Anda di halaman 1dari 6

1.

Dalam catatan sejarah, ada satu “ajaran priyayi Solo” yang dikemukakan oleh
Sutherland terkait “cara” meraih keberhasilan dalam karir seseorang khususnya
seorang bawahan. Secara umum ajaran tersebut jika seorang bawahan ingin meraih
jabatan/pangkat/kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan, maka ia harus dapat
“mengabdi” pada salah seorang dari mereka yang tengah berkuasa, kalau mungkin
pada yang paling berkuasa. Dalam pengabdiannya tersebut, ia harus mampu membaca
dan mempelajari perubahan yang terjadi pada diri atasan yang menjadi tuannya, agar
dapat menyenangkan hati tuannya.

Apakah pada saat sekarang, masih dapat terlihat atau ditemukan dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan pada birokrasi kita? Jika dapat ditemukan, apakah hal
tersebut karena kultur atau struktur? Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menghapus
atau sekurangnya meminimalisir praktek-praktek dari ajaran tersebut dalam tubuh
birokrasi pemerintahan kita. Berikan pendapat Saudara terkait hal tersebut!

Jawab :

Menurut saya di masa modern ini masih terdapat praktik yang disebut ‘pengabdian’
ke atasan dikarenakan ingin cepat naik jabatan atau sebagainya. Dan menurut saya hal
ini dipengaruhi oleh struktur karena kita tahu birokrasi adalah tata kerja suatu
organisasi yang teratur dan ber-hierarki dari atas ke bawah, dan juga sedikit banyak
nya kultur yang ada di Indonesia juga mempengaruhi masih terlihatnya hal ini dimasa
sekarang, kita tahu zaman dahulu Indonesia lama dalam kuasa kolonel Belanda dan
menyebabkan kita harus patuh dan mau melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan
dan mempertahankan apa yang ingin dan apa yang kita punya. Masih bisa kita lihat di
birokrasi disekitar kita di mana seorang pejabat dengan kuasa tinggi mempunyai
banyak bawahan yang akan menuruti apapun perintah yang diberikan dan
memberikan pujian dan junjungan untuk membuat atasannya senang yang kadang bisa
jadi berlebihan.

Apa yang bisa dilakukan untuk setidaknya menimalisar hal ini menurut saya suatu hal
yang sulit karena hal seperti sudah mendarah daging dalam kebiasaan orang – orang
Indonesia, tetapi sulit bukan berarti tidak mungkin hal yang bisa dilakukan adalah
membenahi karakteristik birokrasi disebuah organisasi misalnya dengan menerapkan
karakter birokrasi yang ideal seperti disebut oleh Max Weber, yaitu:
 Kerja yang ketat pada peraturan
 Tugas yang bersifat khusus
 Kaku dan sederhana
 Diselenggarakan secara resmi
 Pengaturannya bersifat hirarki, atau dari atas ke bawah.
 Berorientasi terhadap logika
 Tersentralistis
 Taat dan patuh
 Disiplin
 Terstruktur atau sistematis
 Tidak pandang bulu.
Dengan memenuhi hal diatas setidaknya seorang atasan akan mengangkat karir
bawahan dengan melihat hasil kerjanya yang bagus, bukan dari kepatuhan dan
junjungan yang tinggi. Dan juga para bawahan punya pikiran yang berbeda yaitu jika
mereka ingin karir lebih tinggi maka harus berusaha lebih maksimal dalam bentuk
hasil kerja bukan dari rasa patuh dan cinta ke atasan yang kadang sangat berlebihan.

2. Sebagai suatu organisasi khas yang membantu pemerintah mewujudkan pembangunan


(perubahan sosial terencana), birokrasi memiliki peran yang sangat strategis. Dalam
konteks Indonesia, peran birokrasi tersebut ternyata mengalami pergeseran,
khususnya saat peralihan dari masa Orde Baru ke Masa Reformasi.

A. Secara komprehensif, jelaskan pergeseran yang terjadi pada peran birokrasi


tersebut!

B. Berikan pendapat Saudara, apakah pergeseran peran yang terjadi tersebut


memberikan pengaruh atau perubahan positif pada penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan di negara kita?

Jawab:

A. Pergerasan atau bida dibilang masa peralihan dari birokrasi pada orde lama yang
kita tahu masa dimana birokrasi Indonesia dalam keadaan yang tidak bagus yaitu
birokrasi yang berbelit-belit, tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang
makin membengkak, dan banyak terjadi penyelewangan wewenang jabatan, dan
birokrasi pada masa Orde Baru menciptakan strategi politik korporatisme Negara
yang bertujuan untuk mendukung penetrasinya ke dalam masyarakat, sekaligus
dalam rangka mengontrol publik secara penuh. Strategi politik birokrasi tersebut
merupakan strategi dalam mengatur system perwakilan kepentingan melalui
jaringan fungsional nonideologis, dimana sistem tersebut memberikan berbagai
lisensi pada kelompok fungsional dalam masyarakat, seperti monopoli atau
perizinan, yang bertujuan untuk meniadakan konflik antar kelas atau antar
kelompok kepentingan dalam masyarakat yang memiliki konsekuensi terhadap
hilangnya pluralitas social,politik maupun budaya. Pemerintahan Orde Baru mulai
menggunakan birokrasi sebagai premium mobile bagi program pembangunan
nasional. Dan sudah umum birokrasi merupakan hal penting karena jika birokrasi
buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan.
Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program
pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah
satu prasyarat prasyarat penting keberhasilan pembangunan. Dikarenakan hal ini
maka Indonesia melakukan pergeseran birokrasi dari orde lama ke masa
reformasi, di mana pada masa reformasi publik mengharapkan bahwa dengan
terjadinya Reformasi, akan diikuti pula dengan perubahan besar pada desain
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik yang menyangkut
dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi maupun kultural. Perubahan struktur,
kultur dan paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi
begitu mendesak untuk segera dilakukan mengingat birokrasi mempunyai
kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis multidimensional yang tengah
terjadi sampai saat ini. Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang
berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di Negara-negara maju
tampaknya masih sulit untuk diwujudkan. Terdapat pula kecenderungan dari
aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan atau jabatan strategis dalam
birokrasi, terdorong untuk bermain dalam kekuasaan dengan melakukan tindak
KKN. Mentalitas dan budaya kekuasaan ternyata masih melingkupi sebagian
besar aparat birokrasi pada masa reformasi. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk
semenjak masa birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk
dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat birokrasi. Masih kuatnya kultur
birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat
sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna
jasa yang seharusnya dilayani dengan baik, telah menyebabkan perilaku pejabat
birokrasi menjadi bersikap acuh dan arogan terhadap masyarakat. Namun
selanjutnya pasca runtuhnya era Orde Baru, dalam reformasi birokrasi Indonesia
tahap pertama (2010-2014) Indonesia melakukan transisi dari model birokrasi
sebelumnya, suatu struktur birokrasi yang tampak seperti model Webberian,
namun dalam penerapannya lebih dekat kepada model patronase yang sentralistis.
Berbeda dengan era Orde Baru, dalam Orde Reformasi sistem birokrasi ditata
kembali untuk menghilangkan model patronase antara lain melalui penyusunan
tupoksi, indikator kinerja dan job grading. Langkah awal penataan birokrasi
sejauh ini patut diapresiasi dan telah menunjukkan hasil dalam kestabilan struktur
birokrasi. Beberapa sektor pemerintah (termasuk Kementerian Keuangan) telah
berhasil menjadi pelopor reformasi birokrasi yang ditunjang oleh upaya keras
pemberantasan korupsi tiada henti oleh KPK. Namun harus diakui di sebagian
sektor pemerintah pusat dan daerah penegakan prinsip- prinsip transparansi,
stabilitas, dan predictability model Webberian dalam pengambilan kebijakan
belum berjalan mulus.
B. Menurut pendapat saya pergeseran yang terjadi ini memberikan hal postif bagi
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di Indonesia. Kita tahu masa orde
baru masih banyak penyelewengan yang terjadi kesewenang – wenangan oleh
para pejabat dan monopoli politik yang masih terjadi, dan di masa reformasi
sedikit banyak nya berubah menjadi lebih baik dan patut untuk di apresiasi untuk
peralihan tata kerja ini. Walaupun tidak bisa begitu banyak langsung berubah
menjadi lebih baik dari sebelumnya, namun harus diakui hal positif bisa dirasakan
dalam birokrasi Indonesia pada saat pergeseran ini terjadi.
3. Ada atau tidaknya peranan birokrasi pemerintah dalam pembangunan sudah tidak
perlu diperdebatkan lagi karena hal itu merupakan suatu keniscayaan. Hal yang
mungkin masih dapat diperbincangkan adalah besar atau kecilnya peran yang
dimainkan birokrasi. Terkait hal tersebut, Palmer mengidentifikasi adanya 3 hal yang
membedakan peran birokrasi antara di negara maju dan sedang berkembang.

A. Jelaskan ketiga hal tersebut!


B. Berdasarkan ketiga hal tersebut, berikan pendapat Saudara bagaimana peran
birokrasi di Indonesia!
Jawab:
A. Ada tiga hal yang membedakan peran birokrasi antara di negara maju dan sedang
berkembang yaitu:
 sebagai alat integrasi nasional
 sebagai pelopor pembangunan
 sebagai agen sosialiasasi politik

Dari tiga hal diatas yang menyebabkan lebih buruknya birokrasi di negara
berkembang adalah dari sistem birokrasi yang ada, namun hal ini tidak
sepenuhnya benar ada hal yang perlu diperhartikan lagi yaitu para birokrat yang
menjalankan birokrasi itu sendiri, memperhartikan kinerja birokrat dan
membangun moral para birokrat untuk mempunyai jiwa melayani dan menjadi
payung bagi masyarakat.

Dalam negara maju sistem birokrasi lebih baik dan tersistem dengan bagus juga
untuk para birokrat nya pun bekerja dengan kinerja yang terbaik.

B. Menurut saya peran birokrasi di Indonesia masih tidak terlalu bagus dimana
birokrasi Indonesia masih gemuk, dan birokrat yang melakukan pelanggaran seperti
KKN dan lain sebagainya. Dan juga dalam perturan perundang – undangan yang tidak
harmonis, dan para pejabat birokrasi yang ditempatkan tidak sesuai dengan
keahliannya.

4. Ada beberapa gejala umum yang terjadi pada birokrasi di negara sedang berkembang,
termasuk di Indonesia. Kalau diamati secara seksama, maka gejala umum ini banyak
ditemukan di tubuh birokrasi daerah (organisasi pemerintahan daerah).

A. Berikan deskripsi Saudara terhadap salah 1 (satu) gejala umum tersebut!


B. Mengapa gejala tersebut dapat muncul dalam tubuh birokrasi pemerintah kita?
C. Apa solusi yang dapat Saudara tawarkan untuk dapat mengatasinya?

Jawab:

A. Gejala umum yang ada pada birokrasi Indonesia adalah tingkat korupsi yang
tinggi oleh para birokrat. Dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintah pada
akhirnya merugikan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan ketidakadilan serta
pemihakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun penyedia layanan
publik. Ketidakadilan dan pemihakan berimbas pada ketidakpuasan masyarakat
terhadap layanan publik tersebut. Hukum dapat dengan mudah dikalahkan dengan
suap, gratifikasi dan iming-iming lainnya yang dilakukan oleh oknum. Tingginya
angka korupsi menyebabkan birokrasi Indonesia menjadi semakin buruk dan
semrawut yang dampak langsung malah akan menimpa masyarakat Indonesia,
sedikit banyaknya menyebabkan Indonesia masih menjadi negara berkembang.
B. Gejala ini menurut saya muncul karena para birokrat berpikir kalau gaji yang dia
terima tidak sesuai dengan kinerja nya dan juga tidak mencukupi kebutuhan
hidupnya, maka karena itu dia akan mengambil uang yang bukan haknya untuk
mencukupi kehidupannya yang kadang hidup dengan sangat bergelimang harta.
Ataupun dapat terjadi karena kembali lagi ke sifat alamiah Indonesia yang egois
ingin menang banyak selalu dengan berbagai cara untuk mendapatkannya.
C. Cara yang dapat dilakukan menurut saya untuk sedikit banyaknya menimalisir
korupsi adalah dengan menerapkan peraturan yang tegas akan hukuman bagi
koruptor dan membuat suatu sistem yang sekiranya bisa membaca adanya
penyelewangan suatu hal yang tidak seharusnya agar bisa dicegah terlebih dahulu
dan juga membangun pendidikan moral sejak kecil agar bisa tumbuh menjadi
kepribadian yang jujur dan berintegritas tinggi.

Anda mungkin juga menyukai