Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Guna mengembangkan human resource yang unggul di berbagai bidang di
masa depan, kurikulum merdeka mulai diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia
mulai tahun 2022 (Kemdikbud, 2022). Menurut Makarim (2019), kurikulum
merdeka dibentuk dengan tujuan untuk membawa pendidikan Indonesia sejajar
dengan negara-negara maju, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk memilih
mata pelajaran yang paling mereka minati. Selain itu, guru kini memiliki lebih
banyak keleluasaan dalam sumber daya dan strategi pengajaran yang mereka
gunakan untuk memfasilitasi pembelajaran. Namun Indonesia belum secara
bersamaan mengadopsi kurikulum merdeka, data menunjukkan sebanyak 6.863
SMK di Indonesia telah mengimplementasikan kurikulum merdeka (Kemdikbud,
2022).
Menurut Fatah dkk. (2022), Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN)
siap menerapkan kurikulum merdeka karena sudah terbiasa dengan aturan-
aturannya. Tingkat kesadaran guru terhadap peraturan kurikulum merdeka dengan
kategori sangat tinggi (28,30%), tinggi (59,10%), dan rendah (13,60%) menjadi
bukti adanya hal tersebut. Namun jika dilihat dari kemampuannya dalam

menyusun kurikulum merdeka, SMK Negeri belum siap menerapkannya.


Terbukti bahwa masih banyak guru yang mencapai tingkatan kemampuan
mengembangkan bahan ajar dengan skor rendah (77,30%) dan sangat rendah
(15,90%). Serta hanya sedikit guru yang mencapai tingkat pemahaman tinggi
(6,80%). Di sisi lain Soleh (2022) menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran
kurikulum merdeka pada program keahlian TJKT telah memakai CP (Capaian
Pembelajaran) sebagai tujuan pembelajarannya. Serta menerapkan penggunaan
perangkat ajar baru di kurikulum merdeka yaitu modul ajar, ATP (Alur Tujuan
Pembelajaran), dan P5BK (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Budaya
Kerja).

Pendekatan pembelajaran SMK di era kurikulum merdeka disarankan untuk


menggunakan model pembelajaran Project-based Learning (PjBL)
(Mujiburrahman dkk., 2022). Model pembelajaran PjBL banyak diterapkan oleh
7
8

guru SMK karena diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan dan


pengetahuan kritis terhadap bidang keahlian. Serta sebagai upaya mempersiapkan
generasi unggul serta mandiri di dunia nyata, baik siswa melanjutkan bekerja
ataupun kuliah (Prihantanto, 2020). Karena adanya kesempatan bagi siswa untuk
belajar dari pengalaman nyata, maka paradigma pembelajaran PjBL sangat
penting bagi pengembangan karakter siswa (Mujiburrahman dkk., 2022). Menurut
Hren, dalam model pembelajaran PjBL, siswa didorong untuk terlibat aktif dalam
memproduksi sesuatu daripada sekedar mempelajari sesuatu (Zhou, 2023). Siswa
dapat memperoleh pengalaman berharga dengan mengerjakan proyek atau
eksperimen secara langsung, baik berhasil atau gagal (Lu, 2021). Dengan
memiliki keterampilan praktik langsung, siswa memiliki keterampilan yang
bermanfaat bagi pekerjaan siswa di masa depan.
Siregar (2022) melaporkan kalau pelaksanaan model PjBL dengan media
video bisa tingkatkan hasil belajar PAI siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
4 Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Sejalan dengan statment
tersebut, Permana dkk. (2018) melaporkan kalau pelaksanaan model PjBL pada
pelaksanaan rangkaian elektronika di kelas XI TAV 1 SMKN 3 Singaraja bisa
tingkatkan hasil belajar siswa. Sedangkan Martati (2022) melaporkan kurikulum
merdeka menunjang pelaksanaan model pembelajaran PjBL.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila proses pembelajaran berorientasi
pada siswa dan mengedepankan aktivitas siswa ketika pembelajaran berlangsung.
Sedangkan efektivitas pembelajaran merupakan ukuran efektif atau tidaknya
proses pembelajaran dengan melihat pada aktivitas belajar siswa (Hafizh & Fatah,
2022). Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PjBL efektif
terhadap hasil akademik siswa di SMKN 7 Majene. Hal ini dapat dilihat pada nilai
rata-rata yang diperoleh pada pre-test sebesar 50.3 dan nilai rata-rata pada post-
test sebesar 74.13 (Fitriani dkk., 2022).
Pada abad 21, setiap siswa menemukan cara belajar yang berbeda, sehingga
guru harus menemukan cara untuk membantu seluruh siswa belajar secara efektif
(Firdaus, 2020). Pembelajaran dengan berfokus pada keterampilan 4C lebih baik
dari pada pembelajaran konvensional karena memunculkan rasa ingin tahu siswa
dalam pembelajaran (Sipayung dkk., 2018). Model pembelajaran PjBL tepat
9

digunakan di era kurikulum merdeka karena memiliki manfaat untuk


meningkatkan kemampuan 4C siswa (Mujiburrahman dkk., 2022). PjBL dapat
mengembangkan keterampilan 4C siswa karena memberikan aktivitas
pembelajaran yang beragam bagi siswa seperti menganalisa, menyusun jadwal,
menyelesaikan masalah, berkolaborasi dengan teman kelompok, serta
menyampaikan hasil proyek (Triana, 2020).
Kehidupan abad 21 menuntut terdapatnya keahlian siswa buat siap
menghadapai tantangan dalam pekerjaan. Keahlian tersebut diistilahkan dengan
4C yang ialah singkatan dari Critical Thinking, Collaboration, Communication
serta Creativity (Firdaus, 2020). Setiap siswa yang mampu berpikir kritis akan
dapat mengendalikan dirinya, berpikir logis, serta menyelasaikan masalah
dalam pelaksanaan proyek (Polli dkk., 2022). Siswa di sekolah kejuruan
diharapkan mampu menggunakan kreativitasnya untuk mencipta kan ide atau
pemikiran baru (Zakaria, 2021). Keterampilan komunikasi penting dikuasai siswa
SMK karena lulusan siswa SMK dituntut memiliki keterampilan dalam
berkomunikasi (Putra dkk., 2020). Keterampilan komunikasi di tempat kerja
berguna untuk membangun serta mempertahankan sebuah hubungan kerja yang
berkualitas (Doyle 2017). Keterampilan lain yang perlu ditingkatkan adalah
keterampilan kolaborasi, tingginya keterampilan berkolaborasi akan
mempersiapkan siswa dalam proses bekerja sama dengan berbagai kelompok
dalam sebuah perusahaan (Wijaya et al., 2016).
Penelitian ini dilakukan di SMKN 1 Sidoarjo. SMKN 1 Sidoarjo merupakan
salah satu SMK unggulan di Jawa Timur dan SMKN 1 Sidoarjo merupakan mitra
dari Universitas Negeri Malang. Serta SMKN 1 Sidoarjo telah
mengimplimentasikan Kurikulum Merdeka dalam pembelajarannya. Subjek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan
Perumahan (TKP) kelas XI. Penelitian dilakukan untuk mengetahui seberapa
efektif model pembelajaran PjBL bila diterapkan di era Kurikulum Merdeka.
Selain itu, penelitian juga dilakukan untuk mengetahui efektivitas penerapan
model pembelajaran PjBL untuk meningkatkan keterampilan 4C siswa SMK.
Peneliti berharap bahwa hasil penelitian ini nantinya bisa menjadi saran yang
10

membangun dalam penerapan model pembelajaran PjBL di era kurikulum


merdeka.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah pada
penelitian ini yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran PjBL di era kurikulum merdeka di
jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo?
2. Seberapa efektif penerapan model pembelajaran PjBL di era kurikulum
merdeka dalam meningkatkan keterampilan siswa kelas XI jurusan Teknik
Konstruksi dan Perumahan (TKP) di SMKN 1 Sidoarjo?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui penerapan model pembelajaran PjBL di era kurikulum merdeka
di jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo.
2. Mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran PjBL di era kurikulum
merdeka dalam meningkatkan keterampilan siswa kelas XI jurusan Teknik
Konstruksi dan Perumahan (TKP) di SMKN 1 Sidoarjo.
1.4 Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan pada penerapan
model pembelajaran PjBL di era kurikulum merdeka. Selain itu terdapat beberapa
batasan masalah antara lain:
1) Penelitian ini dibatasi hanya untuk penerapan kurikulum merdeka di SMK.
2) Populasi penelitian dibatasi hanya untuk siswa kelas XI jurusan Teknik
Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dari segi teori yang dihasilkan dari penelitian ini
diharapkan dapat menjadi suatu sumbangsih keilmuan untuk penelitian ilmiah
tentang kurikulum merdeka serta model pembelajaran PjBL. Meskipun dalam
penelitian ini lebih khusus bagi jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP)
SMKN 1 Sidoarjo.
11

Sementara itu, kelompok orang berikut akan memperoleh manfaat praktis


dari penelitian ini: 1) Untuk Guru, penelitian ini bermanfaat bagi guru karena
dapat dijadikan pedoman dalam membuat RPP dan melaksanakannya dengan
paradigma pembelajaran PjBL pada era kurikulum merdeka. 2) Mengenai
Sekolah, kajian ini akan membantu lembaga pendidikan menjadi lebih mahir
dalam menggunakan model pengajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka. 3) Bagi
Calon Guru, studi ini akan membantu calon guru menyempurnakan keterampilan
mereka dan mendapatkan pemahaman umum tentang kurikulum merdeka dan
gaya pengajaran PjBL di sekolah kejuruan. Selain itu, penelitian ini dapat
digunakan sebagai tinjauan literatur.

1.6. Flowchart Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Penelitian
tindakan kelas merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh guru
untuk meningkatkan, memperdalam tugas serta untuk memperbaiki praktek
pembelajaran di kelas. PTK terdiri dari beberapa siklus ataupun pengulangan dari
siklus. Tiap-tiap siklus terdiri dari 4 langkah, ialah: (1) perencanaan; (2)
penerapan, (3) observasi; serta (4) refleksi. Keempat tahapan tersebut ialah faktor
yang membentuk suatu siklus, ialah satu putaran aktivitas beruntun (Sumarso,
2018). Berikut ini adalah prosedur penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan:

Gambar 1.1. Flowchart Penelitian


Sumber: Dokumentasi Penulis
1.7. Definisi Operasional
12

1) Kurikulum Merdeka di SMK: Merupakan kurikulum dengan pembelajaran


akademik yang beragam, hal ini dibuat agar siswa memiliki cukup waktu
untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi keahlian di SMK.
2) Project-based Learning (PjBL) di SMK: Merupakan model pembelajaran
berbasis proyek yang dilakukan oleh guru dan siswa SMK dengan
mengobservasi dan memecahkan permasalahan di dunia nyata sehingga
siswa memperoleh keterampilan baru dengan hasil produk yang nyata.
3) Efektivitas Pembelajaran: Merupakan keberhasilan kegiatan pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini terdapat dua
aspek efektivitas pembelajaran yang diteliti yaitu: 1) Kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran; 2) Aktivitas siswa dalam pembelajaran.
4) Keterampilan Siswa: merupakan kemampuan siswa dalam belajar serta
berinovasi yang biasa disebut dengan 4C (Critical thinking, Creativity,
Communication, Collaboration).
5) Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP): merupakan kurikulum pelatihan
keterampilan vokasi yang mencakup penerapan K3LH dan etos kerja
industri dalam penyelenggaraan, pelaksanaan, dan pengelolaan proyek
konstruksi dan perumahan.
13

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kurikulum Merdeka di SMK
2.1.1. Pengertian Kurikulum Merdeka
Hermawan (2020) menyatakan kurikulum bukan cuma sebatas bidang riset
yang termuat di dalamnya ataupun aktivitas pembelajarannya saja, namun pula
mencakup seluruh suatu yang mempengaruhi pertumbuhan individu siswa yang
cocok dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sehingga bisa
meningkatkan mutu pendidikan. Sesuai pertumbuhan pembelajaran, arti
kurikulum yang awal mulanya berbentuk kumpulan mata pelajaran setelah itu
berganti arti jadi kumpulan seluruh aktivitas ataupun seluruh pengalaman belajar
yang diberikan kepada siswa dalam rangka menggapai tujuan pembelajaran serta
terletak dalam tanggung jawab sekolah, lebih tepatnya hasil belajar yang
diharapkan (Nurmadiah, 2018). Kurikulum akan terus berubah seiring dengan
kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, seiring dengan pemahaman
pengguna tentang ide, sikap, dan kebutuhan kurikulum (Anengsih dkk., 2023).
Kurikulum berperan sangat strategis dalam setiap jenjang pendidikan formal
karena keberadaannya menghubungkan sebuah idealisme tujuan pendidikan
dengan kenyataan atau praktik pendidikan yang memungkinkan pencapaian tujuan
tersebut Agustina dkk., 2023).
Kurikulum merdeka merupakan kurikulum dengan pendidikan akademik
yang bermacam-macam, perihal ini terbuat supaya siswa mempunyai cukup waktu
buat mendalami konsep serta memantapkan kompetensi kemampuan
(Kemendikbud, 2022). Kurikulum Merdeka ialah kurikulum yang mempunyai 2
aktivitas utama ialah pendidikan intrakurikuler yang mengacu pada Capaian
Pembelajaran (CP), dan proyek pemantapan profil pelajar pancasila (P5) yang
mengacu pada standar kelulusan yang harus dipunyai siswa (Hamdi dkk., 2022).
Dalam kurikulum merdeka, guru mempunyai kebebasan buat memilah bermacam
fitur pendidikan sehingga pendidikan bisa disesuaikan dengan CP serta atensi
14

siswa. Terdapat pula projek P5 yang dibesarkan bersumber pada tema tertentu
serta sudah diresmikan oleh Kemendikbud. Proyek tersebut tidak ditunjukan buat
menggapai sasaran Capaian Pembelajaran (CP) tertentu, sehingga tidak terikat
pada isi mata pelajaran (Makarim, 2022).
Kurikulum merdeka mengutamakan strategi pembelajaran berbasis proyek
atau PjBL. Artinya, siswa akan mengimplementasikan materi yang telah dipelajari
melalui proyek atau riset permasalahan, sehingga pemahaman konsep bisa lebih
terlaksana. Ada pula P5, yaitu kegiatan pembelajaran yang dapat
menginternalisasikan karakter pelajar Pancasila melalui penelitian, diskusi, bakti
sosial, serta penguatan fisik dan mental (Kemendikbud, 2022). Yang dimaksud
dengan kurikulum merdeka adalah suatu konsep kurikulum yang mengharuskan
siswa bekerja secara mandiri. Kemandirian berarti seluruh siswa mempunyai
kebebasan dalam mengakses informasi yang diperolehnya baik dalam pendidikan
formal maupun nonformal. (Oktariani, 2023).
2.1.2. Transisi K-13 Menuju Kurikulum Merdeka
Kurikulum mandiri adalah salah satu ide terpenting dalam mengubah
pendidikan Indonesia untuk masa depan yang cerah. Selain itu, berbagai program
dipromosikan. Freedom Learning adalah salah satunya, yang memanfaatkan
potensi guru dan siswa untuk meningkatkan pembelajaran di kelas (Widiyono
dkk., 2021). Perubahan K-13 menjadi Kurikulum Mandiri tidak mencakup aspek
tersebut secara keseluruhan. Tujuan Kurikulum Merdeka adalah untuk
memperbaiki bagaimana K-13 digunakan. Strategi guru untuk menerapkan
perubahan kurikulum pada tahun 2013 sudah mengarah pada kurikulum merdeka.
Kurikulum merdeka mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran
interaktif dan relevan. Namun, dalam pelaksanaannya, guru harus lebih kreatif dan
inovatif dalam membuat jadwal dan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan
peserta didik (Firmansyah, 2023).
Kurikulum merdeka dan K-13 memiliki beberapa perbedaan yang mendasar.
Perbedaan yang cukup besar terdapat pada bentuk pembelajaran, yang mana pada
saat K-13 memakai tematik dan pada kurikulum merdeka kembali menjadi mata
pelajaran dan terdapat elemen-elemen pada mata pelajaran tersebut (Pambudi,
15

2022). Perbedaan selanjutnya yakni K-13 menerapkan evaluasi per semester serta
berdasarkan KI dan KD, sedangkan kurikulum merdeka menerapkan evaluasi
berdasarkan fase, yaitu: fase A hingga fase F. Fase A sederajat kelas I, II SD; Fase
B sederajat kelas III, IV SD; Fase C sederajat kelas V, VI SD. Fase D berlaku
untuk kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan Fase E diperuntukkan untuk kelas X,
serta Fase F sederajat kelas XI dan XII (Juniardi, 2023).
2.1.3. Pembaruan Pendidikan pada Kurikulum Merdeka
Salah satu pembaruan pendidikan yang diperlukan dalam praktiknya adalah
keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas.
Tujuan inovasi pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) Mengejar
ketinggalan dari berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
pendidikan di Indonesia pada akhirnya semakin berjalan sejajar dengan kemajuan
tersebut. (2) Berusaha memastikan bahwa pendidikan disediakan dalam berbagai
jenis, jalur, dan jenjang yang dapat melayani setiap warga Negara secara merata
dan adil. (3) Mengubah sistem pendidikan Indonesia menjadi sistem yang lebih
efisien dan efektif, yang memungkinkan semua siswa menerima pendidikan
dengan cara yang sama (Oktariani, 2023). Sebagai bagian dari kebijakan baru
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, Mendikbud
merencanakan kurikulum Freedom Learning, yang merupakan langkah inovatif.
Tetapi pada tahap pengaplikasian, semuanya belum berjalan dengan baik. Butuh
waktu untuk semuanya berjalan sesuai dengan harapan (Amirahlilis, 2023).
Kurikulum merdeka memiliki beberapa pembaruan dibandingkan dengan
kurikulum sebelumnya seperti: adanya capaian pembelajaran berdasarkan fase,
adanya P5, serta perubahan bentuk penilaian yang lebih difokuskan ke asesmen
yang bersifat formatif (Hamdi dkk., 2022). Pada kurikulum merdeka pula terdapat
mata pelajaran pilihan yang bebas dipilih sesuai dengan keinginan siswa. Dengan
menerapkan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa, beragam sumber
belajar digital, kurikulum yang disederhanakan, dan penilaian yang menekankan
pada kemampuan berpikir kritis, diperkirakan terdapat 2.500 sekolah yang
menerapkan kurikulum merdeka (Agustina dkk., 2023).
2.1.4. Dampak Kurikulum Merdeka
16

Kehadiran Kurikulum Merdeka memiliki beberapa dampak positif sejak


diimplementasikan pada tahun 2022, antara lain: 1) Menciptakan ruang
pembelajaran yang positif karena pembelajaran sesuai dengan minat dan bakat
siswa, sehingga menghasilkan interaksi yang membangun; 2) Sinergitas
Kurikulum Merdeka dapat merubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi lebih
berkualitas; 3) Kurikulum Merdeka bukan hanya fokus terhadap perkembangan
siswa, tetapi juga kepada pengembangan kompetensi guru. Hal ini dibuktikan
dengan adanya Program Guru Penggerak yang berguna untuk membentuk guru
menjadi berkompeten dan terus berkembang seiringan dengan zaman (Juniardi,
2023).
Kurikulum Merdeka memiliki beberapa keunggulan yang bisa ditinjau dari
sisi siswa, guru, serta satuan pendidikan antara lain: Keunggulan bagi siswa yakni
1) Siswa tidak dipaksa untuk mempelajari mata pelajaran yang tidak diminatinya.
2) Pembelajaran menjadi lebih menyenangkan karena sesuai dengan tingkat
kompetensi siswa di setiap fase. 3) Siswa tidak dipaksa untuk cepat menguasai
suatu mata pelajaran. 4) Siswa akan terbiasa menerapkan pola pikir kritis melalui
pembelajaran dengan memecahkan permasalahan di dunia nyata. Keunggulan bagi
guru yakni 1) Guru dapat menentukan sendiri perangkat ajar yang sesuai dengan
kondisi siswa. 2) Guru menjadi lebih kreatif dan inovatif karena harus
mengembangkan perangkat ajar yang menarik dan sesuai bagi siswa. Keunggulan
bagi satuan pendidikan yakni 1) Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk
menentukan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. 2)
Satuan pendidikan mendapatkan pendampingan dari pemerintah sebagai bagian
dari program implementasi Kurikulum Merdeka. 2) Satuan pendidikan dapat
mengukur sendiri tingkat kesiapan dalam mengimplementasikan Kurikulum
Merdeka (Juniardi, 2023).
2.1.5. Penerapan Kurikulum Merdeka di SMK
Struktur kurikulum di era kurikulum merdeka pada jenjang SMK berubah
pada materi pelajaran. Materi pelajaran yang tadinya terbagi menjadi tiga
kelompok muatan nasional, daerah, serta materi peminatan direduksi menjadi dua
kelompok saja muatan umum dan muatan kejuruan. Tujuan materi umum adalah
membentuk peserta didik menjadi manusia yang menjunjung tinggi norma
17

Pancasila dan menjadi manusia utuh yang sejalan dengan tahap perkembangan.
Ketika hal ini terjadi, mata pelajaran kelompok kejuruan membantu siswa
berkembang menjadi orang-orang dengan keterampilan yang sesuai dengan
standar pekerjaan (Kemendikbud, 2022).
Dalam projek P5 siswa SMK dapat terlibat sejak awal perencanaan
pembelajaran sampai pada masa refleksi dari kegiatan pembelajaran. Siswa
memiliki kesempatan untuk meneliti subjek penting termasuk perubahan iklim,
budaya, teknologi, dan budaya tempat kerja melalui proyek ini. sehingga siswa di
SMK benar-benar dapat menyikapi kesulitan tersebut sesuai dengan tuntutan dan
tahapan pembelajarannya (Kemendikbud, 2022). Leny (2022) mengatakan bahwa
beberapa hambatan untuk menerapkan kurikulum mandiri di sekolah menengah
kejuruan adalah keterbatasan sumber daya dan sarana, jumlah buku yang tersedia,
dan respons siswa yang cenderung pasif. Qolbiyah (2022) menyatakan bahwa
kurikulum merdeka memberikan sekolah kejuruan kemerdekaan untuk
mengeksplorasi pembelajaran sesuai dengan kemampuan mereka. Selain itu,
kurikulum ini memberikan guru keleluasaan untuk menyampaikan pelajaran
secara langsung. Kurikulum mandiri di SMK, menurut Ariga (2022) telah
memperbaiki dan memulihkan krisis pembelajaran yang disebabkan oleh
pandemi.
2.2 Project-based Learning (PjBL) di SMK
2.2.1. Pengertian PjBL
Dunia pendidikan di Indonesia, mengenal model pembelajaran PjBL sejak
tahun 1976. Model pembelajaran PjBL dikembangkan oleh tiga ahli yaitu: Lucas,
Doppelt, serta Laboy-Rush (Kamdi, 2017). Model pembelajaran PjBL
menempatkan siswa sebagai pusat proses pembelajaran, mereduksi peran guru
hanya sebagai fasilitator, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpartisipasi dalam pembelajaran berbasis masalah, sebagai langkah awal dalam
mendapatkan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman di kehidupan nyata
(Ernisaneli, 2023). Model pembelajaran PjBL menggunakan pendekatan
pembelajaran kolaboratif serta interaktif antara guru dengan siswa yang
memungkinkan siswa untuk terlibat aktif di kelas (Jaiswal dkk., 2021).
18

Menurut Martati (2022) Project-Based Learning dapat membuat kegiatan


belajar siswa optimal, tingkatkan keahlian kreativitas, keahlian berpikir kritis serta
kinerja siswa pula bertambah, dan mendesak siswa buat meningkatkan keahlian
belajar dalam jangka panjang. Siswa juga menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam
memecahkan permasalahan ataupun dalam pembuatan proyek sehingga aktivitas
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan (Nisa dkk., 2021). Sejalan dengan hal
itu, Thabroni (2021) memaparkan dalam pembelajaran PjBL siswa akan
bereksplorasi, berinterpretasi, serta mengolah informasi untuk menghasilkan
bentuk pembelajaran yang dekat dengan kondisi nyata di lapangan.
2.2.2. Tujuan PjBL
Salah satu tujuan dari model pembelajaran PjBL adalah untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan permasalahan proyek,
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru dengan hasil produk yang nyata
(Suciani dkk., 2018). Selain itu, terdapat tujuan lain dari model pembelajaran
PjBL antara lain: 1) Menumbuhkan pola pikir pemecahan masalah pada siswa; 2)
Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan kesulitan di kelas;
3) Meningkatkan keterlibatan siswa dalam mengatasi permasalahan kompleks di
kelas hingga diperoleh hasil nyata; 4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam
menggunakan alat dan bahan yang ada di kelas untuk membantu
pembelajarannya; 5) Menumbuhkan semangat kerjasama pada diri siswa
(Sereliciouz, 2021).
Dalam kurikulum merdeka, model pembelajaran PjBL bertujuan untuk
mendorong siswa dalam berpikir kritis serta menumbukan sikap kemandirian.
Dengan model pembelajaran PjBL, Secara individu atau kelompok, siswa
berpartisipasi aktif dalam kegiatan membangun proyek pembelajaran.
Pengetahuan ini sesuai untuk digunakan dalam kurikulum merdeka untuk
mengatasi permasalahan terkait proyek karena dapat memotivasi siswa untuk
belajar mandiri dan berpartisipasi aktif dalam proses (Nadiyah & Tirtoni, 2023).
Penyelesaian pekerjaan proyek menawarkan kesempatan belajar yang menantang
bagi siswa, termasuk kerja tim, analisis, perencanaan, pemecahan masalah, dan
presentasi hasil proyek. Kegiatan ini membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir 4C. (Chandra & Siskawati, 2021).
19

2.2.3. Tahapan PjBL


Dalam Takiddin (2020) terdapat beberapa tahapan pelaksanaan model
pembelajaran PjBL, antara lain: 1) Mulai dengan Pertanyaan Penting; 2)
Merencanakan Proyek; 3) Menyusun Jadwal; 4) Guru Memantau Perkembangan
Proyek; 5) Penilaian; 6) Evaluasi Pengalaman. Orientasi, desain, pelaksanaan, dan
evaluasi adalah fase-fase pembelajaran berbasis proyek. Pertama, tahap orientasi
berfokus pada menumbuhkan motivasi belajar siswa, memberikan pemahaman
kepada siswa tentang tujuan yang akan dicapai, dan menjelaskan kegiatan yang
akan dilakukan. Pada tahap ini, guru juga mengajukan pertanyaan penuntun
kepada siswa. Kedua, tahap desain adalah tahap di mana siswa merancang proyek
yang akan dibuat untuk menindaklanjuti pertanyaan-pertanyaan penuntun yang
diajukan oleh guru. Pada tahap ini juga disusun jadwal kegiatan yang diperlukan
untuk menyelesaikan proyek. Kegiatan inti dari tahap ini adalah pelaksanaan.
Pada tahap ini, siswa mengerjakan proyek yang telah dirancang sebelumnya
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Keempat, tahap evaluasi adalah
upaya untuk menilai proses kegiatan dan hasil proyek. Ini berguna sebagai umpan
balik (Permana dkk., 2018).
PjBL-STEM melaksanakan pembelajaran dalam lima tahap (Laboy-Rush,
2015). Pada setiap tahap, proses yang spesifik menjadi tujuan. Tujuan refleksi
siswa menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan baru. Tahap
penelitian dimulai dengan penelitian berbagai sumber. Setelah itu, peserta didik
memasuki tahap penemuan atau penemuan. Salah satu ciri aplikasi adalah
kemampuan untuk menghubungkan antar bidang dalam STEM atau konteks yang
lebih luas. Komunikasi tentang barang atau solusi masalah saat ini antara siswa di
kelas atau di tingkat lebih luas adalah tahap akhir dari model ini (Suyanto, 2022).
2.2.4. Dampak PjBL pada Siswa
Dampak penting model pembelajaran PjBL terhadap siswa adalah melatih
keterampilan berpikir kritis dan kreativitas siswa (Zhou, 2023). Model
pembelajaran PjBL membantu siswa mengembangkan keterampilan kreativitas
dan keterampilan berpikir kritis (Usmeldi, 2018). Menurut Hren, dalam model
pembelajaran PjBL, siswa didorong untuk terlibat aktif dalam memproduksi
sesuatu daripada sekedar mempelajari sesuatu (Zhou, 2023). Siswa dapat
20

memperoleh pengalaman berharga dengan mengerjakan proyek atau eksperimen


secara langsung, baik berhasil atau gagal (Lu, 2021). Dengan memiliki
keterampilan praktik langsung, siswa memiliki keterampilan yang bermanfaat
bagi pekerjaan siswa di masa depan.
Selain itu, dalam model pembelajaran PjBL siswa akan mendapat lebih
banyak kesempatan untuk mencoba berkolaborasi dengan orang lain. Menurut
Lau dalam model pembelajaran PjBL membantu pertumbuhan kemampuan
kerjasama pada siswa, termasuk perencanaan tujuan proyek, komunikasi, serta
kolaborasi (Lau dkk., 2013). Dalam proses kerjasama, keterampilan komunikasi
siswa akan dilatih. Siswa dapat berkomunikasi dengan teman sekelompoknya
sehingga memperoleh wawasan baru (Ching & Hsu, 2013). Mengembangkan
kemampuan kerja sama tim siswa membantu mereka melatih keterampilan
komunikasi dan kolaborasi, yang juga berguna dalam kehidupan sehari-hari
mereka (Zhou, 2023).
2.2.5. PjBL di SMK
PjBL adalah model pembelajaran yang dapat diterapkan pada seluruh
jenjang pendidikan. Namun, model pembelajaran PjBL lebih cocok digunakan
untuk siswa SMK. Untuk menghasilkan karya yang nyata dan bermanfaat,
pembelajaran berbasis p royek sangat memperhatikan proses kerja yang
sistematis. Pembelajaran di kelas akan menjadi lebih interaktif, menarik, dan
bermakna (Permana dkk., 2018). Jika digunakan pada SMK yang berorientasi
pada produk, model PjBL adalah pilihan yang tepat (Pradana & Harimurti, 2017).
Beberapa alasan yang menyebabkan PjBL cocok diterapkan di SMK untuk
proses pembelajaran, antara lain: 1) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa;
2) Mendukung kapasitas siswa untuk menyelesaikan pekerjaan yang signifikan; 3)
Menjadikan lingkungan belajar lebih menyenangkan; 4) Siswa berperan aktif
dalam pendidikannya; 5) Memperkuat kemampuan siswa dalam kerja tim,
komunikasi, dan pemecahan masalah. 6) Memberi siswa pengalaman praktis
dengan mengajak mereka berlatih dan belajar, terutama dalam hal perencanaan
proyek. (Larasati, 2022). Pengalaman belajar yang kompleks membuat
keterampilan siswa akan menjadi berkembang. Aspek-aspek keterampilan yang
dapat dikembangkan melalui kerja proyek diantaranya kemampuan menggunakan
21

alat tangan, kemampuan menggambar baik manual maupun menggunakan


software (Kamdi, 2017).
2.3 Efektivitas Pembelajaran
2.3.1. Pengertian Efektivitas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) efektivitas adalah kegunaan,
keaktifan, dan adanya kesesuaian antara seseorang dalam melaksanakan suatu
tugas dengan hasil yang diinginkan dari suatu kegiatan. Efektivitas menurut Ojel
(2023) adalah tingkat keberhasilan yang dicapai oleh orang atau organisasi ketika
mereka menggunakan teknik tertentu sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Dengan kata lain, suatu tindakan akan semakin efektif jika semakin banyak
rencana yang dilakukan secara efektif. Sedangkan Ravianto (2014) menjelaskan
tentang efektivitas yaitu seberapa baik pekerjaan yang dicoba, sejauh mana
seseorang menciptakan luaran sesuai dengan yang diharapkan dalam perencanaan.
Menurut Deassy & Endang (2018) efektivitas pembelajaran adalah suatu
program pembelajaran yang bermanfaat dan memungkinkan peserta mempelajari
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan khusus dengan cara yang
menyenangkan dan menarik guna mencapai tujuan pembelajaran. Sejalan dengan
hal itu, menurut Slavin dalam Rosmita (2020) strategi pembelajaran yang
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran untuk memperoleh hasil sesuai dengan
tujuan yang telah direncanakan adalah efektivitas pembelajaran. Sedangkan
Afifatu dalam (Iqbal dkk., 2022) menyatakan keberhasilan suatu proses interaksi
antara siswa dan guru, serta siswa dan siswa, dalam konteks pendidikan untuk
mencapai tujuan pembelajaran diukur dari efektivitas pembelajaran. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa keberhasilan kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran dan memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan
dan keterampilan tertentu dengan cara yang menyenangkan merupakan
pembelajaran yang efektif.
2.3.2. Indikator Efektivitas Pembelajaran
Indikator keefektifan pembelajaran menurut Yusuf (2018) antara lain
pengelolaan pelaksanaan pembelajaran, proses komunikatif, reaksi siswa, aktivitas
pembelajaran, dan hasil belajar. Indikator keefektifan pembelajaran menurut
Slavin dalam Handayani (2019), antara lain: 1) Kualitas Pembelajaran, yaitu
22

sejauh mana suatu data dijelaskan sehingga siswa dapat mempelajarinya dengan
tingkat kesalahan yang rendah; 2) Kesesuaian Tingkat Pembelajaran, yaitu sejauh
mana guru mempersiapkan siswa untuk mendalami materi baru; Dan; (3) Insentif,
atau besarnya upaya yang dikedepankan untuk mendorong siswa menyelesaikan
pekerjaan rumah dan mempelajari modul pengajaran yang disediakan; (4) Waktu,
atau jumlah waktu yang dialokasikan kepada siswa untuk mempelajari modul

pengajaran; dan (5) Insentif. Adapun indikator efektivitas model pembelajaran


PjBL pada siswa menurut Murniarti (2017) adalah: a) Meningkatnya motivasi
belajar siswa; b) Siswa aktif selama pembelajaran; dan c) Hasil tugas proyek
siswa berkualitas.
2.3.3. Aspek Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna aspek merupakan
pemunculan gagasan sebagai pertimbangan yang dilihat dari sudut pandang
tertentu. Menurut (Nissa dkk., 2022) aspek yang perlu diperhatikan dalam
efektivitas pembelajaran yaitu: 1) Efektivitas Mengajar Guru, harus sesuai dengan
Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) sehingga pembelajaran dapat selesai tepat waktu
serta tidak ada materi yang terlewat untuk diajarkan. 2) Efektivitas Belajar Siswa,
berhubungan dengan bagaimana siswa memahami materi dalam kegiatan
pembelajaran yang telah dirancang oleh guru.
Sementara menurut Mandagi & Degeng (2019) 1) Akurasi dalam menguasai
perilaku yang dipelajari, 2) kecepatan kinerja, 3) tingkat transfer pembelajaran,
dan 4) tingkat retensi terhadap apa yang dipelajari adalah beberapa faktor penting
yang dapat digunakan untuk mengukur keefektifan pembelajaran. Sedangkan
dalam penelitian ini terdapat dua aspek yang meliputi: 1) Efektivitas mengajar
yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran PjBL; 2) Efektivitas belajar siswa yaitu aktivitas siswa dalam
pembelajaran.
2.3.4. Kriteria Efektifitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna kata kriteria
merupakan ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu. Dalam
mengukur efektivitas, model pembelajaran dikatakan efektif apabila statistik hasil
proses pembelajaran siswa menunjukkan peningkatan antara pemahaman awal
23

dengan pemahaman setelah siswa menerima materi. Suatu model pembelajaran


dikatakan efektif menurut Susanto (2016:54) apabila menghasilkan perubahan
tingkah laku dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut
(Zen dan Syafril, 2017), suatu model pembelajaran dikatakan efektif apabila hasil
yang diperoleh sesuai dengan rencana atau program yang telah disusun
sebelumnya (efektif).
Adapun untuk mengukur kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran PjBL terdapat enam indikator untuk
diamati yakni: 1) Guru menentukan pertanyaan mendasar; 2) Guru mendesain
perencanaan proyek; 3) Guru menyusun jadwal proyek; 4) Guru memonitor siswa
dan kemajuan tugas proyek; 5) Guru menguji hasil; 6) Guru mengevaluasi
pengalaman siswa. Pemberian skor dengan rentangan angka 1 sampai dengan 4
dengan kriteria angka sebagai berikut: 1) Skor 1, Tidak baik; 2) Skor 2, Kurang
baik; 3) Skor 3, Baik, 4) Skor 4, Sangat baik.
Sedangkan untuk menilai aktivitas belajar siswa terdapat beberapa indikator
untuk diamati yakni: Pada aspek keterampilan critical thinking siswa yang diamati
terdapat beberapa indikator antara lain: 1) Menganalisis desain proyek; 2)
Mengevaluasi risiko pelaksanaan proyek; 3) Melakukan penyelidikan teknis
terhadap pelaksanaan proyek; 4) Mengambil keputusan dengan tepat; 5)
Mengevaluasi pendapat teman sekelompok secara kritis. Pada aspek keterampilan
creativity siswa yang diamati terdapat beberapa indikator antara lain: 1)
Mengusulkan ide-ide desain yang unik; 2) Mengadopsi teknologi terbaru dalam
pelaksanaan proyek; 3) Mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan
masalah; 4) Mencoba pendekatan baru dalam menyelesaikan masalah; 5)
Mengembangkan solusi yang ramah lingkungan.
Pada aspek keterampilan communication siswa yang diamati terdapat
beberapa indikator antara lain: 1) Mampu mengungkapkan ide dengan jelas; 2)
Mendengarkan dengan baik saat teman kelompoknya berbicara; 3) Melakukan
diskusi kelompok; 4) Berbagi informasi, ide, dan solusi dari sebuah masalah
secara lisan maupun tulisan; 5) Menyeimbangkan dalam hal mencermati dan
berbicara, serta menjadi pengikut dalam suatu kelompok. Pada aspek keterampilan
collaboration siswa yang diamati terdapat beberapa indikator antara lain: 1)
24

Berperan baik dalam kelompok; 2) Menyelesaikan permasalahan kelompok dalam


pelaksanaan proyek; 3) Berkolaborasi dalam kelompok dengan berbagai macam
orang; 4) Turut berperan serta dan terlibat aktif dalam kelompok; 5)
Memperlihatkan perilaku fleksibel dalam berdiskusi.
2.3.5. Efektivitas Pembelajaran di SMK
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan satuan pendidikan yang
mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk program keahlian
tertentu sehingga dapat mendukung tercapainya lulusan SMK yang terampil dan
kreatif. Pembelajaran di SMK membutuhkan model pembelajaran yang tepat
supaya proses pembelajaran menjadi lebih berkesan terhadap siswa, serta proses
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan (Fitriani dkk., 2022). Selain model
pembelajaran, guru juga dituntut untuk menguasai metode yang hendak digunakan
untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sehingga mudah untuk
dipahami serta dapat memicu siswa untuk semangat mengikuti proses
pembelajaran (Wahyuni, 2017).

Efektivitas pembelajaran di SMK dapat dicapai dengan ketersediaan guru


untuk memenuhi tuntutan tugasnya sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru
harus bisa memberikan materi, mempraktikan alat peraga, dan menyusun strategi
model pembelajaran. Pembelajaran dapat dikatakan bermakna jika terjadinya
hubungan atara konsep dan situasi baru dengan struktur kognitif siswa (Fitriani
dkk., 2022). Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mencapai efektivitas
pembelajaran di SMK adalah dengan menggunakan model pembelajaran Project-
Based Learning (PjBL).
Apabila kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta aktivitas
siswa dalam pembelajaran menunjukkan hasil yang efektif. Maka penerapan
model pembelajaran Project-based Learning (PjBL) di era Kurikulum Merdeka
sudah tepat. Keuntungan lain yang didapatkan adalah sebagai berikut: 1) Potensi
adanya masalah pembelajaran menjadi berkurang. 2) Guru tidak mengalami
kesulitan dalam merancang pembelajaran karena telah mengetahui karakter siswa.
3) siswa diharapkan mencapai Capaian Pembelajaran (CP) dengan bahagia serta
merdeka karena belajar sesuai minat mereka. 4) Guru dapat membuat petunjuk
tambahan jika ditemukan keberagaman karakter siswa (Nissa dkk., 2022).
25

2.4. Keterampilan 4C Siswa SMK


2.4.1. Pengertian Keterampilan 4C Siswa
Pada abad 21, setiap siswa belajar dengan cara belajar yang berbeda, oleh
karena itu guru perlu memahami cara membantu setiap siswa belajar secara
efektif. Kehidupan abad 21 mengungkapkan adanya keterampilan seorang siswa
untuk cepat menangani masalah serius apa pun. 4C yang merupakan singkatan
dari Critical Thinking, Collaboration, Communication, dan Creativity digunakan
untuk menggambarkan fenomena ini (Firdaus, 2020). Sejalan dengan hal tersebut,
Sani (2019) menegaskan bahwa abad ke-21 memerlukan pengembangan
keterampilan dan pola pikir yang dikenal dengan 4C, yaitu kreativitas, kolaborasi,
berpikir kritis, dan komunikasi. Keterampilan ini juga disebut sebagai 4C dalam
Sani (2019). Pembelajaran yang menggunakan inovasi 4C melatih siswa untuk
mampu mengatasi permasalahan dengan mencari informasi dan memberikan
kritik yang membangun (Meilani dkk., 2020).
Menurut Arnyana (2019), rincian keterampilan abad 21 adalah sebagai
berikut: 1) Creativity, yakni kemampuan berpikir kreatif, penuh semangat, atau
berani memunculkan ide-ide yang berbeda dengan ide-ide sebelumnya. Hambatan
kreativitas dapat diatasi dengan menghadirkan suatu permasalahan dengan tujuan
menemukan solusi segar berupa ide, pikiran, atau hasil karya yang dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi. 2) Critical thinking, merupakan alat yang
digunakan untuk menganalisis permasalahan atau merumuskan kesimpulan
terhadap suatu permasalahan yang sedang ditangani. Keterampilan berpikir kritis
juga mencakup keterampilan membandingkan kebenaran, fakta, opini, atau yang
nyata dan tidak nyata. (3) Collaboration yang disebut juga kolaborasi, adalah
tindakan seseorang yang sepakat untuk bekerja sama dengan orang lain dengan
tetap mempertimbangkan berbagai faktor dan sudut pandang. (4) Communication
atau keterampilan komunikasi, adalah alat yang digunakan seseorang untuk

mengungkapkan sesuatu (Arnyana, 2019).

2.4.2. Creativity and innovation skills Siswa SMK


Creativity atau keterampilan berpikir kreatif merupakan kemandirian siswa
dalam menyelesaikan masalah saat proses pembelajaran seperti bertanya saat ada
yang tidak dipahami,disiplin waktu,mampu menyampaikan pendapat (Karana,
26

2023). Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar dalam


(Qomariyah & Subekti, 2021), yaitu: (1) Dapat berpikir secara lancar, seperti
mampu memberikan ide, (2) Dapat berpikir secara luwes yaitu mampu
menemukan solusi dalam menghadapi masalah dalam belajar, (3) Mampu berpikir
secara orisinil,yaitu dengan memberikan pendapat menggunakan bahasa sendiri,
dan (4) Memiliki keterampilan mengelaborasi, yaitu mampu mengembangkan
suatu pendapat yang telah ada.
Siswa SMK sudah seharusnya dilatih sejak dini dalam menyelesaikan
permasalahan sehingga sifat kreatif tumbuh serta motivasi belajar dapat
meningkat. Siswa SMK diharapkan mampu menghasilkan ide-ide atau gagasan-
gagasan baru dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya, serta
menggunakannya untuk mengkomunikasikan ide-ide tersebut kepada orang lain,
dan mengidentifikasi hal-hal baru dan berbeda (Zakaria, 2021). Menurut Rusfendi
dalam (Siswono & Novitasari, 2017) untuk mengetahui kemampuan berpikir
kreatif siswa SMK perlu diberikan pertanyaan yang bersifat terbuka, sehingga
dapat menuntut kreatifitas siswa dalam menjawab tanpa dibatasi.
2.4.3. Critical thingking and problem solving skill Siswa SMK
Critical thinking atau keterampilan berpikir kritis dapat dikaitkan dengan
cara baru untuk melihat masalah. Berpikir kritis adalah proses mental yang
mengorganisasikan dan memainkan peran dalam proses pengambilan keputusan
untuk memecahkan masalah (Suyanto, 2023). Kemampuan siswa untuk
mengevaluasi ide untuk mendapatkan pengetahuan yang relevan dan melibatkan
evaluasi dalam proses pengambilan keputusan (Nadiyah & Tirtoni, 2023). Siswa
SMK diharapkan tidak hanya memahami materi pelajaran, tetapi juga memiliki
kemampuan dalam berbagai hal yang dapat membantu mereka mengembangkan
kemampuan berpikir kritis. (Zakaria, 2021).
Siswa di sekolah kejuruan perlu memiliki pemahaman yang kuat tentang
berpikir kritis sehingga mereka dapat berhati-hati saat mengevaluasi semua data
yang tersedia dan mengambil kesimpulan mengenai suatu permasalahan. Menurut
Facione dalam Purbonugroho dkk. (2020), terdapat enam indikator pengembangan
berpikir kritis, antara lain: menafsirkan, menganalisis, memecahkan masalah
(Evaluation), menjelaskan (Explanation), menyimpulkan (Inference), dan melihat
27

kembali jawaban yang diberikan (Selfregulasi). Guru di sekolah kejuruan harus


mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan melibatkan siswa secara
langsung guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswanya. Hanya
sebagian kecil siswa yang benar-benar mampu berpikir kritis karena aktivitas
pembelajaran di pembelajaran tradisional masih berkisar pada menghafal tanpa
pemahaman (Nadiyah & Tirtoni, 2023).

2.4.4. Communication skills Siswa SMK


Berbicara, mendengarkan, mengatasi hambatan komunikasi verbal,
menafsirkan isyarat nonverbal dari komunikan, dan mampu menangani masalah
secara damai merupakan semua aspek keterampilan komunikasi (Ratnasari, 2020).
Siswa akan mampu menyampaikan berbagai gagasan yang berkaitan dengan
materi pelajaran, baik secara lisan maupun tertulis, dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran yang dapat memungkinkan siswa memperoleh
keterampilan komunikasi. Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dengan
orang lain juga akan mengungkapkan banyak hal tentang kepribadiannya, antara
lain cara menyapa, cara berbicara, cara bertindak saat mengirim pesan, dan cara
berperilaku (Wilhalminah, 2017). Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi
sangatlah penting. Dalam masyarakat, komunikasi berfungsi sebagai perekat yang
menyatukan individu, kelompok, komunitas, dan organisasi.
Melalui komunikasi, masyarakat dapat lebih memahami satu sama lain,
berkembang sebagai manusia, berbagi pemikiran dan perasaan, menyelesaikan
masalah, bertindak sebagai pengingat akan kebaikan satu sama lain, menyebarkan
pengetahuan, dan memajukan peradaban. Kemampuan komunikasi sangat penting
untuk keberhasilan baik di sekolah maupun di tempat kerja (Safitri et al., 2023).
Siswa di sekolah kejuruan harus mampu memahami dan mengkomunikasikan
sudut pandang yang berbeda untuk menyampaikan gagasan mereka sendiri dan
ide siswa lain. Pengembangan keterampilan komunikasi yang meliputi membaca,
mendengarkan, mengungkapkan gagasan, dan memanfaatkan berbagai sumber
juga penting bagi siswa di lembaga kejuruan (Zakaria, 2021).
2.4.5. Collaboration skills Siswa SMK
Collaboration (kolaborasi) adalah salah satu nilai terpenting abad ke-21
yang mendorong karyawan untuk bekerja secara efektif dan metodis dalam
28

berbagai lingkungan kerja, sadar diri dan saling mendukung dalam mengatasi
hambatan sehingga mencapai tujuan bersama (Raniah, 2018). Seorang pekerja
dengan keterampilan kolaboratif dapat bekerja sama dalam tim, belajar dari dan
mengajar orang lain, dan terlibat dalam percakapan dengan orang lain di luar kelas
(Ridwan, 2019). Selain itu, kerja sama dapat digambarkan sebagai alat yang
fleksibel, efektif, dan dapat diandalkan untuk melaksanakan tugas kerja sama
dengan anggota kelompok lainnya (Taher, 2022). Untuk memungkinkan setiap
karyawan melakukan sosialisasi, keterlibatan, dan tanggap terhadap lingkungan
terdekatnya serta mengelola egonya guna mencapai tujuan bersama, diperlukan
kerangka kolaboratif (Tama, 2018).
Nilai pengembangan dalam pembelajaran yang dilakukan secara bermakna
melalui penyelesaian permasalahan intelektual dalam konteks sosial ditekankan
melalui pembelajaran kolaboratif. Hasilnya, siswa bekerja sama dan memperoleh
manfaat darinya (Zainuddin, 2017). Strategi kolaborasi dapat mengurangi
perselisihan dan menawarkan saran selama diskusi. Untuk mencapai tujuan
bersama, kolaborasi juga dapat menjadi landasan interaksi dan gaya hidup siswa
dalam hal tanggung jawab atas tindakan mereka di kelas dan rasa hormat antar
anggota kelompok (Pattipeilohy, 2020). Keterampilan kolaborasi dapat
ditunjukkan dengan mengajukan berbagai isu yang berkaitan dengan proses
pencapaian tujuan, membuat desain, memutuskan strategi, mencoba menemukan
solusi, dan menyempurnakan rencana (Saenab dkk., 2019). Siswa belajar
bagaimana berkolaborasi ketika mereka berbagi ide.
Berikut ini adalah indokator keterampilan kolaborasi sebagaimana
dikemukakan oleh Fadhilaturrahmi dkk. (2021) dan Pratiwi dkk. (2020): 1)
Mampu bekerjasama dengan anggota kelompok. 2) Terlibat dalam kegiatan
kelompok dan partisipasi. 3. Keseimbangan antara mendengarkan, berbicara, dan
bertindak sebagai pengikut kelompok. 4) Mampu bertindak adaptif dalam
percakapan. 5) Mampu bekerja dalam tim dengan berbagai individu. 6) Mampu
menghargai pandangan orang lain. 7) Tunjukkan kemampuan Anda untuk
mengambil keputusan. 8) Mampu menghargai sudut pandang masing-masing
kelompok.
2.5 Program Keahlian Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP)
29

Program Keahlian Teknik Konstruksi dan Perumahan merupakan nama


baru dari Bisnis Konstruksi dan Properti (BKP). Perubahan ini sesuai dengan
keputusan Kepala badan standar, kurikulum, dan asesmen pendidikan
Kemendikbudristek Nomor 033/H/KR/2022 tentang perubahan atas keputusan
Kepala badan standar, kurikulum, dan asesmen pendidikan Kemendikbudristek
Nomor 008/H/KR/2022 tentang capaian pembelajaran pada pendidikan anak usia
dini, jenjang pendidikan dasar, dan jenjang pendidikan menengah pada
kurikulum merdeka.
K3LH dan budaya kerja industri diterapkan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan bangunan dan perumahan pada program
keterampilan kejuruan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP). Pekerjaan batu,
beton, kusen pintu dan jendela, rangka atap, pekerjaan plafon, pekerjaan
pemipaan, dan pekerjaan finishing semuanya termasuk dalam pekerjaan ini. Selain
itu, Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) juga belajar menghitung biaya
konstruksi dan perumahan, memahami berbagai macam kontrak konstruksi, dan
mengetahui mekanisme pembayaran dalam melaksanakan konstruksi. Profil
pelajar Pancasila dapat diwujudkan oleh pelajar yang telah menguasai bidang ilmu
Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) berkat kurikulum Teknik Konstruksi
dan Perumahan (TKP). terutama kapasitas berpikir mandiri, mandiri, kreatif, dan
bekerja (Kemendikbud, 2022)

2.6. Kerangka Berpikir


Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran akademik yang
beragam, hal ini dibuat agar siswa memiliki cukup waktu untuk mendalami
konsep dan menguatkan kompetensi keahlian. Kurikulum Merdeka
mengutamakan strategi pembelajaran berbasis proyek atau Project Based
Learning (PjBL). Project Based Learning (PjBL) merupakan model pembelajaran
berbasis proyek yang dilakukan oleh guru dan siswa SMK dengan mengobservasi
dan memecahkan permasalahan di dunia nyata sehingga siswa memperoleh
keterampilan baru dengan hasil produk yang nyata. Penerapan model
pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dalam penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan 4C siswa yaitu: 1) Critical thingking atau
keterampilan berpikir kritis, 2) Creatifity atau kreatifitas siswa, 3) Communication
30

atau keterampilan komunikasi siswa, 4) Collaboration atau keterampilan


kolaboratif siswa. Karena siswa akan bekerja sama dalam kelompok untuk
menghasilkan produk yang berkualitas. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

2.7. Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho: Penerapan model pembelajaran Project-based Learning (PjBL) di era
Kurikulum Merdeka tidak efektif dalam meningkatkan keterampilan 4C
siswa.
Ha: Penerapan model pembelajaran Project-based Learning (PjBL) di era
Kurikulum Merdeka efektif dalam meningkatkan keterampilan 4C siswa.

BAB III
METODE PENELITIAN
31

3.1. Jenis dan Desain Penelitian


3.1.1. Jenis Penelitian
Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan bekerja sama. Penelitian tentang
kegiatan pembelajaran di kelas mencakup tindakan yang dilakukan secara
bersamaan dengan materi pelajaran (Machali, 2022). Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) biasanya terdiri dari beberapa siklus atau pengulangan siklus. Menurut
Sumarso (2018), setiap siklus terdiri dari empat tahapan: (1) perencanaan; (2)
pelaksanaan; (3) pengamatan/observasi; dan (4) refleksi. Keempat tahapan ini
berfungsi untuk membentuk siklus, yaitu satu putaran aktivitas yang berulang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penerapan model
pembelajaran PjBL di era kurikulum merdeka dalam meningkatkan keterampilan
siswa kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) di SMKN 1
Sidoarjo. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penerapan model pembelajaran PjBL di era kurikulum merdeka terhadap
keterampilan siswa kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP)
SMKN 1 Sidoarjo. Penelitian ini akan dilakukan berkolaborasi antara peneliti
dengan guru Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo. Peneliti
akan bertindak sebagai pengamat dan guru sebagai pengajar agar memudahkan
peneliti dalam kegiatan observasi.
3.1.2. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas dan memiliki
berbagai tahapan, termasuk serangkaian perencanaan untuk meningkatkan
pembelajaran dengan melakukan penelitian tindakan terhadap isu-isu yang
dihadapi di kelas. Tindakan (act) merupakan suatu kegiatan yang diatur yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, pemahaman, kerjasama tim, dan
lingkungan belajar secara keseluruhan. Tujuan observasi (observe) adalah
mencatat tingkah laku subjek ketika disajikan secara kuantitatif, adaptif, dan
terbuka. Meninjau tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek penelitian dan
didokumentasikan dalam observasi dilakukan melalui refleksi. Sedangkan
penelitian tindakan kelas versi Kemmis dan Mc Taggart digunakan dalam
penelitian ini:
32

Gambar 3.1. Perlakuan Penelitian Tindakan Kelas


versi Kemmis dan Mc Taggart.
Sumber: Dokumentasi Penulis.
Dalam penelitian ini minimal terdapat 2 (dua) siklus, setiap siklus terdiri
dari 4 (empat) fase yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Jika hasil
penelitian telah mencapai kriteria keberhasilan, maka penelitian ini dapat
dihentikan. Apabila belum mencapai kriteria keberhasilan, maka penelitian akan
dilanjutkan pada siklus berikutnya. Keputusan untuk melanjutkan atau
menghentikan penelitian bergantung kepada hasil penelitian yang dicapai pada
tahap refleksi.
Peneliti akan bekerjasama dengan guru pengampu mata pelajaran
Konsentrasi Keahlian (KK) di jurusan TKP. Pelaksanaan tindakan akan dilakukan
oleh guru pengampu mata pelajaran KK. Sedangkan pada tahap observasi dan
refleksi, peneliti akan meminta bantuan guru setara untuk melakukan observasi
dan refleksi. Hasil pada tahap refleksi akan diberikan kepada peneliti untuk
selanjutnya akan dilakukan analisis data.
1) Perencanaan (Planning)
Pada tahap perencanaan, peneliti menyusun rancangan tahapan
tindakan yang akan dilakukan meliputi: apa, mengapa, kapan, dimana, oleh
siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan dilakukan (Machali, 2022).
Menurut Machali (2022) terdapat rincian kegiatan yang dilakukan dalam
perencanaan, diantaranya:
33

i. Mengidentifikasi masalah yang akan diteliti


Permasalahan yang terdapat pada penelitian ini adalah Kurikulum
Merdeka belum diterapkan secara serentak di Indonesia. Selain itu, setiap
siswa menemukan cara belajar yang berbeda, sehingga guru harus
menemukan cara untuk membantu seluruh siswa belajar secara efektif di
era Kurikulum Merdeka. Kehidupan abad 21 menuntut adanya
keterampilan siswa untuk siap menghadapai tantangan yang ada.
Keterampilan tersebut diistilahkan dengan 4C yang merupakan singkatan
dari Critical Thinking, Collaboration, Communication dan Creativity
(Firdaus, 2020). Pada penelitian ini akan lebih fokus kepada
Collaboration skills atau keterampilan kolaborasi.
ii. Menganalisis masalah
Berdasarkan permasalahan di atas serta melihat situasi yang ada,
masih banyak guru yang mencapai tingkat kemampuan mengembangkan
bahan ajar Kurikulum Merdeka dengan skor rendah (77,30%) dan sangat
rendah (15,90%). Serta hanya sedikit guru yang mencapai tingkat
pemahaman tinggi (6,80%) (Fatah et al., 2022).
iii. Merumuskan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penerapan model pembelajaran Project-based
Learning (PjBL) di era Kurikulum Merdeka dalam meningkatkan
keterampilan siswa kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan
Perumahan (TKP) di SMKN 1 Sidoarjo?
2. Seberapa efektif penerapan model pembelajaran Project-based
Learning (PjBL) di era Kurikulum Merdeka terhadap keterampilan 4C
siswa jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1
Sidoarjo?

iv. Merencanakan perbaikan dalam bentuk hipotesis tindakan


Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho: Penerapan model pembelajaran Project-based Learning (PjBL) di
34

era Kurikulum Merdeka tidak efektif dalam meningkatkan


keterampilan 4C siswa.
Ha: Penerapan model pembelajaran Project-based Learning (PjBL) di
era Kurikulum Merdeka efektif dalam meningkatkan keterampilan
4C siswa.
v. Menentukan cara menguji instrumen penelitian
Dalam penelitian ini akan menggunakan uji validitas dan reliabilitas
untuk menguji instrument penelitian. Serta uji normalitas, uji
homogentias, dan uji hipotesis untuk menganalisis data.
vi. Membuat rancangan tindakan
Dalam penelitian ini terdapat dua aspek efektivitas pembelajaran yang
akan diteliti yaitu: 1) Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran;
2) Aktivitas siswa dalam pembelajaran.
2) Tindakan (Acting)
Pelaksanaan tindakan terdiri dari dua kegiatan yaitu mempersiapkan
pelaksanaan, serta melaksanakan tindakan.
i. Mempersiapkan pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini diantaranya:
a. Peneliti bersama guru pengampu mata pelajaran menyusun Alur
Tujuan Pembelajaran (ATP) serta perangkat pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Project-based Learning (PjBL).
b. Menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari: 1) Catatan
lapangan; 2) Lembar observasi guru dan siswa; 3) lembar wawancara
guru dan siswa; 4) Ceklis dokumentasi.
c. Melakukan koordinasi dengan guru pengampu sebagai pelaksana
tindakan dan guru setara untuk melakukan observasi dan refleksi.
ii. Melaksanakan tindakan
Kegiatan ini merupakan pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan sebelumnya. Dalam Takiddin (2020) terdapat beberapa
tahapan pelaksanaan model pembelajaran Project-Based learning (PjBL),
antara lain:
a. Mulai dengan Pertanyaan Penting
35

b. Merencanakan Proyek
c. Menyusun Jadwal
d. Guru Memantau Siswa dan Perkembangan Proyek
e. Penilaian
f. Evaluasi Pengalaman
3) Observasi (Observing)
Observasi dilakukan ketika pelaksanaan tindakan sedang berjalan.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran. Data yang dikumpulkan berupa hasil aktivitas pembelajaran
serta keterampilan 4C siswa. Sedangkan instrumen penelitian yang dipakai
adalah lembar observasi dan wawancara
4) Refleksi (Reflecting)
Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) refleksi meliputi analisis,
sintesis, serta penilaian terhadap hasil pengamatan berdasarkan tindakan
yang telah dilaksanakan. Jika selama proses refleksi masih ditemukan
kekurangan, maka dilakukan pengkajian untuk melakukan perbaikan pada
siklus selanjutnya (Machali, 2022).

3.2. Variabel Penelitian


Variabel penelitian harus ditentukan secara seksama karena merupakan hal
yang penting dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2019) variabel penelitian
merupakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian
ditarik kesimpulannya. Terdapat dua macam variabel dalam penelitian ini yaitu:

3.2.1. Variabel Bebas


Menurut Sugiyono (2019) variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi serta menyebabkan terjadinya perubahan atau timbulnya variabel
terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah efektivitas penerapan Project-
Based learning (PjBL) (X). PjBL merupakan model pembelajaran berbasis proyek
yang dilakukan oleh guru dan siswa SMK dengan mengobservasi dan
memecahkan permasalahan di dunia nyata sehingga siswa memperoleh
keterampilan baru dengan hasil produk yang nyata. Adapun indikator efektivitas
model pembelajaran PjBL pada siswa menurut Murniarti (2017) adalah: a)
36

Meningkatnya motivasi belajar siswa; b) Siswa aktif selama pembelajaran; dan c)


Hasil tugas proyek siswa berkualitas.

3.2.2. Variabel Terikat


Menurut Sugiyono (2019) variabel terikat merupakan variabel yang menjadi
akibat, karena terdapat variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah
Keterampilan 4C siswa (Y). keterampilan 4C siswa merupakan singkatan dari
Critical Thinking, Collaboration, Communication dan Creativity (Firdaus, 2020).
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Menurut Hutami (2021) populasi merupakan sekumpulan orang atau subjek
yang diamati. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas XI
TKP SMKN 1 Sidoarjo. SMKN 1 Sidoarjo merupakan salah satu SMK unggulan
di Jawa Timur dan SMKN 1 Sidoarjo merupakan mitra dari Universitas Negeri
Malang. Serta SMKN 1 Sidoarjo telah mengimplimentasikan Kurikulum Merdeka
dalam pembelajarannya.

3.3.2. Sampel Penelitian


Menurut Hutami (2021) sampel merupakan bagian dari jumlah populasi
yang dianggap mewakili populasi. Sampel dalam penelitian ini merupakan siswa
kelas XI TKP SMKN 1 Sidoarjo tahun pelajaran 2022/2023 yang berjumlah 32
siswa. Karena hanya terdapat 1 kelas pada kelas XI jurusan TKP SMKN 1
Sidoarjo pada tahun ajaran 2022/2023.

3.4. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SMKN 1 Sidoarjo yang berlokasi di Jl.
Monginsidi No. 71, Sidoklumpuk, Sidokumpul, Kec. Sidoarjo, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Pelaksanaan penelitian diperkirakan dilakukan dalam kurun
waktu 2 (dua) bulan pengumpulan data. Setelah pengumpulan data selesai, data
akan diolah meliputi penyajian dalam bentuk skripsi. Berikut merupakan timeline
perkiraan penyusunan skripsi yang dilakukan peneliti:
37

Tabel 1. Timeline penyusunan


Sumber: Dokumentasi Penulis
Keterangan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengajuan topik dan judul penelitian
Penyusunan Bab I-III
Penelitian dan pengumpulan data
Analisis data
Penyusunan Bab IV-VI

3.5. Teknik Pengumpulan Data


3.5.1. Jenis Data
Dalam penelitian ini sumber data diperoleh dari guru dan siswa. Adapun
data yang diambil dalam penelitian ini adalah data penilaian aktivitas
pembelajaran dan keterampilan 4C siswa.
a. Aktivitas Pembelajaran
Sumber data aktivitas pembelajaran berasal dari observasi yang dilakukan
terhadap siswa saat kegiatan pembelajaran berlangsung sebagai bahan analisis
efektivitas pembelajaran. Data aktivitas pembelajaran diperoleh berdasarkan
lembar observasi serta wawancara yang terdapat indikator di dalamnya.
b. Keterampilan 4C siswa
Data keterampilan 4C siswa berasal dari observasi yang dilakukan terhadap
siswa saat kegiatan pembelajaran berlangsung sebagai bahan analisis
meningkatnya keterampilan 4C siswa. Data keterampilan 4C siswa diperoleh
berdasarkan lembar observasi serta wawancara yang terdapat indikator di
dalamnya.
3.5.2. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi Tindakan
Menurut Sugiyono (2017) dengan menggunakan metode observasi maka
data yang didapatkan akan lebih lengkap dan tajam. Untuk mengetahui
efektivitas model pembelajaran PjBL, maka dilakukan observasi oleh peneliti.
Data hasil observasi dicatat dalam lembar observasi menggunakan indikator.
Selain itu, observasi juga digunakan untuk mengetahui peningkatan
38

keterampilan 4C siswa pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan kelompok.


b. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan melibatkan
percakapan tujuannya untuk mencari informasi dari narasumber (Urohmah,
2023). Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada guru
pengampu mata pelajaran serta siswa yang telah menerima materi dengan
model pembelajaran PjBL. Peneliti melakukan persiapan sebelum wawancara
dengan membuat pedoman wawancara yang didalamnya terdapat beberapa
pertanyaan penting yang akan ditanyakan kepada narasumber.
c. Dokumentasi Lapangan
Menurut Sugiyono (dalam Urohmah, 2023) dokumentasi merupakan
catatan peristiwa masa lampau. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar,
maupun karya seseorang. Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini
antara lain: 1) Foto selama pelaksanaan penelitian; 2) Administrasi selama
pelaksanaan penelitian; 3) Instrumen penelitian berupa lembar observasi,
wawancara, serta catatan lapangan.
3.6. Instrumen Penelitian
3.6.1. Lembar Catatam Lapangan
Lembar catatan lapangan digunakan untuk memperoleh data aktivitas
belajar siswa. Penggunaan lembar catatan lapangan ditujukan untuk mencatat
segala kemungkinan kejadian selama proses penelitian berlangsung, baik
berhubungan dengan tindakan spontan yang dilakukan oleh guru maupun siswa.
Penggunaan lembar catatan lapangan dilakukan karena adanya berbagai faktor
yang mempengaruhi proses pembelajaran di kelas, pengelolaan kelas, suasana
kelas, interaksi antara guru dan siswa, maupun adanya kegiatan lainnya yang
hanya dapat diketahui melalui lembar catatan lapangan.
3.6.2. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengamati proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran PjBL. Fungsi lembar observasi adalah sebagai
catatan yang menunjukkan kegiatan apa saja yang harus tercapai selama tindakan
dilakukan, dalam hal ini berarti proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
Hasil dari aspek yang diamati berupa skor dengan nilai 1-4 yang digunakan untuk
39

menilai efektivitas guru ketika mengajar serta aktivitas yang dilakukan siswa
ketika pembelajaran sedang berlangsung. Adapun kisi-kisi lembar observasi
terdapat pada tabel 2:
Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi Guru
Aspek yang Indikator No. Item
Diamati
Kemampuan guru
dalam mengelola 1) Guru menentukan pertanyaan mendasar. 1

pembelajaran 2) Guru mendesain perencanaan proyek.


2
3) Guru menyusun jadwal.
3
4) Guru memonitor siswa dan kemajuan 4
tugas proyek.
5) Guru menguji hasil. 5
6) Guru mengevaluasi pengalaman. 6
40

Tabel 3. Lembar Observasi Siswa


Sumber: Fadhilaturrahmi et al. (2021)
Aspek No
Deskripsi Kegiatan
Keterampilan Item
Menganalisis desain proyek 1
Mengevaluasi risiko pelaksanaan proyek 2
Critical thinking Melakukan penyelidikan teknis terhadap pelaksanaan proyek 3
Mengambil keputusan dengan tepat 4
Mengevaluasi pendapat teman sekelompok secara kritis 5
Mengusulkan ide-ide desain yang unik 6
Mengadopsi teknologi terbaru dalam pelaksanaan proyek 7
Creativity Mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah 8
Mencoba pendekatan baru dalam menyelesaikan masalah 9
Mengembangkan solusi yang ramah lingkungan 10
Mampu mengungkapkan ide dengan jelas 11
Mendengarkan dengan baik saat teman kelompoknya berbicara 12
Melakukan diskusi kelompok 13
Communication Berbagi informasi, ide, dan solusi dari sebuah masalah secara
14
lisan maupun tulisan
Menyeimbangkan dalam hal mencermati dan berbicara, serta
15
menjadi pengikut dalam suatu kelompok
Berperan baik dalam kelompok 16
Menyelesaikan permasalahan kelompok dalam pelaksanaan
17
proyek
Collaboration Berkolaborasi dalam kelompok dengan berbagai macam orang 18
Turut berperan serta dan terlibat aktif dalam kelompok 19
Memperlihatkan perilaku fleksibel dalam berdiskusi.
20

I.6.3. Lembar Wawancara


Wawancara digunakan oleh peneliti untuk mendukung kebenaran data serta
informasi yang sudah didapatkan melalui observasi. Wawancara dilakukan dengan
guru pengampu mata pelajaran dan siswa yang menggunakan model pembelajaran
Project-based learning (PjBL). Mata pelajaran yang digunakan adalah
Konsentrasi Keahlian (KK) elemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Hasil dari
aspek yang diamati berupa skor dengan nilai 1-4 yang digunakan untuk menilai
efektivitas guru ketika mengajar serta aktivitas yang dilakukan siswa ketika
pembelajaran sedang berlangsung. Adapun kisi-kisi lembar wawancara adalah
seperti tabel berikut:
41

Tabel 4. Kisi-kisi Lembar Wawancara Guru


No. Kisi-kisi Pertanyaan No. Item
1. Bagaimana pemahaman guru tentang model pembelajaran 1
PjBL?
2. Apa kendala yang dihadapi guru saat menerapkan model 2
pembelajaran PjBL?
3. Bagaimana antusiasme siswa ketika pelaksanaan 3
pembelajaran?
4. Apakah guru telah mengaitkan materi dengan realitas 4
kehidupan?
5. Apakah guru memberi contoh pemecahan permasalahan 5
dalam kehidupan sehari-hari?
6. Apakah pembelajaran sudah berpusat pada siswa? 6
7. Apakah guru memfasilitasi terjadinya interaksi guru-siswa 7
dan siswa-siswa?
8. Apakah guru menunjukkan sikap terbuka terhadap respons 8
siswa?
9. Bagaimana kemajuan tugas proyek siswa? 9
10. Saran untuk model pembelajaran PjBL 10
42

Tabel 5. Kisi-kisi Lembar Wawancara Siswa


No. Kisi-kisi Pertanyaan No Item
1. Apakah belajar dengan sistem berkelompok sesuai dengan 1
minat siswa?
2. Apakah model pembelajaran PjBL sesuai dengan minat 2
siswa?
3. Apakah setiap siswa berperan aktif dalam kelompok? 3
4. Bagaimana kamu memastikan setiap anggota kelompok 4
terlibat aktif dalam proses pembelajaran dalam model
PjBL secara berkelompok?
5. Apakah siswa melakukan kolaborasi pada saat 5
berkelompok?
6. Apakah siswa merasa nyaman berkolaborasi dan bekerja 6
dengan kelompok?
7. Apa yang menjadi tantangan terbesar saat bekerja dalam 7
kelompok dalam model pembelajaran PjBL?
8. Bagaimana kamu bisa memanfaatkan pengalaman bekerja 8
dalam kelompok dalam model pembelajaran PjBL untuk
masa depanmu?

I.7. Teknik Uji Instrument


3.7.1. Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2016), pengujian validitas data adalah teknik untuk
mengukur tingkat kesesuaian atau relevansi suatu instrumen dalam mengukur
variabel yang dituju, berdasarkan konsep teoritis variabel tersebut. Teknik uji
validitas yang digunakan menggunakan moment pearson dengan program SPSS.
Dalam penelitian ini, suatu indikator akan bernilai valid apabila nilai koefisiennya
0,30.
3.7.2. Uji Reliabilitas
Menurut Hair et al. (2018), reliabilitas adalah sejauh mana instrumen
penelitian atau alat pengukuran menghasilkan hasil yang konsisten dan stabil dari
waktu ke waktu dan di berbagai sampel. Teknik uji reliabilitas yang digunakan
43

nantinya menggunakan rumus alpha cronbach berbentu program SPSS karena


instrument yang digunakan berbentuk angket. Nilai reliabilitas dalam penelitian
ini
menggunakan koefisien 0,6 pada instrumen yang digunakan.
3.8. Teknik Analisis Data
Menurut Sukmadinata (2015), teknik analisis data adalah suatu upaya untuk
mengelompokkan, memilah, serta menyusun seluruh data yang telah terkumpul,
sehingga menjadi informasi yang dapat dimengerti dan diambil manfaatnya.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis
kuantitatif yang diperoleh melalui lembar observasi, serta analisis kualitatif yang
diperoleh melalui lembar wawancara. Pada penelitian ini analisis data yang
dilakukan berupa analisis deskriptif dan analisis inferensial untuk menguji
korelasi antar variabel yang digunakan terhadap hipotesis penelitian yang
diajukan.

3.8.1. Analisis Deskriptif


Menurut Pujiono (2018), analisis deskriptif adalah teknik yang digunakan
untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang data yang telah terkumpul tanpa
adanya inferensi atau generalisasi. Menurut Arikunto (2014), analisis deskriptif
merupakan teknik pengolahan data statistik yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran objektif dari data yang telah terkumpul. Pada penelitian ini, analisis
deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas berkolaborasi siswa ketika
proses pembelajaran yang diperoleh melalui wawancara.
3.8.2. Analisis Inferensial
Menurut Hair et al. (2017), analisis inferensial adalah suatu teknik analisis
data yang digunakan untuk menguji hipotesis atau membuat perkiraan mengenai
populasi berdasarkan data sampel yang telah terkumpul. Analisis inferensial
diambil dari hasil observasi sebagai kontrol utama untuk mengetahui efektivitas
model pembelajaran Project-based learning (PjBL). Uji normalitas dan uji
homogenitas akan digunakan sebelum dilakukan uji hipotesis.
3.8.2.1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengetahui
apakah data yang dianalisis memiliki distribusi normal atau tidak. Menurut
44

Triwibowo (2013), distribusi normal merupakan distribusi data yang simetris atau
berbentuk lonceng. Jika data yang dianalisis memiliki distribusi normal, maka uji
statistik parametrik dapat digunakan untuk analisis data. Namun, jika data tidak
berdistribusi normal, maka uji statistik non-parametrik harus digunakan. Variabel
yang digunakan dalam uji ini adalah efektivitas penerapan Project-Based learning
(PjBL) (X) serta keterampilan 4C siswa (Y). Uji normalitas yang digunakan
berdasar pada Teorema Limit Central (CLT), yang artinya apabila jumlah data
lebih besar atau sama dengan 30 maka dapat dinyatakan normal. Uji normalitas
dilakukan menggunakan aplikasi SPSS versi 25 dengan taraf signifikansi yang
digunakan 0,05 dengan data berdistribusi normal.
3.8.2.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui
apakah dua atau lebih sampel memiliki variansi yang sama atau tidak. Menurut
Nursalam (2018), homogenitas varian diperlukan untuk memastikan bahwa
perbedaan yang diamati antara dua atau lebih kelompok data bukan karena
perbedaan varian yang signifikan. Jika varian antar kelompok berbeda, maka
harus menggunakan uji statistik yang khusus untuk data yang tidak homogen.
Pada penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji-F yang apabila nilai F
hitung lebih kecil daripada F pada taraf signifikan 0,05, maka data dapat
dinyatakan bersifat homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan aplikasi SPSS
versi 25.
3.8.2.3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis adalah metode statistik yang digunakan untuk menguji suatu
asumsi atau hipotesis terhadap data yang diperoleh. Menurut Arikunto (2019),
hipotesis adalah suatu pernyataan yang diasumsikan benar atau salah dan dapat
diuji kebenarannya melalui metode ilmiah. Penelitian ini menggunakan uji-T
untuk melakukan uji hipotesis tersebut. Hipotesis yang diajukan yaitu:
Ho: Penerapan model pembelajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka tidak efektif
dalam meningkatkan keterampilan 4C siswa.
Ha: Penerapan model pembelajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka efektif
dalam meningkatkan keterampilan 4C siswa.
Pengolahan data yang digunakan pada uji hipotesis dengan aplikasi SPSS
45

versi 25 taraf signifikan berpengaruh apabila sig < α (0,05). Apabila taraf
signifikansi < 𝛼 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3.9. Kriteria Keberhasilan


Untuk menilai keberhasilan penelitian ini, terdapat kriteria minimum yang
harus dicapai. Penelitian tindakan kelas ini dapat dikatakan berhasil apabila
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran meningkat. menurut Lan (2014),
keberhasilan penelitian tindakan kelas dapat diukur dengan peningkatan
kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi
pembelajaran. Selain itu, penelitian tindakan kelas ini dapat dikatakan berhasil
apabila keterampilan 4C siswa khususnya keterampilan kolaborasi siswa
meningkat. Namun, apabila hasil analisis dan refleksi menunjukkan belum
tercapai, maka diperlukan adanya rancangan ulang berupa rencana perbaikan yang
nantinya dilakukan pada siklus 2. Banyaknya siklus tergantung pada tercapai atau
tidaknya indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.
46

BAB IV
HASIL ANALISIS
4.1. Deskripsi Siklus
4.1.1 Deskripsi Awal Sebelum Siklus
Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan
Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo yang berjumlah 35 siswa. Kegiatan
observasi sebagai langkah awal penelitian dilakukan pada hari Rabu, 23 Agustus
2023. Observasi dilakukan pada siswa yang sedang mengikuti pembelajaran mata
pelajaran konsentrasi keahlian elemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Wawancara juga dilakukan pada guru mata pelajaran guna menggali informasi
lebih lanjut mengenai kurikulum dan capaian pembelajaran siswa khususnya
jurusan TKP. Wawancara dilakukan dengan kepala jurusan TKP yakni bapak
Achmad Fauzi, S.Pd.
Berdasarkan wawancara dengan kepala jurusan TKP, sebelum pelaksanaan
kegiatan penelitian tindakan kelas, mata pelajaran konsentrasi keahlian TKP
menggunakan kurikulum K-13 revisi. Kurikulum 2013 yang diberlakukan secara
nasional sejak 2016/2017 bukanlah kurikulum 2013, melainkan kurikulum 2013
yang telah direvisi oleh Kemendikbud dan diberi nama kurikulum 2013 revisi atau
K-13 revisi (Elisa, 2021). Adapun perangkat pembelajaran yang digunakan adalah
RPP yang merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu
pertemuan ataupun lebih (Kurniawan, 2022).
Materi atau media pembelajaran pada K-13 revisi menggunakan buku cetak
dan atau pdf. Penilaian pada K-13 revisi memakai penilaian ranah kognitif, ranah
agnetif, dan ranah psikomotorik. Tujuan penilaian ranah kognitif adalah untuk
mengukur penguasaan konsep dasar keilmuan, yaitu ide-ide penting dan prinsip-
prinsip utama dalam materi akademik. Sikap dan nilai yang berfokus pada
penguasaan dan kepemilikan serta keahlian proses atau metode dikenal sebagai
47

domain afektif. Namun, ranah psikomotorik adalah ranah yang mencakup


kemampuan bertindak setelah pengalaman belajar tertentu. (Kurniawan, 2022).

4.1.2 Pelaksanaan Siklus I


a. Perencanaan Tindakan
Tahap perencanaan pada siklus I dilakukan dengan guru kolaborator serta
guru pengampu mata pelajaran pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Perencanaan
tindakan dilakukan sesuai dengan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) serta dengan
menggunakan model pembelajaran PjBL. Peneliti dan guru menyusun serta
mempersiapkan bahan ajar yang hendak digunakan. Selain itu, peneliti juga
menyiapkan lembar observasi untuk guru dan siswa, lembar wawancara, serta
lembar catatan lapangan.
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksananaan Siklus I
No. Hari/Tanggal Waktu Keterangan
Rabu/23 Agustus 07.00 – 11.45 Melakukan observasi serta mempersiapkan
1. 2023 pelaksanaan tindakan bersama guru dan
guru kolaborator
Senin/28 Agustus 07.00 – 11.45 Pelaksanaan tindakan serta observasi.
2. 2023 12.15 – 15.00 Materi pembuatan maket pondasi.

Senin/4 September 07.00 – 11.45 Pelaksanaan tindakan serta observasi.


3.
2023 12.15 – 15.00 Materi pembuatan maket pondasi.
Rabu/6 September 07.00 – 11.45 Refleksi tindakan.
4.
2023

b. Pelaksanaan Tindakan
Materi yang dibahas pada pertemuan kali ini adalah pekerjaan pondasi.
Guru menjelaskan konsep dasar model pembelajaran PjBL kepada siswa. Guru
menjelaskan serta membuat perencanaan proyek pembuatan maket pondasi batu
kali. Siswa terlibat aktif dalam perencanaan proyek pembuatan maket pondasi
48

batu kali. Selanjutnya dibentuk lima kelompok untuk melaksanakan proyek yang
telah direncanakan. Kemudian para siswa berdiskusi serta berkolaborasi untuk
melaksanakan proyek pembuatan maket pondasi batu kali.

Gambar 4.1 Proses pembelajaran siklus I di bengkel jurusan TKP


Suasana kelas terlihat cukup interaktif selama proses pembelajaran. Guru
sering memberikan contoh nyata dalam membuat desain serta pelaksanaan
pembuatan pondasi pada proyek konstruksi perumahan. Siswa terlihat antusias
dan bersemangat saat bekerja pada proyek pembuatan maket pondasi batu kali.
Guru memberikan bimbingan dan dukungan kepada siswa selama proses
pembelajaran. Siswa juga melakukan diskusi reguler dengan guru untuk
mendapatkan umpan balik serta arahan dari guru.

c. Hasil Observasi
Pada saat guru pengampu mata pelajaran elemen pelaksanaan pekerjaan
konstruksi melaksanakan tindakan, peneliti dibantu oleh guru kolaborator
melakukan observasi untuk menilai aktivitas pembelajaran. Total terdapat empat
aspek keterampilan serta 20 item kegiatan siswa yang diobservasi pembelajaran
berlangsung. Hasil observasi aktivitas pembelajaran siswa dalam kegiatan
pembelajaran pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.2:
49

Tabel 4.2 Hasil Observasi Keterampilan 4C Siswa Siklus I


Aspek No
Deskripsi Kegiatan Skor
Keterampilan Item
Menganalisis desain proyek 1 65
Mengevaluasi risiko pelaksanaan proyek 2 67
Critical Melakukan penyelidikan teknis terhadap pelaksanaan
3
thinking proyek 63
Mengambil keputusan dengan tepat 4 67
Mengevaluasi pendapat teman sekelompok secara kritis 5 65
Mengusulkan ide-ide desain yang unik 6 60
Mengadopsi teknologi terbaru dalam pelaksanaan proyek 7 65
Mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan
Creativity 8
masalah 67
Mencoba pendekatan baru dalam menyelesaikan masalah 9 67
Mengembangkan solusi yang ramah lingkungan 10 56
Mampu mengungkapkan ide dengan jelas 11 62
Mendengarkan dengan baik saat teman kelompoknya
12
berbicara 57
Melakukan diskusi kelompok 13 64
Communication
Berbagi informasi, ide, dan solusi dari sebuah masalah
14
secara lisan maupun tulisan 62
Menyeimbangkan dalam hal mencermati dan berbicara,
15
serta menjadi pengikut dalam suatu kelompok 65
Berperan baik dalam kelompok 16 67
Menyelesaikan permasalahan kelompok dalam
17
pelaksanaan proyek 62
Berkolaborasi dalam kelompok dengan berbagai macam
Collaboration 18
orang 65
Turut berperan serta dan terlibat aktif dalam kelompok 19 59
Memperlihatkan perilaku fleksibel dalam berdiskusi.
20
63

Selain itu, peneliti dibantu guru kolaborator juga melakukan observasi


terhadap guru pengampu mata pelajaran elemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi
jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP). Observasi dilakukan untuk
menilai kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran PjBL pada
siklus I. Hasil observasi guru dalam kegiatan pembelajaran pada siklus I dapat
dilihat pada Tabel 4.3:
50

Tabel 4.3 Hasil Observasi Guru Siklus I

No. Aspek yang Dinilai Skor


P. Fauzi B. Wartini P. Hasan
1 Guru menentukan pertanyaan mendasar 4 3 3
2 Guru mendesain perencanaan proyek 4 4 3
3 Guru menyusun jadwal proyek 3 4 3
4 Guru memonitor siswa dan kemajuan tugas proyek 3 3 4
5 Guru menguji hasil 4 4 3
6 Guru mengevaluasi pengalaman siswa 3 4 4
Jumlah perolehan skor 21 22 20
skor akhir 87,50 91,67 83,33

d. Tahap Refleksi
Berdasarkan pengamatan pada siklus I ditemukan beberapa hal yang perlu
diperbaiki antara lain: 1) Kurangnya antusias siswa untuk mengajukan pertanyaan
kritis kepada guru ketika memecahkan permasalahan pada tugas proyek yang
diberikan. 2) Siswa kurang mendengarkan dengan baik saat guru maupun teman
kelompoknya berbicara, karena masih ada beberapa siswa yang sibuk sendiri. 3)
Tidak semua siswa turut berperan serta dan terlibat aktif dalam kelompok, hanya
2-3 siswa yang aktif dalam melaksanakan pekerjaan proyek.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, tindakan yang tepat untuk dilakukan
dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus berikutnya adalah: 1) Guru dan
peneliti memberikan motivasi kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan apabila
siswa merasa tidak paham penjelasan guru selama proses pembelajaran. 2) Guru
berusaha meyakinkan siswa agar lebih peduli terhadap teman kelompoknya ketika
melaksanakan pekerjaan proyek, serta menyarankan siswa untuk meningkatkan
kolaborasi dalam kelompok. 3) Peneliti mengajak guru pengampu mata pelajaran
serta guru kolaborator untuk berdiskusi mengenai penerapan model pembelajaran
PjBL melanjutkan apa yang telah benar dilakukan dan memperbaiki apa yang
belum benar dilakukan serta bisa diterapkan pada siklus kedua.
4.1.3. Pelaksanaan Siklus II
51

a. Perencanaan Tindakan (Revised Plan)


Tahap perencanaan pada siklus II dilakukan dengan guru kolaborator serta
guru pengampu mata pelajaran pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Perencanaan
tindakan dilakukan sesuai dengan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) serta dengan
menggunakan model pembelajaran PjBL. Peneliti dan guru menyusun serta
mempersiapkan bahan ajar yang hendak digunakan. Selain itu, peneliti juga
menyiapkan lembar observasi untuk guru dan siswa, lembar wawancara, serta
lembar catatan lapangan.
Tabel 4.4 Jadwal Pelaksananaan Siklus II
No. Hari/Tanggal Waktu Keterangan
Rabu/6 September 13.00 – 15.00 Mempersiapkan pelaksanaan tindakan
1.
2023 siklus II bersama guru dan guru kolaborator
Senin/11 September 07.00 – 11.45 Pelaksanaan tindakan serta observasi.
2.
2023 12.15 – 15.00 Materi pembuatan profil pondasi.
Rabu/13 September 07.00 – 11.45 Pelaksanaan tindakan serta observasi.
3.
2023 12.15 – 15.00 Materi pembuatan profil pondasi.
Rabu/6 September 07.00 – 13.15 Refleksi tindakan.
4.
2023

b. Pelaksanaan Tindakan
Materi yang dibahas pada pertemuan kali ini adalah pekerjaan pondasi.
Guru menjelaskan konsep dasar model pembelajaran PjBL kepada siswa. Guru
menjelaskan serta membuat perencanaan proyek pembuatan profil pondasi batu
kali. Siswa terlibat aktif dalam perencanaan proyek pembuatan profil pondasi batu
kali. Selanjutnya dibentuk lima kelompok untuk melaksanakan proyek yang telah
direncanakan. Kemudian para siswa berdiskusi serta berkolaborasi untuk
melaksanakan proyek pembuatan maket pondasi batu kali.
52

Gambar 4.2 Proses pembelajaran siklus II di bengkel jurusan TKP


Suasana kelas terlihat cukup interaktif selama proses pembelajaran. Guru
sering memberikan contoh nyata dalam membuat desain serta pelaksanaan
pembuatan pondasi pada proyek konstruksi perumahan. Siswa terlihat antusias
dan bersemangat saat bekerja pada proyek pembuatan maket pondasi batu kali.
Guru memberikan bimbingan dan dukungan kepada siswa selama proses
pembelajaran. Siswa juga melakukan diskusi reguler dengan guru untuk
mendapatkan umpan balik serta arahan dari guru.

c. Hasil Observasi
Pada saat guru pengampu mata pelajaran elemen pelaksanaan pekerjaan
konstruksi melaksanakan tindakan, peneliti dibantu oleh guru kolaborator
melakukan observasi untuk menilai aktivitas pembelajaran. Total terdapat empat
aspek keterampilan serta 20 item kegiatan siswa yang diobservasi pembelajaran
berlangsung. Hasil observasi aktivitas pembelajaran siswa dan hasil observasi
guru dalam kegiatan pembelajaran pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
53

Tabel 4.5 Hasil Observasi Keterampilan 4C Siswa Siklus II


Aspek No
Deskripsi Kegiatan Skor
Keterampilan Item
Menganalisis desain proyek 1 72
Mengevaluasi risiko pelaksanaan proyek 2 77
Critical Melakukan penyelidikan teknis terhadap pelaksanaan
3
thinking proyek 73
Mengambil keputusan dengan tepat 4 83
Mengevaluasi pendapat teman sekelompok secara kritis 5 81
Mengusulkan ide-ide desain yang unik 6 75
Mengadopsi teknologi terbaru dalam pelaksanaan proyek 7 82
Mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan
Creativity 8
masalah 76
Mencoba pendekatan baru dalam menyelesaikan masalah 9 79
Mengembangkan solusi yang ramah lingkungan 10 72
Mampu mengungkapkan ide dengan jelas 11 71
Mendengarkan dengan baik saat teman kelompoknya
12
berbicara 74
Melakukan diskusi kelompok 13 81
Communication
Berbagi informasi, ide, dan solusi dari sebuah masalah
14
secara lisan maupun tulisan 72
Menyeimbangkan dalam hal mencermati dan berbicara,
15
serta menjadi pengikut dalam suatu kelompok 86
Berperan baik dalam kelompok 16 77
Menyelesaikan permasalahan kelompok dalam
17
pelaksanaan proyek 79
Berkolaborasi dalam kelompok dengan berbagai macam
Collaboration 18
orang 77
Turut berperan serta dan terlibat aktif dalam kelompok 19 80
Memperlihatkan perilaku fleksibel dalam berdiskusi.
20
76

Selain itu, peneliti dibantu guru kolaborator juga melakukan observasi


terhadap guru pengampu mata pelajaran elemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi
jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP). Observasi dilakukan untuk
menilai kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran PjBL pada
siklus II. Hasil observasi guru dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II dapat
dilihat pada Tabel 4.6:
54

Tabel 4.6 Hasil Observasi Guru Siklus II

No. Aspek yang Dinilai Skor


P. Fauzi B. Wartini P. Hasan
1 Guru menentukan pertanyaan mendasar 4 4 3
2 Guru mendesain perencanaan proyek 4 4 4
3 Guru menyusun jadwal proyek 4 4 3
4 Guru memonitor siswa dan kemajuan tugas proyek 3 3 4
5 Guru menguji hasil 4 4 3
6 Guru mengevaluasi pengalaman siswa 3 4 4
Jumlah perolehan skor 22 23 21
skor akhir 91,67 95,83 87,50

d. Tahap Refleksi
Berdasarkan pengamatan pada siklus II, terdapat beberapa hal yang telah
diperbaiki antara lain: 1) Bertambahnya antusias siswa untuk mengajukan
pertanyaan kritis kepada guru ketika memecahkan permasalahan pada tugas
proyek yang diberikan. 2) Siswa lebih mendengarkan dengan baik saat guru
maupun teman kelompoknya berbicara. 3) Lebih banyak siswa yang turut
berperan dan terlibat aktif dalam kelompok, sehingga pekerjaan proyek kelompok
lebih cepat selesai.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, terdapat beberapa tindakan yang
dilakukan guru sehingga dapat meningkatkan hasil keterampilan 4C siswa, antara
lain: 1) Guru telah memberikan motivasi kepada siswa untuk mengajukan
pertanyaan apabila siswa merasa tidak paham penjelasan guru selama proses
pembelajaran. 2) Guru telah berusaha meyakinkan siswa agar lebih peduli
terhadap teman kelompoknya ketika melaksanakan pekerjaan proyek, serta
menyarankan siswa untuk meningkatkan kolaborasi dalam kelompok Karena hasil
observasi siswa dan guru menunjukkan peningkatan, maka dapat dinyatakan
pelaksanaan siklus II berhasil serta siklus penelitian ini dapat dihentikan.
4.2. Lembar Observasi Siswa
4.2.1. Statistik Deskriptif Data Keterampilan 4C Siswa
Data diperoleh melalui metode observasi kemudian diolah menggunakan
aplikasi software IBM SPSS 25.0 for Windows untuk mendapatkan deskripsi data
yang terdapat pada Tabel 4.7:
55

Tabel 4.7. Data Deskriptif Keterampilan Critical Thinking Siswa Siklus I dan
Siklus II
Descriptives
Std.
Statistic Error
Critical_Thinking1 Mean 66.00 1.226
Median 65.00
Std. Deviation 7.256
Minimum 50
Maximum 80
Critical_Thinking2 Mean 77.43 1.236
Median 75.00
Std. Deviation 7.314
Minimum 65
Maximum 95

Berdasarkan Tabel 4.7, analisis deskriptif variabel keterampilan critical


thinking yang diperoleh melalui observasi siswa pada mata pelajaran pelaksanaan
pekerjaan konstruksi pada siklus I menunjukkan sebanyak 35 siswa mendapatkan
skor rata-rata 66.00, median 65, modus 65. Nilai minimal yang didapatkan siswa
adalah 50. Sedangkan nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 80. Adapun
pada siklus II menunjukkan sebanyak 35 siswa mendapatkan skor rata-rata 77.43,
median 75, modus 75. Nilai minimal yang didapatkan siswa adalah 65. Sedangkan
nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 95.
Tabel 4.8. Data Deskriptif Keterampilan Creativity Siswa Siklus I dan Siklus II
Descriptives
Creativity1 Mean 63.14 .941
Median 60.00
Std. Deviation 5.569
Minimum 55
Maximum 75
Creativity2 Mean 77.29 1.052
Median 80.00
Std. Deviation 6.224
Minimum 60
Maximum 90
56

Berdasarkan Tabel 4.8, analisis deskriptif variabel keterampilan creativity


yang diperoleh melalui observasi siswa pada mata pelajaran pelaksanaan
pekerjaan konstruksi pada siklus I menunjukkan sebanyak 35 siswa mendapatkan
skor rata-rata 63.14, median 60, modus 60. Nilai minimal yang didapatkan siswa
adalah 55. Sedangkan nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 75. Adapun
pada siklus II menunjukkan sebanyak 35 siswa mendapatkan skor rata-rata 77.89,
median 80, modus 80. Nilai minimal yang didapatkan siswa adalah 60. Sedangkan
nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 90.

Tabel 4.9. Data Deskriptif Keterampilan Communication Siswa Siklus I dan


Siklus II
Descriptives
Communication1 Mean 62.43 1.072
Median 60.00
Std. Deviation 6.344
Minimum 50
Maximum 80
Communication2 Mean 77.29 .990
Median 75.00
Std. Deviation 5.859
Minimum 65
Maximum 85

Berdasarkan Tabel 4.9, analisis deskriptif variabel keterampilan critical


thinking yang diperoleh melalui observasi siswa pada mata pelajaran pelaksanaan
pekerjaan konstruksi pada siklus I menunjukkan sebanyak 35 siswa dengan skor
rata-rata 62.43, median 60, modus 60. Nilai minimal yang didapatkan siswa
adalah 50. Sedangkan nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 80. Adapun
pada siklus II menunjukkan sebanyak 35 siswa mendapatkan skor rata-rata 77.29,
median 75, modus 75. Nilai minimal yang didapatkan siswa adalah 65. Sedangkan
nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 85.

Tabel 4.10. Data Deskriptif Keterampilan Collaboration Siswa Siklus I dan


Siklus II
57

Descriptives
Collaboration1 Mean 63.71 1.334
Median 65.00
Std. Deviation 7.891
Minimum 40
Maximum 80
Collaboration2 Mean 78.00 .850
Median 75.00
Std. Deviation 5.029
Minimum 70
Maximum 90

Berdasarkan Tabel 4.10, analisis deskriptif variabel keterampilan critical


thinking yang diperoleh melalui observasi siswa pada mata pelajaran pelaksanaan
pekerjaan konstruksi pada siklus I menunjukkan sebanyak 35 siswa dengan skor
rata-rata 63.71, median 65, modus 65. Nilai minimal yang didapatkan siswa
adalah 40. Sedangkan nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 80. Adapun
pada siklus II menunjukkan sebanyak 35 siswa mendapatkan skor rata-rata 78,
median 75, modus 75. Nilai minimal yang didapatkan siswa adalah 70. Sedangkan
nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 90.
4.2.2. Uji Normalitas Data Keterampilan 4C Siswa
Uji normalitas dilakukan menggunakan aplikasi software IBM SPSS 25.0
for Windows dengan pengambilan keputusan nilai sig. > 0.05 (Triwibowo, 2013),
maka data yang diuji terdistribusi normal. Data yang digunakan adalah data pada
siklus I dan siklus II dengan pengujian Kolmogorov-Smirnova dan Shapiro-Wilk.
Tabel 4.11. Uji Normalitas Data Keterampilan 4C Siswa Siklus I dan Siklus II
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
D
Statistic df Sig. Statistic f Sig.
Y1 .165 35 .017 .961 35 .243
Y2 .153 35 .038 .953 35 .139

Berdasarkan Tabel 4.11 didapati kolom Sig. Kolmogorov-Smirnova pada


siklus I (Y1) menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.017. Sedangkan kolom Sig.
Shapiro-Wilk pada siklus I (Y1) menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.243.
58

Nilai tersebut > 0.05 yang berarti data terdistribusi normal. Adapun pada siklus II
didapati kolom Sig. Kolmogorov-Smirnova pada siklus II (Y2) menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0.038. Sedangkan kolom Sig. Shapiro-Wilk pada siklus II
(Y2) menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.139. Nilai tersebut > 0.05 yang
berarti data terdistribusi normal.
4.2.3. Uji Homogenitas Data Keterampilan 4C Siswa
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data bersifat
homogen atau tidak. Data yang digunakan merupakan data dari siklus I dan siklus
II dengan pengujian One-Way Anova. Uji homogenitas yang dilakukan
menggunakan software IBS SPSS Statistics 25.0 for Windows dengan
pengambilan keputusan nilai sig. > 0.05 (Nursalam, 2018), maka data yang diuji
bersifat homogen.
Tabel 4.12. Uji Homogenitas Data Keterampilan 4C Siswa
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Hasil Keterampilan
4C Siswa Based on Mean .244 1 68 .623
Based on Median .197 1 68 .658
Based on Median
and with adjusted
df .197 1 67.802 .658
Based on trimmed
mean .272 1 68 .604

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui nilai signifikansi (Sig.) variabel


Keterampilan 4C Siswa pada siklus I dan siklus II adalah sebesar 0.623. karena
nilai Sig. 0.623 >0.05, maka sebagaimana dalam dasar pengambilan keputusan uji
homogenitas di atas, dapat disimpulkan bahwa varians data Keterampilan 4C
siswa pada siklus I dan siklus II adalah sama atau homogen.
4.2.4. Uji T Data Keterampilan 4C Siswa
Untuk membandingkan selisih dua mean dari dua sampel yang berpasangan
dengan asumsi data berdistribusi normal, uji sampel berpasangan T-test
digunakan.
59

Uji berpasangan T-Test dilakukan menggunakan software IBS SPSS


Statistics 25.0 for Windows dengan pengambilan keputusan nilai sig. < 0.05, maka
Ho ditolak dan Ha diterima.
Tabel 4.13. Uji T Statistik Data Keterampilan 4C Siswa
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Critical_Thinking1 66.00 35 7.256 1.226
Critical_Thinking2 77.43 35 7.314 1.236
Pair 2 Creativity1 63.14 35 5.569 .941
Creativity2 77.29 35 6.224 1.052
Pair 3 Communication1 62.43 35 6.344 1.072
Communication2 77.29 35 5.859 .990
Pair 4 Collaboration1 63.71 35 7.891 1.334
Collaboration2 78.00 35 5.029 .850

Pada Tabel 4.13 didapati bahwa nilai rata-rata atau Mean keterampilan
critical thinking pada siklus I sebesar 66.00. Sedangkan pada siklus II diperoleh
nilai rata-rata 77.43. Adapun nilai rata-rata atau Mean keterampilan creativity
pada siklus I sebesar 63.14. Sedangkan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata
77.29. Nilai rata-rata atau Mean keterampilan communication pada siklus I
sebesar 62.43. Sedangkan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 77.29. Nilai rata-
rata atau Mean keterampilan collaboration pada siklus I sebesar 63.71. Sedangkan
pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 78.00. Karena nilai rata-rata Keterampilan
4C Siswa pada siklus I < siklus II, maka secara deskriptif terdapat perbedaan rata-
rata Keterampilan 4C Siswa pada siklus I dan siklus II.

Tabel 4.14. Uji T Paired Data Keterampilan 4C Siswa


60

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Difference
Error Sig.
Std. Mea (2-
Mean Deviation n Lower Upper t df tailed)
CT1 - 3
Pair 1 CT2 -11.429 8.364 1.414 -14.302 -8.555 -8.084 4 .000
Cre1 - 3
Pair 2 Cre2 -14.143 9.114 1.541 -17.274 -11.012 -9.180 4 .000
Com1 - 3
Pair 3 Com2 -14.857 7.620 1.288 -17.475 -12.240 -11.535 4 .000
Collab1
- 3
Pair 4 Collab2 -14.286 8.057 1.362 -17.053 -11.518 -10.490 4 .000

Berdasarkan Tabel 4.14 di atas, dapat diketahui nilai Sig. (2-tailed) adalah
sebesar 0.000 < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara keterampilan 4C Siswa
pada siklus I dan siklus II. Hal ini berarti Penerapan model pembelajaran PjBL di
era Kurikulum Merdeka efektif dalam meningkatkan keterampilan 4C siswa.
4.3. Lembar Observasi Guru
4.3.1. Statistik Deskriptif Data Observasi Guru
Data yang diperoleh melalui hasil observasi akan diolah menggunakan
aplikasi software IBS SPSS 25.0 for Windows untuk mendapatkan deskripsi data
yang terdapat pada Tabel 4.8:

Tabel 4.15. Data Deskriptif Observasi Guru dalam Penerapan PjBL Siklus I dan
Siklus II
61

Descriptives
Statistic Std. Error
Guru_1 Mean 87.33 2.603
Median 87.00
Std. Deviation 4.509
Minimum 83
Maximum 92
Guru_2 Mean 91.33 2.333
Median 92.00
Variance 16.333
Std. Deviation 4.041
Minimum 87
Maximum 95

Berdasarkan Tabel 4.15, analisis deskriptif variabel kemampuan guru dalam


penerapan model pembelajaran PjBL yang diperoleh melalui observasi guru pada
mata pelajaran pelaksanaan pekerjaan konstruksi pada siklus I menunjukkan
sebanyak 3 guru mendapatkan skor rata-rata 87.33, median 87. Nilai minimal
yang didapatkan guru adalah 83. Sedangkan nilai maksimal yang didapatkan guru
adalah 92. Adapun pada siklus II menunjukkan sebanyak 3 guru mendapatkan
skor rata-rata 91.33, median 92. Nilai minimal yang didapatkan guru adalah 87.
Sedangkan nilai maksimal yang didapatkan guru adalah 95.

4.2.2. Uji Normalitas Data Observasi Guru


Uji normalitas dilakukan menggunakan aplikasi software IBM SPSS 25.0
for Windows dengan pengambilan keputusan nilai sig. > 0.05 (Triwibowo, 2013),
maka data yang diuji terdistribusi normal. Data yang digunakan adalah data pada
siklus I dan siklus II dengan pengujian Shapiro-Wilk.
Tabel 4.16. Uji Normalitas Data Observasi Guru dalam Penerapan PjBL Siklus I
dan Siklus II
Tests of Normality
Shapiro-
Wilk
Statisti Sig
c Df .
.87
Guru_1 .996 3 8
.72
Guru_2 .980 3 6
62

Berdasarkan Tabel 4.16, kolom Sig. Shapiro-Wilk pada siklus I


menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.878. Nilai tersebut > 0.05 yang berarti
data terdistribusi normal. Sedangkan kolom Sig. Shapiro-Wilk pada siklus II
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.726. Nilai tersebut > 0.05 yang berarti
data terdistribusi normal.
4.2.3. Uji T Data Observasi Guru
Untuk membandingkan selisih dua mean dari dua sampel yang berpasangan
dengan asumsi data berdistribusi normal, uji sampel berpasangan T-test
digunakan. Uji Paired Sample T-Test dilakukan menggunakan software IBS SPSS
Statistics 25.0 for Windows dengan pengambilan keputusan nilai sig. < 0.05, maka
Ho ditolak dan Ha diterima.
Tabel 4.17. Uji T Statistik Data Observasi Guru dalam Penerapan PjBL Siklus I
dan Siklus II
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Guru_1 87.33 3 4.509 2.603
Guru_2 91.33 3 4.041 2.333

Pada Tabel 4.17 didapati bahwa nilai rata-rata atau Mean pada siklus I
sebesar 87.33. Sedangkan pada siklus II didapati nilai sebesar 91.33. Karena nilai
rata-rata kemampuan guru dalam penerapan model pembelajaran PjBL pada siklus
I < siklus II, maka secara deskriptif terdapat perbedaan rata-rata kemampuan guru
dalam penerapan model pembelajaran PjBL)pada siklus I dan siklus II.
Tabel. 4.18. Uji T Paired Data Observasi Guru dalam Penerapan PjBL Siklus I
dan Siklus II
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. 95% Confidence Sig. (2-
Std. Error Interval of the t df tailed)
Deviation Mean Difference
Lower Upper
Pair Guru_1 -
1 Guru_2 -4.000 1.000 .577 -6.484 -1.516 -6.928 2 .020
63

Berdasarkan Tabel 4.18, dapat diketahui nilai Sig. (2-tailed) adalah sebesar
0.02 < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara kemampuan guru dalam penerapan
model pembelajaran PjBL pada siklus I dan siklus II. Hal ini berarti Penerapan
model pembelajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka efektif dalam meningkatkan
keterampilan 4C siswa.
64

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Keterlaksanaan Penerapan PjBL di Era Kurikulum Merdeka
Pada penelitian ini, peneliti melakukan penerapan model pembelajaran PjBL
di era kurikulum merdeka pada siswa kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan
Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo. Peneliti menggunakan model pembelajaran
PjBL karena Kurikulum Merdeka mengutamakan model pembelajaran berbasis
proyek atau PjBL (Kemendikbud, 2022). Model pembelajaran PjBL cocok
diterapkan dalam kurikulum merdeka untuk menyelesaikan masalah yang
melibatkan kerja proyek (Nadiyah & Tirtoni, 2023). Model pembelajaran PjBL
cocok diterapkan di SMK untuk proses pembelajaran, antara lain: 1) Dapat
meningkatkan motivasi siswa saat pembelajaran; 2) Meningkatkan skill
komunikasi, kolaborasi, dan pemecah masalah siswa. 3) Memberikan pengalaman
nyata kepada siswa melalui pembelajaran dan praktik, terutama dalam hal
organisasi proyek (Larasati, 2022).
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Secara
umum, PTK terdiri dari beberapa siklus atau pengulangan dari siklus. Setiap
setiap siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan,
(3) pengamatan/observasi; dan (4) refleksi. Keempat tahapan tersebut merupakan
unsur yang membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun
(Sumarso, 2018). Dalam Takiddin (2020) terdapat beberapa tahapan pelaksanaan
model pembelajaran PjBL, antara lain: 1) Mulai dengan Pertanyaan Penting; 2)
Merencanakan Proyek; 3) Menyusun Jadwal; 4) Guru Memantau Perkembangan
Proyek; 5) Penilaian; 6) Evaluasi Pengalaman. Model pembelajaran PjBL
memberikan aktifitas belajar yang kompleks bagi siswa seperti berkolaborasi
dengan teman kelompok, menganalisa, menyusun jadwal, menyelesaikan
permasalahan, dan menyampaikan hasil proyek yang akan melatihkan siswa
dalam pengembangan keterampilan 4C siswa (Chandra & Siskawati, 2021).
5.1.1 Keterampilan 4C Siswa
Kehidupan abad 21 menuntut adanya keterampilan siswa untuk siap
menghadapai tantangan yang ada. Keterampilan tersebut diistilahkan dengan 4C
yang merupakan singkatan dari Critical Thinking, Creativity, Communication, dan
65

Collaboration (Firdaus, 2020). Model pembelajaran PjBL tepat digunakan di era


kurikulum merdeka karena memiliki manfaat untuk meningkatkan kemampuan
4C siswa (Mujiburrahman dkk., 2022). Hasil peningkatan keterampilan 4C siswa
kelas XI jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo
dapat dilihat pada data grafik dalam Gambar 5.1 berikut:

Peningkatan Keterampilan 4C Siswa


85.00
75.00
65.00
55.00
45.00
35.00
25.00
15.00
5.00
Critical thinking Creativity Communication Collaboration

Siklus I 66 63.1428571428571 62.4285714285714 63.7142857142857

Siklus II 77.4285714285714 77.2857142857143 77.2857142857143 78

Siklus I Siklus II

Gambar 5.1 Grafik Peningkatan Keterampilan 4C Siswa


Berdasarkan data grafik pada gambar, dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan yang signifikan dalam keterampilan 4C siswa setelah menerapkan
model pembelajaran PjBL dari siklus I ke siklus II. Berikut adalah interpretasi
peningkatan keterampilan 4C siswa: Critical thinking: Pada siklus I, nilai
keterampilan berpikir kritis adalah 66,00, yang meningkat menjadi 77,43 pada
siklus II. Creativity: Pada siklus I, nilai kreativitas siswa adalah 63,14, yang
meningkat menjadi 77,29 pada siklus II. Communication: Keterampilan
komunikasi siswa juga mengalami peningkatan yang signifikan. Pada siklus I,
nilai keterampilan komunikasi adalah 62,43, yang meningkat menjadi 77,29 pada
siklus II. Collaboration: Pada siklus I, nilai keterampilan berkolaborasi siswa
adalah 63,71, yang meningkat menjadi 78 pada siklus II. Hal ini menunjukkan
bahwa PjBL dapat mengembangkan keterampilan 4C siswa karena memberikan
aktivitas pembelajaran yang beragam bagi siswa seperti menganalisa, menyusun
jadwal, menyelesaikan masalah, berkolaborasi dengan teman kelompok, serta
menyampaikan hasil proyek (Triana, 2020).
66

5.1.2 Critical Thinking Skill Siswa


Pada aspek keterampilan critical thinking siswa yang diamati terdapat
beberapa indikator antara lain: 1) Menganalisis desain proyek; 2) Mengevaluasi
risiko pelaksanaan proyek; 3) Melakukan penyelidikan teknis terhadap
pelaksanaan proyek; 4) Mengambil keputusan dengan tepat; 5) Mengevaluasi
pendapat teman sekelompok secara kritis. Grafik peningkatan keterampilan
critical thinking siswa antar siklus dapat dilihat pada Gambar 5.2 sebagai berikut:

Peningkatan Keterampilan Critical Thinking Siswa


85.00
75.00
65.00
55.00
45.00
35.00
25.00
15.00
5.00
indikator 1 indikator 2 indikator 3 indikator 4 indikator 5
Siklus I 66.4285714285 67.1428571428 63.5714285714 67.1428571428 65.7142857142
714 571 286 571 857
Siklus II 72.1428571428 77.1428571428 73.5714285714 83.5714285714 80.7142857142
571 572 286 286 857

Siklus I Siklus II

Gambar 5.2 Grafik Peningkatan Keterampilan Critical Thinking Siswa


Berikut ini adalah perbandingan nilai-nilai indikator keterampilan critical
thinking antara siklus I dan siklus II: Indikator 1 naik dari 66,43 ke 72,14;
Indikator 2 naik dari 67,14 ke 77,14; Indikator 3 naik dari 63,57 ke 73,57;
Indikator 4 naik dari 67,14 ke 83,57; Indikator 5 naik dari 65,71 ke 80,71.
Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat
peningkatan keterampilan critical thinking siswa dalam semua indikator selama
periode waktu antara siklus I dan siklus II. Hal ini menunjukkan bahwasannya
siswa SMK dapat berpikir lebih tinggi tidak hanya sekedar mengetahui materi
pembelajaran akan tetapi siswa SMK juga memiliki keterampilan berpikir kritis
(Zakaria, 2021). Setiap siswa SMK dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis
karena siswa yang mampu berpikir kritis akan dapat mengendalikan dirinya,
berpikir logis, serta menyelasaikan masalah dalam pelaksanaan proyek (Polli
dkk., 2022).
67

5.1.3 Creativity Skill Siswa


Pada aspek keterampilan creativity siswa yang diamati terdapat beberapa
indikator antara lain: 1) Mengusulkan ide-ide desain yang unik; 2) Mengadopsi
teknologi terbaru dalam pelaksanaan proyek; 3) Mampu merancang suatu cara
untuk menyelesaikan masalah; 4) Mencoba pendekatan baru dalam menyelesaikan
masalah; 5) Mengembangkan solusi yang ramah lingkungan. Grafik peningkatan
keterampilan creativity siswa antar siklus dapat dilihat pada Gambar 5.3 sebagai
berikut:

Peningkatan Keterampilan Creativity Siswa


85.00
75.00
65.00
55.00
45.00
35.00
25.00
15.00
5.00
indikator 1 indikator 2 indikator 3 indikator 4 indikator 5
Siklus I 60 65 67.1428571428 67.1428571428 56.4285714285
571 571 714
Siklus II 75.7142857142 82.1428571428 76.4285714285 79.2857142857 72.8571428571
857 571 714 143 429

Siklus I Siklus II

Gambar 5.3 Grafik Peningkatan Keterampilan Creativity Siswa


Berikut ini adalah perbandingan nilai-nilai indikator keterampilan creativity
antara siklus I dan siklus II: Indikator 1 naik dari 60,00 ke 75,71; Indikator 2 naik
dari 65,00 ke 82,14; Indikator 3 naik dari 67,14 ke 76,43; Indikator 4 naik dari
67,14 ke 79,29; Indikator 5 naik dari 56,43 ke 72,86. Berdasarkan perbandingan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan creativity
siswa dalam semua indikator selama periode waktu antara siklus I dan siklus II.
Hal ini menunjukkan bagaimana siswa SMK dapat menciptakan ide atau konsep
baru dengan menggunakan keterampilan yang dimilikinya dan kemudian
memanfaatkan keterampilan tersebut untuk mengkomunikasikan ide tersebut
kepada orang lain secara jujur dan terbuka (Zakaria, 2021).
68

5.1.4 Communication Skill Siswa


Pada aspek keterampilan communication siswa yang diamati terdapat
beberapa indikator antara lain: 1) Mampu mengungkapkan ide dengan jelas; 2)
Mendengarkan dengan baik saat teman kelompoknya berbicara; 3) Melakukan
diskusi kelompok; 4) Berbagi informasi, ide, dan solusi dari sebuah masalah
secara lisan maupun tulisan; 5) Menyeimbangkan dalam hal mencermati dan
berbicara, serta menjadi pengikut dalam suatu kelompok. Grafik peningkatan
keterampilan communication siswa antar siklus dapat dilihat pada Gambar 5.4
sebagai berikut:

Peningkatan Keterampilan Communication Siswa


95.00
85.00
75.00
65.00
55.00
45.00
35.00
25.00
15.00
5.00
indikator 1 indikator 2 indikator 3 indikator 4 indikator 5
Siklus I 62.1428571428 57.8571428571 64.2857142857 62.8571428571 65
571 429 143 429
Siklus II 71.4285714285 74.2857142857 81.4285714285 72.8571428571 86.4285714285
714 143 714 429 714

Siklus I Siklus II

Gambar 5.4 Grafik Peningkatan Keterampilan Communication Siswa


Berikut ini adalah perbandingan nilai-nilai indikator keterampilan
communication antara siklus I dan siklus II: Indikator 1 naik dari 62,14 ke 71,43;
Indikator 2 naik dari 57,86 ke 74,29; Indikator 3 naik dari 64,29 ke 81,43;
Indikator 4 naik dari 62,86 ke 72,86; Indikator 5 naik dari 65,00 ke 86,43.
Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat
peningkatan keterampilan communication siswa dalam semua indikator selama
periode waktu antara siklus I dan siklus II. Hal ini menunjukkan bagaimana siswa
sekolah kejuruan dapat mengkomunikasikan ide-ide dari pikiran mereka sendiri
dan siswa lain dengan menerima dan mengekspresikan perspektif. Selain itu,
siswa di sekolah kejuruan mampu berkomunikasi melalui membaca,
mendengarkan, mengungkapkan sudut pandang, dan menggunakan berbagai
69

sumber (Zakaria, 2021). Keterampilan komunikasi penting dikuasai siswa SMK


karena lulusan siswa SMK dituntut memiliki keterampilan dalam berkomunikasi
(Putra dkk., 2020). Keterampilan komunikasi sangat diperlukan untuk menggapai
keberhasilan dalam belajar ataupun dalam dunia kerja (Safitri dkk., 2023).
5.1.5 Collaboration Skill Siswa
Pada aspek keterampilan collaboration siswa yang diamati terdapat
beberapa indikator antara lain: 1) Berperan baik dalam kelompok; 2)
Menyelesaikan permasalahan kelompok dalam pelaksanaan proyek; 3)
Berkolaborasi dalam kelompok dengan berbagai macam orang; 4) Turut berperan
serta dan terlibat aktif dalam kelompok; 5) Memperlihatkan perilaku fleksibel
dalam berdiskusi. Grafik peningkatan keterampilan collaboration siswa antar
siklus dapat dilihat pada Gambar 5.5 sebagai berikut:

Peningkatan Keterampilan Collaboration Siswa


85.00
75.00
65.00
55.00
45.00
35.00
25.00
15.00
5.00
indikator 1 indikator 2 indikator 3 indikator 4 indikator 5
Siklus I 67.8571428571 62.8571428571 65 59.2857142857 63.5714285714
429 429 143 286
Siklus II 77.8571428571 79.2857142857 77.1428571428 79.2857142857 76.4285714285
429 143 572 143 714

Siklus I Siklus II

Gambar 5.5 Grafik Peningkatan Keterampilan Collaboration Siswa


Berikut ini adalah perbandingan nilai-nilai indikator keterampilan
collaboration antara siklus I dan siklus II: Indikator 1 naik dari 67,86 ke 77,86;
Indikator 2 naik dari 62,86 ke 79,29; Indikator 3 naik dari 65,00 ke 77,14;
Indikator 4 naik dari 59,29 ke 79,29; Indikator 5 naik dari 63,57 ke 76,43.
Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat
peningkatan keterampilan collaboration siswa dalam semua indikator selama
periode waktu antara siklus I dan siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
SMK dapat meningkatkan keterampilan kolaborasi, tingginya keterampilan
70

berkolaborasi akan mempersiapkan siswa dalam proses bekerja sama dengan


berbagai kelompok dalam sebuah perusahaan (Wijaya dkk., 2016). Keterampilan
kolaborasi diperlukan agar setiap siswa bisa melakukan sosialisasi, peka dan
tanggap terhadap lingkungan sekitar serta bisa menahan ego untuk mencapai
tujuan bersama (Tama, 2018).

5.2 Efektivitas Penerapan PjBL di Era Kurikulum Merdeka


Menurut Ojel (2023) efektivitas merupakan suatu tingkat keberhasilan yang
dihasilkan oleh individu maupun kelompok dengan metode tertentu sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan Afifatu dalam (Iqbal dkk., 2022)
menyatakan efektivitas pembelajaran adalah ukuran kesuksesan dari suatu proses
interaksi antara siswa dengan guru, serta siswa dengan siswa dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu strategi yang dapat
digunakan untuk mencapai efektivitas pembelajaran di SMK adalah dengan
menggunakan model pembelajaran PjBL (Fitriani dkk., 2022). Dalam penelitian
ini, untuk menilai efektivitas pembelajaran dengan model pembelajaran PjBL
menggunakan teknik uji Normalized gain (N-gain score).
Uji Normalized gain (N-gain score) bertujuan untuk mengetahui efektivitas
penggunaan suatu metode dalam penelitian one group pretest posttest maupun
penelitian menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol (Raharjo, 2019). Uji
Normalized gain (N-gain score) dilakukan menggunakan software IBS SPSS
Statistics 25.0 for Windows dengan kategori perolehan nilai N-gain score menurut
Melzer yang menyatakan kategori tinggi = g > 0.7; sedang = 0.3 ≤ g ≤ 0.7; rendah
= g < 0.3 (Raharjo, 2019). Sedangkan tafsiran efektifitas menurut Hake
menyatakan apabila persentase < 40 = tidak efektif; 40-55 = kurang efektif; 56-75
= cukup efektif; > 76 = efektif (Raharjo, 2019). Hasil uji Normalized gain (N-gain
score) dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1 Uji Normalized gain (N-gain score) Efektivitas PjBL


Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
NGain_score 35 .38 .87 .67
NGain_persen 35 38.00 87.37 66.67
Valid N (listwise) 35
71

Berdasarkan hasil perhitungan uji Normalized gain (N-gain score)


menunjukkan nilai rata-rata N-gain score sebesar 0.67 termasuk dalam kategori
sedang. Dengan nilai N-gain score minimal 0.38 dan maksimal 0.87. Sedangkan
nilai rata-rata N-gain persen sebesar 66.67% termasuk dalam kategori cukup
efektif. Dengan nilai N-gain persen minimal 38% dan maksimal 87.37%. Maka
dapat disimpulkan bahwa Penerapan model pembelajaran PjBL di era Kurikulum
Merdeka efektif dalam meningkatkan keterampilan 4C siswa jurusan Teknik
Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo.
72

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh
kesimpulan yakni pada siklus I, nilai keterampilan berpikir kritis adalah 66,00,
yang meningkat menjadi 77,43 pada siklus II. Creativity: Pada siklus I, nilai
kreativitas siswa adalah 63,14, yang meningkat menjadi 77,29 pada siklus II.
Communication: Keterampilan komunikasi siswa juga mengalami peningkatan
yang signifikan. Pada siklus I, nilai keterampilan komunikasi adalah 62,43, yang
meningkat menjadi 77,29 pada siklus II. Collaboration: Pada siklus I, nilai
keterampilan berkolaborasi siswa adalah 63,71, yang meningkat menjadi 78 pada
siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa PjBL dapat mengembangkan keterampilan
4C siswa jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan (TKP) SMKN 1 Sidoarjo.
Selain itu, uji Normalized gain (N-gain score) menunjukkan nilai rata-rata
N-gain score sebesar 0.67 termasuk dalam kategori sedang. Dengan nilai N-gain
score minimal 0.38 dan maksimal 0.87. Sedangkan nilai rata-rata N-gain persen
sebesar 66.67% termasuk dalam kategori cukup efektif. Dengan nilai N-gain
persen minimal 38% dan maksimal 87.37%. Maka dapat disimpulkan bahwa
Penerapan model pembelajaran PjBL di era Kurikulum Merdeka efektif dalam
meningkatkan keterampilan 4C siswa jurusan Teknik Konstruksi dan Perumahan
(TKP) SMKN 1 Sidoarjo.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian serta kesimpulan di atas maka dapat diberikan
saran kepada berbagai pihak yaitu: 1) Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi model pembelajaran untuk meningkatkan
keterampilan 4C siswa. 2) Bagi peneliti lain, penelitian dapat dikembangkan lebih
lanjut pada sekolah SMK jurusan ataupun materi yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai