Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MASALAH REFORMASI BIROKRASI


Oleh:
Lili Romli

Abstract
This reformation era, bureucracy in Indonesia are not many change, both in central government or local government.
Burecracy behavior at reformation era is resemble with New Orde era. Although central government are many policy
about burecracy reform, but burecracy behavior are not many change. Bureucracy in Indonesia still is patrimonialism.
For bureucracy reform, both sentral goverment or local goverment, necessary bring into reality good governance.

Key words: burecracy, reform, good governance.

PENDAHULUAN secara tidak terkendali. Sedang birokrasi ala


Orwel adalah pola birokratisasi sebagai proses
Birokrasi di Indonesia, baik di tingkat
perluasan kekuasaan pemerintah dengan
Pusat maupun di tingkat Daerah, sepanjang
maksud mengontrol kegiatan ekonomi, politik
Orde Baru kerap mendapat sorotan dan kritik
dan sosial dengan peraturan, regulasi dan bila
yang tajam karena perilakunya yang tidak
perlu melalui paksaan.
sesuai dengan tugas yang diembannya sebagai
pelayan masyarakat. Sehingga apabila orang Dengan demikian birokrasi di Indonesia
berbicara tentang birokrasi selalu berkonotasi tidak berkembang menjadi lebih efisien,
negatif. Birokrasi adalah lamban, berbelit- tetapi justru sebaliknya inefisiensi, berbelit-
belit, menghalangi kemajuan, cenderung belit dan banyak aturan formal yang tidak
memperhatikan prosedur dibandingkan ditaati. Birokrasi di Indonesia ditandai pula
substansi, dan tidak efisien. dengan tingginya pertumbuhan pegawai dan
pemekaran struktur organisasi dan menjadikan
Bahkan pandangan para pengamat lebih
birokrasi semakin besar dan membesar.
jauh lagi tentang model birokrasi di Indonesia.
Birokrasi juga semakin mengendalikan dan
Karl D Jackson menilai bahwa birokrasi di
mengontrol masyarakat dalam bidang politik,
Indonesia adalah model bureaucratic polity
ekonomi dan sosial.
di mana terjadi akumulasi kekuasaan pada
negara dan menyingkirkan peran masyarakat Cap birokrasi Indonesia seperti itu
dari ruang politik dan Pemerintahan. Richard ternyata bukan sampai di situ saja, tetapi
Robinson dan King menyebut birokrasi di melalui pendekatan budaya birokrasi Indonesia
Indonesia sebagai bureaucratic capitalism. masuk dalam kategori birokrasi patrimonial.
Ciri-ciri dari birokrasi patrimonial adalah (1)
Sementara Hans Dieter Evers melihat
para pejabat disaring atas dasar kriteria
bahwa proses birokrasi di Indonesia berkembang
pribadi; (2) jabatan dipandang sebagai sumber
model birokrasi ala Parkinson dan ala Orwel.
kekayaan dan keuntungan; (3) para pejabat
Birokrasi ala Parkinson adalah pola dimana
mengontrol baik fungsi politik maupun fungsi
terjadi proses pertumbuhan jumlah personil
administrasi; dan (4) setiap tindakan diarahkan
dan pemekaran struktural dalam birokrasi
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 1
Vol. 2, No.2, November 2008

oleh hubungan pribadi dan politik. organisasi perangkat daerah sesuai dengan
Munculnya birokrasi patrimonial di kebutuhan daerah. Daerah diberikan hak untuk
Indonesia merupakan kelanjutan dan warisan membentuk perangkat daerah, termasuk di
dari system nilai tradisional yang tumbuh di dalamnya berupa lembaga teknis daerah,
masa kerajaan-kerajaan masa lampau dan apabila ada kebutuhan daerah untuk itu.
bercampur dengan birokrasi gaya kolonial. Dengan demikian, pembentukan organisasi
Jadi, selain tumbuh birokrasi modern tetapi perangkat daerah merupakan hak daerah.
warisan birokrasi tradisional juga mewarnai Tetapi persoalannya sekarang birokrasi daerah
dalam perkembangan birokrasi di Indonesia. dalam membentuk dinas dan perangakat
Sama seperti halnya abdi dalem dan priyayi daerah cenderung untuk memperbesar struktur
yang juga berlapis-lapis, Pegawai Negeri pun organisasinya. Kasus beberapa daerah
terdiri dari berbagai pangkat, golongan dan menunjukkan bahwa proliferasi dilakukan
eselon. Semboyan Pegawai Negeri adalah abdi lebih dikarenakan untuk mengakomodasikan
negara mengandung makna berorientasi ke tekanan birokrasi yang berkembang terus
atas, sehingga mirip dengan birokrasi kerajaan, dibandingkan untuk mengakomodasikan
ambtenaar. Birokrasi lebih menekankan pada perkembangan fungsi karena kebutuhan riil
mengabdi ke atas dari pada ke bawah sebagai masyarakat yang harus dilayani. (Afadlal, 2003)
pelayanan kepada masyarakat. Kecenderungan suatu daerah untuk
Kini, apakah model atau cap birokrasi memperbesar struktur organisasi, memang
seperti diungkapkan di atas masih tetap melekat sudah suatu yang inheren dari sifat organisasi
dalam birokrasi di Indonesia? Seharusnya yang namanya birokrasi. Aparat birokrasi akan
secara teoritis sudah berubah yang tidak lagi berusaha menciptakan struktur baru tanpa
seperti itu, tetapi harus menuju pada birokrasi melihat kebutuhan dan kemampuan dana yang
ala Weber di mana birokrasi benar-benar ada. Dalam konteks menciptakan struktur yang
menekankan pada aspek efisiensi, efektivitas, besar ini orang kerap menyebutnya sebagai
profesionalisme, merit system, dan pelayan birokrasi ala Parkinson. Ciri-ciri dari birokrasi
masyarakat. Mengapa? Hal ini karena zaman ala Parkinson adalah (1) setiap pejabat
telah berubah dengan adanya era reformasi negara berkeinginan untuk meningkatkan
dan otonomi daerah, maka seharusnya jumlah bawahannya; dan (2) mereka saling
birokrasi mengalami perubahan paradigma memberi kerja (yang tidak perlu). Akibatnya,
di mana birokrasi harus memposisikan diri birokrat cenderung meningkatkan terus jumlah
sebagai abdi masyarakat, efisien, efektif, dan pegawainya tanpa memperhatikan tugas-tugas
profesionalisme. yang harus mereka lakukan. (Hans Dieter dan
Tilman Schiel 1990:228) Hal tersebut tentu
sangat bertolak belakang dengan birokrasi
ala Weber, yang menginginkan suatu birokrasi
yang efisien, efektif, rasional dan profesional.
Birokrasi model ini, kerap disebut sebagai Tipe
POTRET BIROKRASI Ideal (Ideal Type) dari birokrasi.
Struktur birokrasi yang “membengkak” ini,
UU Otonomi Daerah mengemukakan
tampaknya, untuk mengakomodasi limpahan
tentang kewenangan daerah untuk membentuk

2 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

pegawai pusat yang semula tersebar di kantor 10 ayat (6), sebanyak-banyak delapan.
wilayah yang ditransfer menjadi pegawai Keluarnya PP yang mengatur tentang
daerah. Tapi dari struktur yang membengkak Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah ini
seperti itu berdampak pada inefisiensi ternyata tidak digubris oleh sejumlah daerah.
Pemerintahan. Hal ini karena sebagian besar Dengan tidak melakukan restrukturisasi
dana APBD digunakan untuk belanja pegawai. pada lembaga-lembaga daerah yang ada.
Kasus Kabupaten Bima dan Pandeglang, Beberapa alasan mengapa organisasi daerah
misalnya memperlihatkan hal tersebut di mana tidak melakukan restrukturisasi. Pertama,
hampir 83% sampai 90% dialokasikan untuk restrukturisasi menyebabkan reposisi terhadap
belanja rutin, sedang sisanya untuk belanja sejumlah jabatan. Untuk melakukan reposisi
pembangunan. (Afadlal, 2003) tersebut akan menghadapi kendala karena
Dampak lain dari struktur yang “gemuk” orang yang direposisi akan di tempatkan
adalah terjadi tumpang tindih dalam fungsi dan pada posisi yang tidak sehat nantinya.
tugas di antara Dinas dan atau Badan/Kantor Satu-satunya jalan adalah pensiun, namun
dengan Biro atau bagian-bagian yang ada di persoalan ini ternyata juga tidak mudah. Kedua,
bawah Sekda. Contoh adanya tumpang-tindih restrukturisasi tidak dilakukan karena struktur
tersebut terlihat dari keberadaan BKD yang organisasi yang disusun benar-benar sesuai
tumpang tindih dengan Bagian Kepegawaian, dengan kebutuhan yang ada.
Badan Informasi dan Komunikasi dengan Dalam hal manajemen Pemerintah
Humas, Dinas Sosial dengan Bagian Daerah cenderung salah kelola (mis-
Kesejahteraan Sosial, dan Bappeda dengan management), karena pusat manajemen
Bagian Keuangan dan Pembangunan (Romli, Pemerintahan ada pada Kepala Daerah
dalam Afadlal Ed, 2003). (Bupati/Wali Kota). Terpusatnya kewenangan
Dengan kondisi struktur organisasi pada Kepala Daerah ini menjadi persoalan
yang besar tersebut, sebenarnya direspon yang delematis. Di satu sisi dalam era otonomi
oleh Pemerintah Pusat sebagai suatu gejala daerah ini, daerah-daerah telah memiliki
yang “tidak baik”. Hal ini karena di samping kewenangan sangat luas dan tidak lagi
dianggap tidak efisien akan berdampak pada diatur oleh Pemerintah Pusat, sehingga
besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk secara berangsur sentralisasi akan berkurang
pembiayaan (high cost), juga untuk beberapa sehingga desentralisasi dapat diwujudkan.
daerah sebagai “kiat” untuk memperoleh Tetapi di sisi lain, dengan adanya kewenangan
DAU (Dana Alokasi Umum) yang besar dari yang besar pada Kepala Daerah sebagai Top
Pemerintah Pusat. Dalam konteks untuk Manejer Pemerintah Daerah akan menciptakan
mencegah kedua hal tersebut, Pemerintah sentralisasi baru di tingkat lokal yang terpuast
Pusat melalui Departemen Dalam Negeri kepada Kepala Daerah.
(Depdagri) menerbitkan PP No. 8 Tahun 2003, Sentralisasi baru yang terpusat pada
yang membatasi jumlah Dinas dan lembaga Bupati dan Walikota, di satu pihak memang
teknis daerah. Dalam Pasal 9 ayat (4) PP akan memperpendek jalur kenaikan pangkat
tersebut disebutkan jumlah Dinas daerah dan promosi bagi pegawai serta pejabat
sebanyak-banyaknya 14 Dinas. Sementara di daerah. Namun demikian di pihak lain,
untuk Lembaga Teknis Daerah, dalam pasal kekuasaan yang terpusat dan begitu besar di

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 3


Vol. 2, No.2, November 2008

tangan para Kepala Daerah tersebut akan aturan-aturan legal-formal. Oleh karena
berdampak pada munculnya penyimpangan, yang terjadi muncul hubungan yang bersifat
penyalahgunaan kekuasaan, dan manipulasi personal, berdasarkan pertemanan, dan like
dalam praktik birokrasi lokal. Akibatnya, and dislike dalam promosi jabatan. Dengan
hubungan-hubungan yang bersifat personal demikian, tampaknya model birokrasi ala
dan nepotis dengan Kepala Daerah, kerap lebih Weberian yang menekankan profesionalisme,
menentukan karier seorang birokrat ketimbang impersonal, dan legal-formal masih belum eksis
prestasinya dan kinerjanya secara obyektif. dalam tubuh birokrasi di Indonesia. Belum
(Haris dalam Afadlal.Ed, 2003:64) berkembangnya birokrasi ala Weber dan masih
Kondisi di daerah tersebut tidak jauh dominannya model birokrasi patrimonial, telah
berbeda juga dengan kondisi birokrasi di menghambat proses demokrasi di Indonesia
Pemerintah Pusat. Birokrasi Pemerintahan pada satu sisi dan peningkatan pelayanan
di pusat tampaknya tidak mengalami publik di sisi lain.
perubahan yang berarti di era reformasi ini Birokrasi kita memang sejak awal jauh
yang relatif hampir masih sama ketika di dari tipe ideal birokrasi modern ala Max Weber,
masa Pemerintahan Orde Baru. Semasa yang lebih sering diberi konotasi negatif seperti
Orde Baru birokrasi telah dijadikan sebagai adanya mekanisme dan prosedur kerja yang
mesin politik yang imbasnya harus membayar berbelit-belit dan penyalahgunaan status.
biaya yang mahal oleh masyarakat. Timbulnya Sebagaimana pengertian Weber, birokrasi
ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya, kita lebih mendekati birokrasi patrimonial, dan
dan ketidakpastian siapa yang bertanggung bukan tipe birokrasi yang modern. Dalam
jawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya penerapan hirarki birokrasi corak jabatan dan
layanan birokrasi. Lebih dari itu, layanan perilaku lebih didasarkan pada hubungan
birokrasi justru menjadi salah satu causa patron-client (bapak-anak buah).
prima terhadap maraknya korupsi, kolusi disamping itu juga birokrasi saat ini masih
dan nepotisme. Pejabat politik yang mengisi kental diwarnai nilai-nilai feodalistik. Birokrasi
birokrasi Pemerintah sangat dominan. Kondisi ala indonesia yang priyayi dan menerapkan
ini cukup lama terbangun sehingga membentuk strata sosial rakyat tak lebih adalah wong cilik
sikap, perilaku, dan opini bahwa pejabat politik sebagai obyek dalam sistem pemerintahan
dan pejabat birokrat tidak dapat dibedakan. pola brokrasi disini telah terjadi penjungkir-
(www.transparansi.or.id) balikan tesis Weber tentang rasionalitas
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagai wujud keberadaan birokrasi modern.
birokrasi di Indonesia, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah, masih mewarisi REFORMASI BIROKRASI
model birokrasi patrimonial. Model birokrasi
Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki
seperti ini menunjukkan perilaku dan mentalitas
raport buruk, khususnya semasa Orde Baru
sebagai penguasa yang harus dilayani daripada
yang telah menjadikan birokrasi sebagai mesin
sebagai aparat yang harus melayani publik.
politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus
Pola hubungan yang terjadi lebih bersifat
membayar biaya yang mahal. Ketidakpastian
personal, di mana faktor kedekatan dan
waktu, ketidakpastian biaya, dan ketidakpastian
loyalitas pribadi lebih dikedepankan daripada
siapa yang bertanggung jawab adalah beberapa

4 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

fakta empiris rusaknya layanan birokrasi. Lebih Pe me rin ta h ju g a se d a n g me m-


dari itu, layanan birokrasi justru menjadi salah persiapkan UU tentang Administrasi
satu causa prima terhadap maraknya korupsi, Pemerintahan. Undang-undang ini bertujuan
kolusi, nepotisme. Pejabat politik yang mengisi untuk menciptakan tertib penyelenggaraan
birokrasi pemerintah sangat dominan. Kondisi administrasi Pemerintahan, kepastian hukum,
ini cukup lama terbangun sehingga membentuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
sikap, perilaku, dan opini bahwa pejabat politik wewenang, menjamin akuntabilitas pejabat,
dan pejabat birokrat tidak dapat dibedakan. memberikan perlindungan hukum kepada
(www.transparansi.or.id) masyarakat dan aparatur Pemerintah,
Kondisi birokrasi seperti itu yang tidak menerapkan asas-asas umum Pemerintahan
mau berubah perlu ada reformasi birokrasi yang baik, dan memberikan pelayanan
yang menyeluruh. Sebenarnya pemerintah sebaik-baiknya kepada masyarakat. Undang-
sudah berusaha untuk melakukan reformasi undang ini juga akan mengatur ruang lingkup
tersebut. Buktinya beberapa perangkat hukum bagi semua tindakan hukum Administrasi
yang mengatur soal pemberantasan KKN Pemerintahan yang dilakukan Pejabat
dan menciptakan aparat Pemerintah yang Pemerintah dan badan hukum lainnya yang
bersih dan bertanggungjawab sudah dimulai diberi wewenang menyelenggarakan urusan
sejak awal reformasi, yaitu sejak tahun 1998 Pemerintahan. Kemudian Pemerintah juga
antara lain Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Penyelenggara Negara yang Bersih dan tentang pembatasan kewenangan diskresi
Bebas KKN; Undang-undang No. 28 Tahun pejabat, PP tentang tata cara pengajuan
1999 tentang Penyelenggara Negara yang keberatan masyarakat dan PP tentang standar
Bersih dan Bebas KKN; dan Undang-Undang prosedur operasi (SOP) pembuatan SK. (www.
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas gtzsfgg.or.id)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Di samping itu, dalam upaya reformasi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. birokrasi Pemerintah juga akan mengeluarkan
Selain itu, berbagai peraturan per- UU Pelayanan Publik. Dalam RUU Pelayanan
undang-undangan yang terkait dengan upaya Publik menyebutkan kegiatan pelayanan
pemberantasan korupsi juga dikeluarkan, publik lebih lanjut diatur dalam berbagai
antara lain, Keppres Nomor 44 Tahun 2000 peraturan perundang-undangan. Secara
tentang Komisi Ombudsmen Nasional, garis besar peraturan tersebut dibagi dalam
sebagai tindak lanjut dari Keppres Nomor 155 dua kelompok, yaitu undang-undang yang
Tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Pem- menjamin pelayanan dilakukan oleh aparat
bentukan Lembaga Ombudsmen Nasional; dan kelompok undang-undang sektoral yang
PP Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan menjadi dasar dan wewenang bagi setiap
dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan departemen, instansi, atau Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah; PP Nomor 56 Tahun untuk melayani. Undang-undang mengatur
2000 tentang Pelaporan Penyelenggaraan tegas kewajiban Pemerintah memberikan
Pemerintahan Daerah; dan PP Nomor 274 pelayanan meski sebagian di antaranya tidak
Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan mengatur secara eksplisit. (www.transparansi.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. or.id)

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 5


Vol. 2, No.2, November 2008

Kehadiran RUU Pelayanan Publik Prof. Dr. Mustopadijaja juga menawarkan


sedikit-banyak memberikan angin segar bagi upaya melalui peningkatan profesionalisme
perubahan birokrasi kita. Namun, lahirnya aparatur harus ditunjang dengan integritas
suatu produk hukum bukanlah jaminan akan yang tinggi, dengan mengupayakan
terjadinya perubahan yang cepat. Apalagi saat terlembagakannya karakteristik. Upaya tersebut
ini di Indonesia praktek law enforcement masih mencakup: (a) mempunyai komitmen yang tinggi
lemah, dan semangat kepatuhan terhadap terhadap perjuangan untuk mencapai cita-cita
produk hukum juga masih rendah. dan tujuan bernegara; (b) memiliki kompetensi
Perubahan paradigma ditataran pe- yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas
laksana birokrasi merupakan hal yang sangat pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik;
mendesak. Ideologi sebagai pangreh praja (c) berkemampuan melaksanakan tugas
alias pegawai raja / Pemerintah masih melekat dengan terampil, kreatif dan inovatif; (d) taat
erat hingga saat ini. Seharusnya ideologi para asas, dan disiplin dalam bekerja berdasarkan
state apparatus (Pegawai Negeri Sipil) adalah sifat dan etika profesional; (e) memiliiki
pamong masyarakat (www.transparansi.or.id). daya tanggap dan sikap bertanggung gugat
(akuntabilitas); (f) memiliki jati diri sebagai
Selain melakukan reformasi birokrasi abdi negara dan abdi masyarakat, serta
lewat berbagai kebijakan tersebut, saya kira bangga terhadap profesinya sebagai Pegawai
perlu juga melakukan reformasi birokrasi Negeri; (g) memiliki derajat otonomi yang
melalui reformasi mental birokrat itu sendiri. penuh rasa tanggung jawab dalam membuat
Dalam konteks ini Prof. Dr. Mustopadijaja dan melaksanakan berbagai keputusan
menawar strategi dan program aksi untuk sesuai kewenangan; dan (h) memaksimalkan
melakukan hal tersebut. Strategi dan program efisiensi, kualitas, dan produktivitas. (www.
tersebut aksi meliputi: (1) aktualisasi nilai, goodgovernance-bappenas.go.id)
yang melandasi perilaku sistem dan proses
adminsitrasi negara dan birokrasi, yang
terarah pada pencapaian tujuan bangsa PENUTUP
dalam bernegara; (2) struktur atau tatanan
kelembagaan negara dan masyarakat pada Dewasa ini good governance merupakan
setiap satuan wilayah; (3) proses manajemen issue yang paling mengemuka dalam
dalam keseluruhan fungsinya, dalam dinamika pengelolaan administrasi publik. Masyarakat
kegiatan dan entitas publik dan private menuntut kepada pemerintah untuk mewujudkan
(business and society): dan (4) sumber daya dan melaksanakan good governance. Pola-
aparatur yang berada pada struktur dengan pola lama penyelenggaraan Pemerintahan
posisi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab (bad governance) harus ditinggalkan diganti
tertentu. Semua itu dikembangkan dalam dengan pola-pola baru penyelenggaraan
rangka mengemban perjuangan bangsa Pemerintahan yang berdasarkan pada prinsip-
dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan NKRI, prinsip good governance.
yaitu terwujudnya ke-Pemerintahan yang Untuk mewujudkan good governance
baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih, diperlukan reformasi kelembagaan (ins-
bertanggung jawab, dan bebas dari unsur KKN titusional reform) dan reformasi manajemen
(www.goodgovernance-bappenas.go.id). publik (public management reform). Reformasi

6 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

kelembagaan menyangkut pembenahan hal, 228.


seluruh alat-alat pemerintahan, baik struktur Lili Romli, “Otonomi Daerah dan Birokrasi
maupun infrastrukturnya. Kunci reformasi Lokal: Kasus Kabupaten Pandeglang”
kelembagaan tersebut adalah pemberdayaan dalam
masing-masing elemen, yaitu masyarakat
umum sebagai stakeholders, pemerintah Syamsuddin Haris, “Sentralisasri Baru Dalam
sebagai eksekutif dan lembaga perwakilan Birokrasi Lokal: Kasus Kabupaten Bima”,
sebagai shareholder. dalam, Afadlal (Ed.), Dinamika Birokrasi
Lokal Era Otonomi Daerah, Jakarta: P2P
Sedangkan reformasi manajemen sektor LIPI, 2003, hal. 64.
publik, terkait dengan perlunya digunakan
model manajemen pemerintahan yang baru Fauziah Rasad, “Reformasi Birokrasi Dalam
yang sesuai dengan tuntutan perkembangan Perspektif Pemberantasan Korupsi”,
jaman, karena perubahan tidaklah sekedar dikutip dari http://www.transparansi.
perubahan paradigma namun juga perubahan or.id/?pilih=lihatpopulerkolom&id=18.
manajemen. Di antara model manajemen Menpan: RUU Adiministerasi Pemerintahan
yang popular adalah yang dikemukakan Pryasyarat Reformasi Birokrasi”, dikutip
oleh Osborne dan Gaebler dengan konsep dari http://www.gtzsfgg.or.id/index.
Reinventing Government. Perspektif baru php? page=menpan-ruu-administrasi-
pemerintahan yang di-kemukakan oleh Pemerintahan-prasyarat-reformasi-
kedua pakar itu, yaitu: pemerintahan Katalis, birokrasi&hl=en_EN
pemerintah milik masyarakat, pemerintah Mustopadidjaja, AR. “Reformasi Birokrasi
yang kompetitif, pemerintah yang digerakkan Sebagai Syarat Pemberantasan KKN”,
oleh misi, pemerintah yang berorientasi pada yang disampaikan dalam Seminar dan
hasil, pemerintah berorientasi pada pelanggan, Lokakarya Pembangunan Hukum oleh
pemerintahan wirausaha, pemerintah Badan Pembinaan Hukum dan HAM,
antisipatif, pemerintah desentralisasi, Departemen Kehakiman, 15 Juli 2003
pemerintah berorientasi pada pasar. di Denpasar, Bali. Dikutip dari http://
www.goodgovernance-bappenas.go.id/
archive_wacana/birokrasi_reform/
birokrasi_reform_7.htm
DAFTAR PUSTAKA

Afadlal (Ed.), Dinamika Birokrasi Lokal Era


Otonomi Daerah, Jakarta: P2P LIPI,
2003.
Hans-Dieter Evers dan Tilman Schiel,
Kelompok-Kelompok Strategis: Studi
Perbandingan tentang Negara, Birokrasi,
dan Pembentukan Kelas di Dunia Ketiga,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990,

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 7


Vol. 2, No.2, November 2008

8 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

Anda mungkin juga menyukai