukan observasi untuk menilai aktivitas pembelajaran. Total terdapat empat
aspek keterampilan serta 20 item kegiatan siswa yang diobservasi pembelajaran
berlangsung. Hasil observasi aktivitas pembelajaran siswa dalam kegiatan
pembelajaran pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.2:
49
d. Tahap Refleksi
Berdasarkan pengamatan pada siklus I ditemukan beberapa hal yang perlu
diperbaiki antara lain: 1) Kurangnya antusias siswa untuk mengajukan pertanyaan
kritis kepada guru ketika memecahkan permasalahan pada tugas proyek yang
diberikan. 2) Siswa kurang mendengarkan dengan baik saat guru maupun teman
kelompoknya berbicara, karena masih ada beberapa siswa yang sibuk sendiri. 3)
Tidak semua siswa turut berperan serta dan terlibat aktif dalam kelompok, hanya
2-3 siswa yang aktif dalam melaksanakan pekerjaan proyek.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, tindakan yang tepat untuk dilakukan
dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus berikutnya adalah: 1) Guru dan
peneliti memberikan motivasi kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan apabila
siswa merasa tidak paham penjelasan guru selama proses pembelajaran. 2) Guru
berusaha meyakinkan siswa agar lebih peduli terhadap teman kelompoknya ketika
melaksanakan pekerjaan proyek, serta menyarankan siswa untuk meningkatkan
kolaborasi dalam kelompok. 3) Peneliti mengajak guru pengampu mata pelajaran
serta guru kolaborator untuk berdiskusi mengenai penerapan model pembelajaran
PjBL melanjutkan apa yang telah benar dilakukan dan memperbaiki apa yang
belum benar dilakukan serta bisa diterapkan pada siklus kedua.
4.1.3. Pelaksanaan Siklus II
51
b. Pelaksanaan Tindakan
Materi yang dibahas pada pertemuan kali ini adalah pekerjaan pondasi.
Guru menjelaskan konsep dasar model pembelajaran PjBL kepada siswa. Guru
menjelaskan serta membuat perencanaan proyek pembuatan profil pondasi batu
kali. Siswa terlibat aktif dalam perencanaan proyek pembuatan profil pondasi batu
kali. Selanjutnya dibentuk lima kelompok untuk melaksanakan proyek yang telah
direncanakan. Kemudian para siswa berdiskusi serta berkolaborasi untuk
melaksanakan proyek pembuatan maket pondasi batu kali.
52
c. Hasil Observasi
Pada saat guru pengampu mata pelajaran elemen pelaksanaan pekerjaan
konstruksi melaksanakan tindakan, peneliti dibantu oleh guru kolaborator
melakukan observasi untuk menilai aktivitas pembelajaran. Total terdapat empat
aspek keterampilan serta 20 item kegiatan siswa yang diobservasi pembelajaran
berlangsung. Hasil observasi aktivitas pembelajaran siswa dan hasil observasi
guru dalam kegiatan pembelajaran pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
53
d. Tahap Refleksi
Berdasarkan pengamatan pada siklus II, terdapat beberapa hal yang telah
diperbaiki antara lain: 1) Bertambahnya antusias siswa untuk mengajukan
pertanyaan kritis kepada guru ketika memecahkan permasalahan pada tugas
proyek yang diberikan. 2) Siswa lebih mendengarkan dengan baik saat guru
maupun teman kelompoknya berbicara. 3) Lebih banyak siswa yang turut
berperan dan terlibat aktif dalam kelompok, sehingga pekerjaan proyek kelompok
lebih cepat selesai.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, terdapat beberapa tindakan yang
dilakukan guru sehingga dapat meningkatkan hasil keterampilan 4C siswa, antara
lain: 1) Guru telah memberikan motivasi kepada siswa untuk mengajukan
pertanyaan apabila siswa merasa tidak paham penjelasan guru selama proses
pembelajaran. 2) Guru telah berusaha meyakinkan siswa agar lebih peduli
terhadap teman kelompoknya ketika melaksanakan pekerjaan proyek, serta
menyarankan siswa untuk meningkatkan kolaborasi dalam kelompok Karena hasil
observasi siswa dan guru menunjukkan peningkatan, maka dapat dinyatakan
pelaksanaan siklus II berhasil serta siklus penelitian ini dapat dihentikan.
4.2. Lembar Observasi Siswa
4.2.1. Statistik Deskriptif Data Keterampilan 4C Siswa
Data diperoleh melalui metode observasi kemudian diolah menggunakan
aplikasi software IBM SPSS 25.0 for Windows untuk mendapatkan deskripsi data
yang terdapat pada Tabel 4.7:
55
Tabel 4.7. Data Deskriptif Keterampilan Critical Thinking Siswa Siklus I dan
Siklus II
Descriptives
Std.
Statistic Error
Critical_Thinking1 Mean 66.00 1.226
Median 65.00
Std. Deviation 7.256
Minimum 50
Maximum 80
Critical_Thinking2 Mean 77.43 1.236
Median 75.00
Std. Deviation 7.314
Minimum 65
Maximum 95
Descriptives
Collaboration1 Mean 63.71 1.334
Median 65.00
Std. Deviation 7.891
Minimum 40
Maximum 80
Collaboration2 Mean 78.00 .850
Median 75.00
Std. Deviation 5.029
Minimum 70
Maximum 90
Nilai tersebut > 0.05 yang berarti data terdistribusi normal. Adapun pada siklus II
didapati kolom Sig. Kolmogorov-Smirnova pada siklus II (Y2) menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0.038. Sedangkan kolom Sig. Shapiro-Wilk pada siklus II
(Y2) menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.139. Nilai tersebut > 0.05 yang
berarti data terdistribusi normal.
4.2.3. Uji Homogenitas Data Keterampilan 4C Siswa
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data bersifat
homogen atau tidak. Data yang digunakan merupakan data dari siklus I dan siklus
II dengan pengujian One-Way Anova. Uji homogenitas yang dilakukan
menggunakan software IBS SPSS Statistics 25.0 for Windows dengan
pengambilan keputusan nilai sig. > 0.05 (Nursalam, 2018), maka data yang diuji
bersifat homogen.
Tabel 4.12. Uji Homogenitas Data Keterampilan 4C Siswa
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Hasil Keterampilan
4C Siswa Based on Mean .244 1 68 .623
Based on Median .197 1 68 .658
Based on Median
and with adjusted
df .197 1 67.802 .658
Based on trimmed
mean .272 1 68 .604
Pada Tabel 4.13 didapati bahwa nilai rata-rata atau Mean keterampilan
critical thinking pada siklus I sebesar 66.00. Sedangkan pada siklus II diperoleh
nilai rata-rata 77.43. Adapun nilai rata-rata atau Mean keterampilan creativity
pada siklus I sebesar 63.14. Sedangkan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata
77.29. Nilai rata-rata atau Mean keterampilan communication pada siklus I
sebesar 62.43. Sedangkan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 77.29. Nilai rata-
rata atau Mean keterampilan collaboration pada siklus I sebesar 63.71. Sedangkan
pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 78.00. Karena nilai rata-rata Keterampilan
4C Siswa pada siklus I < siklus II, maka secara deskriptif terdapat perbedaan rata-
rata Keterampilan 4C Siswa pada siklus I dan siklus II.
Berdasarkan Tabel 4.14 di atas, dapat diketahui nilai Sig. (2-tailed) adalah
sebesar 0.000 < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara keterampilan 4C Siswa
pada siklus I dan siklus II. Hal ini berarti Penerapan model pembelajaran PjBL di
era Kurikulum Merdeka efektif dalam meningkatkan keterampilan 4C siswa.
4.3. Lembar Observasi Guru
4.3.1. Statistik Deskriptif Data Observasi Guru
Data yang diperoleh melalui hasil observasi akan diolah menggunakan
aplikasi software IBS SPSS 25.0 for Windows untuk mendapatkan deskripsi data
yang terdapat pada Tabel 4.8:
Tabel 4.15. Data Deskriptif Observasi Guru dalam Penerapan PjBL Siklus I dan
Siklus II
61
Descriptives
Statistic Std. Error
Guru_1 Mean 87.33 2.603
Median 87.00
Std. Deviation 4.509
Minimum 83
Maximum 92
Guru_2 Mean 91.33 2.333
Median 92.00
Variance 16.333
Std. Deviation 4.041
Minimum 87
Maximum 95
Pada Tabel 4.17 didapati bahwa nilai rata-rata atau Mean pada siklus I
sebesar 87.33. Sedangkan pada siklus II didapati nilai sebesar 91.33. Karena nilai
rata-rata kemampuan guru dalam penerapan model pembelajaran PjBL pada siklus
I < siklus II, maka secara deskriptif terdapat perbedaan rata-rata kemampuan guru
dalam penerapan model pembelajaran PjBL)pada siklus I dan siklus II.
Tabel. 4.18. Uji T Paired Data Observasi Guru dalam Penerapan PjBL Siklus I
dan Siklus II
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. 95% Confidence Sig. (2-
Std. Error Interval of the t df tailed)
Deviation Mean Difference
Lower Upper
Pair Guru_1 -
1 Guru_2 -4.000 1.000 .577 -6.484 -1.516 -6.928 2 .020
63
Berdasarkan Tabel 4.18, dapat diketahui nilai Sig. (2-tailed) adalah sebesar
0.02 < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara kemampuan guru dalam penerapan
model pembelajaran PjBL pada siklus I dan siklus II. Hal ini berarti Penerapan
model pembelajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka efektif dalam meningkatkan
keterampilan 4C siswa.
64
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Keterlaksanaan Penerapan PjBL di Era Kurikulum Merdeka
Pada penelitian ini, peneliti melakukan penerapan model pembelajaran PjBL
di era kurikulum merdeka pada siswa kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan
Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo. Peneliti menggunakan model pembelajaran
PjBL karena Kurikulum Merdeka mengutamakan model pembelajaran berbasis
proyek atau PjBL (Kemendikbud, 2022). Model pembelajaran PjBL cocok
diterapkan dalam kurikulum merdeka untuk menyelesaikan masalah yang
melibatkan kerja proyek (Nadiyah & Tirtoni, 2023). Model pembelajaran PjBL
cocok diterapkan di SMK untuk proses pembelajaran, antara lain: 1) Dapat
meningkatkan motivasi siswa saat pembelajaran; 2) Meningkatkan skill
komunikasi, kolaborasi, dan pemecah masalah siswa. 3) Memberikan pengalaman
nyata kepada siswa melalui pembelajaran dan praktik, terutama dalam hal
organisasi proyek (Larasati, 2022).
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Secara
umum, PTK terdiri dari beberapa siklus atau pengulangan dari siklus. Setiap
setiap siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan,
(3) pengamatan/observasi; dan (4) refleksi. Keempat tahapan tersebut merupakan
unsur yang membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun
(Sumarso, 2018). Dalam Takiddin (2020) terdapat beberapa tahapan pelaksanaan
model pembelajaran PjBL, antara lain: 1) Mulai dengan Pertanyaan Penting; 2)
Merencanakan Proyek; 3) Menyusun Jadwal; 4) Guru Memantau Perkembangan
Proyek; 5) Penilaian; 6) Evaluasi Pengalaman. Model pembelajaran PjBL
memberikan aktifitas belajar yang kompleks bagi siswa seperti berkolaborasi
dengan teman kelompok, menganalisa, menyusun jadwal, menyelesaikan
permasalahan, dan menyampaikan hasil proyek yang akan melatihkan siswa
dalam pengembangan keterampilan 4C siswa (Chandra & Siskawati, 2021).
5.1.1 Keterampilan 4C Siswa
Kehidupan abad 21 menuntut adanya keterampilan siswa untuk siap
menghadapai tantangan yang ada. Keterampilan tersebut diistilahkan dengan 4C
yang merupakan singkatan dari Critical Thinking, Creativity, Communication, dan
65
Siklus I Siklus II
Siklus I Siklus II
Siklus I Siklus II
Siklus I Siklus II
Siklus I Siklus II
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh
kesimpulan yakni pada siklus I, nilai keterampilan berpikir kritis adalah 66,00,
yang meningkat menjadi 77,43 pada siklus II. Creativity: Pada siklus I, nilai
kreativitas siswa adalah 63,14, yang meningkat menjadi 77,29 pada siklus II.
Communication: Keterampilan komunikasi siswa juga mengalami peningkatan
yang signifikan. Pada siklus I, nilai keterampilan komunikasi adalah 62,43, yang
meningkat menjadi 77,29 pada siklus II. Collaboration: Pada siklus I, nilai
keterampilan berkolaborasi siswa adalah 63,71, yang meningkat menjadi 78 pada
siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa PjBL dapat mengembangkan keterampilan
4C siswa jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo.
Selain itu, uji Normalized gain (N-gain score) menunjukkan nilai rata-rata
N-gain score sebesar 0.67 termasuk dalam kategori sedang. Dengan nilai N-gain
score minimal 0.38 dan maksimal 0.87. Sedangkan nilai rata-rata N-gain persen
sebesar 66.67% termasuk dalam kategori cukup efektif. Dengan nilai N-gain
persen minimal 38% dan maksimal 87.37%. Maka dapat disimpulkan bahwa
Penerapan model pembelajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka efektif dalam
meningkatkan keterampilan 4C siswa jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan
(TKP) SMKN 1 Sidoarjo.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian serta kesimpulan di atas maka dapat diberikan
saran kepada berbagai pihak yaitu: 1) Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi model pembelajaran untuk meningkatkan
keterampilan 4C siswa. 2) Bagi peneliti lain, penelitian dapat dikembangkan lebih
lanjut pada sekolah SMK jurusan ataupun materi yang lainnya.