1. Rona (tone) mengacu ke kecerahan relatif obyek pada citra. Rona biasanya
dinyatakan dalam derajat keabuan (grey scale), misalnya hitam/sangat gelap,
agak gelap, cerah, sangat cerah/putih. Apabila citra yang digunakan itu
berwarna, maka unsur interpretasi yang digunakan ialah warna (color),
meskipun penyebutannya masih terkombinasi dengan rona misalnya; merah,
hijau, biru, coklat kekuningan, biru kehijauan agak gelap dan sebagainya.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 1
2. Bentuk (shape) sebagai unsur interpretasi mengacu ke bentuk secara umum.
Konfigurasi, atau garis besar wujud obyek secara individual. Bentuk beberapa
obyek kadang-kadang begitu berbeda dari yang lain. Sehingga obyek tersebut
dapat dikenali semata-mata dari unsur bentuknya saja.
3. Ukuran (size) obyek pada foto harus dipertimbangkan dalam konteks skala
yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak selalu dapat dilakukan untuk semua
jenis obyek.
4. Pola (pattern) terkait dengan susunan keruangan obyek. Pola biasanya terkait
dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam
ruang. Istilah-istilah yang biasanya digunakan untuk menyatakan pola biasanya
teratur, tidak teratur, kurang teratur, namun kadang pula dipakai yang
ekspresif, misalnya melingkar, memanjang, terputus-putus, kosentris dan
sebagainya.
5. Tinggi berkaitan erat dengan bayangan. Kita bisa mengetahui ketinggian suatu
benda dari bayangan yg terbentuk.
6. Bayangan (shadows) sangat penting bagi penafsir, karena dapat memberikan
dua macam efek yang berlawanan. Pertama, bayangan mampu menegaskan
bentuk obyek pada citra. Karena outline obyek menjadi lebih tajam, begitu pula
kesan ketinggiannya. Kedua, bayangan justru kurang memberikan pantulan
obyek ke sensor, sehingga obyek yang di amati tidak jelas.
7. Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar
obyek. Tekstur dapat dihasilkan oleh agresasi/pengelompokan satuan
kenampakan pohon dan bayangannya.
8. Situs (site) atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif
terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali.
9. Asosiasi (association) merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan
antara suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain, yang
digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji. Misalnya pada
foto udara skala besar dapat terlihat adanya bangunan berukuran lebih besar
dari rumah.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 2
Perlu diperhatikan bahwa dalam
mengenali obyek, tidak semua unsur
perlu digunakan secara bersama-
sama. Ada beberapa jenis fenomena
atau obyek yang langsung dapat
dikenali hanya berdasarkan satu jenis
unsur interpretasi saja. Ada pula
yang membutuhkan keseluruhan
unsur tersebut. Ada kecenderungan
pengenalan obyek penutup/penggunaan lahan pada foto udara skala besar
untuk wilayah kekotaan lebih banyak membutuhkan keseluruhan unsur
tersebut. Dibandingkan pengenalan bentuk lahan atau fisiografi pada citra skala
sedang-kecil dan pada liputan wilayah yang luas.
Citra merupakan gambaran suatu gejala atau objek hasil rekaman dari
sebuah sensor, baik dengan cara optik, elektrooptik maupun elektronik. Citra
merupakan salah satu jenis data hasil penginderaan jauh yang berupa data
visual/gambar.Citra sering disebut dengan Image atau Imagery. Citra dibedakan
atas citra foto dan citra non foto. Citra foto (kemudian disebut fotoudara)
merekam dengan kamera, perekamannya secara serentak untuk satu lembar foto
udara dan menggunakan tenaga tampak atau perluasannya (ultraviolet
atauinframerah dekat). Citra nonfoto merekam dengan sensor lain selain
kamera(sensor yang mendasarkan atas penyiaman atau scaning. Perekaman obyek
dalam citra foto atau foto udara dilakukan secara serentak untuk seluruh daerah
yang tergambar pada suatu lembar citra. Proses perekaman tersebut menggunakan
jendela atmosfer pada spektrum tampak dan perluasannya.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 3
citra foto tersebut. Dasar pengklasifikasian tersebut adalah wahana, arah sumbu
kamera, jendela atmosfer, dan ukuran.
• Wahana:
- Foto udara
- Foto satelit
• Ukuran
- Foto format baku
- Foto format kecil
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 4
Foto udara hitam putih biasanya dibuat dengan film pankromatik atau
film yang peka terhadap inframerah. Film pankromatik telah lama digunakan
untuk foto udara sebagai jenis film baku. Penggunaan fotografi hitam putih untuk
membedakan antara pohon gugur dan musiman dan pohon berdaun jarum.
Untuk pengelolaan sumber daya lahan, data spasial merupakan data dasar
yang harus tersedia. Untuk menentukan metode pengadaan data spasial tersebut,
factor uta,a yang harus dipertimnbangkan adalah tingkat kedetailan informasi,
ketelitian, kecepatan perolehan informasi, kebaharuan, dan biaya. Pemanfaatannya
adalah untuk mengidentifikasi tanah sangat potensial untul mendukung bidang
tugas instansi BPN PBB. Selain itu dapat mengidentifikasi jenis tanaman, karena
tingginya revolusi resolusi spasial dan radiometric.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 5
Foto udara pankromatik hitam putih
Citra merupakan gambaran suatu gejala atau objek hasil rekaman dari
sebuah sensor, baik dengan cara optik, elektro optik maupun elektronik. Atau lat
utama untuk dapat mengenali dan memahami berbagai kenampakan / obyek
dipermukaan bumi melalui pengindraan jauh juga disebut sebagai citra. Citra
dihasilkan melalui proses perekaman dengan bantuan sensor.
SENSOR
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 6
menjadi sensor pemindai ( pelarik atau penyiam atau scanner ) dan sensor
radar/gelombang mikro. Masing masing jenis sensor ini bekerja dengan cara yang
berbeda, sehingga menghasilkan citra yang karakteristik yang berbeda pula.
2. Sensor Elektronik
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 7
Sensor elekronik berupa alat yang bekerja secara elektrik dengan
pemrosesan menggunakan komputer. Hasil akhirnya berupa data
visual atau data digital/numerik. Proses perekamannya untuk
menghasilkan citra dilakukan dengan memotret data visual dari layar
atau dengan menggunakan film perekam khusus. Hasil akhirnya berupa
foto dengan film sebagai alat perekamannya dan tidak disebut foto udara
tetapi citra. Agar informasi-informasi dalam berbagai bentuk tadi dapat
diterima oleh sensor, maka harus ada tenaga yang membawanya antara
lain matahari. Informasi yang diterima sensor dapat berupa :
• Disribusi daya (Force)
• Distribusi gelombang bunyi
• Distribusi tenaga elektromagnetik
Informasi tersebut berupa data tentang objek yang diindera dan dikenali dari
hasil rekaman berdasarkan karakteristiknya dalam bentuk cahaya,
gelombang bunyi, dan tenaga elektromagnetik. Contoh: Salju dan batu kapur
akan memantulkan sinar yang banyak (menyerap sinar sedikit) dan air akan
memantulkan sinar sedikit (menyerap sinar banyak). Informasi tersebut
merupakan hasil interaksi antara tenaga dan objek. Interaksi antara tenaga
dan objek direkam oleh sensor, yang berupa alat-alat sebagai berikut:
• Gravimeter : mengumpulkan data yang berupa variasi daya magnet.
• Magnetometer : mengumpulkan data yang berupa variasi daya
magnet.
• Sonar : mengumpulkan data tentang distribusi gelombang dalam air.
• Mikrofon : mengumpulkan/menangkap gelombang bunyi di udara.
• Kamera : mengumpulkan data variasi distribusi tenaga
elektromagnetik yang berupa sinar.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 8
yang peka cahaya. Variasi warna yang muncul pada gambar yang dihasilkan
tergantung pada:
(a) sistem lensa, diagfarma dan filter yang digunakan untuk menerima cahaya
Sensor non foto grafik berupa scanner menerima panyulan dari suatu
wilayah sangat sempit pada permukaan bumi (instantaneous field of view/IFOV =
medan pandang sesat) yang masuk kedalam sistem lensa, dan kemudiamn
mendeteksi besarnya pantulan tersebut dengan detektor peka cahaya, supaya
seluruh kenampakan obyek dapat terekam, penerimaan gelombang pantulsan dari
wilayah yang sangat sempit ini di ulang untuk wilayah di sebelahnya., dengan
menggeser sistem lensa (teleoskop) menyilang arah gerak wahana. Sapuan
menyilang yang di sertai dengan gerak maju ini menghasilkan himpunan
informasi pantulan pada setiap titik obyek. Data ini disimpan secara digital, yaitu
disimpan dalam kode biner dengan tingkat kecerahan 0-63, 0-127, atau 0-
255.angka-angka digital yang mewakili variasi nilai pantulan ini kemudian di
baca oleh program komputer, dan setiap titik obyek dengan nilai digital tertentu di
ubah menjadi sel-sel penyusun gambar pada layar monitor yang disebut piksel.
Susunan piksel-piksel ini secara secara visual dikenal sebagai citra non foto.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 9
Perbesaran citra non foto pada tahap tertentu akan memunculkan kenempakan
piksel-piksel ini. Dan memberi kesan ‘pecah’nya kenampakan obyek.
Pencatatan hamburan balik pada sistem radar sangat rumit. Sinyal yang
kembali ke sensor ini di catat amplitudo dan frekuensinya sekaligus, sejauh masih
dalam lingkup lebar pancaran (karena ketika gelombang di pancarkan oleh sensor,
balik akan sampai ke sensor). Sinyal kembali ini kemudian di bandingkan dengan
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 10
sinyal refrensi yang dimiliki sistem, dan juga di perhitungkan akibat interferensi
antara sinyal datang dan yang kembali ke sensor. Sinyal ini di simpan secara foto
grafis dan menghasilkan ’film sinyal’. Perkembangan moderen sistem radar saat
ini memungkinkan pencatatan dan pemrosesan secara digital, citra yang
dihasilkan pun banyak citra yang digital.
CITRA
1. jenis sensor
2. spektrum yang digunakan
3. proses pencetakan
4. format penyimpanan, dan
5. skala yang digunakan.
Di samping itu, citra yang format aslinya digital pun mempunyai ciri
pengenal lain, yaitu resolusi spasial. Resolusi spasial secara langsung terkait
dengan kerincian informasi spasial citra (seberapa rinci citra itu mampu
menyajikan ukuran obyek terkecil). Berikut ini beberapa contoh jenis citra
yang lazim di jumpai di laboratorium pengindraan jauh dasar dan
laboratorium pengindraan jauh terapan.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 11
Tabel jenis-jenis citra berdasarkan sensor, spektrum panjang gelombang, film,
format penyajian, sebutan umum, dan sebutan berdasarkan skala
1:10.00 –
Inframerah dekat Berwarna Foto udara
1:50.000
inframerah warna
Kamera semu
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 12
Banyak spektrum - Tercetak Citra multispektral
relatif sempit, /digital
julat 0,4-12 µm),
lebar spektrum
>0,5 µm
Tabel ukuran resolusi spasial, lebar spectrum, dan jumlah saluran spectral untuk
beberapa jenis citra yang biasa dipakai dalam kajian sumbernya
10 meter
2 Pushbroom 1 pankromatik
scanner
Satelit (0,51 – 0,73 µm) 1 : 25.000 –
Citra Spot identik HRV
SPOT 0,51 – 0,89 µm
HRV (High
(Perancis) 1 : 100.000
Resolution
Visible) 3 multispektral
20 meter
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 13
2 Pushbroom
20 meter
scanner
identik 1 : 25.000 –
Citra Spot 10 meter
HRVIR (High 0,51 – 1,75µm 4 multispektral
HRVIR khusus
Resolution 1 : 100.000
saluran
Visible &
merah
Infrared)
1 : 250.000 –
Citra Landsat Whiskbroom
0,5 – 1,1µm 4 multispektral 79 meter
MSS Multi Scanner
1 : 1.000.000
Whiskbroom
Thematic
Mapper (TM) Satelit
0,4 – 2,35µm 6 multispektral 30 meter
Scanner Landsat
saluran 1 – 5 (Amerika
1 : 50.000 –
Citra Landsat dan 7 Serikat)
TM
1 : 250.000
Whiskbroom
Thematic
1 spektrum
Mapper (TM) 10,4 – 12,5µm 120 meter
pancaran thermal
Scanner
saluran 6
AVHHR
2 multispektral
Saluran 1 dan 0,58 – 1, 10µm 1,1 km
Satelit pantulan 1 : 1. 000. 000
2 (LAC)
Citra NOAA- NOAA –
AVHRR (Amerika
AVHHR 4 km
Serikat) 2 multispektral 1 : 5.000.000
Saluran 3 dan 3,55 – 12,5 (GAC)
pancaran thermal
4
1 : 50.000 –
Satelit ERS 5,7 cm (frekuensi 1 gelombang 12,5 meter
Citra ERS Antena radar
(Uni Eropa) GHz), band C mikro/radar (azimuth)
1 : 250.000
Satelit 1 : 100.000 –
CitraMESSR- Multispectral
MOS 0,5 – 1,1 4 multispektral 50 meter
MOS Scanner Optik
(Jepang) 1 : 250.000
Pesawat 1 : 100.000 –
25 meter
Citra SIR-B Antena radar ulang alik 23,5 cm
(azimuth)
Challanger 1 : 250.000
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 14
Pengenalan pola spektral obyek dapat menjadi pemandu yang sangat bermanfaat
dalam upaya mengenali obyek pada citra. Gambar berikut ini menyajikan kurva
pantulan beberapa obyek pada julat (rrentang,range) panjang gelombang antara
0,4 um hingga 3,25 um. Secara garis besar dapat di katakan bahwa air jernih
cenderung memberikan pantulan yang lebih rendah dari pada air keruh pada
semua wilayah panjang gelombng. Vegetasi memberikan pantulan sangat rendah
pada spektrum biru, meningkat agak tinggi pada spektrum hjau (oleh karna itu
vegetasi tampak hjau di mata manusia), menurun lagi di spektrum merah (karena
serapan kuat oleh pigmen daun), dan meningkat sangat tajam di spektrum
inframerah dekat sebagai akibat dari pantulan oleh ruang antar-sel pada jaringan
spongy daun. Vegetasi jembali memberikan pentulan rendah di saluran inframerah
tengah I dan inframerah II karna pengaruh kandungan lengas (kelembapan) yang
tinggi. Tanh bertekstur relatif kasar (pasiran) ataupun relatif lembab memberikan
pantulan yang cenderung meningkat dari spektrum biru ke inframerah dekat,
kemudian sedikit turun pada spektrum inframerah tengah I dan II karna pengaruh
serapan oleh lengas tanah. Tanah bertekstur relatif halus ataupun yang berona
cerah di lapangan dan sangat tipis cenderung memberikan pantulan tinggi pada
semua spektra. Dedaunan kering akan memberikan pantulan yang terus meningkat
seiring dengan meningkatnya panjang gelombang. Meskipun demikian, gejala ini
cenderung ideal pada laboratorium, sedangkan kombinasi berbagai faktor di
lapangan kadang-kadang mengaburkan pola ’teoretis’ semacam ini.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 15
Foto udara mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan jenis-jenis citra lain,
terutama dalam hal resolusi spasial dan kemampuan pengamatan stereoskopis.
Lepas dari keunggulan dan keterbatasan foto udara pankromatik dibandingkan
foto udara inframerah, semua jenis foto udara mempunyai keunggulan dalam hal
penyajian kenampakan stereoskopis (tiga dimensi). Hal ini memungkinkan karena
foto udara diperoleh melalui pemotretan berurutan pada suatu jalur terbang.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 16
proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya
obyek yang tergambar pada citra. Dengan kata lain, penafsir citra berupaya untuk
mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menerjemahkannya ke dalam
ilmu disipiln tertentu seperti geodesi, geologi, geografi, ekologi dan disiplin ilmu
lainnya.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 17
Sistem klasifikasi penggunaan lahan kota yang dipakai adalah sistem
klasifikasi menurut (Sutanto, 1981 dalam Purwantoro, 2012) dengan sedikit
perubahan (disesuaikan dengan kondisi penggunaan lahan di daerah penelitian).
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari
satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya
tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau
berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Martin, 1993
dalam Nugroho, 2011). Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu
wilayah merupakan suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu
obyek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda di wilayah tersebut
Kelas penutup lahan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu daerah
bervegetasi dan daerah tak bervegetasi. Semua kelas penutup lahan dalam daerah
bervegetasi diturunkan dari pendekatan konseptual struktur fisiognomi yang
konsisten dari bentuk tumbuhan, bentuk tutupan, tinggi tumbuhan, dan distribusi
spasialnya. Sedangkan dalam kategoro daerah tak bervegetasi, pendetailan kelas
mengacu pada aspek permukaan tutupan, distribusi atau kepadatan, dan
ketinggian atau kedalaman obyek.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 18
kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan
dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan
citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi
yang sederhana dan mudah dipahami.
2. Sawah Tadah S
Hujan t
3. Sawah Lebak S
l
4. Sawah pasang S
surut p
5. Ladang/Tegal L
6. Perkebunan - Cengkeh C
- Coklat C
o
- Karet K
- Kelapa K
e
- Kelapa K
Sawit s
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 19
- Kopi K
o
- Panili P
- Tebu T
- Teh T
e
- Tembakau T
m
7. Perkebunaan K
Campuran c
8. Tanaman T
Campuran e
- Hutan jati H
j
- Hutan H
pinus p
- Hutan H
lainnya l
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 20
- Hutan H
campuran c
- Hutan H
nipah n
- Hutan sagu H
s
3. Belukar B
4. Semak S
5. Padang P
Rumput r
6. Savana S
a
7. Padang P
alang-alang a
8. Rumput R
rawa r
3. Beting Pantai B
p
4. Gosong sungai G
s
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 21
5. Gumuk pasir G
p
4. Jaringan jalan
KA
5. Jaringan listrik
tegangan tinggi
6. Pelabuhan
udara
7. Pelabuhan laut
3. Tambak ikan T
i
4. Tambak garam T
g
5. Rawa R
6. Sungai
7. Anjir
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 22
pelayaran
8. Saluran irigasi
9. Terumbu
karang
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 23
baik, karena variasi pantulan pada satu spectrum yang relative sempit dapat di
presentasikan. Keunggulan lain dari citra multispectral adalah dimungkinkannya
pembentukkan citra komposit , dimana tiga saluran-saluran spectral (bands)
masukan diberi warna hijau, merah, dan biru, untuk membentuk satu citra tunggal
yang berwarna. Satu citra komposit ini sudah mampu menyajikan varibilitas
spectral seluruh saluran penyusunnya.
Citra komposit dapat disusun secara standa maupun tidak. Komposit
standar menggunakan tiga saluran masukkan, yaitu inframerah dekat, merah, dan
hijau, dengan urutan pewarnaan merah, hijau, dan biru atau sering disebut dengan
urutan warna eksplisit. Komposit tak standar dapat mengubah urutan tersebut
sesukanya, menggunakan saluran-saluran laun, dan menggunakan gabungan
saluran terlebih dahulu.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 24
Proyeksi ASTER dibawah payung Earth Observing System (EOS)
bertujuan untuk melakukan observasi permukaan bumi dalam rangka monitoring
lingkungan hidup secara global dan penginderaan sumber daya alam. Sensor
ASTER yang dikembangkan oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan
Industri (METI) Jepang, merupakan salah satu sensor yang terpasang dalam satelit
Terra yang diluncurkan pada 18 Desember 1999. Ground resolution ASTER
adalah lebih tinggi dibandingkan dengan LANDSAT – TM, demikian juga untuk
spectral resolution yang tinggi dengan 5 thermal-infrared band dan 6 short wave-
infrared bands, serta kualitas fungsi stereoskopis yang lebih tinggi dibandingkan
satelit sebelumnya, JERS – 1.
Spesifikasi ASTER
Sensor Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection
Radiometer – ASTER merupakan peningkatan dari sensor yang dipasang pada
satelit generasi sebelumnya, JERS – 1. Sensor ini terdiri dari Visible and Near-
Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared
Radiometer (SWIR), Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal
Processing Unit dan Master Power Unit.
VNIR merupakan high performance dan high resolution optical instrument yang
digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi dengan range
dari level visible hingga infrared (520 – 860 µm) dengan 3 bands. Dimana band
nomor 3 dari VNIR ini merupakan nadir dan backward looking data, sehingga
kombinasi data ini dapat digunakan untuk mendapatkan citra stereoskopis. Digital
Elevation Model (DEM) dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini,
sehingga data ini tidak hanya untuk peta topografik saja, tetapi bisa juga
digunakan sebagai citra stereo.
SWIR merupakan high resolution optical instrument dengan 6 bands yang
digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaaan bumi dengan short
wavelength infrared renge (1,6 – 2,43 µm). Penggunaan radiometer ini
memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu dan mineral,
serta untuk monitoring bencana alam seperti monitoring gunung berapi yang
masih aktif.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 25
TIR adalah high accuracy instrument untuk observasi thermal infrared
radiation (800 – 1200 µm) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5
bands. Band ini dapat digunakan untuk monitoring jenis tanah dan batuan di
permukaan bumi. Multi-band thermal infrared sensor dalam satelit ini adalah
pertama kali di dunia. Ukuran citra adalah 60 km dengan ground resolution 90 m.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 26
Cross-track ±318 ±116 ±116
Pointing (km)
Swath Width 60 60 60
(km)
Detector Type Si PtSi-Si Hg Cd Te
Quantization 8 8 12
(bits)
Orbit Sinkron Matahari
Local time 10.30 : AM
Ketinggian 700 – 737 km (707 km
di khatulistiwa)
Orbit 98.2°
inclination
Recurrence 16 hari
cycle
Cycle 98.88 menit
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 27
• Mendeteksi dan meramalkan fenomena-fenomena klimatologi dan
oseanografi
• Mengawasi aktivitas manusia dan fenomena alam.
Jenis Satelit SPOT
❖ SPOT 1 diluncurkan pada 22 Februari 1986 dengan dilenkapi sistem
pencitraan 10 pankromatik dan kemampuan resolusi gambar multispektral
pada tingkat 20 meter. Ditinggalkan Satelit jenis ini mulai ditingglakan pada
31 Desember 1990 karena diluncurkannya satelit SPOT jenis baru .
❖ SPOT 2 diluncurkan pada 22 Januari 1990 dan masih tetap digunakan
❖ SPOT 3 diluncurkan pada 26 September 1993. Berhenti difungsikan pada 14
November 1997.
❖ SPOT 4 diluncurkan pada 24 Maret 1998. Memiliki kemajuan yang cukup
besar dari satelit sebelumnya , SPOT – 1 ,2,dan 3. Perubahan yang utama
adalah modifikasi dari HRV (High Resolution Visible) menjadi High
Resolution Visible and Infrared Instrument (HRVIR). Sehingga memiliki
kemampuan tambahan dalam mendeteksi gelombang tengah inframerah (1.58
– 1.75 microm) untuk keperluan survei geologi, survei vegetasi dan survei
tutupan salju.
❖ SPOT 5 diluncurkan pada 4 Mei 2002 dengan kemampuan resolusi tinggi
yang berkisar pada level 2,5 meter , 5 meter, dan 10 meter.
SPOT – 5
Sistem satelit obserbasi SPOT – 5 berhasilkan diluncurkan oleh Ariane 4 dari
Guaina Spaace Centre di Kouro pada tengah malam 3-4 Mei 2002. SPOT – 5
memberikan perubahan kemajuan yang besar yang memberikan solusi citra
dengan biaya yang efektif. Resolusi pada sistem satelit obeservasi ini
meningkat hingga 5 meter dan 2,5 meter dan sudut pandang yang lebar (wide
imagin swath), dimana mencakup 60 x 60 km atau 60 x 120 km dalam
insturmen mode kembar. SPOT -5 memberikan perpaduan yang ideal antara
resolusi yang tinggi dan juga jarak pandang yang luas.
SPOT – 5 dilengkapi dengan 2 buah instrumen geometrikal yang
berosolusi tinggi, High Resolution Geometric (HRG) yang menawarkan citra
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 28
beresolusi tinggi pada 2 mode, yaitu resolusi hingga kisaran 2,5 – 5 meter pada
mode panchromatic, dan resolusi hingga kisaran 10 meter pada multispectral
mode.
SPOT – 5 juga memiliki instrumen pencitraan HRS (High Resolution
Stereoscopic), yaitu kemampuan untuk menangkap citra stereopair secara serentak
untuk keperluan citra relief peta. Instrumen ini dioperasikan dalam mode
panchromatic, sehingga beresolusi tinggi dengan 2 kamera yang ditempatkan pada
bagian depan dan belakang satelit. Kemampuan instrumen HRS ini sangat
menguntungkan karena dapat mencitra area yang luas hanya dalam satu
pencitraan. Pasangan stereo yang didapat dapat digunakan dalam berbagai aplikasi
3D terrain modeling dan Computer Environments seperti Flight Simulator
Databases, Pipeline Corridors, dan Mobile Phone Network Planning.
Citra satelit SPOT – 5 baik digunakan baik dalam keperluan pembuatan
peta berksala sedang (1:25 000 dan 1: 10 000) , perencanaan desa dan kota,
eksplorasi minyak dan gas, dan manajemen bencana alam.
Karakteristik
SPOT – 5 tetap menggunakan beberapa karakteristik yang digunakan oleh
pendahulunya, yaitu :
• Memiliki orbit circular , polar, sun synchronous, dan berfase.
• Instrumen medan pandang (FOV) dengan lebar petak 60 x 2 km
sepanjang lintasan satelit.
• Memiliki kemampuan pandang lateral (bercabang) dan oblique
(miring), dengan sudut ± 27o terhadap bidang vertikal.
• Reivisit time 2-3 hari
• Resolusi spasial, pan: 25, from 2x5m scenes Pan: 5m; MS: 10m; SWI:
20m
• Rotasi selama 14 hari (repeat cycle)
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 29
citra tersebut baik dalam pembuatan profil pulau-pulau di Indonesia. Saat ini para
ahli Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP), Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP), tengah mengkaji penerapan data Shuttle Radar Topograhpy
Mission (SRTM) yang diusung oleh pesawat ulang alik (spaceshuttle) Endeavour
pada tahun 2000.
Citra satelit SPOT – 5 pun diterpakan dalam pembuatan citra 3 dimensi untuk
survei toponim dan profil pulau-pulau di Indonesia. Dari ketinggian 826 km
SPOT – 5 merekam profil tiga dimensi dengan menggunakan instrumen High
Resolution Stereoschopic (HRS) yang diopersikan dalam mode pancromatic
sehingga resolusi dapat mencapai 2.5 meter. Pasangan foto yang didapat
membentuk suatu relief peta bersifat 3 dimensi. Setiap benda berukuran 2, 5 x 2,5
m di permukaan bumi dapat dipantau dari satelit SPOT – 5.
sumber: geospasial.bnpb.go.id
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 30
citra mampu menampilkan susunan keruangan (spatial aragement) fenomena
relief dengan lebih utuh dan kontekstual, artinya ada keterkaitan dengan fenomena
lainya. Salah satu jenis citra yang sangat efektif dalam menyajikan kenampakan
fisiografi adalah foto udara, karena dapat diamati secara streokopis.
Kenampakan fisiografi yang tergambar pada foto udara tidak selalu tepat
menyajikan kenyataan dilapangan. Kekasaran relief yang tampak pada foto juga
dipengaruhi oleh tingkat perbesaran vertical (vertical exaggeration). Perbesaran
vertical terkait erat dengan rasio antara basis udara (B) dan tinggi terbang (H),
atau sering dinyatakan dengan base-height ratio. Semakin besar base-height ratio,
seamakin besar pula perbesaran vertikalnya, dan kenampakan relief yang tidak
terlalu kasar akan menjadi semakin kasar, lereng0lereng menjadi semaki curam,
dan lembah-lembah menjadi semakin dalam. Hal ini sangat membantu dalam
observasi relief mikro suatu wilayah, namun dapat pula menyesatkan bila hasil
dijadikan basis pemodelan untuk kajian lingkungan, misalnya pendugaan
besarnya erosi atau kehilangan tanah.
Dalam melakukan Interpretasi satuan-satuan fisiografi, apalagi yang
lebih spesifik seperti misalnya satuan batuan (litologi) dan bentuk lahan, unsur-
unsur Interpretasi yang digunakan tidaklah persis sama dengan unsur-unsur
Interpretasi penutup lahan. Unsur rona/warna menjadi tidak penting, karena hal ini
bersifat tidak konsisten untuk satu satuan fisiografi yang sama. Tekstur perlu
diperhatikan, meskipun kadang-kadang kurang dominan. Aspek geometri yang
perlu diperhatikan (dari bentuk, ukuran, dan bayangan/kesan ketinggian) ialah
bayangan, karena hal ini mampu menonjolkan kesan relief yang ada. Pola, situs,
dan asosiasi merupakan unsure-unsur paling penting untuk membedakan suatu
kenampakan fisiografi dari kenampakan lainya.
Penarikan batas satuan-satuan biasanya dilakukan pada
(a) perubahan kemiringan lereng secara umum
(b) perubahan pola aliran dan/atau kerapatan alur
(c) perubahan pola kesan ketiggian.
Disamping itu, adanya pola penutup/penggunaan lahan kadang-kadang
juga dapat membantu dalam membedakan batas satuan fisiografi, meskipun untuk
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 31
beberapa wilayah yang telah di eksploitasi secara eksesif hal ini justru dapat
menyesatkan.
Dalam klasifikasi fisiografi secara sederhana (yang lebih tepat disebut
sebagai klasifikasi relief), permukaan bumi dapat dikelompokkan menjadi
bebeapa katagori, yaitu (setiap contoh di usahakan proporsional dengan yang lain)
:
a). Dataran : kenampakan datar landai kemiringan kurang dari 3%
b). Berombak : beda titik tertinggi dan terendah kurang dari 50 meter,
kemiringan 3-8% pengulangan cukup besar
c). Bergelombang
Beda titik tertinggi dan terendah max 100 m pengulangan cukup besar
kemiringan 8-15 %.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 32
e) Bergunung : kemiringan lebih dari 15% beda titik tertimggi dan
terendah 300 m.
Selain itu ada pula klasifikasi lain, yang lebih mengarah pada
klasifikasi bentuk lahan dan bentang lahan, yang memperhatikan pola.
Misalnya ada pola aliran radial sentrifugal dapat ditafsirkan sebagai gunung
api vulkan , apabila reliefnya bergunung. Contoh lain , pola pola berbukit
kecil membulat seperti kubah dengan frekuensi pengulangan yang sangat
tinggi dan pola aliran yang tidak jelas ( kadang-kadang ada alur sungai ,
tiba-tiba hilang terputus ) merupakan bukit karst.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 33
atau sering dinyatakan dengan base-height ratio. Semakin besar base-height ratio,
seamakin besar pula perbesaran vertikalnya, dan kenampakan relief yang tidak
terlalu kasar akan menjadi semakin kasar, lereng0lereng menjadi semaki curam,
dan lembah-lembah menjadi semakin dalam. Hal ini sangat membantu dalam
observasi relief mikro suatu wilayah, namun dapat pula menyesatkan bila hasil
dijadikan basis pemodelan untuk kajian lingkungan, misalnya pendugaan
besarnya erosi atau kehilangan tanah.
Interpretasi geomorfologikal merupakan memperolej gamabaran
“landform” secara sistematik dengan gejala-gejala yang berhubungan. Untuk
mengidentifikasi bentuklahan maka yang digunakan sebagai parameter penentuan
bentuk lahan adalah relief dan jarring-jaring alur sungai.komponen dari relief
adalah amplitude (beda tinggi antar lembah dan puncak), bentuk punggung,
bentuk lereng, dan bentuk lembah.
Pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk lahan ada tiga, yaitu:
- Pendekatan pola
- Pendekatan geomorfologis/fisiografis
- Pendekatan unsur/parameter bentuklahan
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 34
b. Pola aliran sungai
Perbedaan pola aliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat
ditentukan oleh perbedaan kemiringan, topografi, struktur dan litologi batuan
dasarnya. Dengan melihat pola aliran sungai, perhatian harus ditunjukkan
pada lembah, dasar lembah, tipe sungai danau sebagainya. Pola aliran sungai
akan memberikan petunjuk pada interpretasi dasar untuk studi detail tentang
litologi dan struktur geologi seperti halnya tipe tanah, vegetasi, dan
sebagainya.
c. Vegetasi
Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan yang
menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan,kebun, padang rumput,
dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi. Aspek penting dari vegetasi
adalah ada tidaknya tumbuh-tumbuhan pada material-material terntentu,
adanya tumbuh-tumbuhan indikator, jaluran atau pola-pola lain yang
ditimbulkan oleh spesie, komposisi, kepadatan dan ketinggian tumbuhan.
Vegetasi sering kali menandai tipe tanah dan air yang memungkinkan
pengklasifikasian permukaan relief yang lebih baik.
d. Morfogenesis
Merupakan asal dan perkembangan bentuklahan, proses yang membentuknya
dan yang berkerja padanya.
o Morfosturkur pasif: menyangkut litologi, baik jenis maupun struktur
batuan yang berhubungan dengan denudasi
o Morfostruktur aktif: menyangkut dinamika endogen meliputi volkanisme,
tektonisme lipatan dengan sesar seperti gunung api, pematang antiklin,
dan gawir.
o Morfodinamik: menyangkut dinamika eksogen yang berhubungan
dengan angin, air, dan es serta gerakan massa seperti bukit pasir endapan
angin, dan bukit pasir pantai.
Perbedaan geological dan litologikal ddapat garis patahan dan proses-
proses vulkanik serta erosi. Dalam interpretasi litologi memberikan
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 35
kemudahan pada tipe tanah, tipe vegetasi, dan berbagai kenampakan
geomorfologikal.
e. Geomorfologi
Morfokronologi atau penanggalan relating dan berbagai bentuklahan dan
proses yang berhubungan, sebagai contoh: teras sungai muda dan teras sungai
tua, pematang pantai muda dan pemtang pantai tua. Sedangkan
morphoarrangement merupakan susunan keruangan dan jarring hubungan
berbagai bentuklahan dan proses yang berhubungan, seperti saluran sungai,
tanggul alam, dataran banjir, dataran teras sungai dan rawa belakang.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 36
c. Zonasi wilayah kedalam satuan-satuan pemetaan beserta klasifikasinya
(misalnya penutup penggunaan lahan) secara garis besar melalui diskusi
tim klompok. Berdasarkan kenampakan yang ada pada mosaic tentative
tersebut
d. Pembagian seluruh foto keseluruh anggota tim. Yang di ikuti dengan
persiapan berupa penutup wilayah efektif (effective area) untuk
interpretasi serta menandai titik-titik pusat foto dan pusat pindahannya
e. Interpretasi setiap pasang foto udara dengan mengacu ke zonasi yang
telah di tetapkan berdasarkan diskusi kelompok pada langkah (c)
f. Pemindahan detil/rincian hasil interpretasi ke peta dasar melalui
penyesuaian skala
g. Penyajian peta secara kartografis.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 37
Berdasarkan susunan mosaik tak terkontrol yang ada, setiap tim dapat
mendiskusikan gambaran umum wilayah tergantung pada tema yang akan di kaji.
Dari gambaran umum tersebut dapat dilakukan zonasi (penglompokan fenomena
secara keruangan) secara garis besar. Apabila obyek kajiannya adalah penutup
lahan. Maka bentuk-bentuk penutup lahan yang ada sudah dapat di kenali secara
umum. Kenampakan yang ada pada peta dasar/peta topografi akan sangat
membantu untuk keperluan ini.
Interpretasi setiap pasang foto di lakukan di dalam wilayah efektif.
Delineasi dapat dilakukan sedikit keluar dari waliyah efektif. Untuk memperoleh
ikatan dengan hasil delineasi foto lainya. Pemindahan hasil interpretasi ke peta
dasar dapat dilakukan apabila ada kesesuaian skala dan proyeksi antara foto
dengan peta dasar.pemindahan ini dapat mengunakan alat yang di sebut
zoom.transfercope atau aerosketchmaster. Zoom transfercope masih
memanfaatkan pandangan stereoskopis untuk pemindahan detil. sedangkan
aerosketchmaster hanya memanfaatkan pandangan monoskopis. Cara lain yang
lebih sederhana adalah dengan mengunakan pantograf elektrik. Dimana perbedaan
skala dapat disesuaikan dengan menaik turunkan bidang hasil interpretasi pada
interpretasi yang diproyeksikan ke atas peta dasar. Pengaruh kemiringan saat
pemotretan dan perbedaan antara proyeksi sentral dengan ortogonal diatasi dengan
memiringkan bidang interpretasi. Cara yang lebih sederhana lagi ialah dengan
menggunakan map-o-graph. Di mana bidang hasil interpretasi pada transparasi
hanya dinaik turunkan untuk memperoleh kesesuaian skala dengan peta dasar.
Tanpa koreksi atas tilt dan beda proyeksi. Penggunaan map-o-graph menghasilkan
ketelitian geometri yang paling rendah dibandingkan dengan metode yang lain.
Dan hanya setara dengan penggunaan mesin foto copy untuk menyesuaikan skala
peta dasar ataupun skala hasil interpretasi.
Pemindahan detil hasil interpretasi ini dilakukan secara bertahap, foto
demi foto, dan sebaiknya dilakukan mulai dari bagian tengah peta dasar, supaya
kesalahan geometris dapat dibagi rata dan tidak terakumulasi pada satu bagian
peta saja. Setelah pemindahan detil dilakukan, maka peta ini perlu diolah kembali
untuk dapat disajikan secara kartografis.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 38
Penutup lahan merupakan jenis material yang meliputi kenampakan
biofisik yang ada pada permukaan bumi (Jenses, 2005 & 2007; Lillesand et al.,
2008; Sabins, 1987). Penutup lahan tidak hanya berupa vegetasi, tetapi juga
kenampakan alami dan buatan manusia yang ada pada suatu permukaan pada
waktu pengamatan spesifik (Campbell, 2002).
Penggunaan lahan merujuk pada bagaimana luasan potongan lahan yang
digunakan oleh manusia (Jensen, 2005 & 2007; Sabins, 1987) yang ditekankan
pada fungsi ekonomisnya (Campbell, 2002 ; Lillesand et al., 2008).
Anderson et al. (1976) menjelaskan bahwa teknik penginderaan jauh,
termasuk penggunaan foto udara efektif digunakan untuk melengkapi survey
observasi lapangan dan pencacahan, sehingga akurasi waktu dan akurasi
inventarisasi penggunaan lahan dapat terpenuhi.
Dalam upaya untuk mengembangkan sebuah sistem klasifikasi untuk
digunakan dengan teknik penginderaan jauh yang akan menyediakan kerangka
untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar pengguna, pedoman criteria tertentu
harus dibuat seperti (Anderson et al., 1976) :
1. Akurasi identifikasi kategori penutup lahan dan pengguanaan lahan
dan citra penginderaan jauh minimal 85 %.
2. Akurasi interpretasi untuk semua kategori kurang lebih sama.
3. Hasil yang berulang meskipun diperoleh dari interpreter yang
berbeda dan dari satu waktu perekaman ke yang lain.
4. Sistem klasifikasi haruslah dapat diaplikasikan pada wilayah
cakupan yang luas.
5. Sistem harus bisa digunakan untuk data penginderaan jauh yang
diperoleh dalam waktu yang berbeda sepanjang tahun.
6. Sistem memungkinkan pengguna dapat membuat subkategori yang
diperoleh dari survey lapangan atau dari citra dengan resolusi
spasial lebih detail.
7. Terdapat kemungkinan percampuran keregori kategori.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 39
8. Perbandingan dengan penggunaan lahan di masa mendatang
dimungkinkan.
9. Berbagai macam penggunaan lahan dapat dikenali.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 40
Data citra satelit dapat digunakan sebagai data dasar dalam pembuatan
peta dasar skala besar pada daerah pusat-pusat pertumbuhan di wilayah yang
termasuk ke dalam fungsi wilayah pada kecamatan / kabupaten / provinsi. Hal ini
mengingat teknologi pemetaan sudah memiliki trend ke arah real visual image
source yang berbasis struktur data raster (foto udara dan citra satelit) dengan
cakupan yang sangat luas dalam waktu yang relatif singkat.
Saat ini peta dasar ber-skala besar dapat dihasilkan melalui teknologi
penginderaan jarak jauh (remote sensing), dengan teknik pengolahan citra satelit
resolusi tinggi. Dengan menggunakan teknik ini dalam waktu yang singkat dapat
tergambarkan daerah yang luas walaupun menggunakan sumber daya yang
seminimal mungkin. Selain itu akan dihasilkan peta garis dan peta foto terkini
yang berkualitas tinggi, dimana kenampakan atau visualisasinya seperti sebuah
foto dengan warna objek yang alami dan memperlihatkan kondisi apa adanya.
Dengan demikian para pengguna akan dapat secara cepat memahami kondisi
lapangan yang terpetakan karena sudah familiar akan lokasi yang sesungguhnya.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 41
Foto udara skala 1:120.000-
1:2.400.000; SPOT XS (20m);
Landsat TM (30m); Landsat MMS
Citra satelit
(79m); Indian LISS (23,4m; 36,25m;
I resolusi rendah
72,5m), RADARSAT (100m);
hingga menengah
MODIS (250m;500m); SPOT
Vegetation (1km); NOAA AVHRR
(1,1km)
Pengambilan sampel
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 42
Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian. Hasil
pengukuran atau karakterisitik dari sampel disebut “statistik”. Populasi
merupakan keseluruhan objek yang akan diamati berupa benda mmati maupun
benda hidup. Tujuan diambilnya sampel adalah dapat memberikan informasi yang
cukup untuk dapat mengestimasi jumlah populasinya. Alasan perlu diambilnya
sampel:
1. Keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya
2. Lebih cepat dan lebih mudah
3. Memberi informasi yang lebih banyak dan dalam
4. Dapat ditangani lebih teliti
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 43
2. Systematic Random Sampling
Memilih secara random dimulai dari angka 1 dan integer yang terdekat
terhadap ratio sampling (N/n) kemudian pilih item-item dengan interval
dari integer yang terdekat terhadap ratio sampling. Keuntungannya ialah
peneliti menyederhanakan proses penarikan sampel dan mudah di cek dan
menekan keanekaragaman sampel. Kerugiannya apabila interval
berhubungan dengan pengurutan periodic suatu populasi, maka akan
terjadi keaneka ragaman sampel.
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 44
terhadap pencapaian tujuan penelitian, maka penelitian dapat mengambil
dengan cara ini. Setiap stratum dipilih sampel melalui proses simple
random sampling.
4. Cluster Sampling
Yaitu dengan membagi populasi sebagai cluster-cluster kecil, lalu
pengamatan dilakukan pada sampel cluster yang dipilih secara random.
Methode ini biasanya digunakan pada survey yang menggunaan peta area
(geografi), misalnya survey perumahan di perkotaan. Area kota dibagi
kedalam blok-blok, kemudian secara random dipilih blok-blok sebagai
sampel pengamatan. Quick Count biasanya menggunakan perpaduan
Cluster & Stratifikasi Sampling dalam methodenya Cluster sampling ini
digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas.
Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling
lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random
sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya
kurang akurat dibandingkan simple random sampling.
Uji Akurasi
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 45
Matriks kesalahan membandingkan kategori per kategori hubungan antara data
sebenarnya atau data lapangan dengan data hasil klasifikasi otomatis. Hasil
interpretasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan uji penggunaan
lahan berdasarkan atas kenyataan yang ada sekarang di lapangan, pengujian
ketelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui ketelitian secara semantic
dengan menggunakan tabel matrik dua dimensi.
Lapangan
User’s
Objek1 Objek2 Objek3 Total Komisi
Laboratorium accuracy
Objek 1
Objek 2
Objek 3
Total
Producer’s
accuracy
Omisi
Overall
accuracy
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 46
klasifikasikan kedalam suatu kelas tertentu yang mewakili kelas itu di lapangan,
dengan kata lain, user’s accuracy adalah selisih antara kelas hasil dengan kelas
sebenarnya di lapangan (Lillesand et. Al., 2004)
Nur Istifaiyyah
14/369188/SV/07259 Page 47