Anda di halaman 1dari 10

JURNAL ADHIKARI

e-ISSN 2798-9186 ; p-ISSN 2798-9178


https://www.jurnal-adhikari.id/index.php/adhikari

BIROKRASI SEBAGAI INSTRUMEN POLITIK PETAHANA;


KASUS PILKADA DI LEBONG DAN BANTEN

Heru Wahyudi1; Zakaria Habib Al-Ra’zie2


Program Studi Administrasi Negara Universitas Sutomo, Serang, Banten
1email: dosen10020@unpam.ac.id

Paper Accepted: 30 Juni 2022 ABSTRAK


Paper Reviewed: 1-10 Juli 2022
Paper Edited: 11-20 Juli 2022
Paper Approved: 24 Juli 2022 Birokrasi di Indonesia masih kental dengan stigma negatif di masyarakat, utamanya
terkait proses rumit dan panjang. Dari perspektif budaya birokrasi Indonesia masuk
dalam kategori birokrasi patrimonial, yakni rekrutmen pejabat dilakukan atas dasar
kriteria pribadi, jabatan disalahgunakan untuk mengumpulkan kekayaan dan
keuntungan pribadi, para pejabat mengontrol fungsi politik dan administrasi, serta
setiap tindakan mereka didasarkan pada hubungan pribadi dan politik. Potret
Birokrasi tersebut berlaku di semua tingkat pemerintahan mulai dari pusat hingga
daerah. Terkait dengan politik, birokrasi di daerah memiliki kecenderungan
dimanfaatkan untuk kepentingan politik, utamanya dalam konteks Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada). Ada cukup banyak contoh kasus politisasi birokrasi pada
kontestasi politik di tingkat lokal, baik di tingkat Kabupaten/Kota maupun
Provinsi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji sejauh mana keterlibatan
birokrasi dalam urusan politik dengan mengambil studi kasus di Kabupaten Lebong
Provinsi Bengkulu dan Provinsi Banten. Penelitian ini menggunaan metode
kualitatif. Dari hasil penelitian ini ditemukan kesamaan antara kasus politisasi
birokrasi di Lebong dan Banten, yakni birokrasi menjadi alat politik yang populer
untuk dimanfaatkan petahana guna mempertahankan dan memperluas kekuasaannya
di pemerintahan daerah. Pola hubungan yang terbangun bukan berdasarkan
profesionalisme dan prestasi kerja, melainkan cenderung pada hubungan patrimonial
atau hubungan personal. Semakin dekat birokrat pada kepala daerah, maka
kesempatan untuk naik jabatan dan akumulasi kesejahteraan semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin jauh hubungan birokrat dengan Kepala Daerah maka perjalanan
karirnya di birokrasi akan berjalan biasa saja, lambat mengalami peningkatan, atau
bahkan disingkirkan oleh Kepala Daerah.

Kata Kunci : Birokrasi, Politik, Pilkada

PENDAHULUAN Birokrasi di Indonesia cenderung masih


Birokrasi merupakan model organisasi mendapatkan stigma negatif oleh
normatif yang titik tolak kerjanya masyarakat. Hal tersebut berdasarkan
berdasarkan pada struktur yang ada dalam pengalaman empiris masyarakat selama
organisasi tersebut. Menurut Max Weber berurusan dengan birokrasi. Stigma negatif
birokrasi memiliki sejumlah ciri yang tersebut antara lain; proses pengurusan
menjadi karakteristik yang membedakannya dokumen, perizinan dan hal lainnnya yang
dengan organisasi lain. Ciri tersebut antara relatif panjang, cenderung berbelit-beli dan
lain soal pembagian kerja, pembagian tidak efisien. Faktor lain yang membuat
wewenang yang hierarkis, program masyarakat tidak nyaman dengan birokrasi
organisasi yang disusun secara rasional, adalah perilaku pungli yang seolah sudah
prosedur kerja dan aturan main yang kaku, membudaya. Pungli menjadi pelicin supaya
serta hubungan relasional yang bersifat urusan di birokrasi cepat bisa diselesaikan,
impersonal. sehingga kecepatan pengurusan tersebut

Jurnal Adhikari | Volume 2 Nomor 1 | Juli 2022 | Page: 292-301


tergantung seberapa besar pungli atau uang terhadap kabinet dan pemerintahan. Semua
pelicin yang diberikan. posisi menteri adalah orang-orang Golkar
Hal lainnya yang turut menjadi stigma baik di Sipil maupun Militer. Berdasarkan hal
negatif terhadap birokrasi adalah perilaku ini, jelas bahwa birokrasi pemerintah
rasis. Ada praktik tertentu yang tidak memihak pada Golkar selama Soeharto
memperlakukan masyarakat secara setara berkuasa, (Miftah Thoha, 2010:132).
dalam urusannya di birokrasi, perilaku Menurut Hans Dieter Evers ada dua
tersebut berkaitan dengan aspek komposisi model birokasi yang berkembang di
pluralitas, minoritas dan mayoritas di Indonesia, yakni ala Parkinson yang proses
masyarakat. Namun tidak selalu terjadi penambahan pegawai dan struktural
demikian, melainkan hanya pada kasus birokrasinya berkembang tidak terkendali,
tertentu saja. Meskipun begitu ini patut dan ala Orwel yang proses birokratisasinya
menjadi perhatian serius sebab bangsa merupakan bentuk perluasan kuasa untuk
Indonesia menganut ideologi Pancasila yang mengontrol kegiatan sosial, politik, dan
secara filosofis menolak perilaku rasis ekonomi masyarakat melalui regulasi dan
seperti itu. Persamaan adalah persamaan dan bila perlu dengan paksaan, (Lili Romli,
perbedaan adalah perbedaan. Tidak boleh 2007:132).
memaksa yang berbeda untuk menjadi sama Sementara menurut Lili Romli, dari
dan tidak boleh boleh pula membeda- pendekatan budaya birokrasi Indonesia
bedakankan hal yang sama. Singkatnya cara masuk dalam kategori birokrasi patrimonial,
pandang dan cara bersikap haruslah yakni yang dijalankan tidak berdasarkan
proporsional sebagaimana harusnya. merit system. Dalam birokrasi ini rekrutmen
Sejumlah stigma negatif tersebut pejabat dilakukan atas dasar kriteria pribadi,
cenderung menjadi ciri khas yang muncul jabatan disalahgunakan untuk
dalam benak masyarakat ketika mendengar mengumpulkan kekayaan dan keuntungan
kata birokrasi. Bahkan ada sindiran dalam pribadi, para pejabat mengontrol fungsi
bentuk slogan terhadap birokrasi Indonesia politik dan administrasi, dan setiap tindakan
yakni, “kalau bisa diperlambat, kenapa mesti mereka didasarkan pada hubungan pribadi
diperecepat”, “kalau bisa nanti kenapa dan politik, (Lili Romli, 2007:132).
sekarang”, “kalau bisa orang lain kenapa Potret Birokrasi tersebut berlaku di
saya”. semua tingkat pemerintahan mulai dari pusat
Potret buram birokrasi tersebut hingga daerah. Karena besarnya pengaruh
mendapat bentuk terburuknya sepanjang birokrasi terhadap kehidupan masyarakat,
rezim Orde Baru. Birokrasi saat itu maka tidak heran lembaga ini disebut juga
mendapat kritik tajam sebab dinilai tidak sebagai kerajaan pejabat (Officialdom).
menjalankan fungsi sebagaimana mestinya Sebab, konsentrasi kekuasaan terhadap
yakni melayani masyarakat, melainkan hanya keperluan riil masayarakat memang dipegang
tunduk menjadi pelayan kekuasaan Soeharto. oleh birokrasi. Berbagai hal yang diperlukan
Birokrasi ketika itu terkenal lamban, masyarakat membutuhkan legitimasi dari
menghalangi kemajuan dan lebih birokrasi, mulai dari mengurus dokumen
memperhatikan prosedur ketimbang kependudukan, perizinan, pelayanan
substansi pelayanan, (Lili Romli, 2007:131). kesehatan, pendidikan, dan hal besar
Birokrasi saat itu menjadi contoh maupun kecil-kecil lainnya, (Miftah Thoha,
terbaik dan terang-terangan dari campur 2010:2).
tangan politik dan implikasinya terhadap Terkait dengan politik, birokrasi di
birokrasi. Golongan Karya (Golkar) yang daerah memiliki kecenderungan
menamakan dirinya bukan sebagai partai dimanfaatkan untuk kepentingan politik,
politik menguasai kelembagaan birokrasi. utamanya dalam konteks Pemilihan Kepala
Pemilu digelar rutin setiap 5 tahun sekali dan Daerah (Pilkada). Ada cukup banyak contoh
pemenangnya bukan partai politik melainkan kasus politisasi birokrasi pada kontestasi
Golkar. Memang contoh yang aneh, bukan politik di tingkat lokal, baik di tingkat
parpol namun ikut berkontestasi politik dan Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
keluar sebagai pemenang mutlak. Dengan Pemanfaatan birokrasi secara ilegal ini
kekuasaan tersebut Golkar menjadi pengatur umumnya dilakukan oleh Kepala Daerah

293 | Wahyudi, Heru, et.all. Birokrasi Sebagai Instrumen Politik Petahana;


Kasus Pilkada Di Lebong dan Banten
yang kembali mencalonkan diri dalam “himbauan” tidak mengancam jabatan atau
kontestasi Pilkada, atau calon tersebut pekerjaan, namun hal itu tetap mengancam
memiliki hubungan dekat atau didukung hubungan sosial dan personal, alias saling
penuh oleh Kepala Daerah tersebut. Hal ini merasa tidak enak jika tidak mengindahkan
biasa terjadi di daerah yang budaya feodalnya himbauan.
masih kuat, sehingga melahirkan dinasti
politik. Dengan memanfaatkan kekuasaan Identifikasi Masalah
yang masih melekat pada dirinya, petahana Identifikasi masalah dalam penelitian ini
atau calon yang didukung oleh Kepala mencakup hal berikut. Birokasi merupakan
Daerah setempat memaksimalkan semua organisasi normatif yang bekerja atas dasar
sumberdaya pemerintahan daerah yang bisa struktur yang ada dalam organisasi tersebut.
dijangkau untuk memastikan konsentrasi Birokrasi memiliki sistem administratif yang
dukungan politik birokrat di daerah padanya. ketat yang membedakannya dengan
Selain berusaha mengumpulkan suara organisasi lainnya.
dari birokrat, ia juga memanfaatkan birokrat Birokrasi memiliki pembagian kerja
dan peran birokrasi daerah untuk meraup yang jelas, pembagian wewenang yang
suara di masyarakat. Dengan kata lain para hierarkis, program organisasi yang disusun
birokrat tersebut menjadi bagian dari tim secara rasional, prosedur kerja dan aturan
sukses calon kepala daerah namun dalam main yang kaku, serta hubungan relasional
bentuk yang tidak formal alias terselubung. yang bersifat impersonal.
Berdasarkan pola ini birokrasi memang Namun birokrasi sebagai sebuah
nampak sebagai modal politik yang penting institusi tidak bisa berjalan sendiri. Mesin
bagi calon kepala daerah yang mempunyai organisasinya dijalankan oleh para birokrat
akses kekuasaan padanya. sebagai pelaku langsung. Birokrasi sebagai
Dilihat secara kelembagaan birokrasi institusi memiliki kepentingan sendiri yang
adalah benda mati. Adapun yang perlu diwujudkan, sementara para birokrat
membuatnya hidup atau berfungsi adalah sebagai individu juga memiliki kepentingan
para birokrat yang bekerja di dalamya. Jika yang ingin diwujudkan.
birokrasi diibaratkan sebuah rumah, maka Secara organisasi kerja birokrasi sudah
para birokrat adalah penghuninya. Secara memiliki pedoman yang harus dijalankan
kelembagaan birokrasi memiliki tujuan dengan loyalitas penuh pada negara untuk
umum yang ingin dicapai melalui kerja para kepentingan pelayanan masyarakat. Namun
birokratnya. Namun disisi lain, para birokrat kerja dan kinerja birokrasi bisa terpengaruh
tersebut merupakan individu-individu yang oleh tindakan yang diambil oleh penguasa
juga memiliki tujuan dan kepentingan yang politik seperti kepala daerah. Kepala daerah
tidak selalu sejalan dengan kepentingan ideal dengan kekuasaan politiknya bisa
lembaga. Tidak jarang kebijakan yang memberikan tekanan pada birokrasi dan
dikeluarkan birokrasi merupakan hasil birokrat baik dalam bentuk reward maupun
perpaduan atau titik temu dari kepentingan punishment untuk kepentingannya.
ideal birokrasi dengan kepentingan birokrat Tindakan kepala daerah yang memaksa
yang membuatnya. birokrasi untuk keluar dari jalur kerja
Birokrat tersebut akan berusaha utamanya akan mengganggu kinerja
mencari celah atau pembenaran dari birokrasi. Konsentrasi mereka akan pecah
kebijakan-kebijakan yang dibuatnya untuk dan pelayanannya pada masyarakat akan
menekan aparatur dibawahnya atau orang- mengalami penurunan kualitas.
orang yang terikat dengan aturan tersebut. Fenomena itu sering terjadi pada tahun-
Sekalipun birokrat terkait tidak tahun politik menjelang pelaksanaan
melakukannya dengan paksa atau lewat pemilihan kepala daerah. Birokrasi
instruksi yang diksinya memaksa, namun dimanfaatkan kepala daerah petahana untuk
istilah seperti “himbauan”, “mengajak” menjadi mesin politiknya di pemilihan
cukup mudah dipahami sebagai isyarat mendatang. Bentuk reward yang dijanjikan
paksaan. Apalagi birokrasi di daerah yang biasanya berupa kenaikan jabatan di
rasa kekeluargaan di masyarakatnya masih pemerintahan daerah. Dan bentuk
kuat, sekalipun ketidakpatuhan terhadap

Jurnal Adikari | Volume 2 Nomor 1 | Juli 2022 | 294


punishment nya adalah penurunan jabatan digambarkan dengan baik, (Suripto,
atau pencopotan dan mutasi. 2016:87). Dengan demikian jenis penelitian
peneliti nilai paling sesuai dengan tema yang
Rumusan Masalah di ambil terkait studi kasus fenomena politik
Rumusan Masalah dalam penelitian ini yang berlangsung sangat dinamis.
adalah bagaimana peran birokrasi sebagai Dalam hal ini studi kasus yang diangkat
instrumen politik petahana pada pemilihan adalah peran birokrasi sebagai instrumen
kepala daerah. Studi kasus yang diambil politik petahana dalam Pilkada. Penelitian ini
adalah Pilkada 2015 di Kabupaten Lebong mengambil lokasi di Kabupaten Lebong
dan Pilkada 2006 di Provinsi Banten. Provinsi Bengkulu dan Provinsi Banten. Dua
lokasi ini dipilih untuk mendapatkan
METODE PENELITIAN perbandingan tentang praktik politik dari
Jenis penelitian yang digunakan adalah birokrasi dan hubungannya dengan calon
kualitatif. Penelitian kualitatif ini digunakan kepala daerah petahana. Studi kasusnya pada
untuk menyelidiki, menemukan, Pilkada 2015 di Kabupaten Lebong dan
menggambarkan, dan menjelaskan keunikan Pilkada 2006 di Provinsi Banten. Masing-
dari pengaruh sosial yang tidak dapat masing daerah mewakili daerah tingkat 2 dan
ditangkap melalui pendekatan kuantitatif, tingkat 1.
(Saryono, 2010). Mengutip pendapat Sumber data pada penelitian ini diambil
Creswell (1994) penelitian kualitatif dari data sekunder dari dokumentasi media
merupakan jenis penelitian yang cetak dan online baik lokal maupun nasional,
mengandalkan interpretasi, asumsi, dugaan, juga melalui purstaka lain dari buku-buku,
nilai dan pendapat dari peneliti sehingga jurnal, tesis, dan sumber lain yang dinilai
membuat hasil penelitian menjadi lebih jelas relevan serta dapat dipertanggungjawabkan.
dan mendalam. Dalam pendekatan ini yang
menjadi faktor kunci adalah peneliti HASIL DAN PEMBAHASAN
(Sugiyono, 2005). Teori Birokrasi
Penelitian ini tidak menggunakan Menurut Max Weber birokrasi mestinya
sumber data matematis atau hitungan seperti dijalankan secara rasional yang mencakup
data statistik pada penelitian kuantitatif, sejumlah prinsip-prinsip antara lain : 1)
melainkan mengambil data narasi dan Birokrat secara pribadi adalah orang yang
dokumentasi baik yang tertulis maupun tidak bebas, namun saat berhubungan dengan
tertulis. Melalui penelitian ini fenomena yang pekerjaan maka dia dibatasi oleh tugas,
dialami subjek penelitian seperti perilaku, fungsi, wewennag yang melekat pada
motivasi, persepsi dan lainnya secara holistik jabatannya. Dia tidak boleh memanfaatkan
dapat dipahami pada konteks khususnya., kekuasaan tersebut untuk kepentingan diluar
(Moleong , 2007:6). urusan pekerjaan termasuk urusan pribadi,
Berdasarkan panduan tersebut peneliti teman maupun keluarga. 2) Pengisian
menyusun ulang data yang sudah jabatan di birokrasi berdasarkan sistem
dikumpulkan dan membuat kategorisasi data hierarki sehingga ada atasan dan ada
yang diperlukan dan tidak diperlukan terkait bawahan yang memiliki tugas dan jangkauan
penelitian. Setelah melakukan kategorisasi kekuasaan masing-masing. 3) Tugas dan
lalu data tersebut dianalisis dengan mengacu fungsi setiap bidang jabatan berbeda satu
pada pertanyaan penelitian. Analisis sama lainnya. 4) Setiap jabatan memiliki
dilakukan dengan menggunakan sejumlah kontrak jabatan yang berisi uraian pekerjaan
teori yang dipilih sebagai pisau analisis. yang menjadi tanggungjawabnya. 5) Setiap
Proses analisis dilakukan dengan pejabat birokasi dipilih dan diseleksi
manafsirkan hubungan antara fenomena berdasarkan kemampuan profesional. 6)
yang diteliti dengan teori yang dipakai Setiap pejabat memiliki hak gaji dan pensiun
sebagai pisau bedah, lalu membat sesuai jabatan yang disandang. Pejabat
kesimpulan sebagai hasil analisis tersebut. birokrasi juga bisa berhenti menjabat dalam
Melalui penelitian kualitatif ini kondisi tertentu. 7) Pengembangan karir
fenomena apapun yang dikaji baik alamiah dilaksanakan dengan jelas, serta promosi
maupun hasil rekayasa manusia dapat kenaikan jabatan dilakukan berdasarkan

295 | Wahyudi, Heru, et.all. Birokrasi Sebagai Instrumen Politik Petahana;


Kasus Pilkada Di Lebong dan Banten
merit system. 8) Para pejabat birokrasi nampak umum diinginkan adalah profit
berada dibawah pengawasan sistem yang uang. Meskipun begitu tetap tidak mudah
dijalankan dengan disiplin. Miftah Thoha untuk memprediksi transaksi dalam
(2010 : 17-18). hubungan sosial dibandingkan dengan
transaksi pasar yang murni bersifat ekonomi.
Teori Exchange
Argumen dasar dari teori exchange Teoi Rational Choice
menurut George Caspar Homans dalam Teori rational choice ini merujuk pada
Muhammad Eka Machmud (2015:261) pemikiran James S. Coleman dalam Miriam
adalah ganjaran yang langsung maupun tidak Budiardjo (2008:93) yang menyatakan bahwa
langsung telah menjadi salah satu variabel manusia sebagai makhluk rasional selalu
penting dalam mempengaruhi setiap memiliki tujuan yang merupakan cermin
individu untuk berinteraksi. Jadi dalam kepentingan diri sendiri (egois). Karena
interaksi sosial individu selalu dimotivasi terbatasnya sumberdaya maka ia perlu
oleh harapan untuk mendapatkan mengambil pilihan terbaik yang
keuntungan dan kalkulasi atas “biaya” yang berkemungkinan memberikan keuntungan
dikeluarkan. Jika biaya tersebut ternyata dan kegunaan maksimal bagi dirinya.
lebih besar dari keuntungan yang Senada dengan pandangan tersebut,
didapatkan, maka individu tersebut akan Anthony Down (1978:26) berpendapat
megalami kekecewaan yang akhirnya bahwa setiap individu selalu “rasional”
memberikan pengaruh terhadap interaksi dalam mengambil setiap keputusan, dimana
yang dilakukan. selalu didasarkan pada pertimbangan-
Menurut Homans, tindakan individu pertimbangan tentang “keuntungan yang
tersebut merupakan refleksi dari akan diperoleh” dan kemungkinan “resiko“
kepentingan pribadi untuk mendapatkan yang akan ditimbulkannya.
keuntungan sebesar-besarnya sehingga relasi Jadi pilihan rasional terkait dengan
sosial yang dibangun adalah atas dasar keputusan berdasarkan hitung-hitungan yang
hubungan pertukaran atau transaksi. masuk akal dan tidak menggunakan
Homans berargumen tidak ada pola interaksi pertimbangan emosional yang subjektif atau
yang akan muncul jika semua partisipan dugaan-dugaan yang tidak realistis. Coleman
tidak memperoleh keuntungan dan menyatakan bahwa tindakan individu
partisipan yang mengalami kerugian dalam mengarah pada satu tujuan tertentu yang
interaksi akan menarik diri dan beralih pada dipengaruhi oleh nilai atau preferensi
jenis tindakan yang lebih menguntungkan. (pilihan) dari individu.
Proses keluar masuk dalam hubungan Ada dua unsur utama dalam teori
pertukaran tersebut akan terjadi hingga pilihan rasional, yakni aktor dan sumber
semua partisipan mampu menyetarakan daya. Aktor merupakan individu yang
profit yang didapatkan termasuk profit yang melakukan suatu tindakan dan mampu
diperoleh dari tindakan alternatif yang memanfaatkan sumberdaya. Aktor memiliki
tersedia. dasar penilaian dalam melakukan
Meskipun begitu Homans menegaskan pertimbangan untuk membentuk, memilah
profit yang diinginkan tidak selalu dalam dan memilih pilihan berdasarkan
betuk material atau finansial, melainkan bisa kesadarannya. Sementara sumberdaya adalah
berupa cinta, pengakuan, loyalitas, dukungan semua potensi yang ada dan dimiliki baik
politik, pengetahuan, dan lainnya. Begitupun dalam bentuk potensi alam maupun potensi
bentuk kerugian yang diperoleh tidak selalu manusia. Pada sumberdaya ini aktor
dalam bentuk kerugian finansial, bisa memiliki kepentingan tertentu dan berusaha
kerugian dalam bentuk kekerasan, mengendalikannya sesuai kepentingan
pegkhianatan, kehilangan waktu dan tersebut. George Ritzer dan Douglas J.
kesempatan lain, kelalahan, kecemasan dan Goodman (2012:85).
kebencian. Dengan demikian keseluruhan Dalam padangan Coleman pilihan
profit yang diharapkan memang melibatkan raisonal akan aktif ketika manusia
perhitungan yang kompleks tentang berbagai dihadapkan pada dua kondisi utama yang
jenis imbalan dan biaya, namun yang paling memaksanya mengambil tindakan, yakni

Jurnal Adikari | Volume 2 Nomor 1 | Juli 2022 | 296


keterbatasan sumberdaya dan tindakan aktor Kebersihan di SKPD tersebut.(Putusan MK
lainnnya. Bagi aktor yang memiliki RI Nomor 82/PHP.BUP-XIV/2016: 24)
kelimpahan dan kontrol kuat terhadap Hadian Tarzon mengarahkan para TKK
sumberdaya akan lebih mudah mencapai dan Petugas Kebersihan di kantornya untuk
tujuannya dan begitupun sebaliknya. memilih calon Bupati Lebong nomor urut 4,
Meskipun begitu Colemen juga mengakui Rosjonsyah Syahili, yang merupakan
bahwa di kehidupan nyata manusia tidak petahana pada Pilkada serentak 9 Desember
selalu berperilaku dan bertindak rasional, 2015. (Pangeran Rio Muda, Youtube: 14
atau minimal tidak selalu bertindak rasional Desember 2015)
seperti yang dibayangkan Coleman. George Temuan tersebut kemudian dilaporkan
Ritzer dan Douglas J. Goodman (2012;85). oleh Tim Pemenangan pasangan calon
nomor urut 3, Kopli-Erlan ke Panwaslu
Kebupaten Lebong untuk diproses karena
Kasus di Pilkada Lebong diduga sudah melanggar aturan Pilkada
Kabupaten Lebong merupakan salah dengan memanfaatkan jaringan birokrasi
satu dari 10 kabupaten/kota yang ada di yang masih dikuasai oleh petahana.
provinsi Bengkulu. Lebong merupakan Namun setelah diproses, dikaji dan
kabupaten baru hasil pemekaran dari diplenokan oleh Panwaslu, kemudian
kabupaten Rejang Lebong pada 2003. diputuskan bahwa laporan tersebut cacat dan
Sebagai kabupaten yang relatif muda tidak memenuhi unsur pada pasal 73 UU
Lebong sudah beberapa kali menjalankan Nomor 8 tahun 2015 pengganti UU no 1
pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara tahun 2015 yang berbunyi calon dan/atau
langsung sejak Pilkada langsung pertama di Tim Kampanye dilarang menjanjikan
Indonsia pada 2005. dan/atau memberikan uang atau materi
Perhelatan politik tersebut berlangsung lainnya untuk mempengaruhi pemilih.
dinamis sebagaimana umumnya pelaksanaan Dengan alasan money politics itu dilakukan
Pilkada di daerah lain di Indonesia. Para bukan oleh paslon maupun tim resmi paslon
pasangan calon kepala daerah bersama tim Rosjonsyah.
sukses atau tim pemenangannya bergerak Dengan alasan tersebut maka pasangan
dengan cair untuk mendapatkan dukungan calon petahana tidak bisa dikenakan
suara dari masyarakat Lebong. konsekuensi apapun dan tetap melanggeng
Sebagaimana pendapat Harold D. dalam proses Pilkada. Namun temuan
Lasswell bahwa politik adalah proses tersebut tetap membuat Hadian Tarzon
seseorang dalam upayanya untuk diproses melalui jalur pidana umum dan
mendapatkan apa, kapan dan bagaimana, pelanggaran kode etik Aparatur Sipil Negara
maka pelaksanaan Pilkada di Lebong juga (ASN) yang dengan tegas melarang
menunjukkan praktik yang demikian. keberpihakan ASN dalam kontestasi politik.
Pada Pilkada 2015 di Kabupaten Kemudian setelah pencoblosan pada 9
Lebong publik dibuat ramai dengan Desember dan dilakukan penghitungan
beredarnya rekaman video money politics suara, petahana Rosjonsyah kembali
salah seorang birokrat di salah satu Satuan memenangkan kontestasi untuk menjadi
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Lebong, Bupati Lebong periode 2016-2021.
yakni Hadian Tarzon. Dia merupakan Tidak lama berselang setelah itu Hadian
birokrat yang menjabat sebagai Kepala Tarzon yang sebelumnya menjabat Kabid
Bidang Kebersihan di Badan Lingkungan Kebersihan BLHKP Lebong mendapatkan
Hidup, Kebersihan dan Pertamanan promosi jabatan menjadi Sekretaris Dinas
(BLHKP) Lebong. Lingkungan Hidup Lebong pada 2017.
Dalam video tersebut terlihat Hadian Tidak berhenti disana pada Maret 2018 dia
Tarzon yang tengah mengampanyekan di kembali dipromosikan menjadi Pelaksana
kantornya salah satu pasangan calon kepala Dinas Lingkungan Hidup Lebong.
daerah. Kampanye tersebut dibumbui Berdasarkan hal tersebut kenaikan
dengan pembagian uang yang dia lakukan jabatan Hadian Tarzon dapat diduga sebagai
pada sejumlah orang yang bekerja sebagai reward dari kerja politik ilegalnya yang
Tenaga Kerja Kontrak dan Petugas mendukung petahana saat kontestasi Pilkada

297 | Wahyudi, Heru, et.all. Birokrasi Sebagai Instrumen Politik Petahana;


Kasus Pilkada Di Lebong dan Banten
2015.(RmolBengkulu.com). Dia menunjukkan keberpihakan langsung pada
mendapatkan imbalan berupa kenaikan salah satu kontestan politik.
jabatan sebagai pertukaran dari keberpihakan Bila meminjam pandangan James S.
yang diberikan pada saat kampanye mencari Coleman dan Anthony Down tindakan
dukungan suara. Hadian Tarzon selaku birokrat dapat
Kasus tersebut dapat memberikan dikategorikan ke dalam tindakan yang
gambaran dan contoh betapa kuat dan rasional. Sebab hal itu dilakan untuk
strategisnya posisi petahan dalam Pilkada. mengambil posisi aman dan paling potensial
Dengan statusnya sebagai petahana dapat yang bisa memberikan keuntungan
memberikan pengaruh dalam tubuh kedepannya. Dia berpihak pada pasangan
birokrasi sehingga bisa memanfaatkan ASN calon petahana yang dinilai paling kuat
untuk menjadi tim kampanye kemungkinan menangnya pada kontestasi
terselubungnya. politik tersebut.
Tindakan Hadian Tarzon yang menjadi Kalkulasi untung rugi sangat berperan
tim sukses terselubung petahana dapat pada pengambilan keputusan tersebut.
dibaca sebagai permainan judi sekaligus Dengan kemanangan pasngan calon yang
akibat tekanan politik dari petahana. Sudah didukung maka dia mendapatkan promosi
menjadi pola umum bahwa mutasi ASN jabatan yang lebih baik sebagai buah dari
menjadi senjata kepala daerah untuk hasil kerjanya sebagai pendukung. Inilah
memberikan hukuman dan reward pada yang disebut Coleman bahwa individu
ASN. Jika ASN patuh dan mampu melakukan tindakan tertentu pasti mengarah
menyenangkan serta mendukung Kepala pada tujuan tertentu yang dipengaruhi oleh
Daerah yang mencalonkan diri lagi dalam nilai atau preferensi pribadinya.
Pilkada, maka ia mendapatkan hadiah mutasi Sementara bila dilihat dari kacamata
berupa kenaikan jabatan. Namun jika ASN teori pertukaran George Caspar Homans,
dinilai tidak patuh oleh petahana, ia perilaku Hadian Tarzon selaku birokrat yang
terancam untuk dimutasi ke jabatan yang mendukung petahana dengan melakukan
lebih rendah maupun tempat kerja baru yang money politics merupakan dorongan untuk
kurang menyenangkan, bahkan di non-job mendapatkan manfaat lebih besar jika
kan. petahana yang didukung kembali menjabat
Kasus ini mengkonfirmasi pandangan sebagai kepala daerah. Menurut George
Lili Romli bahwa birokrasi di Lebong rumusnya sederhana yakni dalam interaksi
merupakan tipe patrimonial. Yakni sosial individu selalu dimotivasi oleh
rekrutmen pejabat dilakukan atas dasar harapan untuk mendapatkan keuntungan
kriteria pribadi yang tidak objektif dan demi dan kalkulasi atas “biaya” yang dikeluarkan.
keuntungan pribadi, serta tindakan yang Jika biaya tersebut ternyata lebih besar dari
dilakukan adalah atas dasar hubungan keuntungan yang didapatkan, maka individu
pribadi dan politik. Kemudian tindakan tersebut akan megalami kekecewaan yang
Hadian Tarzon merupakan hasil kalkuasi akhirnya memberikan pengaruh terhadap
keuntungan pribadi yang dia dapatkan interaksi yang dilakukan. Namun pada kasus
sebagai birokrat, bukan karena menjalankan ini Hadian Tarzon mendapatkan keuntungan
tugasnya sebagai mesin birokrasi yang lebih besar dari upaya dan “biaya” yang
sebagaimana mestinya. dikeluarkan.
Meskipun secara etis tindakan tersebut
adalah pelanggaran, namun secara regulasi Kasus di Pilkada Banten
tindakan itu dinilai Panwaslu tidak Kasus yang mirip lebih dulu terjadi pada
melanggar, sebab dilakukan bukan oleh Pilkada Banten 2006. Calon petahana
paslon langsung maupun tim sukses Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah
resminya. mempolitisasi birokrasi dengan melakukan
Selain itu posisi ASN yang diharapkan mutasi sebelum dan sesudah Pilkada.
netral dalam kontestasi politik juga sulit Sebelum Pilkada, Atut memanfaatkan
untuk diukur, kecuali benar-benar ada bukti jabatannya sebagai Wakil Gubernur Banten
empiris berupa rekaman, dokumen maupun dan Pelaksana Tugas dan Penanggung Jawab
bukti lain yang memang tidak terbantahkan Gubernur Banten untuk melakukan mutasi

Jurnal Adikari | Volume 2 Nomor 1 | Juli 2022 | 298


terhadap Sekretaris Daerah Provinsi Banten profesionalitas, proporsionalitas, asas
dari Chaeron Muchsin ke Hilman pelayanan publik dan asas kepentingan
Nitiamidjaja, lalu dilanjutkan dengan umum di atas kepentingan pribadi,
pencopotan 12 pejabat eselon II di kelompok dan golongan. Namun yang
lingkungan pemerintah Provinsi Banten yang terjadi adalah konsep ideal itu tidak bisa
diikuti munculnya jabatan staf khusus Sekda diaplikasikan sepenuhnya, ada-ada saja
yang tidak lazim ada dalam Susunan penyimpangan yang terjadi dalam
Organisasi Tata Kerja (SOTK) Pegawai praktiknya. Sebab, bagaimanapun ASN
Negeri Sipil. Tindakan ini dilakukan Atut merupakan idividu yang memiliki pikiran,
untuk membersihkan birokrasi dari Loyalis perasaan, dan kepentingan yang tidak bisa
Djoko Munandar, Gubernur Banten yang diatur sepenuhnya seperti memprogram
sedang dononaktifkan oleh Presiden karena sebuah robot. Sulit untuk membantah bahwa
jadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi perbuatan mereka merupakan hasil dari
dana perumahan dan kegiatan penunjang kalkulasi keuntungan dan kemungkinan
DPRD Banten Rp 14 miliar yang berasal resiko yang akan didapatkan, baik secara
dari dana APBD Provinsi Banten 2003. materi maupun non-materi.
Setelah Pilkada Atut melakukan mutasi Mengharapkan birokrasi netral
terhadap 21 pejabat melalui Keputusan sepenuhnya dari pengaruh politik hampir
Gubernur No. 821.22/KEP.09-PEG/2007 mustahil di era demokrasi politik saat ini.
sebagai reward atas kesetiaan dan dukungan Politisasi birokasi sejak Orde Baru hanya
mereka padanya. (Abdul Hamid. 2011:101- mengalami perubahan bentuk saja dan
105) menyesuaikan diri dengan perkembangan
Indikasi politisasi birokrasi oleh Atut rezim. Di zaman Orde Baru politisasi
terlihat sangat jelas sebab ia berani birokrasi dilakukan oleh Golongan Karya
mengambil kebijakan mutasi tanpa dasar (Golkar) yang dikendalikan oleh Soeharto,
kualifikasi atau merit system. Diantaranya saat ini manipulasi birokrasi itu cenderung
Atut mempromosikan Arsitek waduk dilakukan oleh aktor personal ketimbang
menjadi Kepala Dinas Pendidikan, mantan pengaruh partai politik.
guru SD menjadi Kepala Biro Kepegawaian, Hal ini menjadi lebih menarik dan rumit
dan yang paling mencolok adalah Camat ketika yang berkontestasi dalam Pilkada
langsung diangkat (tanpa jabatan antara) adalah orang-orang yang memiliki pengaruh
menjadi Kepala Biro Perlengkapan Provinsi besar dalam birokrasi. Misalnya dalam
Banten. (Abdul Hamid. 2011:101-105). Pilkada Lampung 2014 yang diikuti oleh
Politisasi birokrasi yang dilakukan Atut Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang
mengkonfirmasi bahwa birokrasi menjadi masih menduduki jabatan strategis di
alat politik yang populer untuk dimanfaatkan pemerintahan Lampung. Mereka antara lain
petahana guna mempertahankan dan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung
memperluas kekuasaannya di pemerintahan (Berlian Thihang) sebagai calon gubernur,
daerah. Pola hubungan yang terbangun Bupati Lampung Barat (Muchlis Basri)
bukan berdasarkan profesionalisme dan sebagai calon wakil gubernur, Wakil Bupati
prestasi kerja, melainkan cenderung pada Tulang Bawang Barat (Bahtiar Basri) sebagai
hubungan patrimonial atau hubungan calon wakil gubernur, Walikota Bandar
personal. Semakin dekat birokrat pada Lampung (Herman HN) sebagai calon
kepala daerah, maka kesempatan untuk naik gubernur dan Walikota Metro (Lukman
jabatan dan akumulasi kesejahteraan semakin Hakim) sebagai calon wakil gubernur. Pada
tinggi. Sebaliknya, semakin jauh hubungan kasus ini terjadi mobilisasi para birokrat
birokrat dengan Kepala Daerah maka untuk memberikan dukungan politik pada
perjalanan karirnya di birokrasi akan berjalan atasan mereka yang berkontestasi dalam
biasa saja, lambat mengalami peningkatan, Pemilihan Gubernur Lampung. Sehingga
atau bahkan disingkirkan oleh Kepala birokrasi menjadi terbelah antara pendukung
Daerah. calon satu dengan calon lainnya. (Moh.
Pola hubungan seperti ini jelas tidak Waspa Kusuma Budi. 2014)
sehat jika mengacu pada asas yang harus Ada banyak implikasi negatif yang bisa
dipegang ASN yakni ketidakberpihakan, lahir akibat politisasi birokrasi. Misalnya

299 | Wahyudi, Heru, et.all. Birokrasi Sebagai Instrumen Politik Petahana;


Kasus Pilkada Di Lebong dan Banten
terjadi mutasi besar-besaran (sekaligus DAFTAR PUSTAKA
maupun bertahap) terhadap birokrat sebagai
bentuk reward maupun punishment karena Budi, Moh. Waspa Kusuma. (2014).
sudah mendukung maupun tidak Menegakkan Netralitas Birokrasi
mendukung Kepala Daerah terpilih saat Pemerintah Daerah dalam Pemilihan
kontestasi Pilkada. Meskipun begitu, yang Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung
sebenarnya paling merasakan dampak buruk Tahun 2014. Makalah ini disampaikan
politisasi birokrasi bukan para pelaku baik pada Seminar Nasional Dies Natalis ke
politisi maupun birokrat tersebut, melainkan 30 Universitas Terbuka Tanggal 23
masyarakat umum yang tidak terlibat Oktober 2014 di Universitas Terbuka
langsung bahkan tidak tahu menahu tentang Covention Center (UTCC), Pondok
permainan politik demi kepentingan Cabe Tangerang Selatan.
personal politisi dan birokrat tersebut. Budiarjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar Ilmu
Sebab, dengan adanya politisasi birokrasi hak Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan Utama.
terbaik dari para birokrat dalam semua Creswell, J. W. (1994). Research Design
bidang menjadi terhambat atau terciderai, Qualitative and Quantitative Approaches.
akibat dari fungsi birokrasi yang macet dan London: Sage Publications.
tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Down, Anthony. (1968) Okonomische Theprie
der Demokratie, engl: An Economic Theory
KESIMPULAN of Democracy 1957, New York:
Dari hasil penelitian ini ditemukan Tubingen.
kesamaan antara kasus politisasi birokrasi di Gunanto, Djoni. (2020). Politisasi Birokrasi
Lebong dan Banten, yakni birokrasi sebagai Dalam Pelaksanaan Pilkada di
institusi dan para birokrat sebagai mesin Indonesia, Jurnal Independen, Volume 1
penggeraknya menjadi alat politik yang Nomor 2 Oktober.
populer untuk dimanfaatkan petahana guna Hamid, Abdul. (2011). Politisasi Birokrasi
mempertahankan dan memperluas dalam Pilkada Banten 2006, Jurnal Ilmu
kekuasaannya di pemerintahan daerah. Administrasi Negara, Volume 11, Nomor
Pola hubungan yang dibangun dan 2, Juli.
terbangun bukan berdasarkan Machmud, Muhammad Eka. (2015).
profesionalisme dan prestasi kerja, Transaksi dalam Teori Exchange
melainkan cenderung pada hubungan Behaviorism George Caspar Homansns,
patrimonial atau hubungan personal. Jurnal Iqtishadia, Volume 8, Nomor 2,
Semakin dekat sang birokrat pada September 2015.
kepala daerah, maka kesempatan untuk naik Moleong, Lexy J. (2007). Metodelogi Penelitian
jabatan dan akumulasi kesejahteraan semakin Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT.
tinggi. Sebaliknya, semakin jauh hubungan Remaja Rosdakarya.
birokrat dengan epala daerah maka Mulyadi, Mohammad. (2016). Metode
perjalanan karirnya di birokrasi akan berjalan Penelitian Praktis: Kuantitaif dan Kualitatif.
biasa saja, lambat mengalami peningkatan, Jakarta: Publica Institute.
atau bahkan disingkirkan oleh kepala daerah. Pengeran Rio Muda, “Rekaman 1 Money
Momen Pilkada menjadi kesempatan Politik Terstruktur Melalui BLHKP
bagi para birokrat untuk menunjukkan Lebong”, lihat
kesetiaan sekaligus perjudian politik demi https://www.youtube.com/watch?v=J
meningkatkan kesejahteraan dan kenaikan OUN1o9qIfw, diakses pada 9 Juni
jabatan kedepannya. Apabila calon yang 2022.
didukung berhasil mendapatkan kursi Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor
kekuasaan maka dia sebagai bagian dari 82/PHP.BUP-XIV/2016, hal.24.
gerbong politiknya akan ikut mendapatkan Ritzer, George & Douglas J. Goodman.
jatah kesejahteraan. (2012). Teori Sosiologi Modern Edisi Revisi,
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Rmolbengkulu.com,
http://www.rmolbengkulu.com/read/

Jurnal Adikari | Volume 2 Nomor 1 | Juli 2022 | 300


2018/03/16/7245/121-Pejabat-
Eselon-II,-III-Dan-IV-Lebong-
Dimutasi,-Ini-Daftarnya-, diakses pada
9 Juni 2022.
Romli, Lili. (2007) Potret Otonomi Daerah dan
Wakil Rakyat di Tingkat Lokal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono, Jonathan. (2006). Metode Penelitian
Kuantitataif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Saryono. (2010). Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Suripto. (2016). Analisis Penyelesaian
Sengketa atau Konflik Politik. Jurnal
Politikologi Institute Pemerintahan Dalam
Negeri, Volume 3, Nomor 1, Oktober.
Thoha, Miftah. (2010). Birokrasi dan Politik di
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Wahyudi, Lutfi. (2018). Politisasi Birokrasi
Lokal dalam Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung, dalam Jurnal
Paradigma, Vol. 7 No. 3, Desember.

301 | Wahyudi, Heru, et.all. Birokrasi Sebagai Instrumen Politik Petahana;


Kasus Pilkada Di Lebong dan Banten

Anda mungkin juga menyukai